Anda di halaman 1dari 4

Nama : Violeta Syalomita Dante

NIM : 2008016008
Prodi/Kelas : Fakultas Hukum/A

LATIHAN PENGUASAAN KONSEP DAN PEMECAHAN MASALAH

1. Buat contoh kasus dan peristiwa yang selaras dan tidak selaras dengan visi, misi,
dan kompetensi Pendidikan kewarganegaraan.
Musyawarah Dalam Keluarga
(selaras)
Dalam setiap keluarga pasti memiliki aturan yang berbeda. Contohnya seperti aturan jam
anak berada di luar rumah dan waktu belajar anak yang sudah diatur secara musyawarah
antara anggota keluarga. Dalam hal ini, Ayah sebagai kepala keluarga tentunya berusaha
untuk bersikap demokratis dan tidak mengambil keputusan secara sepihak. Hal tersebut
dilakukan atas dasar keadilan dan mencegah terjadinya perpecahan antara anggota
keluarga.

Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa


(tidak selaras)
Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa sudah sering terjadi di Indonesia, terlebih lagi pada
masa pandemi seperti sekarang ini, sentimen negatif terhadap Etnis Tionghoa semakin
meningkat dikarenakan virus corona yang dikabarkan berasal dari Wuhan, China.
Diskriminasi terhadap etnis tionghoa sudah marak terjadi sebelum virus corona
menyerang. Orang-orang tiongkok telah menghadapi persepsi “tidak higienis” dan
“kotor” jauh sebelum covid 19 muncul. Ungkapan tersebut makin menjadi ketika para
migran tiongkok bergerak ke Amerika Utara, mereka kerap dikaitkan dengan standar
kebersihan yang buruk dan rentan terhadap penyakit (Simatupang, 2020). Di Indonesia
sendiri, pada saat virus Corona menyebar ke berbagai negara, terdapat beberapa
masyarakat yang menolak kedatangan wisatawan asal Tiongkok. Hal tersebut
dilatarbelakangi oleh lambannya pemerintah dalam merespon wabah virus Corona
sehingga banyak pengguna media sosial yang menggunakan tagar
#TolakSementaraTurisChina di Twitter, bahkan langsung menjadi trending topic
(Hastanto, 2020). Lambat laun, tagar tersebut jadi bernuansa diskriminatif yang diimbuhi
sentimen negatif kepada etnis Tionghoa dimana pengguna media sosial meminta
pemerintah menutup sementara pintu Indonesia dari kedatangan warga Tiongkok. Bahkan
terdapat pengguna media sosial yang beranggapan bahwa virus Corona disebabkan oleh
buruknya pola hidup dan perilaku warga Tiongkok. Padahal, tidak semua etnis Tionghoa
merupakan orang Tiongkok (China mainland), banyak dari mereka yang lahir bahkan
tumbuh di Indonesia. Praktik diskriminasi tersebut pun sejalan dengan pemikiran dimana
masyarakat Indonesia membedakan perlakuannya terhadap etnis Tionghoa (Simpson dan
Yinger, 1953), padahal virus Corona bisa saja muncul dari warga-warga beretnis lain
ataupun turis dari negara selain Tiongkok. Hal tersebut pun sejalan dengan pendapat
Liliweri dimana masyarakat Indonesia secara terbuka ingin menjauhi atau membuka jarak
dengan etnis Tionghoa karena takut menulari virus Corona. Melalui pemaparan tersebut
kita dapat menyadari bahwa rasa kemanusiaan mulai terkikis karena suatu pandemi.
Daniel Chirot, pakar sosiologi dari Amerika Serikat menyebut bahwa masyarakat
Indonesia masih menganggap etnis Tionghoa sebagai orang asing. Hal ini disebabkan
oleh kecenderungan masyarakat Indonesia yang mengidentifikasi warga negara dengan
menentukan apakah seseorang itu berasal dari etnis “asli” atau bukan. Yang mana orang-
orang tionghoa dianggap bukan etnis “asli” Indonesia. Hal ini didorong oleh tidak adanya
keterikatan etnis tionghoa dengan wilayah di Indonesia. Sebagai contoh, orang Sunda
identik dengan Jawa Barat, Minang dengan Sumatera Barat, atau Bugis dengan Sulawesi
Selatan.
Merespon fenomena tersebut, kita tentu berharap bahwa etnis Tionghoa yang ada di
Indonesia tidak lagi mengalami diskriminasi. Kita harus sadar bahwa Indonesia
merupakan negara yang beragam dalam segala hal, mulai dari etnis, suku, agama,
Bahasa, warna kulit, tradisi, dan lain sebagainya. Perlu kita ketahui bahwa setelah
Indonesia merdeka, orang tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan
sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang menyatakan: “Yang
menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Selain
itu, Pasal 27 ayat 1 dan 2 UUD 1945 menyatakan: (1) “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Di Indonesia, sejarah telah membuktikan bahwa tindakan diskriminatif justru membuat
individu/kelompok tidak lagi menjadi manusia secara utuh atau bahkan kehilangan
kemanusiannya, baik bagi pelaku maupun korban diskriminasi (Fulthoni, dkk., 2009: 10-
11). Oleh karena itu, diperlukan upaya penyelesaian dari pemerintah maupun masyarakat
dalam menyikapi tindak diskriminasi etnis tionghoa ini. Dalam hal ini, upaya yang dapat
dilakukan pemerintah adalah dengan (1) memberikan perlindungan yang efektif terhadap
setiap warga negara, termasuk etnis tionghoa. (2) memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa diskriminasi merupakan Tindakan yang melanggar hukum dan HAM,
(3) menjamin penegakan hukum terhadap setiap Tindakan diskriminasi yang terjadi
melalui proses peradilan yang dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan masyarakat, yaitu (1) merangkul etnis tionghoa agar
tidak ada segregasi sosial, prasangka, maupun cap buruk dalam masyarakat, (2)
menghilangkan pemilahan mayoritas-minoritas sehingga seluruh masyarakat khususnya
etnis tionghoa mendapatkan hak dan rasa kemanusiaannya secara penuh, dan juga sebagai
langkah untuk mengurangi presepsi kelompok superior-inferior, (3) mendidik diri sendiri,
keluarga, dan lingkungan terdekat untuk saling memahami dan menghargai atau
bertoleransi sebagai satu kesatuan yang utuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, kita tidak perlu melakukan tindakan diskriminasi yang merugikan
etnis tertentu dikarenakan yang kita hadapi adalah virus, bukan manusia. Kita harus
bersatu untuk mencegah diskriminasi dan mendukung keadilan untuk semua
golongan/kelompok.

2. Buat contoh upaya bela negara dalam berbagai bidang profesi kecuali militer dan
polisi.
Sebagai mahasiswa yang merupakan agent of change dan social control, upaya bela
negara yang dapat saya lakukan adalah dengan ikut ambil bagian dalam memerangi
narkoba di lingkungan kampus maupun di luar kampus, menolak keterlibatan dalam
paham-paham radikalisme dan ikut serta dalam melawan paham-paham radikal, ujaran
kebencian, dan hal-hal yang dapat memecah belah bangsa. Selain itu, dalam situasi
pandemic seperti sekarang ini saya juga dapat melakukan upaya bela negara dengan
menaati imbauan pemerintah untuk tetap di rumah dan mematuhi protocol Kesehatan
yang ada. Adapun upaya bela negara dalam berbagai bidang profesi, antara lain:
➔ Di bidang kesehatan, tenaga medis dapat melakukan upaya bela khususnya di tengah
pandemi saat ini mereka berperan sangat penting sebagai garda terdepan dalam
memerangi wabah virus covid 19 di negara kita.
➔ Di bidang ekonomi, para pengusaha dapat melakukan upaya bela negara dengan
menciptakan lapangan kerja baru bagi orang-orang yang terdampak pandemi covid 19
khususnya yang terkena PHK.
➔ Di bidang teknologi, pakar teknologi dapat melakukan upaya bela negara dengan
menciptakan berbagai teknologi yang dapat menunjang kegiatan yang berlangsung
selama pandemi melalui daring seperti berbagai aplikasi atau platform online dan
peralatan-peralatan swap.
➔ Di bidang hukum, hakim dapat melakukan upaya bela negara dengan menjatuhkan
putusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menjunjung
tinggi integritasnya sebagai seorang hakim.
➔ Di bidang komunikasi dan informasi jurnalis dapat melakukan upaya bela negara
dengan menyebarkan informasi positif yang bermutu, tidak menyebabkan
perpecahan, dan bukan hoax.

3. Jelaskan apakah dengan adanya Internet dan penggunaanya dapat mengancam


Ketahanan Nasional.
Di era globalisasi seperti saat ini, keberadaan internet merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi ketahanan nasional. Penggunaan internet di satu sisi berdampak positif
dan di sisi lain juga dapat berdampak negatif. Dampak positif internet akan meningkatkan
ketahanan nasional, sebaliknya dampak negatif internet dapat mengancam ketahanan
nasional. Penggunaan internet dikatakan dapat mengancam ketahanan nasional
dikarenakan beberapa faktor. Dalam bidang ideologi dan politik, internet memungkinkan
adanya keterbukaan informasi sehingga akan memudahkan masuknya pengaruh ideologi
asing seperti faham liberal dan komunis yang akan berbahaya terhadap ideologi
Pancasila. Dalam bidang ekonomi, internet memungkinkan adanya cyber crime ekonomi
seperti pembobolan rekening, penipuan perdagangan online, money laundry, dan lain-
lain. Dampak negatif ini tentu akan mengancam ketahanan nasional. Sebaliknya, jika
internet digunakan secara bijak maka akan memberikan dampak positif untuk
meningkatkan ketahanan nasional seperti meningkatnya kualitas layanan public yang
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai