Anda di halaman 1dari 66

i

ii
ISBN : 978-602-9026-05-4

TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN

Penulis :
Chalimah

Reviewer :
Prof. Dr. Sunandar, M.Pd.
Dr. M.Th. Retnaningdyastuti, M.Pd.
Dr. Lamijan, S.H., M.Si.

Penerbit :
Badan Penerbitan Universitas Stikubank (BP-UNISBANK)

Redaksi :
Jl. Tri Lomba Juang No. 1
Semarang 50241
Telp +62248311668
Fax +62248445340
Email : baak@edu.unisbank.ac.id

Cetakan Pertama, 2016

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

iii
iv
SAMBUTAN
KOORDINATOR KOPERTIS WILAYAH VI

Pertama-tama marilah kita selalu memanjatkan puji syukur


kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan karunia Nya, sehingga Buku
Ajar Program Pelatihan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional
(PEKERTI) yang rencananya akan digunakan untuk Perguruan Tinggi di
lingkungan Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah, dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan


Kemenristekdikti melalui Direktur Pembelajaran selalu mengupayakan
peningkatan kompetensi dosen perguruan tinggi secara profesional,
sehingga dosen diharapkan dapat tugas mendidik dan mengajar secara
berkualitas. Dosen profesional adalah dosen yang memiliki 4 (empat)
kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, sosial, profesional, dan
kepribadian.

Terkait dengan keempat kompetensi tersebut diatas, maka salah


satu sasaran yang akan dicapai adalah untuk mewujudkan dosen yang
memiliki profesionalitas tersebut. Hal ini dikarenakan terlebih lagi masih
banyaknya dosen yang memiliki latar belakang non kependidikan. Maka
dirasakan sangat perlu untuk diadakan suatu program khusus yang dapat
mengantarkan dosen dalam melaksanakan tugas mendidik dan mengajar.
Kompetensi yang dimaksud lebih terfokus pada kompetensi pedagogik
dan kompetensi sosial. Salah satu program yang sangat strategis untuk
keperluan tersebut adalah Program Pengembangan Keterampilan Dasar
Teknik Instruksional (PEKERTI). Sebenarnya PEKERTI sudah dilaksanakan
mulai tahun 1987, namun dengan berjalannya waktu dan regulasi yang
sejalan dengan kebutuhan dan tantangan zaman, maka diperlukan suatu
penyesuaian konsep dasar teoritik, strategi dan pendekatan, serta teknik
implementasinya. Oleh karena itu diperlukan “rekonstruksi” bahan ajar
PEKERTI.

v
Penyelenggaraan program PEKERTI dilakukan secara terstandar,
karena ada standar minimum yang harus dipenuhi untuk proses sertifikasi.
Standar ini meliputi standar isi, standar tenaga pelatih/ fasilitator, standar
proses, dan standar penilaian.

Diharapkan, dengan rekonstruksi bahan ajar yang telah disusun ini


PEKERTI akan memberikan manfaat dan mampu memberikan alternatif
jalan keluar dalam pemecahan masalah yang dialami dosen di perguruan
tinggi, dalam rangka peningkatan kualitas dosen dalam penguasaan
dibidang pendidikan dan pembelajaran. Pada akhirnya, dari semua upaya
tersebut diharapkan, secara bertahap, akan dapat diperoleh peningkatan
kualitas mutu lulusan perguruan tinggi yang berdampak langsung
terhadap pembangunan masyarakat Indonesia.

Semoga segala upaya yang telah dilakukan oleh Kemenristekdikti


khususnya Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan melalui
Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah yang secara operasional dilaksanakan
oleh Tim PEKERTI, dapat bermanfaat dan mencapai tujuan yang telah
diharapkan.

Semarang, Februari 2016

Koordinator,

Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd. Kons.

NIP.196112011986011001

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., Tuhan Yang Maha
Pengasih lagi Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
inayah dan kekuatan, sehingga Buku Ajar Program Pelatihan
Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) yang
digunakan untuk Perguruan Tinggi di lingkungan Kopertis Wilayah VI
Jawa Tengah dapat diselesaikan dengan baik.

PEKERTI merupakan program yang diselenggarakan oleh


Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi mulai tahun 1993, ditujukan untuk memberikan bekal
kepada Dosen Pemula agar mempunyai kompetensi pedagogik, sosial, dan
kepribadian yang memadai yang meliputi penguasaan konsep dan teori
dasar mengajar, perancangan pembelajaran, desain dan analisis
instruksional, keterampilan dasar mengajar, media pembelajaran, dan
evaluasi pembelajaran, serta dapat mengimplementasikannya baik pada
pembelajaran mikro maupun pada pembelajaran yang sesungguhnya (real
teaching).

Mencermati perubahan paradigma pendidikan yang berkembang


dengan pesat seiring perkembangan dan tuntutan zaman, maka Tim
Fasilitasi Pekerti Kopertis wilayah VI Jawa Tengah menganggap perlu
untuk melakukan rekonstruksi Buku Ajar Pekerti yang sudah ada selama
ini yang diterbitkan oleh Pusat Antar Universitas (PAU) - Direktorat
Pembinanan Akademik dan Kemahasiswaan. Rekonstruksi dilakukan
terkait dengan beberapa hal yang substansial seperti teori pembelajaran,
desain dan model pembelajaran, rancangan pembelajaran, dan media
pembelajaran, serta evaluasi (asesmen) pembelajaran.

Hal ini dilakukan dengan merujuk kepada beberapa regulasi yang


berkembang saat ini seperti Perpres No: 8/ 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Permenristekdikti No: 44/ 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti); dan Kurikulum
Pendidikan Tinggi (KPT) tahun 2015.

vii
Tim rekonstruksi buku ajar Pekerti mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah
dan seluruh jajarannya, serta kepada semua pihak yang turut membantu
pelaksanaan tugas rekonstruksi ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik. Kami menyadari bahwa walaupun Buku Ajar Pekerti ini sudah
direkonstruksi pasti masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh
karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan selanjutnya.

Demikian, dengan kehadiran Buku ini semoga dapat memberi


manfaat yang sebesar-besanya khususnya kepada para Dosen di
lingkungan Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah dan para pembaca pada
umumnya.

Semarang, Februari 2016

Koordinator Fasilitator Pekerti,

Prof. Dr. Sunandar, M.Pd.

NIP 196208151987031002

viii
DAFTAR ISI

SAMBUTAN........................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
Tinjauan Umum Mata Latih.................................................................................. 2
A. Deskripsi Mata Latih ................................................................................. 2
B. Manfaat Mata Latih ................................................................................... 2
C. Capaian Pembelajaran .............................................................................. 3
BAB I KONSEPTAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN ........................... 4
A. Pendahuluan .............................................................................................. 4
B. Penyajian..................................................................................................... 4
1. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 4
2. Contoh Tujuan Pembelajaran ............................................................ 7
3. Memilih kata kerja aktif dan dapat diamati. ................................... 9
4. Tujuan Pembelajaran mengandung objek seperti penggunaan
microsoft office, penyusunan data dalam microsoft
office, dan lompat tinggi. ................................................................... 9
C. Penutup ..................................................................................................... 10
BAB II. TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN KOGNITIF .................. 12
A. Pendahuluan ............................................................................................ 12
B. Penyajian................................................................................................... 12
1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Menurut Bloom ....... 12
2. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Menurut Gagne ........ 22
3. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Merill........................... 27
4. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Gerlach Dan Sullivan 29
ix
C. Penutup ...................................................................................................... 30
BAB III. TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN AFEKTIF .................... 32
A. Pendahuluan ............................................................................................ 32
B. Penyajian..................................................................................................... 32
1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Afektif Menurut Bloom ......... 32
2. Taksonomi Tujuan Afektif Krathwohl ........................................... 36
3. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Afektif Menurut Martin Dan
Briggs .................................................................................................. 38
C. Penutup ...................................................................................................... 43
BAB IV. TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN PSIKOMOTORIK ..... 44
A. Pendahuluan ............................................................................................ 44
B. Penyajian................................................................................................... 44
1. Tujuan Pembelajaran Psikomotorik Bloom ................................... 44
2. Tujuan Pembelajaran Psikomotorik Menurut Harrow ............... 47
C. Penutup ..................................................................................................... 48
BAB V. INTEGRASI TUJUAN PEMBELAJARAN .......................................... 49
A. Pendahuluan ............................................................................................ 49
B. Penyajian................................................................................................... 49

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkatan Tujuan Kognitif Bloom ………………….……… 12


Tabel 2.2 Revisi Taksonomi Bloom ……………………………………. 17
Tabel 2.3 : Componen Display Theory (CDT) Merril ................................ 27
Tabel 2.4 : Contoh Componen Display Theory (CDT) Merril …………. 28
Tabel 2.5 : Perbandingan tujuan kognitif dari para ahli ……………. 29
Tabel 3.1: Tingkatan Taksonomi Afektif menurut Bloom …………... 32
Tabel 3.2: Tujuan Pembelajaran Menurut Afektif Martin dan Briggs 41
Tabel 4.1 :Tujuan pembelajaran kawasan Psikomotorik menurut Bloom 44

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi …............ 18


Gambar 3.1: Diagram Taksonomi Domain Afektif (Adaptasi dari Martin
& Briggs, 1986) ……………………………..…………. 39

xi
1
Tinjauan Umum Mata Latih

A. Deskripsi Mata Latih


Mata latih ini mengklasifikasikan dan menjelaskan tujuan
Pembelajaran dalam tiga ranah, sebagai berikut:
1. Kognitif, tujuan kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir
(intelektualitas),
2. Afektif, tujuan afektif lebih berhubungan dengan perasaan, sistem
nilai, emosi, sikap hati (attitude) yang menunjukan penerimaan atau
penolakan terhadap sesuatu.
3. Psikomotor, tujuan psikomotor berorientasi kepada keterampilan
motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan
(action) yg memerlukan koordinasi antar syaraf & otot
Bagian akhir buku ini dibahas tentang integrasi tujuan
pembelajaran, karena mahasiswa yang telah menyelesaikan suatu
proses pembelajaran akan mengalami perubahan perilaku bukan saja
dalam hal kognitif tetapi juga pada afektif, dan bahkan memungkinkan
akan dipraktekkan.

B. Manfaat Mata Latih


Untuk dapat menentukan tujuan Pembelajaran yang
diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan Pembelajaran menjadi
sangat penting bagi seorang dosen. Dengan pemahaman ini dosen akan
dapat menentukan dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan
pembelajaran mata kuliah yang diampunya lebih bersifat kognitif, yang
mengacu kepada tingkat intelektual tertentu, atau lebih bersifat afektif
atau psikomotorik. Perumusan tujuan Pembelajaran yang jelas, terukur

2
dan dapat diamati menjadi semakin penting untuk dapat menentukan
apakah suatu proses pembelajaran mencapai tujuan atau tidak.
Dalam menentukan dan merumuskan tujuan Pembelajaran,
dosen seringkali membatasi dirinya hanya menggunakan keterampilan
atau kemampuan berfikir yang rendah, seperti kemampuan mengingat
(recall). Disamping itu, dosen juga lebih banyak menggunakan tujuan
yang bersifat kognitif atau psikomotorik dibandingkan yang bersifat
afektif. Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut dosen perlu
memahami berbagai taksonomi tujuan Pembelajaran untuk
memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan Pembelajaran.
Adapun manfaat dalam menentukan tujuan Pembelajaran; baik
capaianPembelajaranmaupun Kemampuan Akhir yang diharapkan di
antaranya:
1. Menentukan tujuan (objective) proses pembelajaran
2. Menentukan persyaratan awal Pembelajaran
3. Merancang strategi Pembelajaran
4. Memilih media pembelajaran
5. Menyusun instrumen tes pada proses evaluasi (pre-tes dan post-tes)
6. Melakukan tindakan perbaikan atau improvement pembelajaran

C. Capaian Pembelajaran
Peserta akan mampu merumuskan berbagai taksonomi tujuan
Pembelajaran, terutama bagi mata kuliah yang diampu.

3
BAB I
KONSEPTAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Bab ini berisi langkah-langkah dan komponen yang harus dipenuhi
dalam merumuskan tujuan Pembelajaran.
2. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan
Peserta akan mampu menggunakan langkah-langkah untuk
merumuskan tujuan Pembelajaran bagi mata kuliah yang diampu

B. Penyajian

1. Tujuan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran akan dapat dilakukan dengan baik jika
ditentukan terlebih dahulu tujuan pembelajaran. Soemarsono (1987)
dan Suharsimi Arikunto (1984) mendefenisikan tujuan
Pembelajaran sebagai tujuan yang menggambarkan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta
didik sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam
bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan
diukur. Selanjutnya tujuan Pembelajaran ini dibagi menjadi dua
macam, yaitu Capaian Pembelajaran, dan Kemampuan Akhir yang
diharapkan.
Capaian Pembelajaranadalah suatu kegiatan mengidentifikasi
kebutuhan Pembelajaran untuk memperoleh jenis pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang tidak pernah dipelajari atau belum
dilakukan dengan baik oleh peserta didik, (yang mana) jenis
4
pengetahuan, keterampilan dan sikap tersebut masih bersifat umum
atau garis besar. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Capaian
Pembelajaran hanya menggariskan hasil-hasil yang bersifat umum
pada kegiatan belajar dari setiap mata pelajaran yang harus dicapai
oleh setiap peserta didik.
Jika kita berbicara tentang Capaian Pembelajaran, biasanya sering
terjebak ke dalam kalimat indah dan muluk kedengarannya, tetapi
akan menemui kesukaran bila hendak diwujudkan karena
menimbulkan tafsiran yang aneka ragam menurut pandangan masing-
masing. Misalnya Capaian Pembelajaran: “menjadi manusia yang
baik”, “yang bertanggungjawab”, “bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa”, “yang mengabdi kepada masyarakat”, dan sebagainya. Capaian
Pembelajaran seperti itu sangat kabur dan tidak bisa diukur tingkat
keberhasilannya, bahkan berpotensi melahirkan macam-macam
tafsiran. Kita tidak tahu dengan jelas apa yang dimaksud dengan
“baik”, “bertanggungjawab” atau “mengabdi kepada masyarakat”.
Oleh sebab itu CP harus dianalisis sebagai bersifat umum, dan karena
itu tidak memberi pegangan yang mantap untuk menentukan bahan
kajian , strategi pembelajaran, maupun penilaian. Untuk itu, Capaian
Pembelajaran harus dijabarkan secara khusus ke dalam Kemampuan
Akhir yang Diharapkan (KA).
Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KA) yang merupakan
penjabaran CP yang menyangkut satu pokok bahasan atau topik bahan
kajian tertentu sebagai tujuan pembelajaran yang kongkrit dan spesifik,
yang dianggap cukup berharga, wajar dan pantas yang dapat
direalisasikan dan bertahan lama demi tercapainya CP.
Ada tiga pokok yang harus dipahami oleh dosen dalam
merumuskan KA, yaitu:
5
1. Mempelajari Kurikulum
2. Memahami tipe-tipe hasil belajar
3. Memahai cara merumuskan tujuan Pembelajaran sehingga isi
tujuan tersebut menjadi jelas dan dapat dicapai oleh mahasiswa
setelah menerima pokok bahasan tersebut.
Adapun beberapa langkah untuk merumuskan KA, meliputi:
1. Membuat sejumlah CP untuk setiap mata kuliah yang akan diampu.
Dalam merumuskan CP digunakan kata kerja yang sifatnya masih
umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku
masih terjadi di dalam manusia (intern)
2. Dari masing-masing CP dijabarkan menjadi sejumlah KA yang
rumusannya jelas, khusus, dapat diamati, terukur, dan
menunjukkan perubahan tingkah laku. Rumusan KA yang lengkap
memuat tiga komponen:
a) Pelaku (Audience)
Pelaku (Audience), dalam ruang lingkup perguruan tinggi
adalah mahasiswa
b) Tingkah Laku Akhir (terminal behavior)
Tingkah laku akhir adalah tingkah laku yang diharapkan
setelah seseorang mengalami proses pembelajaran
c) Kondisi demonstrasi (condition of demonstration)
Kondisi demonstrasi adalah kondisi atau situasi yang dikenakan
kepada mahasiswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah
laku akhir
d) Standar Keberhasilan (standard of performance)
Standar keberhasilan menunjukkan sebarapa jauh tingkat
keberhasilan yang dituntut oleh penilai bagi tingkah laku

6
mahasiswa pada situasi akhir. Tingkat keberhasilan dapat
dinyatakan dalam jumlah maupun persentase mosalnya:
i) Dengan 75% betul
ii) Sekurang-kurangnya 5 dari 10
iii) Tanpa kesalahan

2. Contoh Tujuan Pembelajaran


Tujuan Pembelajaran harus dirumuskan dalam kalimat dengan kata
kerja dan operasional, serta yang menunjukkan kegiatan yang dapat
dilihat. Kalimat “Mahasiswa akan dapat menjelaskan atau menguraikan
sesuatu” lebih tepat digunakan daripada “Mahasiswa dapat mengerti,
memahami, atau mengetahui sesuatu”.
Perhatikan contoh CP di bawah ini:
1. Mahasiswa akan dapat menggunakan dengan baik program
Microsoft Office untuk membuat data dalam mata kuliah Teknologi
Informasi dan Komunikasi .
2. Mahasiswa akan dapat menyusun rekapitulasi data administrasi
keuangan dengan menggunakan program Microsoft Office.
3. Mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan lompat tinggi gaya flop
(suatu lompat tinggi yang digunakan kebanyakan juara saat ini).
Ketiga contoh CP di atas masing-masing terdiri atas 4 (empat) bagian,
yaitu:

1) Orang yang belajar.


Dalam kalimat-kalimat di atas orang belajar adalah mahasiswa,
bukan dosen atau bukan orang lain. Tujuan memang harus berorientasi
kepada mahasiswa. Seringkali dosen atau pengelola pendidikan yang
lain membuat perumusan yang berorientasi kepada mereka sendiri
seperti dua contoh berikut:

7
 Tujuan pokok bahasan ini adalah mengajarkan cara mengoperasikan
Microsoft Office dalam membuat data pada komputer;
 Program ini akan membahas secara mendalam tentang fungsi dan
kegunaan program Microsoft Office dalam komputer.
Kedua contoh perumusan tujuan tersebut di atas tidak
memperhatikan apa yang akan dicapai oleh mahasiswa. Keduanya
dapat ditafsirkan bahwa sepanjang dosen membahas atau
menyampaikan pokok bahasan yang dimaksud atau program
pembelajaran berisi pokok bahasan tersebut, maka tujuan telah
tercapai, walaupun mahasiswa belum dapat melakukan apa-apa.

2) Istilah yang digunakan adalah “akan dapat” bukan dapat atau


sudah dapat.
Kalimat “akan dapat” menunjukkan bahwa tujuan Pembelajaran
dirumuskan sebelum mahasiswa mulai kuliah. Dan tujuan itu akan
dicapai setelah proses pembelajaran. Istilah “akan dapat” itu
dihubungkan dengan kata kerja yang menunjukkan hasil belajar bukan
kata kerja yang berorientasi kepada proses belajar seperti (mahasiswa)
mempelajar, membaca. Tujuan harus berorientasi kepada hasil belajar,
bukan kepada proses belajar. Dengan demikian, bila ada perumusan
tujuan yang berbunyi: “Mahasiswa akan mempelajari teknik
pengoperasian Microsoft Office dalam membuat data di Komputer”,
dapat ditafsirkan bahwa sepanjang mahasiswa telah melakukan proses
tersebut, maka tujuan telah tercapai, walaupun mahasiswa belum
berhasil “memahami” apa yang telah dipelajarinya sebagai suatu
tujuan. Padahal yang penting bukanlah mahasiswa telah melakukan
proses belajar tertentu, tetapi menunjukkan hasil belajar tertentu.

8
3. Memilih kata kerja aktif dan dapat diamati.
Kata kerja dalam tujuan Pembelajaran haruslah berbentuk kata
kerja aktif dan dapat diamati, seperti menyusun, menggunakan atau
mendemonstrasikan. Bandingkanlah dengan kata kerja memahami,
mengetahui, dan merasakan yang tidak dapat diamati oleh mata serta
tidak bisa diukur ketercapaiannya. Kata “mengetahui” atau
“memahami” dapat berarti “menjelaskan” atau dapat pula berarti
“melakukan”. Kemampuan menjelaskan dan melakukan sangat besar
bedanya. Karena itu, istilah “memahami” disebut tidak jelas dan tidak
pasti karena berarti mengandung banyak pengertian, sehingga perlu
dihindari.

4. Tujuan Pembelajaran mengandung objek seperti penggunaan


microsoft office, penyusunan data dalam microsoft office, dan lompat
tinggi.
Bagian ketiga dan keempat dari tujuan Pembelajaran yang berupa
kata kerja dan objek adalah perilaku (behavior) yang diharapkan
dikuasai mahasiswa pada akhir proses belajarnya. Itulah sebabnya
tujuan Pembelajaran sering disebut tujuan yang bersifat perilaku
(behavior objective). Ia disebut pula tujuan penampilan (performance
objective) karena akan ditampilkan mahasiswa setelah proses belajar.
Bagian ketiga dan keempat dari tujuan Pembelajaran ini
merupakan bagian yang sangat penting. Berdasarkan kedua bagian
tersebut akan disusun tes dan strategi Pembelajaran, termasuk metode,
media, dan isi mata kuliah. Karena itu, ketidakjelasan perumusan
tujuan Pembelajaran akan mengakibatkan ketidakjelasan dasar

9
penyusunan komponen sistem Pembelajaran yang lain. Di samping itu,
kegiatan merumuskan tujuan Pembelajaran merupakan salah satu
wujud tanggungjawab seorang pengajar untuk dapat mengatakan atau
orang lain menilai apakah ia berhasil atau belum berhasil mencapai
tujuannya.

C. Penutup
Tujuan Pembelajaran di samping berfungsi sebagai sesuatu
yang akan dicapai, berfungsi pula sebagai kriteria untuk mengukur
keberhasilan suatu kegiatan Pembelajaran. Oleh karena itu, seorang
dosen yang merumuskan tujuan Pembelajarannya sebelum mulai
proses pembelajaran dapat dipandang sebagai dosen yang bersedia
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalannya dalam
mengajar. Atas dasar kriteria itu pula seorang dosen dapat menentukan
kapan ia harus memperbaiki efektifitas pembelajarannya.
Jika ada yang beranggapan bahwa seorang dosen tidak perlu
merumuskan tujuan, tapi cukup memberi kuliah dengan sungguh-
sungguh saja, kemudian lakukan tes atau evaluasi, maka ini
merupakan anggapan yang keliru. Sebab, pembelajaran tanpa
perumusan tujuan Pembelajaran secara jelas akan mempunyai
implikasi tidak menentunya standar mutu pembelajaran dan mutu
lulusan program tersebut.
CP suatu mata kuliah mungkin lebih dari satu, tetapi keduanya
pasti berhubungan. Dalam hal seperti itu, CP harus diurut dari perilaku
yang harus atau sebaiknya dikuasai lebih dulu baru disusul dengan
yang lainnya. Urutan ini akan menjadi petunjuk dalam menentukan
urutan isi mata kuliah.

10
Banyaknya CP tergantung kepada kompleksitas dan ruang
lingkup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dipelajari
mahasiswa dalam mata kuliah tersebut. Sebagai patokan umum
mungkin sekitar 3 – 5 buah. Jumlah CP yang terlalu banyak mungkin
akan mengakibatkan sulitnya pengelolaan kegiatan Pembelajaran.
Walaupun demikian, tidak ada patokan yang dapat disetujui oleh
semua orang tentang jumlah CP ini.
Setelah merumuskan seluruh CP tersebut dengan baik, maka
selanjutkan seorang dosenr haruslah melakukan evaluasi terhadap
kemungkinan ketercapaian dalam rumusan CP itu, termasuk kendala-
kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakannya. Apabila ternyata
tidak ditemukan kendala, maka CP tersebut sudah dapat digunakan
sebagai dasar pengembangan Pembelajaran lebih lanjut. Namun jika
ternyata akan diyakini memiliki kendala, maka CP itu harus direvisi
terlebih dahulu.

11
BAB II
TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN KOGNITIF

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Bab ini menjelaskan pengelompokkan Taksonomi tujuan
pembelajaran kognitif menurut Bloom, Gagne, Merill, Gerlach dan
Sullivan, yang mencakup kompetensi keterampilan intelektual yang
sederhana (tingkat pengetahuan) sampai dengan yang paling
kompleks (tingkat evaluasi).
2. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan
Peserta akan mampu merumuskan tujuan pembelajaran kognitif
bagi mata kuliah yang diampu

B. Penyajian

1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Menurut Bloom


a. Tujuan Pembelajaran
Taksonomi Bloom (1956) sangat terkenal di Indonesia, bahkan
tampaknya yang paling terkenal dibandingkan dengan taksonomi
lainnya. Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan kognitif kedalam
enam kategori. Keenam kategori ini mencakup kompetensi
keterampilan intelektual yang sederhana (tingkat pengetahuan) sampai
dengan yang paling kompleks (tingkat evaluasi).
Keenam kategori ini diasumsikan bersifat hierarkis, yang berarti
tujuan pada level yang tinggi dapat dicapai hanya apabila tujuan pada

12
level yang lebih rendah telah dicapai. Keenam tingkatan tersebut
tersusun sebagai berikut :
Tabel 2.1 Tingkatan Tujuan Kognitif Bloom
KATEGORI
KO KEMAMPUAN KATA-KATA KERJA
JENIS
DE INTERNAL OPERASIONAL
PERILAKU
C1 Pengetahuan Mengetahui Mengidentifikasi
(knowladge) Misalnya : Menyebutkan
Istilah Menunjukan
Fakta Memberi nama pada
Aturan Menyusun daftar
Urutan Menggarisbawahi
Metode Menjodohkan
Memilih
Memberikan definisi
Menyatakan
C2 Pemahaman Menterjemahkan Menjelaskan
Menafsirkan Menguraiakan
Memperkirakan Merumuskan
Menentukan Merangkum
Misalnya : Metode Mengubah
Prosedur Memberikan contoh
tentang
Memahami Menyadur
Misalnya : Meramalkan
Konsep Memperkirakan
Kaidah Menerangkan
Prinsip Menyimpulkan
Kaitan antara
Fakta Isi pokok
Menggantikan
Mengartikan/Mengi Menarik kesimpulan
nteprestasikan Meringkas
Misalnya : Tabel Mengembangkan
Grafik Membuktikan
Bagan

13
KATEGORI
KO KEMAMPUAN KATA-KATA KERJA
JENIS
DE INTERNAL OPERASIONAL
PERILAKU
C3 Penerapan Memecahkan masalah Mendemonstrasikan
Membuat bagan & Menghitung
grafik Menghubungkan
Menggunakan Memperhitungkan
Misalnya : Membuktikan
Metode/prosedur Menghasilkan
Konsep Menunjukan
Kaidah Melengkapi
Prinsip Menyediakan
Menyesuaikan
Menemukan
C4 Analisa Mengenali kesalahan Memisahkan
Membedakan Menerima
Misalnya: Menyisihkan
Fakta dari interprestasi Menghubungkan
Data dari kesimpulan Memilih
Membandingkan
Menganalisa Mempertentangkan
Misalnya : Membagi
Struktur dasar Membuat
Bagian-bagian Diagram/skema
Hubungan antara Menunjukan
hubungan antara

14
KATEGORI
KO KEMAMPUAN KATA-KATA KERJA
JENIS
DE INTERNAL OPERASIONAL
PERILAKU
C5 Sintesa Menghasilkan Mengkategorikan
Misalnya : Mengkombinasikan
Klasifikasi Mengarang
Karangan Menciptakan
Kerangka teoritis Mendesain
Mengatur
Menyusun Menyusun kembali
Misalnya : Merangkaikan
Rencana Menghubungkan
Skema Menyimpulkan
Program kerja Merancangkan
Membuat pola
C6 Evaluasi Menilai berdasarkan Memperbandingkan
norma internal Menyimpulkan
Misalnya : Mengkritik
Hasil karya seni Mengevaluir
Mutu karangan Memberikan
Mutu ceramah Argumentasi
Program penataran Menafsirkan
Membahas
Menilai berdasarkan Memilih antara
norma eksternal Menguraikan
Misalnya : Membedakan
Hasil karya seni Melukiskan
Mutu karangan Mendukung
Mutu pekerjaan Menyokong
Mutu ceramah Menolak
Program penataran

Mempertimbangkan
Misalnya :
Baik-buruknya
Pro-kontranya
Untung ruginya

15
b. Revisi Taksonomi Bloom
Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson
merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom
(Krathwohl, D. R. and Anderson,2001). Dalam revisi ini ada perubahan
kata kunci, Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis
dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif
kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi
analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak
berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu
creating yang sebelumnya tidak ada.
Taksonomi Hasil revisi Anderson pada Ranah Kognitif adalah:
1) Mengingat, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai,
menempatkan, mengulangi, menemukan kembali.
2) Memahami, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
menafsirkan, meringkas mengklasifikasikan, membandingkan,
menjelaskan, membeberkan.
3) Menerapkan, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan,
mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan,
mendeteksi.
4) Menganalisis, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang,
mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun
outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan,
membandingkan, mengintegrasikan.

16
5) Mengevaluasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
membenarkan, menyalahkan.
6) Berkreasi, Kata-kata operasional yang digunakan adalah
merancang, membangun, merencanakan, memproduksi,
menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat,
memperindah, menggubah.
Dalam berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi
Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita
memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah
(1) Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya
terlebih dahulu, (2) Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya
terlebih dahulu, (3) Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus
mengukur atau menilai, (4) Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus
mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi,
serta memperbaharui.
Pentahapan berpikir seperti itu bisa jadi mendapat sanggahan
dari sebagian orang. Alasannya, dalam beberapa jenis kegiatan, tidak
semua tahap seperti itu diperlukan. Contohnya dalam menciptakan
sesuatu tidak harus melalui pentahapan itu. Hal itu kembali pada
kreativitas individu. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap
mana saja. Namun, model pentahapan itu sebenarnya melekat pada
setiap proses pembelajaran secara terintegrasi. Sebagian orang juga
menyanggah pembagian pentahapan berpikir seperti itu karena dalam
kenyataannya siswa seharusnya berpikir secara holistik. Ketika
kemampuan itu dipisah-pisah maka siswa dapat kehilangan
kemampuannya untuk menyatukan kembali komponen-komponen
17
yang sudah terpisah. Model penciptaaan suatu produk baru atau
menyelesaian suatu proyek tertentu lebih baik dalam memberikan
tantangan terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir secara kritis.

Perbandingan Taksonomi Bloom dan Hasil revisinya untuk


ranah kognitif dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Revisi Taksonomi Bloom

Dari tabel tersebut maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan


sebagai berikut :
(1) Tingkatan tingkah laku pada taksonomi bloom yang lama menggunakan
kata sifat sedangkan Anderson mengubahnya dengan menggunakan kata kerja.
(2) Tingkatan terendah (C1) Pengetahuan diganti dengan Mengingat.
(3) Tingkatan C5 Sintesa dan tingkatan C6 Evaluasi dilebur menjadi
Mengevaluasi yang berkedudukan pada tingkatan C5. (4) Tingkatan C6
diganKAan menjadi Berkreasi.

18
Sumber : Anderson and Krathwohl, 2001:268

Gambar 2.1 : Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi

c. Contoh
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan untuk
mengenal atau mengingat kembali sesuatu objek, ide, prosedur,
prinsip atau teori yang pernah ditemukan dalam pengalaman tanpa
memanipulasikannya dalam bentuk atau simbol lain.
Contoh:
 Mahasiswa dapat menyebutkan generic structure pada suatu teks
 Mahasiswa dapat menggambarkan tokoh-tokoh yang terdapat
pada teks naratif

19
2) Pemahaman (comprehension)
Pemahaman (comprehension) adalah kegiatan mental
intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui,
perilaku yang dapat didemontrasikan yang menunjukkan bahwa
kemampuan mengerti, memahami yang telah dikuasai antara lain
ialah dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri, dapat
membandingkan, dapat membedakan dan dapat
mempertimbangkan.
Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam taksonomi ini,
adalah:
 Translasi, yaitu kemampuan untuk mengikuti simbol tertentu
menjadi simbol lain tanpa perubahan makna
 Interpretasi yaitu kemampuan menjelaskan makna yang
terdapat di dalam simbol, baik simbol verbal maupun yang
non verbal. Dapat menginterpretasikan konsep atau prinsip dan
dapat menjelaskan secara rinci makna, dapat membandingkan,
membedakan, atau mempertentangkannya dengan sesuatu
yang lain.
 Ekstrapolasi yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan
atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan.
Contoh:
– Mahasiswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi
bahaya banjir
– Mahasiswa dapat mengkaji ulang akibat bahaya narkoba

3) Penerapan (Application)

20
Penerapan (Application) adalah kemampuan untuk
menggunakan konsep, prinsip, prosedur atau teori tertentu
pada situasi tertentu.
Contoh:
 Mahasiswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola
 Mahasiswa dapat mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang
telah dipelajari di sekolah

4) Analisis (Analysis)
Analisis (Analysis) adalah kemampuan untuk menguraikan
suatu bahan (fenomena atau bahan pelajaran) ke dalam unsur-
unsurnya, kemudian menghubung hubungkan bagian dengan
bagian lain disusun dan diorganisasikan.
Contoh:
 Mahasiswa dapat menginventarisir kewajiban sebagai warga
negara Indonesia
 Mahasiswa dapat menganalisis jenis tenses yang sesuai dengan
konteks

5) Syntesis (Synthesis)
Syntesis (Synthesis) adalah kemampuan untuk
mengumpulkan dan mengorganisasikan semua unsur atau bagian
sehingga membentuk satu keseluruhan secara utuh. Dengan kata
lain, kemampuan untuk menampilkan pikiran secara orisinil atau
inovatif
Contoh:
 Mahasiswa dapat mengumpulkan dana untuk bantuan
temannya yang tertimpah musibah

21
 Mahasiswa dapat menyiapkan bahan pelajaran yang akan
didiskusikan

6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi (Evaluation) adalah kemampuan untuk mengambil
keputusan, menyatakan pendapat atau memberi penilaian
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun
kuantitatif.
Contoh:
 Mahasiswa dapat memilih kegiatan sesuai dengan bakatnya
dari kegiatan pilihan yang telah ditetapkan oleh Kampus
 Mahasiswa dapat mengoreksi percakapannya melalui rekaman
tape.

2. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Menurut Gagne


a. Tujuan Pembelajaran
Gagne memaparkan lima tujuan pembelajaran yang bersifat
kognitif, yaitu: keterampilan intelektual, strategi-strategi kognitif, dan
informasi verbal.Hasil belajar ini berwujud penampilan-penampilan
yang disebut kemampuan-kemampuan (capabilities). Di antaranya
bersifat kognitif
1) Informasi verbal (Verbal information)
Kemampuan mahasiswa untuk memiliki keterampilan mengingat
informasi verbal, ini dapat dicontohkan kemampuan mahasiswa
mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang
bersifat verbal.
2) Ketrampilan intelektual (Intellectual skills)
Kemampuan menggunakan simbol untuk berinteraksi,
mengorganisir dan membentuk arti. Keterampilan intelektual

22
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya
melalui pengunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat
membedakan, menguasai konsep, aturan, dan memecahkan
masalah. keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan
dalam 8 tipe belajar yaitu, belajar isyarat, belajar stimulus respon,
belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar
memperbedakan, belajar pembentukan konsep, belajar
pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Tipe belajar
tersebut terurut kesukarannya dari yang paling sederhana (belajar
isyarat) sampai kepada yang paling kompleks belajar pemecahan
masalah:
a) Belajar isyarat
Belajar isyarat adalah belajar yang tidak diniati atau tanpa
kesengajaan, timbul sebagai akibat suatu rangsangan
(stimulus) sehingga menimbulkan suatu respon emosional
pada individu yang bersangkutan. Sebagai contoh, sikap dosen
yang sangat menyenangkan mahasiswa, dan membuat
mahasiswa yang mengikuti kuliah dosen tersebut menyenangi
mata kuliah yang diampu oleh dosen tersebut.
b) Belajar stimulus respon
Belajar stimulus respon adalah belajar untuk merespon suatu
isyarat, berbeda dengan pada belajar isyarat, pada tipe belajar
ini belajar yang dilakukan diniati atau sengaja dan dilakukan
secara fisik. Belajar stimulus respon menghendaki suatu
stimulus yang datangnya dari luar sehingga menimbulkan
terangsangnya otot-otot kemudian diiringi respon yang
dikehendaki sehingga terjadi hubungan langsung yang terpadu
23
antara stimulus dan respon. Misalnya mahasiswa menirukan
dosen menyebutkan persegi setelah dosennya menyebutkan
persegi; mahasiswa mengumpulkan benda persegi setelah
disuruh oleh dosennya.
c) Belajar rangkaian gerak
Belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah
terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Setiap
stimulus respon dalam suatu rangkaian berhubungan erat
dengan stimulus respon yang lainnya yang masih dalam
rangkaian yang sama. Sebagai contoh, misalnya seorang anak
akan menggambar sebuah lingkaran yang pusat dan panjang
jari-jarinya diketahui. Untuk melakukan kegiatan tersebut anak
tadi melakukan beberapa langkah terurut yang saling berkaitan
satu sama lain. Kegiatan tersebut terdiri dari rangkaian
stimulus respon, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
anak memegang sebuah jangka, meletakkan salah satu ujung
jangka pada sebuah titik yang telah ditentukan menjadi pusat
lingkaran tersebut, kemudian mengukur jarak dari titik tadi,
setelah itu meletakkan ujung jangka lainnya sesuai dengan
panjang jari-jari, lalu memutar jangka tersebut.
d) Belajar rangkaian verbal
Kalau pada belajar rangkaian gerak merupakan perbuatan
jasmaniah, maka pada belajar rangkaian verbal merupakan
perbuatan lisan. Jadi, belajar rangkaian verbal adalah perbuatan
lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon.
Setiap stimulus respon dalam satu rangkaian berkaitan dengan
stimulus respon lainnya yang masih dalam rangkaian yang
sama. Contoh, ketika mengamati suatu benda terjadilah
24
hubungan stimulus respon yang kedua, yang memungkinkan
anak tersebut menamai benda yang diamati tersebut. Contoh
dalam biologi, seorang anak mengamati bermacam-macam alga
yang mempunyai warna yang berbeda, maka alga tersebut
dinamai sesuai warnanya, seperti alga merah, alga coklat, alga
hijau, atau alga keemasan.
e) Belajar membedakan
Belajar membedakan adalah belajar membedakan hubungan
stimulus respon sehingga bisa memahami bermacam-macam
objek fisik dan konsep, dalam merespon lingkungannya, anak
membutuhkan keterampilan-keterampilan sederhana sehingga
dapat membedakan suatu objek dengan objek lainnya, dan
membedakan satu simbol dengan simbol lainnya. Terdapat dua
macam belajar membedakan yaitu membedakan tunggal dan
membedakan jamak. Contoh membedakan tunggal, “mahasiswa
dapat menyebutkan organisme heterotrof sebagai organisme
yang tidak dapat membuat makanan sendiri”. Contoh
membedakan jamak, “mahasiswa dapat menyebutkan
perbedaan dari tiga organisme heterotrof berdasarkan
makanannya (herbivora, karnivora, dan omnivora)”.
f) Belajar pembentukan konsep
Belajar pembentukan konsep adalah belajar mengenal sifat
bersama dari benda-benda konkret, atau peristiwa untuk
mengelompokkan menjadi satu. Misalnya untuk memahami
konsep hewan herbivora, anak mengamati sapi, kambing, kuda,
kerbau (yang memakan tumbuhan). Untuk hal-hal tertentu
belajar pembentukan konsep merupakan lawan dari belajar
membedakan. Belajar membedakan menginginkan anak dapat
25
membedakan objek-objek berdasarkan karakteristiknya yang
berlainan, sedangkan belajar pembentukan konsep
menginginkan agar anak dapat mengklasifikasikan objek-objek
ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik
sama.
g) Belajar pembentukan aturan (prinsip/peraturan atau Rumus)
Aturan terbentuk berdasarkan konsep-konsep yang sudah
dipelajari. Aturan merupakan pernyataan verbal, dalam biologi
misalnya adalah: hukum Hardy Weinberg yang digunakan
untuk menghitung frekuensi gen dalam populasi.
h) Belajar memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah adalah tipe belajar yang lebih
tinggi derajatnya dan lebih kompleks. Pada tiap tipe belajar
memecahkan masalah, aturan yang telah dipelajari terdahulu
dapat digunakan untuk membuat formulasi penyelesaian
masalah. Contoh: mahasiswa telah mempelajari hukum Hardy
Weinberg yang digunakan untuk menghitung frekuensi gen
dalam populasi. Namun, di dalam soal yang ditanyakan bukan
frekuensi gennya, tetapi perbandingan frekuensi genotip atau
jumlah individu dengan sifat tertentu. Maka mahasiswa dengan
bantuan hukum Hardy Weinberg dapat menghitung
perbandingan frekuensi genotip atau jumlah individu dengan
sifat tertentu, karena hukum Hardy Weinberg ‘membuka jalan’
untuk penyelesaian selanjutnya.

3) Strategi kognitif (Cognitive strategies)


Strategi kognitif adalah suatu proses kontrol, yaitu proses internal
yang digunakan mahasiswa untuk memilih dan mengubah cara-

26
cara memberikan perhatian, belajar mengingat, dan berpikir.
Kapabilitas ini terorganisasikan secara internal sehingga
memungkinkan perhatian, belajar, mengingat, dan berfikir
mahasiswa menjadi terarah. Contohnya strategi menghapal, strategi
mencatat pelajaran.
4) Keterampilan motorik (Motor Skills)
Untuk mengetahui seseorang memiliki kapabilitas keterampilan
motorik, dapat melihatnya dari segi kecepatan, ketepatan, dan
kelancaran gerakan otot-otot, serta anggota badan yang
diperlihatkan orang tersebut. Kemampuan dalam
mendemonstrasikan cara menggunakan mikroskop merupakan
salah satu contoh tingkah laku kapabilitas ini.
5) Sikap (Attitudes)
Merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan
dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian
atau mahluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah
sikap-sikap kita terhadap orang lain. Bagaimana sikap-sikap sosial
itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran itu yang menjadi hal
penting dalam menerapkan metode dan materi pembelajaran.

3. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Merill


a. Tujuan Pembelajaran
Merril (1983) menamakan taksonomi buatannya dengan Componen
Display Theory (CDT). Merril mengembangkan taksonominya dengan
menyempurnakan teori Robert Gagne. Taksonomi Merril membagi
tujuan Pembelajaran menjadi dua kategori yaitu kategori isi dan
kategori kinerja. Kategori isi berisikan fakta, konsep, prinsip, dan

27
prosedur; sedangkan kategori kinerja terdiri dari mengingat,
menggunakan, dan menemukan.
Mengingat adalah unjuk kerja untuk mengingat informasi-
informasi yang telah diperolehnya dalam memori jangka panjang.
Menggunakan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan siswa untuk
mengaplikasikan berbagai abstraksi dalam berbagai masalah.
Menemukan adalah unjuk kerja yang mempersyaratkan mahasiswa
menemukan hal baru melalui kegiatan analisis dan sintesis.
Kedua dimensi tersebut kemudian dihubungkan, sehingga dapat
diklasifikasikan hubungan dimensi isi dan unjuk kerja. Hubungan
keduanya disilangkan menjadi sepuluh jenis, yaitu: mengingat fakta,
mengingat konsep, mengingat prosedur, mengingat prinsip,
menggunakan konsep, menggunakan prosedur, menggunakan prinsip,
menemukan konsep, menemukan prosedur, dan menemukan prinsip.
Namun, taksonomi Merril ini tak sekomprehensif taksonomi Bloom
sehingga jarang sekali digunakan. Componen Display Theory (CDT)
Merril tersusun sebagai berikut:

Tabel 2.3 : Componen Display Theory (CDT) Merril


Dimensi Isi
Dimensi Kinerja
Fakta Konsep Prosedur Prinsip
Menemukan (Find) - √ √ √
Menggunakan (Use) - √ √ √
Mengingat (Remember) √ √ √ √

b. Contoh
Contoh Componen Display Theory (CDT) Merril
Pokok Bahasan : Pendelegasian wewenang
Mata Kuliah : Pengantar Manajemen

28
Tabel 2.4 : Contoh Componen Display Theory (CDT) Merril

Tingkat Jenis Materi


Perilaku Fakta Konsep Prosedur Prinsip
Mahasiswa akan
dapat menemukan
Menemu
- - - prinsip-prinsip lain
kan (Find)
sehubungan dengan
pendelegasian tugas
Dalam suatu
kasus
organisasi, Mahasiswa akan
mahasiswa dapat menemukan
akan dapat pemecahan masalah
Menggunak
- menentukan - suatu kasus, yang
an (Use)
teori berkaitan dengan
kewenangan pendelegasian
yang tepat wewewnang
untuk
digunakan
Mahasiswa
akan dapat:
 Menjelas
kan Mahasiswa
Mahasiswa akan
pengertian akan dapat
dapat menemukan
wewenang menjelaskan
Mengingat hubungan
- dan proses
(Remember) pendelegasian
pendelegasi pendelegasi
wewenang dengan
an an
kepuasan kerja
wewenang. wewenang
 Beberapa
teori
kewenangan

4. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Kognitif Gerlach Dan Sullivan


a. Tujuan Pembelajaran
Gerlach (1981) dan Sullivan (1989) menyusun enam kategori
kompetensi di ranah kognitif, dari yang mudah ke yang sukar ,
meskipun urutan ini tidak sepenuhnya dapat dianggap sebagai hierarki
(Suciati, 2005) yaitu:

29
a. Mengidentifikasi (identify)
b. Menyebutkan (name)
c. Menjelaskan (describe)
d. Membentuk (construct)
e. Menyusun (order)
f. Mendemontrasikan (demonstrate)

Perbandingan tujuan kognitif Gerlach dan Sullivan dari para ahli


sebelumnya tersusun sebagai berikut
Tabel 2.5 : Perbandingan tujuan kognitif dari para ahli
Bloom Gagne Merill Gerlach
 Mengidentifikasi
 Mengetahui
Informasi verbal Mengingat  Menyebutkan
 Memahami
 Menjelaskan
 Menerapkan
 Membentuk
 Menganalisis Ketrampilan Menggunakan
 Menyusun
 Mengevaluasi intelektual Menemukan
 Mendemontrasikan
 Mencipta
Strategi kognitif

C. Penutup
1. Rangkuman
Tujuan pembelajaran kognitif yang mencakup kompetensi
keterampilan intelektual yang sederhana (tingkat pengetahuan) sampai
dengan yang paling kompleks yaitu kemampuan untuk memecahkan
masalah yang menuntut mahasiswa untuk menghubungkan atau
menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya
dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Kemampuan intelektual diasumsikan bersifat hierarkis, berarti
tujuan pada level yang tinggi dapat dicapai hanya apabila tujuan pada
level yang lebih rendah telah dicapai.
30
31
BAB III
TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN AFEKTIF

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Bab ini secara berurutan menjelaskan Tujuan pembelajaran afektif
menurut Bloom, menurut Karthwohl, serta menurut Martin dan
Briggs
2. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan
Peserta pelatihan akan mampu merumuskan tujuan Pembelajaran
dengan domain afektif

B. Penyajian

1. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Afektif Menurut Bloom


Tujuan pembelajaran afektif menurut Bloom berhubungan
dengan “perasaan”, “emosi”, “sistem nilai” dan “sikap hati (attitude)”
yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.
Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu
”memperhatikan suatu fenomena” sampai dengan yang kompleks yang
merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati
nurani. Dalam literatur tujuan afektif ini disebutkan sebagai : minat,
sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai, serta kecenderungan emosi.
Ada lima jenis tingkatan taksonomi yang terurut secara
bertahap yaitu:

32
Tabel 3.1: Tingkatan Taksonomi Afektif menurut Bloom
KODE KATEGORI KEMAMPUAN KATA KERJA
JENIS PERILAKU INTERNAL OPERASIONAL
A1 Penerimaan Menunjukan Menanyakan
Misalnya : Kesadaran Memilih
Kemauan Mengikuti
Perhatian Menjawab
Mengakui Melanjutkan
Misalnya : Kepentingan Memberi
Perbedaan Menyatakan
Menempatkan
A2 Partisipasi Mematuhi Melaksanakan
Misalnya : Peraturan Membantu
Tuntutan Menawarkan diri
Perintah Menyambut
Ikut serta secara Aktif Menolong
Misalnya : Di Mendatangi
laboratorium Melaporkan
Dalam diskusi Menyumbangkan
Dalam kelompok Menyesuaikan diri
Belajar/tentir Menampilkan
Membawakan
Mendiskusikan
Menyelesaikan
Meyatakan persetujuan
Mempraktekan
A3 Penilaian/penent Menerima suatu nilai Menunjukan
uan sikap Menyukai Melaksanakan
Menyepakati Meyatakan pendapat
Menghargai Mengikuti
Misalnya : Karya seni Mengambil prakarsa
Sumbangan ilmu Memilih
Pendapat Ikut serta
Bersikap Menggabungkan diri
(positif/negatif) Mengusulkan
Mengakui Membela
Menuntun
Membenarkan
Menolak , Mengajak
A4 Organisasi Membentuk sistem nilai Merumuskan
Menangkap relasi Berpegang pada
antara nilai Mengintegrasikan
Bertanggung jawab Menghubungkan
Mengistegrir nilai Mengaitkan

33
KODE KATEGORI KEMAMPUAN KATA KERJA
JENIS PERILAKU INTERNAL OPERASIONAL
Menyusun
Mengubah
Melengkapi
Menyempurnakan
Menyesuaikan
Menyamakan
Mengatur
Memperbandingkan
Mempertahankan
Memdifikasikan
A5 Pembentukan pola Menunjukan Bertindak
Misalnya : Kepercayaan Menyatakan
diri Memperlihatkan
Disiplin pribadi Mempraktekan
Melayani
Mengundurkan diri
Membuktian
Menunjukan
Kesadaran Bartahan
Mempertimbangkan
Mempertimbangkan Mempersoalkan
Melibatkan diri

1) Penerimaan (Receiving/Attending), diperinci dalam tiga tahap


a. Kesiapan untuk menerima (awarness) yaitu adanya kesiapan
untuk berinteraksi dengan stimulus (program pengajaran,
bahan bacaan, tontonan).
b. Kemauan untuk menerima (Willingness To Receives) yaitu usaha
untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang
bersangkutan.
c. Mengkhususkan perhatian (Controlled Or Selected Attention) pada
bagian tertentu dari stimulus yang diperhatikan.
2) Penanggapan (Responding), proses ini terdiri atas tiga tahap yaitu:
a) Kesiapan Menanggapi ( Acquiescence Of Responding)
b) Kemauan Menanggapi ( Willingness To Respond)

34
c) Kepuasan menanggapi (Satisfaction In Response)
3) Penilaian (Valuing) pada tahap ini sudah mulai timbul proses
internalisasi yaitu proses untuk memiliki dan menghayati nilai dari
stimulus yang dihadapi.
Proses ini terbagi atas empat tahap sebagai berikut:
a) Menerima nilai (Acceptance Of Value)
b) Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (Preference For A Value)
c) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan
alasan-alasan tertentu yang muncul dari rangkaian
pengalaman.
4) Pengorganisasian (Organization), tahap ini tidak hanya
menginternalisasi satu nilai tertentu tetapi mulai melihat beberapa
nilai yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai, terdiri
dari dua tahapan sebagai berikut:
a) Konseptualisasi nilai yaitu keinginan untuk menilai hasil
karya orang lain atau menemukan asumsi-asumsi yang
mendasari suatu kebiasaan
b) Pengorganisasian system nilai, menyusun perangkat nilai
dalam suatu system nilai berdasarkan tingkat
preferensinya
5) Karakterisasi (Characterization) yaitu kemampuan untuk
menghayati atau mempribadikan sistem nilai. Proses ini terdiri
dari dua tahapan yaitu.
a) Generalisasi yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah
dari suatu sudut pandang tertentu
b) Karakteristik yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu
yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang
bersangkutan
35
2. Taksonomi Tujuan Afektif Krathwohl
David R. Krathwohl (1964) murid dari Benjamin Bloom,
melakukan beberapa penelitian dalam pengembangan taksonomi
tersebut. Banyak pendapat dari Krathwohl yang dipengaruhi oleh
pendapat ilmiah Bloom. Hampir semua tujuan kognitif mempunyai
komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya
ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif.
Krathwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasai oleh mahasiswa.
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu:
receiving (attending), responding, valuing, organization,dan characterization.

1) Penerimaan (Receiving/Attending)
Tujuan Pembelajaran kelompok ini mengharapkan mahasiswa untuk
mengenal, bersedia menerima dan memperhatikan berbagai stimulus.
Dalam hal ini mahasiswa masih bersikap pasif, sekedar
mendengarkan atau memperhatikan saja.
Contoh kata kerja operasional: Mendengarkan, Menghadiri, Melihat,
Memperhatikan

2) Tanggapan (Responding)
Keinginan untuk berbuat sesuatu sebagai reaksi terhadap suatu
gagasan, benda, atau sistem nilai, lebih daripada sekedar pengenalan
saja. Dalam hal ini mahasiswa diharapkan untuk menunjukkan
prilaku yang diminta, misalnya berpartisipasi, patuh atau
memberikan tanggapan secara sukarela bila diminta.
Contoh kata kerja operasional: mengikuti, mendiskusikan, berlatih,
berpartisipasi, mematuhi.

36
3) Penghargaan (Valuing)
Penghargaan terhadap suatu nilai merupakan persaan, keyakinan
atau anggapan bahwa suatu gagasan, benda atau cara berpikir
tertentu mempunyai nilai (worth). Dalam hal ini mahasiswa secara
konsisten berprilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada
pihak lian yang meminta, atau mengharuskan. Nilai ini dapat saja
dipelajari dari orang lain,misalnya dosen, teman atau keluarga.
Contoh kata kerja operasional: memilih, meyakinkan, bertindak,
mengemukakan argumentasi

4) Organisasi (Organization)
Pengorgaisasian menunjukkan saling berhubungan antara nilai-nilai
tertentu dalam suatu sistem nilai, serta menentukan nilai mana yang
mempunyai prioritas lebih tinggi daripada nilai yang lain. Dalam hal
ini mahasiswa menjadi committed terhadap suatu sistem nilai. Dia
diharapkan untuk mengorganisasikan berbagai nilai yang dipilihnya
ke dalam satu sistem nilai, dan menentukan hubungan di antara nilai-
nilai tersebut.
Contoh kata kerja operasional: memilih, memutuskan,
memformulasikan, membandingkan, membuat sistematisasi
5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value
or Value Complex)
Pengamalan berhubungan dengan pengorganisasian dan
pengintegrasian nilai-nilai ke dalam suatu sistem nilai pribadi. Hal ini
diperlihatkan melalui perilaku yang konsisten dengan sistem nilai
tersebut. Pada tingkat ini mahasiswa bukan saja telah mencapai
perilaku-perilaku pada tingkat-tingkat yang lebih rendah, tetapi telah
mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam suatu filsafat hidup

37
yang lengkap dan menyakinkan, dan prilakunya akan selalu
konsisten dangan filsafat hisup tersebut. Filsafat hidup tersebut
merupakan bagian dari karakter.
Contoh kata kerja operasional: menunjukkan sikap, menolak,
mendemonstrasikan, menghindari
Dari contoh-contoh tujuan afektif ini terlihat bahwa pada
tingkat-tingkat yang tinggi (valuing, organization dan characterization)
perilaku yang merupakan indikator tercapainya tujuan-tujuan tersebut
terlihat overlapping dan tidak dapat dipisahkan dengan tegas. Ini
menunjukkan bahwa meskipun secara konseptual tingkat-tingkat
tersebut dapat dipisahkan dan nampaknya mempunyai hubungan
hierarkhis, perumusan tujuan tidak dapat dengan jelas dibedakan. Hal
ini pulalah yang membuat tujuan afektif menjadi sulit dievaluasi
apakah tercapai atau tidak.

3. Taksonomi Tujuan Pembelajaran Afektif Menurut Martin Dan


Briggs
Menurut Martin dan Briggs (1986), perkembangan kepribadian
manusia (self-development) sebagai tujuan Pembelajaran merupakan
komponen afektif paling inklusif yang mencakup nilai, moral dan etika,
motivasi dan kompetensi sosial. Nilai lebih inklusif dari pada sikap
(attitudes) dan berbeda dengan moral dan etika. Nilai berkenaan dengan
penilaian terhadap sesuatu yang berharga atau bernilai, sedangkan
moral dan etika berkenaan dengan penilaian tentang benar-salah.
Di dalam bukunya yang berjudul “The Affective and Cognitive
Domains: Integration for Instruction and Research”, Martin dan Briggs
menggambarkan adanya hubungan langsung antara sikap dan nilai

38
serta sikap dengan moral dan etika. Mereka berpendapat bahwa
perkembangan nilai, moral dan etika, berhubungan langsung dengan
sikap seseorang. Sedangkan sikap tidak berhubungan secara langsung
dengan motivasi dan kompetensi sosial, namun sikap berpengaruh
terhadap pilihan seseorang, motivasi, dan juga perilaku sosialnya.
Sikap bukanlah inti dari motivasi dan kompetensi sosial seseorang
sebagaimana pada nilai serta moral dan etika.
Dalam diagram berikut Martin dan Briggs menempatkan
kompetensi sosial, motivasi, nilai, serta moral dan etika, dalam satu
garis lurus sebagai persyaratan bagi perkembangan pribadi seseorang
(self-development). Sedangkan interes merupakan prerequisit bagi
motivasi seseorang. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk, benar atau
salah dengan cara menunjukkan alasan-alasan rasionalnya saja tidaklah
cukup. Penilaian kognitif juga berhubungan dengan perasaan. Martin
dan Briggs menggambarkan bahwa emosi seseorang mendasari
perkembangan sikap, interes, kompetensi sosial, serta aspek-aspek
afektif lainnya. Sedangkan perasaan berkaitan dengan emosi. Atribusi
ditempatkan sebagai komponen afektif yang paling akhir. Atribusi
berhubungan langsung dengan perkembangan pribadi (self
development). Untuk menggambarkan hubungan sikap dan atribusi
hanya dibatasi pada sub kategori sikap, yaitu sikap tentang diri sendiri.
Kompetensi sosial berhubungan langsung dengan atribusi, sebab
penilaian terhadap seseorang banyak dilakukan melalui interaksi sosial.
Dari uraian di atas, taksonomi domain afektif dapat dilihat pada
diagram berikut.

39
Gambar 3.1: Diagram Taksonomi Domain Afektif (Adaptasi dari Martin
& Briggs, 1986)
Maksud dari bahasan ini adalah untuk menunjukkan bahwa
integritas kepribadian seseorang dapat dikembangkan melalui aspek
kognitif dan aspek afektif. Gambaran tentang hubungan di antara
aspek-aspek afektif di atas dapat dijadikan acuan studi tentang
pendidikan untuk mengembangkan sisi-sisi afektif dan soft-skills.
Aspek-aspek nilai lain yang ditawarkan dan menjadi
perhatian untuk dikembangkan selain aspek-aspek di atas adalah:
1) Religiositas, meliputi:
a) mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan
b) sikap toleran
c) mendalami ajaran agama
2) Sosialitas, meliputi:
a) penghargaan akan tatanan hidup bersama secara positif
b) solidaritas yang benar dan baik
40
c) persahabatan sejati
d) berorganisasi dengan baik dan benar
e) membuat acara yang sehat dan berguna
3) Gender, meliputi:
a) penghargaan terhadap perempuan
b) kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan
c) menghargai kepemimpinan perempuan
4) Keadilan, meliputi:
a) penghargaan pada kebenaran sejati dan orang lain secara
mendasar
b) menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar
dan seimbang
c)keadilan berdasar hati nurani
5)Demokrasi, meliputi:
a) menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama
secara saling menghormati
b) berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan
6) Kejujuran yaitu menyatakan kebenaran sebagai penghormatan
pada sesama
7)Kemandirian, meliputi:
a) keberanian untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar
dalam kebersamaan
b) mengenal kemampuan diri
c) membangun kepercayaan diri
d) menerima keunikan diri
8) Daya juang, meliputi:
a) memupuk kemauan untuk mencapai tujuan
b) bersikap tidak mudah menyerah
41
9) Tanggung jawab, meliputi:
a) berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup
b) mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban
c) mengembangkan hidup bersama secara positif
10) Penghargaan terhadap lingkungan alam, meliputi:
a) menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan
seimbang
b) mencintai kehidupan
c) mengenali lingkungan alam dan penerapannya

Deskripsi aspek nilai di atas adalah sebagai berikut:


Tabel 3.2: Tujuan Pembelajaran Menurut Afektif Martin dan Briggs
No Nilai Deskripsi Perilaku
1. Religiositas Mampu berterima kasih dan bersyukur,
menghormati dan mencintai Tuhan yang
diwujudkan dalam doa.
2. Hidup bersama Mampu bertoleransi dalam setiap kegiatan di
orang lain “masyarakatnya".
Menghindari tindakan mau menang sendiri.
Memperbaiki diri lewat saran-kritik dari orang
lain.
3. Gender Penghargaan terhadap perempuan. Bertindak dan
bersikap positif terhadap perempuan. Selalu
menghindari sikap yang meremehkan perempuan.
Menunjukkan apresiasi terhadap tamu
perempuan, guru, atau teman.
Menghindarkan diri dari sikap memihak.

4. Keadilan Mempunyai penghargaan kepada hak-hak orang


lain dan mengedepankan kewajiban diri.
5. Demokrasi Tidak ingin menang sendiri.
Menghargai usaha dan pendapat orang lain.
Tidak menganggap diri yang paling benar dalam
setiap perbincangan. Memandang positif sikap
orang lain dan menghindarkan berburuk sangka.
Bisa menerima perbedaan pendapat.

42
No Nilai Deskripsi Perilaku
6. Kejujuran Menghindari sikap bohong, mengakui kelebihan
orang lain. Mengakui kekurangan, kesalahan, atau
keterbatasan diri sendiri. Memilih cara-cara terpuji
dalam menempuh ujian, tugas, atau kegiatan.
7. Kemandirian Mampu berinisiatif, bertanggung jawab pada
dirisendiri secara konsekuen. Tidak tergantung
pada orang lain. Terbebaskan dari pengaruh
ucapan atau perbuatan orang lain.
8. Daya juang Gigih dan percaya diri dalam mengerjakan setiap
hal.
Menghindari tindakan sia-sia baik dalam belajar
maupun kegiatan. Optimal mewujudkan
keinginannya dan tidak mudah putus asa. Tidak
menampakkan sikap malas.
9. Tanggung jawab Mengerjakan tugas-tugas dengan semestinya.
Menghindarkan diri dari sikap menyalahkan
orang lain atau pihak lain. Tidak melemparkan
persoalan kepada orang lain. Memahami dan
menerima risiko atau akibat suatu tindakan baik
terhadap diri sendiri dan orang lain.
10. Penghargaan Menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah.
terhadap alam Menghindarkan diri dari tindakan corat-coret meja
atau dinding kelas.
Memperhatikan sampah-sampah dan
tanaman-tanaman di sekitarnya.

C. Penutup
Tujuan pembelajaran afektif yang berhubungan dengan sikap
hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap
sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana sampai
dengan yang kompleks yang merupakan factor internal seseorang,
seperti kepribadian dan hati nurani.

43
BAB IV
TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN
PSIKOMOTORIK

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Bab ini menjelaskan Tujuan pembelajaran psikomotor menurut
Bloom dan Harrow. Tujuan pembelajaran kawasan psikomotorik
menurut Bloom mengacu kepada keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Dan biasanya
dihubungkan dengan “latihan menulis”, berbicara, berolahraga,
serta pelajaran yang berhubungan keterampilan teknis. Pada akhir
bab akan menjelaskan Tujuan pembelajaran psikomotor berorientasi
Harrow yang disusun secara hirarki dalam lima tingkat, mencakup
tingkat meniru sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi
sebagai yang paling kompleks

2. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Peserta akan mampu merumuskan tujuan Pembelajaran
psikomotorik bagi mata kuliah yang diampu

B. Penyajian

1. Tujuan Pembelajaran Psikomotorik Bloom


Tujuan pembelajaran yang berorientasi kepada keterampilan
motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan
(action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan

44
Pembelajaran psikomotorik biasanya dihubungkan dengan “latihan
menulis”, berbicara, berolahraga, serta pelajaran yang berhubungan
keterampilan teknis.
Taksonomi Psikomotorik dapat disederhanakan dalam lima
tahap yaitu:
Tabel 4.1 :Tujuan pembelajaran kawasan Psikomotorik menurut Bloom
KODE KATEGORI
KEMAMPUAN KATA KERJA
JENIS
INTERNAL OPERASIONAL
PERILAKU
P1 Persepsi Menafsirkan rangsangan Memilih
Peka terhadap Membedakan
rangsangan Mempersiapkan
Mendiskrimininasikan Menyisihkan
Menunjukan
Mengidentifikasikan
Menghubungkan
P2 Kesiapan Berkonsentrasi Memulai
Menyiapkan diri (fisik & Mengawali
mental) Bereaksi
Mempersiapkan
Memprakarsai
Menanggapi
Mempertunjukan
P3 Gerakan Meniru contoh Mempraktekan
terbimbing Memainkan
Mengikuti
Mengerjakan
Membuat
Mencoba
Memperlihatkan
Memasang
Membongkar
P4 Gerakan Berketrampilan Mengoperasikan
terbiasa Berpegang pada pola Membangun
Memasang
Membongkar
Memperbaiki
Melaksanakan
Mengerjakan
Menyusun
Menggunakan

45
KODE KATEGORI
KEMAMPUAN KATA KERJA
JENIS
INTERNAL OPERASIONAL
PERILAKU
Mengatur
Mendemontrasikan
Memainkan
Menangani
P5 Gerakan Berkterlampilan secara Memilih
kompleks Misalnya : Lancar Membedakan
Luwes Mempersiapkan
Supel Menyisihkan
Gesit Menunjukan
Lincah Mengidentifikasikan
Menghubungkan
P6 Penyesuaian Menyesuaikan diri Mengubah
pola gerakan Bervariasi Mengadaptasikan
Mengatur kembali
Membuat variasi
P7 Kreativitas Menciptakan yang baru Merancang
Berinisiatif Menyusun
Menciptakan
Mendesain
Mengkombinasikan
Mengatur
Merencanakan

a. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indra untuk menjadi pegangan dalam membantu
gerakan
b. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan
c. Respon terpimpin (Guided response)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks,
termasuk termasuk didalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga
tampil dengan meyakinkan dan cakap

46
e. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil dan didalamnya terdiri dari pola-
pola gerakan yang kompleks.
f. Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan
dalam berbagai situasi.
g. Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau


permasalahan tertentu

2. Tujuan Pembelajaran Psikomotorik Menurut Harrow


Tujuan istruksional kawasan psikomotor dikembangkan oleh
Harrow(1972). Taksonomi Harrow ini juga menyusun tujuan
psikomotor secara hirarki dalam lima tingkat, mencakup tingkat
meniru sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai yang
paling kompleks:
a. Meniru (imitation)
Tujuan Pembelajaran pada tingkat ini mengharapkan
mahasiswa untuk dapat meniru suatu perilaku yang dilihatnya.
Contoh kata kerja operasional: mengulangi, mengikuti, memegang,
menggambar, mengucapkan
b. Manipulasi (manipulation)
Pada tingkat ini mahasiswa diharapkan melakukan suatu perilaku
tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan
melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat.
Contoh : kata kerja yang digunakan sama dengan untuk
kemampuan meniru.
c. Ketetapan gerakan (precision)

47
Pada tingkat ini mahasiswa diharapkan melakukan suatu perilaku
tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan
melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang, dan akurat.
Contoh kata sifat yang menunjukkan tingkat presisi ini adalah:
dengan tepat, dengan lancer, tanpa kesalahan
d. Artikulasi (articulation)
Pada tingkat ini mahasiswa diharapkan untuk menunjukkan
serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan
kecepatan yang tepat.
Contoh kata sifat yang menunjukkan artikulasi: selaras,
terkoordinasi, stabil, lancar
e. Naturalisasi (naturalization)
Pada tingkat ini mahasiswa diharapkan melakukan gerakan
gerakan tertentu secara spontan atau otomatis. Mahasiswa
melakukan gerakan tersebut tanpa berfikir lagi cara melakukannya
dan urutannya.
Contoh kata sifat yang menggambarkan tingkat naturalisasi:
dengan otomatis, dengan sempurna, dengan lancar

C. Penutup
Tujuan psikomotorik berorientasi kepada ketrampilan motorik
yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan pembelajaran
ini biasanya dihubungkan dengan latihan menulis, berbicara, olahraga,
serta mata kuliah yang berhubungan dengan ketrampilan teknis.

48
BAB V
INTEGRASI TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Bab ini menjelaskan interaksi antara unsur kognitif, afektif, dan
psikomotorik dalam proses pembelajaran
2. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan
Peserta pelatihan akan mampu mengintegrasikan tujuan
Pembelajaran domain kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam mata
kuliah yang diampu

B. Penyajian
Sebagaimana disebutkan dibagian pendahuluan dalam proses
pembelajaran terjadi interaksi antara unsur kognitif dan afektif dalam
diri mahasiswa. Sikap apriori terhadap suatu konsep atau prosedur
kerja dapat menjadi hambatan bagi tercapainya tujuan kognitif.
Sebaliknya untuk mengubah suatu sikap atau mengadopsi suatu nilai,
peserta didik memerlukan pemahaman yang sifatnya kognitif. Dalam
proses pembelajaran tertentu aspek kognitif atau afektif merupakan
dua sisi mata uang yang perlu ada.
Dengan demikian dalam proses pembelajaran tertentu aspek
kogintif ini secara terencana berusaha untuk mencapainya. Berbeda
dengan tujuan kognitif, tujuan afektif lebih sulit dievaluasi. Salah satu
sebabnya adalah bahwa untuk mencapai tujuan afektif memerlukan
waktu lama. Sebagai contoh, “menjadi seoarang bidan yang memiliki
kredibitas tinggi” jelas tidak akan terjadi dalam waktu yang singkat.

49
Untuk tingkat-tingkat yang lebih sederhana, seperti : mengenal
atau memberi respon, pencapainya, mungkin tidak memerlukan waktu
yang lama dan dengan cepat dapat diketahui tercapai atau tidak.
Diantara kawasan tujuan pendidikan yang paling banyak
mendapatkan perhatian pada jenjang pendidikan tinggi adalah
kawasan kognitif. Didalam kawasan kognitif yang paling penting
adalah jenjang analisis, sintesis dan evaluasi karena sangat
dibutuhkan dalam memecahkan masalah.
Pengelompokan tujuan pembelajaran dalam satu kawasan
selalu berhubungan dengan kawasan yang lain. Ketika seseorang
memikirkan suatu topic atau permasalahan, pada saat yang sama
seseorang dimaksud mempunyai atau merasakan sikap hati tertentu
terhadap objek yang dipikirkan.
Contoh
 Pada saat mahasiswa harus mengerjakan latihan untuk public
speaking, dia akan sangat dipengaruhi dengan suasana hati, apakah
dia menganggap public speaking itu bermanfaat atau tidak, akan
mempengaruhi penampilannya. Demikian pula sikap hati atau
emosi seseorang terhadap sesuatu tidak dapat lepas sama sekali
dengan kognisi.
 Ketidaksenangan seseorang terhadap perjudian dilandasi oleh
pengertiannya tentang apa itu judi dan bagaimana pengaruh
negatifnya terhadap masyarakat
 Dalam praktek laboratorium seseorang menggunakan daya
penalarannya untuk mencari kesimpulan fenomena yang dihadapi,
sambil pada saat yang sama tangannya mengoperasikan mikroskop
atau menuangkan suatu senyawa ke dalam tabung kimia

50
DAFTAR PUSTAKA

Ani, Catharina Tri, 2004, Psikologi Belajar, Semarang, UPT MKK Unnes

Gagne, E.D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston,


Toronto: Liitle, Brown and Company.

Gerlach and Elly, 1981, Teaching and Madia : A Systematic Apporoach,


Boston, Pearson Education

Harrow, A.J., 1972, A Taxonomy of Psychomotor Domain, New York,


David Mc Kay Company

Krathwohl, D., et al., 1964, Taxonomy of Educational Objective, Handbook


II, Affective Domain, New York, David Mc Kay Company

-----------------. and Anderson, L. W. , 2001, A taxonomy for learning, teaching,


and assessing. New York: Longman.
Martin, L.Barbara and Briggs J. Leslie, The Affective and Cognitive
Domain: Integration for Instruction and Research, Englewood
Cloiffs, New York, Educational Technology Publication Inc.

Merill, M.D., 1983, Component Display Theory, Instructional Design


Theories in Action, Hillsdole, New York, Eelbaum Associates

Soemarsono, 1987, Tujuan Pembelajaran, Pusat Pengembangan Kurikulum,


BP3K, Departemen Pdan K

Suciati, 2005, Taksonomi Tujuan Instruksional, Pusat Antar Universitas,


Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional,

Suharsimi Arikunto, 1984, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi


Aksara

Sullivan, I.G., 1989, Burnout: A Study A Psychiatric Center, New York, The
Haworth Press

51
52
Bahan Ajar PEKERTI Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah :

 Buku 1.01 : Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi & Kebijakan Kopertis Wil. VI
- DYP. Sugiharto, Sunandar, Peni Pujiastuti

 Buku 1.02 : Pendidikan Sebagai Sistem- Hardani Widhiastuti


 Buku 1.03 : Teori Belajar dan Motivasi- Hardani Widhiastuti
 Buku 1.04 : Model-Model Pembelajaran Inovatif- Titik Haryati
 Buku 1.05 : Pembelajaran Orang Dewasa- Sri Rejeki Retnaningdyastuti
 Buku 1.06 : Dasar Komunisasi dan Keterampilan Dasar Mengajar - Listyaning Sumardiyani

 Buku 1.07 : Taksonomi Tujuan Pembelajaran- Chalimah


 Buku 1.08 : Desain Instruksional- Intan Indiati
 Buku 1.09 : Rencana Pembelajaran Semester dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- Katharina Rustipa

 Buku 1.10 : Metode Pembelajaran- Peni Pujiastuti


 Buku 1.11 : Metode Pemberian Tugas- Peni Pujiastuti
 Buku 1.12 : Team Teaching- Lamijan
 Buku 1.13 : Praktikum- Wawan Laksito Yuly Saptomo
 Buku 1.14 : Media Pembelajaran- Sunardi
 Buku 1.15 : Penilaian Hasil Pembelajaran- Sunandar
 Buku 1.16 : Praktik Mengajar- Sunandar

BP-UNISBANK

Anda mungkin juga menyukai