Anda di halaman 1dari 66

ISBN : 978-602- 9026-00- 9

PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM

Penulis :
Hardani Widhiastuti

Reviewer:
Prof. Dr. Sunandar, M.Pd.
Dr. Peni Pujiastuti, M.Si.
Dr. M.Th. Retnaningdyastuti, M.Pd

Penerbit :
Badan Penerbitan Universitas Stikubank (BP-UNISBANK)

Redaksi :
Jl. Tri Lomba Juang No. 1
Semarang 50241
Telp +62248311668
Fax +62248445340
Email : baak@edu.unisbank.ac.id

Cetakan Pertama, 2016

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
ii
ISBN : 978-602- 9026-00-9

PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM

Penulis :
Hardani Widhiastuti

Reviewer :
Prof. Dr. Sunandar, M.Pd.
Dr. Peni Pujiastuti, M.Si.
Dr. M.Th. Retnaningdyastuti, M.Pd

Penerbit :
Badan Penerbitan Universitas Stikubank (BP-UNISBANK)

Redaksi :
Jl. Tri Lomba Juang No. 1
Semarang 50241
Telp +62248311668
Fax +62248445340
Email : baak@edu.unisbank.ac.id

Cetakan Pertama, 2016

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan
cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
iv
SAMBUTAN KOORDINATOR KOPERTIS WILAYAH VI

Pertama-tama marilah kita selalu memanjatkan puji syukur


kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan karunia Nya, sehingga Buku
Ajar Program Pelatihan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional
(PEKERTI) yang rencananya akan digunakan untuk Perguruan Tinggi di
lingkungan Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah, dapat diselesaikan
sebagaimana mestinya.
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kemenristekdikti melalui Direktur Pembelajaran selalu mengupayakan
peningkatan kompetensi dosen perguruan tinggi secara profesional,
sehingga dosen diharapkan dapat tugas mendidik dan mengajar secara
berkualitas. Dosen profesional adalah dosen yang memiliki 4 (empat)
kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, sosial, profesional, dan
kepribadian.
Terkait dengan keempat kompetensi tersebut diatas, maka salah
satu sasaran yang akan dicapai adalah untuk mewujudkan dosen yang
memiliki profesionalitas tersebut. Hal ini dikarenakan terlebih lagi masih
banyaknya dosen yang memiliki latar belakang non kependidikan. Maka
dirasakan sangat perlu untuk diadakan suatu program khusus yang dapat
mengantarkan dosen dalam melaksanakan tugas mendidik dan mengajar.
Kompetensi yang dimaksud lebih terfokus pada kompetensi pedagogik
dan kompetensi sosial. Salah satu program yang sangat strategis untuk
keperluan tersebut adalah Program Pengembangan Keterampilan Dasar
Teknik Instruksional (PEKERTI). Sebenarnya PEKERTI sudah dilaksanakan
mulai tahun 1987, namun dengan berjalannya waktu dan regulasi yang
sejalan dengan kebutuhan dan tantangan zaman, maka diperlukan suatu
penyesuaian konsep dasar teoritik, strategi dan pendekatan, serta teknik
implementasinya. Oleh karena itu diperlukan “rekonstruksi” bahan ajar
PEKERTI.
Penyelenggaraan program PEKERTI dilakukan secara terstandar,
karena ada standar minimum yang harus dipenuhi untuk proses sertifikasi.
Standar ini meliputi standar isi, standar tenaga pelatih/ fasilitator, standar
proses, dan standar penilaian.
Diharapkan, dengan rekonstruksi bahan ajar yang telah disusun ini
PEKERTI akan memberikan manfaat dan mampu memberikan alternatif
jalan keluar dalam pemecahan masalah yang dialami dosen di perguruan
tinggi, dalam rangka peningkatan kualitas dosen dalam penguasaan
dibidang pendidikan dan pembelajaran. Pada akhirnya, dari semua upaya
tersebut diharapkan, secara bertahap, akan dapat diperoleh peningkatan
kualitas mutu lulusan perguruan tinggi yang berdampak langsung
terhadap pembangunan masyarakat Indonesia.
Semoga segala upaya yang telah dilakukan oleh Kemenristekdikti
khususnya Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan melalui
Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah yang secara operasional dilaksanakan
oleh Tim PEKERTI, dapat bermanfaat dan mencapai tujuan yang telah
diharapkan.

Semarang, Februari 2016


Koordinator,

Prof. Dr. DYP. Sugiharto, M.Pd. Kons.


NIP.196112011986011001

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt., Tuhan Yang Maha
Pengasih lagi Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
inayah dan kekuatan, sehingga Buku Ajar Program Pelatihan
Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) yang
digunakan untuk Perguruan Tinggi di lingkungan Kopertis Wilayah VI
Jawa Tengah dapat diselesaikan dengan baik.
PEKERTI merupakan program yang diselenggarakan oleh
Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi mulai tahun 1993, ditujukan untuk memberikan bekal
kepada Dosen Pemula agar mempunyai kompetensi pedagogik, sosial, dan
kepribadian yang memadai yang meliputi penguasaan konsep dan teori
dasar mengajar, perancangan pembelajaran, desain dan analisis
instruksional, keterampilan dasar mengajar, media pembelajaran, dan
evaluasi pembelajaran, serta dapat mengimplementasikannya baik pada
pembelajaran mikro maupun pada pembelajaran yang sesungguhnya (real
teaching).
Mencermati perubahan paradigma pendidikan yang berkembang
dengan pesat seiring perkembangan dan tuntutan zaman, maka Tim
Fasilitasi Pekerti Kopertis wilayah VI Jawa Tengah menganggap perlu
untuk melakukan rekonstruksi Buku Ajar Pekerti yang sudah ada selama
ini yang diterbitkan oleh Pusat Antar Universitas (PAU) - Direktorat
Pembinanan Akademik dan Kemahasiswaan. Rekonstruksi dilakukan
terkait dengan beberapa hal yang substansial seperti teori pembelajaran,
desain dan model pembelajaran, rancangan pembelajaran, dan media
pembelajaran, serta evaluasi (asesmen) pembelajaran.
Hal ini dilakukan dengan merujuk kepada beberapa regulasi yang
berkembang saat ini seperti Perpres No: 8/ 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Permenristekdikti No: 44/ 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti); dan Kurikulum
Pendidikan Tinggi (KPT) tahun 2015.
Tim rekonstruksi buku ajar Pekerti mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Koordinator Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah
dan seluruh jajarannya, serta kepada semua pihak yang turut membantu
pelaksanaan tugas rekonstruksi ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik. Kami menyadari bahwa walaupun Buku Ajar Pekerti ini sudah
direkonstruksi pasti masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh
karena itu saran dan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan selanjutnya.
Demikian, dengan kehadiran Buku ini semoga dapat memberi
manfaat yang sebesar-besanya khususnya kepada para Dosen di
lingkungan Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah dan para pembaca pada
umumnya.

Semarang, Februari 2016


Koordinator Fasilitator Pekerti,

Prof. Dr. Sunandar, M.Pd.


NIP 196208151987031002

viii
DAFTAR ISI

SAMBUTAN KOORDINATOR KOPERTIS WILAYAH VI ............................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

TINJAUAN UMUM MATA LATIH ....................................................................1

A. Deskripsi Singkat..............................................................................................1
B. Manfaat Mata Latih .........................................................................................1
C. Capaian Pembelajaran .....................................................................................2
PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM .......................................................................4

A. Pendahuluan....................................................................................................4
B. Penyajian .........................................................................................................4
1. Hakikat Teori Sistem.....................................................................................4
2. Karakteristik Sistem .....................................................................................5
3. Pendekatan Sistem dan Pendidikan .............................................................6
4. Sub Sistem, Sistem, dan Supra Sistem .........................................................7
5. Masukan bagi Sistem pendidikan ...............................................................11
C. Penutup .........................................................................................................15
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA ...................................17

A. Pendahuluan..................................................................................................17
B. Penyajian .......................................................................................................18
1. Dasar dan Fungsi Pendidikan Nasional.......................................................18
2. Tujuan Pendidikan Nasional dan Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
Nasional...................................................................................................20
3. Fungsi Pendidikan dan Struktur Organisasi Pendidikan di Indonesia ........24
C. Penutup .........................................................................................................27
SISTEM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA ..........................................29
A. Pendahuluan ..................................................................................................29
B. Penyajian .......................................................................................................30
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 31 ............................................30
2. Undang-Undang Republik Indonesia ..........................................................31
3. Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi .....................................39
4. Peraturan Menteri......................................................................................41
C. Penutup .........................................................................................................43
PENUTUP..............................................................................................................45

A. Simpulan ........................................................................................................45
B. Refleksi ..........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................47

SENARAI ...............................................................................................................49

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Letak Sistem Pendidikan dalam suatu Supra Sistem................7


Gambar 1. 2. Suprasistem Sistem Pendidikan Nasional ...................................9
Gambar 1. 3. Transformasi Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
.................................................................................................................................10
Gambar 1. 4. Analisis Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia ................10
Gambar 1. 5 Hirarkhi Supra Sistem, Sub Sistem, dan Sistem pada Tingkat
Pendidikan di Indonesia. ....................................................................................14

Gambar 2. 1 Hirarkhi Tujuan Pendidikan .......................................................21

Gambar 3. 1 Permasalahan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan


Tinggi dan Penyelenggaranya (Perguruan Tinggi). ........................................34
Gambar 3. 2 Kontruksi Pendidikan Tinggi .......................................................35
Gambar 3. 3 Sifat dasar Perguruan tinggi .........................................................36
Gambar 3. 4 Perpaduan antara Pendidikan Formal, Profesional,
Pengalaman Kerja, dan Karir dengan melalui level. .......................................37
Gambar 3. 5 Jenis dan Jenjang Pendidikan Tinggi dan Bentuk Perguruan
Tinggi .....................................................................................................................37
Gambar 3. 6 Standar Nasional Perguruan Tinggi ...........................................38
TINJAUAN UMUM MATA LATIH

A. Deskripsi Singkat
Pada materi ajar ini, akan membahas Pendidikan sebagai
sistem. Sistem Pendidikan Nasional Indonesia merupakan subsistem
dari pembangunan nasional, sistem pendidikan nasional Indonesia,
sistem pendidikan nasional Indonesia, mempunyai peran utama dalam
mengelola pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia
sebagai kekuatan sentral dalam proses pembangunan. Melalui
pendidikan, manusia Indonesia diharapkan menjadi individu yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri
meningkatkan taraf hidup lahir bathin, dan meningkatkan perannya
sebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga negara, dan mahluk Tuhan.
Secara umum, pendidikan dapat digambarkan sebagai kesatuan
subsistem-subsistem dan membentuk satu sistem yang utuh. Sistem
pendidikan ini memperoleh masukan dari supra sistem (masyarakat
atau lingkungan) dan memberikan hasil/keluaran bagi supra system
tersebut. subsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain
adalah tujuan, pelajar/mahasiswa, manajemen, struktur dan jadwal
waktu, materi, tenaga pengajar dan pelaksanaan, alat bantu belajar,
teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan.
(Paulina. 2005)

B. Manfaat Mata Latih


Pembelajaran pada tema ini bermanfaat bagi pada calon dosen
maupun dosen, dalam memahami Sistem, Sub sistem, dan Supra sistem
yang membentuk satu sistem yang utuh. Selain itu peserta pelatihan
juga memahami akan proses pendidikan yang merupakan proses
transformasi atau perubahan kemampuan potensial individu sebagai
peserta didik yang akhirnya menjadi kemampuan nyata untuk
meningkatkan taraf hidup lahir dan bathin sebagi perwujudan dari
hasil pendidikan seutuhnya yaitu manusia Indonesia seutuhnya.

C. Capaian Pembelajaran
Para peserta pelatihan Pekerti, setelah mengikuti pelatihan
tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, dapat mengevaluasi
dan merancang kembali sistem beserta sub-sub sistem pembelajaran
hingga sub pokok bahasan mata ajar, yang disesuaikan kelompok ilmu
maupun program studi masing-masing.
Selain itu peserta pelatihan dapat mengevaluasi sistem yang
berlaku di perguruan tinggi maupun program studinya, sehingga
dapat menemukan unsur-unsur ketidak berhasilan untuk selanjutnya
dilakukan perbaikan, sehingga sesuai dengan visi misi yang telah
ditetapkan di lingkungannya.
Dapat disimpulkan, setelah mengikuti materi pelatihan ini, peserta
dapat :
1. Menjelaskan batasan pendidikan tinggi sebagai suatu sistem.
2. Menguraikan interaksi supra sistem, sistem, dan subsistem dalam
pendidikan tinggi di Indonesia.
3. Menjelaskan hubungan antara masukan pendidikan, proses
pendidikan dan hasil pendidikan tinggi, khususnya pendidikan
nasional di Indonesia sebagai suatu sistem.

4. Menjelaskan batasan sistem pendidikan tinggi di Indonesia.

5. Menerapkan konsep pendidikan sebagai system, khususnya


pendidikan tinggi di Indonesia.

2
6. Peserta pelatihan dapat mengevaluasi efektivitas proses
pembelajaran pada institusinya hingga peserta didik (mahasiswa
lulus).

Hasil pelatihan ini dikembalikan kepada lingkungan atau supra


sistem. Di dalam lingkungan pendidikan, hasil pendidikan yang
diperoleh merupakan indikator efektifitas dan efisiensi proses
pendidikan tinggi dalam sistem pendidikan. Dari hasil pendidikan,
sistem pendidikan memperoleh umpan balik yang dapat digunakan
untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan.
Dengan demikian, efisien dan efektifnya proses pendidikan
dapat tercapai, karena ketidak berhasilan dalam proses, maupun hal-
hal yang menjadi kendala dalam proses pendidikan dapat diperkecil.
BAB I
PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Materi ajar ini akan memberi penjelasan pendidikan yang
beraneka ragam berdasarkan sudut pandang yang khusus dari masing-
masing ilmu disebut oleh Banathy (1991) sebagai penjelasan yang
fragmented dan disconnected. Pendidikan perlu dijelaskan secara
integral, lengkap, dan utuh. Pandangan multi disipliner
memperkenalkan pendekatan sistem yang kemudian digunakan untuk
menjelaskan pendidikan secara lengkap dan utuh (wholistic).

2. Kemampuan Akhir yang diharapkan


Peserta pelatihan mampu memahami dan menjelaskan tentang
pendidikan sebagai satu keseluruhan karya insani yang terbentuk dari
bagian-bagian yang mempunyai hubugan fungsioal dalam usaha
mencapai tujuan akhir. Sebagai sistem, pendidikan berada dalam suatu
supra sistem, dan pendidikan juga mempunyai sub sistem.

B. Penyajian
1. Hakikat Teori Sistem
Istilah system berasal dari bahasa Yunani, “systema” ,yang
artinya himpunan dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang
saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu kesatuan.
Pendekatan system adalah cara berpikir dan bekerja dengan
menggunakan konsep-konsep teori sistem. Karakteristik teori sistem,
antara lain :

4
a. Keseluruhan bersifat primer, bagian-bagian bersifat sekunder;
b. Integrasi adalah kondisi saling hubungan antara bagian-bagian;
c. Bagian-bagian membentuk sebuah keseluruhan;
d. Bagian-bagian memainkan peranan mereka dalam kesatuannya
untuk mencapai tujuan dari keseluruhan.

2. Karakteristik Sistem
Paparan mengenai pemahaman Sistem hingga hakikat Sistem di
atas, tentunya sangat berkaitan dengan karakteristik sistem yang
ditentukan, karena sistem itu sendiri memiliki karakteristik yang
berbeda-beda sesuai dengan batasan yang didirikan untuk sebuah
sistem. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan sistem memiliki
karakteristik sistem, yaitu :
1. Memiliki tujuan;
2. Memiliki batas yang memisahkannya dari lingkungannya;
3. Memiliki sifat wholism (memiliki unsur/bagian/komponen yang
saling berhubungan/ketergantungan sebagai suatu keseluruhan);
4. Ada proses transformasi, yaitu mengubah masukan menjadi
keluaran;
5. Memiliki sub sistem-sub sistem dan berhubungan dengan supra
sistem.
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia merupakan subsistem
dari pembangunan nasional, sistem pendidikan nasional Indonesia,
system pendidikan nasional Indonesia, mempunyai peran utama dalam
mengelola pengembangan dan pembeinaan sumberdaya manusia
sebagai kekuatan sentral dalam proses pembangunan. Melalui
pendidikan, manusia Indonesia diharapkan menjadi individu yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri
meningkatkan taraf hidup lahir batin, dan meningkatkan perannya
sebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga negara, dan mahluk Tuhan.

3. Pendekatan Sistem dan Pendidikan


Pendidikan seringkali dijelaskan melalui sudut pandang
masing-masing orang. Ahli sosiologi akan mengartikan pendidikan
sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. Pakar antropologi
mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan
nilai-nilai kepada generasi berikutnya. Ahli ekonomi akan mengartikan
pendidikan sebagai suatu usaha penanaman modal sumberdaya
manusia untuk membentuk tenaga kerja dalam pembanguan bangsa.
Penjelasan pendidikan yang beraneka ragam berdasarkan sudut
pandang yang khusus dari masing-masing ilmu disebut oleh Banathy
(1991) sebagai penjelasan yang fragmented dan disconnected.
Pendekatan yang digunakan dalam menjelaskan pendidikan
berdasarkan fragment yang terputus-putus merupakan pendekatan
yang sering disebut sebagai monodisipliner. Pendekatan
monodisipliner hanya memungkinkan penjelasan dilakukan terbatas
pada aspek atau bidang ilmu tertentu saja secara partial dan
berdasarkan kerangka teori tertentu yang independen. Pendekatan
monodisipliner mirip sekali dengan usaha tujuh orang buta akan
mendeskripsikan gajah sebagaimana bagian yang disentuhnya atau
partisi. Tidak seorangpun dapat melihat bagaimana bagian-bagian
tersebut menjadi satu, berhubungan satu sama lain, sehingga menjadi
gajah yang utuh.
Dengan sudut pandang yang sistemik (systemic view), pendidikan
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang utuh dengan bagian-
bagiannya yang berinteraksi satu sama lain. Dalam hal ini pendidikan
adalah suatu kesatuan yang utuh.

6
Sistem secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu
kesatuan dan berbagai elemen atau bagian-bagian yang mempunyai
hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai
hasil yang diharapkan (Mudyahardjo, 1993).
Dengan demikian, pendidikan dapat diartikan sebagai satu
keseluruhan karya insani yang terbentuk dari bagian-bagian yang
mempunyai hubugan fungsional dalam usaha mencapai tujuan akhir.
Sebagai Sistem, pendidikan berada dalam suatu Supra Sistem,
danpendidikan juga mempunyai sub sistem, seperti gambar 1.1. berikut :

Supra sistem

Sub
Sistem Sub
Masukan Keluaran
siste siste
m
Sub
siste

Sumber : adaptasi Rowiszowski,

Gambar 1. 1. Letak Sistem Pendidikan dalam suatu Supra Sistem

4. Sub Sistem, Sistem, dan Supra Sistem


Pendidikan adalah satu keseluruhan karya insani yang
terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional
dalam membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan
tingkah laku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup yang
diharapkan.
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia mempunyai peran utama
dalam mengelola pengembangan nasional, Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia mempunyai peran utama dalam mengelola pengembangan
dan pembinaan sumberdaya manusia sebagai kekuatan sentral dalam
proses pembangunan.
Pendekatan Sistem merupakan satu cara yang memandang
pendidikan secara menyeluruh dan sistemik, tidak parsial atau
fragmentaris. Pendidikan sebagai suatu sistem merupakan satu
kesatuan yang utuh, beserta bagian-bagiannya yang berinteraksi satu
sama lain. Pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan karya yang
terbentuk dari bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional
dalam usaha mencapai tujuan akhir.
Secara umum, pendidikan dapat digambarkan sebagai kesatuan
dari subsistem-subsistem dan membentuk satu sistem yang utuh.
Sistem pendidikan ini memperoleh masukkan dari supra sistem
(masyarakat atau lingkungan) dan memberikan hasil bagi supra sistem
tersebut. Subsistem-subsistem yang membentuk sistem pendidikan
antara lain tujuan pembelajaran, mahasiswa, manajemen, struktur dan
jadwal waktu, materi ajar, tenaga pengajar, alat bantu pembelajaran,
teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian, dan biaya pendidikan
(Panen, 2005).
Melalui proses pendidikan diperoleh hasil pendidikan. Hasil
pendidikan adalah lulusan yang sudah terdidik berdasarkan/mengacu
pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Tujuan pendidikan
untuk masing-masing tingkatan pendidikan ditetapkan berdasarkan
kebutuhan dan bermuara ke tujuan pendidikan nasional, yaitu
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Untuk selanjutnya, hasil
pendidikan dikembalikan kepada lingkungan atau Supra Sistem. Dua

8
gambar di bawah ini, menggambarkan Supra sistem Sistem Pendidikan
Nasional
Berikut dipaparkan gambar 1.2. Suprasistem Sistem Pendidikan
Nasional (Mudyahardjo, 1993):

Gambar 1. 2. Suprasistem Sistem Pendidikan Nasional

Berikut dipaparkan gambaran 1.3. tentang Transformasi Dalam Sistem


Pendidikan Nasional Indonesia (Mudyahardjo, 1993):
Gambar 1. 3. Transformasi Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia

Sedangkan dalam menganalisis Sistem Pendidikan di Indonesia, tidak


mudah dan memiliki tahapan yang agak rumit.
Berikut adalah gambaran 1.4. tentang Analisis Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Transformasi Pendidikan Nasional, merupakan
dua hal yang berbeda dengan tetap memperhatikan input – output
Pendidikan Nasional (Mudyahardjo, 1993 ).

Gambar 1. 4. Analisis Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia

10
Coombs, P dan W.J. Platt (Mudyahardjo, 1993 ) mengemukakan tiga
macam sumber masukan pendidikan yaitu:
 Pengetahuan, nilai-nilai, dan cita-cita yang
terdapat dalam masyarakat
 Penduduk dan persediaan tenaga kerja
yang memenuhi persyaratan
 Hasil produksi dan penghasilan

5. Masukan bagi Sistem pendidikan


Pendidikan sebagai suatu sistem memperoleh masukkan dari
supra sistem dan memberikan hasil (keluaran) bagi suprasistem.
Masukkan yang diperoleh dari supra sistem terdiri dari tata nilai, cita2,
dan norma yang terdapat dalam masyarakat, orang yang akan menjadi
murid atau mahasiswa, guru atau dosen, dan personalia lain dalam
pendidikan, dan materi (perangkat keras dan biaya) pendidikan.
Dalam sistem pendidikan, masukan-masukan dari supra sistem
diorganisasikan dan dikelola dengan pola tertentu menjadi sub sistem
yang saling mempunyai hubungan fungsional untuk mencapai suatu
tujuan. Menurut Coombs (dikutib oleh Mudyahardjo, 1993), ada 12
subsistem dalam pendidikan, yaitu :
1) Tujuan dan Prioritas
Tujuan menjelaskan tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem
pendidikan. Sub system tujuan merupakan panduan dan acuan bagi
seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan.
2) Mahasiswa atau Peserta
Murid/mahasiswa menjelaskan khalayak yang menjadi peserta
dalam proses pendidikan, anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
3) Manajemen
Manajemen merupakan segala kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan penilaian dalam sistem
pendidikan.
4) Struktur dan jadwal waktu
Struktur dan jadwal waktu menjelaskan tentang cara pelaksanaan
kegiatan dan pengaturan waktu untuk mencapai tujuan.
5) Isi bahan belajar
Materi atau bahan belajar merupakan hal-hal pokok yang perlu
disampaikan oleh pengajar dan perlu dipelajari oleh
murid/mahasiswa untuk mencapai keterampilan akhir yang
menjadi tujuan pendidikan. Materi ini diatur dalam seperangkat
rencana sistematis yang disebut kurikulum. Kurikulum berfungsi
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
6) Tenaga pengajar/ dosen dan pelaksana
Tenaga pengajar dan pelaksana merupakan tenaga kerja yang
tersedia di masyarakat. Sebagai subsistem pendidikan, tenaga
pengajar dan pelaksana merupakan tenaga penggerak system
pendidikan yang membantu terciptanya kesempatan belajar dan
memperlancar proses pendidikan untuk menunjang tercapainya
tujuan pendidikan.
7) Alat bantu belajar
Alat bantu belajar bersumber kepada barang-barang hasil produksi
masyarakat. Sebagai subsisten pendidikan, alat bantu belajar
berfungsi memungkinkan terjadinya proses belajar yang lengkap,
menarik dan beragam. Contoh : buku pelajaran, papan tulis, peta,
peralatan laboratorium, audiovisual,dll
8) Fasilitas

12
Fasilitas dapat diartikan secara sempit sebagai kampus yang terdiri
dari gedung dan perlengkapannya. Secara luas fasilitas dapat
diartikan sebaai tempat terjadinya proses pendidikan. Sehingga
secara luas proses pendidikan dapat terjadi dimana saja, tidak
hanya dikampus, tetapi juga di berbagai tempat di luar kampus,
seperti di rumah, di museum dll.
9) Teknologi
Teknologi merupakan cara yang dipergunakan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dari segi proses maupun
keluarannya. Teknologi ini terdiri dari perangkat keras, yaitu
peralatan yang dapat digunakan untuk menunjang proses
pendidikan yang lebih baik untuk mencapai tujuan pendidikan, dan
perangkat lunak, yaitu cara-cara, strategi dan metode yang
dirancang secara sistematis untuk menunjang proses pendidikan
dan meningkatkan hasil guna proses tersebut.
10) Pengawasan mutu /Kendali mutu
Kendali mutu bersumber kepada sistem nilai yang ada dalam
masyarakat dan falsafah hidup bangsa. Sistem nilai dan falsafah
bangsa menjadi standar untuk menyeleksi masukkan sistem,
mengidentifikasi proses yang tepat dan mengevaluasi hasil sistem
pendidikan. Pengendalian kualitas pendidikan berfungsi guna
membina peraturan-peraturan pendidikan dan standar pendidikan
untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pembangunan bangsa.

11) Penelitian
Penelitian merupakan pertanyaan terhadap keefektifan system
pendidikan sebagaimana diimplementasikan di masyarakat.
Penelitian pendidikan menghasilkan informasi untuk memperbaiki
pengetahuan dan pengelola sistem pendidikan di masyarakat.
12) Biaya pendidikan
Biaya pendidikan merupakan subsistem yang berfungsi
melancarkan kelangsungan proses pendidikan. Biaya pendidikan
biasanya berasal dari penghasilan masyarakat dan negara. Biaya
pendidikan menjadi indikator dari tingkat efisiensi sistem
pendidikan.
Gambar 1.5. berikut adalah Hirarkhi Supra Sistem, Sub Sistem,
dan Sistem pada Tingkat Pendidikan di Indonesia.

Hirarkhi Supra Sistem dan Sub Sistem

MASYARAKAT

SISTEM EKONOMI SISTEM PEND. SISTEM POLITIK

PEN. NONFORMAL PEND.FORMAL PEND. INFORMAL

SEKOLAH DASAR SEK. MENENGAH PERG. TINGGI

ADM SEKOLAH KURIKULUM KETENAGAAN

METODA MATERI EVALUASI

124

Gambar 1. 5 Hirarkhi Supra Sistem, Sub Sistem, dan Sistem pada


Tingkat Pendidikan di Indonesia.

Tabel 1.1 Perubahan status sub system menjadi sub-sub sistem

14
Perubahan Status Sub sistem menjadi Sub-sub sistem menjadi Sistem
TINGKAT SISTEM SUB SISTEM SUB-SUB SUB-SUB-SUB
KEUMUMAN SISTEM SISTEM

I Pendidikan Universitas/Se Kurikulum Klp. Mata


Tinggi kolah Univ/ST/Pl Pelajaran
Tinggi/Politekn
ik
II Universitas/S Kurikulum Klp Mata Ajar Mata Pelajaran
ekolah Univ/ST/Politek
Tinggi/Politek nik
nik
III Kurikulum Klp Mata Ajar Mata Pelajaran Pokok
Univ/ST/Polit bahasan
eknik
IV Klp Mata Ajar Mata Ajar Pokok Sub Pk.
Bahasan Bahasan

127

C. Penutup
1. Rangkuman
Pendidikan sebagai sistem, terdiri dari kata ”sistem” dan
“pendidikan”. “sistem secara teknis berarti seperangkat komponen
yang saling berhubungan dan bekerja bersama-sama untuk mencapai
suatu tujuan. Sedangkan “pendidikan” merupakan gambaran dari
upaya manusia yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk
secara mandiri meningkatkan taraf hidup lahir dan bathin, dan
meningkatkan perannya sebagai pribadi, karyawan, masyarakat, warga
negara, dan mahluk Tuhan.
Pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai kesatuan
subsistem-subsistem dan membentuk satu sistem yang utuh.
Sedangkan proses pendidikan dapat terjadi dimana saja, tidak terbatas
di lingkungan kampus.
Hasil pendidikan dikembalikan kepada lingkungan atau supra
sistem, dengan indikator efektivitas dan efisiensi proses pendidikan
dalam sistem pendidikan.

2. Evaluasi
Secara individu, peserta pelatihan diminta untuk menjelaskan
perbedaan antara sistem, subsistem, dan suprasistem, serta kaitannya
dengan proses dan hasil pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan
kompetensi saudara atau program studi anda.

3. Tindak lanjut
Setelah mengikuti sub bab “Pendidikan Sebagai Sistem”,
diharapkan para peserta pelatihan dapat mengikuti materi penunjang
lain, yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia.

16
BAB II
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia mempunyai supra
sistem, yaitu pembanguan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat pancasila yang adil dan makmur, yang merata material dan
spiritual, yang modern dan memiliki institusi-institusi yang mantab
dan teknologi yang maju, yang berasaskan kekeluargaan yang
didalamnya berlangsung keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.
Masukkan bagi sistem pendidikan di antaranya adalah
mahasiswa, dosen dan fasilitas serta sarana yang mendukung
terlaksananya proses belajar mengajar. Calon mahasiswa perguruan
tinggi adalah masyarakat Indonesia yang telah mengecap dan
menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, hingga sekolah
menengah atas dibuktikan dengan Surat Keterangan Lulus. Selain itu,
untuk dapat diterima di perguruan tinggi, calon mahasiswa tersebut
harus memenuhi beberapa syarat, antara lain lulus Ujian Masuk ke
Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta.
Dalam hal penerimaan mahasiswa baru ,setiap perguruan tinggi
diberi kewenangan untuk menyelenggarakan seleksi. Penerimaan
mahasiswa baru ini harus diselenggarakan dengan tidak membedakan
jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat
kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan
PT yag bersangkutan. Dosen adalah tenaga pendidik pada perguruan
tinggi yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Fasilitas
dan sarana pendukung pembelajaran dapat berupa kurikulum
perkuliahan, ruang perkuliahan, laboratorium, bengkel kerja, media-
meida pendidikan dsb. Ketiga faktor tersebut saling tergantung dan
mempengaruhi satu sama lain dalam menciptakan pembelajaran yang
berhasil. Bila dosen dan mahasiswanya cukup baik, misalnya, namun
sarana dan fasilitas pendukungnya tidak memadai, maka jangan
diharapkan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Akibatnya
mutu lulusan pun tidak dapat diharapkan sesuai dengan yang
digariskan.
Selain itu, pemerintah juga ikut mengatur proses belajar
mengajar melalui suatu Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, yaitu
berupa perundangan yang berlaku di Indonesia dari Undang-undang
dasar 1945 pasal 33, hingga peraturan menteri yang berlaku sekarang.

2. Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah mengikuti mata latih ini, para peserta pelatihan dapat
memahami perbedaan sistem, sub sistem dan suprasistem kaitannya
dengan pendidikan tinggi di Indonesia.
Selain itu, yang terpenting adalah, para peserta pelatihan
memahami perundangan dan peraturan yang mendukung proses
belajar mengajar di pendidikan tinggi, sehingga para peserta pelatihan
dapat mengikuti dan mentaati apa yang sudah diatur oleh pemerintah,
baik dari sisi penyampaian materi hingga kompetensi yang disyaratkan
sebagai seorang dosen.

B. Penyajian
1. Dasar dan Fungsi Pendidikan Nasional
Menurut Raka Joni (1992) secara gamblang, proses pendidikan
adalah upaya untuk menghasilkan manusia Indonesia yang mandiri.
Kriteria manusia mandiri adalah manusia yang mempunyai rasa
percaya diri dan mempunyai budaya belajar di masyarakat sehingga

18
dapat menumbuhkan sikap perilaku yang kreatif, inovatif, dan
berkeinginan untuk maju, sesuai dengan yang tertera dalam GBHN
1993-1998. Maka proses pendidikan adalah upaya untuk menciptakan
iklim belajar mengajar dan budaya belajar di masyarakat sehingga
tercapai pembentukan manusia mandiri.
Definisi Sistem pendidikan di Indonesia, adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Berikut dipaparkan mengenai
dasar & fungsi pendidikan nasional, yaitu:
a. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Proses pendidikan yang juga merupakan upaya untuk menjaga
kelangsungan hidup sistem pendidikan (maintenance synergy-
menciptakan iklim belajar dan budaya belajar) dan untuk menghasilkan
sesuatu sesuai dengan tujuan pendidikan (effective synergy-manusia
yang mandiri). Penjagaan kelangsungan hidup sistem pendidikan
mensyaratkan adanya evaluasi terus menerus terhadap sub-sub sistem
dan fungsi interaktif antar sub-sub sistem tersebut. Jika ada sub sistem
yang kurang berfungsi, perbaikan atas sub-sub sistem segera
dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. Kemungkinan juga
diperlukan sub sistem baru untuk melancarkan proses pendidikan.
Usaha-usaha perbaikan dan pengembangan sub sistem merupakan
usaha yang perlu berlangsung terus menerus dan
diinstitusionalisasikan dalam lembaga yang bertanggung jawab
mengelola proses pendidikan. Program AA bagi dosen senior dan
pengembangan keterampilan Dasar teknik Instruksional bagi dosen
junior merupakan salah satu contoh dari usaha perbaikan dan
pengembangan terhadap proses pendidikan tinggi di Indonesia.
Usaha-usaha perbaikan dan pengembangan sub subsistem
dalam proses pendidikan berkaitan erat dengan kendali mutu hasil
pendidikan. Usaha-usaha tersebut diadakan untuk mempertahankan
standar agar hasil yang dicapai sesuai dengan standar yang tercantum
dalam tujuan pendidikan (efektif). Hasil proses pendidikan adalah
lulusan dalam jumlah dan mutu yang sudah ditentukan berdasarkan
standar. Lulusan tersebut nantinya akan berkecimpung di dalam supra
sistem dari sistem pendidikan, yaitu sistem pembanguan nasional.

2. Tujuan Pendidikan Nasional dan Prinsip Penyelenggaraan


Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (UUD, 1945).
Sedangkan yang terkandung dalam Prinsip penyelenggaraan
Pendidikan Nasional, berpijak pada logika bahwa Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
a. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi makna.
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat.

20
c. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran.
d. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga
masyarakat.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Apabila berbicara mengenai Sistem Pendidikan di Indonesia,
maka perlu memahami hirarkhi mengenai tujuan pendidikan di
Indonesia, maka dapat tergambarkan seperti gambar 2.1 berikut ini :

Tujuan Umum Pendidikan

Tujuan Institusional

Tujuan Kurikuler

Tujuan Instruksional

Gambar 2. 1 Hirarkhi Tujuan Pendidikan

Tujuan Pendidikan Nasional


Paparan maupun ilustrasi di atas akan lebih jelas, dengan
demikian diharapkan para pengampu yang dalam hal ini seorang
dosen, dapat menerapkan alur tersebut dalam pembelajaran, karena :
a). Menjadi arah & pedoman umum bagi seluruh upaya pendidikan di
suatu negara
b). Terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003.
c). Pada perundangan tersebut tertulis Pokok-pokok tujuan Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu :
1). Bersumber pada Pancasila & UUD 45
2). Mencakup seluruh perkembangan aspek kepribadian (bersifat
komprehensif)
3). Merupakan satu kesatuan yang utuh atau kebulatan
4). Merupakan pedoman pokok atau induk untuk segala tujuan
pendidikan di Indonesia

Tujuan Institusional
Dalam Tujuan Pendidikan Institusional dipersyaratkan adanya
ciri khusus suatu lembaga, yaitu :
a. Memberikann rambu-rambu tentang arah, isi dan jenis
usaha pendidikan
b. Memberikan pembatasan tentang karakteristik siswa yang
diterima
Pada tujuan lembaga tersebut ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi sacara institusional, yaitu:
a. Tujuan pendidikan nasional
b. Ciri khas lembaga
c. Tingkat perkembangan anak didik yang diterima
Dalam Tujuan Umum Pendidikan, akan terkait dengan adanya
kurikulum. Kurikulum tersebut sangat utama karena menyangkut
muatan materi ajar yang akan terkait dengan kompetensi lulusan yang
dihasilkan dalam proses belajar.

22
Tujuan Kurikuler
Merupakan penjabaran tujuan institusional yang harus dicapai
oleh setiap bidang studi pada lembaga pendidikan tertentu. Setiap
bidang studi memiliki tujuan sendiri-sendiri dan dirumuskan dalam
kurikulum, Contoh rumusan tujuan kurikuler antara lain :
Siswa memiliki kemampuan berbahasa indonesia yang baik dan
benar serta dapat menghayati bahasa & sastra Indonesia sesuai
dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman
mahasiswa.

Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran)


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya
dengan tujuan instruksional atau yang sekarang disebut dengan
capaian pemebelajaran, yaitu :
a. Tujuan yang paling rendah tingkatannya, merupakan tujuan setiap
pokok bahasan pada bidang studi tertentu
b. Rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah laku
yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar.
c. Ada dua macam Tujuan Instruksional (Capaian Pembelajaran),
yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU)/ Capaian Pembelajaran
Umum (CPU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK)/ Capaian
Pembelajaran Khusus(CPK).

Dalam rangka menyusun rencana pembelajaran setiap semester,


perlu dirumuskan terlebih dahulu tujuan instruksional khususnya/
capaian belajar, yaitu :
a. Peserta harus mempelajari kurikulum
b. Menguasai taksonomi hasil belajar (domain kognitif, afektif &
psikomotorik)
c. Kreteria perumusan TIK/CPK, menggunakan unsur:
– A (Audience), yaitu mahasiswa
– B (Behavior), tingkah laku yang hendak dicapai
– C (Content), kedalaman materi
– D (Degree), tingkat kesulitan sesuai dengan kemampuan
mahasiswa
– E (Enviromental), lingkungan yang menunjang kegiatan
belajar mahasiswa
d. Contoh rumusan TIK/CPK
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa mampu
(menjelaskan/Mengerjakan/melakukan) klasifikasi
kekayaan alam dengan tepat dan benar melalui pengamatan
benda-benda yang ada di lingkungan sekitar.

3. Fungsi Pendidikan dan Struktur Organisasi Pendidikan di Indonesia


Pendidikan sebagai suatu sistem, berfungsi sebagai sarana
pengembang kemampuan dan membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar:
a). Menjadi manusia yang beriman & bertaqwa kepada Tuhan YME
b). Beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
c). Menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.

Struktur & Organisasi Pendidikan di Indonesia


Secara struktur dan keorganisasian tentang system pendidikan
di Indonesia, memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
a). Pendidikan di Indonesia, terdiri jalur pendidikan formal, non-
formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.

24
b). Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah & pendidikan tinggi
c). Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi, keagamaan & khusus.
d). Pendidikan Non formal, diselenggarakan bagi warga masyarakat
yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat
e). Pendidikan non formal meliputi : pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan dan
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.

Proses yang terjadi dalam Sistem Pendidikan Nasional


Indonesia merupakan proses sosialisasi yang mengandung proses
internalisasi nilai2 bangsa, proses integrasi nasional, proses
profesionalisasi dalam rangka menumbuhkan manusia pembangunan,
dan proses humanisasi dalam rangka mencapai manusia Indonesia
seutuhnya.
Dari masukan bagi Sistem pendidikan nasional indonesia dan
proses yang terjadi dalam Sistem Pendidikan nasional Indonesia secara
makro, hasil yang diharapkan dari Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia adalah manusia Indonesia yang taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, cerdas dan terampil, tinggi budi pekertinya, kuat
kepribadiannya, tebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,
sehingga tumbuh menjadi manusia yang mampu berperan dalam
membangun masyarakat Pancasila.
Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dapat diuraikan secara
sistematis dan sistemik menjadi :
Masukan : Proses Pendidikan Hasil pendidikan

Manusia Indoesia
Masyarakat
yang Taqwa, cerdas,
Indonesia
terampil

Suprasistem : Pembanguanan masyarakat Indonesia yg adil dan


makmur berdasarkan Pancasila dan UUD’45
Dalam bentuk mikro, hasil pendidikan yang diharapkan di
dalam proses belajar mengajar dituangkan dalam rumusan tujuan
instruksional. Didalamnya terkandung kemampuan2 yang tercakup
tiga kawasan (domain), yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap
kawasan ini dapat diuraikan menjadi beberapa tingkatan kemampuan
yang dikenal dengan taksonomi tujuan pendidikan seperti yang akan
diuraikan dalam bab yang akan datang (Pannen, 2005).
Selain dikategorikan berdasarkan program/disiplin ilmu yang
dikelolanya, pendidikan tinggi pun dapat dipilah menjadi pendidikan
tinggi akademik dan pendidikan tinggi profesional. Pendidikan tinggi
akademik lebih mengutamakan peningkatan mutu dan memperluas
wawasan ilmu pengetahuan. Sementara pendidikan tinggi profesional
lebih mengutamakan peningkatan penerapan ilmu pengetahuan.
Sistem pendidikan tingi profesional dapat diselenggarakan oleh
akademik, politeknik, institut maupun universitas.
Pendidikan tinggi di Indonesia dapat diselenggarakan oleh
satuan pendidikan yang dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini
departemen pendidikan lainnya. Tetapi dapat juga diselenggarakan

26
oleh satuan pendidikan yang diadakan oleh masyarakat. Secara
operasional, pendidikan tinggi di Indonesia dilaksanakan atas dasar
kurikulum yang disusun oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
dengan sasaran program studi. Program studi merupakan pedoman
penyelenggaraan atas dasar kurikulum serta ditujukan agar mahasiswa
dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai
dengan sasaran kurikulum.
Pada skala yang lebih kecil, yaitu proses belajar mengajar, dosen
sebagai pengajar akan menggunakan pedoman dalam kurikulum
dalam menjalankan tugasnya. Melalui pembelajaran terjadi
penyampaian informasi & ilmu pengetahuan serta penanaman nilai-
nilai maupun sikap.

C. Penutup
1. Rangkuman
Berdasarkan pemaparan materi Bab II ini, maka dapat
dirangkum bahwa secara umum proses yang terjadi dalam Sistem
Pendidikan Nasional Indonesia merupakan proses sosialisasi yang
mengandung proses internalisasi nilai2 bangsa, proses integrasi
nasional, proses profesionalisasi dalam rangka menumbuhkan manusia
pembangunan, dan proses humanisasi dalam rangka mencapai
manusia Indonesia seutuhnya untuk dipembelajarkan kepada
mahasiswa.
Semua pembelajaran nantinya diujikan dan hasil pendidikan
yang diharapkan di dalam proses belajar mengajar dituangkan dalam
rumusan tujuan instruksional, yang diberikan oleh dosen masing-
masing mata ajar. Secara operasional, pendidikan tinggi di Indonesia
dilaksanakan atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing
perguruan tinggi sesuai dengan sasaran program studi.
2. Evaluasi
Peserta pelatihan diminta untuk membuat suatu ulasan tentang
perbaikan sistem pada prodi masing-masing, khususnya yang
berkaitan dengan melihat proses pendidikan di prodi dari evaluasi
lulusan, sehingga antara masukan, proses, dan keluaran dapat ditelaah
apakah sudah efektif atau belum.

3. Tindak Lanjut
Setelah mengikuti mata ajar ini, peserta pelatihan diharapkan
dapat mengikuti materi berikutnya, yaitu kaitannya dengan Sistem
Pendidikan Tinggi di Indonesia.

28
BAB III
SISTEM PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
dinamakan perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi,
politeknik, institut atau universitas.
Selain dikategorikan berdasarkan program/disiplin ilmu yang
dikelolanya, pendidikan tinggi pun dapat dipilah menjadi pendidikan
tinggi akademik dan pendidikan tinggi profesional. Pendidikan tinggi
akademik lebih mengutamakan peningkatan mutu dan memperluas
wawasan ilmu pengetahuan.
Hasil pendidikan tinggi yang berupa sarjana2 dalam berbagai
bidang dan keahlian kemudian berkiprah di dalam
masyarakat/lingkungan tersebut. Bila masyarakat/lingkungannya
merasa bahwa keterlibatan pada sarjana tersebut banyak membantu
meningkatkan kesejahteraan lingkungan, misalnya, maka hasil proses
pendidikan tersebut mempunyai hasil guna dan nilai yang positif.
Oleh sebab itu, beberapa peraturan yang mendukung
pendidikan tinggi di Indonesia yang sudah menjadi bagian dari sistem,
dibelajarkan, agar dapat mengetahui perkembangan dan terapan
peraturan tersebut.

2. Kemampuan akhir yang diharapkan


Harapan yang dibangun dari hasil mengikuti materi ini adalah,
agar para dosen dapat lebih memperhatikan perundangan maupun
peraturan pendukung pembelajaran di pendidikan tinggi. Sehingga
koridor yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia yang
sekaligus sudah menjadi suatu sistem pendidikan tinggi di Indonesia
dapat lebih terukur hasilnya.

B. Penyajian
Walaupun telah dipaparkan pada materi sebelumnya mengenai
asal muasal sistem pendidikan di Indonesia. Namun belum cukup
hanya mengetahui asal muasal sistem pendidikan di Indonesia saja,
akan lebih jelas lagi mengetahui dasar hukum dari sistem pendidikan
khususnya pendidikan tinggi di Indonesia.
Ada beberapa perundangan yang menjadi penguat sistem
pendidikan tinggi di Indonesia, antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 31


Pendidikan nasional itu sendiri merupakan pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional. Pendidikan adalah usaha dasar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan agar dapat
berperan aktif dan positif dalam hidupnya pada masa sekarang
ataupun yang akan datang.
Pada pasal 31 ayat 3 berbunyi Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa serta aqlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
beserta seperangkat solusi dari bidang akademik hingga sarana
prasarana pendukung pendidikan tersebut yang diatur undang-
undang.

30
2. Undang-Undang Republik Indonesia
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Pendidikan Nasional.
Tidak semua pasal akan dibahas dalam makalah ini, yang
dibahas adalah pasal-pasal penting terutama yang membutuhkan
penjelasan lebih mendalam serta sebagai acuan untuk
mengembangkan pendidikan. Pertama-tama adalah Pasal 1 Ayat 2
dan Ayat 7, Ayat 2 berbunyi sebagai berikut : Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45, antara
lain; Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan (pasal1 point 6 Undang-undangNomor 20 tentang Sisdiknas,
2003).

b. Undang-undang Sisdiknas 2003


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa, Presiden Republik Indonesia. Untuk
mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita
telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana
termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Berdasarkan definisi di atas, ditemukan 3 (tiga) pokok
pikiran utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar
dan terencana; (2) mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi
dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Di bawah ini akan dipaparkan secara singkat ketiga pokok
pikiran tersebut.

c. Undang Undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi


Undang-undang ini merupakan salah satu Sistem yang telah
ditetapkan pada tahun 2012. Undang-Undang ini merupakan
kelengkapan dari Undang-Undang maupun peraturan yang telah
dikeluarkan pemerintah sebelumnya.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 telah disosialisasikan ke
seluruh Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, PT
Badan Hukum Milik Negara, Pemerhati Pendidikan, Asosiasi
Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI),
Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia
(ABPTSI), Kementrian terkait, Masyarakat Profesi, dll. Sehingga
semangat dari yang didapat dari Undang-Undang Pendidikan
Tinggi ini adalah :
a. Perluasan dan Jaminan Akses
b. Pengembangan Tridharma secara utuh
c. Kesetaraan
d. Penguatan Pendidikan Vokasi
32
e. Keutuhan jenjang pendidikan
f. Otonomi
g. Sistem penjaminan mutu
h. Memastikan tanggungjawab negara dan menghindari
liberalisasi & komersialisasi PT.

Sedangkan dari sisi Ruang Lingkup Undang-Undang


Pendidikan Tinggi, dapat dijelaskan ada beberapa point yang
disampaikan, antara lain :
a. Ketentuan Umum
b. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
c. Penjaminan Mutu
d. Perguruan Tinggi
e. Pendanaan dan Pembiayaan
f. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Oleh Lembaga Negara
Asing
g. Peran Masyarakat
h. Sanksi Administratif
i. Ketentuan Pidana
j. Ketentuan Lain-lain
k. Ketentuan Peralihan
l. Ketentuan Penutup

Undang-Undang Pendidikan Tinggi ini perlu dalam rangka


mengatur secara komprehensif, dan perlunya jaminan bahwa
pemerintah memajukan IPTEK dengan memperhatikan dan
menerapkan humaniora secara terintegrasi dalam Sisdiknas,
sekaligus sebagai wadah bagi dosen dalam menjalankan tugas
utamanya.
Dalam ilustrasi berikut (gambar 3.1.) dapat lebih dipahami,
bahwa Undang-Undang Pendidikan Tinggi ini merupakan Sistem
yang dapat mengarahkan suatu Pendidikan Tinggi ke arah yang
lebih baik, sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia.

Permasalahan Operasional Penyelenggaraan


Pendidikan Tinggi dan Penyelenggaranya (Perg. Tinggi)
Belum adanya bentuk kelembagaan yang Aturan bentuk kelembagaan
memadai untuk mendukung otonomi 1 perg. tinggi dan prinsip penye- 1

Undang Undang Pendidikan Tinggi


perguruan tinggi, baik PTN maupun PTS lenggaraan pendidikan tinggi

Belum adanya kerangka tata kelola yang Aturan Tata Kelola Perguruan
baik bagi semua perg. tinggi dalam 2 Tinggi beserta prinsip otonomi 2
mengelola sumberdaya (Keu.,SDM,Aset, ..) pengelolaan perguruan tinggi

Belum setaranya pendidikan yg Kesetaraan jenis dan jenjang


mengutamakan pengetahuan (akademik) 3 pendidikan tinggi dan 3
dan keterampilan (vokasi), serta profesi kesetaraan hak dosennya

Masih besarnya hambatan memperoleh Aturan penerimaan calon


pendidikan tinggi, baik dari segi ekonomi, 4 mahasiswa dan pemerataan 4
geografi, maupun sosial. pembangunan perg. tinggi
Belum adanya standar pend. tinggi yang Ketentuan tentang SNPT
mencakup pengembangan & pemanfaatan 5 sebagai perluasan dari SNP 5
iptek dg nilai humaniora beserta dan sistem penjaminan mutu
penjaminan kepatuhannya
Kurang dianggap pentingnya penelitian, Aturan tentang dana peneliti-
komitmen pendanaan, dan penghargaan 6 an dan penghargaan peneliti 6 6

(Sumber : Materi Sosialisasi UU No.12 Tahun 2012)

Gambar 3. 1 Permasalahan Operasional Penyelenggaraan


Pendidikan Tinggi dan Penyelenggaranya (Perguruan
Tinggi).

Kelengkapan yang dihadirkan pada Undang-Undang No. 12


Tahun 2012 ini, mengatur segala hal seperti yang tergambarkan
pada Ilustrasi Konstruksi Pendidikan Tinggi (gambar 3.2.) berikut :

34
Konstruksi Pendidikan Tinggi
Bangsa yang Berkehidupan Cerdas,
Sejahtera, dan Berbudaya
Berkembangnya SDM dan Iptek
Pemeliharaan dan Penyebarluasan

Peraturan Perundangan
Pengabdian Kpd
Masyarakat
Pendidikan

Penelitian
Standar

Sumber Daya (SDM, Keuangan, Aset, Data,...)


Prinsip Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
Azas Pendidikan Tinggi 7

(Sumber : Materi Sosialisasi UU No.12 Tahun 2012)

Gambar 3. 2 Kontruksi Pendidikan Tinggi

Sedangkan pada dasar konstruksi tersebut tertulis Azas


Pendidikan Tinggi, yang terdiri dari; Kebenaran Ilmiah, Penalaran,
Kejujuran, Keadilan, Manfaat, Kebajikan, Tanggung Jawab,
Kebhinekaan, Keterjangkauan.
Kelengkapan lain yang dimunculkan sebagai bahan dasar
pertimbangan dalam penyusunan Undang-Undang Perguruan
Tinggi adalah adanya Amar Putusan MK No: 11-14-12-126-
136/PUU-VIII/2009(31 Maret 2010), Tentang Undang-Undang
Badan Hukum Pendidikan, yang berisi :
a. Tidak boleh terjadi penyeragaman bentuk lembaga pendidikan
b. Pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab keuangan untuk
penyelenggaraan pendidikan
c. Tidak terjadi liberalisasi dan komersialisasi pendidikan
Prinsip dari pengelolan Perguruan Tinggi adalah :
1). Nirlaba
2). Akuntabel
3). Transparan
4). Mutu
5). Efektif dan Efisien

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam Undang-


Undang Dikti adalah bahwa Pendidikan Tinggi memiliki keilmuan,
kebebasan akademik, dan kebebasan mimbar akademik dan
dijamin. Hal ini mendorong adanya upaya Pendidikan, Penelitian,
dan Pengabdian pada Masyarakat, yang seiring dengan Misi
Pendidikan Tinggi, yaitu meluluskan Sumber daya manusia dan
menciptakan Ipteks Unggul (Gambar 3.3.), sebagai berikut :

Sifat dasar PT

Misi Pendidikan Tinggi:


SDM & IPTEK Unggul
Pengabdian pada
masyarakat
Pendidikan

Penelitian

Otonomi keilmuan, kebebasan akademik dan


kebebasan mimbar akademik dijamin

(Sumber : Kemenristekdikti)

Gambar 3. 3 Sifat dasar Perguruan tinggi

Pada Era sekarang, pemerintah menetapkan pembelajaran di


pendidikan tinggi dengan memperhatikan pada level Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yang merupakan
Perpaduan antara Pendidikan Formal, Profesionalisme,
36
Pengalaman Kerja dan Karir dengan melalui level, yang dapat
dilihat pada gambar 3.4., sebagai berikut :
PERPADUAN ANTARA PENDIDIKAN FORMAL,
PROFESIONALISME, PENGALAMAN KERJA DAN KARIR:
Pencapaian Level pada KKNI Melalui Berbagai Jalur

9
P
S1
D4 8
D3
D2 7
D1
SMA
6
SMP

5
L3
4
L2
L1
3

Gambar 3. 4 Perpaduan antara Pendidikan Formal, Profesional,


Pengalaman Kerja, dan Karir dengan melalui level.

Sedangkan apa yang tertera pada Pasal 16-32 Undang-


Undang No. 12 tahun 2012, yaitu Jenis dan jenjang pendidikan
tinggi dan bentuk perguruan tinggi, dapat digambarkan (3.5.)
seperti dibawah ini :

Jenis & Jenjang Pendidikan Tinggi dan Bentuk


Perguruan Tinggi (Ps 16-32)

Program Doktor
Program Profesi
Program Magister
Politeknik

Kementerian, Program D-4


Universitas, Institut,

Kementerian
lain, LPNK,
Program D-3
Sekolah Tinggi

Profesi.
Akademi

Program Sarjana
Komunitas
Akademi

Program D-2

Program D-1

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Gambar 3. 5 Jenis dan Jenjang Pendidikan Tinggi dan


Bentuk Perguruan Tinggi
Berdasarkan KKNI tersebut, maka pengaturan Sistem
Pendidikan di Indonesia menjadi lebih terjamin oleh pemerintah,
disatu sisi pihak penyelenggara dapat menyelenggarakan
pendidikan tinggi dengan efektif dan efisien. Berikut paparan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi (gambar 3.6.) :

Standar Nasional PT

Jenjang Isi Proses Lulusan PTK Sarpras Kelola Biaya Penilaian Lingkup

Pendidikan
Pendidikan
Dasar Delapan
Pendidikan Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Pendidikan
Menengah

Delapan Pendidikan,
Pendidikan Penelitian,
Tinggi Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pengabdian
Kpd Masy.
(SNPT)
Baru

19

Gambar 3. 6 Standar Nasional Perguruan Tinggi

Dengan adanya perluasan akses pendidikan dan adanya


jaminan kepastian dari pemerintah, khususnya adanya ketersediaan
universitas, Institut di setiap provinsi, akademi komunitas di setiap
kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan jarak jauh untuk
menjangkau ET, Pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus untuk jenjang pendidikan tinggi, pengembangan sumber
belajar terbuka dan penggunaan teknologi informasi dan
telekomunikasi (INHERENT) tentunya lebih mudah.
Dari sisi keterjangkauannya, maka penetapan standar biaya
satuan ditetapkan oleh menteri, adanya pembatasan pungutan pada
mahasiswa, adanya jaminan akses non deskriminasi, jaminan
pembiayaan bagi masyarakat miskin yang memenuhi syarat

38
akademik, serta pengalokasian 20% kapasitas penerimaan untuk
mahasiswa miskin dan prioritas untuk calon mahasiswa dari daerah
tertinggal.
Selain itu, pemerintah memberi jaminan kepastian akan
larangan pengunaan penerimaan mahasiswa baru untuk tujuan
komersial, kepastian bagi yang memenuhi syarat akademik untuk
dapat kuliah, jaminan bagi yang telah masuk untuk menyelesaikan
kuliah dalam batas waktu ditentukan, adanya dukungan beasiswa,
bantuan biaya pendidikan, pembebasan SPP, pinjaman tanpa bunga
bagi yang tidak mampu.
Namun disisi lain yang lebih menggembirakan adalah
adanya sistem penjaminan mutu terpadu melalui Pangkalan Data
Pendidikan Tinggi. Semua perguruan tinggi di Indonesia, wajib
menyerahkan data ke Pangkalan Data Perguruan Tinggi, agar data
yang diterima secara nasional dapat terlacak dan meminimalisir
permasalahan yang berkaitan dengan mahasiswa.

3. Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi


Selain perundangan yang berlaku, juga ada beberapa peraturan
pemerintah yang terkait dengan sistem pendidikan nasional, antara
lain:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 13 tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
b. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Lingkup Standar Nasional
Pendidikan meliputi:
1). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan
silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2). Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
3). Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
4). Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria
pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan.
5). Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang
ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6). Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

40
7). Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen
dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun; dan
8). Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
9). Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai
dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi,
akreditasi, dan sertifikasi.
10). Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana,
terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global.
c. Standar Nasional Pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu
diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat, lokal,
nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) terbaru sebagai perubahan atas PP No. 19 Tahun
2005. PP tersebut adalah PP No. 32 Tahun 2013.

4. Peraturan Menteri
Permenristekdikti, Nomor 44 Tahun 2015.
Beberapa perundangan dan peraturan pemerintah penggantu
undang-undang, Sistem pendidikan di Indonesia juga harus mengikuti
peraturan menteri terkait, dalam hal ini yang berlaku sejak tahun 2015
yang berkaitan dengan pendidikan tinggi adalah adanya Peraturan
Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi, yaitu Permenristekdikti, Nomor
44 Tahun 2015.
Permenristek No.44 tahun 2015, merupakan salah satu
peraturan baru tentang standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pada
perundangan ini, merupakan petunjuk baru tentang Standar Nasional
Pendidikan tinggi setelah pemisahan antara Kementerian Pendidikan
dan kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi. Hal
ini disesuaikan dengan Nomenklatur yang berlaku saat ini.
Dengan perundangan baru tersebut, maka setiap
penyelenggara pendidikan tinggi wajib untuk mengikuti apa yang telah
ditentukan dalam perundangan tersebut, antara lain :
1. Perundangan ini harus dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Perundangan ini menjadi dasar untuk pemberian ijin pendirian
perguruan tinggi dan ijin pembukaan program studi.
3. Menjadikan dasar penyelenggaraan pembelajaran berdasarkan
kurikulum pada program studi.
4. Menjadikan dasar penyelenggaraan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.
5. Menjadikan dasar pengembangan dan penyelenggaraaan sistem
penjaminan mutu internal.
6. Menjadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu
eksternal melalui akreditasi.
Permenristekdikti Nomer 44 tahun 2015 ini, merupakan
perundangan baru dengan memberikan ketentuan mengenai Standar
Nasional Pendidikan, yeng terdiri dari :
a. Standar Kompetensi lulusan
b. Standar isi pembelajaran.

42
c. Standar proses pembelajaran.
d. Standar penilaian pembelajaran
e. Standardosen dantenaga kependidikan.
f. Standar sarana dan prasarana pembelajaran.
g. Standar pengelolaan pembelajaran.
h. Standar pembiayaan pembelajaran.
Sedangkan kelengkapan serta apa saja yang termaktub di dalamnya,
dapat melihat secara jelas pada perundangan tersebut.

C. Penutup
1. Rangkuman
Pendidikan merupakan kesatuan dari sub-sub sistem
pendidikan. Interaksi fungsional antar sub sistem pendidikan
dinamakan proses pendidikan. Dalam pelaksanannya, proses
pendidikan memperoleh masukan dari lingkungan (suprasistem), dan
memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut.
Hasil pendidikan merupakan indikator efektivitas dan efisiensi
proses pendidikan. Dari hasil pendidikan, sistem pendidikan
memperoleh umpan balik terhadap cara kerja dan proses pendidikan
yang sudah berjalan. Umpan balik tersebut digunakan oleh sistem
pendidikan sebagai masukkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
mutu proses pendidikan.
Pendekatan sistem juga dapat diterapkan untuk melihat Sistem
pendidikan nasional Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional Indonesia
bertujuan membangun manusia Indonesia yang Pancasilais dan utuh
sebagi komponen utama dalam pembangunan bangsa.
Selain itu, pendekatan sistem juga sangat tepat untuk
digunakan dalam menelaah sistem Pendidikan tinggi di Indonesia.
Sarjana-sarjana dalam berbagai bidang ilmu dan keahlian merupakan
keluaran sistem pendidikan tinggi, setelah mereka berhasil melalui
proses interaksi fungsional antara mahasiswa, dosen, dan kurikulum
dalam suatu lembaga perguruan tinggi.
Dengan memahami pendekatan Sistem, Subsistem, maupun
Suprasistem, maka dapat dipahami pula semua hal yang terkait dengan
Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia, dari kaidah, aturan, komponen,
hingga cara mengevaluasi khususnya yang terkait dengan Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan. Hal ini tidak saja terkait dengan
efektifitas proses pembelajaran, akan tetapi juga terkait dengan mutu
pendidikan yang telah diberikan.

2. Evaluasi
Peserta pelatihan diminta untuk mengevaluasi penyelenggaraan
Proses pembelajaran, hingga lulusan terserap ke pasar kerja. (Seberapa
banyak atau berapa persen, lulusan prodi anda terserap di pasar kerja.
Sehingga dapat di beri materi pertanyaan :
Buatlah suatu telaah atas berjalannya suatu program studi
dimana anda menjadi dosen diinstitusi tersebut, termasuk evaluasi
pembelajaran. (sudah sesuaikah antara pelaksanaan dengan peraturan
yang ada khususnya di institusi saudara).

3. Tindak Lanjut
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta harus dapat mengerjakan tugas
yang diberikan, di akhir materi ini, agar dapat lebih memahami antara
perundangan pendukung proses di pendidikan tinggi, sehingga segala
peraturan dapat ditaati, yang akhirnya proses pembelajaran dan hasil
pembelajaran dapat optimal. Begitu juga serapan di pasar kerja.

44
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dengan adanya paparan mengenai Teori Sistem khususnya
menyangkut proses belajar mengajar di Pendidikan Tinggi, maka dapat
disimpulkan bahwa pendidikan sebagai suatu sistem merupakan
pengaturan dari berbagai upaya agar pada penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi mengharapkan suatu yang aturan yang harus
diikuti agar penyelenggaraan pendidikan tersebut dapat atau sesuai
dengan apa yang sudah diatur oleh Sistem Pendidikan di Indonesia.
Pembagian sistem menjadi Sub sistem dan Supra sistem
pendidikan di Indonesia, memberikan pencerahan bagi peserta
pelatihan, sehingga antara Sistem, Sub Sistem, dan Supra Sistem
pendidikan di Indonesia memiliki batasan yang masing-masing juga
memiliki peran untuk mensaranai Pendidikan Tinggi agar proses
belajar mengajar di Pendidikan Tinggi dapat terwujud.
Pendukung Proses belajar di Pendidikan Tinggi yang berupa
perundangan (Undang-undang Dasar 1945 pasal 31, Undang-undang,
peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri), yang telah disampaikan
di buku ini, merupakan landasan dan merupakan bagian dari Sistem
Pendidikan di Indonesia.

B. Refleksi
Untuk lebih mendalami materi pelatihan mengenai Sistem
Pendidikan, maka peserta pelatihan perlu membaca dan mempelajari
kembali apa yang dimaksud dengan Sistem Pendidikan kaitannya
dengan Sistem Pendidikan Tinggi di Indonesia, khususnya yang terkait
dengan keberhasilan proses belajar mengajar di institusi masing-
masing, apakah sudah sesuai dengan sistem pendidikan yang berlaku,
sehingga tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai.

46
DAFTAR PUSTAKA

Pengantar Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001


Banathy, B.H.1991. System Design of Education : A journey to Create the
Future. Englewood Cliffts. Newjersy : Educational Tecnology
Prublications.
Boomb. P.Prosse, RC.,Achmed, M. 1973. New Paths to Learning for Rural
Children and Youth.New York: ICED. Cited in Educational Planning
in the Context of Current Development Problems. 1983. Paris:Unesco,
International Institute for Educational Planning.
Brown, James M. (2002). Technology assisted education. Education, 117 (3).
478 – 480.
Carstensen, L. L., & Mikels, J. A. (2005). At the intersection of emotion and
cognition: Agingand the positivity effect. Current Directions
inPsychological Science, 14, 117–121. doi:10.1111/j.0963-
7214.2005.00348.x
Coombs, P. 1985. The World Crisis in Education. Oxford. New York.
Dale, Edgar. (1969). Audio-visual methods in teaching. New York: Holt,
Rinehart & Winston.
Dikti. 2012. Materi Sosialisasi Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang
Pendidikan Tinggi
Dikti. 2014. Materi Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Peraturan Pemerintah NO. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Freakonomics. (2010, October 29). E-ZPass is a life-saver (literally) [Blog
post]. Retrieved from
http://freakonomics.blogs.nytimes.com/2010/10/29/e-zpass-is-a-
life-saver-literally/
Inwindarti, Peny. (15 Maret 2014). Langkah mudah membuat bahan ajar
interaktif dengan powerpoint [Blog]. Diakses dari
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuuta
ma/teknologi-informasi/477-bai-ppt
Mudyahardjo, R., W., Soegiyanto,S. 1993. Dasar-dasar kependidikan.Jakarta
: Universitas Terbuka
Pannen, P. 2005. Pendidikan Sebagai Sistem. Pusat Antara Universitas
Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional
(PAU-PPAI) Dirjen Dikti.
Romiszowski, A.J. 1981. Designing Instruksional System. New York: Kogan
Page.
Semiawan, C.R. & Joni, T,R. 1992. Pendekatan Pembelajaran : Acuan
Konseptual Pengelolaan kegiatan belajar mengajar di Sekolah.
Jakarta.
Smaldino, S. E., Russel J. D., Heinich, R. & Molenda, M. (2014). Instructional
technology and media for learning. New York: Pearson.
Suparman, S. 1993 Desain Instruksional. Jakararrta: PAU-PPAI-UT.

Undang-undang :
Undang-undang Dasar Tahun 1945 Republik Indonesia, Pasal 31 Tentang
Pendidikan Nasional.
Undang-undang RI No.2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.

Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah NO. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan.

Peraturan Menteri
PerMenRistekDikti, Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Peraturan Menteri
Ristek dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

48
SENARAI

Bertaqwa.
Beriman, mempunyai keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa
Capaian
Hasil perbuatan mencapai ukuran yang ditentukan.
Domain
Wilayah, daerah, ranah
Dosen
Tenaga pengajar pada perguruan tinggi
Efektivitas
Ukuran pantauan
Hasil
Sesuatu yang didapat dari hasil usaha
Ilmu
Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang tertentu
Indikator
Sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan.
Institut
Organisasi atau badan, atau perkumpulan yang bertujuan
melakukan suatu penyelidikan ilmiah, atau perkumpulan yang
bertujuan menyelenggarakan usaha pendidikan
Makro
Besar, tebal, kajian, ukuran besar
Masyarakat
Sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama (terpelajar)
Material

50
Bahan yang akan dipakai untuk membuat bahan lain (dalam hal ini
adalah pembelajaran).
Mikro
Kecil, tipis, sempit, tinjauan dengan ukuran kecil
Modern.
Terbaru, mutakhir
Operasional
Secara pengoperasian
Pembelajaran
Proses, cara, perbuatan menjadi orang atau mahluk belajar
Pendidikan
Proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara , perbuatan mendidik
Pengetahuan
Segala sesuatu yang diketahui
Politeknik
Hal-hal yang bersangkutan dengan pengajaran keterampilan dan
ilmu-ilmu terapan.
Proses
Runtunan perubahan
Psikomotor
Psikomotorik
Sistem
Metode, pola, perangkat unsur secara teratur
Spiritual
Berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani dan batin)
Sub sistem
Bagian dari metode, bagian dari prosedur
Supra sistem
Keseluruhan dari suatu proses kegiatan, keseluruhan dari
keseluruhan metode
Tolok ukur
Sesuatu yang dipakai sebagai dasar mengukur (menilai), patokan,
standar
Tujuan
Arah, haluan, yang dituju, maksud, tuntutan

52
Bahan Ajar PEKERTI Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah :

 Buku 1.01 : Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi & Kebijakan Kopertis Wil. VI
- DYP. Sugiharto, Sunandar, Peni Pujiastuti

 Buku 1.02 : Pendidikan Sebagai Sistem- Hardani Widhiastuti


 Buku 1.03 : Teori Belajar dan Motivasi- Hardani Widhiastuti
 Buku 1.04 : Model-Model Pembelajaran Inovatif- Titik Haryati
 Buku 1.05 : Pembelajaran Orang Dewasa- Sri Rejeki Retnaningdyastuti
 Buku 1.06 : Dasar Komunisasi dan Keterampilan Dasar Mengajar - Listyaning Sumardiyani

 Buku 1.07 : Taksonomi Tujuan Pembelajaran- Chalimah


 Buku 1.08 : Desain Instruksional- Intan Indiati
 Buku 1.09 : Rencana Pembelajaran Semester dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
- Katharina Rustipa

 Buku 1.10 : Metode Pembelajaran- Peni Pujiastuti


 Buku 1.11 : Metode Pemberian Tugas- Peni Pujiastuti
 Buku 1.12 : Team Teaching- Lamijan
 Buku 1.13 : Praktikum- Wawan Laksito Yuly Saptomo
 Buku 1.14 : Media Pembelajaran- Sunardi
 Buku 1.15 : Penilaian Hasil Pembelajaran- Sunandar
 Buku 1.16 : Praktik Mengajar- Sunandar

BP-UNISBANK

Anda mungkin juga menyukai