Anda di halaman 1dari 25

Modul Ilmu Dasar Keperawatan II

Ns. Dina Mariana, M.Kep

A. Proses Peradangan Dan Respon Radang


Inflamasi atau peradangan adalah upaya tubuh untuk perlindungan diri, tujuannya
adalah untuk menghilangkan rangsangan berbahaya, termasuk sel-sel yang rusak, iritasi,
atau patogen dan memulai proses penyembuhan. Kata inflamasi berasal dari bahasa Latin
"inflammo", yang berarti "Saya dibakar, saya menyalakan"
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland,
2002).
Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang
memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang
paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik
yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004).
Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia,
dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma
dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agardapat mengisolasi,
menghancurkan,atau menginaktifkan agen yang masuk,membersihkan debris dan
mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008).
Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang
berbeda :
1. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
2. Reaksi lambat,tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit.
3. Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis (Wilmana,
2007)

Berikut ini adalah tanda-tanda dari proses peradangan:


1. Kemerahan (rubor)
Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke
daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera
(Corwin, 2008).
2. Rasa panas (kalor)
Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana
rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang
daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila
terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak
dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007).

3. Rasa sakit (dolor)


Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:(1) adanya peregangan
jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang
dapat menimbulkan rasa nyeri, (2) adanya pengeluaran zat –zat kimia atau
mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang
saraf –saraf perifer disekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).

4. Pembengkakan (tumor)
Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan
oleh terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah
dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar
dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008)

5. Fungsiolaesa
Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi
dan sekitarnya akibat proses inflamasi (Wilmana, 2007).

Berikut ini adalah beberapa strategi jitu untuk mengurangi peradangan:


1. Hindari lemak trans dari pola makan keseharian
Makanan yang mengandung lemak trans adalah makanan yang digoreng
dengan menggunakan minyak tumbuhan yang melalui proses hidrogenasi
(hydrogenated fat) contohnya seperti makanan fast food, donut, gorengan, kue,
makanan ringan atau biscuit yang mengalami proses penggorengan, dan banyak
makanan lainnya. Lemak trans bereaksi di dalam tubuh dan akan meningkatkan kadar
kolesterol tubuh dan meningkatkan inflamasi pada sistem kardiovaskular, sehingga
dapat secara signifikan meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terkena serangan
jantung.
2. Perbanyak konsumsi makanan yang mengandung Omega-3
Omega-3 dapat mengurangi proses inflamasi dalam tubuh dan dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Omega-3 banyak ditemukan di dalam makanan
seperti ikan, kuning telur, flaxseed oil, minyak ikan, walnut, dan lain-lain.

3. Kurangi dan hindari sedapat mungkin makanan yang mengadung gluten


Makanan yang mengandung gluten dapat meningkatkan peradangan dalam
tubuh dan organ. Gluten protein ditemukan di makanan yang mengandung tepung,
dimana gluten protein ini sulit dicerna oleh tubuh. Dengan mengonsumsi terlalu
banyak makanan yang mengandung kadar gluten, kita sering merasakan kembung
pada perut. Gluten terdapat pada makanan-makanan seperti mie, roti, pasta, kue, dan
makanan-makanan lain yang menggunakan tepung dalam proses pembuatannya.

4. Latihan beban
Berdasarkan penelitian, latihan beban atau latihan otot yang dilakukan dengan
benar dan rutin, dapat secara efektif menurunkan tingkat peradangan dalam tubuh,
meningkatkan kesehatan sistem kardiovaskular, dan menurunkan kemungkinan
terkena penyakit diabetes.

5. Perbanyak makanan yang mengandung Zinc


Makanan yang mengadung zinc dapat menurunkan kadar inflamasi tubuh dan
meningkatkan tingkat hormon testosteron dalam tubuh. Zinc dapat ditemukan pada
makanan seperti kerang, daging merah, lobster, kepiting, dark chocolate, dan bayam.

6. Tidur yang cukup dan berkualitas


Kurang tidur dapat memicu tingkat inflamasi dalam tubuh. Dengan
berolahraga, menjalani hidup sehat secara disiplin, manajemen stress yang baik, dan
menjaga pola makan yang sehat, kita akan mendapatkan kualitas tidur yang baik,
sehingga fungsi-fungsi sistem hormonal dan tingkat hormon dalam tubuh kembali ke
tingkat yang normal dan seimbang, inflamasi yang terjadi di dalam tubuh pun dapat
diminimalkan.
B. Agen-agen infeksius: virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia
1. Virus
Virus berasal dari bahasa Yunani venom yang berarti racun. Virus merupakan
suatu partikel yang masih diperdebatkan statusnya apakah ia termasuk makhluk hidup
atau benda mati. Virus dianggap benda mati karena ia dapat dikristalka, sedangkan
virus dikatakan benda hidup, karena virus dapat memperbanyak diri (replikasi) dalam
tubuh inang., Para ahli biologi terus mengungkap hakikat virus ini sehingga akhirnya
partikel tersebut dikelompokkan sebagai makhluk hidup dalam dunia tersendiri yaitu
virus.Virus merupakan organisme non-seluler, karena ia tidak memilki kelengkapan
seperti sitoplasma, organel sel, dan tidak bisa membelah diri sendiri.
Secara umum virus merupakan partikel tersusun atas elemen genetik yang
mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam
ribonukleat (RNA) yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara
intraseluler dalam tubuh inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Partikel virus secara
keseluruhan ketika berada di luar inang yang terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi
oleh protein dikenal dengan nama virion. Virion tidak melakukan aktivitas biosinteis
dan reproduksi. Pada saat virion memasuki sel inang, baru kemudian akan terjadi
proses reproduksi. Virus ketika memasuki sel inang akan mengambil alih aktivitas
inang untuk menghasilkan komponen-komponen pembentuk virus. Virus dapat
bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus
memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang membahayakan bagi sel,
yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang
diinfeksinya. Sebagai agen pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel
tersebut secara permanen. Berdasarkan sifat hidupnya maka virus dimasukan sebagai
parasit obligat, karena keberlangsungan hidupnya sangat tergandung pada materi
genetic inang.
Ukuran virus lebih kecil dibandingkan dengan sel bakteri. Ukurannya berkisar
dari 0,02 mikrometer sampai 0,3 mikrometer (1 μm = 1/1000 mm). Unit pengukuran
virus biasanya dinyatakan dalam nanometer (nm). 1 nm adalah 1/1000 mikrometer dan
seperjuta milimeter. Virus cacar merupakan salah satu virus yang ukurannya terbesar
yaitu berdiameter 200 nm, dan virus polio merupakan virus terkecil yang hanya
berukuran 28 nm.
2. Bakteri
Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki
selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik berupa
DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus ( nukleus ) dan tidak ada membran
inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoi. Pada
DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun atas akson saja. Bakteri juga
memiliki DNA ekstrakromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk
kecil dan sirkuler ( Jawetz, 2004) .
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah
a. Sumber energi, yang diperlukan untuk reaksi – reaksi sintesis yang membutuhkan
energi dalam pertumbuhan dan restorasi, pemeliharaan keseimbangan cairan,
gerak dan sebagainya.
b. Sumber karbon
c. Sumber nitrogen, sebagian besar untuk sintesis protein dan asam-asam nukleat.
d. Sumber garam-garam anorganik, khususnya folat dan sulfat sebagai anion dan
potasium, sodium magnesium, kalsium, besi, mangan sebagai kation.
e. Bakteri-bakteri tertentu membutuhkan faktor-faktor tumbuh tambahan, disebut
juga vitamin bakteri, dalam jumlah sedikit untuk sintesis metabolik esensial (Koes
Irianto, 2006).

3. Jamur
Istilah jamur berasal dari bahasa Yunani, yaitu fungus (mushroom) yangberarti
tumbuh dengan subur. Istilah ini selanjutnya ditujukan kepada jamur yang memiliki
tubuh buah serta tumbuh atau muncul di atas tanah atau pepohonan (Tjitrosoepomo,
1991).
Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora
mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof,
umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat),
atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi
(Gandjar, et al., 2006).
Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu
dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel
jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah
polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga
daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual
berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode
produksinya (Alexopoulus dan Mimms, 1979). Banyak jamur yang sudah dikenal
peranannya, yaitu jamur yang tumbuh di roti, buah, keju, ragi dalam pembuatan bir,
dan yang merusak tekstil yang lembab, serta beberapa jenis cendawan yang
dibudidayakan. Beberapa jenis memproduksi antibiotik yang digunakan dalam terapi
melawan berbagai infeksi bakteri (Tortora, et al., 2001). Diantara semua organisme,
jamur adalah organisme yang paling banyak menghasilkan enzim yang bersifat
degradatif yang menyerang secara langsung seluruh material oganik. Adanya enzim
yang bersifat degradatif ini menjadikan jamur bagian yang sangat penting dalam
mendaur ulang sampah-sampah alam, dan sebagai dekomposer dalam siklus
biogeokimia (Mc-Kane, 1996). Semua unsur kimia di alam akan beredar melalui jalur
tertentu dari lingkungan ke organisme atau makhluk hidup dan kembali lagi ke
lingkungan. Semua bahan kimia dapat beredar berulang-ulang melewati ekosistem
secara tak terbatas. Jika suatu organisme itu mati, maka bahan organik yang terdapat
pada tubuh organisme tersebut akan dirombak menjadi komponen abiotik dan
dikembalikan lagi ke dalam lingkungan. Peredaran bahan abiotik dari lingkungan
melalui komponen biotik dan kembali lagi ke lingkungan dikenal sebagai siklus
biogeokimia (Odum, 1993). Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis
jamur lainnya yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai
(stipe), dan lamella (gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta
bentuk dari pileus dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi
suatu jenis jamur (Smith, et al., 1988). Menurut Alexopoulus dan Mimms (1979),
beberapa karakteristik umum dari jamur yaitu: jamur merupakan organisme yang tidak
memiliki klorofil sehingga cara hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri
dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium,
berkembang biak secara aseksual dan seksual. Secara alamiah jamur dapat
berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi
secara aseksual dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dengan fragmentasi miselium,
pembelahan (fission) dari sel-sel somatik menjadi sel-sel anakan. Tunas (budding) dari
sel-sel somatik atau spora, tiap tunas membentuk individu baru, pembentukan spora
aseksual, tiap spora akan berkecambah membentuk hifa yang selanjutnya berkembang
menjadi miselium (Pelczar dan Chan, 1986). Reproduksi secara seksual melibatkan
peleburan dua inti sel yang kompatibel. Proses reproduksi secara seksual terdiri dari
tiga fase yaitu plasmogami, kariogami dan meiosis. Plasmogami merupakan proses
penyatuan antara dua protoplasma yang segera diikuti oleh proses kariogami
(persatuan antara dua inti). Fase meiosis menempati fase terakhir sebelum terbentuk
spora. Pada fase tersebut dihasilkan masing-masing sel dengan kromosom yang
bersifat haploid (Alexopoulus dan Mimms, 1979).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur
a. Kelembaban
Kelembaban tanah diartikan sebagai aktifitas air di dalam tanah (water
activity). Rasio aktifitas air ini disebut juga kelembaban relatif (relatif humidity).
Ketersediaan air di lingkungan sekitar jamur dalam bentuk gas sama pentingnya
dengan ketersediaan air dalam bentuk cair. Hal ini menyebabkan hifa jamur dapat
menyebar ke atas permukaan yang kering atau muncul di atas permukaan substrat
(Carlile dan Watkinson, 1995). Variasi suhu yang rendah dan kelembaban yang
relative tinggi ini sangat berkaitan dengan curah hujan yang tinggi (Bernes, et al.,
1998).

b. Suhu
Menurut Carlile dan Watkinson (1995), suhu maksimum untuk
kebanyakan jamur untuk tumbuh berkisar 30⁰C sampai 40⁰C dan optimalnya pada
suhu 20⁰C sampai 30⁰C. Jamur- jamur kelompok Agaricales seperti Flummulina
spp, Hypsigius spp, dan Pleurotus spp, tumbuh optimal pada suhu 22⁰C (Kaneko
dan Sugara, 2001) dalam Panji (2004). Sementara jamur-jamur Coprinus spp,
tumbuh optimal pada kisaran suhu 25⁰C sampai 28⁰C (Kitomoro, et al., 1999).

c. Intensitas cahaya
Umumnya cahaya menstimulasi atau menjadi faktor penghambat terhadap
pembentukan struktur alat-alat reproduksi dan spora pada jamur. Walaupun proses
reproduksi memerlukan cahaya, hanya fase tertentu saja yang memerlukan cahaya,
atau secara bergantian struktur berbeda di dalam sporokarp dapat memberi respon
berbeda terhadap cahaya. Contoh spesies Discomycetes Sclerotina sclerotiorum
akan terbentuk dalam kondisi gelap, namun memerlukan cahaya untuk
pembentukan pileusnya (Purdy, 1956). Jamur dari famili polyporaceae tahan
terhadap intensitas cahaya matahari yang tinggi (Nugroho, 2004). Hal ini
dimungkinkan karena kebanyakan jamur family polyporaceae memiliki tubuh
buah yang relatif besar. Jamur dari famili polyporaceae merupakan jamur
pembusuk kayu (Arora, 1996).
d. pH
Menurut Bernes, et al., (1998), jamur yang tumbuh di lantai hutan
umumnya pada kisaran pH 4-9, dan optimumnya pada pH 5-6. Konsentrasi pH
pada subsrat bisa mempengaruhi pertumbuhan meskipun tidak langsung tetapi
berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan atau beraksi langsung
pada permukaan sel. Hal ini memungkinkan nutrisi yang diperlukan jamur untuk
tumbuh dengan baik cukup tersedia. Kebanyakan jamur tumbuh dengan baik pada
pH yang asam sampai netral (Carlile dan Watkinson, 1995).

4. Parasit
Parasit berasal dari kata “Parasitus” (Latin) = “Parasitos” (Grik), yang artinya
seseorang yang ikut makan semeja. Mengandung maksud seseorang yang ikut makan
makanan orang lain tanpa seijin orang yang memiliki makanan tersebut. Jadi Parasit
adalah organisme yang selama atau sebagian hayatnya hidup pada atau didalam tubuh
organisme lain, dimana parasit tersebut mendapat makanan tanpa ada konpensasi
apapun untuk hidupnya.

Pertumbuhan dan perkembangan parasit


Tubuh terdapat suatu mekanisme yaitu mekanisme tanggap kebal yang akan
mengenali dan segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari sel normal
tubuhnya sendiri. Seperti pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan, dan
virus,kekebalan dalam parasitologi terdiri dari kekebalan bawaan yang mungkin
disebabkan spesifitas inang, karakteristik fisik inang, sifat biokimia yang khas dan
kebiasaan inang serta kekebalan didapat. Kekebalan didapat dibedakan menjadi:-
Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum
ibunya.- Kekebalan didapat secara aktif. Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul
setelah adanya rangsangan oleh antigen.Tergantung dari sifat antigen sehingga terjadi
pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T atau sel B. Sel T mempunyai reseptor
khusus terhadap antigen tertentu,sedangkan sel B akan mengeluarkan antibodi yang
dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas pula dengan antigen.
Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang biasanya terjadi.
Pada umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah secara kontak langsung,
melalui mulut (food-borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat
kelamin dan melalui air susu. Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya
bagi penyakit menular lain terjadi dari inang yang satu ke inang yang lain. Penularan
dapat juga dari sumber penyakit kepada inang baru. Adapun yang dapat berlaku
sebagai sumber penularan penyakit parasit ialah organisme baik hewan maupun
tumbuhan dan benda mati seperti tanah, air,makanan dan minuman. Faktor
meteorologi yang berpengaruh pada kelangsungan hidup parasit adalah:
a. Data biometeorology
b. Penguapan air
c. Kandungan air dalam tanah.
d. Pengaruh Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit

5. Riketsia
Rickettsia adalah genus bakteri gram-negatif. Rickettsia bersifat parasit
intraselular obligat, dan dapat menyebabkan penyakit Rickettsia.Metode
perkembangan Rickettsia dalam embrio ayam ditemukan oleh Ernest William
Goodpasture dan koleganya di Universitas Vanderbilt pada tahun 1930-an.

6. Clamidia
Klamidia adalah bakteri yang umum ditularkan melalui infeksi menular
seksual. Infeksi ini menulari wanita dan pria, termasuk pria yang berhubungan seksual
dengan pria. Pada wanita, bakteri ini menyebabkan infeksi pada serviks dan pada pria
menyebabkan infeksi pada uretra. Walaupun jarang terjadi, tetapi Klamidia dapat
menginfeksi anus dan menyebabkan conjunctivitis (inflamasi pada mata). Sebagian
besar pria dan wanita tidak memperlihatkan gejala atau tanda. Ketika ada gejala, hal-
hal berikut mungkin akan muncul:
✓ Pria
1) Kemerahan pada mulut penis
2) Rasa terbakar atau perih saat buang air kecil
3) Adanya cairan yang keluar dari penis (biasanya berwarna jernih) Bila tidak
segera ditangani, Klamidia dapat menyebabkan rasa sakit dan bengkaknya
salah satu atau bahkan keduatestis/buah zakar.
✓ Wanita
1) Adanya perubahan pada cairan vagina
2) Perdarahan yang tidak tentu (biasanya setelah berhubungan seks)
3) Nyeri panggul, termasuk nyeri saat berhubungan seksual
4) Rasa terbakar atau perih saat buang air kecil Bila tidak segera ditangani,
Klamidia dapat menyebabkan penyakit radang panggul yaitu terjadinya
infeksi pada uterus dan saluran tuba. Lebih lanjut penyakit radang panggul
dapat menyebabkan infertilitas.
Klamidia biasanya ditularkan melalui seks vaginal ataupun anal. Kondom
dapat mencegah penularan tersebut.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi agen-agen infeksius


Transmisi adalah penularan atau penyebaran penyakit. Setiap penyakit memiliki
karakteristik transmisi berdasarkan sifat agen infeksi yang menyebabkannya. Biasanya
setiap jenis agen infeksi disebabkan oleh satu atau beberapa organisme yang berbeda.
Transmisi bisa bersifat langsung, tidak langsung, lewat udara, atau air. Tempat masuk
bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah tempat bertemunya selaput lendir
dengan kulit: saluran pernapasan (jalan napas atas dan bawah), gastrointesnital (terutama
mulut), genital, dan saluran kemih.
Penyakit dapat menular sebagai akibat dari adanya interaksi agen, proses transmisi,
dan penjamu. Beberapa faktor yang memengaruhi transmisi agen infeksius yakni:
1. Faktor dari agen infeksius sendiri
Potensi mikroorganisme atau parasit untuk menyebabkan penyakit tergantung
beberapa faktor, antara lain: kecukupan jumlah organisme (dosis), virulensi atau
kemampuan agen untuk bertahan hidup dalam tubuh host atau di luar tubuh host,
kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam tubuh host, dan kerentanan tubuh
host (daya tahan host).

2. Sumber penular (reservoir)


Tempat di mana patogen dapat bertahan hidup tetapi belum tentu dapat
berkembang biak. Meski begitu tetap ada peluang bagi agen infeksius melakukan
transmisi dan menimbulkan infeksi pada makhluk hidup. Reservoir terdiri dari hewan dan
manusia.
Contoh: Virus Hepatitis A bertahan hidup dalam kerang laut tetapi tidak dapat
berkembang biak, Pseudomonas dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam
reservoir nebulizer, serta berbagai mikroorganisme yang banyak hidup di kulit, di rongga,
dalam cairan, dan cairan yang keluar dari tubuh.

3. Penularan kontak secara langsung


Yaitu penularan melalui kontak fisik antara sumber dengan penjamu yang rentan
atau individu ke individu. Contoh:
a. Kontaminasi dan luka
Misal, infeksi luka rabies.
b. Inokulasi
Misal, gigitan serangga, suntikan serum hepatitis.
c. Menelan makanan dan minuman yang terkontaminasi
Misal, hepatitis A, poliomielitis, dan kolera.
d. Menghirup debu dan droplets
Misal, influenza dan tuberkulosis.

4. Penularan kontak secara tidak langsung


Yaitu penularan melalui kontak penjamu yang rentan dengan benda mati yang
terkontaminasi. Misalnya, melalui jarum, benda tajam, lingkungan, udara (airbone), air,
dan vektor (lalat, nyamuk).

5. Kerentanan host (penjamu)


Dapat terkena infeksi tergantung pada keretanannya terhadap agen infeksius.
Kerentanan bergantung pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen.
Meskipun secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar,
infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap kekuatandan jumlah
mikroorganisme tersebut.
Penjamu yang rentan banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan, mereka
yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh meliputi anak kecil atau bayi, lanjut
usia, orang dengan penyakit kronois, orang yang menerima terapi medis seperti
kemoterapi, atau steroid dosis tinggi, orang dengan luka terbuka.

D. Perbedaan proses infeksi berbagai agen infeksius


Agen infeksius adalah mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi.
Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, parasit,
riketsia, dan clamidia. Masing-masing mikroorganisme memiliki proses infeksi yang
berbeda-beda.
1. Proses Infeksi Virus
Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada
reseptor yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu
ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel. Virus
poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak semua sel
primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat terinfeksi sementara sel-
sel epitel tidak.
Selanjutnya virus atau genomnya msuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-
organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara
maupun komponen struktural virus. Setelah komponen- komponen struktural dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus ini terjadi pada
sitoplasma, inti sel, ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusya. Secara umum
interaksi sel dan virus dapat diringkas dan digolonkan sebagai berikut :
✓ Virus yang akibat efek sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak
kematian sel.
✓ Virus yang proses berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung
tetapi hanya menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan
kelainan kecil,
✓ Virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel
tumbuh kembang berlebihan, pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya
pada mas awalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel,
Infeksi Oleh Virus :
a. Saluran Pernapasan
Banyak virus penyebab penyakit seperti, virus influenza, parainfluenza,
virus rubeola dan coronavirus (bersifat setempat). Gejala ditempat lain seperti
virus variola, virus varicella bahkan ada yang bersifat tumorik seperti virus
papilloma. Pada influenza, proses infeksinya dimulai dari virus yang masuk harus
berhadapan dengan Ig A yang mampu menetralisir dan glikoprotein yang mampu
menghambat perlekatan virus pada reseptornya Virus-virus yang mampu
melampauinya akan berkembangbika pada sel dan merusaknya. Virus-virus yang
baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel lainnya. Penyebaran ini dibantu
cairan transudat. Proses kematian sel menyebabkan saluran napas menjadi lebih
rentan terhadap infeksi bakterial.

b. Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih infektif setelah lewat cairan
empedu dan lambung. Virus tersebut hanya menyebabkan penyakit setempat
seperti; rotavirus, Norwalk agent, Hawaii agent, pararotavirus. Adapula yang
menyebar ketempat lain seperti virus hepatitis dan virus imunodifisiensi manusia.
Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul akibat kerusakan sel-sel velii. Akibat
kerusakan tersebut terjadi defisiensi enzim-enzim penting seperti disakarida dan
gangguan absorpsi garam-garam dan air.
Perkembangbiakkan virus sering juga disebut dengan istilah replikasi.
Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh
karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia.
Ada dua macam cara virus menginfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara
lisogenik. Pada infeksi secara lisogenik, virus tidak menghancurkan sel, tetapi
berintegrasi dengan DNA sel induk. Dengan demikian, virus akan bertambah
banyak pada saat sel inang membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan
virus pada hewan maupun tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada
bakteriofag seperti yang diuraikan berikut ini.
1) Infeksi secara litik melalui fase-fase berikut ini:
a) Fase Absorpsi
Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding
sel bakteri dengan serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah
reseptor, daerah ini khas bagi fage sehingga fage jenis lain tidak dapat
melekat di tempat tersebut.

b) Fase Penetrasi
Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage
memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri.
Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam
sel bakteri

c) Fase Replikasi dan Sintesis


Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya
sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage
menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage
membentuk selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian
fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah terbentuk.

d) Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru
yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya
e) Fase Pembebasan atau lisis
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage
yang baru akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah.
Pembentukkan partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan
waktu 20 menit.

2) Infeksi secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a) Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya
dengan fase absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat
yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.

b) Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel
bakteri berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.

c) Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage.
Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif,
tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk
mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen
profage tidak aktif.

d) Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut
bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri
menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing mengandung profage.
DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak jika sel bakteri
terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk
mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya
siklus litik.
2. Proses Infksi Bakteri
Proses infeksi bakteri dimulai dari, dimana suatu bakteri harus menempel dan
melekat pada sel inang biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan
yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara
langsung melalui jaringan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini
(bakteremia) dapat berlangsung sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai
kesempatan untuk menyebar ke dalam tubuh serta mencapai jaringan yang cocok
untuk memperbanyak diri.
Contoh Proses Infeksi Bakteri :
a. Pneumonia
Pneumococcal pneumonia adalah contoh infeksi S. Pneumoniae dapat
dibiakkan dari nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari
nasofaring diaspirasi ke dalam paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada
orang yang lemah seperti pada orang yang koma, dimana refleks batuk yang
normal hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara terminal paru-paru pada
seseorang yang tidak mempunyai antibodi pelindung melawan pneumococcus
yang memiliki tipe polisakarida kapsul. Multiplikasi pneumococci bersama
dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan pneumonia. Pneumococci
dapat menyebar sehingga menyebabkan infeksi sekunder (misal cairan
cerebrospinal, katup jantung, ruang persendian). Komplikasi utama dari
pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis dan septic arthritis.

b. Kolera
Proses infeksi pada kolera meliputi ingesti vibrio cholerae, atraksi
khemotaktik bakteri pada epitelium usus, motilitas bakteri dengan flagellum polar
tunggal, dan penetrasi lapisan mukus pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap
tinggal pada permukaan sel epitel dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan
oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera mengakibatkan terjadinya aliran kllorida
dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan
elektrolit.

c. Pes
Yersinia pestis adalah bakteri intrasel Gram-negatif- kultatif yang
ditularkan oleh gigitan fleabites atau aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik
yang sangat invasif dan sering mematikan, disebut pes. Pes menyebabkan Pes
dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar
penderita pes merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki,
dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia
pestis.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus,
maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian, jika kutu lain
menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi. Jika kutu
– kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke
dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui
sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang
berupa bengkak, kemerahan dan nanah.
Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain
seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri
ini dapat menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit
kepada orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat
bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat
menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.

d. Mikobakteri
Bakteri dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang
langsing aerob yang tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang.
Mycobacterium memiliki dinding sel berlemak yang terdiri atas asam mikolat
yang menyebabkan kuman ini tahan asam, yang membuat bakteri ini asam dan
alkohol. Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna garam.

e. Kusta
Kusta, atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat
akibat Mycobacterium leprae, yang mengenai kulit dan saraf perifer serta
menyebabkan deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M. tuberculosis,
diserap oleh makrofag alveolus dan menyebar melalui darah, tetapi tumbuh di
jaringan yang relatif dingin di kulit dan ekstremitas. Meskipun tidak mudah
menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar 10 sampai 15 juta orang
yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.
Kusta memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk
yang lebih ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering berskuama
yang mengalami penurunan sensibilitas. Pasien ini sering memperlihatkan
keterlibatan saraf perifer besar yang asimetris. Bentuk kusta yang lebih berat,
kusta lepromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang
simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai Ikusta lempromatosa, menyebabkan
pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris.

f. Sifilis
Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi
menular seksual yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum.
Sifilis dapat menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak dan
susunan saraf. Penyakit sifilis dapat menyerang laki-laki maupun wanita, dan
segala usia.
Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran
penyakit terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang mengandung
Treponema pallidum, seperti melalui hubungan seksual yang tidak aman ataupun
kontak fisik lainnya, seperti menyentuh luka pada penderita sifilis atau
menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu.
Hubungan seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan
PSK (Pekerja Seks Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-
ganti pasangan seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat
vagina, namun juga bisa melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat
menularkan sifilis bila pada kedua pasangan terdapat luka pada mulutnya dan
salah satunya sudah terinfeksi sifilis. Tanpa hubungan seksualpun, penyakit sifilis
dapat menular melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan bakteri
sifilis.
Sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang
dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular
juga melalui transfusi darah yang tidak steril.

Media Infeksi Bakteri


a. Melalui makanan atau minuman
infeksi yang disebabkan oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui
makan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri
melalui makanan atau air yang kotor tersebut manusia dapat menderita berbagai
macam penyakit yang menyerang pencernaan.
b. Melalui kontak langsung
Bersentuhan secara langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang
satu dengan orang yang lain. Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki
bakteri tersebut juga dapat beresiko terkena bakteri.

c. Melalui luka
Luka pada bagian tubuh tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri
bakteri ke dalam tubuh kita.

d. Melalui transfusi darah dan jarum suntik


Penggunaan jarum suntik pada saat melakukan transfusi darah baiknya
menjadi satu hal yang yang penting untuk diperhatikan, karena apabila saat
melakukan transfuse darah jarum suntik tersebut tidak diganti maka resiko untuk
tertular bakteri semakin besar.

e. Melalui udara
Melalui udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika
udara yang mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan
menjadi penularan penyakit melalui pernafasan.

f. Melalui plasenta atau infeksi bawaan


Infeksi terjadi akibat beberapa jenis potogen yang mampu melewati
penghalang plasenta, sehingga bisa menginfeksi janin yang ada didalam
kandungan. infeksi tersebut mempunyai resiko berbagai kelainan-kelainan yang
mungkin terjadi pada bayi/kelainan bawaaan.

3. Proses Infksi Jamur


Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman
dan jamur karena adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang
memelihara suatu keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut
rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi
dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang lembab,
misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, karena keringat, dan
menggunakan sepatu tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan
penderita mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana,
seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab,
dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora
paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti
pakaian, dan kamar mandi.
Kulit manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan
tersebut dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan biologis
kulit yang menyebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan kuman.
Mekanisme infeksi jamur sebagai berikut.
a. Tahap Inkubasi
Ketika lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan
mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah
mengakibatkan infeksi pada kulit manusia terutama pada kulit yang lembab.
Beberapa aktivitas yang menyebabkan kulit menjadi lembab adalah kulit
tubuh yang tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, berkeringat, dan
menggunakan sepatu tertutup. Penularan jamur terjadi oleh spora-spora yang
dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat
dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang
panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki.
Infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang
olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.

b. Tahap Produmal
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan
menggunakan serpihan kulit sebagai makanan.

c. Tahap Sakit
Benang mycellium menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi
meluas. Enzim yang dimiliki fungi menembus ke bagian dalam kulit dan
mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti
bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan serpihan
kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.
4. Proses Infeksi Parasit
Penularan penyakit parasitik terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu
hospes ke hospes yg lain. Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi
imunogenisitas dan menghambat respon imun host:
a. Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host
vertebrata
b. Menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host
c. Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel
host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian
parasit menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah
terikat pada antibodi spesifik.
d. Lalu parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-
masing parasit.
Parasit dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:
a. Hand to mouth
b. Dibawa oleh vektor (binatang penular): nyamuk
c. Dibawa oleh hospes perantara :
✓ Siput
✓ Ikan
✓ Sapi/babi
Stadium infektif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:
a. Kontaminasi makanan dan minuman
b. Kontaminasi kulit atau selaput lendir
c. Gigitan serangga

5. Proses Infeksi Riketsia


Rickettsiiosis ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab
Q fever yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini tidak
ditemukan kelainan kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan hospes
alam untuk rickettsia, bahkan yang terakhir dapat bertindak sebagai vektor dan
resevoir. Infeksi pada manusia hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik
yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu Pediculus vestimenti.
Riketsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat
mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat
menjadi asam aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia
prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma sel. Sedangkan golongan
penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Riketsia dapat tumbuh subur
jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas
pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada
pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel
inang dengan menginduksi fagositosis, lalu segera lolos dari fagosom untuk tumbuh
dan berkembang biak di dalam sitoplasma (atau nukleus) sel inang. Sel inang biasanya
akan lyse pada akhirnya, menyebabkan pelepasan organisme baru. Sel inang juga
dirugikan oleh efek racun dari dinding sel. Tahap-tahap infeksi:
❖ Riketsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies
inang lalu masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama
dengan tinja yang dikeluarkan kutu
❖ Riketsia typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan
manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan
oleh jari kedalam membran lendir.
❖ Riketsia typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan
binernya telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah
serta membebaskan sejumlah besar riketsia typhi.
❖ Penggandaan diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang
selanjutnya mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.

a. Gambaran Patologi Rickettsia


Rickettsia berkembangbiak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil.
Sel membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler.
Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan
hemostatik. Dalam jaringan otak dapat ditemukan penumpukan limfosit, leukosit,
polimorfonuklear dan makrofag yang bertalian dengan kelainan pembuluh darah
pada mas akelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada pembuluh darah kecil
jantung dan organ-organ lainnyapun dapat terkena kelainan yang serupa.

b. Imunitas rickettsia
Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang
tidak lengkap (hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar.
Selain itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu biakan sel makrofag, ricketttsia
juga difagositosis dan selanjutnya dapat berkembang baik intraseluler meskipun
ada antibodi. Jika kedalamnya dimasukkan limfosit yang berasal dari inatang yang
telah kebal, maka pembiakan tersebut akan terhenti.

c. Gambaran Klinik
Semua infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala,
malaise, lesu, kelainan dikulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada
Q fever tidak disertai adanya kelainan dikulit. Kadang-kadang disertai dengan
adanya pendarahan di baeah kulit. Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai
gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-bercak gangren di kulit atau
jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1 % sampai
stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas antara
1 smpai 4 minggu.

d. Penyakit yang disebabkan infeksi Rickettsia


1) Golongan Tifus
Rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu
Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembangbiak
didalam sitoplasma sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam
tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya gambaran klinik demam
tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih ringan jika
dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.

2) Golangan Spotted Fever


Golongan ini termasuk penyakit demam oleh rickettsia yang sulit
dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dapat berkembang biak di
dalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan
oleh sengkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pinjal. Dalam tubuh sengkenit,
kuman tersebar di seluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah,
sehingga dapat terjadi transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi
selain sebagi vektor, sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.

3) Golongan Demam Semak


Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia nipponica.
Penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium larva (chigger).
Tungau dapat berfungsi sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala
penyakit menyerupai tyfus endemik. Sering ditemukan limfositosis dan
limfadenopati, 1-2 minggu setelah gigitan larva infeksius, timbul demam,
menggigil, dan sakit kepala hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan
di kulit dan pneumonitis.

4) Demam query (Q fever)


Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii yang termasuk keluarga
rickettsiaceae. Berbeda dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di
luar sel hospes, penularan pada manusia lewat gigitan serangga, gejala
penyakit yangditimbulkan berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak
menimbulkan antibodi terhadap Proteus strain OX. Penyakit yang
ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa
kelainan kulit.

5) Demam Parit (trench fever)


Demam ini disebut juga demam lima hari yang disebabkan oleh
Rochalimaea quintana berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat
dikembangbiakkan dalam binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun
dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam agar darah dengan suasana
udara kadar CO2 10 %. Tidak dikenal adanya binatang sebagi reservior.
Ditularkan oleh kutu manusia lewat tinja yang dikeluarkannya. Kuman
berkembangbiak di dalam lumen usus buka di dalam sel epitel usus. Siklus
infeksi hanya terbatas pada kutu manusia. Demam ini berlangsung secara
mendadak dan hilang timbbul dengan siklus 3-5 hari. Gejala lainnya berupa
sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri tulang, terutama di daerah tulang
kering.

6. Proses Infeksi Klamidia


Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa
penelitian in vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh:
a. Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang
terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.
b. Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba
falopii.
c. Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk
bereplikasi.
d. Jalur apoptosis dihambat,yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
e. Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan
elementer tersebut akan terlepas darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
f. Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa
diproduksinya dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
g. Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat
replikasi intraseluler dari badan retikulat.
h. Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk
intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif.
Pada bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat
menyebabkan respon inflamasi.
i. Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu maka
aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
j. Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan
persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan
pembentukkan jaringan parut dan merusak patensi tuba falopii.
DAFTAR PUSTAKA

Pringngoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta:
Sangung Seto.
Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC
Teng,K., Voon, P. Cheng,H (2010) Effects of partially Hydrogenated, Semi-saturated, and
High Oleate Vegetable Oils on Inflammatory Markers and Lipids.
Wall,R., Ross, R. (2010). Fatty Acids from Fish: the anti-Inflammatory Potential of Long-
Chain Omega-3 Fatty Acids. Nutrition Reviews.

Anda mungkin juga menyukai