Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA 2
“DARAH”

DISUSUN OLEH :

ANGGUN BELLIA PUTRI

19021010101066

KELAS : 03

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hemolisis dedifinisikan sebagai gangguan pada membran eritrosit dan


menghasilkan lepasnya hemoglobin. Serum menunjukkan bukti nyata bahwa
hemolisis terjadi ketika konsentrasi hemoglobin lebih dari 0,02 g/dl. Hemolisis dapat
diamati secara visual jika kadar hemoglobin yang terkandung dalam serum >0,06
g/dl. Hemolisis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dalam proses praanalitik
seperti teknik pengambilan misalnya penusukan kulit yang masih basah karena
alkohol, penanganan sampel seperti homogenisasi sampel yang terlalu kuat atau
karena dilakukannya sentrifugasi berulang dan pengiriman sampel yang tidak terjaga
dengan baik .Bahan pemeriksaan hemolisis tidak hanya terjadi karena kesalahan
praanalitik. Hemolisis juga dipengaruhi oleh kondisi klinis pasien,seperti pada :
anemia hemolitik, bayi prematur, Incompatible Blood Transfusion, Hemolytic
Disease of The Newborn, vena rapuh. Pasien dengan kondisi klinis seperti itu sampel
darahnya akan tetap hemolisis meskipun pengambilan darah diulang.. Sampel yang
hemolisis akan mempengaruhi hampir semua pemeriksaan dan menyebabkan
hasilnya tidak akurat karena adanya hemoglobin dalam serum yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna pada serum akan menyebabkan gangguan
kromoforik pada analisa fotometri karena menggganggu pengukuran panjang
gelombang dan pembauran cahaya yang disebabkan oleh substansi-substansi
pengganggu. Hemolisis dapat dikelompokkan menjadi hemolisis ringan, sedang dan
berat. Hemolisis yang ringan memiliki efek yang kecil terhadap hasil pemeriksaan. 4
Hemolisis yang berat menyebabkan dilusi yang berefek pada konstituen yang
ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi eritrosi. Oleh karena itu, dilakukanlah
beberapa uji untuk mengetahui darah tersebut mengalami hemolisis atau tidak.

1.2. Tujuan
a. Uji hemolisis bertujuan untuk mengetahui apakah darah yang ditambah
aquades dan NaCl pada konsentrasi berbeda akan mengalami hemolisis atau
tidak.
b. Uji reaksi zat kimia bertujuan untuk mengetahui apakah reaksi berupa tekanan
(hipotonis/isotonis) pada zat kimia yang ditambahkan pada darah berpengaruh
terhadap terjadinya hemolisis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Golongan bakteri β-hemolisis yaitu bakteri yang memiliki kemampuan


melisiskan eritrosit secara sempurna sehingga membentuk zona bening di sekitar
tempat pertumbuhan kuman. Jika kerusakan yang terjadi tidak sempurna dan hanya
terjadi kebocoran pada eritrosit sehingga terlihat zona yang tidak terlalu jernih dan
sering disertai dengan terjadinya perubahan warna yang menyebabkan media menjadi
kehijuaan sampai kecoklatan dikelompokkan sebagai α-hemolisis. Berdasarkan
rentangan waktu terlihatnya zona jernih kekeruhan pada seluruh isolate yang diuji
yaitu setelah 24 jam inkubasi, maka disimpulkan bahwa jenis hemolisis yang
dihasilkan oleh strain E, colli merupakan jenis enterohemolisis (Suardana et al.,
2014).
Pada uji fitopatogenesis didapati hasil pada isolate bakteri dan fungi, yang
mana semua isolate bersifat non patogen. Kemudian pada uji hemolisis isolate bakteri
BPK 2, BPK 6 dan BPK 7 bersifat patogen dan menyebabkan hemolisis total.
Berdasarkan uji hemolisis pada fungi isolat SSIO 6menyebabkan hemolisis total, FPF
E1 dan JK 6 menyebabkan hemolisis sebagian isolate BPK 5 memiliki indeks tertingg
dalam melarutkan kalium , sedangkan isolat BPF 9 memiliki kemampuan tertinggi
dalam melarutkan fosfat (Sukmadewi et al., 2017).
Pada penanaman bakteri anaerob pada media darah manusia kadaluarsa
memperlihatkan tidak ada penurunan daya hemolisis. Semua strain yang ditanam
dalam darah tersebut tanpa adanya pengolahan maupun berbagai pengolahan
memperlihatkan zona hemolisis yang sama dengan hemolisis dengan hemolisis yang
ada pada medium ADP darah domba. Dengan demikian ADP darah manusia
kadaluarsa dapat digunakan untuk membedakan morfologi koloni bakteri. Beta
hemolisin ditemukan pada Staphylococus aureus strain manusia yang berzona lebar
dan hemolisis komplit. Beta hemolisis juga terdapat pada strain hewan terutama sapi
dengan inkubasi 37 C mampu memproduksi hemolisis tidak komplit menjadi menjadi
komplit, kemudian saat inkubasi waktu disimpan pada suhu 4 C. Beta hemolisin
menghasilkan hemolisis yang sempit dan komplit. Hemolisin ini dibentuk oleh strain
manusia dan hewan (Djannatun et al., 2008).
Pada penelitian in-vitro menunjukkan bahwa paparan sinar UV dapat
menyebabkan terjadinya hemolisis pada sel ertirosit. Hemolisis inilah yang
mengindikasi rusaknya membrane sel. Faktor perusak membrane sel alinnya yaitu
radikal hidroksil. Radikal hidroksil ini terbentuk akibat adanya pajanan sinar Uv yang
menyebabkan membrane sel pecah dan terjadilah hemolisis. Untuk mengetahui
ketahanan membrane sel yang dipajanan sinar UV dapat didekati dengan mengetahui
presentase hemolisis (kadan hemoglobin yang keluar) , kadar hemoglobin dapat
diketahui dengan mengukur serapan absorbansi (Amrullah et al., 2009).
Karakteristik pertumbuhan Streptococus pada medium agar darah
memperlihatkan berbagai tipe hemolisis diantaranya alfa, beta dan gamma. Darah
domba dan darah manusia mempunyai komposisi yang hamper sama. Pada darah
yang sudah kadaluarsa masih memperlihatkan warna serupa darah segar , diharapkan
dapat dijadikan alternatif untuk pembuatan agar darah bila pengadaan darah domba
sulit pengadaannya (Mudatsir, 2010).
Pada pemeriksaan glukosa serum dengan metode GOD-PAP dapat diganggu
dengan adanya hemoglobinpada serum disebabkan oleh pecahnya eritrosit sehingga
serum menjadi hemolisis. Penambahan reagen anti –Rh pada serum dapat mengikat
hemoglobin sehingga serum hemolisis dapat dipisahkan bagian serum dan
hemoglobinnya. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengaruh
reagen anti-Rh sebagai pengedap hemoglobin pada serum hemolisis dan untuk
mengetahui serum dapat digunakan kembali untuk pemeriksaan glukosa darah setelah
penambahan reagen anti-Rh pada serum hemolisis. Serum hemolisis berbeda
signifikan dengan P 0,008 yang leboh kecil dari alpha (0,05) dibaningkan dengan
serum normal. Pada reagen anti-Rh tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan
dengan P 0, 51 yang lebih besar dari alpha (0,05) dibandingkan serum normal (Atika
et al., 2020).
Tranfusi darah bertujuan untuk menambahkan darah atau komponen darah ke
dalam tubuh. Ada empat golongan darah yatiu A, B, O, dan AB yang dibedakan
berdasarkan antigennya. Pada antigen A dan B terutamanya dapat menyebabkan
reaksi antibodi atau biasa disebut aglutinogen. Karena itu, ketidaksesuaian pemberian
darah dapat menyebabkan reaksi hemolisis. Selain itu darah juga dikelompokkan
kedalam enam faktor resus , yaitu C, D, E, c, d dan e. Pada resusu D memiliki efek
antigen yang lebih kuat dibandingkan dengan resus lain sehingga disebut sebagai
resusu positif (Tamsuri, 2009).
Terlihat bagian yang telah mengalami hialinisasi menjadi tidak berstruktur,
berwarna merah sama rata. Hal ini harus dibedakan dengan darah yang mengalami
hemolisis karena gambaran histologknya hamper sama. Harus juga dibedakan dengan
degenerasi amyloid, namun pada degenerasi amiloid agak lebih kasar dan apabila
dipulas dengan pewarnaan khusus seperti yodium, maka akan berwarna tengguli biru,
dengan merah kongo akan berwarna merah. Sedangkan pada hemolisis darah maka
warna merahnya lebih tua sedikit dibandingkan dengan warna pada degenerasi hialin
(Sudiono et al., 2001).
Anemia yang diakibatkan oleh hemolisis atau pendarahan khas
ditandai oleh adanya retikulositosis yang menunjukkan respons sumsum tulang yang
sesuai. Nilai MCV biasanya normal, meskipun tidak jarang terjadi peningkatan ringan
ketika jumlah retikulosit sangat meningkat. Jumlah retikulosit harus merupakan
bagian data dasar rutin. Angka ini digunakan untuk menilai kesesuaian respons
sumsum tulang terhadap anemia. Anemia dengan respons retikulosit yang sesuai
dengan adanya perdarahan yang jelas mengarah ke hemolisis (Waterbury, 2001).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


a. Alat
Alat yang diperlukan pada praktikum uji hemolisis darah ini antara lain 15
buah tabung reaksi, pipet tetes, gelas kimia dan rak tabung reaksi.

a. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan yaitu aseton, kloroform, ortotoluidin (4%),
H2O2 (3%), NaCl (0,9%), aquades, darah dan alkohol.

3.2. Prosedur Praktikum

1. Uji Hemolisis Darah


Pertama siapkan 10 buah tabung reaksi kemudian labeli untuk
membedakannya. Masukkan 2 tetes darah pada masing-masing tabung
menggunakan pipet tetes. Setelah itu tambahkan 5 ml aquades ke tabung
pertama, 4,5 ml pada tabung ke dua, 4 ml pada tabung ketiga, 3,75 ml
pada tabung ke empat, 3,5 ml pada tabung ke lima, 3,25 ml pada tabung
ke enam, 2,25 ml pada tabung ke tujuh, 2,5 ml pada tabung ke delapan,
2,75 ml pada tabung ke sembilan dan 3 ml pada tabung ke sepuluh.
Pastikan saat mengaliri larutan melalui dinding tabung reaksi saat
menambahkannya. Kemudian tambahkan NaCl (0,9%) 0,5 ml pada tabung
kedua, 1 ml pada tabung ke tiga, 1,25 ml pada tabung keempat, 1,5 ml
pada tabung kelima, 1,75 ml pada tabung keenam, 2 ml pada tabung ke
tujuh, 2,5 ml pada tabung ke delapan, 2,5 ml pada tabung ke sembilan dan
2,75 ml pada tabung ke sepuluh. Pada tabung pertama tidak ditambahkan
NaCl karena itu merupakan control. Diamkan selama 30 menit dan amati
perubahan pada sel darah yang sudah ditambahkan aquades dan NaCl
tersebut.

2. Uji Reaksi Zat Kimia


Isikan 5 ml NaCl (0,9%) dan dua tetes darah pada masing-masing tabung
reaksi. Kemudain tambahkan 2 tetes alkohol pada tabung ke dua, 2 tetes
aseton pada tabung ke tiga, 2 tetes kloroform pada tabung ke empat dan 2
tetes eter pada tabung ke lima. Diamkan selama 30 menit dan amati
hasilnya.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. 4.1. Hasil

Nama Uji Bahan Hasil Tanda


1. Uji
Hemolisis Darah
a. Tabung 2 tetes darah+5 Hemolisis (+)
pertama ml aqudes (merah)

b. Tabung 2 2 tetes Hemolisis (+)


darah+4,5 ml
aquades+0,5 ml
NaCl

c. Tabung 3 2 tetes Hemolisis (+)


darah+4ml
aquades+1 ml
NaCl

d. Tabung 4 2 tetes Hemolisis (+)


darah+3,75 ml
aquades+1,25
ml NaCl

e. Tabung 5 2 tetes darah+ Hemolisis (+)


3,5 ml
aquades+1,5 ml
NaCl

f. Tabung 6 2 tetes Hemolisis (+)


darah+3,25 ml
aquades+1,75
ml NaCl

g. Tabung 7 2 tetes Hemolisis (+)


darah+2,25 ml dan Krenasi
aquades+2 ml
NaCl
h. Tabung 8 2 tetes Hemolisis (+)
darah+2,5 ml dan Krenasi
aquades+2,5 ml (endapan sel
NaCl darah)

i. Tabung 9 2 tetes darah+2, Hemolisis (+)


75 ml dan Krenasi
aquades+2,5 ml
NaCl

j. Tabung 10 2 tetes darah+3 Krenasi (+)


ml
aquades+2,75
ml NaCl

2. Uji Reaksi Zat


Kimia
a. Tabung 1 5 ml Tidak (-)
NaCl(0,9%)+2 hemolisis
tetes darah

b. Tabung 2 5 ml Hemolisis (+)


NaCl(0,9%)+2
tetes darah+2
tetes alkohol

c. Tabung 3 5 ml Hemolisis (+)


NaCl(0,9%)+2
tetes darah+2
tetes aseton

d. Tabung 4 5 ml Krenasi (-)


NaCl(0,9%)+2
tetes darah+2
tetes kloroform
e. Tabung 5 5 ml Krenasi (-)
NaCl(0,9%)+2
tetes darah+2
tetes eter

4.2. Pembahasan

1. Uji Hemolisis Darah


Pada uji hemolisis darah pada sepuluh tabung yang berbeda, pada tabung
pertama terjadi hemolisis karena pecahnya eritrosit sehingga warnanya
menjadi merah. Begutujuga pada tabung ke 2, 3, 4, 5 dan 6 juga mengalami
hemolisis. Sedangkan pada tabung ke 7, 8, dan 9 mengalami hemolisis dan
sebagian krenasi, namun pada tabung ke delapan terdapat pula endapan sel
darah di dasar tabung. Pada tabung ke sepuluh terjadi krenasi karena
konsentrasi HCL sangat tinggi.

2. Uji Reaksi Zat Kimia


Pada uji reaksi zat kimia, tabung pertama yang berisi NaCl (0,9%) ditambah 2
tetes darah tidak mengalami hemolisis karena NaCl itu isotonis (tekanannya
sama dengan di dalam sel darah). Pada tabung yang diisi alkohol dan aseton,
sel darah mengalami hemolisis kerena alkohol dan aseton bersifat hipotonis
(tekanannya lebih rendah daripada tekanan di dalam sel darah). Kemudan
pada tabung yang ditambahkan kloform dan eter berhasil mengalami krenasi
karenabersifat hipertonis (tekanannya lebih tinggi daripada di dalam sel).
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari praktikum uji hemolisis darah dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh
tabung yang diujikan ditambahkan aquades dan NaCl (0,9%) pada darah,
terjadi hemolisis pada tabung ke 1-6, tejadi krenasi pada tabung ke 10 dan
terjadi hemolisis dan krenasi pada tabung ke 7, 8 dan 9. Sedangkan pada uji
reaksi zat kimia tabung pertama yang hanya diisi Nacl dan darah mengalami
hemolisis, tabung yang ditambahkan alkohol dan aseton juga mengalami
hemolisis dan pada tabung yang ditambahkan klorofom dan eter mengalami
krenasi.

5.2. Saran
Semoga videonya lebih jelas lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, F. H., Dewi, M. A. S., Karlina dan Komari, N. (2009). Pengaruh


pemberian minyak kelapa murni terhadap hemolisis sel darah merah akibat
paparan lampu uv secara in vitro. Jurnal Sains dan Terapan Kimia, 3(2) :
154-163.

Atika, I., Rahmawati I. dan Anggraeni, N. (2020). Pengolahan serum


hemolisis menggunakan reagen anti-rh pada pemeriksaan glukosa darah
metode god-pap. Jurnal Analisis Medika Biosains, 7(2) : 93-100.

Djannatum, T., Rochani, J. T., Wikaningrum, R., Widiyanti, D. dan Pane, A.


R. (2008). Pemanfaatan darah manusia yang kadaluarsa sebagai pengganti
darah domba dalam pembuatan media agar darah plat. Academi Journal, 16(2)
: 91-97.

Mudatsir. (2010). Penggunaan darah kadaluarsa sebagai media isolasi dan


identifikasi Streptococus faecalis. Junral Biologi Edukasi, 2(1) : 36-40.

Suardana, I. W., Utama, I. H. dan Wibowo, M. H. (2014). Identifikasi


Eschericia colli o157:h7 dari feses ayam dan uji profil hemolisisnya pada
media agar darah. Jurnal Kedokteran Hewan, 8(1) : 1-5

Sudiono, J., Kurniadhi, B., Hendrawan, A. dan Djimantoro, B. (2001).


Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Sukmadewi, D. K. T., Anas, I., Widyastuti, R. dan Citaresnim, A. (2017). Uji


fotopatogenitas, hemolisis serta kemampuan mikroba daam melarutkan fosfat
dan kalium. J. II. Tan. Lingk, 19(2) : 68-73.

Tamsuri, A. (2009). Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Waterbury L. (2001). Buku Saku Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai