PERTEMUAN 18:
ANALISIS TITIK IMPAS
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mempelajari materi dalam pertemuan 18 diharapkan anda mampu untuk :
1. Mendefinisikan pengertian Analisis Titik Impas (Break Even Point)
2. Mendefiniskan alasan mempelajari Break Even Point
3. Menerapkan BEP dalam sebuah proses
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 18.1:
Pengertian Analisis Titik Impas (BEP)
Analisis Titik Impas atau analisis Break Even Point (BEP) diperlukan untuk
mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya
produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau
rugi.
Beberapa pengertian Titik Impas atau Break Even Point (BEP) menurut
berbagai sumber adalah sebagai berikut :
”Break Even berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba
dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan produksi itu dapat ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total Biaya
(tetap dan variabel) sama dengan Total Penjualan sehingga tidak ada laba dan
tidak ada rugi.”
(Sofyan Syafri Harahap, 2002:358)
“Analisis Titik Impas adalah suatu cara yang digunakan oleh pimpinan
perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi
atau volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak
memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian.”
(Jumingan, 2006:183-184)
“Break Even dapat diartikan suatu keadaan di mana dalam operasi perusahaan,
perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (Penghasilan =
Total Biaya). Tetapi analisa Break Even tidak hanya semata-mata untuk
mengetahui keadaan perusahaan yang Break Even saja, akan tetapi analisa
Break Even mampu memberikan informasi kepada pimpinan perusahaan
mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan
kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.”
(S. Munawir, 2007:184-185)
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Titik Impas atau
Break Even Point (BEP) adalah :
1. Suatu cara agar perusahaan mengetahui berapa tingkat minimum volume
penjualan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian.
2. Suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara Biaya Tetap,
Biaya Variabel, Keuntungan (Profit) atau volume kegiatan.
3. Disebut juga sebagai analisa Cost-Profit-Volume karena mempelajari
hubungan antara Biaya-Laba-Volume Kegiatan.
Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal
sebagai berikut:
Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar
perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini
berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk
memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat
produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga
tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil
penjualan atau tingkat produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek
”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan
(TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak
untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang
menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan
keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana
total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan
tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan
dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan
titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi
dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung.
(Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat
penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total
penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena
analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan,
maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V.
analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-
planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan
penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even
baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga
mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah -
ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap
secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume
produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai
berikut:
a. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan
golongan biaya tetap.
b. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil
dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per
unitnya adalah tetap sama.
c. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan
volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya
berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
d. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
e. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir
lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara
masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat
gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap,
biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis
penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada
sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu
pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan
garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah
sampai sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu
ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya
break-even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara
horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap
sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution
margin” akan nampak pada gambar break-even tersebut.
Manfaat analisa Titik Impas Menurut Sofyan Syafri Harahap (2002:357) adalah
:
a. Untuk mengetahui hubungan antara penjualan, biaya dan laba.
b. Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan variabel.
c. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan memberikan margin untuk
menutupi biaya tetap.
d. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas
dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak
di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai
pada volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak
5.000 unit. Pada gambar 18.2 adalah lebih baik karena pada gambar tersebut
Dari contoh 1 dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan
rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.
FC
BEP (dalam rupiah) =
Marginal Income Ratio
VC
Marginal Income Ratio (MIR) = 1 –
S
Dimana :
FC = Biaya Tetap
VC = Biaya Variabel
S = Volume Penjualan
Dari contoh 1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-
even dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume
penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-
even point dalam unit yaitu:
Dalam gambar break-even tersebut break even point dapat ditentukan, yaitu
pada titik dimana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan
garis biaya total. Apabila dari titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah
sampai sumbu X akan nampak besarnya break even dalam unit. Kalau dari titik itu
ditarik garis lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya
break even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break even itu dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara
horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap
sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution
margin” akan nampak pada gambar break even tersebut.
Gambar 18.3
Garis Biaya Tetap Digambarkan Secara Horizontal Sejajar Dengan Sumbu X
Gambar 18.4
Garis Biaya Tetap Digambarkan Sejajar Dengan Garis Biaya Variabel
penjualan dalam unit. Secara grafis jenis biaya ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi “besi baja” dan “besi
alumunium” merencanakan perluasan daerah pemasaran meliputi wilayah
Kalimanta, Sulawesi & Irian Jaya. Penjualan besi baja direncanakan sebesar
50.000 unit @ Rp 7.000,00 dan besi alumunium sebesar 30.000 unit @ Rp
2.000,00. Operating variabel cost untuk masing - masing jenis produk yaitu
Rp 4.000,00 per unit besi baja dan Rp 1.200,00 per unit beis alumunium,
sedangkan fixed cost untuk kedua jenis produk tersebut adalah Rp
56.550.000,00. Hitunglah BEP untuk kedua jenis produk tersebut baik dalam
rupiah dan dalam unit penjualan.
D. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Drs. Syafrudin MS. 1993. Alat – alat Analisis dalam Pembelanjaan. Andi
Offset. Yogyakarta
Heizer, Jay., Render, Barry. 2011. Manajemen Operasi. Jakarta : Salemba Empat.
Munawir, Drs. S. 1979. Analisis Laporan keuangan. Liberty. Yogyakarta