Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

PELUANG-PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


DI PT MANE INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Program Studi Teknik Lingkungan


Universitas Pelita Bangsa

Sulistyono
331420201

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PELITA BANGSA
BEKASI
2019
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Sulistyono
NIM : 331420201

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Penelitian dengan judul :


Peluang-Peluang Penerapan Produksi Bersih Di PT Mane Indonesia

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Laporan Penelitian ini


berdasarkan hasil pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat
karya orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Pelita Bangsa.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan
dari pihak manapun.

Bekasi, 7 November 2019


Yang membuat pernyataan,

Sulistyono
NIM : 331420201

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN SKRIPSI

PELUANG-PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH


DI PT MANE INDONESIA

Disusun untuk memenuhi Syarat Kelulusan Program Studi

Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pelita Bangsa

Tahun Akademik 2019/2020

Disusun Oleh :
SULISTYONO
NIM : 331420201
Telah diuji dan disetujui oleh :

2
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Sulistyono
NIM : 331420201
Program Studi : Teknik Lingkungan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Pelita Bangsa atas karya ilmiah saya yang berjudul : PELUANG-
PELUANG PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI PT MANE INDONESIA.
Dengan ini Universitas Pelita Bangsa berhak menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain, mengelola dalam bentuk penggalan data, merawat, dan
mendistribusikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
peneliti/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya
buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bekasi, 21 November 2019


Yang membuat pernyataaan

Sulistyono
NIM : 331420201

3
ABSTRAK

Penerapan Produksi Bersih pada Industri Flavor and Fragrance dapat mengurangi
dampak negatif ke lingkungan serta meningkatkan efisiensi biaya operasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi factor-faktor penyebab inefisiensi
penggunaan air, listrik, dan bahan kimia, lalu mengevaluasi peluang peningkatan
efisiensi beserta besarnya nilai sehubungan dengan penerapan produksi bersih.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dikombinasikan dengan
eksperimen lapangan. Setelah dilakukan analisis SWOT lalu dilakukan Gap Analysis
antara existing condition dengan kondisi ideal untuk mengidentifikasi inefisiensi .
Evaluasi peluang peningkatan efisiensi dengan strategi 1E4R dan evaluasi ekonomi
dengan perhitungan besaran efisiensi.
Nilai peluang efisiensi penggunaan air bersih sebesar 4.752.000 L/tahun setara
dengan Rp 58.687.200,00 per tahun. Penghematan penggunaan listrik sebesar
55440 kWh per tahun atau setara dengan Rp 86.153.760,00 per tahun.
Penghematan penggunaan bahan kimia sebesar Rp 76.032.000,00 per tahun.
Inefisiensi penggunaan air dikurangi dengan perbaikan pola konsumsi dan
implementasi penggunaan kembali air. Inefisiensi listrik dikurangi dengan
menyesuaikan kapasitas pengolahan unit dengan beban limbah yang masuk,
sedangkan inefisiensi penggunaan bahan kimia dikurangi dengan perbaikan sistem
dan optimalisasi proses pengoperasian.

Kata Kunci : Produksi Bersih, Efektifitas, Efisiensi, Pencemaran, Air, Listrik,


Bahan Kimia, Waste Water Treatment Plant

4
ABSTRACT

Implementation of Cleaner Production in Flavor and Fragrance Industry could


reduce negative impact to environmental and increase efficiency of operational
cost. The objectives of this researches are to identify inefficiency factors of clean
water usage, electric energy and chemical usage, then evaluate efforts to increase
opportunity of efficiency also calculate the value related to the cleaner production.
This research is descriptive research combined with field experiments. After
conduct a SWOT analysis then implement Gap Anlysis beetwen existing
conditions and ideal condition to identify inefficiency. Evaluation of increasing
efficiency opportunity using 1E4R strategy and economic evaluation using
efficiency value calculation.
The amount of potential efficiency of clean water usage is 4.752.000 L/year or
Rp 58.687.200,00 per year. The amount of potential efficiency of electrical usage
is 55440 kWh per year or Rp 86.153.760,00 per year and potential efficiency for
chemical usage is Rp 76.032.000,00 per year.
Inefficiency of water usage reduced by consumption pattern improvement and
implementation of reuse water. Inefficiency of electrical usage reduced by
adjusting capacity of processing unit with the influent waste. Inefficiency of
chemical usage reduced by system improvement and processing unit
optimalisation.

Key word : Cleaner Production, Effectivity, Efficiency, Pollution, Water,


Electrical, Chemical, Waste Water Treatment Plant

5
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala anugerah,
rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Laporan Penelitian dengan judul “Peluang-Peluang Penerapan
Produksi Bersih Di PT Mane Indonesia” ini dengan baik.
Laporan Penelitian ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Program
Studi Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa. Berbagai bentuk dorongan
dan masukan selalu penulis dapatkan dalam proses penyusunan Laporan
Penelitian ini, sehingga pada kesempatan yang penuh berkah ini Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Putri Anggun Sari, S.T., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pelita bangsa sekaligus Pembimbing Utama;
2. Bapak Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Universitas Pelita bangsa;
3. Bapak Donny Suwazan, S.T., M.Sc. selaku Pembimbing Kedua;
4. Istri dan Orangtua yang selalu memberikan doa dan semangat untuk
menyelesaikan Laporan Skripsi ini.

5. Semua pihak yang terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Skripsi ini.

6. Seluruh civitas akademik Universitas Pelita Bangsa yang telah memberikan


bantuannya dalam hal administrasi selama ini.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih memiliki kekurangan,


sehingga masukan berupa kritik konstruktif dan saran dari pembaca sangat
diharapkan sebagai pertimbangan untuk perbaikan kualitas laporan ini.

Bekasi, November 2019

Penyusun

6
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

ABSTRACT ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................. 3

1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.4 Batasan Masalah ....................................................................................... 3

1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

1.7 Manfaat Kerja Praktek ............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7

2.1 Definisi dan Karakteristik Air Limbah ..................................................... 7

2.1.1 Ciri-Ciri Fisik ................................................................................... 8

2.1.2 Ciri-Ciri Kimiawi ............................................................................. 9

2.1.3 Ciri-Ciri Biologis ............................................................................. 9

2.2 Sumber dan Karakteristik Limbah Cair .................................................. 10

7
2.3 Parameter Fisik ....................................................................................... 12

2.4 Parameter Kimia ..................................................................................... 13

2.5 Dampak Negatif Air Limbah .................................................................. 15

2.6 Teknik Pengolahan Limbah Cair ........................................................... 16

2.6.1 Pengolahan Awal dan Tahap Pertama......................................... 16

2.6.2 Pengolahan Tahap Kedua ............................................................ 18

2.6.3 Sistem Lumpur Aktif .................................................................. 20

2.6.4 Sistem Trickling Filter ................................................................ 24

2.6.5 PACT ........................................................................................... 27

2.6.6 Sequencing Batch Reactor .......................................................... 28

2.6.7 Baku Mutu Air Limbah Industri ................................................. 30

2.6.6 Sequencing Batch Reactor .......................................................... 28

2.7 Perkembangan Teknologi Pengolahan Limbah Cair .............................. 31

2.8 Pemanfaatan Kembali Air Limbah......................................................... 35

2.8.1 Potensi Kendala Dalam Pemanfaatan Kembali Air Limbah ....... 35

2.8.2 Pertanian dan Irigasi Lansekap ................................................... 35

2.8.3 Pemanfaatan Kembali Air Limbah Dalam Industri .................... 36

2.8.4 Ground Water Recharge ............................................................. 36

2.8.5 Pemanfaatan Untuk Air Minum .................................................. 36

2.9 Produksi Bersih ...................................................................................... 36

2.10 Penerapan Produksi Bersih Di Kawasan Industri ................................... 40

2.11 Penerapan Produksi Bersih Pada Industri............................................... 41

2.12 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................ 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 47

3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan .............................................................. 47

8
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 47

3.2.1 Bahan Penelitian.......................................................................... 47

3.2.2 Alat Penelitian ............................................................................. 47

3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 48

3.4 Diagram Alir Tahapan Penelitian ........................................................... 56

3.5 Jadwal Penelitian .................................................................................... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 57

4.1 Tinjauan Sistem Waste Water Treatment PT Mane Indonesia ............... 57

4.1.1 Proses Pengolahan Limbah ......................................................... 57

4.2 Efektifitas Proses Waste Water Treatment PT Mane Indonesia ............. 66

4.3 Penerapan Produksi Bersih di PT Mane Indonesia ................................ 67

4.3.1 Kajian Peluang ............................................................................ 73

4.3.1.1 Elimination ..................................................................... 71

4.3.1.2 Reduce ............................................................................ 72

4.3.1.3 Reuse .............................................................................. 82

4.3.1.4 Recycle ........................................................................... 82

4.4 Perencanaan Perbaikan ........................................................................... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 84

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 84

5.2 Saran ....................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 86

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Oksidasi Biologis .............................................................................. 20


Gambar 2.2 Skema Proses Lumpur Aktif ............................................................. 20
Gambar 2.3 Skema Proses Trickling Filter ........................................................... 25
Gambar 2.4 Skema Pengoperasian Sequencing Batch Reaktor ............................ 29
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian ...................................................... 55
Gambar 3.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 56
Gambar 4.1 Bar Screen ......................................................................................... 58
Gambar 4.2 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019.. 61
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Efisienai Biaya dan Dosis Bahan Kimia .............. 66
Gambar 4.1 Hasil Analisis Effluent WWTP PTMI Mei-Juli 2019 ........................ 59
Gambar 4.2 Balance Tank ..................................................................................... 59
Gambar 4.3 Bak Koagulasi ................................................................................... 60
Gambar 4.4 Tangki Dissolved Air Floatation (DAF) ........................................... 61
Gambar 4.5 DAF Transfer Tank ........................................................................... 61
Gambar 4.6 Cooling Tower ................................................................................... 62
Gambar 4.7 Scum Tank ......................................................................................... 62
Gambar 4.8 Belt Press........................................................................................... 63
Gambar 4.9 Chemical Sludge Tank ....................................................................... 64
Gambar 4.10 Bak CSAS ........................................................................................ 65
Gambar 4.11 Effluent Basin .................................................................................. 66
Gambar 4.12 Hasil Analisis Effluent WWTP PTMI Mei-Juli 2019 ...................... 73
Gambar 4.13 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019 75
Gambar 4.14 Grafik Hubungan Efisienai Biaya dan Dosis Bahan Kimia ............ 79

10
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Secara Fisik, Kimia dan Biologis ...................... 10
Tabel 2.2 Standar Baku Mutu Air Limbah Industri .............................................. 30
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu yang Relevan ...................................................... 38
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian. ............................................................. 39
Tabel 4.1 Spesifikasi Kualitas Effluent. ................................................................ 57
Tabel 4.2 Penerapan Produksi Bersih di PT Mane Indonesia. .............................. 68
Tabel 4.3 Analisis SWOT Terhadap PT Mane Indonesia. .................................... 70
Tabel 4.4 Hasil Analisis Effluent WWTP PT Mane Indonesia Mei-Juli 2019 ..... 72
Tabel 4.5 Data Efisiensi Listrik Per Tahun untuk Cooling Tower........................ 73
Tabel 4.6 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019. .... 74
Tabel 4.7 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019. .... 75
Tabel 4.8 Data Kualitas Air Limbah di Balance Tank .......................................... 76
Tabel 4.9 Data Pengamatan Pada Bulan Agustus dan September 2018 ............... 77
Tabel 4.10 Data Pengamatan Hasil Analisa Setelah Dilakukan Jar test .............. 78
Tabel 4.11 Perhitungan Biaya Penggunaan Air Bersih Operasional WWTP ........ 81

11
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produksi Bersih muncul sebagai upaya praktis untuk membuat industri
menyadari tentang pentingnya pengelolaan lingkungan yang memenuhi persyaratan.
Berawal dari permasalahan pada dekade pertama setelah Perang Dunia Kedua.
Contoh kasus pencemaran besar yang terjadi yaitu Emisi Dioxin di Seveso, Italia
disebabkan oleh ICMSEA/Roche pada 1976 (hens et al., 2016), Bencana Pestisida
Union Carbide di Bhopal, India yang dianggap sebagai bencana yang terburuk
sepanjang sejarah perindustrian dengan total korban meninggal sekitar 16000 jiwa
(Lapierre dan Moro, 2004. Kejadian-kejadian besar tersebut menyebabkan kerusakan
yang sangat serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (Friis, 2007).
Produksi bersih menjadi sangat penting untuk mencegah pencemaran yang berakibat
akut dan kronis dan berefek jangka panjang. Pengetahuan dan kajian mendalam
terkait lingkungan dan bahaya terhadap kesehatan (EEA Copenhagen, 2001).
Produksi Bersih seperti yang telah dijelaskan diatas, bertujuan untuk
bersifat preventif atau pencegahan timbulnya pencemar, dengan melihat
bagaimana suatu proses produksi dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu
produk. Pengelolaan pencemaran dimulai dengan melihat sumber timbulan
limbah mulai dari bahan baku, proses produksi, produk dan transportasi
sampai ke konsumen dan produk menjadi limbah. Pendekatan pengelolaan
lingkungan dengan penerapan konsep produksi bersih melalui peningkatan
efisiensi merupakan pola pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
daya saing. Penerapan produksi bersih di industri-industri, sampai saat ini hanya
diterapkan pada bisnis inti (core business), Sistem pengolahan limbah seharusnya
juga menggunakan teknologi bersih. Pemilihan proses untuk pengolahan limbah
lebih banyak didasarkan pada biaya rendah, bukan pada dampak terhadap
lingkungan. Hal tersebut berlawanan dengan apa yang diharapkan masyarakat

12
luas, bahwa unit pengolahan limbah adalah untuk membersihkan lingkungan.
Ternyata unit pengolah limbah seringkali menjadi sumber pencemaran.
Penerapan produksi bersih dalam pengoperasian unit pengolah air limbah
diantaranya dapat dilakukan dengan upaya minimasi jumlah buangan air limbah,
subsitusi pemakaian bahan kimia tidak ramah lingkungan dalam proses
pengolahan limbah seperti pemakaian koagulan/flokulan yang mengandung
logam berat, efisien penggunaan sumber daya (luas lahan, energi, dan air)
dalam proses operasi, pemakaian teknologi pengolahan air limbah yang lebih
efisien, dan pemanfaatan ulang air hasil pengolahan dari unit pengolah air
limbah.
Beban pengolahan yang diterima unit pengolah air limbah Waste Water
Treatment Plant (WWTP) PT Mane Indonesia dibawah kapasitas desain,
walaupun unit tersebut bekerja dibawah kapasitas desain namun tetap
dioperasikan secara keseluruhan. Dengan cara tersebut sistem pengoperasian
WWTP PT Mane Indonesia dapat dikatakan tidak ekonomis. Secara matematis,
dengan pengoperasian sebagian unit pengolah air limbah secara optimal sudah
cukup untuk mengolah seluruh air limbah yang dihasilkan.
Dapat diketahui bersama bahwa pengoperasian unit pengolah limbah
memerlukan biaya yang tidak sedikit, dalam pengoperasian unit pengolah air
limbah diperlukan biaya–biaya yang meliputi biaya perawatan secara berkala
(preventive maintenance), biaya perbaikan, pemakaian arus listrik, tenaga
operator, dan pemakaian bahan kimia. Limbah cair seharusnya dianggap sebagai
sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Hasil analisis laboratorium
menggambarkan air hasil pengolahan di WWTP PT Mane Indonesia masih layak
dipakai untuk beberapa jenis pemakaian diantaranya untuk fire water dan
domestic usage. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji peluang efisiensi yang
diperoleh dari penerapan produksi bersih pada sistem pengolahan air limbah di
PT. Mane Indonesia.

13
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang
dapat diidentifikasi terkait dengan prinsip-prinsip produksi bersih adalah sebagai
berikut:
1. Penggunaan sumber daya air yang secara terus menerus dalam kegiatan
industri sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas air
bersih. Aktifitas industri menghasilkan limbah cair yang dapat
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan yang berdampak negatif.
2. Inefisiensi penggunaan air. Kebutuhan air bersih untuk operasional
perusahaan, baik untuk air proses maupun keperluan domestik disuplai
keseluruhan dari kawasan MM2100. Disisi lain belum ada upaya untuk
pemanfaatan air effluent WWTP PT Mane Indonesia yang kualitasnya
relatif bagus dan jumlahnya relatif besar.
3. Inefisiensi penggunaan energi listrik. Pengoperasian WWTP PT Mane
Indonesia tidak optimal, dimana unit bekerja dibawah kapasitas desain,
sehingga pemakaian energy listrik yang digunakan sebagai tenaga
penggerak motor, pompa dan sistem aerasi di WWTP PT Mane Indonesia
menjadi tidak efisien.
Pemakaian air dan energi yang tidak terkendali akan mengancam
pelestarian sumber daya alam dalam rangka menuju pembangunan yang
berkelanjutan.
4. Inefisiensi penggunaan bahan kimia. Pengoperasian WWTP PT Mane
Indonesia tidak optimal, dimana penggunaan bahan kimia untuk proses
koagulasi terlalu berlebih, disisi lain belum ada upaya untuk mendesain
proses yang efektif dan efisien dari segi biaya dan lingkungan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis pilih maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam skripsi ini sebagai berikut:
 Bagaimanakah proses Waste Water Treatment di PT. Mane Indonesia?

14
 Bagaimanakah efektifitas dari Proses Waste Water Treatment yang
dilakukan oleh PT. Mane Indonesia ditinjau dari aspek lingkungan dan
ekonomi?
 Bagaimanakah efektifitas dari penerapan produksi bersih di WWTP PT
Mane Indonesia ?

1.4 Batasan Masalah


Agar skripsi ini dapat dilakukan lebih fokus dan mendalam maka penulis
memandang skripsi ini perlu dibatasi variabelnya. Maka disusun untuk
pembatasan skripsi ini berkaitan dengan “Peluang-Peluang Penerapan Produksi
Bersih di Waste Water Treatment Plant PT Mane Indonesia” karena sesuai dengan
tingginya kebutuhan air, listrik, dan bahan kimia yang digunakan untuk
operasional dan untuk menentukan sistem yang bisa diterapkan dalam rangka
penghematan energi dan sumber daya yang digunakan.

1.5 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses Waste Water Treatment yang dilakukan oleh
PT. Mane Indonesia.
2. Untuk mengetahui efektifitas dari Proses Waste Water Treatment yang
dilakukan oleh PT. Mane Indonesia ditinjau dari aspek lingkungan dan
ekonomi.
3. Untuk mengetahui efektifitas dari penerapan produksi bersih di WWTP
PT Mane Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Manfaat Bagi Penulis
1. Menambah pengalaman mahasiswa dalam memahami sistem
sehingga mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang telah dipelajari
ke dalam lingkungan kerja yang nyata.

15
2. Mendapat gambaran yang utuh mengenai aplikasi ilmu Pengolahan
air limbah di PT. Mane Indonesia.
3. Mampu menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat waktu terkait
peluang penerapan produksi bersih di PT Mane Indonesia.

1.6.2 Manfaat Bagi Institusi


Sebagai bahan informasi yang berguna tentang kajian peluang
penerapan produksi bersih di WWTP pada Universitas Pelita Bangsa terutama
untuk Program Studi Teknik Lingkungan.

1.6.3 Manfaat Bagi Perusahaan


Menerapkan proses pemahaman dalam konteks pembelajaran di
kampus dengan aplikasi di lapangan, sehingga hasil dari penelitian yang dilakukan
penulis diharapkan dapat menjadi referensi yang bermanfaat untuk mengkaji dan
mengevaluasi sistem pengolahan air limbah di perusahaan.

1.7 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini akan dibahas teori yang relevan dengan materi dan topik penelitian,
diantaranya mengenai peneliti terdahulu, pengertian produksi bersih, penerapan
produksi bersih di industri, dan penjelasan metode penelitian yang digunakan.

16
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas : Objek dan waktu penelitian, Metode
Penelitian, Identifikasi Inefisiensi, Kajian Peluang Efisiensi, Analisis Data (Primer
dan Sekunder), Jadwal penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum perusahaan dan
hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian kemudian dilakukan pembahasan
terhadap hasil penelitian tersebut.

BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan disimpulkan mengenai tercapai atau tidaknya tujuan
penelitian serta pemberian saran-saran untuk penelitian lebih lanjut.

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.7 Definisi dan Karakteristik Air Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Air limbah adalah gabungan dari cairan dan air yang mengandung
limbah yang berasal dari perumahan, perkantoran, dan kawasan industri
(Tchobanoglous, 1991 dalam Habibi, 2012).
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Faktor yang
mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan
pencemar dan frekuensi pembuangan limbah, sedangkan tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4
bagian, yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel dan limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun).
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.
Perubahan yang terjadi pada air yang tercemar adalah:
1) Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen). Air normal yang
memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai
6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH
netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan organisme
didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta
debit air sungai rendah. Limbah dengan pH rendah atau bersifat asam bersifat
korosif terhadap logam.
2) Perubahan warna, bau dan rasa. Air bersih tidak berwarna, sehingga tampak

18
bening atau jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut
merupakan salah satu indi kasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air
lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat
berasal dari limbah industri atau dari hasil degradasi oleh mikroorganisme.
Mikroorganisme yang hidup dalam air akan mengubah bahan organik menjadi
bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3) Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah
industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak
larut sempurna akan mengendap didasar sungai, dan yang larut sebagian akan
menjadi koloid dan akan menghalangi bahan-bahan organik yang sulit diukur
melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat
diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya
terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan
anorganik (Wardana, 1999).

2.1.1 Ciri-ciri Fisik


Ciri-ciri fisik utama air limbah adalah kandungan bahan padat, warna, bau
dan suhunya.
 Bahan padat
Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dibedakan atas
empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya (Fardiaz,
1992 dalam Habibi, 2012). Empat kelompok tersebut yaitu:
a) Padatan terendap (sedimen)
b) Padatan tersuspensi dan koloid
c) Padatan terlarut
d) Minyak dan lemak
 Warna
Warna adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum
air limbah. Air buangan industri serta bangkai benda organis yang menentukan
warna air limbah itu sendiri (Sugiharto, 1987 dalam Habibi, 2012).

19
 Bau
Pembusukan air limbah adalah merupakan sumber dari bau air limbah
(Sugiharto, 1987 dalam Habibi, 2012). Hal ini disebabkan karena adanya zat
organik terurai secara tidak sempurna dalam air limbah.
 Suhu
Suhu air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya
tambahan air hangat dari perkotaan (Tchobanoglous, 1991 dalam Habibi, 2012).

2.1.2 Ciri-ciri Kimiawi


Air limbah tentunya mengandung berbagai macam zat kimia. Bahan
organik pada air limbah dapat menghabiskan oksigen serta akan menimbulkan
rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Pengujian kimia yang
utama adalah yang bersangkutan dengan amonia bebas, nitrogen organik, nitrit,
nitrat, fosfor organik dan fosfor anorganik (Tchobanoglous, 1991 dalam Habibi,
2012).

2.1.3 Ciri-ciri Biologis


Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah ada
bakteri-bakteri pathogen berada di dalam air limbah. Berbagai jenis bakteri yang
terdapat di dalam air limbah sangat berbahaya karena menyebabkan penyakit.
Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah merupakan bantuan yang
sangat penting bagi proses pembusukan bahan organik (Tchobanoglous, 1991
dalam Habibi, 2012). Limbah cair merupakan air buangan yang dihasilkan dari
suatu industri yang merupakan hasil samping dari suatu proses produksi yang
dapat memberikan dampak pada lingkungan. Adapun efek samping dari limbah
tersebut dapat berupa:
1. Membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu
penyakit (sebagai vehicle).
2. Merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada
benda/bangunan maupun tanam-taman dan peternakan.

20
3. Dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti
ikan dan binatang peliharaannya lainnya.
4. Dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan pemandangan
yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan
daerah rekreasi.
Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang
akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri sebelum industri tersebut mulai
beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan industri tersebut menghasilkan
limbah yang berbahaya atau tidak, sehingga segera dapat ditetapkan perlu
tidaknya disediakan bangunan pengolah air limbah serta teknologi yang
dipergunakan dalam pengolahan (Sugiharto, 1987 dalam Habibi, 2012).

2.2 Sumber dan Karakteristik Limbah Cair


Sumber limbah cair bermacam-macam sumber penyebabnya, bisa
berdasarkan jenis proses maupun material yang diolah sehingga menghasilkan
limbah cair, serta mempunyai karakteristik limbah cair yang berbeda sesuai
dengan sumber limbah cairnya. Berikut sumber dan karakteristik dalam tabel :

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Secara Fisik, Kimia dan Biologis serta
Sumbernya
Karakteristik Sumber Asal Air Limbah
Sifat Fisik :
Air buangan rumah tangga dan industri, bangkai
Warna benda organik.
Bau Pembusukan air limbah dan air industri.
Penyediaan air minum rumah tangga, air limbah
Endapan
rumah tangga dan industri, erosi tanah, infiltrasi.
Temperatur Air limbah rumah tangga dan industri.
Kandungan Bahan Kimia :
Organik:
Air limbah rumah tangga, perdagangan serta limbah
Karbohidrat industri.

21
Minyak, lemak dan Air limbah rumah tangga, perdagangan serta limbah
Gemuk industri.
Pestisida Air limbah pertanian.
Fenol Air limbah industri.
Protein Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Polutan utama Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Surfaktan Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Senyawa organic volatile Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Lain- lain Bangkai bahan organik alamiah.
Anorganik:
Air limbah dan air minum rumah tangga serta
Kesadahan
infiltrasi air tanah.
Air limbah dan air minum rumah tangga dan
Klorida
infiltrasi air tanah.
Logam berat Air limbah industri.
Nitrogen Air limbah rumah tangga dan pertanian.
Ph Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri
Fosfor serta limpahan air hujan.
Polutan utama Air limbah rumah tangga, perdagangan dan industri.
Air limbah dan air minum rumah tangga serta air
Belerang
limbah industri dan perdagangan.
Gas- gas:
Hidrogen sulfide Pembusukan limbah rumah tangga.
Metan Pembusukan limbah rumah tangga.
Penyediaan air minum rumah tangga serta
Oksigen
perembesan air permukaan.
Kandungan biologis:
Hewan Saluran terbuka dan bangunan pengolah.
Tumbuh- tumbuhan Saluran terbuka dan bangunan pengolah.
Protista:

Limbah rumah tangga, infiltrasi air permukaan dan


Eubacteria
bangunan pengolah.
Limbah rumah tangga, infiltrasi air permukaan dan
Archaebacteria
bangunan pengolah.

22
Virus Limbah rumah tangga.
Sumber : Tchobanoglous and Burton, 1991
2.3 Parameter Fisik
Untuk mengetahui kadar limbah cair bisa diketahui dari fisik limbah yang
berupa:
1. Kekeruhan (Turbidity)
Kekeruhan merupakan hasil dari penyebaran / pemancaran dan absorpsi sinar
yang dilakukan oleh suspended solid.
2. Padatan Total (Total Solids)
Padatan total (Total Solids) terdiri atas zat organik, anorganik, zat yang dapat
mengendap, zat tersuspensi maupun zat yang terlarut yang terdapat dalam air
limbah (Qasim, 1985).
3. Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid)
Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid) adalah jumlah berat dalam
mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami penyaringan
dengan membran berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987).
4. Bau
Bau yang dihasilkan oleh limbah terjadi pada saat air limbah terurai pada
kondisi anaerob. Bau ini berasal dari bahan-bahan volatile (mudah menguap), gas
terlarut, hasil pembusukan bahan organik dan minyak yang dilakukan oleh
mikroorganisme (Sugiharto,1987).
5. Warna
Parameter warna ini umumnya tidak berbahaya tetapi hanya mengurangi
estetika saja ( Sugiharto, 1987).
6. Temperatur
Temperatur air limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih. Hal ini
terjadi karena adanya kegiatan mikroba dalam air, gas yang dihasilkan dari
kegiatan mikroba tersebut, dan karena adanya viskositas aliran air limbah
(Qasim,1985).

23
2.4 Parameter Kimia
Untuk mengetahui kualitas dari limbah cair dapat diketahui dengan
pengecekan parameter kimia yang terkandung didalam limbah cair sebagai
berikut:
1. pH
pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat keasaman atau
kebasaan dari suatu larutan yang dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen
terlarut. Pada instalasi pengolahan air buangan secara biologi, pH harus dikontrol
supaya berada dalam rentang yang cocok untuk organisme tertentu yang
digunakan.
Baku mutu pH berkisar pada rentang yang cukup besar di se kitar pH
netral, yaitu antara 6.0-9.0. Hal ini bukan berarti bahwa perubahan pH yang terjadi
sepanjang rentang tersebut sama sekali tidak berdampak terhadap makhluk hidup
dan lingkungan sekitar. pH merupakan faktor penting yang menentukan pola
distribusi biota akuatik, karena itu perubahan pH yang kecil dapat memberi
dampak besar terhadap toksisitas polutan seperti amonia. Dampak dari sejumlah
polutan dapat bervariasi, mulai dari tak terdeteksi sampai sangat serius, tergantung
pada pH.
2. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah suatu analis is empiris yang mencoba mendekati secara global
proses-proses biologis yang benar -benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat -zat organik yang
tersuspensi dalam air.
3. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang
ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air ol eh zat-zat organis yang secara alamiah dapat
dioksidasi melalui mikrobiologis menjadi CO2, H2O dan senyawa organik, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air.
Jumlah oksigen terhitung jika komposisi zat organis terlarut telah diketahui dan

24
dianggap semua C, H, dan N habis teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan NO3.
4. Total Nitrogen (N Total)
Total nitrogen adalah kandungan nitrogen organik, amonia, nitrit dan nitrat
yang terdapat dalam air limbah. Nitrogen dan fosfor bersama-sama dengan karbon
berfungsi sebagai nutrien yang dapat menyelaraskan pertumbuhan tumbuhan di air
(Qasim, 1985).
5. Nitrogen Amonia (NH3-N)
Amonia (NH3) terdapat secara alami dalam berbagai konsentrasi pada air
tanah, air permukaan, dan air buangan. Amonia dapat berasal dari reduksi
senyawa organik yang mengandung nitrogen, deaminasi senyawa amina, hidrolisa
urea, dan akibat penggunaannya untuk deklorinasi dalam instalasi pengolahan air.
Jumlah amonia dalam air tanah relatif sedikit karena diserap oleh tanah. Dalam
larutan aqueous amonia bereaksi membentuk kesetimbangan sebagai berikut:
NH3+ H2O  NH4++ OH-
Amonia bersifat sangat toksik terhadap banyak organisme terutama ikan dan
invertebrata, sedangkan amonium (NH4+) bersifat kurang toksik. Konsentrasi
amonia dalam air tergantung pada pH dan temperatur. Semakin tinggi pH dan
temperatur air, semakin tinggi juga konsentrasi amonia. Konsentrasi amonia juga
menentukan tingkat toksisitas larutan (Qasim, 1985).
Nitrifikasi adalah proses oksidasi biologi amonia menjadi nitrat oleh bakteri
autotrof, dengan nitrit sebagai senyawa antara. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
2NH4++ 3O2  2NO2-+ 4H++ 2H2O (oleh bakteri nitrosomonas) 2NO2-+ O2 
2NO3- (oleh bakteri nitrobacter).

2.5 Dampak Negatif Air Limbah


Apabila air limbah tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
gangguan, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada.
Gangguan tersebut diantaranya meliputi:
7. Gangguan terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia, mengingat air

25
limbah mengandung banyak mikroorganisme, baik yang bersifat patogen
maupun nonpatogen. Contoh bakteri patogen yaitu Virus, Vibrio kolera,
Salmonella thyposa, Shigella sp, Mikobakterium tuberkulosa, Entamuba
histolitica.
8. Gangguan terhadap kehidupan biotik
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada dalam air limbah, maka akan
menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air. Dengan demikian
kehidupan didalam air yang membutuhkan oksigen terganggu. Selain
menyebabkan ikan dan bakteri-bakteri dalam air menjadi mati, namun juga dapat
menimbulkan kerusakan pada tanaman air.
9. Gangguan terhadap keindahan dan kenyamanan
Selama proses penguraian zat organik dalam air limbah maka menimbulkan
bau yang tidak menyenangkan dan warna air limbah menimbulkan gangguan
pemandangan (Novi Marliani, 2014).

2.6 Teknik Pengolahan Limbah Cair


Menurut LAPI ITB, 1998, Pengolahan limbah cair terutama ditujukan
untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air, seperti senyawa
organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen dan senyawa organik yang tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses pengolahan
dilakukan sampai batas tertentu sehingga limbah cair tidak mencemarkan
lingkungan hidup.
Oleh karena itu, pengolahan limbah cair dapat dibagi menjadi 5 tahap:
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and
grit removal, equalization and storage, transfer gas, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama
dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang

26
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah
neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan
filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air
limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4. Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)
Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange,
membrane separation, serta thickening gravity or flotation.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet combustion, pressure
filtration, vacuum filtration, centrifugation, lagooning or drying bed, incineration,
atau landfill.
Tahap tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengkategorikan
dan melaksanakan pengolahan sesuai dengan beban dan kandungan suatu limbah
cair. Dalam bab ini akan dibahas pengolahan awal dan tahap pertama secara
singkat dan tahap kedua secara lebih rinci (LAPI ITB, 1998).

2.6.1 Pengolahan Awal dan Tahap Pertama


Tujuan dari pengolahan awal dan tahap pertama adalah untuk
meminimalkan variasi konsentrasi dan laju alir dari limbah cair dan juga
menghilangkan zat pencemar tertentu. Terhadap beberapa jenis limbah cair perlu
diberikan pengolahan awal untuk menghilangkan zat pencemar yang tak
terbiodegradasi atau beracun, agar tidak mengganggu proses-proses selanjutnya.
Sebagai contoh limbah cair yang akan ditangani secara biologis harus memenuhi
kriteria tertentu yaitu: pH antara 6-9; total padatan tersuspensi <125 mg/L;

27
minyak dan lemak <15 mg/L; sulfida <50 mg/L, dan logam-logam berat
umumnya <1 mg/L (Tchobanoglous, 1991).
Jenis operasi atau proses yang dapat digolongkan ke dalam pengolahan awal dan
tahap pertama, antara lain:
1. Penyaringan (Screening)
Berfungsi untuk menghilangkan partikel-partikel besar dan limbah cair. Alat ini
dipakai pada industri pengalengan, bir, dan kertas. Terdapat berbagai jenis alat
penyaringan, misalnya, bar racks, static screens, dan vibrating screens.
2. Ekualisasi
Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi variasi laju alir dan konsentrasi
limbah cair, agar mencegah pembebanan tiba-tiba (shock load). Bentuk alat ini
umumnya adalah kolam yang dapat dilengkapi dengan pengaduk atau tanpa
pengaduk, terkadang pula disertai dengan aerasi untuk mencegah kondisi septik.
3. Netralisasi
Seringkali limbah cair industri bersifat asam atau basa sehingga membutuhkan
proses netralisasi sebelum pengolahan lanjut. Jika kemudian dialirkan ke pengola
han biologis, maka pH harus dipertahankan dalam rentang 6,5-9,0 untuk
menghindari inhibisi. Kadang-kadang pencampuran limbah basa dengan limbah
asam dapat dilakukan untuk memperoleh proses netralisasi yang ekonomis. Untuk
keperluan ini, dibutuhkan bak netralisasi dengan level cairan konstan yang
bertindak sebagai tangki netralisasi. Limbah cair yang bersifat asam dapat
dinetralisasi dengan melewatkan limbah pada unggun batu kapur, setelah
ditambahkan kapur padam Ca(OH)2, soda kaustik NaOH, atau soda abu Na2CO3.
Terdapat dua tipe unggun batu kapur yaitu upflow dan downftow, namun yang
lebih populer adalah tipe upflow. Unggun batu kapur tidak dapat digunakan
apabila (1) Kandungan sulfat lebih dari 0,6%, CaSO4 yang terbentuk akan
menutupi permukaan batu kapur dan menghambat reaksi netralisasi, (2)
3+
Kandungan ion logam Al dan Fe3+, garam hidroksida yang terbentuk juga akan
menutupi permukaan batu kapur dan menghambat reaksi netralisasi.
Unggun yang dioperasikan upflow lebih populer karena produk reaksi seperti CO2
akan dapat dengan mudah dipisahkan dibandingkan pada pengoperasian

28
downflow. Sebelum memutuskan untuk menerapkan sistem ini, disarankan untuk
melakukan kajian dalam skala pilot. Kapur padam Ca(OH)2 biasanya tersedia
lebih murah dibandingkan senyawa basa lain atau bahkan soda abu Na2CO3,
sehingga menjadi bahan yang paling sering digunakan untuk netralisasi limbah
cair asam.
Limbah cair basa dinetralkan dengan asam mineral kuat seperti H2SO4, HCI, atau
dengan CO2. Biasanya jika sumber CO2 tidak tersedia, netralisasi dilakukan
dengan H2SO4, karena harga H2SO4 yang lebih murah dibandingkan HCI. Reaksi
dengan asam mineral berlangsung cepat, sehingga perlu digunakan tangki
berpengaduk yang dilengkapi sensor pH untuk mengendalikan laju pemasukan
asam. Netralisasi limbah cair basa menggunakan CO2 biasanya menggunakan
perforated pipe grid yang diletakkan di bagian dasar tangki netralisasi, H2CO3
yang terbentuk akan bereaksi dengan senyawa-senyawa basa dalam limbah cair.
Proses netralisasi dapat diselenggarakan secara ekonomis apabila tersedia gas
buang pembakaran (flue gas).
4. Sedimentasi awal (primary sedimentation)
Tujuan sedimentasi awal adalah untuk menghilangkan zat padat yang
tersuspensi. Partikel tertentu, seperti padatan limbah kertas, pulp atau domestik,
akan menggumpal pada saat partikel tersebut menuju dasar tangki sedimentasi,
sehingga mempengaruhi laju pengendapan. Ini dikenal dengan pengendapan
floculant. Partikel seperti pasir, abu dan batubara tidak menggumpal, ini dikenal
dengan nama pengendapan discrete. Terdapat berbagai jenis tangki sedimentasi,
tetapi pada umumnya padatan dikeluarkan dari dasar tangki secara mekanis.

2.6.2 Pengolahan Tahap Kedua


Pengolahan biologis termasuk dalam pengolahan tahap kedua. Tujuannya
adalah untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa organik atau
anorganik dalam suatu air buangan. Fungsi ini dapat dicapai dengan bantuan
aktifitas mikrorganisme gabungan (mixed culture) yang heterotrofik.
Mikroorganisme mengkonsumsi bahan-bahan organik untuk membentuk
biomassa sel baru serta zat-zat organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan

29
dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya. Deskripsi secara umum dari proses
biologis ini ditunjukkan oleh Gambar 2.1 (Tchobanoglous, 1991).
Mikroorganisme dalam proses biologis sangat tergantung pada zat yang
terdapat dalam air buangan, apabila zat organik yang tersedia kurang maka
mikroorganisme akan menopang hidupnya dengan mengkonsumsi protoplasma.
Proses ini disebut respirasi endogen (endogenus respiration). Jika kekurangan zat
organik ini berlangsung terus, mikroorganisme akan mati kelaparan atau
mengkonsumsi seluruh protoplasma hingga yang tersisa adalah residu organik
yang relatif stabil (Tchobanoglous, 1991).
Proses biologis untuk mengolah air buangan, jika ditinjau dari pemanfaatan
oksigennya, dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu:
 Proses aerobik
 Proses anaerobik
 Proses anoksidan
 Kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu proses diatas.
Masing-masing proses ini masih dibedakan lagi bertalian dengan apakah
pengolahan dicapai dalam suatu sistem pertumbuhan tersuspensi, sistem
pcrtumbuhan yang menempel pada media inert yang diam atau kombinasi
keduanya. Disamping itu, proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar
proses operasinya. Ada tiga macam proses yang termasuk dalam cara
pengelompokkan ini, yaitu:
1. Proses kontinyu dengan atau tanpa daur ulang.
2. Proses batch.
3. Proses semibatch.
Proses kontinyu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik limbah cair
domestik dan industri, sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak
digunakan untuk sistem anaerobik.

30
Gambar 2.1 Oksidasi Biologis Sempurna dari Buangan Organik

2.6.3 Sistem Lumpur Aktif


Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu
bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif,
limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan
diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan
suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke
tangki sedimentasi, dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah.
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang
telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor
konstan (MLSS = 3-5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut
sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Proses Lumpur Aktif

31
Variabel operasional didalam proses lumpur aktif yang umum digunakan
dalam pengolahan limbah cair adalah sebagai berikut :
1. Beban BOD
Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk
(influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

Beban BOD = kg/m³.hari

Dimana: Q = Debit air limbah yang masuk (m³/hari)


S0 = konsentrasi BOD didalam air limbah yang masuk (kg/ m³)
V = Volume reaktor (m³)
Untuk proses lumpur aktif standar beban BOD umumnya berkisar antara
0,3–0,8 kg/m³.hari, sedangkan untuk proses lumpur aktif extended aeration beban
BOD yang umum digunakan berkisar antara 0,15 – 0,25 kg/m³.hari (JSWA, 1979
dalam Said, 2007).
2. Mixed-Liqour Suspended Solids (MLSS)
Isi didalam bak aerasi pada proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur
aktif disebut sebagai mixed liqour yang merupakan campuran antara air limbah
dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya. MLSS adalah
jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral,
termasuk didalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan
menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter
dikeringkan pada temperatur 105°C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
3. Mixed-Liqour Volatile Suspended Solids (MLVSS)
Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material
organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan
Lawrence, 1980 dalam Said, 2007). MLVSS diukur dengan memanaskan terus
sampel filter yang telah kering pada 600 - 650°C, dan nilainya mendekati 65 –
75% dari MLSS.
4. Food to Microorganism Ratio atau Food to Mass Ratio (F/M Ratio)

32
Parameter ini menunjukan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi
dengan jumlah massa mikroorganisme didalam bak aerasi atau reaktor. Besarnya
nilai F/M Ratio umumnya ditunjukan dalam kilogram BOD per kilogram MLSS
per hari. F/M dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

F/M =

Dimana: Q = laju air limbah (m³/hari)


S0 = Konsentrasi BOD didalam air limbah yang masuk ke bak
aerasi/reaktor (kg/ m³)
S = Konsentrasi BOD didalam efluen (kg/ m³)
MLSS = Mixed-Liqour Suspended Solids (kg/ m³)
V = Volume bak aerasi (m³)
Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif dari
bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju sirkulasi
lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk pengolahan air limbah dengan
sistem lumpur aktif konvensional atau standar rasio F/M adalah 0,2-0,5 kg BOD
per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen
murni (Hammer, 1986 dalam Said, 2007). Rasio F/M yang rendah menunjukan
bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah
rasio F/M pengolahan limbah semakin efisien.
5. Hidroulic Retention Time (HRT)
Waktu tinggal hidrolik (HRT) adalah waktu rata rata yang dibutuhkan oleh air
limbah masuk dalam bak atau tangki aerasi. Untuk proses lumpur aktif, nilainya
berbanding terbalik dengan laju pengenceran.
HRT = 1/D = V/Q
Dimana: V = volume bak reaktor
Q = debit air limbah yang masuk kedalam tangki aerasi
D = Laju pengenceran (jam-1)

33
6. Ratio Sirkulasi Lumpur (Hidroulic Recycle Ratio, HRR)
Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang
disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak
aerasi.
7. Umur Lumpur (Sludge Age)
Umur lumpur sering disebut waktu tinggal rata rata sel (mean cell residence
time). Parameter ini menunjukan waktu tinggal rata rata mikroorganisme dalam
sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal
sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari. Parameter ini berbanding
terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Hammer, 1986 dalam Said, 2007):

Umur lumpur (hari) =

Dimana : MLSS = Mixed-Liqour Suspended Solids (mg/l)


V = Volume bak aerasi (L)
SSe = padatan tersuspensi dalam efluen (mg/l)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe = laju efluen limbah (m³/hari)
Qw = laju influen limbah (m³/hari)

Umur lumpur dapat bervariasi antara 5-15 hari untuk sistem lumpur aktif
konvensional. Pada musim dingin dapat menjadi lebih lama dibandingkan pada
musim panas. Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah
beban organik atau BOD, suplai oksigen, dan pengendalian dan operasi bak
pengendapan akhir. Bak pengendapan akhir ini mempunyai dua fungsi yakni
untuk penjernihan dan pemekatan lumpur.
Pengendapan lumpur tergantung rasio F/M dan umur lumpur.
Pengendapan yang baik dapat terjadi jika lumpur mikroorganisme berada dalam
fase endogeneous, yang terjadi jika karbon dan sumber energi terbatas dan jika
pertumbuhan bakteri rendah. Pengendapan lumpur yang baik dapat terjadi pada
rasio F/M yang rendah. Pengendapan yang tidak baik dapat terjadi akibat

34
gangguan yang tiba tiba pada parameter fisik (suhu dan pH), kekurangan
makanan, dan kehadiran zat racun yang dapat menghancurkan sebagian flok yang
sudah terbentuk. Untuk operasi rutin, operator harus mengukur laju pengendapan
lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur.
Cara konvensional untuk mengamati kemampuan pengendapan lumpur
adalah dengan menentukan indeks volume sludge (Sludge Volume Inex = SVI).
Caranya adalah sebagai berikut:
Campuran lumpur dan air limbah (mixed liqour) dari bak aerasi dimasukan
dalam silinder kerucut volume 1 liter dan dibiarkan selama 30 menit. Volume
sludge dicatat. SVI adalah menunjukan besarnya volume yang ditempati 1 gram
lumpur. SVI dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

SVI (ml/g) = mm/gr

Dimana: SV = volume endapan lumpur didalam silinder kerucut setelah


30 menit pengendapan (ml)
MLSS = Mixed-Liqour Suspended Solids (mg/l)
Didalam unit pengolahan air limbah dengan sitem lumpur aktif
konvensional dengan MLSS < 3500 mg/l, nilai SVI yang normal adalah berkisar
antara 50–150 ml/gr. Mengingat parameter operasional didalam proses lumpur
aktif yang harus dikontrol sangat banyak, maka proses pengolahan air limbah
dengan proses lumpur aktif cukup rumit dan memerlukan keahlian operator yang
cukup.

2.6.4 Sistem Trickling Filter


Trikling filter digunakan untuk menghilangkan bahan organik dari limbah
cair. Trikling filter adalah sistem pengolahan aerobik yang memanfaatkan
mikroorganisme melekat pada media untuk menghilangkan bahan organik dari
limbah cair. Trikling Filter (TF) mengeksploitasi keuntungan biofilter
konvensional dan menggunakan media yang mengandung nutrisi untuk
mempertahankan aktivitas mikroba dalam biofilm (EPA, 2000 dalam Jaya, 2014).

35
Trickling filter terdiri dari media tetap melalui bantalan yang pra menetap
atau (layar mikro), air limbah disaring menetes ke bawah sesuai ketinggian
trickling filter. Karena metabolisme bakteri membutuhkan oksigen, udara perlu
dipasok ke Biofilm. Air limbah mengalir ke bawah bangsal atas biofilm aerobik
yang tipis dan substrat terlarut berdifusi kedalam biofilm, sementara metabolit
yang lain berdifusi dari biofilm dalam air curah. Selama menetes, air terus
mengandung kadar oksigen sedangkan karbon dioksida hilang oleh ventilasi udara
(Eding et al., 2006 dalam Jaya, 2014). Trickling filter adalah sistem tiga fase
dengan biofilm tetap. Air limbah memasuki bioreaktor melalui sistem distribusi,
menetes ke bawah di atas permukaan biofilm. Komponen trickling filter biasanya
mencakup sistem distribusi, struktur penahanan, batu atau media plastik, saluran
bawah, dan sistem ventilasi (Daiger, 2011 dalam Jaya, 2014).
Polutan dalam limbah cair yang mengalir melalui permukaan media padat
akan terabsorps oleh mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada
permukaan media padat tersebut. Setelah mencapai ketebalan tertentu, biasanya
lapisan biomassa ini terbawa aliran limbah cair ke bagian bawah. Limbah cair di
bagian bawah dialirkan ke tangki sedimentasi untuk memisahkan biomassa.
Resirkulasi dari tangki sedimentasi diperlukan untuk meningkatkan efisiensi
(Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Skema Trickling Filter

36
Faktor-faktor yang berpengaruh TF agar dapat berjalan dengan baik
dan diperlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Wardana, 2004 dalam
Jaya, 2014):
1. Lama Waktu Tinggal TF
Waktu aerasi dirancang umumnya antara 3–8 hari. Lama waktu tinggal ini
dimaksudkan agar mikroorganisme dapat menguraikan bahan-bahan organik dan
tumbuh di permukaan media membentuk lapisan biofilm atau lapisan berlendir.
2. Aerasi
Agar aerasi berlangsung dengan baik, media TF harus disusun sedemikian rupa
sehingga memungkinkan masuknya udara ke dalam sistem TF tersebut.
Keterbatasan udara dalam hal ini adalah oksigen sangat berpengaruh terhadap
proses penguraian oleh mikroorganisme. Aerasi juga dapat dilakukan dengan
distributor berputar. Air limbah dikeluarkan di atas penyaring menetes oleh suatu
distributor berputar sehingga aerasi cairan berlangsung sebelum kontak dengan
media.
3. Jenis Media
Bahan untuk media TF harus kuat, keras, tahan tekanan, tahan lama, tidak
mudah berubah dan mempunyai luas permukaan per unit volume yang tinggi.
Bahan yang biasa digunakan adalah kerikil, batu kali, antrasit, batu bara dan
sebagainya. Akhir-akhir ini telah digunakan media plastik yang dirancang
sedemikian rupa, sehingga menghasilkan panas yang tinggi.
4. Diameter Media
Diameter media TF biasanya antara 2,5-7,5 cm. Sebaiknya dihindari
penggunaan media dengan diameter terlalu kecil karena akan memperbesar
kemungkinan penyumbatan.Makin luas permukaan media, maka makin banyak
pula mikroorganisme yang hidup diatasnya.
5. Ketebalan Susunan Media
Ketebalan media TF minimum 1 meter dan maksimum 3-4 meter. Makin tinggi
ketebalan media, maka akan makin besar pula total luas permukaan yang
ditumbuhi mikroorganisme sehingga makin banyak pula mikroorganisme yang
tumbuh menempel diatasnya.

37
6. pH
Pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri, dipengaruhi oleh nilai pH.
Agar pertumbuhan baik, diusahakan nilai pH mendekati keadaan netral. Nilai pH
antara 4-9,5 dengan nilai pH yang optimum 6,5-7,5 merupakan lingkungan yang
sesuai.
7. Karakteristik Air Buangan
Air buangan yang diolah dengan TF terlebih dahulu diendapkan, karena
pengendapan dimaksudkan untuk mencegah penyumbatan pada distributor dan
media filter.
8. Temperatur
Temperatur mempengaruhi kecepatan reaksi dari suatu proses biologis.

2.6.5 PACT (Powdered Activated Carbon Treatment)


Perlakuan lanjut terhadap keluaran (Effluent) proses lumpur aktif
seringkali diperlukan, apabila mutu keluaran tidak memenuhi baku mutu yang
berlaku. Hal ini umumnya terjadi bila: (1). Fraksi senyawa organik yang tak-
terbiodegradasi dalam umpan cukup besar, (2). Terjadi gangguan proses, misalnya
laju alir/konsentrasi umpan seringkali berfluktuasi dengan beda yang cukup besar;
dan (3). Masih ada komponen-komponen yang berbahaya bagi kehidupan akuatik
yang belum dapat disisihkan oleh proses lumpur aktif misalnya amonia dan ion-
ion logam (Tcobanoglous, 1991).
Salah satu gagasan untuk memperbaiki proses lumpur aktif adalah
menambakkan karbon aktif bubuk ( Powdered activated carbon, PAC) langsung
ke lumpur aktif ,atau dikenal dengan PACT (Powdered activated carbon
treatment). Biaya operasi penambahan langsung ini lebih murah daripada biaya
kapital (capital cost) atau biaya operasi yang dibutuhkan untuk perlakuan lanjut.
Meskipun penambahan karbon aktif ke lumpur aktif diketahui dapat
memperbaiki unjuk kerja proses lumpur aktif, tetapi mekanisme kerjanya baru
terungkap pada tahun 1984 oleh Schultz dan Keinath. Mereka menyimpulkan
bahwa mekanisme perbaikan karbon aktif pada proses lumpur aktif dapat
dikelompok sebagai berikut:

38
1. Aktivitas biologis mikroorganisme ditingkatkan oleh karbon aktif
(enhanced bioacti fity 'stimulation of biological activity')
2. Bioregenerasi.
3. Adsorpsi produk metabolit (metabolite products.)
Mekanisme pertama, yaitu kemampuan karbon aktif untuk meningkatkan
aktifitas mikroba disebabkan oleh naiknya konsentrasi senyawa organik pada
permukaan karbon aktif dan waktu kontak yang lebih panjang antara mikroba
dengan senyawa organik yang teradsorpsi, (c).naiknya konsentrasi oksigen pada
permukaau karbon aktif; (d) adsoprsi senyawa-senyawa toksik, (e).pergeseran
populasi (population shift) mikroorganisme karena bakteri bukan pembentuk flok
teradsorpsi.
Mekanisme bioregenerasi adalah proses biodegradasi senyawa organik
yang teradsorpsi, sehingga permukaan karbon aktif dapat digunakan kembali
untuk adsorpsi senyawa organik yang teradsorpsi disisihkan dengan desorpsi,
asimilasi mikroba langsung pada permukaan, atau reaksi enzim. Mekanisme yang
ketiga yaitu mekanisme adsorpsi produk metabolit dapat menjelaskan mengapa
penyisihan senyawa organik yang lebih baik diperoleh dengan penambahan
karbon aktif. Hal ini disebabkan produk-produk metabolit yang merupakan zat
organik diadsorpsi oleh karbon aktif, sehingga kandungan organik di fasa cair
menurun dengan nyata.
Pada saat ini, penggunaan PACT lebih banyak diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan sistem lumpur aktif yang telah berjalan. Penggunaan
terutama pada industri kimia, petrokimia dan penyulingan minyak (refineries).
Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem ini adalah penanganan terhadap
sisa karbon (spent carbon) yang perlu dibuang secara berkala dari tangki aerasi
(Tcobanoglous, 1991).

2.6.6 SBR (Sequencing Batch Reactor)


Proses yang terjadi pada SBR tidak berbeda dengan proses pada sistem
lumpur aktif, perbedaannya terletak pada pengoperasiannya. Pada SBR, operasi
degradasi aerobik dan pemisahan mikroba terjadi pada unit/tangki yang sama.

39
Pada unit lumpur aktif, proses degradasi dan pemisahan mikroba dilakukan pada
unit terpisah. Pada SBR terdapat 5 (lima) langkah operasi yang berurutan yaitu:
(1). Pengisian limbah cair ( fill); (2). Aerasi (biodegradasi), terjadinya reaksi
biologis untuk memecah zat pencemar; (3). Pengendapan (sedimentasi), untuk
memisahkan mikroba; pengolahan limbah konvensional tidak memungkinkan.
Dalam kasus-kasus seperti ini bioreaktor membran merupakan alternatif
teknologi.

Gambar. 2.4. Skema Pengoperasian Sequencing Batch Reaktor


Bioreaktor membran merupakan sistem pengolahan limbah yang
kompak dengan kualitas keluaran yang sangat baik dan terjaga. Dengan demikian,
sistem ini sangat dapat dihandalkan dan akan menjadi teknologi harapan di masa
mendatang. Penerapan bioreaktor membran dalam skala nyata telah dipakai
untuk mengolah landfill leachate, limbah dari industri kimia, industri kulit dan
kertas/pulp. Penerapan bioreaktor membran saat ini masih agak terbatas akibat
diperlukannya energi yang tinggi untuk mempertahankan supaya kecepatan alir-

40
silang dan permeabilitas membran tetap tinggi. Hal tersebut menimbulkan biaya
yang cukup tinggi untuk pemisahan dengan membrane (Metcalf & Eddy, 1991).
Dengan menggunakan membran hollow-fibre , kebutuhan energi dapat
diturunkan secara nyata, disamping itu pengendalian terhadap pemisahan
membran dapat diatasi. Hal lain yang perlu dicatat adalah harga membran
cenderung menurun secara nyata dalam sepuluh tahun terakhir ini. Hingga saat
ini, bioreaktor membran digunakan dalam skala nyata untuk mengolah limbah
cair yang relatif pekat, karena biaya pemisahan dengan membran masih relatif
mahal. Pengembangan teknologi membran dengan energi rendah dan biaya
membran yang cenderung makin murah menciptakan kemungkinan penggunaan
bioreaktor membran menjadi lebih luas. Teknologi ini membuka peluang
penggunaan kembali air limbah, baik limbah industri maupun domestik,
pengurangan lumpur yang terbentuk dan luas lahan yang relalif kecil (Metcalf &
Eddy, 1991).

2.6.7 Baku Mutu Air Limbah Industri


Baku mutu air limbah industri yang dipersyaratkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Kep. Men. Neg.
L.H. No.: KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri dapat dilihat di tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Industri
Golongan baku mutu limbah cair
No. Parameter Satuan
I II
FISIKA
1 Temperatur °C 38 40
2 Zat padat terlarut mg/L 2000 4000
3 Zat padat tersuspensi mg/L 200 400
KIMIA
1 pH 6,0 sampai 9,0
2 Besi terlarut (Fe) mg/L 5 10
3 Mangan terlarut (Mn) mg/L 2 5
4 Barium (Ba) mg/L 2 3
5 Tembaga (Cu) mg/L 2 3
6 Seng (Zn) mg/L 5 10
+5
7 Krom hexavalen (Cr ) mg/L 0,1 0,5

41
8 Krom total (Cr) mg/L 0,5 1
9 Cadmium (Cd) mg/L 0,05 0,1
10 Air raksa(Hg) mg/L 0,002 0,005
11 Timbal (Pb) mg/L 0,1 1
12 Stanum mg/L 2 3
13 Arsen mg/L 0,1 0,5
14 Selenum mg/L 0,05 0,5
15 Nikel (Ni) mg/L 0,2 0,5
16 Kobalt (Co) mg/L 0,4 0,6
17 Sianida (CN) mg/L 0,05 0,5
18 Sulfida (H2S) mg/L 0,05 0,1
19 Fluorida (F) mg/L 2 3
20 Klorin bebas (Cl2) mg/L 1 2
21 Amonia bebas (NH-N) mg/L 1 5
22 Nitrat (NO3-N) mg/L 20 30
23 Nitrit (NO2N) mg/L 1 3
24 BOD mg/L 50 150
25 COD mg/L 100 300
26 Senyawa aktif biru metilen mg/L 5 10
27 Fenol mg/L 0,5 1
28 Minyak nabati mg/L 5 10
29 Minyak mineral mg/L 10 50
30 Radioaktivitas ‒ ‒

Sumber: Kep. Men. Neg. L.H. No.: KEP-51/MENLH/10/1995 tentang Baku


Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.

2.7 Perkembangan Teknologi Pengolahan Limbah Cair


Tinjauan terhadap teknologi pengolahan limbah pada abad XXI merupakan
hal yang sulit dilakukan, karena banyak hal yang terjadi dengan cepat dan tak
terduga dalam dekade terakhir ini. Walaupun demikian, pada laporan ini akan
dicoba dikaji dan diulas mengenai teknologi masa depan tersebut (LAPI ITB,
1998).
Perkembangan pasar pengolahan limbah cair (wastewater treatment
market) di dunia saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan
dengan satu dekade yang lalu. Di satu sisi, hal ini disebabkan oleh perkembangan
dari teknologi pengolahan limbah itu sendiri, pada sisi lain ini diakibatkan oleh
terjadinya perubahan sikap masyarakat terhadap teknologi pengolahan limbah.
Peraturan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan pengendalian

42
(control) dari masyarakat makin ketat seiring dengan m eningkatnya ekonomi
masyarakat. Berbagai tekanan inilah yang mendorong perkembangan proses
pengolahan limbah cair pada masa mendatang.
Menurut Cherymisinoff, 1987 perubahan-perubahan yang terjadi didalam
masyarakat akan mempengaruhi perkembangan teknologi pengolahan limbah
cair. Beberapa hal penting yang perlu dicermati dalam mengantisipasi teknologi
pengolahan limbah cair di masa mendatang, yaitu antara lain perubahan
karakteristik limbah cair, limbah cair adalah sumber daya (resource),
berkelanjutan (sustainability), unit pengolahan limbah cair merupakan industri,
produksi bersih, perancangan produk limbah, kesehatan masyarakat.
Hal-hal tersebut akan dibahas pada bagian berikut.
1. Perubahan karakteristik limbah cair
Karakteristik limbah cair yang dikeluarkan oleh industri maupun masyarakat
akan mengalami perubahan dalam masa mendatang, ini disebabkan terjadinya
perubahan ekonomi dan kebudayaan dalam masyarakat. Beban BOD perkapita
cenderung meningkat dengan meningkatnya GNP. Peraturan dapat mengubah
komposisi limbah, misalnya pelarangan penggunaan ABS (alkil benzena sulfonat)
dalam deterjen, pelarangan penggunaan fosfat dalam sabun. Keterbatasan
sumber air (water shortage) akan mengurangi volume air limbah cair dan
meningkatkan konsentrasi. Faktor-faktor utama yang akan mengubah
karakateristik limbah cair adalah budaya, produk baru industrial (LAS),
penghematan air, GNP, penggunaan kembali limbah (reuse),teknologi penanganan
limbah dalam rumah tangga (garbage grinders) dan peraturan.
Hal-hal diatas saat ini sedang terjadi dan akan makin meningkat di masa
mendatang, sehingga perubahan terhadap karakteristik limbah cair tidak dapat
dihindarkan. Perubahan terhadap karakteristik limbah tentu akan mempengaruhi
teknologi pengolahannya. Hal ini yang perlu diantisipasi oleh teknologi
pengolahan limbah di masa mendatang.
2. Limbah adalah sumber daya alam
Limbah cair seharusnya dianggap sebagai sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan. Beberapa contoh penggunaan limbah cair sebagai sumber daya

43
alam adalah produksi biogas, produksi biopolimer dari limbah cair, penggunaan
limbah industri sebagai sumber karbon dalam denitrifikasi, pemanfaatan
kembali (reuse, recovery) limbah cair untuk pertanian, kegiatan industri dan
penggunaan kembali dalam kegiatan rumah -tangga.
3. Berkelanjutan
Penanganan dan pengolahan limbah cair memanfaatkan berbagai sumber daya.
Pada masa mendatang perhatian akan lebih terfokuskan pada penggunaan sumber
daya tersebut agar sesuai dengan prinsip berkelanjutan, juga perhatian terhadap
dampak lingkungan dari sistem pengolahan limbah cair akan makin meningkat.
Pengurangan terhadap luas lahan, energi, dampak terhadap badan air
penerima, produksi lumpur (sludge), bau (odors) dan kontaminasi mikroba akan
menjadi hal yang penting dalam pengembangan teknologi limbah cair di masa
mendatang. Proses-proses dengan konsumsi sumber daya per kapita yang rendah
dan dampak yang rendah pula terhadap lingkungan akan menjadi teknologi
pilihan dimasa mendatang.
4. Sistem pengolahan limbah cair industri
Pada saat ini sistem pengolahan limbah cair tidak dianggap sebagai industri
(industrial plant). Banyak sistem pengolahan limbah cair saat ini akan tidak
dapat diterima oleh masyarakat apabila sistem tersebut dianggap industri, yaitu
kalau ditinjau dari segi pencemaran yang dikeluarkan dan sumber daya yang
digunakannya. Dengan memandang sistem pengolahan limbah cair sebagai
industri akan meningkatkan efisiensi, memberikan perhatian lebih terhadap
bahan baku (limbah cair yang akan diolah) dan juga produknya (emisi udara,
padat dan cair).
5. Teknologi bersih pada sistem pengolahan limbah
Penggunaan teknologi bersih hingga saat ini, hanya diterapkan pada suatu
industri. Sistem pengolahan limbah seharusnya juga menggunakan teknologi
bersih. Pemilihan proses untuk pengolahan limbah lebih banyak didasarkan pada
biaya rendah, bukan pada dampak terhadap lingkungan. Hal ini berlawananan
dengan apa yang diharapkan okh masyarakat luas bahwa unit pengolahan
limbah adalah membersihkan lingkungan. Ternyata unit pengolahan limbah

44
seringkali menjadi sumber pencemaran. Pencemaran tersebut melalui udara yang
berasal dari gas yang dilepaskan, produksi lumpur dan limbah cair. Bahan kimia
yang digunakan seringkali merupakan sumber pencemaran yang berarti.
Sebagai contoh kandungan logam berat pada koagulan/flokulan yang
digunakan untuk presipitasi senyawa fosfor. Penggunaan teknologi bersih dalam
sistem pengolahan limbah cair di masa mendatang akan merupakan keharusan.
6. Perancangan produk limbah
Gas, padatan dan cairan yang dikeluarkan oleh sistem pengolahan limbah
cair haruslah dipandang sebagai produk. Produk- produk tersebut lebih harus
memiliki komposisi yang optimum dalam hubungannya dengan pe nanganan lebih
lanjut. Optimum bukan hanya dikaitkan dengan proses di pengolahan limbah
atau dalam bentuk jumlah. Sebagai contoh, koagulan untuk penyisihan fosfat
dapat digunakan aluminium sulfat atau besi sulfat. Dalam jumlah lumpur yang
diproduksi, penggunaan aluminium akan mengurangi jumlah lumpur yang
terbentuk. Tetapi apabila lumpur akan digunakan dalam pertanian, maka
koagulan besi akan lebih optimum, karena tumbuh-tumbuhan lebih membutuhkan
besi fosfat.
7. Kesehatan Masyarakat
Penanganan dan pengolahan limbah cair asalnya adalah untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat. Aspek penting tersebut, saat ini sebagian telah terlupakan.
Pada masa mendatang, aspek kesehatan masyarakat akan menjadi bagian yang
makin diperhatikan dalam merancang sistem pengolahan limbah cair.
Bagaimana emisi mikroba dari unit pengolahan limbah, apa pengaruhnya
terhadap kesehatan. Merupakan salah satu pertanyaan yang perlu menjadi
perhatian dikemudian hari. Mikroba dalam bentuk aerosol, dalam lumpur dan
dalam limbah cair yang telah diolah akan mendapat perhatian lebih pada masa
mendatang.
Dengan melihat apa yang telah dipaparkan di atas,maka teknologi pengolahan
limbah cair yang dapat menjawab tantangan-tantangan di ataslah yang akan
berperan di abad XXI. Jadi jelaslah agak sukar menyebutkan secara spesifik
teknologi yang akan menjadi handalan di masa mendatang, walaupun demikian

45
setidaknya uraian di atas dapat digunakan sebagai guidelines untuk menilai
apakah suatu teknologi dapat menjawab tantangan di masa mendatang atau tidak
(Cherymisinoff, 1987).

2.8 Pemanfaatan Kembali Air Limbah


Perencanaan dan implementasi pemanfaatan kembali air limbah akan
selalu mempertimbangkan sistem pengolahan limbah yang diperlukan dan
keterpercayaannya untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan. Dalam laporan ini
akan ditinjau secara singkat pemanfaatan kembali air limbah dengan penekanan
pada kualitas air yang diperlukan untuk melindungi lingkungan dan mencegah
resiko pada kesehatan masyarakat (Eckenfelder, 1989).

2.8.1 Potensi Kendala Dalam Pemanfaatan Kembali Air Limbah


Aspek penting yang ditinjau dalam pemanfaatan kembali air limbah
adalah pertimbangan kesehatan. Kemudian perlu dipertimbangkan unit-unit
proses yang tepat untuk menekan kemungkinan dampak kesehatan dari
kontaminan yang terbawa dalam air limbah. Kategori pemnfaatan disusun
menurut volume yang terbesar diterapkan (Eckenfelder, 1989).

2.8.2 Pertanian dan Irigasi Lansekap


Volume terbesar dalam pemanfaatan kembali air limbah adalah untuk
irigasi, baik pertanian maupun irigasi lansekap.Masing-masing penerapan dalam
irigasi mempunyai standar kualitas yang berbeda-beda. Pemanfaatan untuk irigasi
lansekap dapat dibedakan menjadi dua kategori menurut kemungkinan
kunjungan manusia: kawasan terbatas dan kawasan bebas. Termasuk dalam
penerapan kawasan bebas adalah taman, danau/kolam buatan, halaman sekolah,
sabuk hijau, atau perumahan. Kawasan terbatas meliputi lapangan golf,
pemakaman, media jalan bebas hambatan. Standar kualitas kesehatan yang
paling ketat adalah untuk irigasi lansekap kawasan bebas (Eckenfelder, 1989).
Penerapan yang cukup populer di negara maju saat ini adalah untuk
irigasi lapangan golf. Kebutuhan air yang cukup besar untuk irigasi lapangan

46
golf sementara harga air bersih yang semakin mahal akhirnya membuka peluang
bagi pemanfaatan kembali air limbah. Teknik pengamanan dan pemantauan yang
banyak diterapkan untuk pemanfaatan air limbah dalam irigasi adalah (1).
Memisahkannya dengan sistem penyimpan dan distribusi air minum, (2)
.Pengkodean dengan warna pada sistem perpipaan, (3). Peralatan untuk
menccgah cross connection dan backflow, (4). Menggunakan tracer untuk
mendeteksi kemungkinan kontaminasi pada sistem air minum, (5). Irigasi
pertanian dilakukan pada off~hours untuk mengurangi kemungkinan kontak pada
manusia (Eckenfelder, 1989).

2.8.3 Pemanfaatan Kembali Air Limbah Dalam Industri


Pemanfaatan kembali air limbah di sektor ini adalah untuk penggunaan
air yang lebih efisien di pabrik. Dalam industri penggunaan air yang cukup
besar adalah untuk air pendingin dan pembangkit kukus. Penggunaan kembali
sebagai air pendingin dan air umpan boiler sudah banyak diterapkan di beberapa
negara.

2.8.4 Ground Water Recharge


Program ground water recharge harus mulai dipertimbangkan apabila
pengambilan air tanah di suatu kawasan terus-menerus meningkat sehingga
dikhawatirkan dapat mengganggu neraca air di akuifer kawasan. Apabila
pengambilan air tanah tidak diimbangi dengan masukan ke akuifer dalam
jumlah yang seimbang (misalnya air hujan dan air sungai) maka
kesinambungan penyediaan air tanah akan terancam. Dengan demikian program
groundwater recharge menjadi salah satu pendekatan dalam program
pengelolaan air tanah yang berjangka panjang.
Ground water Recharge dilakukan untuk (1) Mengurangi atau bahkan
menjaga level air tanah, (2) .Melindungi air tanah di sekitar pantai dari intrusi air
laut, (3) .Menyimpan air limbah yang telah diolah dan kelebihan air permukaan.
Dua metoda umum dalam penerapan ground water recharge: (1). Surface
spreading in basin , (2). Direct injection into ground wat er aquifer.

47
Beberapa keuntungan dari ground water recharge adalah (1).Biaya
pengembalian air ke bumi lebih murah dari pada menyimpan air di
permukaan, (2). Akuifer telah menyediakan sistem distribusi sendiri dan tidak
perlu membangun kanal atau sistem perpipaan. (3). Menghindarkan dari
penguapan, masalah bau dan rasa oleh karena pertumbuhan makluk hidup
akuatik, (4) . Tidak tersedianya lahan untuk penyimpanan air di permukaan, (5).
Keuntungan psikologi dan estetika karena dam yang berperan dalam transisi air
limbah menjadi air tanah.
Beberapa hal yang penting dipertimbangkan dalam pelaksanaan ground
water recharge, yaitu penerapan sistem pengolahan limbah cair yang tepat,
kedalaman air tanah, waktu tinggal dalam akuifer, jumlah maksimum air yang
oleh di-recharge, jarak horisontal antar titik recharge, dan prosedur pemantauan.

2.8.5 Pemanfaatan Untuk Air Minum


Pemanfaatan air limbah yang telah diolah sebagai air minum hingga
saat ini dilakukan dengan sangat hati-hati, mengingat pertimbangan-
pertimbangan kesehatan, safety, estetika (penerimaan masyarakat), dan
ersyaratan pemantauan. Namun demikian beberapa komunitas di negara maju
sudah melakukan penelitian dan penerapan penggunaan sebagai air minum
(Purwanto, 2005).

2.9 Produksi Bersih


Produksi Bersih merupakan tindakan efisiensi pemakaian bahan baku,
air dan energi, dan pencegahan pencemaran, dengan sasaran peningkatan
produktivitas dan minimisasi timbulan limbah. Istilah Pencegahan Pencemaran
seringkali digunakan untuk maksud yang sama dengan istilah Produksi Bersih.
Demikian pula halnya dengan Eco-efficiency yang menekankan pendekatan
bisnis yang memberikan peningkatan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan
(Purwanto, 2005).
Pola pendekatan produksi bersih bersifat preventif atau pencegahan
timbulnya pencemar, dengan melihat bagaimana suatu proses produksi

48
dijalankan dan bagaimana daur hidup suatu produk. Pengelolaan pencemaran
dimulai dengan melihat sumber timbulan limbah mulai dari bahan baku,
proses produksi, produk dan transportasi sampai ke konsumen dan produk
menjadi limbah. Pendekatan pengelolaan lingkungan dengan penerapan konsep
produksi bersih melalui peningkatan efisiensi merupakan pola pendekatan yang
dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing.
Menurut UNEP, Produksi Bersih adalah strategi pencegahan dampak
lingkungan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses, produk,
jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko
terhadap manusia maupun lingkungan (UNEP, 1994).
Produksi Bersih,menurut Kementerian Lingkungan Hidup, didefinisikan
sebagai : Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan
diterapkan secara terus -menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir
yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga
dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta
kerusakan lingkungan (KLH,2003).
Dari pengertian mengenai Produksi Bersih maka terdapat kata kunci yang
dipakai untuk pengelolaan lingkungan yaitu: pencegahan pencemaran, proses,
produk, jasa, peningkatan efisiensi, minimisasi resiko. Dengan demikian maka
perlu perubahan sikap, manajemen yang bertanggung-jawab pada lingkungan
dan evalusi teknologi yang dipilih.
Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi
pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan-
bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi
dan limbah sebelum meninggalkan proses.
Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak
lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku
sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan.
Produksi bersih pada sektor jasa adalah memadukan pertimbangan

49
lingkungan ke dalam perancangan dan layanan jasa.
Penerapan Produksi Bersih sangat luas mulai dari kegiatan pengambilan
bahan teramsuk pertambangan, proses produksi, pertanian, perikanan, pariwisata,
perhubungan, konservasi energi, rumah sakit, rumah makan, perhotelan, sampai
pada sistem informasi.
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan
limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle,
Recovery/Reclaim) (UNEP, 1994). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi
bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam
5R (Re-think, Re-use, Reduction, Recovery and Recycle).
1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah
langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai
produk.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki
pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi.
-Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup
produk.
-Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait
pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha.
3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi
timbulan limbah pada sumbernya.
4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan
suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaurulanglimbah untuk memanfaatkan
limbah dengan memprosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika,
kimia dan biologi.
6. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil
bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah,
kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan

50
fisika, kimia dan biologi.
Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun
perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan
Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama
masih menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi
3R berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tin gkatan
pengelolaan limbah.
Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan
pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan
dengan langkah -langkah:
1. Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi bersih
telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan
pengolahan agar buangan memenuhi baku mutu lingkungan.
2. Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa
limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan
penanganan khusus.
Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep
produksi bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan. Penekanan
dlakukan pada pencegahan atau minimisasi timbulan limbah, dan pengolahan
maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan bila upaya dengan
pendekatan produksi bersih tidak mungkin untuk diterapkan (UNEP, 1999).

2.10 Penerapan Produksi Bersih Di Kawasan Industri


Untuk mengembangkan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan
dimulai dari tingkatan perusahaan secara terus menerus dengan cara
meningkatkan kinerja lingkungannya.Lima buah skenario dalam mewujudkannya
(Research Triangle Institute dalam Fleig (2000), adalah sebagai berikut :
Skenario 1 – Keadaan Awal
Keadaan awal yang menggambarkan industri-industri anggota kawasan dan
kegiatan-kegiatan produksinya.
Skenario 2 – Pencegahan Pencemaran

51
Industri-industri di suatu kawasan mengimplementasikan kegiatan Pencegahan
Pencemaran secara sendiri-sendiri.
Skenario 3 – Pencegahan Pencemaran dan Simbiose Industri
Industri-industri di suatu kawasan mengembangkan hubungan dengan anggota-
anggota lainnya di kawasan dan mitra di luar kawasan.
Skenario 4 – Penambahan Industri Baru
Hubungan simbiose baru terjalin sebagai hasil adanya anggota baru di kawasan.
Skenario 5– Relokasi dan Layanan Bersama
Mitra di luar kawasan berpindah lokasi masuk ke dalam kawasan. Kawasan
Industri Berwawasan Lingkungan menyediakan layanan yang berkaitan dengan
lingkungan.
Produksi Bersih dapat diterapkan secara b ersama-sama dengan melibatkan pihak
manajemen kawasan, atau dengan asosiasi industri di suatu kawasan, sehingga
penerapan Produksi Bersih di suatu kawasan industri akan memberikan manfaat
yang lebih besar dibanding dengan penerapan pada industri yang berlokasi atau
berdiri sendiri (Research Triangle Institute dalam Fleig, 2000).

2.11 Penerapan Produksi Bersih Pada Industri


Penerapan Produksi Bersih pada industri secara individual merupakan
salah satu langkah dalam m ewujudkan Kawasan Industri Berwawasan
Lingkungan. Tahapan penerapan meliputi: perencanaan dan organisasi, kajian
produksi bersih, penentuan prioritas dan analisis kelayakan, implementasi,
monitoring dan evaluasi, dilanjutkan dengan keberlanjutan (Purwanto, 2005 dalam
Yuli, 2006).
Langkah 1. Perencanaan dan Organisasi
Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, visi, misi, dan strategi
produksi bersih. Sasaran peluang Produksi Bersih yang dikaitkan dengan bisnis
dan adanya komitmen dari manajemen puncak. Pihak industri juga melakukan
identifikasi hambatan dan penyelesaiannya, identifikasi sumber daya luar yang
menyediakan informasi dan ahli Produksi Bersih. Program yang akan dijalankan
dikomunikasikan ke semua karyawan dilanjutkan dengan pembentukan tim yang

52
menangani produksi bersih.
Langkah 2. Kajian dan Identifikasi Peluang
Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai
alat untuk memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah.
Identifikasi peluang peluang Produksi Bersih didasarkan pada temuan hasil
kajian dan tinjauan lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan
produktivitas, pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari
sumbernya. Akar permasalahan yang menyebabkan tidak efisien dan adanya
timbulan limbah dicari penyebabnya sehingga dapat memilih tindakan dan teknik
untuk memecahkan masalah dengan mengembangkan kreativitas untuk
menghasilkan ide sebanyak mungkin.
Langkah 3. Analisis Kelayakan dan Penentuan Prioritas
Menentukan pilihan Produksi Bersih, berdasarkan keuntungan (biaya yang
dikeluarkan dan pendapatan/penghematan yang diperoleh), resiko yang dihadapi,
tingkat komitmen. Melakukan analisis kelayakan lingkungan, teknologi, dan
ekonomi. Analisis kelayakan ekonomi dilakukan secara rinci bagi peluang yang
memerlukan investasi besar. Agar industri tertarik untuk mengimplementasikan
Produksi Bersih, dicari peluang berdasarkan urutan kebutuhan biaya yaitu tanpa
biaya ( no cost), biaya rendah (low cost) dan biaya tinggi (high cost).
Langkah 4. Implementasi
Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konket dan rencana
tindakan yang dilakukan. Menentukan penanggung jawab program pelaksanaan
dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan. Selanjutnya melaksanakan
program dan menekankan pada para karyawan bahwa Produksi Bersih sebagai
bagian dari pekerjaan, mendorong inisiatif dari mereka sebagai umpan balik
pelaksanaan. Agar implemetasi dapat dipantau kemajuannnya maka perlu
dikembangkan indikator kinerja efisiensi, lingkungan, dan kesehatan dan
keselamatan kerja.
Langkah 5. Pemantauan, Umpan Balik, Modifikasi
Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan
Produksi Bersih digunakan untuk mengukur kinerja yang telah dicapai, apakah

53
sesuai dengan rancangan ataukah tidak. Kelemahan pencatatan data yang kurang
seringkali menghambat pengukuran kinerja, sehingga pelaporan peningkatan
efisiensi dan pen urunan timbulan limbah tidak dapat dihitung dengan tepat.
Pada saat pemantauan dilakukan pendokumentasian program. Melakukan tinjauan
ulang secara periodeik pelaksanaan Produksi Bersih, dan kaitkan dengan sasaran
bisnis.
Langkah 6. Perbaikan Berkelanjutan
Hal yang tak kalah penting setelah keberhasilan, mempertahankan target
telah dicapai, dan selanjutnya mengimplementasikan untuk peluang lainnya.
Produksi Bersih pada dasarnya adalah bagian dari pekerjaan dan bukan suatu
program sehingga industri akan melakukan perbaikan berkelanjutan. Keberhasilan
penerapan Produksi Bersih pada industri sudah cukup banyak, baik pada
industri skala kecil, menengah maupun besar untuk berbagai jenis produk
industri (Purwanto, 2005 dalam Yuli, 2006).

2.11 Penelitian Terdahulu yang Relevan


“Peluang-Peluang Produsi Bersih pada Industri Tekstil Finishing
Bleaching” oleh Sri Moertinah (2008). Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
mengidentifikasi peluang-peluang produksi bersih yang dapat diterapkan pada
industri tekstil finishing bleaching PT.Damaitex dan menghitung biaya penerapan
produksi bersih dan keuntungan yang diperoleh dari aspek ekonomi dan
lingkungan. Penelitian tersebut dapat disimpulkan:
1. Pemanfaatan air pendingin mesin singeing yang masih bersih. Konservasi

sumber daya air 71,748 m3/hari, dengan biaya penghematan air sumur pertahun
Rp 4.154.209,2. Biaya penerapan (bak penampung dan pompa air) Rp 4.094.122
dan jangka waktu pengembalian 0,98 tahun.
2. Pemanfaatan air limbah terolah untuk mengganti air sumur penyerap gas

buang ketel batubara. Pengurangan beban cemaran ke lingkungan270m3/hari, air


limbah terolah COD = 40.5 kg/hari, TSS = 13.5 kg/hari, BOD = 16.2 kg/hari,
konservasi sumber daya air 270 m3/hari, dengan biaya penghematan air sumur

54
pertahun Rp 15.633.000,- Biaya penerapan Rp 2.850.000,- (pompa dan instalasi
pipa) dan jangka waktu pengembalian 0.18 tahun.
3. Penerapan ketatarumahtanggaan yang baik pada semua unit. Kinerja
lingkungan lebih baik, penyempurnaan organisasi dan penurunan beban
cemaran ke lingkungan, misal perbaikan kran rusak pada proses mangle,

konservasi sumber daya air 12,168 m3/hari, segera mematikan kran pada proses
singeing 26.682 m3/hari, penerapan kebersihan pabrik dapat menekan beban
cemaran 5-10%. Perbaikan kran rusak menghemat sumber daya air Rp 704.527,
72 pertahun. Segera mematikan kran menghemat Rp. 1.429.087,8. Lainnya
belum dapat dihitung.
”Peluang-Peluang Produsi Bersih pada Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Waste Water Treatment Plant #48” oleh Yuli Gunawan (2006).
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi peluang-peluang
produksi bersih yang dapat diterapkan pada Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Waste Water Treatment Plant #48 dan menghitung biaya penerapan
produksi bersih serta keuntungan yang diperoleh dari aspek ekonomi dan
lingkungan. Penelitian tersebut dapat disimpulkan:
1. Inefisiensi pemakaian air disebabkan tingginya tingkat kebocoran air, pola
konsumsi yang tidak hemat dan pemakaian air hanya berorientasi pada air
tanah, belum ada upaya pemanfaatan kembali air Effluent WWTP #48.
2. Inefisiensi energi listrik disebabkan WWTP #48 beroperasi jauh diatas beban
limbah yang masuk. Walaupun beban limbah yang masuk hanya sekitar 5 –15%
dibawah kapasitas desain, namun semua unit dioperasikan bersama-sama secara
paralel.
3. Inefisiensi pemakaian klorin disebabkan disamping sistem klorinasi tidak
efektif, pengoperasiannya juga kurang optimal. Walaupun jumlah pemakaian
Ca(OCl)2 cukup besar, dimana secara perhitungan jumlahnya 60-133% diatas
kebutuhan, akan tetapi jumlah konsentrasi klorin yang memenuhi kisaran
spesifikasi hanya antara 33-50%.

55
4. Usaha yang dapat dilakukan untuk Peningkatan efisiensi air dapat dilakukan
dengan perbaikan pola konsumsi, perbaikan saluran distribusi air dan
merealisasikan upaya pemakaian kembali Effluent WWTP #48.
5. Untuk meningkatan efisiensi pemakaian energi listrik maka harus dilakukan
optimalisasi kinerja WWTP #48 dan penyesuaian kapasitas pengolahan dengan
beban limbah yang akan diolah, unit-unit tidak perlu dioperasikan semuanya
secara paralel akan tetapi cukup dioperasikan satu saja secara bergantian.
6. Besarnya peluang penghematan yang didapat dari penerapan produksi bersih
dalam pengoperasian WWTP #48 adalah penghematan pemakaian air bersih
sebesar 996.888,00 L/tahun setara dengan Rp 48,847,512/tahun, penghematan
pemakaian energi listrik antara 45,552 – 350,400 KWH atau setara dengan
antara Rp 22,776,000/tahun-175.200.000,00/tahun dan penghematan pemakaian
klorin antara 3285–4380 Kg/tahun atau setara dengan antara Rp 76,540,500–
102,054,000/tahun.
Dalam Tabel 2.3 menjelaskan tentang rangkuman dari dua penelitan yang
relevan terdahulu seperti tujuan dan metode yang digunakan dalam penelitian
serta hasil dari penelitian tersebut.

56
Nama Peneliti Judul Penelitian Masalah dan Tujuan Metode Hasil
Masalah : PT. Damaitex merupakan pabrik Pemanfaatan air pendingin mesin
Peluang Produksi Bersih yang dapat diterapkan
tekstil finishing bleaching yang masih singeing yang masih bersih. Konservasi
di industri tekstil yang diteliti, dievaluasi dari
menekankan pengolahan limbah sebagai upaya sumber daya air 71,748 m3/hari,
kemungkinan pengurangan limbah langsung
pengelolaan lingkungan dan belum melakukan dengan biaya penghematan air sumur
pada sumber dan kemungkinan pemanfaatan.
identifikasi peluang-peluang produksi bersih pertahun Rp 4.154.209,2

“Peluang-Peluang Produsi Pemanfaatan air limbah terolah untuk


Sri Moertinah Dalam hal ini juga dilakukan evaluasi tekno-
Bersih pada Industri Tekstil mengganti air sumur penyerap gas
(2008) Tujuan : Identifikasi peluang produksi bersih ekonomi dan manajemen.
Finishing Bleaching ” buang ketel batubara.
yang dapat diterapkan pada industri tekstil
finishing bleaching PT. Damaitex serta
menghitung biaya penerapan produksi bersih
Penerapan kebersihan pabrik dapat
dan keuntungan yang diperoleh dari aspek Sumber data penelitian ini menggunakan data
menekan beban cemaran 5-10%.
ekonomi dan lingkungan. primer yang berasal dari PT. Damaitex dan data
Perbaikan kran rusak menghemat
sekunder berasal dari survey lapangan dan
sumber daya air Rp 704.527, 72
wawancara terhadap pengelola WWT PT.
pertahun.Segera mematikan kran
Damaitex.
menghemat Rp. 1.429.087,8.
Nama Peneliti Judul Penelitian Masalah dan Tujuan Metode Hasil

Penelitian deskriptif yang dikombinasikan


Inefisiensi pemakaian air disebabkan
Masalah : Inefisiensi pemakaian air di PT. eksperimen lapangan lalu di analisis SWOT
tingginya tingkat kebocoran air, pola
Badak NGL yang relatif besar. Rata-rata dandilakukan Gap analysis antara kondisi aktual
konsumsi yang tidak hemat dan
700L/kapita/hari dan belum adanya upaya dengan kondisi ideal untuk mengidentifikasi
pemakaian air hanya berorientasi pada
pemanfaatan air Effluent WWTP #48. inefisiensi. Evaluasi peluang peningkatan
air tanah, belum ada upaya
Inefisiensi pemakaian energi listrik dimana unit efisiensi menggunakan strategi 1E4R dan
“ Peluang-Peluang Produsi pemanfaatan kembali air Effluent
hanya bekerja 5-15% dibawah kapasitas desain. evaluasi ekonomi dilakukan untuk men ghitung
Bersih pada Sistem WWTP #48
Yuli Gunawan besarnya efisiensi
Pengolahan Air Limbah
(2006)
Domestik Waste Water
Treatment Plant #48”
Inefisiensi energi listrik disebabkan
Tujuan : Mengidentifikasi faktor-faktor WWTP #48 beroperasi jauh diatas beban
Sumber data primer dari lapangan dan data
penyebab inefisiensi pemakaian air, listrik, dan limbah yang masuk.Walaupun beban
hasil uji coba peningkatan beban kerja unit di
klorin dalam pengoperasian WWTP #48 dan limbah yang masuk hanya sekitar 5 –
WWTP #48 Data sekunder dari laporan bulanan
mengevaluasi usaha-usaha peningkatan efisiensi 15% dibawah kapasitas desain namun
kualitas air WWTP #48
air,listrik, klorin di WWTP #48. semua unit dioperasikan bersama secara
paralel.

57
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Mane Indonesia yang terletak di Jalan Selayar


Kavling Blok A8, Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.
Analisis Laboratorium dilakukan oleh Syslab Laboratorium. Pengambilan sampel
limbah WWTP dilakukan pada bulan April, Mei, Juni 2019. Sedangkan untuk
pelaksanaan penelitian sendiri dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2019.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah limbah infuent dan Effluent WWTP PT
Mane Indonesia kemudian limbah di analisa oleh Syslab dengan metode dan
bahan serta alat sesuai dengan standar analisis yang digunakan oleh Syslab. Bahan
yang digunakan adalah sampel limbah, Larutan MnSO4, Larutan Alkali iodida,
Larutan H2SO4, Larutan Na2S2O2, Amilum.
3.2.2 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah pH meter, Labu ukur, Stirrer, Beaker
Glass, Botol winkler, Botol kaca, Corong kaca, Pipet tetes, Labu Erlenmeyer,
Buret, Pipet volumetrik, timbangan digital.
3.3 Metode Penelitian
Metode pengujian limbah WWTP PT Mane Indonesia sesuai parameter
laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran derajad keasaman dengan menggunakan alat pH meter (SNI
06-6989.11 : 2014)
Alat :
a. pH meter
b. Gelas Beaker
Bahan :

58
a. Sample limbah 30 mL
b. Aquadest
c. Tissue
Prosedur Kerja :
a. Sample limbah cair WWTP langsung dikur pH nya
b. Elektroda pH dibilas dengan aquadest, lalu diseka dengan
tissue.
c. Celupkan elektroda pada gelas beaker yang telah berisi sampel
limbah, catat pH yang terbaca setelah monitor menunjukkan
valid, lalu seka elektroda pH dengan tissue.
d. pH dibilas kembali dengan aquadest, lalu diseka dengan tissue.
2. Pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD) (SNI 6989.72 : 2009)
Alat :
a. Botol DO;
b. Lemari inkubasi atau water cooler, suhu 20°C ± 1°C, gelap;
c. Botol dari gelas 5 L – 10 L;
d. Pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL;
e. Labu ukur 100,0 mL; 200,0 mL dan 1000,0 mL;
f. pH meter;
g. DO meter yang terkalibrasi;
h. Shaker;
i. Blender;
j. Oven; dan
k. Timbangan analitik.

Bahan:
a. Air bebas mineral
b. Larutan nutrisi (Larutan buffer fosfa, larutan magnesium sulfat
(MgSO4), larutan kalsium klorida (CaCL2), larutan feri klorida
(FeCl3))
c. Larutan suspensi bibit mikroba
d. Larutan air pengencer

59
e. Larutan glukosa asam-glutamat
f. Larutan asam dan basa 1 N
g. Larutan natrium hidroksida (NaOH)
h. Larutan natrium sulfit (Na2SO3)
i. Inhibitor nitrifikasi Allylthourea (ATU)
j. Asam asetat (CH3COOH)
k. Larutan kalium iodida 10%
l. Larutan indikator amilum (Kanji)

Prosedur Kerja
a. Siapkan 2 buah botol DO, tandai masing-masing botol dengan
notasi A1; A2;
b. Masukkan larutan contoh uji (4.4.2.4) ke dalam masing-
masing botol DO A1 dan A2; sampai meluap, kemudian tutup
masing masing botol secara hati-hati untuk menghindari
terbentuknya gelembung udara;
c. Lakukan pengocokan beberapa kali, kemudian tambahkan air
bebas mineral pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup;
d. Simpan botol A2 dalam lemari inkubator 20°C ± 1°C selama 5
hari;
e. Lakukan pengukuran oksigen terlarut terhadap larutan dalam
botol A1 dengan alat DO meter yang terkalibrasi sesuai
dengan Standard Methods for the Examination of Water and
Wastewater 21st Edition, 2005: Membrane electrode method
(4500-O G) atau dengan metoda titrasi secara iodometri
(modifikasi Azida) sesuai dengan SNI 06-6989.14-2004. Hasil
pengukuran, merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (A1).
Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari harus dilakukan
paling lama 30 menit setelah pengenceran;
f. Ulangi pengerjaan 4.4.3 butir e) untuk botol A2 yang telah
diinkubasi 5 hari ± 6 jam. Hasil pengukuran yang diperoleh
merupakan nilai oksigen terlarut 5 hari (A2);

60
g. Lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan
blanko dengan menggunakan larutan pengencer tanpa contoh
uji (4.2.3). Hasil pengukuran yang diperoleh merupakan nilai
oksigen terlarut nol hari (B1) dan nilai oksigen terlarut 5 hari
(B2);
h. Lakukan pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai f) untuk penetapan
kontrol standar dengan menggunakan larutan glukosa-asam
glutamat (4.4.2.3). Hasil pengukuran yang diperoleh
merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (C1) dan nilai
oksigen terlarut 5 hari (C2);
i. Lakukan kembali pengerjaan 4.4.3 butir a) sampai butir f)
terhadap beberapa macam pengenceran contoh uji.

3. Pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) (SNI 6989.2:2009)


Alat:
 Spektrofotometer sinar tampak (400 nm sampai dengan 700
nm);
 Kuvet;
 Digestion vessel, lebih baik gunakan kultur tabung borosilikat
dengan ukuran 16 mm x100 mm; 20 mm x 150 mm atau 25
mm x 150 mm bertutup ulir. Atau alternatif lain, gunakan
ampul borosilikat dengan kapasitas 10 mL (diameter 19 mm
sampai dengan 20 mm);
 Pemanas dengan lubang-lubang penyangga tabung (heating
block);
 Buret;
 Labu ukur 50,0 mL; 100,0 mL; 250,0 mL; 500,0 mL dan
1000,0 mL;
 Pipet volumetrik 5,0 mL; 10,0 mL; 15,0 mL; 20,0 mL dan 25,0
mL;

61
 Gelas piala;
 Magnetic stirrer; dan
 Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg.

Bahan:
a. Sir bebas organik;
b. Digestion solution pada kisaran konsentrasi tinggi.
c. Digestion solution pada kisaran konsentrasi rendah.
d. Larutan pereaksi asam sulfat
e. Asam sulfamat (NH2SO3H).
f. Larutan baku Kalium Hidrogen Ftalat (HOOCC6H4COOK,
KHP) ≈ COD 500 mg O2/L

Persiapan dan pengawetan contoh uji


m. Persiapan contoh uji (homogenkan contoh uji; cuci digestion
vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan)
n. Pengawetan contoh uji (Bila contoh uji tidak dapat segera diuji,
maka contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4
pekat sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam
pendingin pada temperatur 4 °C ± 2 °C dengan waktu simpan
maksimum yang direkomendasikan 7 hari)
Pembuatan larutan kerja:
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1
(satu) blanko dan minimal 3 kadar yang berbeda secara
proporsional yang berada pada rentang pengukuran.
Alat :
a. Botol Winkler;
b. Buret mikro 2 mL atau digital buret 25 mL;
c. Pipet volume 5 mL; 10 mL dan 50 mL;
d. Pipet ukur 5 mL;
e. Erlenmeyer 125 mL;
f. Gelas piala 400 mL; dan

62
g. Labu ukur 1000 mL.

Bahan :
a. Mangan sulfat, MnSO 4.4H2O; MnSO4.2H2O atau MnSO4.H2O;
b. Air suling;
c. Natrium hidroksida, NaOH atau Kalium hidroksida, KOH;
d. Na Iodida, NaI atau Kalium Iodida, KI;
e. Amilum/kanji;
f. Natrium azida, NaN3
g. Asam salisilat;
h. Asam sulfat, H 2SO4 pekat;
i. Sodium thiosulfat, Na 2S2O3.5H2O;
j. Kalium bi-iodat, KH(IO3)2; dan
k. Kalium dikromat, K2Cr2O7.

Persiapan dan pengawetan contoh uji:


a. Persiapan contoh uji (homogenkan contoh uji; cuci digestion
vessel dan tutupnya dengan H2SO4 20 % sebelum digunakan)
b. Pengawetan contoh uji (Bila contoh uji tidak dapat segera diuji,
maka contoh uji diawetkan dengan menambahkan H2SO4 pekat
sampai pH lebih kecil dari 2 dan disimpan dalam pendingin
pada temperatur 4 °C ± 2 °C dengan waktu simpan maksimum
yang direkomendasikan 7 hari)
Pembuatan larutan kerja:
Buat deret larutan kerja dari larutan induk KHP dengan 1
(satu) blanko dan minimal 3 kadar yang berbeda secara
proporsional yang berada pada rentang pengukuran.
Prosedur Kerja:
a. Proses digestion
1) Pipet volume contoh uji atau larutan kerja, tambahkan digestion
solution dan tambahkan larutan pereaksi asam sulfat yang
memadai ke dalam tabung atau ampul.

63
2) Tutup tabung dan kocok perlahan sampai homogen;
3) Letakkan tabung pada pemanas yang telah dipanaskan pada
suhu 150 °C, lakukan refluks selama 2 jam.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut:
1) Hidupkan alat dan optimalkan alat uji spektrofotometer sesuai
petunjuk penggunaan alat untuk pengujian COD. Atur panjang
gelombangnya pada 600 nm atau 420 nm;
2) Ukur serapan masing-masing larutan kerja kemudian catat dan
plotkan terhadap kadar COD;
3) Buat kurva kalibrasi dari data pada butir 3.7.1.b) di atas dan
tentukan persamaan garis lurusnya;
4) Jika koefisien korelasi regreasi linier (r) < 0,995, periksa
kondisi alat dan ulangi langkah pada butir 3.7.1 a) sampai dengan
c) hingga diperoleh nilai koefisien r ≥ 0,995.

c. Pengukuran contoh uji


Untuk contoh uji COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L
1) Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks
sampai suhu ruang untuk mencegah terbentuknya
endapan. Jika perlu, saat pendinginan sesekali tutup
contoh dibuka untuk mencegah adanya tekanan gas;
2) Biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan
diukur benar-benar jernih;
3) Ukur serapan contoh uji pada panjang gelombang yang telah
ditentukan (600 nm);
4) Hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva
kalibrasi;
5) Lakukan analisis duplo.
Untuk contoh uji COD lebih kecil dari atau sama dengan 90 mg/L

64
1) Dinginkan perlahan-lahan contoh yang sudah direfluks sampai
suhu ruang untuk mencegah terbentuknya endapan. Jika perlu,
saat pendinginan sesekali tutup contoh dibuka untuk mencegah
adanya tekanan gas;
2) Biarkan suspensi mengendap dan pastikan bagian yang akan
diukur benar-benar jernih;
3) Gunakan pereaksi air sebagai larutan referensi;
4) Ukur serapannya contoh uji pada panjang gelombang yang
telah ditentukan (420 nm);
5) Hitung kadar COD berdasarkan persamaan linier kurva
kalibrasi;
6) Lakukan analisis duplo.

65
3.3 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

66
3.4 Jadwal Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian dimulai pada Juni 2019 sampai dengan
Agustus 2019.
Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Uraian Kegiatan Juni Juli Agustus
1 Persiapan
2 Studi Pustaka
3 Pengumpulan Data
a. Data Primer
- Analisa
- Dokumentasi
b. Data Skunder
- Data Sumber
4 Analisa Data
a. Pengolahan Data Hasil
Percobaan
b. Penarikan Kesimpulan

67
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Sistem Waste Water Treatment PT Mane Indonesia


Pembangunan Waste Water Treatment Plant (WWTP) harus didasarkan
pada perencanaan dan perhitungan yang sesuai dengan kebutuhan dan standar
yang telah ditentukan, agar mendapatkan effluent yang baik dan memenuhi baku
mutu. Pada tahun 2013 , PT Mane Indonesia telah membangun suatu instalasi
pengolahan air limbah. WWTP tersebut dibangun dengan kapasitas 10 m³/jam dan
dengan spesifikasi kualitas effluent sebagai berikut:
Tabel 4.1 : Spesifikasi Kualitas Effluent
Parameter Satuan Nilai
pH 6 – 8.5
BOD mg/l < 200
COD mg/l < 400
SS mg/l < 400
Oil dan Grease mg/l < 10
Temperature C <35
Sumber : Design Criteria PT Mane Indonesia
Sistem pengolahan air limbah dibagi menjadi dua sistem yaitu
pretreatment system dan biological system. Air limbah yang dihasilkan dari setiap
proses produksi dikumpulkan di bak pengumpul (pit) secara terpisah yang
kemudian disebut sebagai pretreatment system. Dari bak pengumpul tersebut, air
limbah di pompa menuju wastewater treatment plant untuk diolah.
4.1.1 Proses Pengolahan Limbah
1. Balance Tank dan Netralisasi pH
Balance Tank adalah bak untuk menampung air limbah sebelum
dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Balance tank digunakan untuk
mengatasi masalah operasional, variasi debit, dan masalah penanganan kualitas air
limbah yang akan masuk ke unit-unit pengolahan air limbah. Bak ini mempunyai

68
volume 120 m³ dan dimensinya yaitu panjang 5 m, lebar 6 m, dan kedalaman 4,5
m. Proses yang terjadi di dalam Balance Tank yaitu:
3 Penyaringan Partikel Diskrit
Bar screen merupakan suatu unit yang digunakan untuk menyaring atau
menangkap benda kasar yang terkandung dalam air limbah, seperti kain, pasir,
atau dapat juga disebut partikel diskrit.

Gambar 4.1 : Bar Screen


(Sumber : Dokumentasi Penulis)
4 Proses Penghilangan Busa
Air limbah yang mengandung busa bersumber dari proses cleaning yaitu
proses pencucian dan pembersihan tangki setelah digunakan untuk pembuatan
flavor dan fragrance. Adanya busa tersebut akan mengganggu dalam proses
koagulasi-flokulasi yaitu chemical koagulan akan mengikat busa dibandingkan
koloid sehingga efektifitas penggunaan chemical akan menurun. Oleh karena itu,
untuk menghilangkan busa tersebut maka dilakukan penambahan lartutan
chemical anti-foam melalui pipa berdiameter 0,5 inch yang dialirkan secara
grafitasi. Pembuatan larutan anti foam dilakukan dengan menambahkan 5 kg anti
foam kedalam 200 L air.

69
5 Proses Netralisasi pH
Derajat keasaman (pH) digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Untuk mendapatkan kondisi pH
netral dapat diperoleh dengan pencampuran antara asam kuat dan basa kuat.
Dalam pengolahan air limbah, penetralan pH dilakukan diawal proses dikarenakan
disamping proses tersebut menghasilkan spesies garam dalam bentuk aquos dan
juga karena jika pH tidak netral atau tidak memenuhi standar (6 – 8), maka proses
selanjutnya tidak akan berjalan dengan baik. Penetralan pH yang dilakukan di
WWTP PT Mane Indonesia yaitu menggunakan pH analyzer yang berjalan secara
otomatis. Jika air limbah dalam keadaan asam maka secara otomatis larutan yang
ditambahkan yaitu larutan basa (NaOH). Penambahan tersebut biasanya berjalan
selama 10 menit sampai keadaan pH air limbah menjadi standar. Begitu juga
sebaliknya, jika air limbah dalam keadaan basa maka secara otomatis larutan yang
ditambahkan yaitu larutan asam (H2SO4).

Gambar 4.2 : Balance Tank

2. Koagulasi dan Flokulasi


Koagulasi merupakan suatu proses destabilisasi partikel koloid dengan
cara pengadukan cepat dan penambahan bahan koagulan berupa PAC (Poly

70
Alumunium Chloride) sehingga terbentuk flok flok kecil. Sedangkan flokulasi
merupakan proses pembentukan flok yang lebih besar dari flok yang sudah
terbentuk di bak koagulasi dengan cara pengadukan lambat dan penambahan
bahan flokulan berupa Polymer (Poly Electrolite). pengadukan di koagulasi
menggunakan angin yang berasal dari Blower. Bak koagulasi mempunyai
kapasitas 3 m³ dengan panjang bak 1.5 m, lebar 1.3 m, dan kedalaman 1.9 m.

Gambar 4.3 : Bak Koagulasi

3. Dissolved Air Floatation (DAF)


Sistem kerja DAF adalah memisahkan oil dan grease,suspended solid
serta flok-flok didalam badan dengan metode flotasi. air Air limbah yang telah
melalui proses koagulasi flokulasi kemudian di alirkan menuju tangki DAF dan
masuk melalui bawah dari tangki kemudian diikuti dengan injeksi udara serta
penambahan flokulan untuk membuat flok-flok menjadi lebih besar. Fungsi
penambahan udara bertekanan tersebut adalah untuk menurunkan specific gravity
dari partikel sehingga akan mengambang di permukaan tangki DAF lalu dikeruk
oleh scrapper secara kontinyu. Floated sludge dan settled sludge dialirkan ke
Scum Tank. Apabila level ketinggian di Scum Tank tercapai, pompa akan otomatis
mengalirkan sludge ke Chemical Sludge Transfer untuk diaerasi dan dialirkan ke
Filtrate Sump. Outlet dari tangki DAF akan dialirkan ke DAF Transfer Tank
dimana sebelumnya telah diinjeksi dengan saturated air.

71
Gambar 4.4 : Tangki DAF
Outlet dari pengolahan DAF yang ada di DAF Transfer Tank dipompa
menuju Cooling Tower untuk menurunkan suhu menjadi di kisaran 350C. Pompa
beroperasi secara otomatis dengan pembacaan pada level air di bak. Dimensi dari
DAF Transfer Tank adalah panjang 1.3m, lebar 1.3m dan tinggi 1.7 meter dengan
kapasitas 2.2 m3.

Gambar 4.5 : DAF Transfer Tank

72
Gambar 4.6 : Cooling Tower
Floated sludge dan settled sludge ditampung di Scum Tank lalu ditransfer
menuju Chemical Sludge Tank dengan pompa yang aktif berdasarkan pada level
ketinggian sludge di tangki. Dimensi dari Scum Tank adalah panjang 1m, lebar 0.7
m, dan tinggi 1.5 m dengan kapasitas 0.8 m3.

Gambar 4.7 : Scum Tank

73
4. Belt Press
Sludge yang ada di Scum Tank ditransfer dengan pompa otomatis menuju
ke Filtrate Sump yang ada di Area Belt Press. Pompa yang berjalan menggunakan
level regulator sehingga akan otomatis menyala bila level tertinggi tercapai dan
akan mati ketika level terendah tercapai. Sludge di Filtrate Sump dipompa dengan
Sludge Feeding Pump menuju ke Sludge Conditioning Tank dimana ditambahkan
Polymer untuk thickening process dan diaduk secara kontinyu menggunakan
agitator. Sludge dari Conditioning Tank ditransfer menuju Predewatering drum
untuk proses penurunan kadar air, kemudian menuju Belt Press dan akan menjadi
lumpur kering yang ditampung di Jumbo Bag untuk diserahkan ke PPLI sebagai
pengelola pihak ketiga.

Gambar 4.8: Belt press


5. Chemical Sludge Tank
Chemical sludge tank digunakan untuk menampung sludge dari proses
DAF. Chemical sludge tank mempunyai kapasitas penampungan yaitu 13 m³
dengan panjang 2.9 m, lebar 1.5 m, dan kedalaman 4 m.

74
Gambar 4.9: Chemical Sludge Tank
6. Bak Aerasi
Air limbah yang berasal dari output DAF Transfer Tank dipompa menuju
ke Cooling tower untuk menurunkan suhu dan dialirkan ke Bak Aerasi A dan B
melalui Flow Distribution Box. Pengolahan air limbah secara biologis digunakan
untuk menghilangkan zat organik yang terkandung dalam air limbah dengan
bantuan mikroorganisme. Salah satu sumber dari adanya zat organik yaitu pada
proses di produksi flavour dan cleaning equipment.
Dalam proses pengolahan air limbah secara biologis ini, WWTP PT Mane
Indonesia menerapkan sistem pengolahan dengan metode Aerobic System, hal ini
bertujuan untuk mendapatkan kualitas effluent yang memenuhi standar. Bak
Aerobic System yang selanjutnya akan disebut dengan CSAS memiliki dimensi
yaitu panjang 17.65 m, lebar 2.35 m dan tinggi 6 m. Air limbah masuk ke bak

75
CSAS setelah melalui proses Cooling Tower. Kemudian air limbah akan turun
secara gravitasi ke Tangki Ekualisasi yang memiliki diffuser untuk proses aerasi
di bagian bawah bak. Setiap CSAS memiliki 11 difusser di bagian bawah bak
untuk menyuplai udara untuk proses degradasi zat organik agar nilai COD, BOD,
dan SS turun.
Satu bak CSAS memiliki kapasitas 249 m³ dengan panjang 17.65 m, lebar
2.35 m dan tinggi 6 m. Didalam bak ini dilengkapi dengan Pompa Blower
bertekanan 5 bar yang digunakan untuk suplai oksigen kedalam air limbah,
dimana oksigen tersebut sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob. Air
limbah yang tercampur dengan lumpur tersebut kemudian dialirkan menuju
Biological Sludge Tank. Proses selanjutnya adalah dengan decanter atau
pemisahan air buangan yang dibuang ke kawasan dengan lumpur yang diolah di
Belt Press.

Gambar 4.10 : Bak CSAS

76
7. Effluent Basin
Effluent Basin merupakan bak terakhir yang digunakan untuk menampung
air hasil olahan dari seluruh rangkaian proses yang terjadi di WWTP. Terdapat
2 bak effluen yang tiap unit mempunyai kapasitas 23 m³ dengan dimensi bak
yaitu panjang 2,45 m, lebar 2,45 dan kedalaman 5 m.

Gambar 4.11: Effluent Tank

4.2 Efektifitas Proses Waste Water Treatment PT. Mane Indonesia


Proses Waste Water Treatment yang dilakukan oleh PT.Mane Indonesia
sudah cukup efektif ditinjau dari aspek lingkungan. Efektifitas dari segi
lingkungan dapat dilihat dari kualitas Effluent yang memenuhi Baku Mutu
Kawasan MM2100, sedangkan efektifitas dari segi ekonomi baru terfokus pada
pemenuhan kualitas effluent WWTP saja, agar tidak terkena extra charge akibat
effluent WWTP yang berada diatas ambang batas kawasan. Masih terdapat
beberapa proses yang bila ditinjau dan dikaji lebih lanjut berpotensi memiliki
nilai efisiensi yang cukup tinggi pada aspek ekonomi dan lingkungan.

4.2.1 Penerapan Produksi Bersih di PT. Mane Indonesia


Sebelum membahas secara lebih rinci terkait Penerapan Produksi Bersih di
PT Mane, berikut adalah matriks penelitian terkait Laporan Penelitian yang telah
disusun oleh penulis.

77
JUDUL VARIABEL INDIKATOR SUMBER DATA METODOLOGI PENELITIAN FOKUS MASALAH
Kajian Proses WWT di PT 1. Manual 1. Pendekatan Penelitian : Pokok Masalah :
1. Criteria Design WWTP
Mane Indonesia Book a. Pengamatan Proses 1. Penggunaan sumber daya air yang
2. Manual b. Pemetaan Aliran Bahan secara terus menerus dalam kegiatan
2. Flow Process WWTP
Book dan Energi industri sehingga mengakibatkan
3. Spesifikasi Effluent 3. Manual menurunnya kualitas dan kuantitas air
WWTP Book 2. Jenis Penelitian : bersih.
Eksperimen Lapangan
4. Kualitas Effluent WWTP 4. Certificate
2. Inefisiensi Penggunaan Air, Listrik, dan
PT Mane Indonesia Of Analysis
3. Metode Pengumpulan Bahan Kimia di WWTP PT Mane
Kajian Efektifitas Proses 1. Efektifitas Penggunaan Data : Indonesia.
Peluang 1. Data Primer
WWT di PT Mane Listrik di WWTP a. Observasi
Penerapan Indonesia ditinjau dari 2. Efektifitas Penggunaan 2. Data b. Interview Sub Pokok Masalah :
Produksi aspek lingkungan dan Bahan Kimia WWTP Sekunder 1. Bagaimanakah proses Waste Water
Bersih di ekonomi
3. Efektifitas Penggunaan 4. Teknik Pengolahan Data Treatment di PT. Mane Indonesia?
PT Mane 3. Data Primer
Air di WWTP dengan menggunakan
Indonesia
4. Efektifitas 4. Data Primer analisa deskriptif kuantitatif 2. Bagaimanakah efektifitas dari Proses
Pengoperasian Unit WWTP dan Sekunder Waste Water Treatment yang dilakukan
oleh PT. Mane Indonesia ditinjau dari
Kajian Efektifitas Proses 1. Penerapan Produksi
aspek lingkungan dan ekonomi?
Produksi Bersih di PT Bersih di PT Mane 1. Data Primer
Mane Indonesia ditinjau Indonesia 3. Bagaimanakah efektifitas dari
dari aspek lingkungan 2. Kajian Efektifitas penerapan produksi bersih di WWTP PT
dan ekonomi Produksi Bersih di WWTP Mane Indonesia ?
PT Mane Indonesia 2. Data Primer

78
Masuk pada definisi Produksi Bersih, Menurut UNEP, Produksi Bersih
adalah strategi pencegahan dampak lingkungan terpadu yang diterapkan secara
terus menerus pada proses, produk, jasa untuk meningkatkan efisiensi secara
keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia maupun lingkungan
(UNEP, 1994).
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1994). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi
produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003)
dituangkan dalam 5R (Re-think, Re-use, Reduction, Recovery and Recycle).
Berikut adalah beberapa usaha yang dilakukan oleh perusahaan sebagai
upaya penerapan Produksi Bersih di PT Mane Indonesia dimana implementasi
dilakukan secara menyeluruh di departemen terkait. Usaha-usaha penerapan
Produksi Bersih dapat dilihat di tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Penerapan Produksi Bersih di PT Mane Indonesia
No Departemen Deskripsi Proses Produksi Bersih Objective
Pencarian Supplier dan Forwarder Supplier dan
yang memenuhi persyaratan terkait Forwarder yang
SMLH dan atau regulasi terkait yang bekerjasama
berkaitan dengan Pengelolaan dengan PT Mane
Lingkungan dimana dalam melakukan Indonesia ikut
assesmen melibatkan Team QA dan serta dalam
1 Purchasing HSE. membantu
penerapan
produksi bersih
melalui penerapan
regulasi terkait
perlindungan
lingkungan.

79
Modifikasi pada proses pencucian Proses pencucian
Tangki 1 ton. Existing condition lebih efektif.
dilakukan pencucian secara manual Penghematan air
dan butuh energi dan air yang banyak dan energi karena
2 Production untuk prosesnya. Improvement pencucian tidak
dilakukan dengan membuat sistem perlu di ulang.
COP (Cleaning on Place) dengan
pompa di area PRD dan menambahkan
aksesoris.
Modifikasi pada proses pencucian Menurunkan
Tangki dimana kondisi saat ini penggunaan air
pencucian Tangki dan Jalur Packing dan bahan kimia
3 Production Line dilakukan terpisah. Dilakukan karena pencucian
improvement dengan cukup satu kali
menggambungkan proses CIP antara proses.
tangki dengan Packing Line.
Penggantian sistem level control untuk Menghindari
Groud Water Tank dari mekanis terjadinya luberan
menjadi otomatis karena seringnya pada Tangki
malfungsi pada sensor mekanis Penampungan Air
4 Maintenance
mengakibatkan luberan yang tidak sehingga tidak
terkontrol dan pemborosan air terjadi
pemborosan
sumber daya air.
Penyiraman tanaman dengan Pengurangan
menggunakan air dari kawasan penggunaan air
membutuhkan volume air yang cukup dari kawasan
5 Maintenance besar dalam 1 bulan. Dilakukan sebagai wujud
penggantian sumber air untuk perlindungan
penyiraman dengan menggunakan terhadap sumber
hasil kondensasi dari Cooling Coil. daya lingkungan.

80
Buangan blow down boiler dialirkan ke Pencegahan
jalur air hujan. Boiler menggunakan terhadap
chemical yang mengalirkan chemical pencemaran
6 Maintenance yang mengalirkan ke jalur air hujan lingkungan.
menyebabkan pencemaran air.
Dilakukan pembuatan jalur blow down
ke pit WWT.
Jalur pembuangan wastafel CSD Pemindahan jalur
masuk ke dalam containment yang pembuangan agar
menyebabkan penumpukan air sisa pengolahannya
7 Warehouse pencucian kedalam containment dan sesuai.
berpengaruh terhadap penyebaran bau.
Pemindahan jalur pembuangan dari
containment ke pit WWT.

Setelah dilakukan usaha usaha penerapan produksi bersih dari beberapa


departemen terkait diatas, pembahasan akan lebih mendetail ke Proses Penerapan
Produksi Bersih di WWT PT Mane Indonesia. Sebelum mengkaji lebih detail terkait
prinsip-prinsip pokok dalam strategi Produksi Bersih diatas, perlu dikaji terkait
Analisis SWOT sebagai guidance untuk pengkajian penerapan Produksi Bersih di
WWTP PT Mane Indonesia.
Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi secara lebih detail hal-
hal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dalam penerapan
produksi bersih pada WWTP PT Mane Indonesia.
Tabel 4.3 Analisis SWOT Terhadap PT Mane Indonesia
Strengths (Kekuatan) Weaknesses (Kelemahan)
Kandungan pencemar dalam influent Penggunaan air hanya berorientasi
cukup rendah. Parameter pH, BOD, COD, pada air dari kawasan, belum ada
dan SS masih jauh berada dibawah upapa pemanfaatan kembali air
kapasitas desain. effluent.
Kualitas effluent yang baik dan jauh WWTP PT Mane Indonesia

81
memenuhi baku mutu limbah. beroperasi jauh diatas beban limbah
yang masuk sehingga terjadi
pemborosan energi dan biaya.
Sarana dan prasarana WWTP PT Mane Proses pengolahan yang tidak
Indonesia yang cukup memadai. optimal dan tidak efisien.

Opportunities (Peluang) Threats (Ancaman)


Effluent WWTP sudah memenuhi Pemahaman dan kesadaran tentang
spesifikasi untuk digunakan kembali di air urgensi penerapan produksi bersih
proses. masih kurang.
Kapasitas pengolahan unit pengolah Fokus manajemen masih terpusat
limbah cukup besar, jauh melebihi beban pada bisnis pokok, belum berfokus
yang masuk. terhadap upaya perbaikan di bidang
lain.

4.3.1 Kajian Peluang


Kajian yang dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dalam penerapan
produksi bersih pada WWTP PT Mane Indonesia menggunakan strategi 1E4R
(Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim). Pada implementasinya,
penerapan produksi bersih dilakukan melalui tata kelola yang baik, penggantian
bahan baku, perbaikan sistem prosedur, modifikasi proses, dan peralatan,
penggantian teknologi, modifikasi dan reformulasi produk.
4.3.1.1 Elimination
Tinjauan dari segi eliminasi adalah dengan mengkaji upaya-upaya yang
dilakukan atau peluang tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah timbulnya
limbah langsung dari sumbernya, baik dari raw material nya, proses, dan sampai
produk jadi. Tahap ini merupakan langkah awal untuk pencegahan dan
mengurangi pemborosan energi dan sumber daya.
Penggunaan air yang tidak ekonomis dimana air merupakan sumber daya alam
adalah tindakan yang tidak sejalan dengan konsep produksi bersih. Pada saat ini,
belum dikaji secara detail terkait prosedur dari perusahaan untuk meminimasi

82
penggunaan air dengan upaya pemanfaatan kembali effluent WWTP, pengkajian
terkait efektifitas proses untuk menghindari pemborosan energi.
4.3.1.2 Reduce
Tinjauan dari segi reduce adalah dengan mengkaji upaya-upaya yang
dilakukan atau peluang tindakan untuk mengurangi penggunaan energi dan
sumber daya. Efisiensi terkait energi dan sumber daya yang digunakan akan
menaikkan efisiensi produksi dan mengurangi penggunaan energi dan air.
Tindakan reduce bisa berupa pengurangan penggunaan air dan energi dengan cara
perbaikan proses, penggantian teknologi, atau perubahan tata letak.
Terkait dengan WWTP PT Mane Indonesia, upaya penerapan reduce adalah
dengan melalui tata kelola yang baik, perbaikan prosedur operasi, modifikasi
proses dan peralatan. Pelaksaan tatakelola yang baik adalah dengan pelaksanaan
manajemen dan operasi tepat guna, penerapan prosedur standar operasi untuk
mencegah terjadinya tumpahan, kebocoran pemborosan bahan dan energi, sejak
dari penerimaan hingga penyimpanan dan penanganan produk.
Secara umum, kandungan pencemar dalam influent WWTP cukup rendah.
Ditinjau dari parameter yang dipersyaratkan kawasan, untuk nilai Suhu, pH, COD,
dan BOD serta TSS terbilang cukup rendah. Kualitas effluent WWTP PT Mane
Indonesia bulan Mei sampai dapat dilihat di tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Effluent WWTP PT Mane Indonesia Mei-Juli 2019
Regulatory Month
Parameter
Limit Mei Juni Juli
Temperature 5.5-9.5 25.8 27.1 26.1
pH 400C 7.18 7.20 7.65
COD 400 mg/L 123 104 61
BOD 200 mg/L 37 31 18
TSS 400 mg/L 11 17 14
(Data Sekunder, 2019)

83
Gambar 4.12 Hasil Analisis Effluent WWTP PT Mane Indonesia Mei-Juli 2019
Untuk effluent dengan parameter suhu, nilai suhu antara 25.8-27.1 dengan rata-
rata diperoleh di angka 26.30 C. Untuk parameter pH, nilai antara 7.18-7.65
dengan rata-rata diperoleh di angka 7.34. Untuk parameter COD, nilai antara 61-
123 mg/L dengan rata-rata diperoleh di angka 96 mg/L. Untuk parameter BOD,
nilai antara 18-37 mg/L dengan rata-rata diperoleh di angka 28.6 mg/L. Untuk
parameter TSS, nilai antara 11-17 mg/L dengan rata-rata diperoleh di angka 14
mg/L. Selama 3 bulan masa penelitian, tidak ada parameter yang melebihi nilai
ambang batas. Pengoperasian unit menjadi poin utama dalam mengkaji terkait
proses penerapan produksi bersih di WWTP PT Mane Indonesia.
1. Cooling Tower
Proses pertama yang direduksi adalah pada proses Cooling. Hal ini
dikarenakan air influent yang masuk dari proses DAF memiliki rentang suhu yang
relatif normal di angka 24-290 C sehingga proses Cooling bisa dieliminasi.
Reduksi proses ini bisa menghemat daya di kisaran 2.5 kW. Tabel perhitungan
efisiensi untuk Cooling Tower bisa dilihat di tabel berikut :

Tabel 4.5 Data Efisiensi Listrik Per Tahun untuk Cooling Tower
Daya Cooling Harga Listrik Waktu Cooling
Efisiensi per Tahun
Tower per kWh Tower Beroperasi
2.5 kW x 12 jam x
2.5 kW Rp 1554,00 12 h/day 22 hari x 12 bulan =
Rp 12.307.680,00
(Data Primer, diolah)

84
Dari tabel perhitungan diatas didapatkan data efisiensi untuk energi listrik sebesar
Rp 12.307.680,00 per tahun.
2. Pompa Blower
Pompa Blower adalah mesin kedua yang bisa dijadikan obyek efisiensi
dimana pompa ini memiliki daya 15 kW dengan output udara bertekanan yang
dihasilkan oleh satu pompa adalah 6.83 m3/menit. Pada sistem WWTP PT Mane
Indonesia terdapat 3 pompa Blower yang semuanya berjalan secara paralel untuk
mensuplai udara ke proses aerasi. Pengoperasian secara bersamaan ini tidak
efektif karena beban limbah yang masuk ke pengolahan masih jauh dibawah
kapasitas desain, hal inilah yang menimbulkan inefisiensi pada energi listrik dan
biaya.
Dengan menggunakan dua pompa Blower yang mensuplai udara
bertekanan sebanyak 13.66 m3/menit, sudah cukup untuk mereduksi COD, BOD,
dan TSS sehingga effluent WWTP PT Mane Indonesia berada dibawah nilai
ambang batas kawasan. Pengoperasian dengan dua pompa didasarkan pada
preventive action sehingga ketika terjadi proses abnormal, suplai udara
bertekanan masih tercukupi dibandingkan dengan hanya satu pompa.
Data perbandingan hasil effluent WWTP PT Mane Indonesia dengan
sistem 3 Pompa Blower berjalan dan dengan 2 Pompa Blower dapat dilihat di
tabel berikut.
Tabel 4.6 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019
Unit Nilai COD Nilai BOD Nilai TSS
Bulan
Pompa < 400 mG/L < 200 mG/L < 400 mG/L
Maret 3 182 55 9
April 3 81 26 16
Mei 2 123 37 11
Juni 2 104 31 17
Juli 2 61 18 14
(Data Sekunder, 2019)

85
Gambar 4.13 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019

Dari data diatas dapat dilihat bahwa hasil pengujian effluent WWTP yang
menggunakan Pompa Blower sebanyak 3 unit dibandingkan dengan 2 unit tidak
menimbulkan penurunan kualitas pengolahan. Hal ini bisa dilihat dari effluent
bulan Mei-Juli yang memiliki nilai COD, BOD, dan TSS yang berada dibawah
ambang batas Kawasan. Nilai COD efisiensi dari proses reduksi pompa Blower
dapat diihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Data Perbandingan Reduksi Pompa Blower WWTP Mei-Juli 2019
Daya Pompa Harga Listrik Waktu Cooling
Efisiensi per Tahun
Blower per kWh Tower Beroperasi
15 kW x 12 jam x 22
15 kW Rp 1554,00 12 h/day hari x 12 bulan =
Rp 73.846.080,00
(Data Primer, diolah)
Dari tabel perhitungan diatas didapatkan data efisiensi untuk energi listrik dari
reduksi pompa Blower sebesar Rp Rp 73.846.080,00 per tahun.

3. Reduksi Penggunaan Bahan Kimia


Nilai pH dan nilai COD yang sesuai dengan standar dijadikan sebagai
kondisi optimal dalam proses penambahan bahan kimia, semakin banyak bahan
kimia yang ditambahkan dalam proses koagulasi maka kondisi limbah akan
semakin bagus dan memenuhi standar kualitas limbah industri.

86
Walaupun memberikan kualitas yang bagus, penggunaan bahan kimia yang
terlalu banyak dinilai kurang dari segi ekonomis nya. Sehingga perlu dilakukan
perhitungan efisiensi penggunaan bahan kimia agar dapat menekan cost
perusahaan dibidang pengolahan limbah.
Efisiensi penggunaan bahan kimia dapat dihitung dengan cara menghitung
selisih harga setiap bahan kimia yang ditambahkan pada limbah sebelum dan
sesudah dilakukan trial. Untuk menghitung efisiensi dibutuhkan data harga
koagulan PAC dan Alkali per liter (harga berdasarkan penawaran di pasaran yang
berlaku pada tahun 2018) adalah :
a. PAC per liter di pasaran dijual dengan harga Rp. 5.000,-
b. Alkali per liter di pasaran dijual dengan harga Rp. 10.000,-

Sehingga Efisiensi penggunaan bahan kimia dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Efisiensi = (Selisih harga PAC) + (Selisih harga Alkali)
Sebelum dilakukan jar test dengan penambahan koagulan dan flokulan,
dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap kualitas air limbah dalam tangki
penampungan limbah (pre-treatment) atau disebut dengan Balance Tank. Dari
hasil pengujian tersebut didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 4.8 Data Kualitas Air Limbah di Balance Tank.

Parameter Hasil

Warna Larutan Awal Coklat keruh

Jumlah Sampel (ml) 1000

Nilai COD (mg/L) 1257

pH Awal 7

(Data Sekunder, 2018)

87
A. Perhitungan Penentuan Dosis

Data teknis diperoleh sebagai berikut :


a. Flowrate Pompa PAC dan Alkali : 120 L/Jam
Skala dosing (Stroke) : 0-50

b. Flowrate Pompa Polymer : 400 L/Jam


Skala dosing (Stroke) : 0-10

B. Uji Pendahuluan

Dalam uji pendahuluan diambil data dari hasil pengujian pada 2 bulan
sebelum dilakukan trial, bertujuan untuk membandingkan penggunaan bahan
baku sebelum dan setelah trial dilakukan.

Tabel 4.9 Data Pengamatan Pada Bulan Agustus dan September 2018

Kondisi Aktual di plant WWTP Hasil Analisa

% Stroke % Stroke Pompa Dosis PAC Dosis Alkali


pH COD (mg/L)
Pompa PAC Alkali (L/Hr) (L/Hr)

Aug-18 20 20 48 48 7 29

Sept-18 20 20 48 48 7 35
(Data Sekunder, 2018)
C. Penentuan Efisiensi Penggunaan Bahan Kimia

Efisiensi penggunaan bahan kimia dapat dilihat dari selisih penggunaan


bahan kimia antara sebelum jar test dan sesudah jar test, yang dapat dihitung dari
jumlah biaya yang dikeluarkan. Skala dosis yang digunakan sebanyak lima
variabel konsentrasi PAC dan konsentrasi Alkali, sedangkan untuk konsentrasi

88
polimer dibuat tetap. Selanjutnya dilakukan jar test yang terdiri dari 5 buah
pengaduk dengan kecepatan pengadukan 100 rpm. Waktu untuk pengadukan
selama 1 menit dan waktu pengendapan 10 menit didapatkan data berikut :
Tabel 4.10 Data Pengamatan Hasil Analisa Setelah Dilakukan Jar test

Kondisi Aktual di Plant WWTP Kondisi Jar test Hasil Analisa


% Stroke % Stroke Dosis Dosis
No. Dosis PAC Dosis Alkali
Pompa Pompa PAC Alkali pH COD (mg/L)
(mL/menit) (mL/menit)
PAC Alkali (L/Hr) (L/Hr)
1. 20 18 48 43,2 2,9 2,6 6,5 25
2. 18 20 43,2 48 2,6 2,9 7 32
3. 15 18 36 43,2 2,2 2,6 6,5 40
4. 13 18 31,2 43,2 1,9 2,6 7 55
5. 10 15 24 36 1,4 2,2 7,5 63
(Data Sekunder, 2018)
Dengan membandingkan antara tabel 5.3 dan tabel 5.4 maka dapat dihitung
efisiensi penambahan bahan baku :
 Penggunaan Bahan Kimia Pada Uji Pendahuluan :
PAC = 48 Liter x Rp. 5.000 = Rp. 240.000,-
Alkali = 48 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 480.000,-
 Efisiensi kondisi jar test 1
PAC = 48 Liter x Rp. 5000 = Rp. 240.000,-
Alkali = 43,2 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 432.000,-
Efisiensi = (240.000 – 240.000) + (480.000 – 432.000)
= 0 + 48.000
= Rp. 48.000,-
 Efisiensi kondisi jar test 2
PAC = 43,2 Liter x Rp. 5000 = Rp. 216.000,-
Alkali = 48 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 480.000,-
Efisiensi = (240.000 – 216.000) + (480.000 – 480.000)
= 24.000 + 0
= Rp. 24.000,-
 Efisiensi kondisi jar test 3

89
PAC = 36 Liter x Rp. 5000 = Rp. 180.000,-
Alkali = 43,2 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 432.000,-
Efisiensi = (240.000 – 180.000) + (480.000 – 432.000)
= 60.000 + 48.000
= Rp. 108.000,-
 Efisiensi kondisi jar test 4
PAC = 31,2 Liter x Rp. 5000 = Rp. 156.000,-
Alkali = 43,2 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 432.000,-
Efisiensi = (240.000 – 156.000) + (480.000 – 432.000)
= 84.000 + 48.000
= Rp. 132.000,-
 Efisiensi kondisi jar test 5
PAC = 24 Liter x Rp. 5000 = Rp. 120.000,-
Alkali = 36 Liter x Rp. 10.000 = Rp. 360.000,-
Efisiensi = (240.000 – 120.000) + (480.000 – 360.000)
= 120.000 + 120.000
= Rp. 240.000,-
Dari hasil perhitungan efisiensi diatas dapat dibuat grafik perbandingan antara
efisiensi biaya bahan kimia dengan dosis bahan kimia :

Grafik Hubungan Antara Efisiensi Biaya


dengan Dosis Bahan Kimia
300000
Efisiensi Biaya (Rp)

250000
200000
150000
100000
50000
0
1 (2,9 : 2,6) 2 ( 2,6 : 2,9) 3 (2,2 : 2,6) 4 (1,9 : 2,6) 5 (1,4 : 2,2)
Dosis PAC : Alkali (mL/menit)

Gambar 4.14 Grafik Hubungan Efisienai Biaya dan Dosis Bahan Kimia yang
ditambahkan

90
Pada proses pengolahan limbah ini penambahan bahan kimia cenderung
memberikan efek yang besar, hal ini menunjukan bahwa air limbah yang telah
terikat oleh poli aluminium klorida yang bermuatan positif pada proses koagulasi,
ditarik dengan flokulan anionik sehingga membentuk suatu ikatan partikel yang
lebih besar yang menyebabkan terbentuknya flok dengan sempurna.
Penambahan alkali untuk menetralisasi muatan positif partikel
menyebabkan terjadinya gaya Van Der Waals, sehingga partikel-pertikel tersebut
saling berikatan membentuk flok-flok yang berukuran besar sehingga flok-flok
tersebut dapat terflokulasi. Dalam hal ini penambahan dosis yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya deflokulasi atau restabilisasi koloid.
Dari semua hasil trial penentuan dosis bahan kimia dapat dilihat bahwa
nilai pH dan nilai COD memenuhi standar kualitas limbah yang baik. Semakin
banyak bahan kimia yang ditambahkan maka akan menghasilkan nilai COD yang
semakin menurun, namun hal ini bertolak belakang dari segi ekonomisnya yang
menunjukkan bahwa semakin banyak bahan kimia yang ditambahkan akan
memerlukan biaya yang semakin besar pula.
Dengan penambahan bahan kimia pada kondisi trial nomor 1 memberikan
hasil kualitas air yang baik, dengan nilai COD terendah yaitu 25 mg/L. Sedangkan
bila dibandingkan dengan kondisi trial nomor 5 dengan hasil analisa yang
menunjukkan nilai COD sebesar 63 mg/L. Dapat dilihat bahwa jumlah bahan
kimia yang ditambahkan pada kondisi trial nomor 5 tidak dapat menurunkan nilai
COD yang signifikan, namun masih memenuhi standar kualitas air limbah.
Dari grafik hubungan antara efisiensi biaya dengan dosis bahan kimia yang
ditambahkan, dapat dilihat bahwa kondisi trial nomor 5 memiliki nilai efisiensi
biaya yang paling tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kondisi trial 5 dapat
menghemat biaya penggunaaan bahan kimia sebesar Rp. 240.000,- dari kondisi
sebelumnya.
Dari hasil pengamatan dan data-data yang diperoleh, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:

91
1. Penambahan koagulan dan flokulan berlebih akan menghasilkan
kualitas air limbah yang baik namun hal ini justru akan menyebabkan
terjadinya deflokulasi atau restabilisasi koloid.
2. Hasil penentuan efisiensi penggunaan bahan kimia pada air limbah PT
Mane Indonesia didapatkan jumlah bahan kimia yang efektif adalah :
koagulan poli aluminium klorida sebanyak 24 L/jam dan flokulan
alkali sebanyak 36 L/jam. Karena kondisi ini dapat menghemat biaya
penggunaan bahan kimia sebesar Rp. 240.000,- dari jumlah dosis yang
digunakan pada pengolahan sebelumnya.

3. Reduksi Penggunaan Air Bersih dari Kawasan


Penggunaan air untuk proses dan General Cleaning Area WWTP
seluruhnya disuplai dari kawasan. Setelah dilakukan kajian terkait kualitas effluent
WWTP PT Mane Indonesia, didapatkan peluang efisiensi penggunaan air dimana
kebutuhan untuk General Cleaning dan pengenceran bahan kimia dapat
menggunakan air effluent WWTP. Nilai efisiensi air dapat dilihat dari tabel 4.10
berikut:

Tabel 4.11 Perhitungan Biaya Penggunaan Air Bersih untuk Operasional


WWTP
Water Usage per Price of Water per Cost for Water
Process
day (in Liter) Liter Usage per year

General
1500 Rp 30.888.000,00
Cleaning
Rp 6.5,00
Chemical
1350 Rp 27.799.200,00
dilution

Total Saving per year Rp 58.687.200,00

(Data Primer, 2019)


Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha efisiensi penggunaan ulang air
effluent untuk operasional WWTP dapat menghemat Rp 58.687.200,00 per tahun.

92
4.3.1.3 Reuse
Tinjauan dari segi reuse adalah dengan mengkaji potensi pemanfaatan air
limbah secara langsung tanpa melalui perlakuan fisika maupun kimia atau biologi.
Semua limbah cair yang akan diolah di WWTP PT Mane Indonesia termasuk
kategori limbah campuran antara limbah industri dan domestik. Limbah industri
memiliki persentase jauh lebih tinggi dibandingkan limbah domestik yang berasal
dari kegiatan non industrial di pabrik. Sifat sifat dari limbah industri menjadi lebih
dominan dan kadar pencemar pun masih cukup tinggi, karena sifat-sifat bahaya
tersebut maka sejauh ini tidak ada upaya pemanfaatan limbah cair yang belum
diolah di WWTP PT Mane Indonesia.
4.3.1.4 Recycle
Tinjauan dari segi recycle adalah dengan mengkaji potensi perlakuan daur
ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memprosesnya kembali ke
proses semula melalui perlakuan fisika, kimia, atau biologi.
Beberapa alternatif yang dapat diterapkan untuk pemanfaatan kembali effluent
WWTP PT Mane Indonesia antara lain untuk air proses General Cleaning area
WWTP PT Mane Indonesia, sebagai pengencer untuk Polimer dan PAC.

4.4 Perencanaan Perbaikan


Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian air
adalah:
1. Merealisasikan upaya pemakaian kembali effluent WWTP PT Mane
Indonesia, melalui beberapa kegiatan seperti berikut:
 Penggunaan effluent untuk General Cleaning Area WWTP
 Penggunaan effluent untuk proses pengenceran Polimer dan PAC
Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian energi
listrik adalah:
1. Optimalisasi kinerja WWTP PT Mane Indonesia sehingga efisiensi
pengolahan dapat ditingkatkan. Langkah-langkah optimalisasi seperti
berikut:

93
 Menjalankan semua prosedur dengan konsisten untuk meminimalkan
potensi gagal proses karena human error.
 Menjalankan preventive maintenance secara berkala untuk peralatan
di WWTP sehingga kinerjanya tidak menurun dan tidak mudah rusak.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pemakaian bahan
kimia adalah:
1. Melakukan percobaan skala lab untuk mengetahui jumlah optimum PAC
dan Polimer yang harus diinjeksikan ke proses Flokulasi, karena
spesifikasi PAC dan Alkali yang digunakan saat ini tidak optimal dan
cenderung inefisien. Percobaan dilakukan dengan menentukan
perbandingan konsentrasi PAC dan Alkali dengan stroke pompa.

94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Faktor-faktor penyebab inefisiensi yaitu:
 Inefisiensi penggunaan air disebabkan karena konsumsi air berasal
dari suplai kawasan sepenuhnya, dan belum ada upaya untuk
penggunaan kembali effluent WWTP untuk kebutuhan domestik
maupun untuk operasional WWTP.
 Inefisiensi energi listrik disebabkan WWTP PT Mane Indonesia
beroperasi jauh diatas beban limbah yang masuk. Walaupun beban
limbah yang masuk dibawah kapasitas desain, namun semua unit
dioperasikan secara penuh.
 Inefisiensi penggunaan bahan kimia disebabkan belum adanya
kajian terkait perbandingan persentase stroke pompa Alkali dan
PAC, sehingga pengoperasian kurang optimal dan inefisiensi pada
aspek bahan kimia yang digunakan.
2. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk peningkatan efisiensi
yaitu:
 Peningkatan efisiensi air dengan menerapkan usaha pemanfaatan
kembali air effluent WWTP untuk proses General Cleaning Area
WWTP dan untuk pengencer bahan kimia PAC dan Polimer
sehingga dari aspek lingkungan perusahaan telah ikut serta
mengurangi penggunaan sumber daya air yang dapat menjaga
ketersediaan air di alam.
 Peningkatan efisiensi listrik dengan menerapkan optimalisasi
proses pengolahan melalui pengurangan Pompa Blower yang
beroperasi dari 3 unit menjadi 2 unit yang bekerja, dan dengan
mematikan alat Cooling Tower dimana kedua usaha tersebut dapat
menghemat biaya serta dari aspek lingkungan perusahaan telah
berperan aktif dalam mengurangi konsumsi listrik yang dapat

95
berdampak pada berkurangnya pencemaran dari pembangkit listrik
tak ramah lingkungan.
 Peningkatan efisiensi penggunaan bahan kimia dengan melakukan
percobaan skala laboratorium yang diimplementasikan di lapangan
terkait perbandingan stroke Pompa Alkali dan PAC dengan bahan
kimia yang digunakan. Dari perubahan prosedur ini diperoleh
efisiensi penggunaan bahan kimia serta dari aspek lingkungan ikut
serta dalam mengurangi konsumsi bahan kimia yang berpotensi
mencemari lingkungan apabila tidak dikelola dengan tepat.

3. Besarnya peluang penghematan yang diperoleh dari penerapan


produksi bersih dalam pengoperasian WWTP PT Mane Indonesia
adalah penghematan penggunaan air bersih sebesar 4.752.000
L/tahun setara dengan Rp 58.687.200,00 per tahun. Penghematan
penggunaan listrik sebesar 55440 kWh per tahun atau setara
dengan Rp 86.153.760,00 per tahun. Penghematan penggunaan
bahan kimia sebesar Rp 76.032.000,00 per tahun.
5.2 Saran
1. Uji coba pengoperasian unit pengolah limbah sebaiknya
dilanjutkan dengan hanya mencoba mengoperasikan dua Pompa
Blower untuk proses aerasi dan mematikan alat Cooling Tower
untuk proses pendinginan limbah, karena secara perhitungan dua
unit Pompa Blower sudah cukup optimal untuk mensuplai udara
proses aerasi dan suhu limbah tanpa melalui proses Cooling Tower
masih dibawah ambang batas.
2. Penerapan training dan briefing secara berkala kepada operator
WWTP terkait pemeliharaan mesin dan proses serta konsistensi
dalam implementasi prosedur yang telah diterapkan , termasuk
improvement dan efisiensi di lapangan agar kualitas effluent tetap
dibawah ambang batas dengan proses pengolahan yang optimal.

96
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Tuti, 2005. Evaluasi Kinerja WWTP #48 PT.Badak NGL, Bontang.

Cherymisinoff , 1987. Wastewater Treatment Pocket Handbook. Puda Publishing


Co. New York.

Eckenfelder Jr, W. Wesley, 1989. Industrial Water Pollution Control. Mc.


Graw Hill Inc. New York.

Fardiaz, H. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:Kanisius.

Fleig, A., 2000. Eco-Industrial Parks. A Strategy towards industrial ecology in


Developing and Newly Industrialized Country, GTZ.

Habibi, 2012. Tinjauan Instalasi Pengolahahan Air Limbah Industri Tekstil PT.
Sukun Tekstil Kudus. UNY.

Hammer, M.J, 1986. Water and Wastewater Technology . Wiley, New York.

Jaya, Sumansah. 2014. Efektivitas Penurunan BOD5 Limbah Cair Rumah Tangga
pada Berbagai Media Trickling Filter. Purwokerto: Universitas Jendral
Soedirman.

Junaidi dan Bima Patria Dwi Hatmanto. 2006. Analisis Teknologi Pengolahan
Limbah Cair Pada Industri Tekstil (Studi Kasus Pt. Iskandar Indah Printing
Textile Surakarta). Jurnal Teknik Lingkungan: Universitas Diponegoro.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2003. Karakteristik dan Cara Pengelolaan Air


Limbah serta Dampaknya Terhadap Lingkungan. KLH. Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: KEP-51/MENLH/10/1995

LAPI ITB, Unit Pengelolaan Limbah Cair dari Perumahan dan dari Kilang
(Laporan Final), Kerja Sama PT. Badak NGL – LAPI ITB. 1998.

L.Hens, 2017. Journal of Cleaner Production. United Kingdom.

Metcalf & Eddy,Tchobanoglous. 1991. Wastewater Engineering. Mc. Graw Hill


Inc. New York.

Novi Marliani, 2014. Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga Sebagai Bentuk


Implementasi Dari Pendidikan Lingkungan Hidup. Universitas Indraprasta.

Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990 Tentang Syarat Syarat dan


Pengawasan Kualitas Air

97
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Purwanto, 2005. Penerapan Produksi Di Kawasan Industri: Seminar Penerapan


Produksi Bersih, Asisten Standardisasi dan Teknologi, Jakarta.

Qasim, 1985. Wastewater Treatment Plants Planning, Desaign, and Operation.


CBS College Publishing. New York.

Rezagama, Arya. 2008. Laporan Kerja Praktek: Pengolahan Limbah Cair


PT.Indonesia Power UBP Semarang. Prodi Teknik Lingkungan: UNDIP.

Said, 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Proses Lumpur Aktif
Yang Diisi Dengan Media Bioball.Universitas Indonesia. Jakarta.

SNI 06-6989.11-2004 Tentang Cara uji derajat keasaman (pH) dengan


menggunakan alat pH meter.

SNI 6989.72-2009 Tentang cara uji kebutuhan oksigen biokimia (biochemical


oxygen demand/BOD).

SNI 06-6989 10-2004. Tentang Air dan Air Limbah.

SNI 6989.2-2009 Tentang Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi COD Dengan
Refluks Tertutup Secara Spektrofotometri.

Sri Moertinah, 2008. Peluang Penerapan Produksi Bersih pada Industri Tekstil
Finishing Bleahing. Semarang: Universitas Diponegoro.

Stefan Henningson, 2004. Journal of Cleaner Production. Stockholm. Sweden.

Sudrajat, SU. Analisis Pengelolaan Pencemaran Lingkungan. Universitas


Mulawarman. Samarinda. 2004

Sugiharto, Dasar-Dasar Pengolahan Limbah VI. Press. Jakarta.1987.

Tchobanoglous, 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, Reuse.


Series Wate Resource and Environmental Engineering 6th Edition.
McGraw Hill Book Co. Singapore.

United Nations Environment Programme (UNEP), 1994. Goverment Strategies


and Policies for Cleaner Production. Paris.UNEP.

Waste Water management Fact Sheet, Energy Conservation, United States


Environmental Protection Agency.

98
Wardana, A.W, 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.
Yogyakarta.

Wardana, Wisnu, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Andi


Offset.Yogyakarta.

W Oktiana, WD Nugaraha 2013. Sistem Penyaluran Air Limbah dan Instalasi


Pengolahan Air Limbah Kawasan Industri BSB City, Mijen Kota
Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro

Yuli Gunawan, 2006. Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Sistem


Pengolahan Air Limbah Domestik WWTP #48 PT.Badak NGL, Bontang.

99

Anda mungkin juga menyukai