Disusun Oleh :
NIM : 521144015
TAHUN 2021
i
BAB I
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas Critical Jurnal Review ini,
dalam mata kuliah Sejarah Tata Rias. Saya berterima kasih kepada semua yang
membantu saya dalam menyelesaikan tugas ini, terutama kepada Dosen pengampu
mata kuliah ini yaitu Almaida Vebibina,S.Pd.,M.Pd yang sudah membimbing
saya.
Saya berharap tugas Critical Jurnal Review ini dapat berguna bagi para
pembaca dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis. Saya
menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan dan kesalahan oleh
karena itu saya mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna memperbaiki makalah saya selanjutnya. Saya mengucapkan terima kasih.
ii
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
iii
2.3 Ringkasan Jurnal I
Pengaruh perkembangan kosmetika terhadap dunia tata rias pengantin
orang Bugis, cukup signifikan. Hal ini disebabkan, calon pengantin khususnya
pengantin wanita akan menjadi ‘ratu sehari’ yang harus tampil semaksimal
mungkin sehingga diperlukan tatarias yang dapat merubahnya menjadi sangat
cantik, anggun serta mempesona (makerra). Orang Bugis mengistilahi peristiwa
semacam ini sebagai mappaccappu bello. Penggunaan atau pemilihan jenis
kosmetika yang bagus dan berkualitaspun akhirnya dilakukan agar bisa
menghasilkan riasan yang berkualitas pula.
Perona pipi atau blusher yang berfungsi untuk mempercerah wajah agar
tidak nampak pucat, tidak dikenal dalam bahan dan alat rias tradisional. Hal itu
karena orang dahulu percaya bahwa meronakan wajah dapat dilakukan dari dalam,
yaitu dengan minum jamu serta bacaan mantera-mantera. Perona pipi biasanya
berwarna kemerahmerahan sehingga sering disebut dengan pemerah pipi.
Pemilihan warna perona pipi harus disesuaikan dengan warna lipstick atau perona
bibir.
Ada kepercayaan yang diyakini bahwa ritual sebelum dan selama proses
mempercantik atau merias pada pengantin wanita, akan mempengaruhi hasil dari
riasannya. Kecantikan yang terpancar tidak hanya kecantikan fisik semata, tetapi
aura inner-beauty juga akan terpancar maksimal. Bagian tatarias yang sangat
iv
penting bagi pernikahan adalah bagian wajah dan rambut, karena bagian inilah
fokus pandangan pertama orang akan arahkan. Oleh sebab itu pula tidaklah
mengherankan bila seorang juru rias pengantin (indo botting) demi menghasilkan
riasan bagi mempelai wanita agar nampak bercahaya dan mempesona (makerra),
menggunakanmantera-mantera (cenning rara).
a. marsibuha – buhai
Marsibuha-buhai adalah pembukan acara pamasu-masuin
(pemberkataan) dan acara ulaon sadari. Di mana pagi hari
sebelum dimulai pemberkatan/ catatan sipil/ pesta adat, acara
dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai
11
dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta
perkawinan.
v
pengungkapan janji tersebut maka Pendeta atau Pastur dapat memberikan berkat
kepada kedua pengantin.
vi
unjuk.
BAB III
PEMBAHASAN
vii
BAB IV
IMPLIKASI
viii
Obyek penelitian ini adalah para Perias Pengantin (Indok Botting) yang
mempunyai pengalaman trans. Mereka diwawancarai untuk memperoleh
informasi tentang pengalaman-pengalaman saat merias pengantin. Melalui
wawancara para Perias Pengantin itu diharapkan dapat memberikan pandangan-
pandangan dan pendapatpendapat mereka tentang fesyen. Dalam wawancara ini
dilihat segi-segi orsinil pandangan Perias Pengantin terhadap fesyen Bugis
tradisional yang mereka alami sehingga diharapkan dapat dilihat secara jelas
konsep fesyen yang khas menurut mereka.
Dalam penelitian ini meliputi sumber data lisan dan sumber data tertulis.
Data lisan diperoleh dari pelaku seni, salah satunya adalah Ida Pangaribuan
untuk mendapaptkan data berupa bagaimana penyajian tor-tor dalam upacara
pernikahan adat Batak Toba tersebut. Selain itu, peneliti juga memiliki data
dari aktivis Batak Toba yang ada di Jakarta serta pemusik yang berperan
sebagai pengiring tari tersebut. Wujud satuan lingual yang menjadi objek
penelitian ini adalah leksikon, frase, kalimat dan wacana. Informan yang menjadi
subjek dalam penelitian ini adalah para pelaku adat Batak tersebut yang memiliki
pengetahuan mendalam mengenai tradisi yang mereka lakukan, Spradley
(2007:68).
ix
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian dan penjelasan hasil penelitian tentang tatarias tradisional Bugis, dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) Kriteria cantik dan indah bagi orang Bugis memiliki pengertian
luas. Kecantikan secara lahirah bagi kaum wanita, kriteria orang Bugis adalah kulit yang cerah
bersih dan sorot mata yang diibaratkan sebagai intan jamrud atau ungkapan-ungkapan lainnya.
Sorot mata sangat dipengaruhi oleh sifat atau suasana hati empunya, karena itu kecantikan juga
dipancarkan oleh inner beauty yang bersumber dari hati dan sifat kaum wanita. 2) Klafikasi rias
dan busana orang Bugis ditentukan atau disesuaikan dengan fungsinya. Secara garis besar dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu rias sehari-hari dan rias khusus. Dalam klasifikasi rias khusus
termasuk di dalamnya rias pengantin, dalam rias pengantin terdapat aturan-aturan adat yang
harus dipatuhi secara tradisi. Aturan-aturan yang menjaga estetika Bugis yang senantiasa terkait
dengan makna
simbol dan nilai-nilai kearifan lokal.
Tarian dalam adat Batak Toba yang biasa disebut denga Tortor pada awalnya berfungsi
sebagai sebagai tari upacara atau ritual. Upacara-upacara dalam adat Batak seperti, upacara
kematian, panen, penyembuhan orang sakit, pesta muda-mudi, dan lain-lain. Semua tortor Batak
harus memiliki proses ritual, karena tortor Batak lebih merupakan ungkapan doa (wawancara 16
juni). Pesan ritual itu ada 3 hal utama yaitu, takut dan taat kepada Tuhan. Sebelum tari dimulai
harus ada musik persembahan kepada Yang Maha
Kuasa.
B. SARAN
Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan
yang jauh dari kata sempurna.
Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu kepada sumber yang busa
dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai pembahasan
makalah di atas.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Hamid, Manusia Bugis Makassar, Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pola
Tingkah Laku dan Pandangan Hidup Manusia Bugis Makassar, Jakarta: Idayu
Press, 1985
Hamidin, Aep. 2012. Buku Pintar Adat Perkawinan Nusantara. Jogjakarta: DIVA
press.
11