Anda di halaman 1dari 22

Referat

KAIDAH DASAR BIOETIKA

Oleh:

Rifdah Amalina Winarno, S.Ked

NIM. 193012310006

Penguji

Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes, Sp.F, S.H.

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN DAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSUD ULIN BANJARMASIN
November, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 3

A. Definisi Etika .................................................................... 3

B. Definisi Bioetika ............................................................... 4

C. Definisi Kaidah Dasar Bioetika ........................................ 4

D. Prinsip-Prinsip Kaidah Dasar Bioetika ............................. 4

BAB III PENUTUP ............................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat, bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan

kedokteran paripurna bermutu (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) bukan

saja ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga oleh perilaku

(professional behaviour), etik (bioethics) dan moral serta hukum.1

Dalam hukum kesehatan/kedokteran, pelayanan kesehatan memiliki unsur

duty (kewajiban) yaitu kewajiban tenaga kesehatan untuk mempergunakan segala

ilmu dan kepandaiannya untuk penyembuhan. Atau setidak-tidaknya meringankan

beban pasiennya (to cure and to care) berdasarkan standar profesi. Tenaga

kesehatan dengan segala daya upaya mencoba membantu kebutuhan pasien.1

Membahas mengenai pelayanan kesehatan ditinjau dari aspek hukumnya,

maka setidak-tidaknya ada beberapa isu yang perlu diangkat ke permukaan untuk

dipahami oleh setiap tenaga kesehatan atau rumah sakit agar dalam melayani pasien

tidak menjadi korban ketidaktahuan. Dokter dalam menjalankan praktik sehari-hari

sering kali menemukan isu etik yang terkadang dapat berkembang menjadi dilema

etik. Seorang dokter senantiasa dihadapkan dalam penilaian moral untuk membuat

suatu keputusan klinis yang etis. Pada awal tahun 60-an, di saat kemajuan dalam

bidang ilmu dan teknologi kedokteran berdampak pada hasil pengobatan dan

kualitas hidup pasien yang lebih baik, praktik kedokteran di masyarakat

berkembang dan berubah sejalan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.1,2

1
Pelayanan kesehatan juga sangat sarat dengan kemunculan dilema etik, atau

sengketa hukum. Nuansa hukum kesehatan/kedokteran juga sangat kental dalam

pelayanan kesehatan dengan adanya kewajiban-kewajiban yang harus

dilakukan.oleh orang-orang yang terlibat didalamnya yang kalau tidak berhati-hati

dalam bertindak akan sangat rawan terhadap tuntutan dan gugatan. Oleh karena itu,

sangat diperlukan pemahaman mengenai prnisip-prinsip etika dan hukum dalam

profesi kedokteran agar tuntutan dan gugatan tersebut dapat dihindari.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Etika

Kata etika secara etimologi berasal dari kata Yunani yaitu ethikos, ethos yang

berarti adat, kebiasaan, praktik. Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran

moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang

ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu, bukan

merupakan suatu ajaran. Pengertian lain tentang etika adalah ilmu tentang apa yang

baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).1

Etika bersangkutan dengan manusia secara pribadi dalam “kemanusiaannya”,

yaitu manusia yang sudah dan mampu menyadari dirinya sendiri dalam bepikir,

bersikap, berbicara, bertingkah laku terhadap manusia lain dan dalam masyarakat,

terhadap Tuhan sang Pencipta dan terhadap lingkungan tempat hidup beserta

seluruh isinya. Etika sebagaimana metode filsafat mengandung permusyawaratan

dan argumen eksplisit untuk membenarkan tindakan tertentu (etika normatif). Etika

adalah pedoman berbuat sesuatu dengan alasan tertentu. Alasan tersebut sesuai

dengan nilai tertentu dan pembenarannya. Etika penting karena masyarakat selalu

berubah, sehingga kita harus dapat memilih dan menyadari kemajemukan (norma)

yang ada (filsafat praksiologik). Jadi etika juga adalah alasan untuk memilih nilai

yang benar di tengah belantara norma (filsafat norma).1

Etika dalam dunia kedokteran dikenal sebagai etika kedokteran. Etika

kedokteran berfokus terutama dengan masalah yang muncul dalam praktik

3
pengobatan. Dalam etika kedokteran, isu-isu yang mengemuka terutama

menyangkut tujuan pengobatan, refleksi kritis terhadap suatu tindakan dan

mengembangkan otonomi dalam pengambilan keputusan dalam hidup pasien,

dokter dan pihak lain yang terkait dalam sistem kedokteran. Sedangkan etika klinis

lebih menyempit lagi ke lingkup klinis, yaitu cabang praktis yang menyediakan

suatu struktur pendekatan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan

isu etik dalam praktik klinis.1

B. Definisi Bioetika

Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam

kedokteran yang memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral

(normatif) yang berfungsi sebagai pedoman (das sollen) maupun sikap kritis

reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar moral (kaidah dasar

bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya.1

C. Definisi Kaidah Dasar Bioetika

Kaidah dasar bioetika adalah suatu karakteristik yang unik dari prinsip yang

dapat digunakan untuk menganalisis lebih tajam suatu standar, untuk membenarkan

peraturan dan dapat menjadi pedoman dalam pengambilan keputusan klinis yang

etis dalam praktek sehari-hari.2

D. Prinsip-Prinsip Kaidah Dasar Bioetika

Pada abad ke-20, bioetika telah berkembang sebagai disiplin akademis dan

terapan baru akibat kemajuan teknologi di bidang biomedis. Bioetika mulai

berkembang ketika Van Rensselaer Potter menulis sebuah buku Bioethics: Bridge

to the Future pada 1971. Pada tahun yang sama, The Kennedy Institute of Bioethics

4
didirikan di Georgetown University, Washington DC. Di tempat inilah, prinsip-

prinsip etika biomedis, yang populer di dunia kedokteran, diformulasikan oleh

Beauchamp dan Childress dalam buku teks klasik mereka, yaitu “Principles of

Biomedical Ethics”.3,4

Di Indonesia, bioetika baru berkembang dalam 20 tahun terakhir, diprakarsai

oleh pusat pengembangan etika Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta. Bioetika

semakin populer di Indonesia setelah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

mengadakan pertemuan pertama Bioetika pada tahun 2000 sekaligus mendirikan

Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kedokteran. Dua tahun kemudian, dalam

pertemuan kedua, mereka membentuk Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan

Indonesia (JBHKI).7 Pada 2007, diadakan program non-gelar Bioetika, Hukum

Kedokteran, dan Hak Asasi Manusia bagi pendidik klinis untuk mendidik

mahasiswa kedokteran agar memenuhi Standar Kompetensi Dokter Indonesia

2006, khususnya di bidang Bioetika. Program ini diselenggarakan DIRJEN DIKTI

bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.3 Prinsip-

prinsip itu terdiri atas empat kaidah dasar, yaitu:3

1. Beneficence: prinsip berbuat baik dan memberikan manfaat bagi orang

lain

Beneficence secara makna kata dapat berarti pengampunan, kebaikan,

kemurahan hati, mengutamakan kepentiang orang lain, mencintai dan

kemanusiaan.1 Pengertian dari beneficence ialah prinsip dimana seseorang dokter

melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pasiennya, dimana dokter memilih

terapi yang paling baik dalam standar medis terbaik. Pada umumnya dokter

5
memiliki banyak pilihan dan tidak terdesak oleh kasus gawat darurat. Dalam arti

prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter

tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan

kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang

terbaik bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan

kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi

akibat baik daripada hal yang buruk.2,5

Menurut teori Beauchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya

menuntut manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan

tidak menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai

kebaikan orang lain selanjutnya. Tindakan tersebut diatur dalam dasar-dasar

beneficence. Bagaimanapun seperti yang telah disebutkan, dasar-dasar dari

beneficence menuntut lebih banyak agent disbanding dengan dasar-dasar non

maleficence. Beauchamp dan Childress menulis: “dalam bentuk yang umum, dasar-

dasar beneficence mempunyai tujuan untuk membantu orang lain melebihi

kepentingan dan minat mereka”. Dasar dari beneficence mengandung dua elemen,

yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya dan tuntutan untuk melihat

berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak kekerasan yang

terlibat.2

Orang-orang diperlakukan secara etis bukan hanya dengan merespek

keputusan mereka dan melindungi mereka dari bahaya, melainkan juga dengan

berupaya mengamankan kesejahteraan mereka. Perlakuan tersebut terdapat pada

6
prinsip beneficence. Istilah beneficence sering dipahami untuk mencakup tindakan

kebaikan atau kasih amal yang melampaui kewajiban.4

Ciri-ciri prinsip beneficence, yaitu:6

- Mengutamakan Alturisme

- Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya

menguntungkan seorang dokter

- Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan

dengan suatu keburukannya

- Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

- Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan

- Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang

orang lain inginkan

- Memberi suatu resep

Prinsip ini digambarkan sebagai alat untuk memperjelas atau meyakinkan diri

sendiri (self-evident) dan diterima secara luas sebagai tujuan kedokteran yang tepat.

Penerapan prinsip beneficence tidak bersifat mutlak.kajian Prinsip ini bukanlah satu-

satunya prinsip yang harus dipertimbangkan, melainkan satu diantara beberapa

prinsip lain yang juga harus dipertimbangkan. Prinsip ini dibatasi keseimbangan

manfaat, resiko, dan biaya (sebagai hasil dari tindakan) serta tidak menentukan

pencapaian keseluruhan kewajiban. Kritik yang sering muncul terhadap penerapan

prinsip ini adalah tentang kepentingan umum yang diletakan di atas kepentingan

pribadi. Sebagai contoh, dalam penelitian kedokteran, atas dasar kemanfaatan untuk

kepentingan umum sering prosedur penelitian yang membahayakan individu subjek

7
penelitian diperbolehkan. Padahal, terdapat prinsip-prinsip lain yang semestinya

juga dipertimbangkan. Prinsip beneficence harus diterapkan baik untuk kebaikan

individu seorang pasien maupun kebaikan masyarakat keseluruhan.7

Contoh dari beneficence adalah:5

- Memberi obat generik

- Tidak polifarmasi

- Pemberian obat nyeri untuk pasien dengan penyakit terminal

- Menolong anak yang diduga menjadi korban KDRT

- Membuat rujukan kepada dokter lain yang lebih berkompeten

2. Non Maleficence: tidak merugikan orang lain

Non-maleficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak

melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang

paling kecil resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm,

mengungkapkan asas-asas nonkriminalis (“jangan berbuat jahat”) dan beneficence

(“membawa manfaat) tetap berlaku dan harus diikuti. Prinsip tidak melakukan

kriminalitas mengarah pada kewajiban untuk menahan diri dan menimbulkan

kerugian. Hal ini mendukung teori medis Primum non nocere (di atas semua tidak

membahayakan). Prinsip tidak membahayakan artinya “orang tidak boleh

menimbulkan kejahatan atau celaka” (yang mana bahaya didefinisikan sebagai

dampak yang merugikan bagi kepentingan sendiri). Menurut Beauchamp dan

Childress, prinsip tidak melakukan kriminalitas mendukung sejumlah aturan moral

yang lebih spesifik, yaitu:4,6

- Tidak membunuh

8
- Tidak menyebabkan rasa sakit atau penderitaan

- Tidak melumpuhkan

- Tidak membuat kesalahan

- Tidak merenggut milik kehidupan orang lain

- Dan mungkin aturan tidak menghilangkan kenikmatan juga tidak merampas

kebebasan dapat dimasukkan ke dalam prinsip non-maleficence, tetapi

principlism lebih suka memasukkannya ke dalam prinsip autonomy.

Kewajiban atas non-maleficence adalah untuk tidak menimbulkan kerugian

dan tidak memaksakan risiko kerugian. Seseorang dapat membahayakan atau

menempatkan orang lain dalam bahaya tanpa niat yang jahat atau mencelakakan

dan orang yang mencelakai dapat atau tidak bertanggung jawab secara moral atau

secara hokum atas orang tersebut.8

Non-maleficence dan beneficence dinyatakan dalam sumpah hipokrates, yaitu

“dengan menggunakan pengobatan untuk membantu orang sakit menurut

kemampuan dan penilaian saya, tetapi saya tidak pernah menggunakannya untuk

melukai atau menyakiti mereka”. Tujuan prinsip non-maleficence adalah untuk

melindungi seseorang yang tidak mampu (cacat) atau orang yang non-otonomi.

Seperti yang telah dijelaskan, orang ini juga dilindungi oleh prinsip berbuat baik

(beneficence). Jawaban etik yang benar adalah dengan melihat kebaikan lebih lanjut

dari diri seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang lain. Prinsip ini

mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih kuat

dibanding keharusan untuk berbuat baik.2,8

9
Ciri-ciri prinsip non-maleficence yaitu:6

- Menolong pasien emergensi

- Mengobati pasien yang luka

- Tidak membunuh pasien

- Tidak memandang pasien sebagai objek

- Melindungi pasien dari serangan

- Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter

- Tidak membahayakan pasien karena kelalaian

- Tidak melakukan White Collar Crime

Prinsip non-maleficence sering menjadi pembahasan dalam bidang

kedokteran terutama kasus kontroversial terkait dengan kasus penyakit terminal,

penyakit serius dan luka serius. Prinsip ini memegang peranan penting dalam

pengambilan keputusan untuk mempertahankan atau mengakhiri kehidupan.

Penerapannya dapat dilakukan pada pasien yang kompeten maupun tidak

kompeten. Pada dasarnya, prinsip non-maleficence memberikan peluang kepada

pasien, walinya dan para tenaga kesehatan untuk menerima atau menolak suatu

tindakan atau terapi setelah menimbang manfaat dan hambatannya dalam situasi

atau kondisi tertentu.1

Contoh dari non-maleficence adalah:5

- Menolak aborsi tanpa indikasi medis

- Tidak melakukan euthanasia

- Tidak melakukan pemeriksaan laboratorium/ radiologi/ prosedur yang

sebenarnya diperlukan demi keuntungan pribadi dokter

10
- Mengutamakan pasien dalam kegawatan gawat

Perbedaan prinsip-prinsip non-maleficence dan beneficence, yaitu:8

Non-maleficence:8

- Seseorang tidak boleh menimbulkan kejahatan atau celaka

Beneficence:8

- Seseorang harus mencegah kejahatan atau bahaya

- Seseorang harus menghapus kejahatan atau bahaya

- Seseorang harus melakukan atau mempromosikan kebaikan

Banyak filosofi yang menjadikan prinsip non-maleficence sebagai satu

kesatuan dengan prinsip beneficence (mengutamakan tindakan untuk kebaikan

pasien). Namun, banyak juga yang membedakannya. Pertimbangannya antara lain

pemikiran bahwa kewajiban untuk tidak membahayakan atau mencelakakan pasien,

tentu berbeda dengan kewajiban untuk membantu pasien, walaupun keduanya

untuk kebaikan pasien.1

3. Autonomy: menghormati otonomi untuk melakukan atau memutuskan apa

yang dikehendaki terhadap dirinya sendiri

Kata autonomy berasal dari kata yunani yaitu autos (“diri”) dan nanos

(“peraturan”, “pemerintahan” atau “hukum”). Pertama kali digunakan pada suatu

wilayah di yunani dengan peraturan sendiri atau pemerintahan sendiri atau hukum

sendiri. Sejak itu, autonomy telah diperluas kepada individu dan telah memperoleh

makna yang sedemikian beragam seperti pengaturan diri sendiri, hak kebebasan,

privasi, pilihan individu, kebebasan kehendak, menyebabkan perilaku seseorang

dan menjadi pribadi sendiri. Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi

11
atau perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang

lain maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti

karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah

seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu

bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.1,8

Autonomy secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri secara

tenang dan tidak tergesa-gesa. Dasar-dasar autonomy terkait erat dengan dasar

mengenai rasa hormat terhadap martabat manusia dengan segala karakteristik yang

dimilikinya karena ia adalah seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk

meminta. Autonomy adalah aturan personal yang bebas dari campur tangan pihak

lain. Beauchamp dan Childress merumuskan hal ini sebagai kata “tindakan

autonomy tidak hanya ditujukan untuk mengontrol pembatasan oleh orang lain”.2,8

Respect for autonomy merupakan sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia tidak

bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama lainnya,

contohnya adalah jika sebuah tindakan otonomi akan membahayakan manusia lain,

maka prinsip respect for autonomy akan bertentangan dengan prinsip non

maleficence, maka harus diputuskan prinsip yang diterangkan.2

Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap

individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan

nasib diri sendiri. Dalam hal ini pasien (yang kompeten) diberi hak untuk berfikir

secara logis dan membuat keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki,

menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya

sendiri.5,6

12
Orang yang otonom adalah seseorang yang mampu bermusyawarah

mengenai tujuan pribadi dan bertindak dibawah arahan pertimbangan. Jika saya

menghormati otonomi berarti memberikan beban bagi orang-orang yang berpikiran

mandiri, sementara menahan diri dari menghalangi tindakan mereka kecuali mereka

jelas merugikan orang lain. Untuk menunjukkan tidak adaknya kehormatan adalah

menolak pertimbangan orang tersebut, menolak kebebasan seseorang untuk

bertindak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau menahan informasi yang

diperlukan untuk membuat pertimbangan, ketika tidak ada alasan kuat untuk

melakukannya. Namun, tidak semua manusia mampu menentukan nasib sendiri.

Adanya kapasitas untuk menentukan nasib sendiri selama kehidupan seseorang dan

beberapa individu kehilangan kapasitas sepenuhnya atau sebagian karena penyakit,

cacat mental atau keadaan yang sangat membatasi kebebasan. Keputusan bahwa

setiap individu yang kurang memiliki otonomi hendaknya dievaluasi secara berkala

dan akan bervariasi dalam situasi yang berbeda.4

Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun

demikian, secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya

dalam praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:1

- Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)

- Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)

- Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)

- Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain

consent for interventions with patients)

13
- Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others

make important decision)

Autonomy mempunyai ciri-ciri:6

- Menghargai hak menentukan nasib sendiri

- Berterus terang menghargai privasi

- Menjaga rahasia pasien

- Melaksanakan Informed Consent

Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi

pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat

diterima semua pihak, sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien.

Salah satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan

untuk melaksanakan atau perform suatu tugas atau perintah”.1

Contoh dari autonomy adalah:5

- Melakukan informed consent (termasuk informed refusal)

- Memberikan pasien hak untuk menentukan dan memutuskan dirinya sendiri

(asal dewasa secara hokum dan sehat)

- Melibatkan keluarga dalam pengambilan keputusan pasien yang tidak kompeten

- Menjaga rahasia medis pasien

- Mengatakan jujur kepada pasien tentang penyakit, karena merupakan hak pasien

untuk mendapat informasi sejelas-jelasnya

Beberapa teori autonomy telah mengutamakan sifat-sifat orang yang

autonomy, yang mencakup kapasitas pemerintahan sendiri seperti pemahaman,

pertimbangan dan pilihan mandiri. Namun, minat kita pada pengambilan keputusan

14
menuntun kita untuk fokus pada pilihan yang autonomy, yaitu tata kelola yang

sebenarnya, bukan kapasitas untuk tata kelola pemerintahan. Bahkan, orang-orang

autonomy dengan kemampuan yang mengatur diri terkadang gagal mengatur diri

mereka sendiri dalam pilihan mereka karena kendala sementara yang ditetapkan

oleh penyakit atau depresi, ketidaktahuan, pemaksaan atau kondisi yang membatasi

pilihan. Orang yang autonomy menandatangani formulir persetujuan tanpa

membaca atau memahami formulir memenuhi syarat untuk bertindak secara

mandiri dengan memberikan persetujuan yang terinformasi, tetapi gagal

melakukannya. Demikian pula, beberapa orang yang secara umum tidak dapat

membuat pilihan autonomy. Misalnya, beberapa pasien gangguan mental yang

tidak sanggup mengurus diri sendiri dan telah dinyatakan tidak kompeten secara

hukum.8

4. Justice: bersikap adil pada setiap orang berdasarkan prinsip keadilan

distributive dan keadilan sosial

Justice memiliki pengertian yaitu tindakan yang memegang prinsip sama rata,

tidak membeda-bedakan pasien dalam status apapun. “Pasien dalam keadaan yang

sama, seharusnya mendapat perlakuan yang sama”. Perbedaan tingkat ekonomi,

pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial, kebangsaan, dan

kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Dokter yang

menjunjung tinggi hukum dan menghormati hak masyarakat walaupun harus

mengorbankan hak personal pasien tersebut. Kesamaan merupakan inti dari justice,

tetapi Aristoteles mengemukakan bahwa justice lebih daripada kesamaan, karena

15
seseorang dapat merasa tidak diperlakukan secara semestinya walaupun telah

diperlakukan satu sama dengan yang lain.2,5,6

Siapa yang seharusnya menerima manfaat riset dan menanggung bebannya?

Ini adalah pertanyaan tentang justice, dalam pengertian “keadilan dalam distribusi”

atau “apa yang pantas”. Ketidakadilan terjadi sewaktu seseorang mendapat manfaat

yang berhak atasnya tidak diberikan tanpa alasan yang baik atau sewaktu beban

tertentu ditutupi secara berlebihan. Cara lain untuk memahami prinsip justice

adalah bahwa setara harus diperlakukan sama. Bagaimanapun, pernyataan ini

memerlukan banyak penjelasan. Siapa yang sama dan siapa yang tidak sama?

Pertimbangan apa yang membenarkan dari distribusi yang sama? Hampir semua

komentator memperkenankan bahwa perbedaan berdasarkan pengalaman usia,

kekurangan, kompetensi, nilai dan posisi kadang-kadang merupakan kriteria yang

membenarkan perlakuan perbedaan untuk tujuan tertentu. Jadi, kita perlu

menjelaskan dalam hal apa orang-orang harus diperlakukan sama. Terdapat

beberapa formulasi yang diterima secara luas mengenai cara-cara untuk

mendistribusikan beban dan manfaat. Setiap prumusan menyebutkan beberapa

properti yang relavan sebagai dasar untuk membagikan beban dan manfaat.

Formulasi ini adalah:1,4

- Untuk setiap orang ada pembagian yang merata (equal share)

- Untuk setiap orang berdasarkan kebutuhan (need)

- Untuk setiap orang berdasarkan usahanya (effort)

- Untuk setiap orang berdasarkan kontribusinya (contribution)

- Untuk setiap orang berdasarkan manfaat atau kegunaannya (merit)

16
- Untuk setiap orang berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-market exchange)

Teori filosofi mengenai keadilan biasanya menyangkut keutuhan hidup

seseorang atau berlaku sepanjang umur, tidak berlaku sementara saja. Beauchamp

dan Childress menyatakan bahwa teori ini sangat erat kaitannya dengan sikap adil

seseorang pada orang lain, seperti memutuskan siapa yang membutuhkan

pertolongan kesehatan terlebih dahulu dilihat dari derajat keparahan penyakitnya.

Rawls merumuskan konsepsi khusus teori keadilan dalam bentuk dua prinsip

keadilan, yaitu:2

1. Setiap orang memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup keseluruhan sistem

kesamaan kemerdekaan fundamental yang setara bagi kemerdekaan semua

warga yang lain

2. Ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian sehingga

keduanya:

- Paling menguntungkan bagi yang paling tertinggal

- Melekat pada posisi-posisi dan jabatan-jabatan terbuka bagi semua di bawah

syarat kesamaan kesempatan yang fair

Prinsip justice lahir dari sebuah kesadaran bahwa jumlah benda dan jasa

(pelayanan) itu terbatas, sedangkan yang memerlukan seringkali melabihi batasan

tersebut.1

Contoh dari justice, adalah:5

- Tidak membedakan pelayanan walaupun ada perbedaan budaya, sukum agama

dan kepercayaan

17
- Dokter yang menyampaikan hasil pemeriksaan medis karena kesehatannya

mempengaruhi kepentingan banyak orang (contoh: sopir bus yang mengidap

epilepsy, perlu disampaikan ke pihak perusahaan otobus tersebut); pasien

ebola/flu burung yang disampaikan ke Dinas Kesehatan

- Pemerintah yang menyebarkan tenaga kesehatan secara merata

Dalam bermasyarakat, terdapat interaksi antara satu warga dengan warga lain.

Orang akan menilai suatu perbuatan tertentu apakah perbuatan yang baik atau tidak.

Bila kebanyakan orang sudah memiliki penilaian yang sama makan terjadilah suatu

“nilai”. Kebiasaan yang sudah diterima secara umum (kadang memiliki sanksi bila

dilanggar) akan dianggap sebagai “norma” yang dapat berupa “perintah”, dapat

pula berupa “larangan” dan “anjuran”.5

Ciri-ciri dari justice, adalah:6

- Menghargai hak menentukan nasib sendiri

- Berterus terang menghargai privasi

- Menjaga rahasia pasien

- Melaksanakan Informed Consent

18
BAB III

PENUTUP

Etik kedokteran berkaitan dengan penalaran, pembenaran dan konflik moral

diri pribadi, dalam membuat keputusan etis, sedangkan hukum berkaitan dengan

konflik antara individu dan masyarakat (publik) atau dengan peraturan atau dengan

individu lain . Norma etika (Bioetika) pada saat ini banyak yang tumpang tindih

dengan / atau setidaknya dipengaruhi oleh norma hukum dan yang

melatarbelakanginya (finansial, budaya, sosial) Hukum mengatur perilaku manusia

dalam kaitannya dengan ketertiban hubungan antar manusia, dengan aturan yang

tertentu dan baku. Etik mengatur manusia dalam membuat keputusan dan dalam

berperilaku (profesi), dengan menggunakan “dialog” antar beberapa kaidah moral,

dengan hasil yang tidak selalu seragam. Cara berpikir yang melulu didasarkan

kepada hukum akan membawa kita kepada “terpaku kepada peraturan” sehingga

dinilai terlalu materialistik dan legalistik (Bottom-line ethics). Etik mendalami

suatu masalah dengan tidak hanya melihat hal yang “material” (terlihat,

terobservasi, terukur), melainkan juga nilai yang berada di belakangnya. Penerapan

prinsip-prinsip etika dan hukum harus selalu dijunjung tinggi oleh setiap dokter,

karena akan menyelamatkan dokter dari gugatan dan tuntutan juga sekaligus

merefleksikan pribadi dokter sebagai profesi yang luhur dan mulia sepanjang masa.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadi T. Prinsip-prinsip etika dan hokum dalam profesi kedokteran.


2009:1-13.

2. Afandi D. kaidah dasar bioetika dalam pengambilan keputusan klinis.


Majalah Kedokteran Andalas. 2017:40;111-121.

3. Henky. Pelayanan etika klinis. Jurnal Etika Kedokteran Indonesia.


2018:2;59-66.

4. Jones and Barlett Publishers. Principles of biomedical ethics. 40-61.

5. Aflanie I, Nirmalasari N, Arizal HM. Ilmu kedokteran forensik dan


medikolegal. 1st ed. Depok: Rajawali Pers; 2019. p. 24-5.

6. Medikolegal BFD. Romans. 41th ed. Banjarmasin: Universitas Lambung


Mangkurat;2020. p. 9-10.

7. Sofia JA. Kajian penerapan etika dokter pada pemberian pelayanan kesehatan
di era pandemi COVID19. Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi.
2020:8;16-23.

8. Beauchamp TL, Childress JF. Principles of biomedical ethics. 4th ed. New
York: Oxford University Press; 1994. p. 120-326.

20

Anda mungkin juga menyukai