Anda di halaman 1dari 3

Kepercayaan Dan Praktik Budaya Tujuh Bulanan

Atau Mintoni Pada Masyarakat Desa Semitau.


Oleh: Aliffika Ikhratul Jannah

Kehamilan merupkan fase krisis dalam kehidupan seorang perempuan. Pada masa kehamilan
ada banyak ritual yang harus dilakukan. Masyarakat diberbagai budaya memberi perhatian
khusus pada fase krisis ini. Pada masa kehamilan ada banyak ritual yang harus dilakukan
yang menandakan bahwa masyarakat dibudaya mana pun menganggap bawha kehamilan
merupakan pristiwa yang luar biasa.

Asal usul tradisi Mintoni ini konon sudah dilakukan sejak zaman Kerajaan Kediri pada masa
pemerintahan Raja Jayabaya. Dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang bernama Niken
Satinkeb dan Suaminya bernama Sadiyo. Dari pasangan ini lahirlah sembilan anak. Namun
tak satupun anak mereka hidup sehat dan bertahan lama.

Oleh karena itu sepasang suami istri itu punmengadu kepada sang Raja atas cobaan yang
dialami. Sang Raja kemudian menyarankan mereka untuk melakukan ritual-ritual upacara
kehamilan pada saat hamil 7 bulan. Konon, setelah melakukan upacara tersebut Niken
Satingkeb dapat hamil dan melahirkan anaknya dengan sehat.Akhirnya sejak saat itu, apabila
ada orang yang hamil anak pertama dilakukanlah upacara Mintoni dengan tujuan mendoakan
bayi yang dikandung agar terlahir dengan normal, lancar, dan dijauhkan dari berbagai
kekurangan dan bahaya.

Desa Semitau, Desa ini merupakan wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Desa ini telah
mengalami perubahan secara fisik dikarenakan tempat yang strategis dan sangat berkembang
serta banyaknya lahan yang dibuka sebagai perkebuna sawit sehingga banyak orang luar yang
datang kewilayah Desa semitau untuk bekerja.

Meskipun zaman yang sudah semakin maju Masyarakat Desa Semitau masih melakukan
Tradisi yang dinamakan Tujuh Bulanan atau Mintoni. Tujuh bulanan atau Mintoni ini tidak
hanya dilakukan oleh masyarakat jawa saja tapi hampir seluruh masyarakat di Desa Semitau
yang bukan merupakan suku jawa juga melakukan tradisi tersebut. Karena tradisi tersebut
memang sudah turun temurun dilakukan. Namun, seiring berkembangnya zaman ritual-ritual
pada tradisi mintoni ini sudah banyak berubah dan diganti dengan cara-cara yang lebih
islami.

Suatu hari di Desa Semitau, hiduplah sepasang suami istri. Mereka sangat berbahagia.
Mereka adalah Pak Sehun dan Bu Lisa. Pak Sehun adalah seseorang yang keseharianya
bekerja di kebun sawit dan menjadi pedagang keliling. Sedangkan Bu lisa tidak bekerja
melainkan hanya mengerjakan pekerjaan rumah sebagai seorang istri.

Pak Sehun dan Bu Lisa merupakan sepasang suami istri yang baru saja menikah sekitar 10
bulan.dan sekarang Bu Lisa sedang Mengandung anak pertamanya yang sudah berusia 7
bulan, mereka sangat bahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua.
Minggu telah tiba. Hari minggu merupakan hari libur bagi Pak Sehun. Dia sangat gembira,
karena ia dapat menghabiskan waktu bersama Istrinya serta calon bayinya yang masih berada
didalam kandungan.

Sore harinya, Pak Sehun mengajak Bu Lisa olahraga didepan rumah. Setelah lelah mereka
berdua pun bersantai dibawah ayunan sambil melihat langit yang suasananya pada sore itu
sangat indah. Tiba-tiba Bu Lisa membahas mengenai usia kandungannya yang sudah berusia
7 bulan dan mereka pun berencana akan mengadakan acara syukuran untuk calon bayi
mereka.

Keesokan harinya, Pak Sehun pergi bekerja kembali. Ketika jam istirahat tiba ia pun
beristirahat dibawah pohon sawit. Tiba-tiba Pak Sehun teringat akan permintaan istrinya yang
ingin mengadakan syukuran 7 bulanan untuk kandungandan calon anak yang ada didalamnya.

Pak Sehun merasa kebingungan. Karena, ia hanya memiliki sedikit uang yang kemungkinan
apabila dipakai uangnya tidak akan cukup. Sebenarnya Pak Sehun mempunyai tabungan.
Namun tabungan tersebut sudah digunakanya membeli properti untuk rumah baru mereka.
Karena itulah Pak Sehun tak tahu harus meminjam uang kemana untuk biaya acara syukuran
tersebut. Setelah itu Pak Sehun melanjutkan pekerjaanya.

Jam pulanag tiba disepanjang perjalanan pulang Pak Sehun terus memikirkan hal tersebut.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berdiskusi dengan ibunya mengenai rencana membuat acara
syukuran tersebut.

Sesampainya dirumah pak Sehun pun bergegas mandi dan tak lupa ia juga mengingatkan
Istrinyauntuk mandi. Karena, mereka akan pergi kerumah Ibunya. Selesai bersiap-siap
mereka pun langsung berangkat menuju rumah Ibunya.

Setiba dirumah Ibu Pak sehun, merekapun berdiskusi terkait pelaksanaan syukuran 7 bulanan
Bu Lisa. Pak sehun menceritakanlah kebingungan yang sedang dialami olehnya dan Istri.
Setelah berbincang-bincang dengan Ibunya Pak Sehun, ia menjelaskan bahwa 7 bulanan atau
Mintoni itu tidaklah wajib. Jika tidak punya uang, tidak perlu memaksakan untuk membuat
acara syukuran. Tetapi, karena ini merupakan cucu pertamanya, ia akan menambahkan uang
agar cukup untuk melakukan syukuran tersebut.

Setelah berdiskusi dan merasa sudah mendapatkan solusi merekapun berpamitan pulang. Dua
hari sebelum melaksanakan acara syukuran Pak Sehun dan Bu Lisa terlihat sangat sibuk. Pak
Sehun mencatat siapa saja yang akan diundang keacara syukuran tersebut dan Bu Lisa juga
sedang mencatat apa saja yangaa harus dibeli untuk melaksanakan syukuran tersebut.

Hari yang sudah ditentukan pun tiba.Keluarga dan juga semua tamu sudah berkumpul
bersama. Acara tersebut pun dimulai. Setelah Pak Sehun menyampaikan kata sambutan dan
dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan doa-doa dan dilanjutkan dengan
makan-makan bersama.

Setelah selesai para tamu pun pulang. Tak lupa Tuan rumah membungkuskan makanan
dengan tujuan supaya keluarga yang tidak datang keacaran 7 bulanan atau Mintoni tersebut
bisa merasakan makanan dari tuan rumah dan juga ikut serta mendoakan ibu dan calon bayi
yang ada didalam kandungan agar lahir dengan selamat.

Itulah cerita singkat Tradisi 7 bulan atau Mintoni yang masih dilestarikan warga Desa
Semitau Kabupaten Kapuas Hulu.

Anda mungkin juga menyukai