Anda di halaman 1dari 58

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER

“TEKNIK OPERASI ENTEROTOMY DAN ENTERECTOMY”

DISUSUN OLEH :

LENY BEATRY VERONICA SINABARIBA 1809511007


VONI CORNELIA BR SEMBIRING 1809511009
NI PUTU DYAH PRASHANTI PUSPARINI 1809511010
SILVESTER YESA GILBERT PALANGAN 1809511014
NI MADE ADINDA ARYA NINGRUM 1809511015

KELAS A

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Teknik Operasi
Enterotomy dan Enterectomy”.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata kuliah
Ilmu Bedah Khusus Veteriner yang telah membimbing dan menuntun penulis dalam
menyelesaikan paper ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
kesempurnaan paper ini. Paper ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan berbagai pihak baik
bantuan secara langsung maupun tidak langsung.
Atas segala bantuan yang diberikan penulis mengucapkan terima kasih dan penulis
memohon maaf atas banyaknya kekurangan yang dimiliki dalam paper ini sehingga dengan adanya
paper ini diharapkan dapat menjadi ilmu bagi yang membacanya.

Denpasar, 16 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat penulisan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1 Terminologi.......................................................................................................... 3
2.2 Indikasi ................................................................................................................. 3
2.3 Premedikasi dan Anastesi .................................................................................... 3
2.4 Preoperasi ............................................................................................................. 4
2.5 Operasi ................................................................................................................. 5
2.6 Pascaoperasi ......................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 10
3.2 Saran .................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Secara umum intestinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu intestinum tenue dan intestinum
crasum, intestinum tenue panjangnya rata-rata 4 meter pada anjing yang terdiri dari duodenum,
jejunum dan ileum. Sedangkan intestinum crasum terdiri dari caecum, colon dan rectum yang
panjangnya kira-kira 60 cm.
Pada usus halus terjadi penyerapan yang terjadi karena adanya kontraksi dari otot polos
pada dinding usus dan dari mucosa muscularis. Ingesta di dorong dan dicampur dengan cairan
pencernaan oleh gerakan refleks usus halus yang akan membuat sirkulasi darah limfe. Gerakan
peristaltik yang dipermudah dengan gerakan ritmik dari usus halus akan mendorong ingesta ke
arah anus, ketika feces terdorong ke arah rectum timbul reflek untuk defekasi.
Fungsi utama usus halus yaitu untuk penyerapan sari-sari makanan yang diperelukan oleh
tubuh dan membantu proses pencernaan. Fungsi usus besar adalah sebagai organ penyerap air,
penampung dan pengeluaran bahan-bahan feces.
Tindakan bedah biasa dilakukan untuk menangani kasus-kasus pada usus halus yang terjadi
pada hewan kesayangan diantaranya adalah dilakukan pembedahan enteretomy dan
enterectomy. Kerusakan pada usus halus dengan derajat yang meluas misalnya akibat volvulus,
strangulasi, neoplasia, intususepsi maka harus dilakukan enterektomi secara ekstensif
(pemotongan sebagian usus yang relatif panjang). Hal ini dimungkinkan untuk menghindari
adanya komplikasi dan perkembangan penyakit.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan paper ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Enterotomy dan Enterectomy ?
2. Bagaimana indikasi pada Enterotomy dan Enterectomy ?
3. Bagaimana teknik anestesi pada Enterotomy dan Enterectomy ?
4. Bagaimana teknik praoperasi pada Enterotomy dan Enterectomy ?
5. Bagaimana teknik operasi pada Enterotomy dan Enterectomy ?
6. Bagaimana teknik pascaoperasi pada Enterotomy dan Enterectomy ?

1
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa itu Enterotomy dan Enterectomy
2. Untuk mengetahui bagaimana indikasi Enterotomy dan Enterectomy
3. Untuk mengetahui bagaimana teknik anestesi Enterotomy dan Enterectomy
4. Untuk mengetahui bagaimana teknik praoperasi Enterotomy dan Enterectomy
5. Untuk mengetahui bagaimana teknik operasi Enterotomy dan Enterectomy
6. Untuk mengetahui bagaimana teknik pascaoperasi Enterotomy dan Enterectomy

1.4 Manfaat penulisan


Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai teknik
operasi Enterotomy dan Enterectomy, agar nantinya dapat digunakan sebagai bekal di dunia
lapangan kerja sebagai dokter hewan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terminologi Enterotomy dan Enterectomy


Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus maupun usus
besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya benda asing (tulang
yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau kemungkinan adanya gangren pada
usus. Terdapatnya benda asing (corpus alineum) di dalam usus dapat mengakibatkan usus
robek (jika benda tersebut terlalu besar), mengganggu proses penyerapan pada usus dan
Intussusception. Enterotomi sering dilakukan pada anjing untuk mengangkat benda asing
yang menyebabkan obstruksi usus.
Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang rusak akibat intususepsi,
volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh benda asing. Pelaksanaan enterektomi
sendiri merupakan suatu keputusan yang berat bagi seorang dokter karena memiliki risiko
kematian yang sama antara tidak dilaksanakan operasi atau melakukan operasi dengan
metoda yang tidak benar. Namun enterotomy yang ekstensif akan mengakibatkan
hilangnya sebagian besar lapisan endotel di mukosa usus yang berfungsi untuk aktifitas
digesti, absorsi, dan sekresi.
2.2 Indikasi Operasi Enterotomy dan Enterectomy
• Enterotomy : terdapatnya benda asing (corpus alineum) di dalam usus dapat
mengakibatkan usus robek (jika benda tersebut terlalu besar), mengganggu proses
penyerapan pada usus dan Intussusception. Terdapatnya corpus alineum di dalam usus
merupakan indikasi dilakukannya enterotomy.
• Enterectomy : dilakukan bila ada gangren pada usus karna neoplasma, corpora aliena,
strangulasi (karena adesi, kompressi, intussuseption, volvulus/ tosio).
2.3 Premedikasi dan Anastesi
Premedikasi yang digunakan pada operasi ini adalah Atropine Sulfat dengan dosis 0,02
– 0,04 mg/kg berat badan secara intra muskulus. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya muntah, hipersalivasi dan sebagai sedatif. Setelah sepuluh menit dilanjutkan
dengan pemberian anastesi umum, diberikan Ketamin 10 – 40 mg/kg berat badan, Xylazin
1 – 3 mg/kg berat badan yang dikombinasikan dalam satu spuit secra intra muskulus.

3
Kombinasi obat anastesi dilakukan untuk mendapatkan anastesi yang sempurna, dimana
kedua obat ini mempunyai efek kerja yang antagonis atau berlawanan, sehingga efek buruk
yang ditimbulkan berkurang. Ketamin mempunyai sifat analgesik, analgesik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah
untuk sistem viseral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya meninggi. Ketamin mimilik kekurangan yaitu sangat lemah sifat analgesik pada
visceral karena itu tidak dapat diberikan secara tunggal untuk prosedur operasi. Sedangkan
xylazin mempunyai efek sedasi, analgesi,anastesi dan pelemas otot pada dosis tertentu.
Xylazin mempunyai efek terhadap sistem sirkulasi, penafasan dan penurunan suhu tubuh.
Selain itu dapat menyebabkan bradiaritmia, serta diikuti oleh hipotensi yang berlangsung
lama. Setelah hewan benar-benar teranastesi baru dilakukan penyayatan pada daerah
abdomen dengan posisi dorso recumbency dari mulai kulit sampai menembus lapisan
peritonium. Pada saat penyayatan lapisan peritonium hendaknya dibantu dengan jaritangan
untuk menghindari tersayat atau tergunting organ visceral. Selama berlangsung stadium
anastesi, cardiolog memonitor frekuensi denyut jantung dan pernafasan setiap 5 menit
sekali.
2.4 Preoperasi
Menurut Sudisma et al. (2016), terdapat beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum
melakukan tindakan operasi. Hal ini bertujuan agar suatu operasi dapat berjalan sukses dan
kesembuhan operasi tidak terhambat. Adapun persiapan yang perlu dilakukan antara lain:
• Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang hendak digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu
menggunakan alkohol 70% untuk menghindari adanya resiko kontaminasi yang dapat
menghambat proses penyembuhan luka. Alat-alat yang digunakan dalam pembedahan
ini antara lain meja bedah, spuit 2.5 cc, scalpel, arteri klem, needle holder, gunting
tumpul dan runcing, pinset anatomis dan serurgis, alis forcep, drapping, tampon, kain
kasa, sarung tangan dan stetoskop.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, iodium tincture 3%,
NaCL fisiologis, antibiotik (penicillin oil, procain penicillin G, Penstrep 1%) vitamin
B kompleks, obat premedikasi (Atropin sulfat), obat anastesi (ketamin dan Xylazin),
benang catgut chromic.

4
• Persiapan Ruang Operasi
Ruang operasi dan peralatan yang ada di dalam ruang operasi harus didesinfeksi
terlebih dahulu dan beri alas (underpad) pada meja operasi. Ruang operasi juga harus
tertutup dan memiliki penerangan yang cukup agar daerah operasi dapat terlihat jelas.
• Persiapan Hewan
Hal pertama yang dilakukan salah pemeriksaan fisik yang meliputi :
signalemen, berat badan, umur, pulsus, frekuensi napas, suhu tubuh dan pemeriksaan
sistem tubuh lainnya (digestivus, respirasi, sirkulasi, saraf, reproduksi). Semua pasien
harus menjalani tes diagnostik pra-bedah (hitung darah lengkap, hitung trombosit,
profil kimia serum, tes koagulasi, urinalisis) untuk menentukan perawatan perioperatif
mana yang harus diberikan.
Sebelum dilakukan operasi, hewan terlebih dahulu dipuasakan yaitu puasa
makan 12 jam dan puasa minum 6 jam sebelum operasi hal ini guna mencegah
vomitting dan kontraksi deflasi terjadi ketika operasi berlangsung. Setelah pasien
teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal recumbency dan
keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi, kemudian daerah yang akan
diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%, pasang dook steril
pada daerah abdomen.
2.5 Operasi
Bulu dicukur, diberi antiseptic. Setelah itu pasien dianastesi dan diletakkan di atas meja
operasi pada posisi dorsal recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan
meja operasi, kemudian daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan
Iodium tincture 3%, pasang dook steril pada daerah abdomen.
• Enterotomy
1. Incisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih
5-6 cm, kulit dan jaringan subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi
tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba, kemudian bagian kiri dan kanan
linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau scalpel
dibuat irisan kecil pada linea alba.

5
2. Irisan diperpanjang dengan menggunakan gunting lurus (sebagai pemandu, jari
telunjuk dan jari tengah tangan kiri di letakkan di bawah linea alba agar organ
dalam tidak tergunting).

Gambar 1. Enterotomy. A, B dan C Insisi dinding Usus; D. Menutup dinding usus


dengan pola jahitan connel, cushing atau lembert.

3. Kemudian intestinum dikeluarkan, bagian kiri dan kanan dari intestinum yang akan
disayat diikat dengan kain kasa kemudian kain kasa tersebut diklem.
4. Dibuat sayatan pada permukaan intestinum dan benda asing dikeluarkan, usahakan
agar usus tetap dalam keadaan basah dengan cara membilas dengan penstrep 1%.
5. Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple continous dan serosa dijahit dengan
pola lambert dengan menggunakan catgut.
6. Untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah
dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen,
kemudian peritoneum dijahit dengan menggunakan benang nilon simple
interrupted, musculus dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple
continous dan kulit dijahit dengan nilon pola simple interrupted.

6
Gambar 2. Pola jahitan yang dapat digunakan D). Connel, E). Cushing, F). Lembert
• Enterectomy
1. Insisi dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian kaudal dengan panjang 10cm
yang diperkirakan cukup untuk mengeluarkan usus halus.
2. Pembuluh darah yang mensuplai usus yang akan dipotong (daerah gangrenous)
diligasi rangkap pada perbatasan antara mesenterium dengan usus.
3. Selanjutnya dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus yang tidak dipotong.
4. Pada batas-batas usus yang akan dipotong masing-masing dijepit dengan dua
hemostatik forcep yang ujung-ujungnya dilapisi dengan karet, membentuk sudut
kira-kira 30o terhadap sisi bagian yang akan dipotong.
5. Setelah dilakukan pemotongan di antara ligasi rangkap pada pembuluh darah,
dilanjutkan pemotongan usus di antara dua hemostatik forcep yang ditempatkan
pada bagian proksimal maupun distal usus halus.
6. Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi ujung ke ujung dengan pola jahitan
sederhana terputus menggunakan benang catgut kromik dengan jarum lengkung
diameter bulat.
7. Penempatan setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.
8. Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan kembali dengan benang catgut
kromik dengan pola jahitan sederhana terputus.
9. Selama prosedur operasi berlangsung, secara periodik usus dibasahi dengan larutan
NaCl fisiologi steril guna mencegah kekeringan usus.

7
Gambar 3. Enterectomy. A. Dinding usus dijepit dan dilakukan pemotongan untuk
membuang usus; B dan C menyambung dinding usus yang telah terpotong.

10. Untuk pengujian terhadap kemungkinan kebocoran pada tempat anastomosis, di


bagian kranial dan kaudal (3cm dari tempat anastomosis) dibendung dengan jari
selanjutnya 10 ml larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan kedalamnya.
11. Apabila terdapat kebocoran maka terlihat rembesan cairan pada tempat
anastomosis. Setelah diyakini tidak ada kebuntuan da kebocoran, usus halus
kemudian dikembalikan kedalam rongga abdomen.
12. Dinding abdomen dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana
terputus.
13. Jaringan subkutan dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana
menerus.
14. Kulit dijahit dengan benang silk 2-0 dengan pola jahitan sederhana terputus.
15. Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tincture 3%. Selama
prosedur operasi berlangsung, anjing diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa 5%
sebanyak 40 ml/kg berat.

8
2.6 Pascaoperasi
Setelah operasi selesai, daerah incisi dibersihkan dan diolesi dengan iodium tincture
3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil, kemudian pasien diberi
procain penisilin G secara IM dan Vitamin B kompleks secara intra muscular, antibiotic
dan supportif diberikan selama tiga hari berturut-turut.
Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang bersih, kering dan terang. Selama masa
perawatan diberikan makanan yang mudah dicerna, luka operasi dijaga kebersihannya,
jahitan dibuka setelah luka operasi kering dan pada bekas operasi dioles Iodium tincture
3%.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus halus maupun usus
besar yang mengalami gangguan (penyumbatan) atau karena adanya benda asing (tulang
yang keras, kaca, kawat, besi, seng dan rambut) atau kemungkinan adanya gangren pada
usus. Sedangkan Enterectomy adalah tindakan operatif memotong usus yang rusak akibat
intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat oleh benda asing. Premedikasi
yang digunakan pada operasi ini adalah Atropine Sulfat dengan dosis 0,02 – 0,04 mg/kg
berat badan secara intra muskulus. Setelah sepuluh menit dilanjutkan dengan pemberian
anastesi umum, diberikan Ketamin 10 – 40 mg/kg berat badan, Xylazin 1 – 3 mg/kg berat
badan yang dikombinasikan dalam satu spuit secra intra muskulus. Perawatan post operasi,
daerah incisi dibersihkan dan diolesi dengan iodium tincture 3%, ke dalam daerah bekas
operasi disemprotkan penisilin oil.
3.2 Saran
Sebaiknya pada tindakan oprasi dilakukan sesuai dengan SOP. Hal ini bertujuan agar
memperbesar presentase keberhasilan pembedahan, dan juga mempercepat proses
penyembuhan. Begitu pula perawatan pascaoperasi, luka tempat jahitan harus dijaga
kebersihannya

10
DAFTAR PUSTAKA

Ghashghaii, Ali., dkk. 2017. Double Intestinal Intussusception due to Acute Enteritis in a Young
Tibetan Spaniel Dog. Ranian Journal of Veterinary Surgery. 12(1); Serial No:26.
Mahesh, dkk. 2019. Surgical Retrieval of Foreign Body in Dog – a Case Report. Department of
Veterinary Surgery & Radiology Veterinary College, Hebbal, KVAFSU, Bangalore.
International Journal of Science, Environment and Technology, Vol. 8, No 5.
Ludji Pau, Putri F., Yohanes T.R.M.R. Simarmata, dan Ni Made Restiati. 2021. Laporan Kasus :
Penanganan Obstruksi Usus Pada Anjing Di Bali Veterinary Clinic. Jurnal Kajian
Veteriner. 9(1); 50-61.
https://mydokterhewan.blogspot.com/2016/05/enterotomy-dan-enterectomy-pada-hewan.html
Sudisma, I.G.N., dkk, 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar, Pelawasari.

11
Teknik Operasi
Enterotomy dan Enterectomy

Kelompok 2A :
Leny Beatry Veronica S 180951007
Voni Cornelia Br Sembiring 180951009
Ni Putu Dyah Prashanti Pusparini 1809511010
Silvester Yesa Gilbert P. 1809511014
Ni Made Adinda Arya Ningrum 1809511015
01 02 03

Terminologi dan Indikasi Praoperasi, Premedikasi Pascaoperasi


dan Anesteti, Teknik
Operasi
Terminologi
Enterotomy adalah suatu tindakan penyayatan pada usus baik usus
halus maupun usus besar yang mengalami gangguan (penyumbatan)
atau karena adanya benda asing atau kemungkinan adanya gangren
pada usus. Terdapatnya benda asing di dalam usus dapat
mengakibatkan usus robek (jika benda tersebut terlalu besar),
mengganggu proses penyerapan pada usus dan Intussusception.
Enterotomi sering dilakukan pada anjing untuk mengangkat benda
asing yang menyebabkan obstruksi usus.
Terminologi
Enterectomy adalah tindakan operasi memotong usus yang rusak
akibat intususepsi, volvulus, strangulasi, tumor atau tersumbat
oleh benda asing. Pelaksanaan enterektomi sendiri merupakan suatu
keputusan yang berat bagi seorang dokter karena memiliki risiko
kematian yang sama antara tidak dilaksanakan operasi atau
melakukan operasi dengan metoda yang tidak benar. Namun
enterotomy yang ekstensif akan mengakibatkan hilangnya sebagian
besar lapisan endotel di mukosa usus yang berfungsi untuk aktifitas
digesti, absorsi, dan sekresi.
Indikasi
Enterotomy
Enterectomy
Terdapatnya benda asing (corpus Enterectomy dilakukan bila
alineum) di dalam usus dapat ada gangren pada usus karna
mengakibatkan usus robek (jika benda neoplasma, corpora aliena,
tersebut terlalu besar), mengganggu proses
penyerapan pada usus dan Intussusception.
strangulasi (karena adesi,
Terdapatnya corpus alineum di dalam usus kompressi, intussuseption,
merupakan indikasi dilakukannya volvulus/ tosio).
enterotomy.
PreOperasi :

Persiapan Alat Persiapan Ruang


01 02
dan Bahan Operasi

Premedikasi dan
03 Persiapan Hewan 04
Anestesi
Persiapan Alat dan Bahan
Alat :
• Meja bedah Bahan :
• Spuit 2.5 cc • Alkohol 70%
• Scalpel • Iodium tincture 3%
• Arteri klem • NaCL fisiologis
• Needle holder • Antibiotik (penicillin oil, procain
• Gunting tumpul dan runcing penicillin G, Penstrep 1%)
• Pinset anatomis dan serurgis • Vitamin B kompleks
• Drapping • Obat premedikasi dan obat anastesi
• Tampon
• Sarung tangan dan stetoskop.
• Benang catgut chromic

Alat-alat yang hendak digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu


menggunakan alkohol 70%
Persiapan Ruang Operasi
• Ruang operasi dan peralatan yang ada di dalam ruang operasi harus
didesinfeksi terlebih dahulu dan beri alas (underpad) pada meja operasi.

• Ruang operasi juga harus tertutup dan memiliki penerangan yang cukup
agar daerah operasi dapat terlihat jelas.
Persiapan Hewan
Pemeriksaan Fisik
● Signalemen
● Berat badan
● Umur
● Pulsus
● Frekuensi napas
● Suhu tubuh dan pemeriksaan sistem tubuh lainnya (digestivus, respirasi, sirkulasi,
saraf, reproduksi).
● Semua pasien harus menjalani tes diagnostik pra-bedah (hitung darah lengkap,
hitung trombosit, profil kimia serum, tes koagulasi, urinalisis) untuk menentukan
perawatan perioperatif mana yang harus diberikan
Persiapan Hewan
• Sebelum dilakukan operasi, hewan terlebih dahulu dipuasakan yaitu puasa makan 12
jam dan puasa minum 6 jam sebelum operasi hal ini guna mencegah vomitting dan
kontraksi deflasi terjadi ketika operasi berlangsung.

• Setelah pasien teranastesi, pasien diletakkan di atas meja operasi pada posisi dorsal
recumbency dan keempat kaki diikat pada sisi kiri dan kanan meja operasi, kemudian
daerah yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dan Iodium tincture 3%,
pasang dook steril pada daerah abdomen.
Premedikasi dan Anestesi

Premedikasi : Anestesi :
Premedikasi yang digunakan Setelah sepuluh menit dilanjutkan dengan
pada operasi ini adalah pemberian anastesi umum, diberikan
Atropine Sulfat dengan dosis Ketamin 10-40 mg/kg berat badan, Xylazin
0,02 - 0,04 mg/kg berat badan 1-3 mg/kg berat badan yang
secara intra muskulus. Hal ini dikombinasikan dalam satu spuit secara
dilakukan untuk mencegah intramuskuler.
terjadinya muntah,
hipersalivasi dan sebagai
sedatif.
Setelah hewan benar-benar teranastesi baru
dilakukan penyayatan pada daerah abdomen dengan
posisi dorso recumbency dari mulai kulit sampai
menembus lapisan peritonium. Selama berlangsung
stadium anastesi, cardiolog memonitor frekuensi
denyut jantung dan pernafasan setiap 5 menit
sekali.
Teknik Operasi Enterotomy :
Incisi kulit melalui linea median, dari umbilicus ke caudal sepanjang kurang lebih 5-6 cm, kulit dan jaringan
subcutan diincisi dengan menggunakan scalpel, preparasi tumpul dilakukan untuk mendapatkan linea alba,
kemudian bagian kiri dan kanan linea alba dijepit dengan allis forceps, kemudian dengan ujung gunting atau
scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba.

Irisan diperpanjang dengan


menggunakan gunting lurus
• Gambar A, B dan C Insisi dinding
(sebagai pemandu, jari telunjuk
Usus
dan jari tengah tangan kiri di
• Gambar D (Menutup dinding usus
letakkan di bawah linea alba
dengan pola jahitan connel, cushing
agar organ dalam tidak
atau lambert)
tergunting).
Teknik Operasi Enterotomy :

Kemudian intestinum dikeluarkan, Dibuat sayatan pada permukaan


bagian kiri dan kanan dari intestinum dan benda asing
intestinum yang akan disayat dikeluarkan, usahakan agar usus
diikat dengan kain kasa kemudian tetap dalam keadaan basah
kain kasa tersebut diklem. dengan cara membilas dengan
penstrep 1%.

Kemudian mucosa dijahit dengan pola simple


continous dan serosa dijahit dengan pola lambert
dengan menggunakan catgut.
Teknik Operasi Enterotomy :
Untuk memastikan ada tidaknya kebocoran dilakukan uji kebocoran usus. Setelah
dipastikan tidak bocor, intestinum dimasukkan kembali ke rongga abdomen, kemudian
peritoneum dijahit dengan menggunakan benang nilon simple interrupted, musculus
dan fascia dijahit dengan benang cat gut pola simple continous dan kulit dijahit dengan
nilon pola simple interrupted.

Pola jahitan yang dapat digunakan

D). Connel, E). Cushing, F). Lembert


Teknik Operasi Enterectomy :
1. Insisi dilakukan pada garis tengah (linea alba) bagian kaudal dengan panjang 10cm yang
diperkirakan cukup untuk mengeluarkan usus halus.

2. Pembuluh darah yang mensuplai usus yang akan dipotong (daerah gangrenous) diligasi
rangkap pada perbatasan antara mesenterium dengan usus.

3. Selanjutnya dengan dua jari isi usus disisihkan ke arah usus yang tidak dipotong.

4. Pada batas-batas usus yang akan dipotong masing-masing dijepit dengan dua hemostatik
forcep yang ujung-ujungnya dilapisi dengan karet, membentuk sudut kira-kira 30o terhadap
sisi bagian yang akan dipotong.
Teknik Operasi Enterectomy :
5. Setelah dilakukan pemotongan di antara ligasi rangkap pada pembuluh darah,
dilanjutkan pemotongan usus di antara dua hemostatik forcep yang ditempatkan pada
bagian proksimal maupun distal usus halus.

6. Anastomosis usus dilakukan dengan aposisi ujung ke ujung dengan pola jahitan
sederhana terputus menggunakan benang catgut kromik dengan jarum lengkung
diameter bulat.
Teknik Operasi Enterectomy :
7. Penempatan setiap simpul jahitan berjarak kira-kira 3 mm.

8. Bagian mesenterika yang terpotong dipertautkan kembali dengan benang catgut kromik dengan
pola jahitan sederhana terputus.

• Gambar A. Dinding usus dijepit dan dilakukan


pemotongan untuk membuang usus

• Gambar B dan C menyambung dinding usus


yang telah terpotong.
Teknik Operasi Enterectomy :
10. Untuk pengujian terhadap kemungkinan kebocoran pada tempat anastomosis, di bagian kranial dan kaudal (3cm
dari tempat anastomosis) dibendung dengan jari selanjutnya 10 ml larutan NaCl fisiologi steril diinjeksikan
kedalamnya.

11. Apabila terdapat kebocoran maka terlihat rembesan cairan pada tempat anastomosis. Setelah diyakini tidak ada
kebuntuan dan kebocoran, usus halus kemudian dikembalikan kedalam rongga abdomen.

12. Dinding abdomen dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana terputus.

13. Jaringan subkutan dijahit dengan catgut kromik 2-0 pola jahitan sederhana menerus.

14. Kulit dijahit dengan benang silk 2-0 dengan pola jahitan sederhana terputus.

15. Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tincture 3%. Selama prosedur operasi berlangsung,
hewan diinfus dengan larutan ringer’s dekstrosa 5% sebanyak 40 ml/kg berat
Pascaoperasi
Pascaoperasi
Setelah operasi selesai, daerah incisi Pasien dimasukkan ke dalam kandang
dibersihkan dan diolesi dengan
yang bersih, kering dan terang.
iodium tincture 3%, ke dalam daerah
Selama masa perawatan diberikan
bekas operasi disemprotkan penisilin
makanan yang mudah dicerna, luka
oil, kemudian pasien diberi procain
penisilin G secara IM dan Vitamin B operasi dijaga kebersihannya, jahitan
kompleks secara intra muscular, dibuka setelah luka operasi kering dan
antibiotic dan supportif diberikan pada bekas operasi dioles Iodium
selama tiga hari berturut-turut. tincture 3%.
TERIMA KASIH
International Journal of Science, Environment ISSN 2278-3687 (O)
and Technology, Vol. 8, No 5, 2019, 1044 – 1048 2277-663X (P)

Clinical Article
SURGICAL RETRIEVAL OF FOREIGN BODY IN DOG –
A CASE REPORT
Mahesh V.1, Jyothi Shree S.2, Lathamani V.S.3 and Nagaraja B.N.4
1
Assistant professor, Department of Veterinary Surgery & Radiology
2
MVSc Student, Department of Veterinary Surgery & Radiology
3
Assistant professor, Department of Veterinary Medicine
4
Professor and Head, Department of Veterinary Surgery & Radiology
Veterinary College, Hebbal, KVAFSU, Bangalore - 560024

Abstract: A six month old male Dobbermann was presented to Department of Veterinary
Surgery and Radiology, Veterinary College, Bengaluru with a complaint of anorexia, chronic
vomition and not passing motion since four days. Abdominal palpation revealed hard
intraabdominal mass and survey radiograph of lateral abdomen revealed air filled intestinal
loops. Upon 24hours barium contrast radiograph confirmed intestinal obstruction. So
emergency enterotmy was performed and foreign body is retrieved and it was a ball. The
animal was recovered uneventfully without any complications
Keywords: Spherical ball, Enterotomy, Contrast radiography.

INTRODUCTION
Ingestion of foreign bodies is attributed to their indiscriminate feeding habits (Ellison, 1990).
All age groups of dogs are affected, but usually young dogs (mean age, 3.5 to 3.7 years),
ingest a large variety of nonlinear Foreign bodies (Capak et al., 2001). Gastrointestinal
foreign bodies may cause complete or partial obstruction. The size of the foreign body
determines whether obstruction is partial or complete. Life-threatening complications caused
by fluid and electrolyte imbalances, hypovolemia, and toxemia may be associated with
intestinal foreign bodies (Papazoglou et al, 2001). Surgical interventions related to the
treatment of small intestinal obstruction represents approximately 0.5-1 percent of all surgical
procedures in dogs (Crha et al., 2008).
CASE HISTORY AND OBSERVATION
A six month old male dobbermann was presented to Department of Veterinary Surgery and
Radiology, Veterinary College, Bengaluru with a complaint of anorexia, chronic vomition
and not passing motion since four days. On physical palpating a hard mass felt at the mid
abdomen. Survey radiograph of lateral abdomen revealed air filled intestinal loops. Upon
24hours barium contrast radiograph revealed radio-opaque foreign body in intestinal loops.
Received Sep 6, 2019 * Published Oct 2, 2019 * www.ijset.net
1045 Mahesh V., Jyothi Shree S., Lathamani V.S. and Nagaraja B.N.

Based on clinical signs and radiographic findings the condition was diagnosed as intestinal
obstruction. So it was decided to go for emergency enterotmy and foreign body was retrieved.
TREATMENT
Surgical site was prepared aseptically by shaving midline. Premedicated with Atropine
Sulphate @ 0.04mg/Kg. Bwt. S/C, and preanesthetic was Xylazine @ 1mg/Kg. Bwt. I/M.
After 10min induction anesthesia was done by Thiosol 2.5% to effect and maintained with
same. A linear ventral midline skin incision was made, followed by subcutaneous tissue, linea
alba and peritoneum. Entered into abdomen & affected intestinal loops was exteriorized to
the incision site. At cranial margin of the mass, enterotomy incision made at antimesentric
border and foreign body was removed and it was a spherical ball. The area was thoroughly
cleaned and enterotomy incision was closed by simple interrupted pattern but knots are
placed inside the lumen by using chromic catgut no. 2-0. Abdominal cavity was flushed with
worm normal saline. The linea alba closed with polyglactin 910 by interrupted pattern,
subcutaneous by simple continuous pattern by using chromic catgut and skin by horizontal
mattress by using polyamide. Wound was cleaned and dressed.
Post-operatively combination of Ceftriaxone and Tazobactum at the dose rate of 20mg/Kg.
BWt. was given for 7days. Fluid therapy for three days twice a day and Metriz 100ml daily
for 3days. Orally starts on 4th day after surgery by liquid and slowly semisolids and solids.
Wound was dressed every alternate day and skin sutures were removed on 10th day.

Fig 1: Radiograph of lateral abdomen Fig 2: Contrast radiograph of lateral abdomen


showing air filled intestinal loops showing radiodense foreign body
Surgical Retrieval of Foreign Body in Dog – A Case Report 1046

Fig 3: Ventral midline incision is made to


explore the abdomen Fig 4: Jejunal loops exteriorized to
surgical site and obstructed site is noticed

Fig 5: Incision made over foreign Fig 6: Spherical ball removed from
body jejunal loops

Fig 7: Performing intestinal Fig 8: Skin closed in routine


anastomosis manner

DISCUSSION AND CONCLUSION


Alimentary tract obstruction was one of the most common ailments noticed in dogs.
The incidence rate of GIT obstruction is very high in young male dogs due to their voracious,
indiscriminative feeding habits and playful nature (Kumar et al., 2000). All along the length
of gastrointestinal tract foreign bodies causes obstruction but jejunum is the most common
location (Hayes G, 2009). In the present case spherical ball was obstructed in distal segment
1047 Mahesh V., Jyothi Shree S., Lathamani V.S. and Nagaraja B.N.

of jejunum. Some small, sharp foreign bodies, such as pins, sewing needles, and fish hooks
that are found in asymptomatic animals may be treated conservatively and they may pass
uneventfully, because of contact between mucosa of intestine and foreign body results in
local dilation of intestine called as mural withdrawal reflex (Guilford et al, 1996). An
enterotomy is performed in the antimesenteric border distal to the foreign body and the
foreign body is removed. Incisions over the foreign body or proximal to the obstruction in the
distended intestine may interfere with normal intestinal healing, possibly because of some
degree of vascular compromise of the intestinal wall and therefore such incisions are not
recommended (Orsher and Rosin, 1993). The enterotomy site is closed in a single layer with
a simple interrupted or continuous suture pattern, by using 3-0 or 4-0 synthetic absorbable
sutures such as polydioxanone or polyglyconate (Weisman, 1999). One of the most common
and serious complication after retrieval of foreign body is dehiscence of the enterotomy
incision with subsequent leakage of intestinal contents into the peritoneal cavity, resulting in
peritonitis (Papazoglou et al., 2001). In this case none of the complications were observed,
animal recovered uneventfully.
Acknowledgement
The authors are thankful to the Dean, Veterinary College, Hebbal, Bengaluru for providing
necessary facilities for carrying out this case
References
[1] CAPAK, D., SIMPRAGA, M. and MATICIC, D. (2001). Incidence of foreign body–
induced ileus in dogs. Berl Munch Tierarztl Wochenschr. 114:290–296.
[2] CRHA, M., LORENZOVA, J., URBANOVA, L., FITCHEL, T. and NECAS, A.
(2008). Effect of preoperative mortality in dogs with small bowel obstruction. Acta.
Veterinaria. Brno., 77:257-261.
[3] ELLISION, G.W. (1990). Enterotomy in current technique in small animal surgery.
edited by Mjoseph Bojrab, 3rd Saunders company, Phildelphia: 249.
[4] GUILFORD, W.G. and STROMBECK, D.R. (1996). Intestinal obstruction,
pseudoobstruction, and foreign bodies, in Guilford, W.G., Center, S.A., Strombeck, D.R., et
al (eds). Strombeck’s Small Animal Gastroenterology. Philadelphia, WB Saunders, 3rd ed:
487–502.
[5] HAYES, G. (2009). Gastrointestinal foreign bodies in dogs and cats: a retrospective
study of 208 cases. Journal of Small Animal Practice. 50:576–583.
[6] KUMAR, D.D., AMEERJAN, K. And DAVID, W.A. (2000). Gasrto intestinal tract
obstruction in dogs. I. J. Ver. Sur., 21:43-44.
Surgical Retrieval of Foreign Body in Dog – A Case Report 1048

[7] ORSHE, R.J. and ROSIN, E. (1993). Small intestine, in Slatter DH Textbook of Small
Animal Surgery, Philadelphia, WB Saunders. 2nd ed: 593–612.
[8] PAPAZOGLOU, L. G., PATSIKAS, M. N. and RALLIS, T. (2003). Intestinal foreign
bodies in dogs and cats. Compendium of Continuing Education for the Practicing
Veterinarian. 25: 830-843.
[9] WEISMAN, D.L., SMEAK, D.D., BIRCHARD, S.J. and ZWEIGART, S.L. (1999).
Comparison of a continuous suture pattern with a simple interrupted pattern for enteric
closure in dogs and cats: 83 cases (1991– 1997). J.A.V.M.A., 214:1507–1510.
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

LAPORAN KASUS : PENANGANAN OBSTRUKSI USUS PADA ANJING


DI BALI VETERINARY CLINIC

Putri F. Ludji Pau1, Yohanes T.R.M.R. Simarmata2*, Ni Made Restiati3


1
Program Studi Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Kupang
2
Laboratorium Penyakit Dalam Hewan Kecil, Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Nusa Cendana Kupang
3
Bali Veterinary Clinic, Denpasar, Bali
*Korespondensi e-mail: drh.joe.saragih@gmail.com

ABSTRACT

A local breed dog was brought to the veterinary clinic with signs of vomit-
ing and decreased appetite. Physical examination revealed a pale mucosa of the
eye and nose, 2 seconds of CRT, abdomen distention and stiffness. A haematology
examination indicated WBC drop into 4.9, lymphocyte into 5.4, MCV into 55.42
and Plate Distribusi Wide 8.1. The X-ray test showed the presence of an unknown
mass around the intestine. Therefore, the dog was then diagnosed with intestinal
obstruction. A laparotomy exploration with an enterotomy technique was per-
formed to treat the condition. The surgery procedure found a mass of stone-like
faeces that also consist of a mix of grass. The stone-like faeces were then removed
from the intestine. Post-surgery monitoring was performed routinely and the dog
received Cefotaxime Sodium (Claforan®) 22 mg/kg, Odansentron HCl (Zofran®)
0.2 mg/kg, Sucralfate (Carafate®) 0.8 gram, Lactulose (Cephulac®) 25 mL,
Dexamethasone (Dexasone®) 1 mg/kg, Diphenhydramine HCl (Benadryl®) 3
mg/kg, along with antiseptic treatment for the surgical incision. 3 days after the
operation the dog began to show signs of recovery where the dog appeared to
start moving and showed the desire to eat food. This condition can be prevented
by not giving the dog food that bones. Lastly, the dog should be only released in a
safe and knowledgeable environment.

Keywords: Dog; Enterotomy; Intestinal obstruction

PENDAHULUAN

Obstruksi usus merupakan penyebab obstruksi usus karena


keadaan dimana isi lumen saluran adanya benda asing di dalam usus.
cerna tidak bisa di salurkan ke anus Benda asing yang ditemukan di da-
karena adanya sumbatan atau ham- lam usus sangat bervariasi seperti
batan yang di sebabkan kelainan da- kulit yang keras, kain, jarum besi,
lam lumen usus, dinding usus atau kawat, seng, rambut, tulang yang
bagian luar usus yang menekan seg- keras dan lain-lain. Untuk mendiag-
men usus dan menyebabkan adanya nosis adanya benda asing pada salu-
nekrosis pada usus. Salah satu ran pencernaan tidaklah mudah,

50
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

pemeriksaan radiografi dengan bahan baik usus halus maupun usus besar
kontras dapat membantu diagnosis yang mengalami gangguan (penyem-
(Boothe, 2012). pitan) atau karena adanya benda as-
Penanganan obstruksi usus ing (tulang yang keras, kaca, kawat,
biasanya dilakukan dengan teknik besi, seng dan rambut) atau kemung-
pembeadahan. Salah satu terapi be- kinan adanya gangren pada usus
dah yang biasanya dilakukan yaitu (Boothe, 2012). Diagnosis penyakit
dengan teknik enterotomi. Enteroto- didasarkan pada sejarah penyakit,
mi sering dilakukan pada anjing un- gejala klinis, pemeriksaan fisik,
tuk mengangkat benda asing yang pemeriksaan hematologi dan kimia
menyebabkan obstruksi usus darah, pemeriksaan radiografi, ultra-
(Boothe, 2012). Enterotomi adalah sonografi, endoskopi dan biopsy
suatu tindakan penyayatan pada usus (Fossum, 2002).

METODOLOGI

Persiapan Operasi ator penting dilakukan sebelum


Persiapan tindakan operasi melakukan tindakan bedah. Sebelum
dimulai dengan persipakan instru- memulai operasi, operator harus
ment bedah dan persiapan runagan mencuci dan mengeringkan tangan
operasi. Semua instrument bedah dan terlebih dahulu kemudian
ruangan yang digunakan harus di menggunakan penutup kepala, jubah
sterilkan untuk menghindari kontam- operasi dan sarung tangan steril.
inasi pada tindakan operasi berlang-
sung. Persiapan pasien dimulai Prosedur Bedah
dengan mempuasakan hewan terlebih Penanganan yang dilakukan
dahulu. Kemudian pemberian xylasin yaitu dengan tindakan pembedahan.
1,5 ml IM dilakukan sebagai analge- Prosedur operasi yang digunakan
sic dan sedatif dan dibiarkan hingga yaitu eksplorasi laparatomi dengan
10 menit, kemudian dilanjutkan teknik eneterotomi. Tindakan operasi
dengan pemberian ketamine 1 ml dilakukan secara aseptis dimulai
IM. Setelah hewan tertidur, diberikan dengan disinfeksi area abdomen
terapi cairan NaCl dan dilakukan menggunakan clhorhexidin, betadine
pencukuran rambut pada daerah yang dan alkohol, serta pemasangan kain
akan dibedah untuk menjaga area dup/drape untuk menjaga area steril.
steril dari kotaminasi. Untuk mem- Pasien diletakan diatas meja dengan
pertahankan anjing dalam kondisi posisi rebah dorsal (dorsal recum-
teranastesi digunakan anastesi in- bency). Monitoring operasi dil-
halasi isoflurane sehingga dilakukan akukan dari hewan mulai teranestesi,
pemasangan Endotrakeal Tube. Uku- post-opersai hingga hewan sadar
ran Endotrakeal Tube yang (terlampir pada lampiran). Tindakan
digunakan yaitu 6,0. Persiapan oper- pembedahan dimulai dengan

51
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

melakukan Incisi pada bagian cranial Setelah mencapai linea alba, lakukan
ventral midline. Setelah kulit diinci- incisi bersama dengan peritoneum
si, kemudian kedua sisi kulit masing- menggunakan scalpel. Setelah peri-
masing dijepit menggunakan allis toneum terbuka, digunakan allis tis-
tissue forcep untuk mempermudah sue forceps yang sedang menjepit
incisi selanjutnya menuju linea alba. kulit, untuk kemudian menjepi
Sebelum mencapai linea alba, Incisi lapisan peritoneum, subcutan dan
dilanjutkan ke lapisan subkutan sam- kulit sehingga dapat dilakukan ek-
pai external fascia dan musculus rec- splorasi organ. Eksplorasi dilakukan
tus abdominis terekspose, dilakukan pada lambung, duodenum dan seba-
preparasi tumpul didaerah subkutan. gian jejenum.

Gambar 1. Melakukan eksplorasi pada organ yang mengalami obstruksi

Organ intestinal yang men- penceranan satu dengan lainnya.


galami obstruksi dikeluarkan. Setelah benda asing dikeluarkan, ba-
Sayatan pertama dilakukan pada gian intestinal diflushing dengan
lambung dan tidak ditemukan adanya larutan NaCl steril. Flushing ber-
benda asing. Organ kemudian ditutup tujuan untuk mengeluarkan sisa ben-
dengan pola jahitan lambert da asing berukuran kecil yang
menggunakan benang Catgut Crhom- menumpuk dan dapat menyebabkan
ic. Sayatan kedua dilakukan pada obstruksi di kemudian hari. Mukosa
duodenum dan ditemukan adanya intestinal dijahit dengan jahitan sim-
benda asing yaitu kotoran yang su- ple continous pattern dan serosa
dah mengeras yang mengandung dengan jahitan Lambert pattern
banyak tumpukan rumput, sehinga menggunakan benang catgut chro-
semua kotoran di keluarkan. Untuk mic..Untuk memastikan tidak terjadi
menjaga saluran pencernaan selalu kebocoran dilakukan uji kebocoran
dalam keadaan lembab, organ pen- usus. Setelah dipastikan tidak bocor,
cernaan dibasahi secara perlahan intestinal dimasukan kembali ke
dengan larutan NaCl. Jika saluran rongga abdomen dengan terlebih da-
pencernaan sampai kering dapat me- hulu sisa-sisa bekuan darah
nyebabkan perlekatan bagian saluran dibersihkan. Setelah itu sayatan keti-

52
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

ga dilakukan pada sebagian jejenum menggunakan benang catgut


dan hasilnya sama, yakni terdapat chrpmic. Jaringan dan organ yang
banyak kotoran dengan konsistensi telah dieksplorasi dibasahi dengan
keras dan mengandung banyak menggunakan NaCl fisiologis steril
rumput. Sayatan ketiga juga ditutup secara pelahan untuk mencegah
dengan pola jahitan lambert kekeringan pada organ.

A B

C D

Gambar 2. Teknik enterotomi (membuat sayatan pada usus yang mengalami ob-
struksi) (A) pengeluaran benda asing dari dalam usus (B), tumpukan kotoran dan
rumput di dalam usus (C), teknik penjahitan pada usus (D).

Setelah itu di lakukan incise Setelah dilakukan eksplorasi


pada caudal ventral midline, untuk organ, kemudian dilakukan pe-
mengeksplorasi sebagian jejenum nutupan luka operasi. Untuk memas-
bagian caudal dan kolon. Hal yang tikan tidak terjadi kebocoran dil-
sama juga ditemui pada bagian cau- akukan uji kebocoran usus. Setelah
dal yakni terdapat banyak kotoran dipastikan tidak bocor, intestinal di-
yang mengandung tumpukan rumput. masukan kembali ke rongga abdo-
Setelah dibersihkan, pola jahitan dan men dengan terlebih dahulu sisasisa
jenis benang yang digunakan untuk bekuan darah dibersihkan. Penutupu-
penutupan luka sayatan hingga pe- an luka operasi terdiri dari 3 lapisan.
nutupan peritoneum, subcutan dan Lapisan pertama yaitu peritoneum.
subcutikular sama seperti pada bagi- Peritoneum dijahit dengan pola se-
an cranial ventral midline. Setelah derhana tunggal dan diflushing
selesai dijahit, kulit luka jahitan dengan menggunakan penstrep,
diberihkan dengan betadine, kemudi- lapisan kedua yaitu Subcutan dijahit
an diberi enbatic powder (bubuk) dengan pola sederhana menerus
pada daerah luka operasi. kemudian diflushing menggunakan
penstrep. Lapisan yang ketiga yaitu

53
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

subkutikular yang dijahit dengan po- Setelah selesai dijahit, kulit luka
la jahitan sederhana menerus. Semua jahitan diberihkan dengan betadine,
jahitan menggunakan benang poly- kemudian diberi enbatic powder (bu-
glactin acid 910 2.0 USP (Vicryl®). buk) pada didaerah luka operasi.

A B C

Gambar 3. Penutupan kembali lapisan peritoneum (A), Penutupan kembali


lapisan subcutan (B), Penutupan kembali subcuticular (C).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Klinis hidung pucat, muntah, tidak ada


Pada tanggal 13 September nafsu makan, CRT 2 detik, suhu
2019, Bali Veterinary Clinic 38,50 C, peristaltic usus tidak normal,
menerima 1 ekor anjing lokal ber- distensi abdomen serta keselurahan
jenis kelamin jantan, berumur 5 ta- fisik tampak lemas.
hun. Anamnesa pasien menyatakan
bahwa sebelumnya Seorang ibu da- Pemeriksaan Hematologi
tang ke klinik membawa seekor an- Hasil pemeriksaan hematolo-
jing dengan riwayat penyakit sebe- gi menunjukkan adanya penurunan
lumnya pasien pergi ke central klinik WBC 4,9, limfosit 5,4 %, MCV
10 hari yang lalu dengan keluhan 55,41 dan Plate Distribusi Wide 8,1.
nafsu makan sangat menurun. Kon- Penurunan WBC biasanya diikuti
disi hewan semakin parah karena dengan penurunan jumlah limfosit.
hewan mengalami muntah dan Sel darah putih (leukosit) ini ber-
penurunan nafsu makan. Kemudian fungsi sebagai sel pertahanan tubuh
dokter melakukan tes blood smear (Rafdinal dkk.,2016). Jika tubuh ter-
dan hasil menunjukkan pasien positif infeksi oleh penyakit, imunitas (sis-
terinfeksi anaplasma, sehingga dok- tem pertahanan tubuh) akan menurun
ter memberikan treatment doxicicline yang ditandai dengan penurunan leu-
yang bekerja efektif untuk parasite kosit. Leukosit secara normal dapat
darah. Pada pemeriksaan X-ray, ditemukan di dalam darah sebagai
kimia darah dan CBC terlihat nor- leukosit granulosit dan agranulosit.
mal. Pada pemeriksaan fisik anjing Peningkatan granulosit terutama eu-
menunjukkan mukosa mata dan sinofil mengindikasikan adanya in-

54
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

feksi agen infeksius yaitu parasite Pemeriksaan Radiografi


(Balqis, 2007). Normalnya jumlah Pemeriksaan radiografi pada
eusinofil hanya sedikit didalam kasus ini menggunakan BaSO4 (Bar-
darah. Peningkatan granulosit eusin- ium Sulfat) sebagai bahan kontras
ofil (eusinofilia) biasanya diakibat- radiopaque, yang merupakan bahan
kan karena adanya agen infeksius kontras positif tidak larut yang bi-
dalam tubuh (Rafdinal dkk.,2016). asanya digunakan pada saluran pen-
Hal ini sejalan dengan riwayat pen- cernaan dan memiliki fungsi sebagai
yakit sebelumnya yang menunjukkan alat bantu diagnostik, serta memper-
pasien positif terinfeksi parasite jelas bentuk organ (Noviana et al.
darah. Limfosit mempunyai peranan 2012). Dalam penggunaan Barium
dalam respon imunitas. Infeksi pen- Sulfat, normalnya bahan kontras ini
yakit kronis pada anjing dapat akan keluar dari tubuh setelah 24
menurunkan sistem imun tubuh, se- jam. Namun pada kasus ini, barium
hingga menyebabkan keadaan tubuh sulfat terlihat tertahan pada saluran
yang lemas dan meningkatkan ting- pencernaan. Berdasarkan hasil diatas,
kat stress pada penderita. Menurut terlihat penggunaan media kontras
(Anita Esfandiari dkk.,2016), barium sulfat terlihat disepanjang
keadaan limfopenia merupakan hasil sistem pencernaan mulai dari lam-
dari stress atau adanya gangguan bung, duodenum, jejenum dan seba-
hormone-hormon adrenokorteks. gian kolon. Tidak dapat diketahui
Keadaan limfopenia ini biasanya ter- dengan pasti, benda asing jenis apa
jadi pada kasus-kasus hyperadreno- yang berada didalam saluran pen-
cortism, kejang, shock, obstruksi cenaan anjing. Untuk itu dilakukan-
saluran pencernaan, saluran repro- lah prosedur eksplorasi laparatomi
duksi, saluran urinasi dan saluran dengan teknik enterotomi untuk
empedu serta pada keadaan trauma mengatasi obstruksi pada kasus ini.
atau post-operasi.

A B

Gambar 4. Hasil pemeriksaan radiografi pasien Max dengan menggunakan media


kontras Barium Sulfat. Pada gambar A dan B, pasien dengan posisi rebah lateral
dengan arah pandang laterolateral, dengan menggunakan bahan kontras.

Monitoring Post-Operasi ologis/status present hewan meliputi


Monitoring dan perawatan suhu, frekunsi nafas, frekunsi pulsus,
post operasi dilakukan dengan me- mukosa mata hidung dan mulut,
mantau secara bertahap kondisi fisi- makan dan minum, defekasi dan uri-

55
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

nasi, perawatan terhadap luka mendukung proses kesembuhan luka.


operasi, pemberian pakan untuk

Gambar 5. Kondisi pasien pasca operasi hari ke 3

Kondisi pasien post-operasi yang bersifat bakterisidal dan cocok


hari ke 3 menunjukkan perubahan untuk penanganan post-operasi. On-
yang cukup baik dimana anjing ter- dansentron digunakan karena meru-
lihat mulai berusaha bangun dan pakan obat yang memiliki fungsi
ketika di beri makan, anjing tampak bekerja secara selektif dan kompetitif
mendekati dan berusaha untuk dalam mencegah maupun mengatasi
makan meskipun masih dalam mual dan muntah akibat kemoterapi
jumlah yang sedikit. Proses kesem- sitotoksik dan radioterapi. Sucralfate
buhan anjing max juga di dukung merupakan obat oral gastrointestinas
lewat treatmen dan obat-obatan yang yang diindikasikan untuk mengobati
diresepkan dokter untuk mendukung duodenal ulcer aktif. Pemberian dex-
proses kesembuhan pasca operasi. ametahson karena obat ini bekerja
long acting dan mempunyai aktivitas
Treatmen & Pengobatan sebagai anti inflamasi, anti alergi,
Pengobatan post-operasi hormonal dan efek metabolic.
dengan injeksi Cefotaxime Sodium Dypenhidramin berfungsi untuk
(Claforan®) 22 mg/kg, Odansentron menghambat histmain yang berlebi-
HCl (Zofran®) 0.2 mg/kg, Sucralfate han (reaksi alergi), serta pemberian
(Carafate®) 0.8 gram, Lactulose (Ce- Lactulose yang merupakan obat un-
phulac®) 25 mL, Dexamethasone tuk mengatasi konstipasi yang beker-
(Dexasone®) 1 mg/kg, Diphenhy- ja dnegan mengalirkan cairan ke usu
dramine HCl (Benadryl®) 3mg/kg, sehingga membuat feses menjadi
serta pemberian antiseptik untuk lebih lunak dan mudah di keluarkan.
mencegah infeksi bakteri pada luka Gangguan saluran pen-
operasi dan membantu mempercepat cernaan pada anjing dapat terjadi pa-
proses kesembuhan luka. da esofagus (Tarvin et al., 2016),
Cefotaxime merupakan anti- gastrium (Hugen et al., 2016) dan
biotic sefalosporin golongan ke 3 proksimal doedenum (Ruiz et al.,

56
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

2016). Enterotomi sering dilakukan kaki, handuk dan nilon. Dalam be-
pada anjing untuk mengangkat benda berapa kasus terkadang pemilik he-
asing yang menyebabkan obstruksi wan tidak melihat hewannya mene-
usus. Enterotomi adalah suatu tinda- lan benda asing atau kadang-kadang
kan penyayatan pada usus baik usus anjing menelan benda asing saat
halus maupun usus besar yang men- bermain. Seperti pada kasus ini, ter-
galami gangguan (penyempitan) atau dapat banyak tumpukan rumput yang
karena adanya benda asing (tulang masih berukuran panjang. Itu artinya
yang keras, kaca, kawat, besi, seng anjing tidak mengunyah dengan baik
dan rambut) atau kemungkinan rumput yang dia makan, dan ada
adanya gangren pada usus (Boothe, kemungkinan anjing sering dibiarkan
2012). Diagnosis penyakit didasar- bermain di daerah persawahan se-
kan pada sejarah penyakit, gejala hingga pemiliki tidak mengetahui
klinis, pemeriksaan fisik, pemerik- apa yang dimakan oleh anjingnya.
saan hematologi dan kimia darah Dalam beberapa kasus terka-
(Allenspach et al., 2015), pemerik- dang pemilik hewan tidak melihat
saan radiografi (Terragni et al., hewannya menelan benda asing atau
2014), ultrasonografi (USG) (Le kadang-kadang anjing menelan ben-
Roux et al., 2014), endoskopi (Novi- da asing saat bermain, namun
ana et al., 2017) dan biopsy (Fossum, pemeriksaan menunjukkan adanya
2002). benda asing dalam saluran pen-
Benda asing yang ditemukan cernaan (Capak et al., 2001). Benda
di dalam usus sangat bervariasi sep- asing yang dicerna oleh gastrium
erti kulit yang keras, kain, jarum be- akan melewati sfingter pilorus dan
si, kawat, seng, rambut, tulang yang masuk ke lumen terkecil duodenum
keras dan lain-lain. Menurut Boothe distal dan jejenum proksimal. Adan-
(2012) adanya benda asing me- ya lipatan-lipatan mukosa usus
nyebabkan gejala obstruksi, se- dengan pemeriksaan USG menun-
dangkan benda tajam menyebabkan jukkan adanya benda asing yang me-
perforasi saluran pencernaan dengan nyebabkan obstruksi (Monnet, 2010;
gejala peritonitis. Pada kasus anjing Noviana et al., 2017)
yang mengkonusmsi pakan yang ter- Dalam kasus ini anjing
llalu keras juga dapat mengakibatkan menunjukkan adanya gejala muntah,
obstruksi (Capak et al., 2001). anoreksia, lesu, dan nyeri pada ab-
Berbagai benda asing dapat dicerna domen ketika dipalpasi. Hal ini
oleh hewan berumur muda, namun didukung oleh penelitian (Erwin
terdapat beberapa benda asing yang dkk.,2018), pada penanganan
jika dikonsumsi dalam jumlah yang osbstruksi duodenum pada anjing,
banyak dapat membahayakan gejala klinis yang ditunjukaan yaitu
kesehatan anjing. Umumnya anjing anjing menunjukkan gejala muntah,
biasanya menelan benda asing beru- regurgitasi pakan dan air, hipersali-
pa tulang, kulit mentah, mainan, kaus vasi, hematemesis, anoreksia, lesu

57
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

dan nyeri abdomen. Palpasi abdomen saan dilakukan untuk mendapatkan


terkadang normal untuk benda asing diagnosa yang tepat. Pada kasus ini
berukuran kecil dalam saluran gas- dilakukan pemeriksaan hematologi,
trointesnal, apabila benda asingnya dan pemeriksaan radiografi dengan
berukuran besar akan teraba dan an- bahan kontras. Pada pmeriksaan ra-
jing akan memberi respons nyeri. diologi, digunakan media kontras.
Benda asing yang dimakan dan dic- Penggunaan bahan kontras pada ra-
erna oleh gastrium ini akan melewati diografi adalah untuk memberi ben-
sfingter pilorus dan masuk ke lumen tuk atau memperjelas organ dan se-
terkecil duodenum distal dan je- bagai alat bantu diagnostik. Pada ka-
jenum proksimal. Adanya lipatan- sus ini, media kontras yang
lipatan mukosa usus dengan digunakan adalah micropulveres sus-
pemeriksaan USG menunjukkan pense barium sulfat (BaSO4). Bari-
adanya benda asing yang menyebab- um sulfat merupakan water-soluble
kan obstruksi (Monnet, 2010; Novi- salt dari elemen logam barium. Me-
ana et al., 2017). dia kontras BaSO4 digunakan pada
Untuk mendiagnosis adanya saluran pencernaan yang diduga tid-
benda asing pada saluran pencernaan ak terjadi perforasi (Kalender et al.
tidaklah mudah, beberapa pemerik- 2010).

SIMPULAN

Berbagai benda asing dapat plain radiografi, kontras radiografi,


dicerna oleh hewan terutama pada ultrasonografi dan laporoskopi untuk
hewan kasayangan. Benda asing memastikan lokasi yang mengalami
yang dicerna oleh gastrium akan obstruksi. Hindari pemberian pakan
melewati sfingter pilorus dan masuk yang mengandung tulang kepada
ke lumen terkecil duodenum distal hewan kesayangan dan apabila he-
dan jejenum proksimal. Adanya wannya dilepas, lepaskanlah pada
lipatan-lipatan mukosa usus dengan perkarangan rumah yang sudah
pemeriksaan USG menunjukkan diketahui kondisi lingkungannya.
adanya benda asing yang menyebab- Apabila hewan memakan benda as-
kan obstruksi. ing dan menunjukkan gejala nafsu
Penanganan obstruksi duode- makan berkurang, muntah, hipersali-
num pada anjing dilakukan melalui vasi, hematemesis, tidak defekasi
prosedur enterotomi. Sebelum dan nyeri di abdomen segera bawa
prosedur enterotomi, harus terlebih hewan ke dokter hewan untuk segera
dahulu dilakukan pemeriksaan klinis, dilakukan penanganan.

58
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

DAFTAR PUSTAKA

Allenspach K. 2015. Diagnosis of tion of skin graft recovery


small intestinal disorders in on Indonesian local cat with
dogs and cats. Clinics in different periods of trans-
Laboratory Medicine 35(3): plantation time. Vet World
521-534. 9(5): 481-486. doi:
Balqis U. 2007. Purifikasi Dan 10.14202/ vet-
Karakterisasi Protease Dari world.2016.481-486.
Ekskretori/sekretori Stadi- Erwin, Gunanti, Handharyani E,
um L3 Ascaridia Galli Dan Noviana D. 2017. Blood
Pengaruhnya Terhadap Per- profile of domestic cat (Fe-
tahanan Dan Gambaran His- lis catus) during skin graft
topatologi Usus Halus recovery with different pe-
Ayam Petelur. Disertasi. In- riod. J Veteriner 18(1): 31-
stitut Pertanian Bogor: Bo- 37. doi:
gor. 10.19087/jveteriner.2017.18
Boothe HW. 2012. Instrument and .1.31.
tissue handling techniques. Finck C, D’Anjou MA, Alexander K,
Dalam: Tobias KM, John- Specchi S, Beauchamp G.
ston SA, eds. Veterinary 2014. Radiographic diagno-
Surgery: Small Animal. St. sis of mechanical obstruc-
Louis, MO: Elsevier Saun- tion in dogs based on rela-
ders. Pp. 201-213. tive small intestinal external
Capak D, Brkic A, Harapin I, diameters. Vet Radiol Ultra-
Maticic D, Radisic B. 2001. sound 55 (5): 472-479. doi:
Treatment of the foreign 10.1111/vru.12153.
body induced occlusive ile- Fossum TW. 2002. Small Animal
us in dogs. Vet Arhiv 71(6): Surgery. 2nd Ed. Mosby. St.
345-359. Louis, London. Pp. 20-30
Eker T, Genc Y, Sevim Y, Cu- Grimes JA, Schmiedt CW, Cornell
maogullari O, Ozcelik M, KK, Radlinksy MA. 2011.
Kocaay AF, Ensari CO, Identification of risk factors
Pasaoglu OT. 2015. The ef- for septic peritonitis and
fects of ventilation with failure to survive following
high-density oxygen on the gastrointestinal surgery in
strength of gastrointestinal dogs. JAVMA 238(4): 486-
anastomosis. Ann Surg 494.
Treat Res 89(1): 17-22. Hugen S, Thomas RR, German AJ,
Erwin, Gunanti, Handharyani E, Burgener IA, Mandigers PJ.
Noviana D. 2016. Subjec- 2016. Gastric carcinoma in
tive and objective observa- canines and humans, a re-

59
Jurnal Kajian Veteriner Vol. 9 No. 1:50-61 (2021)
ISSN : 2356-4113 DOI:https://doi.org/10.35508/jkv.v9i1.3899
EISSN : 2528-6021

view. Vet Comp Oncol. tensile strengths of the di-


Doi: 10.1111/vco.12249. gestive tract in the dog. Ap-
Kroner KT, Budgeon C, Colopy SA. plication to esophagi-
2016. Update on surgical intestinal sutures. Revue
principle and equipment. Méd Vét 152(6): 491-494.
Vet. Clin North Am Exot Ruiz GC, Reyes-Gomez E, Hall EJ,
Anim Pract 19(1):13- 32. Freiche, V. 2016. Compari-
doi: son of 3 handling tech-
10.1016/j.cvex.2015.08.011. niques for endoscopically
Le Roux, AB, Granger LA, Waka- obtained gastric and duode-
matsu N, Kearney MT, nal biopsy specimens: A
Gaschen L. 2016. Ex vivo prospective study in dogs
correlation of ultraso- and cats. J Vet Int Med
nographic small intestinal 30(4): 1014-1021.
wall layering with histology Smith AL, Wilson AP, Hardie RJ,
in dogs. Vet Radiol Ultra- Krick EL, Schmiedt CW.
sound 57(5):534-545. 2011. Perioperative compli-
Monnet E. 2010. Principles of GI cations after full-thickness
surgery. Proceedings veteri- gastrointestinal surgery in
nary continuing education. cats with alimentary lym-
UBM Americas. Veterinary phoma. Vet Surg 40(7):
Brand, Washington. Pp. 849-852.
447-450. Tapia-Araya AE, Martin-Portuges
Noviana D, Afidatunnisa K, Syafi- IDG, Bermejo LF, Sanchez-
kriatillah AF, Ulum MF, Margallo FM. 2015. Lapa-
Gunanti, Zaenab S. 2017. roscopic ovariectomy in
Diagnostic imaging and en- dogs: comparison between
doscopy of the schnauzer laparo endoscopic single-
dog with upper gastrointes- site and three-portal access.
tinal tract disorders. Jurnal J Vet Sci 16(4): 525-530.
Kedokteran Hewan 11(1): Tarvin KM, Twedt DC, Monnet E.
1-5. doi: 2016. Prospective controlled
10.21157/j.ked.hewan. study of gastroesophageal
v11i1.5446. reflux in dogs with naturally
Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, occurring laryngeal paraly-
Siswandi R. 2012. Diagno- sis. Vet Surgery 45(7): 916-
sis Ultrasonografi pada He- 921.
wan Kecil. IPB Press, Bo- Terragni R, Vignoli M, Van Bree HJ,
gor. Hlm. 5-25 Gaschen L, Saunders JH.
Ogurtan Z, Gezici M, Kul M, Ceylan 2014. Diagnostic imaging
C, Alkan F. 2001. Compara- and endoscopic finding in
tive study of bursting and dogs and cats with gastric

60
Ludji Pau et al Jurnal Kajian Veteriner

tumors: A review. Schweiz kins, Baltimore, MD. Pp.


Arch Tierheilkd 156(12): 1348-1349.
569-576. Webb J. 2014. Gastrointestinal and
Tilley L, Smith F. 2005. The 5- oesophagal foreign bodies
Minute Veterinary Consult. in the dog and cat. The RVT
2nd ed. Williams & Wil- Journal 10: 6-10.

61
IJVS 2017; 12(1); Serial No:26

RANIAN JOURNAL OF
VETERINARY SURGERY
(IJVS)
WWW.IVSA.IR

Clinical Report

Double Intestinal Intussusception due to Acute Enteritis in a Young Tibetan Spaniel Dog

Ali Ghashghaii*1, Moosa Javdani2, Parisa Mazdarani3

Abstract
Case Description- A six-month-old female Tibetan spaniel dog with repeated rectal prolapse and unsuccessful treatments was
referred to the clinic of Faculty of Veterinary Medicine of Razi University (Kermanshah, Iran). Regarding the patient’s history
colopexy was done through celiotomy incision, but 3 days later the patient was referred again with recurrence of prolapse.
Clinical Findings- On abdominal palpation, a sausage like mass was palpated in the abdomen. The clinical parameters were in the
normal range, but stool samples proved the presence of giardia. The hemagglutination test for parvovirus was positive as well.
Treatment and Outcome- Exploratory celiotomy revealed presence of double intussusception. The intussuscepted segments were
edematous and congested with adhesions and signs of devitalization. Resection and re-anastomosis were performed. The patient
died 24 hours after surgery. The owner did not allow post-mortem examination, though the actual cause of death was remained
unknown. The animal death could be related to weakness due to parvovirus and giardia enteritis, delay in treatment of underlying
disease, electrolyte imbalance, surgical stress and inadequate postoperative management.
Clinical Relevance-Puppies and kittens show higher incidence of intussusception than adult animals. Any portion of the alimentary
tract may be involved, but previous studies have indicated that the majority of intussusceptions in small animal are enterocolic.
Prompt and precise diagnosis and accurate treatment with considering underlying diseases such as infectious enteritis and
endoparrasitism is very important to save the patient life.
Key words: double intussusception, dog, celiotomy

Received: 06 March 2016; Accepted: 11 September 2017; Online: 15 September 2017

Case Description mass and suturing, was presented to the clinic of


Faculty of Veterinary Medicine of Razi University
A six-month-old female Tibetan spaniel dog with the (Kermanshah, Iran). It was diagnosed as rectal
complaint of mass protruding through the anus (Fig. 1) prolapse, though the prolapsed mass was cleaned and
and the history of previous several unsuccessful reduced, and colopexy was performed via a midline
treatments such as manual replacement of prolapsed celiotomy1,2,3. Any other abnormal abdominal findings
were not observed in celiotomy. Three days later the
patient was again referred to the clinic with recurrence
1 Department of Clinical Sciences, Faculty of Veterinary Medicine, Razi of the prolapse.
University, Kermanshah, Iran. Clinical Findings
2 Department of Clinical Sciences, Faculty of Veterinary Medicine,

Shahrekord University, Shahrekord, Iran.


3 Department of Surgery and radiology, Faculty of Veterinary Medicine, On abdominal palpation, a sausage like mass was
University of Tehran, Tehran, Iran. palpated in the caudal region of the abdomen. The
Address all correspondence to Ali Ghashghaii (DVM, DVSc) clinical parameters were in the normal range, but stool
Email: aghashghaii@razi.ac.ir
samples proved to presence of giardia. The
www.ivsajournals.com© Iranian Journal of Veterinary Surgery, 2017
This work is licensed under the terms of the Creative Commons Attribution (CC BY-NC-SA 4.0)
DOI: 10.22034/ivsa.2017.50242 64
IJVS 2017; 12(1); Serial No:26

hemagglutination test for parvovirus was positive.


With these findings and because of the recurrence
of the prolapse, it was tentatively diagnosed as a
case of rectal prolapse associated with
intussusception. Unfortunately, diagnostic imaging
(ultrasonography/radiology) was not available for
definitive diagnosis, though it was decided to
perform exploratory celiotomy.

Treatment and Outcome

Premedication was made by xylazine (1 mg/kg;


IM) and anesthesia was induced and maintained
with the combination of ketamine (5 mg/kg; IV)
and diazepam (0.2 mg/kg; IV). Ceftriaxone (25
mg/kg; IV) was administered at the time of Figure 2. A double intussusception in colon
induction via fluid therapy. A midline celiotomy
incision was made, the abdominal cavity was
explored and the intussuscepted part was
exteriorised involving two separate parts (jejunum
and ileum) prolapsed into the colon (double
intussusception) (Figs. 2 and 3). Some parts of
telescoped segments were released by meticulous
manipulation, but it was found to be devitalized.
Enterectomy was performed to remove the
devitalized part of intestine (Fig. 4), followed by
end to end anastomosis (Fig. 5). The intestine was
returned back into the abdominal cavity and the
celiotomy incision was closed routinely. Despite
concurrent postoperative antiparasitic, antibiotic
and fluid therapy, the patient died 24 hours later.
The owner did not allow any post-mortem
examination; though the actual cause of death was
Figure 3. A double intussusception in expanded colon
remained unknown. Prolonged duration of disease
with loss of fluids and electrolytes and delayed
inadequate treatment of underlying diseases, or/and
inadvertent consideration of the owner in addition
to stress from 2 consecutive surgeries, might be the
causes of death in this patient. Therefore, the
present article reported a case of double intestinal
intussusception due to acute enteritis in a young
Tibetan spaniel dog and described pathobiology
and main causes of this disorder.

Figure 4. Resection of the affected part of Intestine and preparing it


for reanastomosis

Figure1. Dog with protruded intestine

65
IJVS 2017; 12(1); Serial No:26

like a defined, firm, tubular structure that should be


differentiated from feces and foreign bodies.9,14 The
condition is frequently associated with enteric infection
or intestinal parasitism.5,12 In present case, the dog had
enteritis may be due to both parvavirus and giardia. The
most important clinical signs with ileocolic
intussusception are intermittent vomiting, progressive
loss of appetite, mucoid bloody diarrhea and a palpable
cylinder- shaped mass in the cranial abdomen,
depression and anorexia.15,16 Diarrhea is the common
sign in dogs and cats,8 but abdominal pain is not a
consistent finding in affected animals.4 The differential
diagnoses include all other causes of intestinal
obstruction; foreign bodies, intestinal volvulus or
Figure 5. After performing Jejuno-colic anastomosis, the suture torsion, intestinal laceration, adhesions, strictures,
site was examined for leakage by injection of physiologic saline abscesses, granulomas, hematomas, tumors, or
into the intestinal lumen congenital malformations.17 Ultrasonography and
radiographic evaluation of affected site are very helpful
Clinical Relevance in establishing a definitive diagnosis.18 Accumulation of
gas proximal to the intussusception may be observed on
The term intussusception is a medical condition in plain radiography.19,20 The surgical management of
which a part of the intestine prolapses or intestinal intussusception involves either manual
invaginates into the lumen of another part of reduction, or resection and re-anastomosis, or both.13,21,22
bowel4-6. Intussusceptum is the invaginated The decision is based on the surgeons gross evaluation
segment of the alimentary tract, whereas, the of the viability of the intestinal components of the
intussuscepiens is the enveloping segment.7 The intussusception.8 Surgical resection and anastomosis of
pattern follows the normal direction of peristalsis8 the intussusception are reported to lessen the incidence
or occasionally in a retrograde direction9. Any of recurrence when compared with manual reduction.12
portion of the alimentary tract may be involved 4,10, Commonly, the displacement of a segment of bowl is
but previous studies have indicated that the defined, whereas, very rarely, two separate parts can
majority of intussusceptions in small animal are prolapsed into the same distal segment, giving rise to
enterocolic5. Other reported forms of double intussusceptions. Double intussusception in dogs
intussusceptions in young dogs, include is a very rare.9 Animals suffering from intussusceptions
gastroduodenal, duodenojejunal, ileoileal and will have episodes of anorexia, depression, vomiting and
colocolic.8,9 Although specific etiological agents diarrhea. These patients should be immediately
have not been implicated in the induction of undergoing surgery.10 Any delay in treatment, make
intussusception11, however, it is more likely to poorer prognosis as we observed in the present case.
develop especially after handling of the small Although the actual cause of death was remained
intestine during surgery, hypertrophied lymphoid unknown, it might be due to prolonged duration of
nodules, and granulomatousus secondary to disease, delay in treatment of underlying causes,
inflammatory and parasitic disease such as weakness and electrolyte imbalance because of parasitic
ascaridosis, linear foreign bodies such as bones, and viral disease, repeated surgery and inadequate
plastic toys and etc.7 Clinical signs may vary with postoperative management.
the amount of obstruction. Affected bowel may be
palpable as a sausage-shaped intra-abdominal Acknowledgments
mass.12 Intussusceptions can progress to a point at We appreciate the staff of the clinic of Faculty of
which the small intestine protrudes from the Veterinary Medicine of Razi University for their help.
anus.13 In the present case surgical management of
double intussusception in a Tibetan spaniel dog
Conflicts of interest
was described. Most authors indicated that puppies
and kittens have a much higher incidence of None.
intussusception than adult animals.8 Intestinal References
intussusception in young dogs is usually suspected
on the basis of abdominal palpation which appears 1. Fossom TW, Dewey CW, Radlinsky MAG, et
al. Textbook of Small Animal Surgery. 4th ed,
Elsevier St, Louis Mo USA, 2013;536-537.

66
IJVS 2017; 12(1); Serial No:26

2. Kumar V, Ahmad RA and Amarpal. 13. Rosin E. Small intestinal surgical disorders. In:
Colopexy as a Treatment for Recurrent Slatter DJ, eds. Textbook of Small Animal
Rectal Prolapse in a Dog. Indian Journal Surgery. Vol 1. Toronto: W.B. Saunders,
of Canine Practice, 2012;4(2):138-140. 1985;748-749.
3. Ghashghaii A. Correction of Recurrent 14. Patsikas MN, Jakovljevic S, Moustardas N, et al.
Anorectal Prolapse in a 4 Months Dog by Ultrasonographic signs of intestinal
Colopexy Operation, in Proceedings. 6th intussusception associated with acute enteritis or
Irannian Symposium of Veterinary gastroenteritis in 19 young dogs. Journal of the
Surgery, Anesthesia and Radiology, 2006; American Animal Hospital Association,
43 (In Persian) 2003;39:57-66.
4. Hall EJ, German AJ. Disease of the small 15. Butler HC. Surgery of the small intestine.
Intestine. In: Ettinger SJ, eds. Textbok of Veterinary Clinics of North America: Small
Veterinary Internal Medicine. 7th ed. Los Animal Practice, 1972;2:160-161 .
Angeles, California: California Animal 16. Lewis DD and Ellison GW. Intussusception in
Hospital Veterinary Specialty Group, dogs and cats. Compendium on Continuing
2010;1571-1592. Education for the Practicing Veterinarian,
5. Joy CL and Patterson JM. Short bowel 1987;9:523-534.
syndrome following surgical correction of 17. Hayden GE and Sprouse KL. Bowel
a double intussusception in a dog. obstruction and hernia. Emergency Medicine
Canadian Veterinary Journal, Clinics of North America, 2011;29:319-345.
1978;19:254-259.
6. Cina M, Rahim F and Davudi M. The 18. Oakes MG, Lewis DD, Hosgood G, et al.
Accuracy of Ultrasonography Technique Enteroplication for the prevention of
in Detection of the Intussusception. intussusception recurrence in dogs: 31 cases
Journal of Applied Sciences, (1978- 1992). Journal of the American
2009;9:3922-3926. Veterinary Medical Association, 1994;205:72-
7. Gelberg HB. Alimentary System and the 75 .
Peritoneum, Omentum, Mesentery, and 19. Kumar V, Aijaz Ahmad R and Pathak R.
Peritoneal Cavity. In: McGavin MD and Ileocolic Intussusception and its Surgical
Zachary JF, eds. Pathologic Basis of management in a Labrador Pup. Intas Polivet,
Veterinary Disease. 5th ed, Elsevier St, 2012;13(1):108-110.
Louis Mo USA, 2012;363-364. 20. Sivasankar M. Recurrent intussusception in a
8. Levitt L and Bauer MS. Intussusception 14-month old, spayed female German shepherd
in dogs and cats: A review of 36 cases. cross. Canadian Veterinary Journal,
Canadian Veterinary Journal, 2000;41:407-08 .
1992;33:660-664.
21. Ellison GW. Nontraumatic Surgical
9. Han TS, Kim JH, Cho K, et al. Double
Emergencies of the Abdomen. In: Red B, eds.
intussusceptions in a Shih-tzu puppy.
Contemporary Issues in Small Animal Practice.
Journal of Biomedical Research,
Vol 2. New York: Livingstone, 1986;127-173 .
2008;9:55-58.
10. Valiei K and Beheshti R. Double 22. Ellison GW. Intestinal Resection and
Intussusception in Dog. Asian Journal of anastomosis. In: Bojrab MJ, ed. Current
Animal and Veterinary Advances, Techniques in Small Animals Surgery. 5th eds.
2011;6(9):971-976. Philadelphia: Lea and Febiger, 2014;280-303.
11. Wilson GP and Burt JK. Intussusception
in the dog and cat: A review of 45 cases.
Journal of the American Veterinary
Medical Association, 1974;164:515-518.
12. Larsen LH and Bellenger CR. Stomach
and Small Intestine. In: Archibald J, eds.
Canine Surgery. 2nd ed. California:
American Veterinary Publications, Santa
Barbara, 1974;583-585.

67
‫‪IJVS 2017; 12(1); Serial No:26‬‬

‫نشریه جراحی دامپزشکی ایران‬


‫سال‪ ، 7102‬جلد ‪( 07‬شماره ‪ ،)0‬شماره پیاپی ‪72‬‬

‫چکیده‬

‫تلسکوپی شدن دوگانه روده به سبب آنتریت حاد در یک قالده سگ اسپانیل تبتی‬

‫‪3‬‬
‫علی قشقایی*‪ ،0‬موسی جاودانی‪ ،2‬پریسا مزدرانی‬

‫‪ 1‬گزٍُ علَم درهاًگاّی‪ ،‬داًشکذُ داهپششکی‪ ،‬داًشگاُ راسی‪ ،‬کزهاًشاُ‪ ،‬ایزاى‬


‫‪ 2‬گزٍُ علَم درهاًگاّی‪ ،‬داًشکذُ داهپششکی‪ ،‬داًشگاُ شْز کزد‪ ،‬شْز کزد‪ ،‬ایزاى‬
‫‪ 3‬گزٍُ جزاحی ٍ رادیَلَصی ‪ ،‬داًشکذُ داهپششکی‪ ،‬داًشگاُ تْزاى‪ ،‬تْزاى‪ ،‬ایزاى‬

‫توصیف مورد‪ -‬یک عگ هادُ ‪ 6‬هاِّ ًضاد اعپاًیل تبتی با تاریخچِ پزٍالپظ هکزر راعت رٍدُ ٍ عذم پاعخ بِ جا سدى ٍ بخیِ گذاری بِ‬
‫کلیٌیک داًشکذُ داهپششکی داًشگاُ راسی (کزهاًشاُ‪ ،‬ایزاى) ارجاع دادُ شذ‪ .‬با تَجِ بِ تاریخچِ بیوار اقذام بِ کَلَپکغی شذ‪ ،‬اها ‪ 3‬رٍس بعذ‬
‫بیوار با پزٍالپظ هجذد رٍدُ بِ درهاًگاُ ارجاع شذ‪.‬‬
‫یافتههای بالینی‪ -‬در هالهغِ شکوی‪ ،‬یک تَدُ عَعیغی شکل احغاط هیشذ‪ .‬پاراهتزّای بالیٌی در هحذٍدُ ًزهال قزار داشتٌذ‪ ،‬اها ًوًَِ‬
‫هذفَع حاکی اس حضَر صیاردیا بَد‪ّ .‬وچٌیي تغت ّواگلَتیٌاعیَى بزای پارٍٍیزٍط هثبت بَد‪.‬‬
‫درمان و نتیجه‪ -‬در علیَتَهی‪ ،‬تلغکَپی شذى دٍگاًِ رٍدُّا هشَْد بَد ٍ قغوت تلغکَپی شذُ ادهاتَس‪ ،‬پزخَى ٍ فاقذ عالئن حیاتی ٍ ًیش‬
‫چغبٌذگی دادُ بَد‪ .‬لذا اقذام بِ بزداشت قغوت درگیز ٍ آًاعتَهَس هجذد رٍدُ شذ‪ .‬حیَاى ‪ 24‬عاعت بعذ تلف شذ ٍ صاحب آى اجاسُ‬
‫کالبذگشایی را ًذاد‪ .‬در ًتیجِ علت ٍاقعی هزگ ًاهعلَم باقی هاًذ‪ .‬با تَجِ بِ آلَدگی بِ پارٍٍیزٍط ٍ صیاردیا ٍ ضعف عوَهی حیَاى‪ ،‬هیتَاى‬
‫علت هزگ را بِ اختالالت الکتزٍلیتی‪ ،‬تاخیز در درهاى آًتزیت‪ ،‬اعتزط جزاحی ٍ عذم هزاقبتْای السم پظ اس عول ًغبت داد‪.‬‬
‫ارتباط بالینی‪ -‬احتوال ٍقَع تلغکَپی شذى رٍدُّا در تَلِ عگّا ٍ بچِ گزبِّا بیشتز اعت‪ .‬اهکاى درگیزی ّز قغوت اس دعتگاُ گَارػ‬
‫ٍجَد دارد‪ ،‬اها هطالعات اخیز بیاى هیکٌذ کِ اکثز هَارد تلغکَپی شذى در دامّای کَچک اس ًَع اًتزٍکَلیک هیباشذ‪ .‬در درهاى ایي بیواراى‬
‫بایغتی تَجِ خاص بِ آًتزیتّای ًاشی اس عَاهل عفًَی ٍ اًگلی ٍ عایز عَاهل سهیٌِعاس ایي عارضِ هبذٍل داشت‪.‬‬
‫کلمات کلیدی‪ :‬تلغکَپی شذى دٍگاًِ‪ ،‬عگ‪ ،‬علیَتَهی‬

‫‪68‬‬

Anda mungkin juga menyukai