Disusun oleh:
Alta Simpa Ligita
134210140
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM DASAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN
Laporan ini disusun sebagai syarat untuk melengkapi mata kuliah Praktikum
Dasar Teknologi Budidaya Tanaman pada Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan resmi Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memenuhi mata kuliah
Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman. Selain itu juga bertujuan untuk
menambah wawasan khususnya pada penulis dan umumnya pada pembaca.
Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan laporan ini,
khususnya kepada:
1. Ir. Heti Herastuti, M.P. selaku Kepala Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
2. Rizkia Hubba Nabila Salma selaku Asisten Praktikum Dasar Teknologi
Budidaya Tanaman.
3. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan semangat.
4. Rekan-rekan kelompok dan sesama praktikan yang telah memberikan bantuan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
laporan.
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih banyak terdapat
kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak penulis harapkan demi penyempurnaan laporan praktikum ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
B. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 18
C. ALAT DAN BAHAN .................................................................... 20
1. Alat ........................................................................................... 20
2. Bahan ....................................................................................... 20
D. CARA KERJA ............................................................................... 20
E. HASIL PENGAMATAN ............................................................... 21
F. PEMBAHASAN ............................................................................ 22
G. KESIMPULAN .............................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25
ACARA IV. BUDIDAYA BAWANG DAUN DALAM BOTOL PLASTIK
A. TUJUAN ........................................................................................ 26
B. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 26
C. ALAT DAN BAHAN .................................................................... 28
1. Alat ........................................................................................... 28
2. Bahan ....................................................................................... 28
D. CARA KERJA ............................................................................... 28
E. HASIL PENGAMATAN ............................................................... 29
F. PEMBAHASAN ............................................................................ 29
G. KESIMPULAN .............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 32
ACARA V. BUDIDAYA BAWANG MERAH DALAM WADAH PLASTIK
A. TUJUAN ........................................................................................ 33
B. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 33
C. ALAT DAN BAHAN .................................................................... 36
1. Alat ........................................................................................... 36
2. Bahan ....................................................................................... 36
D. CARA KERJA ............................................................................... 36
E. HASIL PENGAMATAN ............................................................... 37
F. PEMBAHASAN ............................................................................ 37
G. KESIMPULAN .............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 40
v
ACARA VI. MENGUKUR LUAS DAUN DENGAN METODE KERTAS
MILIMETER
A. TUJUAN ........................................................................................ 41
B. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 41
C. ALAT DAN BAHAN .................................................................... 44
1. Alat ........................................................................................... 44
2. Bahan ....................................................................................... 44
D. CARA KERJA ............................................................................... 44
E. HASIL PENGAMATAN ............................................................... 44
F. PEMBAHASAN ............................................................................ 45
G. KESIMPULAN .............................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 47
LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
vi
DAFTAR TABEL
vii
ACARA I
PERBANYAKAN VEGETATIF SETEK
A. TUJUAN
1. Mempraktekkan cara perbanyakan vegetatif secara setek.
2. Mengetahui media yang baik untuk setek.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Setek adalah metode perbanyakan tanaman dengan menggunakan
potongan tubuh tanaman antara lain daun, batang dan akar hal ini sependapat
dengan Jinus (2012) setek adalah salah satu cara pembiakan tanaman tanpa
melalui penyerbukan (vegetatif), yaitu dengan jalan pemotongan pada batang,
setek disebabkan dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun. Setek
memiliki bermacam-macam jenis, salah satunya adalah setek akar, disebut
setek akar karena bahan setek berasal dari organ akar yang potongan akarnya
dipisahkan dari tanaman induknya kemudian ditumbuhkan pada media tanam.
Setek batang memakai bahan berupa potongan batang ataupun jaringan batang
yang sudah mengalami modifikasi dalam bentuk maupun fungsi. Setek daun
diartikan sebagai bahan perbanyakan tanaman yang berupa daun dengan atau
tanpa kelengkapan organ penyusunnya seperti tangkai daun (Bambang, 2009).
Keuntungan perbanyakan Sansevieria dengan cara setek daun adalah
menghemat bahan tanaman dan menghemat waktu, karena dalam waktu
singkat dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak. Produksi bibit akan
lebih meningkat melaui pengurangan ukuran bahan setek yang digunakan. Di
lain pihak ukuran bahan setek berkaitan dengan ketersediaan nutrisi untuk
pertumbuhan bibit. Selain itu pada varietas yang bernilai ekonomi tinggi,
berhubungan dengan biaya yang perlu disiapkan (Rapilah, 2016). Metode setek
memiliki kekurangan seperti sistem perakarannya akan lebih lemah, harganya
lebih mahal, dan lebih rumit dibandingkan dengan menggunakan biji.
Kekurang lain dari perbanyakan vegetatif setek adalah membutuhkan pohon
1
2
induk yang lebih besar dan banyak bila produksi pembibitan dalam
jumlah/skala besar.
Tanaman Lidah Mertua merupakan salah satu jenis tanaman hias yang
sudah banyak dikenal oleh para penggiat tanaman hias di Indonesia. Lidah
mertua memiliki nama ilmiah Sansevieria Thunb spp, Sebagai salah satu
komoditi tanaman hias Lidah Mertua (Sansevieria) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Viridiplantae
Divisi : Tracheophytao
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Asparagaceae
Genus : Sansvieria Thunb
Tanaman lidah mertua dibagi menjadi dua jenis, yaitu tanaman yang
tumbuh memanjang ke atas dan tanaman berdaun pendek melingkar. Warna
tanaman lidah mertua sangat beragam mulai dari hijau tua, hijau muda, hijau
keabuan, sampai hijau kekuningan. Bentuk daun lidah mertua berupa garis
yang menyempit pada bagian pangkalnya dengan bagian ujung daun yang
meruncing. Daun lidah mertua tebal dan dan terdapat motif alur atau garis-garis
yang terdapat pada setiap helai daun. Tandan bunga lidah mertua bertangkai
panjang pada ujung akar rimpang. Bakal buahnya berbentuk telur memanjang
dan memiliki satu biji pada tiap ruangnya (Anggraini, 2010).
Di habitat aslinya, Sansevieria terbiasa dengan perbedaan suhu yang
ekstrim. Pada siang hari suhunya sangat tinggi, bisa mencapai 55℃.
Sebaliknya pada malam hari suhu turun hingga di bawah 10℃. Suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman ini adalah 24-29℃ pada siang hari dan 18-21℃
pada malam hari (Wuriyan, 2009). Sansevieria membutuhkan cahaya matahari
yang cukup untuk menjamin pertumbuhan yang baik. Meskipun di habitat
aslinya tumbuhan ini hidup dengan cahaya matahari yang berlimpah,
sansevieria mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang
3
D. CARA KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menyiapkan bahan setek daun lidah mertua yang tidak terlalu muda serta
tidak terlalu tua.
3. Menyiapkan media campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1 dan media campuran tanah dengan arang sekam/cocopeat
dengan perbandingan 1:1 dalam polybag/botol plastik.
4. Menyiram media yang sudah disiapkan sampai basah.
5. Memotong ujung daun tanaman lidah mertua dengan cutter.
6. Menanam bahan setek lidah mertua pada masing-masing media campuran
yang sudah dibuat sebelumnya.
7. Menutup masing-masing setek dengan plastik sungkup.
8. Menyiram setek setiap hari secukupnya, jangan sampai becek.
5
E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Perbanyakan Vegetatif Setek
Parameter Pengamatan
Tanggal Jumlah Tunas Tinggi Tunas Jumlah Daun
M1 M2 M1 M2 M1 M2
30/09/2021 0 0 0 0 0 0
7/10/2021 0 0 0 0 0 0
14/10/2021 0 0 0 0 0 0
21/10/2021 0 0 0 0 0 0
Sumber : Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman 2021.
Keterangan :
M1 = Perlakuan Media Tanam 1
M2 = Perlakuan Media Tanam 2
F. PEMBAHASAN
Setek adalah metode perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan
potongan tubuh tanaman (akar, daun, batang). Praktikum ini dilakukan dengan
tujuan dapat mempraktekkan cara perbanyakan vegetatif secara setek dan
mengetahui media yang baik untuk setek daun menggunakan tanaman lidah
mertua (Sansevieria) sebagai bahan. Bagian lidah mertua yang digunakan
adalah potongan-potongan daun sepanjang 7-10 cm. Daun yang digunakan
berwarna hijau segar dan berumur cukup tua atau tidak terlalu muda. Potongan
daun lidah mertua dimasukkan ke media tanam yang sudah disiapkan
sebelumnya.
Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk kandang
(1:1) dan media campuran tanah dengan cocopeat (1:1) dalam polybag/botol
bekas. Tiga lidah mertua ditanam pada media tanah dan pupuk kandang (1:1)
dan 3 lidah mertua lainnya ditanam pada media campuran tanah dan cocopeat
(1:1). Setek daun lidah mertua disungkup dan ditempatkan di bawah naungan,
namun masih mendapat sinar matahari yang cukup. Tanaman lidah mertua
6
yang sudah di setek disiram setiap hari secukupnya supaya tidak mudah
membusuk. Parameter yang diamati pada praktikum perbanyakan vegetatif
secara setek adalah jumlah tunas, tinggi tunas, dan jumlah daun.
Berdasarkan tabel pengamatan praktikum perbanyakan vegetatif secara
setek dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4 tidak menunjukkan adanya
pertumbuhan tunas dan daun baru, akan tetapi sansevieria tumbuh subur
terutama pada perakarannya. Lidah mertua (Sansevieria) mulai muncul tunas
saat berusia ±1 tahun lamanya (Taman Hias Jakarta, 2021). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kurangnya waktu pengamatan membuat lidah mertua
belum mulai tumbuh tunas maupun daun baru. Selain itu, kondisi setek lidah
mertua di lapangan sempat menunjukkan gejala kebusukan pada pengamatan
pertama. Hal ini disebabkan oleh kandungan air yang tinggi pada media tanam
sehingga dapat menyebabkan akar membusuk. Akan tetapi, pada pengamatan
minggu kedua saat sungkup di buka, sansevieria mulai tumbuh dengan baik
dan tidak busuk karena kondisi kelembabannya lebih stabil dibandingkan saat
minggu pertama tanaman disungkup.
Setek daun Sansevieria yang diberi perlakuan media tanam tanah : pupuk
kandang (1:1) memiliki presentase hidup rendah dibandingkan dengan media
tanam tanah : arang sekam (1:1). Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
karena seharusnya perlakuan media tanam tanah : pupuk kandang (1:1)
memiliki presentasi hidup yang lebih tinggi dibandingankan media tanam
tanah : arang sekam (1:1). Hal ini disebabkan karena media tanam pupuk
kandang memiliki unsur hara yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (F),
kalium (K) dan juga bisa menahan air dalam media sehingga membuat setek
lidah mertua terjaga kelembabannya dan tumbuh lebih optimal.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan hasil pembahasan praktikum
perbanyakan vegetatif setek dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip perbanyakan vegetatif setek dapat dilakukan dengan cara
memotong ujung daun lidah mertua kemudian menanamnya pada media
7
tanam yang sudah disiapkan. Terdapat dua campuran media tanam yaitu
tanah : arang sekam (1:1) dan tanah : pupuk kandang (1:1).
2. Media tanam yang baik untuk setek daun Sansevieria adalah campuran
tanah : pupuk kandang (1:1), karena pupuk kandang memiliki komposisi
unsur hara yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (F), kalium (K), serta
dapat mengikat air sehingga tanaman terjaga kelembabannya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Duaja, M.D, Elis Kartika, dan Gusniwati. 2020. Pembiakan Tanaman Secara
Vegetatif. Jambi : FEB Universitas Jambi.
Huges K.W. 1981. Ornamental Species. In: Cloning Agriculture Plants via In Vitro
Techniques. BV Conger (Ed.). CRC, Boca Raton, Florida, PP: 5- 50.
Jinus, J., Prihastanti, E., dan Haryanti, S. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Root-Up dan Super-GA Terhadap Pertumbuhan Akar Stek Tanaman Jabon
(Anthocephalus cadamba Miq). Jurnal Sains dan Matematika, 20 (2): 35-40.
Kurniawan, Y, Dwiwiyati Nurul Septariani, Raden Kunto Adi, dan Poniman. 2021.
Pembibitan Vegetatif Stek dan Cangkok Jambu Biji (Psidium guajava) untuk
Metode Tanaman Buah dalam Pot. Seminar Nasional dalam Rangka Dies
Natalis ke-45 UNS, 5(1).
Rapilah, Arifah Rahayu, dan Nur Rochman. 2016. Pertumbuhan Setek Sansevieria
cylindrica ‘Skyline’ pada Berbagai Ukuran Bahan Tanaman dan Komposisi
Media Tanam. Jurnal Agronida, 2(1) : 30-35.
A. TUJUAN
1. Mempraktekkan cara perbanyakan vegetatif secara cangkok.
2. Mengetahui ciri keberhasilan perbanyakan vegetatif secara cangkok.
3. Mengetahui pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan cangkok.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Mencangkok adalah perbanyakan vegetatif pada tanaman dengan cara
membuat perakaran baru diatas permukaan media dengan megupas kulit pada
bagian batang tumbuhan kemudian dibalut dengan media tanam tanah atau
cocopeat, sehingga akar tumbuhan akan muncul pada bagian batang yang
dikupas, kemudian dipotong dan ditanam menjadi individu baru dengan sifat
yang unggul antara lain tanaman akan cepat berbuah (Agustiansyah, 2018).
Teknik cangkok banyak dipilih untuk memperbanyak tanaman karena
mengurangi kegagalan tumbuhnya perakaran jika menggunakan setek,
mendapatkan karakter yang sama persis dengan induknya, mempersingkat
periode vegetatif tanaman, dan beberapa tanaman holtikultura sulit untuk
diperbanyak dengan menggunakan stek maupun sambungan. Meskipun teknik
cangkok banyak memberikan keuntungan, tetapi teknik cangkok juga memiliki
kekurangan seperti merusak sistim percabangan tanaman induk yang
diakibatkan oleh pemotongan bahan cangkokan, sistem perakaran tanaman
hasil cangkok kurang baik yaitu dangkal sehingga tanaman mudah rebah, dan
produksi pohon akan berkurang (Bambang, 2009).
Jambu biji (Psidium guajava) atau sering juga disebut jambu batu, jambu
siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brasil,
disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Secara ilmiah jambu biji atau
dengan Bahasa latin Psidium guajava diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyt
10
11
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava
Jambu biji merupakan semak besar dikotil atau pohon evergreen kecil.
Tinggi pohon jambu biji sekitar 3-10 m, memiliki cabang yang banyak, batang
berwarna terang coklat kemerahan, tipis, licin, dan terus menerus mengelupas.
Akar jambu biji secara umum terlihat di permukaan dan luas, beberapa
merupakan akar-akar dalam, tetapi tidak seperti akar tunggang yang jelas.
Daun jambu biji terletak berhadapan, bentuknya sederhana, tidak memiliki
stipula, dan pada tepi daunnya utuh tebal. Buah jambu biji berbentuk telur
dengan panjang 4-12 cm dengan kulit berwarna kuning kemerahan pada saat
masak, dan hijau saat belum masak (Parimin, 2005).
Jambu biji merupakan tanaman daerah tropis yang dapat tumbuh dengan
curah hujan antara 1000-2000 mm/tahun, merata sepanjang tahun dan
ketinggian tempat antara 5-1200 mdpl. Jambu biji dapat tumbuh pada segala
jenis tanah yang bertekstur gembur dan subur, dapat juga pada tanah liat dan
sedikit berpasir. Jambu biji dapat tumbuh dan berkembang maupun berbuah
dengan suhu 25-30°C, jika kekurangan sinar matahari maka menyebabkan
penurunan hasil (Prahasta, 2009).
Tanah adalah media tanam yang paling banyak digunakan. Kelebihan dari
media tanam tanah ini dibandingkan dengan media tanam yang lain yaitu lebih
kuat menopang tanaman, menyediakan unsur hara, dan dapat mengatur
ketersediaan air. Namun, media tanam tanah memiliki kelemahan seperti
penggunaan pupuk kurang efisien dibanding dengan media lain.
Media tanam pupuk kandang memiliki unsur hara yang lengkap seperti
natrium (N), fosfor (F), dan kalium (K). Selain itu, pupuk kandang memiliki
kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik
yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah diserap oleh
tanaman. Pupuk kandang yang akan dijadikan sebagai media tanam harus yang
12
sudah matang dan steril. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang
bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau cendawan yang dapat
merusak tanaman.
Serabut kelapa/cocopeat sebagai media tanam memiliki kelebihan yaitu
mengandung unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg),
kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P). Namun, saat curah hujan sedang tinggi
cocopeat akan mudah lapuk dan cepat membusuk sehingga menjadi sumber
penyakit bagi tanaman. Cocopeat lebih cocok digunakan di daerah yang
memiliki curah hujan yang rendah (Muliawan, 2009).
Arang sekam berperan penting dalam perbaikan stuktur tanah sehingga
aeresi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik. Arang sekam memiliki
kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam menjadi
gembur. Namun, kekuarangan dari media tanam arang sekam yaitu cenderung
mudah lapuk (Agustina, 2013).
D. CARA KERJA
1. Membuat media campuran tanah, kompos, dan arang sekam yang akan
digunakan untuk mencangkok. Perbandingan media yang digunakan (tanah
: pupuk kandang : arang sekam).
13
a. 1 : 1 : 1
b. 2 : 1 : 1
c. 1 : 2 : 2
2. Memilih indukan pohon, menentukan cabang yang pertumbuhannya baik.
3. Membuat keratan melingkar sebanyak dua keratan dengan jarak antar
keratan 5 cm dengan menggunakan pisau steril.
4. Mengupas kulit batang yang berada diantara dua keratan, membersihkan
kambiumnya sampai bersih dengan cara mengerok dengan pisau.
5. Menyiapkan media kedalam polybag kecil/plastik/gelas plastik, kemudian
membuat goresan menggunakan cutter pada polybag kecil/plastik/gelas
plastik agar dapat dibalutkan ke batang.
6. Membalutkan media ke batang yang sudah dikupas kemudian diikat
menggunakan tali.
7. Menyiram cangkok setiap hari secukupnya, jangan sampai becek.
E. TABEL PENGAMATAN
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Perbanyakan Vegetatif Cangkok
Parameter Pengamatan
Perlakuan
Jumlah Akar Panjang Akar
M1 19 4 cm
M2 7 0,2 cm
M3 9 1 cm
Sumber : Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman 2021.
Keterangan :
M1 = Perlakuan Media Tanam 1
M2 = Perlakuan Media Tanam 2
M3 = Perlakuan Media Tanam 3
14
F. PEMBAHASAN
Mencangkok merupakan teknik perbanyakan vegetatif yang mudah,
murah dan relatif efisien untuk menghasilkan bibit jambu biji unggul, karena
dapat menghasilkan bibit true-to-type dan dapat memangkas fase juvenil
tanaman sehingga bibit yang dihasilkan lebih cepat berproduksi. Praktikum ini
dilakukan untuk mempraktekkan cara perbanyakan vegetatif secara cangkok,
mengetahui ciri keberhasilan perbanyakan vegetatif secara cangkok, dan
mengetahui pengaruh komposisi media terhadap pertumbuhan cangkok.
Tanaman yang digunakan dalam kegiatan cangkok pada praktikum ini adalah
tanaman jambu biji.
Cangkok menggunakan tumbuhan jambu biji (Psidium guajava) dengan
memilih indukan jambu biji yang unggul dari tanaman induk yang produktif,
artinya selama hidupnya sudah berkali-kali menghasilkan buah yang lebat,
pertumbuhan tanaman bagus, kualitas tumbuh serta menghasilkan bunga dan
penyerbukannya baik. Batang pohon jambu biji yang akan dicangkok memiliki
kriteria seperti batang yang agak tua dan berkambium dengan diameter
setidaknya 2 cm. Batang dikupas dengan jarak antar keratan 5 cm dan
membiarkan beberapa saat agar batang mengering sehingga kambium pada
batang telah hilang akar tidak berubah menjadi kulit baru. Media tanam
dibalutkan pada keratan batang yang sudah dikupas menggunakan plastik dan
diikat menggunakan tali. Media tanam yang digunakan dibagi menjadi 3
perlakuan dengan M1 tanah : pupuk kandang : arang sekam (1:1:1), M2 tanah
: pupuk kandang : arang sekam (2:1:1), M3 tanah : pupuk kandang : arang
sekam (1:2:2). Perawatan cangkok cukup mudah dengan disiram setiap hari
secukupnya supaya tidak mudah membusuk. Namun perlu diperhatikan dalam
proses mencangkok dalam satu pohon agar tidak berlebihan karena dapat
mengganggu pertumbuhan pohon induk. Parameter yang diamati pada
praktikum ini adalah jumlah akar dan panjang akar.
Keberhasilan pembiakan vegetatif cangkok dapat dilihat dari terbentuknya
sistem perakaran yang didukung oleh kondisi fisiologis tanaman yang tepat dan
kondisi lingkungan yang optimal untuk proses pembentukan akar (Hartman,
15
1990). Pembentukan akar pada cangkok terjadi karena adanya penyayatan pada
kulit batang yang menyebabkan pergerakan karbohidrat ke arah bawah
terbendung di bagian atas sayatan. Berdasarkan tabel pengamatan terdapat
perbedaan hasil antar perlakuan. Perlakuan M1 menunjukkan pertumbuhan
perakaran yang paling banyak dengan jumlah akar 19 dengan panjang akar 4
cm. Pada perlakuan M2 menunjukkan pertumbuhan berakar paling rendah
sebanyak 7 akar dengan panjang akar 0,2 cm, dan pada perlakuan M3 akar yang
tumbuh berjumlah 9 dengan panjang akar 1 cm.
Dibandingkan dengan 3 perlakuan (M1, M2, M3), M1 menunjukkan
pertumbuhan perakaran yang paling banyak. Hal ini tidak sesuai dengan teori
yang ada, dimana perlakuan M3 seharusnya memiliki pertumbuhan cangkok
yang lebih baik, karena tanah bersifat padat yang membuat aerasi dan drainase
yang tidak bagus sehingga dengan 1 perbandingan tanah sudah cukup baik.
Selain itu, pupuk kandang memiliki perbandingan unsur hara lebih banyak dan
arang sekam mengikat air walaupun memiliki unsur hara yang sedikit,
sehingga pupuk kandang dan arang sekam saling melengkapi fungsinya. Hal
ini menjadikan cangkok jambu biji tumbuh lebih optimal dibandingkan dengan
perlakuan M1 dan M2. Struktur fisik media merupakan hal yang menentukan
dalam proses perakaran. Media yang baik adalah media yang memenuhi
persyaratan keseimbangan antara kelembaban dan aerasi.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan hasil pembahasan praktikum
perbanyakan vegetatif cangkok dapat disimpulkan bahwa :
1. Cangkok menggunakan tumbuhan jambu biji (Psidium guajava) dilakukan
dengan memilih indukan jambu biji yang unggul, batang dikupas dengan
jarak antar keratan 5 cm dan membalutkan pada keratan batang yang sudah
dikupas menggunakan media tanam yang sudah disiapkan dengan plastik
yang diikat menggunakan tali.
2. Sistem perakaran yang tumbuh dengan baik menjadi ciri keberhasilan dalam
teknik perbanyakan vegetatif cangkok.
16
DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah Annisa, Sri Susanti, Tumiur Gultom. 2018. Karakterisasi Tanaman Jambu
Biji (Psidium guajava L) di Desa Namoriam Pancur Batu Kabupaten Deli
Serdang Sumatera Utara. Prosiding : Seminar Nasional Biologi dan
Pembelajarannya, Universitas Negeri Medan. Hal 1-3.
Hartman, H. T., D.E. Kester and Davies. 1990. Plant Propagation Principles and
Practices. Fifth edition. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey.
Kurniawati P. Putri, Dharmawati F.D, dan Made Suartana. 2007. Pengaruh Media
dan Hormon Tumbuh Akar Terhadap Keberhasilan Cangkok Ulin. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. 4(2) : 069 – 118.
Schmidt, L. 2002. Pedoman dan Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan
Sub Tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,
Departemen Kehutanan. Jakarta. hal 349 – 35.
ACARA III
BUDIDAYA KANGKUNG DALAM POLIBAG
A. TUJUAN
1. Mempraktikkan budidaya kangkung dalam polybag.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan budidaya kangkung dalam polybag.
3. Mengetahui pengaruh jumlah lubang tanam terhadap pertumbuhan
kangkung dalam polybag.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Kangkung banyak terdapat di kawasan Asia dan merupakan tumbuhan
yang dapat dijumpai hampir di mana-mana terutama di kawasan berair.
Kangkung juga dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kangkung darat dan kangkung
air. Kangkung (Ipomoea aquatica) adalah tumbuhan yang termasuk jenis
sayur-sayuran dan ditanam sebagai makanan. Kangkung air diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica Forsk
Tanaman kangkung memiliki daun yang licin dan berbentuk mata panah,
sepanjang 5-6 inci. Tumbuhan ini memiliki batang yang menjalar dengan daun
berselang serta batang yang menegak pada pangkal daun kangkung. Tumbuhan
ini berwarna hijau pucat dengan bunga yang berwarna putih memiliki kantong
dan mengandung empat biji benih. Akar tumbuhan kangkung menjalar dengan
18
19
percabangan yang cukup banyak. Pada bagian batang yang menjalar di atas
permukaan tanah basah atau terapung, kadang-kadang membelit. Tangkai
daunnya melekat pada buku-buku batang. Tanaman ini memiliki karangan
bunga di ketiak, bentuknya seperti terompet dan berbunga hanya sedikit.
Memiliki daun pelindung namun hanya berukuran kecil, kelopak bunganya
berbentuk seperti telur bulat memanjang dan tumpul (Prasetyawati, 2007).
Tumbuhan kangkung air merupakan tumbuhan yang hidup di air.
Tumbuhan ini sistem perakarannya di tanah meskipun tempat tumbuhnya di
perairan. Kangkung air biasanya hidup di tempat yang lembab seperti di daerah
rawa-rawa, parit, sawah, dan pinggir jalan yang tergenang oleh air. Syarat
hidup tanaman kangkung air yaitu dapat tumbuh di berbagai cuaca, baik musim
panas maupun musim hujan dan membutuhkan banyak sinar matahari.
Kangkung air juga membutuhkan lahan yang subur dan kaya akan zat organik.
Hidayat (2019) juga menjelaskan bahwa tanaman kangkung dapat tumbuh
pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin dengan jumlah curah
hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 1500-2500
mm/tahun. Pada musim hujan pertumbuhan tanaman kangkung sangat cepat
dan subur. Dengan demikian, kangkung pada umumnya kuat menghadapi
rumput liar karena pertumbuhannya yang cepat, sehingga kangkung dapat
tumbuh di padang rumput, kebun/ladang yang sedikit rimbun.
Pekarangan rumah merupakan sebidang tanah di sekitar tempat tinggal
yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemenuhan gizi keluarga.
Pekarangan rumah biasanya disebut lumbung hidup atau apotik hidup.
Pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi yang multiguna. Fungsi
dari pekarangan yaitu sebagai tempat bahan makan, sayur dan buah-buahan,
ternak kecil, penghasil rempah, bahan kerajinan tangan, dan uang tunai.
Pemanfaatan pekarangan saat ini sudah banyak dilakukan salah satunya
sebagai wujud pengentasan kemiskinan dalam hal pengurangan pengeluaran
rumah tangga terhadap pangan. Beberapa jenis sayur yang ditanam di
pekarangan diantaranya yaitu selada, sawi, kangkung, seledri, loncang, dan
bayam.
20
D. CARA KERJA
1. Menyiapkan media tanam dengan cara mencampurkan tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 1:1 ke dalam ember.
21
E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1 Hasil Pertumbuhan Kangkung dalam Polybag
Minggu Minggu Minggu Minggu
Perlakuan Sampel ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
TT JD TT JD TT JD TT JD
1 13 7 15 3 15 5 20 7
L1 2 15 5 19 3 21 4 25 7
3 13 5 18 2 - - - -
Rata-rata 23,6 6 17 3 18 4 22 7
1 14 4 19 3 19 6 22 6
L2 2 12 6 18 2 17 4 25 5
3 12 9 18 3 14 6 25 8
Rata-Rata 13 7 18 3 17 2 24 6
Sumber : Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman 2021.
Keterangan :
TT : Tinggi Tanaman
JD : Jumlah Daun
22
F. PEMBAHASAN
Kangkung dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kangkung darat dan kangkung
air. Kangkung dapat dibudidayakan menggunakan polybag di pekarangan
rumah dengan mudah. Dilaksanakannya praktikum ini bertujuan untuk
mempraktikkan budidaya kangkung dalam polibag, mengetahui kelebihan dan
kekurangan budidaya kangkung dalam polibag, dan mengetahui pengaruh
jumlah lubang tanam terhadap pertumbuhan kangkung dalam polibag.
Kangkung yang digunakan dalam pengamatan ini adalah kangkung air
(Ipomoea aquatica Forsk). Sesuai panduan cara kerja praktikum, hal yang
pertama kali dilakukan adalah menyiapkan media tanam. Media tanam yang
digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang (1:1). Media tanam yang
sudah dicampurkan dimasukkan kedalam 6 buah polibag sebanyak 2/3 bagian,
kemudian membuat lubang tanam dan bibit kangkung yang sudah dipotong
sepertiga bagian ditanam pada setiap lubang tanam yang sudah dibuat. Pada
praktikum ini budidaya kangkung pada polybag dibuat 2 perlakuan lubang
tanam. Pada 3 polybag diberi satu lubang tanam dan 3 polybag lain diberi dua
lubang tanam. Kangkung yang sudah ditanam disiram setiap pagi dan sore hari
supaya tidak layu dan kering, karena kangkung merupakan tumbuhan yang
menyukai air.
Parameter yang digunakan untuk pengamatan pada praktikum ini adalah
tinggi tanaman dan jumlah daun. Berdasarkan praktikum budidaya kangkung
dalam polybag diperoleh data pengamatan minggu ke-1 untuk L1 rata-rata
tinggi tanaman 23,6 cm dengan jumlah daun 6 helai. Pada pengamatan minggu
ke-2 rata-rata tinggi tanaman 17 cm dengan jumlah daun 3 helai. Pada
pengamatan minggu ke-3 rata-rata tinggi tanaman 18 cm dengan jumlah daun 4
helai. Pada pengamatan minggu ke-4 rata-rata tinggi tanaman 22 cm dengan
jumlah daun 7 helai. Perlakuan M2 diperoleh data pengamatan minggu ke-1
rata-rata tinggi tanaman 13 cm dengan jumlah daun 7 helai. Pada pengamatan
minggu ke-2 rata-rata tinggi tanaman 18 cm dengan jumlah daun 3 helai. Pada
pengamatan minggu ke-3 rata-rata tinggi tanaman 17 cm dengan jumlah daun 2
23
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dari praktikum budidaya
kangkung dalam polybag dapat disimpulkan bahwa :
1. Tumbuhan kangkung air dapat dibudidayakan pada polybag dengan cara
menyiapkan media tanam, membuat lubang tanam, menyiapkan bibit
kangkung, dan menanamnya pada polybag yang sudah diberi media tanam.
2. Budidaya kangkung dalam polybag biayanya jauh lebih murah dan
pengontrolan tanaman menjadi lebih mudah. Akan tetapi, budidaya tanaman
24
dalam polibag memiliki daya tahan yang terbatas serta kurang cocok untuk
skala besar.
3. Satu lubang tanam lebih baik dari pada dua lubang tanam, karena apabila
hanya terdapat satu lubang tanam tidak ada persaingan, sehingga unsur hara
akan terserap dengan optimal, begitu juga dengan penyerapan cahaya
matahari.
25
DAFTAR PUSTAKA
Prasetyawati, R. 2007. Uji Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dan Kadmium
(Cd) Pada Kangkung Air (Ipomoea aquatica Forks).Di Perairan Taman Wisata
Wendit Kabupaten Malang. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Teknoogi, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
A. TUJUAN
1. Mempraktekkan budidaya bawang daun dalam botol plastik.
2. Memanfaatkan lahan terbatas untuk budidaya bawang daun.
3. Mengetahui pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bawang daun.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Bawang daun masih sefamily dengan bawang merah (A. cepa L varietas
ascalonicum L), bawang Bombay (A. cepa L), bawang putih (A. sativum L),
bawang kucai (A. schoenoprasum L), bawang prei (A. porum L) dan bawang
ganda (A. odorum L) (Rukmana, 1995). Kedudukan tanaman bawang daun
dalam tata nama (sistematika) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Division : Spermatophyta
Sub-division : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium fistulosum L
Bawang daun memiliki akar jenis serabut pendek yang tumbuh dan
berkembang ke semua arah di sekitar permukaan tanah. Perakaran daun
bawang daun cukup dangkal sekitar 8-20 cm. Perakaran bawang daun
berfungsi sebagai penopang tegaknya tanaman dan alat untuk menyerap zat-
zat hara dan air. Bawang daun mempunyai dua macam batang, yaitu sejati dan
batang semu. Batang sejati memiliki ukuran sangat pendek, berbentuk cakram,
dan letaknya berada di bagian dasar dalam tanah. Batang bawang daun yang
tampak di permukaan tanah merupakan batang semu, terbentuk dari pelepah-
pelepah daun yang saling membungkus dengan kelopak dau yang lebih muda
sehingga terlihat seperti batang. Daun tanaman bawang daun bentuknya bulat,
26
27
D. CARA KERJA
1. Menyiapkan media tanam dengan mencampurkan tanah, pupuk kandang,
arang sekam dengan perbandingan 1:1:1.
2. Menyiapkan 6 buah botol plastik yang akan digunakan.
3. Memotong bagian atas botol plastik dan memberi lubang di bagian bawah
botol supaya air tidak menggenang.
4. Mengisi botol plastik dengan campuran media tanam yang sudah dibuat.
5. Menanam bibit bawang daun ke media tanam sedalam 5 cm, setiap wadah
diisi satu bibit bawang daun.
29
E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 4.1 Hasil Pertumbuhan Bawang Daun dalam Botol Plastik
Minggu Minggu Minggu Minggu
Perlakuan Sampel ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
TT JD TT JD TT JD TT JD
1 12 2 15 3 26 3 26 3
P1 2 17 2 21 3 24 2 24,5 2
3 12 3 16 2 18 3 20 3
Rata-rata 13,6 2 17,3 3 22,6 3 23,5 3
1 14 1 18 2 19 3 19 6
P2 2 17 3 19 3 22 5 25 6
3 16 1 29 3 30 4 30 4
Rata-Rata 15,6 2 22 3 23,6 4 24,6 5
Sumber : Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman 2021.
Keterangan :
TT: Tinggi Tanaman
JD : Jumlah Daun
F. PEMBAHASAN
Bawang daun masih sefamily dengan bawang merah (A. cepa L varietas
ascalonicum L), bawang Bombay (A. cepa L), bawang putih (A. sativum L),
bawang kucai (A. schoenoprasum L), bawang prei (A. porum L) dan bawang
ganda (A. odorum L) (Rukmana, 1995). Bawang daun dapat tumbuh di dataran
rendah maupun tinggi. Dataran rendah yang jaraknya terlalu dekat dengan
pantai tidak tepat untuk tanaman ini karena pertumbuhan bawang daun cocok
di ketinggian sekitar 250-1.500 mdpl. Bawang daun dapat dibudidayakan
30
G. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan pembahasan dari praktikum budidaya
bawang daun dalam botol plastik dapat disimpulkan bahwa :
1. Bawang daun dapat dibudidayakan dengan cara menyiapkan media tanam
dan botol plastik/jerigen, mengisi jerigen dengan media tanam, kemudian
menanam bibit bawang daun sedalam 5 cm. Daun bawang yang sudah
ditanam ditaruh sesuai perlakuan yaitu di bawah sinar matahari dan dalam
naungan.
2. Membudidayakan bawang daun pada lahan terbatas bermanfaat untuk
menambah persediaan kebutuhan bahan baku sehingga terpenuhi kebutuhan
gizi dan dapat menghemat pengeluaran kebutuhan rumah tangga.
3. Tanaman bawang daun yang terpapar sinar matahari langsung tumbuh lebih
berpigmen dan daunnya lebih lebar dibandingkan dengan bawang daun
yang berada dalam naungan, karena jika terkena matahari langsung
fotosintesisnya tercukupi sehingga daun tumbuh lebih lebar dan berwarna
hijau.
32
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 2005. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani Bawang Daun.
Kanisius. Yogyakarta.
A. TUJUAN
1. Mempraktekkan budidaya bawang merah dalam wadah plastik.
2. Memanfaatkan lahan terbatas untuk budidaya bawang merah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu tanaman
holtikultura yang popular dalam dunia kuliner, sebagai bumbu masakan
(flavor) sayuran (acar dan salad) dan produk olahan (bawang goring), saat ini
ekstrak umbi bawang merah sedang dipelajari sebagai obat tradisional
(antrimicrobial, anticancer dan anti-inflammatory) (Shinkafi dan Dauda,
2013; Motlagh et al., 2011). Bawang merah (Allium cepa L.) mempunyai
prospek pasar yang baik sehingga termasuk dalam komoditas unggulan
nasional.
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis, karena sebagian
besar masyarakat Indonesia membutuhkan terutama untuk bumbu masak
sehari-hari sehingga mempengaruhi makro ekonomi dan tingkat inflasi
(Handayani, 2014). Bawang merah (Allium cepa L.) diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Subdivisi : Angiospermae
Divisi : Spermatophyte
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Asparagales
Famili : Amaryllidaceae (Liliaceae)
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L
Bawang merah memiliki jenis akar serabut, dengan ukuran yang relatif
pendek sekitar 15-30 cm. Akar bawang merah berjumlah terbatas, terpencar,
33
34
dan dangkal. Akar bawang merah ini akan terus mengalami pembentukan akar
baru setiap harinya untuk menggantikan akar yang telah mengalami penuaan.
Selain akar serabut bawang merah juga memiliki akar adventif yang berjumlah
banyak pada awal masa pertumbuhan. Namun ketika tanaman bawang merah
sudah dewasa, akar inilah yang perlahan mulai mati satu persatu (Fajriyah,
2017).
Batang yang dimiliki bawang merah adalah batang sejati yang berbentuk
pendek. Bagian batang ini biasa disebut cakram. Bagian atas batang sejati
merupakan batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Diameter
batang akan semakin lebar seiring dengan bertambahnya umur tanaman
bawang merah. Daun bawang merah berwarna hijau muda sampai hijau tua,
bentuknya silinder kecil yang memanjang dan berongga atau berlubang. Pada
bagian ujung daun berbentuk runcing. Tanaman bawang merah memiliki bunga
berwarna putih yang biasa muncul pada bagian batang dengan bentuk seperti
payung. Bunga ini memiliki kelopak kurang lebih 5-6 kelopak. Penyerbukan
bunga bawang merah dapat dilakukan sendiri maupun dengan bantuan
serangga.
Bawang merah memiliki buah dan biji. Buah bawang merah berbentuk
bulat dan tumpul pada bagian ujungnya, sedangkan bijinya berbentuk pipih.
Bawang merah merupakan umbi lapis dengan biji keping satu atau monokotil.
Umbi bawang merah berbentuk bulat dan ada pula yang berbentuk lonjong
hingga pipih. Umbi bawang merah terdiri atas calon-calon tunas, jika umbi
tersebut ditanam maka calon-calon tunas tersebut yang akan tumbuh (Fajriyah,
2017).
Tanaman bawang merah tumbuh baik di daerah beriklim kering. Tanaman
bawang merah sangat peka terhadap curah hujan dan instensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran yang
maksimal minimal 70%, suhu udara 25-32 °C. Tanaman bawang merah
memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase baik,
dan mengandung bahan organik yang cukup. Reaksi tanah tidak masam dengan
(pH 5,6 -6,), dengan tipe iklim D3/E3 yaitu antara 0-5 bulan basah, dan 2-4
35
bulan kering dan pada ketinggian lebih dari 500 mdpl. Waktu tanam yang baik
adalah pada musim kemarau dengan pengairan yang cukup pada bulan April
atau Mei setelah panen padi. Angin juga memengaruhi kelangsungan hidup
tanaman bawang merah. Angin yang bertiup terlalu kencang dapat merusak
tanaman. Tanaman bawang merah memiliki akar yang dangkal sehingga angin
yang terlalu kencang dapat merusak tanaman ini (Nazaruddin, 1999).
Salah satu metode budidaya bawang merah yaitu dengan memotong 1/3
ujung umbinya. Rendahnya nilai pertumbuhan dan hasil tanaman bawang
merah pada perlakuan dan tanpa pemotongan umbi bibit diduga diakibatkan
oleh lambatnya keluar mata tunas sehingga pertumbuhan tunas dan
pembentukan anakan terhambat dan mengakibatkan tanaman tumbuh tidak
maksimal. Kelemahannya jika ujung umbi tidak dipotong maka pertumbuhan
dan produksinya menurun. Akan tetapi pemotongan ujung umbi harus hati-
hati, agar tunas yang ada di dalam umbi tidak ikut terpotong. Lapisan
pembungkus siung umbi bawang merah tidak banyak, hanya sekitar dua
sampai tiga lapis, dan tipis yang mudah kering, sedangkan lapisan dari setiap
umbi berukuran lebih banyak dan tebal (Suparman, 2007). Pemotongan ujung
umbi ini penting agar umbi tumbuh merata dan cepat tumbuhnya, karena
ujungnya umbi bersifat menghambat tumbuh (memperpendek masa istirahat
umbi). Selain itu, pemotongan umbi bertujuan untuk memperbanyak daun dan
anakan yang terbentuk (Firmanto, 2011). Menurut Jumini (2010),
menunjukkan bahwa pemotongan umbi bibit sangat nyata pengaruhnya
terhadap jumlah anakan umur 30 hst dan jumlah umbi per rumpun dan nyata
pengaruhnya terhadap jumlah anakan 45 hst, serta bobot basah umbi per
rumpun serta pertumbuhan dan hasil bawang merah yang terbaik adalah pada
pemotongan umbi bibit 1/4 bagian. Menurut Wangi (2016), pemotongan umbi
berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah, namun tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah helai daun, jumlah anakan,
bobot basah umbi, dan bobot kering umbi.
36
D. CARA KERJA
1. Mencampur tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan
1:1:1.
2. Menyiapkan 5 buah cup plastik yang akan digunakan atau 1 buah jerigen.
3. Memberi lubang di bagian bawah cup atau jerigen menggunakan paku atau
pelubang agar air tidak menggenag.
4. Mengisi cup atau jerigen dengan campuran media tanam yang sudah
dibuat.
5. Menanam bibit bawang merah ke media tanam sedalam 3 cm, setiap cup
diisi satu bibit bawang merah, untuk jerigen dapat ditanam 5 bibit sekaligus
dalam satu wadah.
6. Melakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.
37
E. HASIL PENGAMATAN
Tabel 5.1 Hasil Pertumbuhan Bawang Merah dalam Wadah Plastik
Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4
Sampel
TT JD JA TT JD JA TT JD JA TT JD JA
1 28 13 3 24 13 3 28 16 4 26,5 15 4
2 24 17 3 28 16 3 29 17 4 35 16 5
3 24 16 3 24,5 16 3 25,5 19 4 28 16 4
4 24 12 3 21 9 3 30 16 4 31 16 5
5 21 16 2 24 17 2 23,5 13 3 30 13 4
Rata-
rata 24,2 15 3 24,5 14 3 27,2 16 7 30,1 15 4
Sumber : Praktikum Dasar Teknologi Budidaya Tanaman 2021.
Keterangan :
JD = Jumlah Daun
TT = Tinggi Tanaman
JA = Jumlah Anakan
F. PEMBAHASAN
Bawang merah merupakan salah satu komoditas strategis, karena sebagian
besar masyarakat Indonesia membutuhkan terutama untuk bumbu masak
sehari-hari sehingga mempengaruhi makro ekonomi dan tingkat inflasi. Dalam
memanfaatkan suatu lahan terbatas bawang merah dapat dibudidayakan
menggunakan wadah plastik. Praktikum ini bertujuan untuk mempraktekkan
budidaya bawang merah dalam wadah plastik dan memanfaatkan lahan terbatas
untuk budidaya bawang merah.
Bawang yang digunakan pada pengamatan ini adalah Bawang merah
(Allium cepa L.). Sesuai panduan cara kerja praktikum, hal yang pertama kali
dilakukan pada budidaya bawang merah adalah menyiapkan media tanam dari
campuran tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1.
Memberi lubang pada bagian bawah 5 cup atau 1 buah jerigen yang sudah
38
disiapkan. Mengisi cup atau jerigen dengan campuran media tanam yang sudah
dibuat kemudian menanam bibit bawang merah ke media tanam. Setiap cup
diisi satu bibit bawah merah dan untuk jerigen dapat ditanam 5 bibit sekaligus.
Pada praktikum budidaya bawang merah ini perlakuannya adalah memotong
bibit bawang merah 1/3 ujung bibitnya sebelum ditanam dan menanamnya ke
dalam media tanam sedalam 3 cm. Bawang merah yang sudah ditanam
ditempatkan pada sinar matahari langsung, dapat disiram setiap pagi dan sore
hari secukupnya, dan jangan terkena air hujan supaya bawang merah tidak
mudah membusuk. Pada praktikum budidaya bawang merah dalam plastik ini
parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
anakan.
Pada praktikum ini yang dijadikan sebagai parameter adalah tinggi
tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan. Berdasarkan data pengamatan
minggu ke-1 diperoleh hasil rata-rata tinggi tanaman 24,2 dengan jumlah daun
15 helai dan 3 jumlah anakan. Pada pengamatan minggu ke-2 rata-rata tinggi
tanaman 24,5 cm dengan jumlah daun 14 helai dan 3 jumlah anakan. Pada
pengamatan minggu ke-3 rata-rata tinggi tanaman 27,2 cm dengan jumlah daun
16 helai dan 7 jumlah anakan. Pada minggu ke-4 rata-rata tinggi tanaman 30,1
cm dengan jumlah daun 15 helai dan 4 jumlah anakan. Dapat dilihat dari tinggi
tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan selalu meningkat rata-ratanya setiap
minggunya, sehingga dapat dibilang budidaya bawang merah tumbuh subur.
Salah satu perlakuan budidaya bawang merah yaitu dengan memotong 1/3
ujung umbinya. Dari pengamatan minggu ke-1 hingga minggu ke-4 dapat
dikatakan bahwa tanaman bawang merah cenderung bertambah untuk setiap
parameter yang diamati. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, tujuan dari
pemotongan ujung bibit bawang merah tersebut yaitu supaya umbi tumbuh
merata dan cepat tumbuhnya, karena ujung umbi bersifat menghambat tumbuh
(memperpendek masa istirahat umbi). Selain itu, pemotongan umbi bertujuan
untuk memperbanyak daun dan anakan yang terbentuk (Jumini, 2010).
Pemotongan umbi berpengaruh nyata terhadap kecepatan berkecambah, namun
39
tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah helai daun,
jumlah anakan.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan pembahasan praktikum budidaya
bawang merah dalam wadah plastik dapat disimpulkan bahwa :
1. Bawang daun dapat dibudidayakan dengan cara menyiapkan media tanam
dan botol plastik/jerigen, mengisi botol pastik dengan media tanam,
kemudian menanam bibit bawang merah dengan memotong 1/3 ujung umbi.
2. Membudidayakan bawang merah dalam wadah plastik merupakan pilihan
yang tepat untuk memanfaatkan lahan yang terbatas seperti di perkotaan.
Membudidayakan bawang merah dalam wadah plastik pada lahan terbatas
bermanfaat untuk menambah persediaan kebutuhan bahan baku sekaligus
dapat mengurangi sampah botol plastik.
40
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah, R, Anas D. Susila, dan Eko Sulistyono. 2016. Budidaya Bawang Merah
(Allium Cepa L.) Pada Lahan Kering Menggunakan Irigasi Sprinkel Pada
Berbagai Volume dan Frekuensi. Jurnal Holtikultura Indonesia, 7(1):1-8.
Jumini., Sufyati, Y dan Fajri, N. 2010. Pengaruh Pemotongan Umbi dan Jenis
Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Unsyiah
Banda Aceh.
Sari. V, Miftahudin, dan Sobir. 2017. Keragaman Genetik Bawang Merah (Allium
cepa L.) Berdasarkan Marka Morfologi dan ISSR. Jurnal Agronomi
Indonesia, 45(2) : 175-181.
A. TUJUAN
Mengetahui cara pengukuran indeks luas daun dengan menggunakan
metode kertas millimeter.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam analisis pertumbuhan tanaman, perkembangan daun menjadi
perhatian utama. Berbagai ukuran dapat digunakan, seperti pengukuran indeks
luas daun (ILD), nisbah luas daun (NLD) dan nisbah berat daun (NBD) pada
waktu tertentu. Analisis pertumbuhan tanaman digunakan untuk memperoleh
ukuran kuantitatif dalam mengikuti dan membandingkan pertumbuhan
tanaman dari waktu ke waktu (Made dan Arzita, 2012). Pengukuran luas daun
perlu kecepatan dan ketepatan pengukuran agar didapat data yang akurat,
namun demikian ketepatan dan kecepatan pengukuran sangat tergantung pada
alat dan cara atau teknik pengukuran.
Berkaitan dengan daun, luas daun merupakan variabel penting dalam
analisis pertumbuhan tanaman. Luas daun memegang peranan penting karena
fotosintesis biasanya proposional terhadap luas daun (Haryadi, 2013). Luas
daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis (Made dan
Arzita, 2012). Parameter luas daun digunakan untuk menduga kandungan total
klorofil tanaman bersama dengan parameter jumlah daun dan kadar klorofil
(Nugroho dan Yuliasmara, 2012). Ada dua pendekatan pengukuran luas daun,
yaitu bersifat destruktif (daun dipetik) dan nondestruktif (daun tidak dipetik).
Pengamatan dengan metode destruktif memiliki keunggulan akurasi lebih
tinggi tetapi merusak sampel yang diukur. Sedangkan, metode nondestruktif
memiliki keunggulan tidak merusak sampel daun, namun tingkat akurasinya
biasanya lebih rendah (Nugroho dan Yuliasmara, 2012). Dalam pengukuran
luas daun sangat dianjurkan menggunakan metode nondestruktif karena daun
41
42
tidak rusak sehingga tanaman tetap tumbuh dengan baik dan daun dapat
diamati lagi.
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari pengukuran luas daun pada
praktikum ini yaitu untuk mengetahui panjang, lebar daun, dan metode yang
digunakan dalam mengukur luas daun. Beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mengukur luas daun antara lain :
2. Gravimetri
Metode ini menggunakan timbangan dan alat pengering daun (oven). Pada
prinsipnya luas daun ditaksir melalui perbandingan berat (gravimetri). Ini
dapat dilakukan pertama dengan menggambar daun yang akan ditaksir luasnya
pada sehelai kertas, yang menghasilkan replika (tiruan) daun. Replika daun
kemudian digunting dari kertas yang berat dan luasnya sudah diketahui. Luas
daun kemudian ditaksir berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan
berat total kertas. Keuntungan dari metode gravimetri yaitu mudah. Namun,
metode ini juga memiliki kekurangan yaitu hasilnya kurang teliti, dapat terjadi
kesalahan dalam menggambar, memotong, dan menimbang (Setyanti, 2013).
43
3. Planimeter
Planimeter merupakan suatu alat yang sering digunakan untuk mengukur
suatu luasan dengan bentuk yang tidak teratur dan berukuran besar seperti peta.
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur luas daun apabila bentuk daun tidak
terlalu rumit. Jika daun banyak dan berukuran kecil, metode ini kurang praktis
karena membutuhkan banyak waktu. Suatu hal yang perlu diingat dalam
penggunaan planimeter adalah bahwa pergeseran alat yang searah dengan
jarum jam merupakan faktor yang menentukan tingkat ketelitian pengukuran.
Ini sering menjadi masalah pada pengukuran daun secara langsung karena
pinggiran daun yang tidak dapat dibuat rata dengan tempat pengukuran
sekalipun permukaan tempat pengukuran telah dibuat rata dan halus (Setyanti,
2013).
5. Metode Fotografi
Metode ini sangat jarang digunakan. Dengan metode ini, daun-daun
tanaman ditempatkan pada suatu bidang datar yang berwarna terang (putih)
44
D. CARA KERJA
1. Menggambar bentuk daun pada kertas milimeter.
2. Memotong kertas milimeter menggunakan gunting berdasarkan pola daun
yang sudah digambar.
3. Menghitung luasan kotak pada pola yang sudah digunting berdasarkan
pengelompokkan 81%-100%, 61%-80%, 41%-60%, 20%-40%, <20%.
4. Menghitung luas daun berdasarkan jumlah presentase masing-masing,
kemudian dikalikan dengan 1cm2.
5.
E. HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan perhitungan luas daun pada daun jambu biji menggunakan
metode kertas millimeter didapatkan hasil sebagai berikut :
45
F. PEMBAHASAN
Luas daun merupakan salah satu parameter penting yang diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan suatu tanaman. Metode pengukuran luas daun dapat
dilakukan dengan metode gravimetri, planimeter, fotografi, millimeter, dan
metode panjang kali lebar. Pada pengukuran indeks luas daun tentunya
ketepatan pengukuran yang diperlukan. Namun demikian ketepatan dan
kecepatan pengukuran sangat tergantung pada alat dan cara atau teknik
pengukuran. Dengan demikian, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara
pengukuran indeks luas daun dengan menggunakan metode kertas millimeter.
Pengukuran luas daun dilakukan menggunakan daun jambu biji yang
digambar mengikuti pola daun pada kertas millimeter dengan meletakkan daun
diatas kertas millimeter. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah kotak yang
terdapat dalam pola daun berdasarkan pengelompokkan 81%-100%, 61%-
80%, 41%-60%, 20%-40%, <20%. Luas daun dihitung berdasarkan jumlah
presentase masing-masing, kemudian dikalikan dengan 1cm2.
Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, luas daun jambu biji
yang diukur menggunakan metode kertas millimeter dikelompokkan menjadi
5 kelompok sesuai panduan cara kerja praktikum dengan presentase 81% -
100% diperoleh 46 buah kotak dengan jumlah presentase 4600%, presentase
61% - 80% diperoleh 11 buah kotak dengan jumlah presentase 880%,
presentase 41% - 60% diperoleh 5 buah kotak dengan jumlah presentase 300%,
presentase 21% - 40% diperoleh 3 buah kotak dengan jumlah presentase 120%,
46
dan presentase <20 diperoleh hasil 14 buah kotak dengan jumlah presentase
280%. Jumlah presentase keseluruhan diperoleh hasil 6180% dan dikalikan 1
cm² diperoleh luas daun jambu biji yaitu 61,8 cm².
Pengukuran luas daun menggunakan metode kertas millimeter dilakukan
dengan cara memetik daun untuk mengetahui berapa luas daun dari tanaman
tersebut karena harus membuat pola terlebih dahulu kemudian menghitung
luasan kotak yang ada dalam kertas milimeter tersebut. Selain itu, metode
kertas milimeter juga membutuhkan ketelitian karena kotak-kotak pada kertas
millimeter kecil dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga metode ini
cocok digunakan untuk mengukur luas daun dengan skala kecil. Metode kertas
millimeter merusak pertanaman karena daun yang akan diukur luas daunnya
harus dipetik terlebih dahulu. Pengukuran luas daun dengan metode kertas
milimeter termasuk metode yang efektif karena mudah dilakukan dan relatif
murah, tetapi hasil pengukuran kurang akurat karena hanya menghitung setiap
persegi dengan range presentase yang di kira kira (Setyanti, 2013).
G. KESIMPULAN
Berdasarkan data pengamatan dan hasil pembahasan praktikum mengukur
luas daun menggunakan metode kertas millimeter dapat disimpulkan bahwa
pengukuran luas daun dengan menggunakan metode kertas millimeter dapat
diterapkan cukup efektif pada daun dengan bentuk daun relatif sederhana dan
teratur seperti daun jambu biji. Pada dasarnya, daun digambar pada kertas
milimeter yang dapat dengan mudah dikerjakan dengan meletakkan daun diatas
kertas milimeter dan pola daun diikuti. Luas daun ditaksir berdasarkan jumlah
kotak yang terdapat dalam pola daun. Sekalipun metode ini cukup sederhana,
waktu yang dibutuhkan untuk mengukur suatu luasan daun relatif lama,
sehingga metode kertas millimeter tidak cukup praktis diterapkan apabila
jumlah sampel banyak.
47
DAFTAR PUSTAKA
Duaja, M.D. 2012. Analisis Tumbuh Selada (Lactuca Sativa L) Pada Perbedaan
Jenis Pupuk Organik Cair. Jurnal Universitas Jambi, 1(1) : 33-41.
Haryadi. 2013. Pengukuran Luas Daun Dengan Metode Simpson. Jurnal Anterior,
12(2) : 1-5.
Irwan, A.W dan F.Y Wicaksono. 2017. Perbandingan Pengukuran Luas Daun
Kedelai Dengan Metode Gravimetri, Regresi, dan Scanner. Jurnal Kultivasi,
16(3) : 425-429.
Jani Master. 2012. Metode Pengukuran Luas Daun. Universitas Lampung. [Diakses
1 November 2021].
Setyanti, Y. H., Anwar, S., dan Slamet, W. 2013. Karakteristik Fotosintetik Dan
Serapan Fosfor Hijauan Alfalfa (Medicago sativa) Pada Tinggi Pemotongan
Dan Pemupukan Nitrogen Yang Berbeda. Animal Agricultural Journal, 2(1),
86-96.
Susilo, D.E.H. 2015. Identifikasi Nilai Konstanta Bentuk Daun Untuk Pengukuran
Luas Daun. Jurnal Anterior, 14(2) : 139-146.
LAMPIRAN
48
ACARA I
Gambar 6.1 Alat dan Bahan Gambar 6.2 Menggambar Daun Pada
Kertas Milimeter