Anda di halaman 1dari 38

Dr W Riawan Tjandra, S.H., M.Hum.

Landasan Konseptual
 Konsep negara kesejahteraan menjadi landasan
kedudukan dan fungsi pemerintah (bestuursfunctie)
dalam negara-negara modern. Negara kesejahteraan
merupakan antitesis dari konsep negara hukum
formal (klasik
Trias Politica Awal
 John Locke (1632 – 1704) dalam karya ilmiahnya Two
Treatises on Civil Government (1690) antara lain
menyatakan perlunya adanya pembagian kekuasaan
atas kekuasaan pembentuk undang-undang
(legislatif), kekuasaan pelaksana undang-undang dan
kekuasaan federatif.
Trias Politica Modern
 Montesquieu dalam bukunya l’Esprit des Louis (1748) yang
terlihat banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Locke,
mengatakan bahwa pembagian kekuasaan negara perlu
dilakukan atas 3 (tiga) macam, yaitu:

 Kekuasaan legislatif, yang membentuk undang-undang.
 Kekuasaan yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas
kejahatan dan yang memberikan putusan apabila terjadi
perselisihan antara para warga,
 Kekuasaan eksekutif, yang melaksanakan undang-undang,
memaklumkan perang, mengadakan perdamaian dnegan
negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontakan
dan lain-lain.
Formele Rechtsstaat (Klasik)
 Berdasarkan pemikiran-pemikiran awal mengenai pembagian kekuasaan
negara tersebut berkembanglah pemikiran mengenai negara hukum. Secara
garis besar, konsep negara hukum tersebut meliputi konsep negara hukum
versi Eropa dan versi Anglo Axon. Negara hukum formal/klasik versi Eropa
diperkenalkan oleh FJ. Stahl dalam bukunya Philosophie des Recht (1878) yang
dipengaruhi oleh pemikiran liberal dari Rousseau. Unsur-unsur utama negara
hukum formal/klasik meliputi:

 Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
 Penyelenggaraan negara harus didasarkan atas teori trias politica supaya
menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia tersebut,
 Penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas undang-undang (wetmatig
bestuur),
 Apabila dalam pelaksanaan kewenangannya pemerintah melanggar hak-hak
asasi warga negara, maka harus ada pengadilan administrasi yang
menyelesaikannya.
Rule of Law (Common Law)
 Pada negara-negara yang bercorak Anglo Saxon, konsep
negara hukumnya dipengaruhi oleh the rule of law yang
diperkenalkan oleh AV. Dicey, yang meliputi 3 (tiga) unsur,
yaitu (Kusnardi, dkk., 1983: 161):

 Supremasi dari hukum, artinya bahwa yang mempunyai
kekuasaan tertinggi di dalam negara adalah hukum
(kedaulatan hukum);
 Persamaan kedudukan hukum bagi setiap orang;
 Konstitusi itu tidak merupakan sumber dari hak-hak asasi
manusia dan jika hak-hak asasi manusia itu diletakkan
dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan bahwa hak
asasi itu harus dilindungi.
Negara Kesejahteraan
 Paham negara kesejahteraan memperkenalkan konsep
mengenai peranan negara yang lebih luas. Menurut
Utrecht (1986: 27), Lapangan pekerjaan pemerintah suatu
negara hukum modern sangat luas. Pemerintah suatu
negara hukum modern bertugas menjaga keamanan dalam
arti kata seluas-luasnya, yaitu keamanan dalam arti kata
seluas-luasnya, yaitu keamanan sosial di segala lapangan
masyarakat. Dalam suatu “welfare state” masa ekonomi
liberal telah lampau, dan ekonomi liberal itu telah diganti
oleh suatu ekonomi yang lebih dipimpin oleh pusat
(centraal geleide economie). “Staatsonthouding” telah
diganti oleh “Staatsbemoeienis”, “Pemisahan antara negara
dan masyarakat” ditinggalkan.
Welfare State sebagai Sintesa
 Model negara kesejahteraan dianggap sebagai sintesa dari
sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi terpimpin yang
terpatri di negara-negara Eropa Barat. Meski sistem pasar
menjadi instrumen utama untuk menggerakkan kegiatan
ekonomi, sistem negara kesejahteraan tetap memfokuskan
target-targer sosial sebagai bagian penting intervensi
pemerintah. Karena itu, sistem ekonomi Jerman disebut
social market economy. Dalam sistem ini, pajak menjadi
instrumen vital guna memindahkan kesejahteraan
antarkelompok masyarakat. Transfer kesejahteraan
dilakukan dengan dua cara: langsung (tunjangan
pengangguran, misalnya) dan tidak langsung (subsidi
sektor pendidikan) (Yustika, 2005).
Tabel
Perubahan Paradigma Negara Hukum
Kriteria Negara Hukum Klasik Negara Hukum Modern
Tipe Negara Nachtwakkerstaat Welvaarsstaat
Aktivitas Negara Pasif Aktif
Konsep Staatsonthouding Staatsbemoienis
Asas Wetmatigheid Recht - of doelmatigheid
Pemikiran Normstelling, voorschrif, Doelstelling, plan, beleid
uitvoering/toepassing
Terminologi Formele rechtsstaat Materiele – of sociale
rechtsstaat
Fungsi Penguasa dalam welfare State
 Fungsi Pengaturan (de ordenende functie)
 Dalam liberale rachtsstaat menjadi hal yang utama,
 Fungsi penyelesaian sengketa, menyelesaikan
pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok
masyarakat, misalnya melalui Veiligheidswetgeving, Waren
wetgeving.
 Fungsi pembangunan dan pengaturan, pengaturan
perekonomian melalui stimulasi untuk berinvestasi.
 Fungsi penyediaan, menyediakan barang-barang publik
(collectieve goederen) yang diperlukan seperti Zeewring en
defensie, dan barang-barang individual seperti pendidikan,
sociale uitkeringen dan medische vertrekkingen.
7 fungsi Pemerintah (Hughes)
 Providing economic insfrastructure;
 Provision of various collectieve goods and service;
 The resolution and adjustment of group conflicts;
 The maintanance of competititon;
 Protection of natural resources;
 Provision for minimum access by individuals to the
goods and services of the economy;
 Stabilisation of the economy.

Skema Relasi Pemerintah (Bestuur) dan Rakyat (Burger)
Dalam Hukum Administrasi

Handhaving van het recht


Sturen Sancties

Middelen

Penguasa Rakyat
(Overheid) ( burger)

Rechtsbescherming

Partisipatie bijv via:


inspraak, adviesering

Middelen: Juridische middelen (Wetgeving, regeling, plannen,besluit van algemene


strekking, vergunningen, beleidsregel, beleidsovereenkomst, enz.), Personele middelen,
materiele middelen, financiele middelen.
Instrumen-instrumen
pemerintah
No Jenis Instrumen Cabang Ilmu HAN

1 Instrumen yuridis (regeling, Hukum Perundang-undangan, Hukum


planen en verguningen) Perijinan

2 Instrumen materiil Hukum Benda Milik Negara

3 Instrumen keuangan dan Hukum Keuangan Negara, Hukum


subsidi Pajak

4 Instrumen personalia Hukum Kepegawaian


Instrumen-instrumen Pemerintah
 Pelaksanaan fungsi pemerintahan dilakukan dengan
mendayagunakan instrumen-instrumen
pemerintahan. Instrumen-instrumen pemerintahan
tersebut dapat diklasifikasikan:

 Instrumen yuridis, meliputi: peraturan perundang-undangan
(wet en regeling), peraturan kebijaksanaan (beleidsregel),
rencana (het plan), dan instrumen hukum keperdataan;
 Instrumen materiil;
 Instrumen personil/kepegawaian;
 Instrumen keuangan negara.

Instrumen Yuridis
 Keseluruhan norma-norma hukum tata usaha negara
dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat
dari yang sangat umum, yang terdapat dalam undang-
undang sampai pada norma yang paling individual
dan konkrit dalam suatu penetapan tertulis
(beschikking). Jadi, suatu penetapan tertulis itu juga
dapat mengandung suatu norma hukum seperti
halnya pada suatu peraturan yang bersifat umum.
 Pembentukan norma-norma hukum tata usaha negara
dalam masyarakat itu tidak hanya dapat dilakukan
oleh pembuat undang-undang (kekuasaan legislatif)
dan badan-badan peradilan saja, tetapi juga oleh
aparat pemerintah dalam hal ini badan atau jabatan
tata usaha negara.
Skema Instrumen Yuridis
Untuk siapa
Apa dan bagaimana

Umum -----------------------------------------------------Abstrak
1

3 4

2
Individual ---------------------------------------------- Konkret
Terminologi
 Istilah “perundang-undangan” (legislation, wetgeving
atau gezetzgebung) mempunyai 2 (dua) pengertian:

 Proses pembentukan/proses membentuk peraturan-
peraturan negara , baik di tingkat Pusat maupun di
tingkat Daerah;
 Segala peraturan negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan.
Ciri Peraturan Perundang-
undangan
 Bersifat umum dan komprehensif;
 Bersifat universal;
 Diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa
yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya.
Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk
mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja;
 Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan
memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu
peraturan untuk mencantumkan klausul yang
memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan
kembali.
 Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
dalam penelusuran pustaka ternyata merupakan akar
dari asas-asas umum pembentukan peraturan
perundang-undangan.
Asas-asas PPU (Hamid Attamimi)
 Asas-asas formal, dengan perincian:
 Asas tujuan yang jelas;
 Asas perlunya pengaturan;
 Asas organ/lembaga yang tepat;
 Asas maateri muatan yang tepat;
 Asas dapatnya dilaksanakan; dan
 Asas dapatnya dikenali;

 Asas-asas material, dengan perincian:
 Asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma fundamental
Negara;
 Asas sesuai dengan Hukum Dasar Negara;
 Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Berdasar Atas Hukum;
 Asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan Berdasar Sistem
Konstitusi.
 Sehubungan dengan asas-asas yang dikemukakan oleh van
der Vlies di atas, Schreuder-Vlasblom menyebutkan bahwa
kesepuluh asas tersebut dapat dikembalikan terhadap
keberadaan asas-asas umum pemerintahan yang layak
(algemene beginselen van behoorlijk bestuur) berikut ini:
keempat asas pertama dapat dikembalikan pada asas
motivasi (het motiveringsbeginsel), asas consensus kepada
kecermatan formil (formele zorgvuldigheidsbeginsel), asas
dapat dikenali dan penghormatan terhadap pengharapan
kepada asas kepastian hukum. Sisanya, kecuali asas
kejelasan terminologi dan sistematik kepada asas
kesamaan (de Haan, dkk., 1986: 192).
Peraturan Perundang-undangan
 Peraturan Perundang-undangan adalah
peraturantertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan.
Jenis dan hirarki PPU
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
 terdiri atas:
 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
 Tahun 1945;
 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
 c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
 d. Peraturan Pemerintah;
 e. Peraturan Presiden;
 f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
 g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan
 sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada
 ayat (1).
Jenis PPU Lain
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat.
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Pengawasan Represif PPU
(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di
bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan
Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Agung.
Perbandingan Pengertian KTUN
Pengertian mnrt:
 UU No. 5 Tahun 1986
Penetapan tertulis yg dikeluarkan olh bdn/pjbt TUN berdsrkan peraturan
per UU an yg berlaku yg bersifat konkrit, individual dan final yg
menimbulkan akibat hk bagi seseorg/bdn hk pdt (Psl. 1.3)
 Algemene Wet Bestuursrecht Ned.
Suatu penetapan tertulis dr suatu organ pmrth yg berisikan suatu
perbuatan hk publik (Art 1.3.1). Suatu beschikking tdk bersifat umum,
termasuk penolakan atas suatu permohonan utk memperoleh KTUN (Art
1.3.2)
 Wet AROB
Suatu keputusan tertulis yg dikeluarkan olh organ administratif yg
menimbulkan suatu akibat hk tertentu (Art. 2.1). Bukan mrpk keputusan:
a. KTUN umum dan b. Perbuatan hukum ber dsrk hk perdata.
Asas-asas perundang-undangan yang baik
AAUPB

Peraturan perundang-undangan

 Dasar
 Dasar Keabsahan
 Kebijaksanaan
 Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)
Syarat sah KTUN
 Syarat-syarat pembuatan KTUN:
 Syarat-syarat materiil:
1. Organ pemerintahan yg menetapkan harus berwenang
2. Tidak boleh mengandung kekurangan yuridis spt
penipuan (bedrog), paksaan (dwang), suap (omkoping),
atau kesesatan (dwaling)
3. KTUN hrs berdasarkan suatu keadaan/situasi tertentu
4. KTUN dilaksanakan tanpa melanggar peraturan2 lain,
serta isi dan tujuannya harus sesuai dgn isi dan tujuan
peraturan dasarnya.
 Syarat-syarat formil:
1. Syarat-syarat yg berkaitan dgn persiapan dibuatnya
KTUN dan cara dibuatnya KTUN harus dipenuhi.
2. KTUN hrs diberi bentuk yg telah ditentukan dlm
peraturan dasarnya
3. Syarat-syarat yg berhubungan dgn pelaksanaan KTUN
itu harus dipenuhi
4. Jangka waktu hrs ditentukan antara timbulnya hal-hal
yg menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya KTUn
itu hrs diperhatikan
Syarat Sah Menurut UU No. 5 Tahun 1986 jo UU
No. 9 Tahun 2004
1. KTUN sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
2. KTUN sesuai dengan AAUPB
AAUPB menurut UU No. 9 Tahun 2004 meliputi asas-
asas: kepastian hukum; tertib penyelenggaraan
negara;keterbukaan; proporsionalitas;
profesionalitas; akuntabilitas, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Perbedaan akibat hukum KTUN yang
tidak sah
Uraian Nietig Van rechtswege vernietigbaar
nietig
1.Sejak kapan Ex tunc *) Ex tunc
batal Ex nunc *)

2.Tindakan Dengan Tanpa perlu ada Mutlak harus ada


pembatalan putusan/keputusan putusan/keputusan putusan/keputus
Sifat - an.
putusan/keputusan: Sifat
Konstatering/deklara putusan/keputus
tur an:
konstitutif
KTUN sbg tindak administratif
 Masa berlakunya suatu KTUN sebagai tindak
administratif:
1. Fase mulai berlakunya
2. Fase penerapan (toepassing)
3. Fase berakhirnya (expirasi atau habis berlakunya)
 Proses penetapan
 Bdn/pjb TUN:

Beschikking

Fase mulai berlaku Fase Penerapan Fase berakhir


(Toepassing) (Expirasi)
Syarat: 1. Expirasi
 Validitas 2. Anulasi
 Oppossabilitas 3. Disparitie
Fase mulai berlakunya KTUN
a. Validitas: syarat mulaiberlakunya suatu tindak
administratif scr yuridis formil (saat valid/sahnya),
yakni pada saat ditandatanganinya suatu KTUN tsb
oleh pejabat yg berwenang.
----) tidak berlaku retroaktif
b. Opposabilitas: syarat mulai berlakunya suatu KTUN
bilamana opposabilitas (hak perlawanan) dari
masyarakat dpt mulai dipergunakan, yaitu pd umunya
setelah KTUN diumumkan menurut prosedur dan
bentuk yg ditentukan dalam peraturan perun-
undangan.
Berakhirnya suatu KTUN
1. Expirasi, selesai berlakunya suatu KTUN krn pejabat
yg menetapkan telah menentukan suatu masa
berlaku tertentu
2. Anulasi, selesai berlakunya suatu KTUN karena
adanya pembatalan sbg akibat ilegalitas suatu KTUN
itu
3. Disparitie, selesai berlakunya suatu KTUN krn
perubahan situasi atau kondisi yg menjadi dasar
penetapan.
Penarikan suatu KTUN
1. Retroactive, bersifat anulasi, pencabutan kembali
suatu KTUN yg ditujukan utk menghapuskan
tindakan administratif dan akibat hukum yg
ditimbulkannya, seakan-akan tdk pernah terjadi
sesuatu.
2. Revocative, pencabutan suatu KTUN utk
menghapuskan tindak administratif dimulai sejak
saat penarikan tsb hingga seterusnya, dgn tanpa
menggantikan melalui KTUN baru.
3. Abrogative, penarikan kembali suatu KTUN
dimaksudkan utk menghapus tindak administratif itu
utk masa y.a.d dimulai sejak saat saat penarikan itu
hingga seterusnya, tetapi dgn menggantikan melalui
KTUN yg lebih sesuai.

Anda mungkin juga menyukai