Politik Anggaran B
SOAL
Partisipasi aparat pemerintah daerah dalam proses penyusunan anggaran pemerintah daerah
adalah menunjukkan pada beberapa besar tingkat keterlibatan aparat pemerintah daerah yang
terlibat dalam proses penganggaran daerah, diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam
pengambilan keputusan melalui negosiasi terhadap anggaran. Hal ini sangat penting, karena
aparat pemerintah daerah akan merasa produktif dan puas terhadap pekerjaannya sehingga
memungkinkan munculnya perasaan berprestasi yang akan meningkatkan kinerjanya. Kunci
dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari
bawahan atau para staf memegang peranan penting dalam pencapaian tujuan (Kenis 1979).
Salah satu contohnya adalah partisipasi dari anggaran untuk pembangunan di daerah
Kabupaten Pati adalah salah satu kabupaten yang telah mencoba menerapkan proses
partisipasi masyarakat dalam menerapkan di bidang kemanusiaan. Kabupaten Pati dipilih
untuk menjadi objek penelitian karena Kabupaten Pati adalah kabupaten pertama di Indonesia
yang mencoba menerapkan keterlibatan masyarakat tidak hanya pada tahap perencanaan,
tetapi juga pada tahap penganggaran regional. Proses implementasi melibatkan kinerja
proyek untuk tahap-tahap perencanaan dan program bantuan anggaran kinerja oleh BIGG
(Building Institution for Good Governance). Uji coba penerapan perencanaan partisipatif
kabupaten Pati diadakan sejak tahun 2002 dengan mengambil tiga kecamatan sebagai sampel
awal yaitu Kecamatan Tayu, Kecamatan Pati, dan Kecamatan Juwana, dari total dua puluh
satu kecamatan yang ada di Pati.
Peran Bappeda meningkat ketika kabupaten Pati menerapkan aturannya sendiri mengenai
implementasi partisipasi masyarakat, terutama dalam perencanaan. Hal ini adalah inovasi
yang dilakukan oleh Kabupaten Pati. Inovasi ini terkait dengan metode yang digunakan,
tahapan-tahapan yang dilewati selama Musrenbang, dan prosedur pemangku kepentingan
pemangku kepentingan. Inovasi yang dilakukan juga dari pengaruh organisasi non-
pemerintah (pemangku kepentingan non-pemerintah) yang berkontribusi pada pola pikir
masyarakat atas perubahan yang terjadi.
E-budgeting adalah sistem informasi yang dibangun untuk menyusun anggaran. Aplikasi
program komputer berbasis web biasanya digunakan dalam memfasilitasi proses perancangan
anggaran. Penerapan teknologi informasi ini akan memfasilitasi penentuan arah kebijakan
Perusahaan mengenai anggaran yang akan digunakan pada tahun berjalan. Keterbukaan atau
transparansi adalah tujuan utama untuk mengimplementasikan sistem informasi
penganggaran ini. Setiap pihak yang memainkan peran penting dalam perusahaan atau
pemangku kepentingan dapat mengakses data anggaran karena dokumentasi persiapan
anggaran juga telah direkam dan disimpan secara otomatis dalam sistem. Aplikasi program
telah disiapkan sebanyak mungkin, sehingga setiap divisi di perusahaan dapat memasukkan
detail anggaran dengan hati-hati.
Keuntungan dari sistem ini adalah untuk memfasilitasi persiapan anggaran karena dengan
sistem yang diprogram dengan baik, proses penyusunan anggaran lebih mudah dan lebih
cepat karena semua detail informasi diformat dalam aplikasi. Selain itu, karena semua sistem
telah dimasukkan dalam jaringan internet (online), semua orang dapat mengakses di mana
saja dan kapan saja.
Selain itu, meningkatkan kualitas dan transparansi anggaran karena sistem komputerisasi
seperti ini mendorong keakuratan anggaran yang disiapkan sesuai dengan setiap alokasi
belanja. Karena semua data ditempatkan dengan hati-hati, kualitas anggaran meningkat dan
dapat dipertanggungjawabkan di masa depan dan juga sistem ini bertujuan untuk
meningkatkan transparansi anggaran, sehingga semua stakeholder dapat mengakses,
memantau, dan mengawasi pembuatan dan penggunaan anggaran. Semua pihak, dalam hal ini
para stakeholder dapat mengakses anggaran yang telah dibuat tanpa ada yang perlu ditutup.
Upaya ini dapat mencegah dan mengantisipasi risiko penipuan dalam manajemen anggaran.
Berdasarkan fenomena dan kendala yang dihadapi dalam implementasi sistem ebudgeting
yang telah dilaksanakan di Indonesia, evaluasi perlu dilakukan. E-Budgeting adalah sistem
yang telah diterapkan, sehingga penggunaannya perlu dinilai atau dievaluasi untuk melihat
sejauh mana keberhasilannya dalam mencapai tujuan awal dan tujuan yang ditetapkan oleh
evaluasi sistem informasi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi
menekankan kualitas ketersediaan sistem, seperti keandalan sistem, jumlah akses waktu, dan
jumlah waktu downtime. Sementara itu, efektivitas meninjau sistem informasi dalam hal
kualitas dibandingkan dengan ekspektasi dan realitas sistem
Aspek-aspek fundamental yang harus diatur oleh pemerintah daerah sehubungan dengan
pemerintah pusat berada di bidang manajemen keuangan daerah dan anggaran regional. Di
sektor keuangan, pendapatan regional dan anggaran belanja regional yang lebih dikenal
(APBD). Sehubungan dengan dokumen perencanaan, RKPD adalah bahan utama sebagai
dasar untuk persiapan APBD. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan jumlah
pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pengembangan, otorisasi pengeluaran di masa depan, sumber pengembangan langkah-
langkah standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi karyawan, dan alat koordinasi
untuk semua kegiatan dari berbagai unit kerja (Mardiasmo, 2004).
Perubahan penganggaran terjadi sejak 2002 setelah sistem anggaran kinerja diperkenalkan
(penganggaran kinerja). Pendekatan kinerja memprioritaskan partisipasi masyarakat, yang
juga melibatkan stakeholder lain termasuk pemerintah dan DPRD. Pentingnya keterikatan
antara elemen pembangunan dalam membangun sistem sinergis yang dijelaskan berturut-
turut dengan penerbitan Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU
No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Terutama
pada UU No. 25 tahun 2004 dijelaskan bahwa proses perencanaan dan penganggaran
diadakan secara sinergis. Tahap perencanaan disatukan dengan tahapan penganggaran untuk
menghasilkan APBD.
Proses perencanaan yang ada dimulai dari penggalian gagasan masyarakat untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi di daerahnya masing-masing. Sebelum keluarnya perundangan
yang tersebut diatas, peran masyarakat tidak begitu diperhitungkan. Pergeseran ini terjadi
karena masyarakat di tiap daerah dituntut dan merasa perlu berperan dalam perkembangan
daerahnya. Hal ini sesuai dengan amanat otonomi daerah yang menginginkan masyarakat
untuk terlibat aktif memberikan masukan penyusunan APBD (Cahyono, 2003).
Selain itu, kepentingan masyarakat adalah dasar untuk pengelolaan keuangan suatu daerah
atau lebih dikenal dengan rencana anggaran nasional dan pengeluaran nasional dan regional.
Masyarakat harus menjadi prioritas dalam anggaran untuk penerimaan dan pengeluaran
negara atau wilayah karena sumber pendapatan daerah, salah satunya diperoleh dari pajak
dan pungutan yang dikeluarkan oleh masyarakat. Berdasarkan fakta ini, alokasi penggunaan
dapat dilakukan secara adil dan terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan mereka dan tidak ada diskriminasi dalam distribusi layanan. Hal lain
yang menyebabkan masyarakat diprioritaskan dalam persiapan anggaran yang dijelaskan
dalam Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dan
berpartisipasi dalam persiapan dan pengambilan keputusan dalam anggaran.
Keberadaan wacana untuk melibatkan masyarakat tidak hanya pada tingkat perencanaan
tetapi juga pada penganggaran adalah hal positif dalam proses transparansi yang mencoba
dibangun oleh pemerintah. Proses partisipasi masyarakat dalam perencanaan telah dicoba
merespons oleh berbagai daerah. Dalam proses perencanaan menurut UU No. 25 tahun 2004
proses keterlibatan masyarakat dikenal sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang). Selanjutnya, Musrenbang ini adalah forum antara aktor dalam
mengembangkan perencanaan pembangunan. Istilah nama berkembang di setiap daerah yang
disesuaikan dengan kebijakan yang diterapkan.
Menurut saya, proporsi dan alokasi APBN selama 10 tahun terakhir di Indonesia adalah
sudah berjalan dengan baik walaupun dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Untuk
tahun 2021 karena Indonesia masih mengalami pandemi maka fokus utamanya adalah
penanganan kesehatan yang utamanya menitikberatkan pada vaksinasi Covid-19. Selain
melakukan penanganan kesehatan akibat pandemi, pemerintah juga tetap akan berfokus pada
kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan sosial, terutama bagi kelompok
yang rentan dan kurang mampu. Dalam hal pemulihan ekonomi, pemerintah akan memberi
dukungan yang lebih besar bagi perkembangan dunia usaha, khususnya bagi sektor usaha
mikro, kecil, dan menengah.
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang mengenai pembukaan kerentanan
struktural APBN yang telah tahun: kapasitas fiskal yang terbatas, jumlah beban pengeluaran
terikat, defisit anggaran yang telah menjadi norma, dan ketergantungan pada masif
pembiayaan utang. Bersenjata dengan PPPU No. 1/2020, pemerintah merombak postur dan
alokasi APBN 2020 secara signifikan hanya dengan perpres. Untuk menyelamatkan stabilitas
ekonomi nasional dan sistem keuangan dampak Covid-19, melalui Perpres No. 54/2020,
defisit anggaran melonjak secara dramatis dari Rp 307 triliun (1,76 persen dari PDB) menjadi
Rp 853 triliun (5,07 persen dari PDB) , Dengan pembiayaan hutang hingga Rp. 1.000 triliun.
Dengan berlalunya Perppu No. 1/2020 yang merilekskan batas defisit tiga persen dari PDB
selama tiga tahun menjadi hukum, pola stimulus dan defisit yang signifikan yang dibiayai
oleh utang secara besar-besaran, diduga akan mengulang hingga 2022.
Sebelum pandemi, rasio pajak pada APBN 2020 ditargetkan pada 10,7 persen dari PDB,
dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Setelah pandemi, target rasio pajak hanya
8,7 persen dari PDB, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2,3 persen. Secara nominal,
target penerimaan pajak 2020 akan mengalami pertumbuhan negatif 5,3 persen dibandingkan
dengan realisasi penerimaan pajak 2019. Jatuhnya 2020 kapasitas fiskal di satu sisi
menggambarkan tingkat keparahan kondisi ekonomi nasional pascappandemi yang
ditunjukkan penurunan target penerimaan PPN sebesar 3,9 persen terhadap PDB, 1 persen
dari PDB. Tetapi di sisi lain, jatuhnya rasio pajak adalah implikasi dari kelimpahan insentif
pajak dan penurunan tarif untuk badan pemerintah yang diberikan oleh pemerintah ke dunia
bisnis, yang ditunjukkan oleh jatuhnya Penerimaan pendapatan nonmigas dari 5,0 persen dari
PDB hanya 3,9 persen dari PDB,
Dengan politik anggaran utang yang sangat permisif, jatuhnya kapasitas fiskal dalam periode
pandemi ini segera ditutup dengan hutang untuk mempertahankan belanja non-terikat
(pengeluaran diskresioner). Dengan APBN diisi dengan belanja terikat (pengeluaran birokrasi
dan bunga hutang), stimulus fiskal yang signifikan harus dilakukan dengan hutang yang
sangat besar, untuk menabrak kredo suci manajemen makroekonomi: diizinkan oleh BI
membeli SBN di pasar primer. Stimulus ekonomi terhadap dampak Covid-19 harus dibayar
sangat mahal: mencabut aturan disiplin pemerintah dan monetisasi defisit anggaran oleh bank
sentral.
Untuk mendukung pemulihan sosial-ekonomi menuju kondisi normal, perlu untuk menjadi
strategi kebijakan fiskal konsolidasi yang direfleksikan dalam defisit anggaran sebesar 5,70%
terhadap PDB. Sejalan dengan kebijakan tersebut, kebijakan pembiayaan anggaran akan
diarahkan untuk mendorong fleksibilitas pembiayaan utang untuk mendukung kebijakan
countercyclical tetapi tetap berhati-hati, mendorong efisiensi biaya utang, dan
mempertahankan keseimbangan makro dengan mempertahankan komposisi portofolio utang
secara optimal .
Selain mencakup defisit anggaran, pembiayaan utang digunakan untuk membiayai biaya
pembiayaan seperti pembiayaan investasi, pinjaman, dan kewajiban pinjaman. Kebijakan
Pengawas untuk implementasi APBN harus dapat mengantisipasi kerugian negara di tengah-
tengah gejolak ekonomi global. Cara untuk mengatur ulang peraturan pelaksana dari Undang-
Undang Kebijakan Keuangan Covid-19, merancang lembaga pengawas keuangan dan pejabat
penegak hukum untuk bersinergi untuk menjaga kebijakan keuangan Covid-19, merancang
konsep pengambilan dan memberikan kepada pejabat pemerintah dengan otoritas keuangan,
dan Reformasi sistem pengawasan keuangan sebagai platform di setiap lembaga
kementerian / lembaga dan pemerintah daerah.
Strategi ini diambil untuk pemulihan ekonomi melalui kebijakan fiskal ekspansif konsolidasi
sambil terus memprioritaskan manajemen fiskal yang fleksibel dan berkelanjutan. Kebijakan
tersebut mencakup dukungan program / kegiatan di sektor yang terkena dampak (al makanan,
pariwisata), dan ekspansi akses modal UMKM melalui subsidi bunga KUR dan melanjutkan
program perlindungan sosial yang dilakukan secara terarah dan terukur, sebagai instrumen
stimulus bagi perekonomian di tengah-tengah ketidakpastian potensi tinggi dampak pandemi
Covid-19 pada ekonomi nasional, daerah dan masyarakat.