Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

“SISTEM PERENCANAAN DAN

PENGANGGARAN DI INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

LAVIOLA F 231 17 003

NUR’AINUN ISHAK F 231 17 125

FARNILA F 231 17 126

A TENRI ANGKUMALA F 231 17 136

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TADULAKO

2019
A. KONSEP DASAR PERENCANAAN
1. Pengertian Perencanaan

Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan


pada suatu priode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam manajemen,
perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk
mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-
fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.

Beberapa ahli memberikan pengertian perencanaan. Menurut Bintoro


Tjokroaminoto, perencanaan ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistimatis
yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Siagian memberikan pengertian
perencanaan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujan yang
telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan Handoko berpendapat perencanaan meliputi 1)
pemilahan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi, 2) penentuan strategi, kebijakan, proyek,
program, prosedur, metode, system, anggaran, dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Perencanaan pada hakekatnya adalah proses pengambilan keputusan atas sejumlah
alternatif (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di masa yang akan
datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil
pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistimatis dan berkesinambungan.

Proses ialah hubungan tiga kegiatan yang berurutan, yaitu menilai situasi dan kondisi
saat ini, merumuskan dan menciptakan situasi dan kondisi yang diinginkan (yang akan
datang), dan menentukan apa saja yang diperlukan untuk mencapai keadaan yang diinginkan.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut perencanaan ialah
kegiatan yang akan dilakukan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Dari definisi
ini perencanaan mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya.


2. Adanya proses
3. Hasil yang ingin dicapai
4. Menyangkut masa depan dalam waktu tertentu.

Sedangkan menurut undang – undang no 24 tahun 2005 tentang sistem perencanaan


pembangunan nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.

2. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan diantaranya adalah:
a. Mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan
b. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang,
antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
dan pengawasan
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.Standar pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan dengan perencanaan.
f. Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan.
g. Mengetahaui siapa yang terlibat (struktur organisasinya) baik kualifikasinya maupun
kuantitasnya.
h. Mendapatkan kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan kualitas pekerjaan.
i. Memimalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif dan menghemat biaya, tenaga dan
waktu.
j. Memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pekerjaan.

B. KONSEP DASAR PENGANGGARAN


1. Pengertian

Anggaran merupakan alat bagi Pemerintah untuk mengarahkan dan menjamin


kesinambungan pembangunan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran
diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus
berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas.

Anggaran adalah merupakan hal yang paling penting yang harus ada di dalam
pemerintahan. Karena anggaran merupakan cara yang dilakukan oleh organisasi sector publik
untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terbatas. Pemerintah ingin agar kekayaan yang dimiliki negara dapat diberikan kepada seluruh
masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebut terhambat oleh terbatasnya sumber daya
yang dimiliki. Di sinilah fungsi dan peran penting anggaran. Anggaran merupakan suatu
laporan yang memuat penerimaan dan pembelanjaan negara/ daerah. Di dalam laporan
tersebut ditetapkan target-target yang hendak dicapai pemerintah dalam penerimaan
pendapatan dan pengeluaran. Kebijakan-kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah
dituangkan di dalam anggaran tersebut.

Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menyejahterakan rakyat, karena uang
yang digunakan adalah uang rakyat. Namun tak banyak juga masarakat yang tidak tersentuh
aplikasi dari anggaran tersebut, buktinya saja masih banyak kemiskinan yang terjadi disetiap
daerah. Apabila anggaran sudah terlaksana dengan baik dan benar, tentunya banyak
masyarakat yang sudah sejahtera, paling tidak sudah bisa tercukupi kebutuhan pokoknya.

Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki anggaran sektor publik yakni dapat
merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat serta dapat
menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen pemerintah, provinsi maupun daerah.
Untuk itu adanya anggaran sektor publik sangat penting, karena :

a. Anggaran merupakan alat pemerintah untuk menstabilkan negara


b. Anggaran diperlukan untuk menyeimbangkan antara keinginan dan kebutuhan
masyarakat yang berhubungan dengan sumber daya yang terbatas.
c. Anggaran merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga publik
yang ada

2. Pendekatan dalam Penyusunan Anggaran


a. Pendekatan top – down : Yaitu perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan
sebagai pemberi gagasan awal serta pemerintah berperan lebih dominan dalam mengatur
jalannya program yang berawal dari perencanaan hingga proses evaluasi, dimana peran
masyarakat tidak begitu berpengaruh.
Kelemahan sistem ini adalah:
1. Masyarakat tidak bisa berperan lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih
dominan bila dibanding peran dari masyarakat itu sendiri. sehingga masyarakat akan
merasa terabaikan kepentingannya
2. Masyarakat tidak bisa melihat sebarapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
dengan ini bisa berakibat pada seberapa jauh dana yang dihabiskan untuk
pelaksanaan program tersebut. dan juga berakibat adanya “Lubang” yang membuat
pembesaran kantong individu atau kelompok
3. Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan atau hasil dari suatu program
tanpa mengetahui jalannya proses pembentukan program tersebut dari awal hingga
akhir.
4. Tujuan utama dari program tersebut tidak dapat terlaksana dikarenakan apa yang
diperlukan masyarakat tidak terpenuhi oleh pemerintah pusat yang tidak mengerti
atau memahami apa yang dibutuhkan masyarakat.
5. Kreatifitas masyarakat berkurang karena kurangnya campur tangan mereka di bidang
perencanaan.
Dan kelebihan dari sistem ini adalah:
1. Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah dapat
berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
2. Hasil yang dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung
oleh pemerintah.
3. Mengoptimalkan kinerja para pekerja di pemerintahan dalam menyelenggarakan
suatu program.

b. Pendekatan bottom – up : Yaitu perencanaan yang dilakukan dimana masyarakat lebih


berperan dalam hal pemberian gagasan awal sampai dengan mengevaluasi program yang
telah dilaksanakan, sedangkan pemerintah pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam
suatu program.
Kelebihan dari sistem ini adalah:
1. Peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada
pemerintah dalam menjalakan suatu program.
2. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan keinginan
masyrakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat itu sendiri sehingga
masayarakat bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan.
3. Pemerintah tidak perlu bekerja secara optimal dikarenakan ada peran masyarakat
lebih banyak.
4. Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan
digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program.
5. Sistem bottom up boleh dikatakan sebagai taktik untuk mengetahui permasalahan
lebih dalam mengenai sistem perencanaan.
Kelemahan dari sistem ini adalah
1. Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
2. Hasil dari suatu program tersebut belum tentu baik karena adanya perbadaan tingkat
pendidikan dan bisa dikatakan cukup rendah bila dibanding para pegawai
pemerintahan.
3. Hubungan masyarakat dengan pemerintah tidak akan berjalan lebih baik karena
adanya salah paham atau munculnya ide-ide yang berbeda dan akan menyebabkan
kerancuan bahkan salah paham antara masyarakat dengan pemerintah dikarenakan
kurang jelasnya masing-masing tugas dari pemerintah dan juga masyarakat.
4. Program ini lebih memakan waktu yang lama dikarenakan harus adanya sinkronisasi
dari lower level employee kepada atasannya.
5. Biaya yang diperlukan lebih besar untuk menjalankan program ini.

c. Partisipatif Budgeting : Melalui sistem ini, bawahan/pelaksana anggaran dilibatkan dalam


penyusunan anggaran yang menyangkut subbagiannya sehingga tercapai kesepakatan
antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran mengenai
anggaran tersebut (Omposunggu dan Bawono,2007). Anggaran partisipatif (participative
budgeting) merupakan pendekatan penyusunan anggaran yang berfokus pada upaya untuk
meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep
penganggaran ini sudah berkembang pesat dalam sektor bisnis, jauh meninggalkan
pendekatan yang sama dalam sektor publik. Dalam sektor publik, anggaran partisipatif
belum mempunyai sistem yang mapan sehingga penerapannya pun belum optimal.

3. Model – model Penganggaran

Activity Based Budgeting

Activity based budgeting adalah penyusunan anggaran biaya per aktivitas untuk
memungkinkan manajer memprediksi biaya aktivitas yang akan terjadi dalam periode
anggaran. Activity-based budgeting memungkinkan manajer merencanakan dan memantau
improvement terhadap aktivitas secara lebih seksama.

Activity based budgeting (ABB) ini erat kaitannya dengan activity based costing
(ABC). Activity based costing merupakan sistem informasi yang digunakan untuk mengukur
implementasi activity based budget akan mengkomunikasikan hasil pengukuran tersebut
kepada personel yang bertanggung jawab

Functional Based Budgeting

Functional based budgeting atau disebut juga traditional budgeting system adalah
suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya
lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.

Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban


pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan
anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan pada
obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap
departemen/lembaga.

Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kuitansi pengeluaran saja, tanpa


diperiksa dan diteliti apakah dana telah digunakan secara efektif/efisien atau tidak. Mula-mula
pemerintah memberi jatah dana untuk tiap-tiap departemen lembaga kemudian setiap
departemen/lembaga mengambil jatah dana tersebut dan menggunakannya untuk
melaksanakan kegiatan sampai habis. Setelah dana tersebut habis dipakai, setiap
departemen/lembaga melaporkan bahwa dana tersebut sudah dipakai. Sehingga tolok ukur
keberhasilan anggaran tersebut adalah pada hasil kerja, maksudnya jika anggaran tersebut
seimbang (balance) maka anggaran tersebut dapat dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran
tersebut defisit atau surplus, berarti anggaran tersebut gagal.

Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja)

Performance based budgeting atau anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan


penyusunan anggaran berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan
yang terstruktur dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar pemikirannya adalah
penganggaran harus dapat digunakan sebagai alat menajemen sehingga penyusunan anggaran
harus dapat memberikan hasil yang berguna bagi pengambilan keputusan manajerial
(legislatif/eksekutif). Oleh karena itu, anggaran harus dianggap sebagai program kerja.

Anggaran berbasis kinerja memusatkan perhatian pada pengukuran efisiensi hasil


kerja dengan tujuan memaksimumkan output yang dapat dihasilkan dari input tertentu.

4. Sistem Penganggaran
Seiring dengan berkembangnya dinamika pemerintahan, maka dengan sendirinya
berpengaruh pada perkembangan anggaran itu sendiri. Anggaran sebagai suatu system
keuangan turut juga mengalami perkembangan. Sistem anggaran di Indonesia pada awalnya
mengikuti sistem anggaran tradisional (traditional budgeting system) yang berakhir secara
bertahap sampai tahun anggaran 1970/1971 untuk anggaran pembangunan, sedangkan
anggaran rutin disusun secara tradisional berakhir pada tahun 1973/1974. Sistem anggaran
tradisional lebih menekankan pada aspek pelaksanaan dan pengawasan anggaran. Dalam
pelaksanaan yang dipentingkan adalah besarnya hak tiap departemen/lembaga sesuai dengan
obyek dan sudah dibenarkan apabila sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku.
Sedangkan dalam pengawasannya yang diutamakan adalah keabsahan bukti transaksi dan
kewajaran laporan keuangan. Hal-hal yang menjadi perhatian dalam sistem tradisional
meliputi:
1. Pengurusan anggaran, yaitu pembuatan perkiraan penerimaan dan pengeluaran;
2. Pengesahan oleh lembaga yang berwenang;
3. Pembelanjaan;
4. Pencatatan realisasi penerimaan dan pengeluaran oleh bendaharawan; dan,
5. Pertanggungjawaban kas berupa pertanggungjawaban realisasi pengeluaran
(Djamaludin, 1977).

Kemudian dalam perkembangan dikenal sistem anggaran kinerja (PBS) yang untuk
pertama kali pada tahun anggaran 1970/1971 untuk anggaran pembangunan. Anggaran
ditetapkan berdasarkan program-program pembangunan yang menjadi tujuan pembangunan
yang akan dicapai. Perwujudannya sendiri berbentuk proyek-proyek pembangunan. Secara
administratif proyek-proyek ini dituangkan dalam bentuk DIP. Dalam DIP disebutkan
penanggungjawab proyek, nama proyek, letak, waktu dimulai dan perkiraan tanggal selesai.
DIP berisi rencana fisik dan perkiraan baiya yang harus mendapat persetujuan Menteri
Keuangan dan Bappenas. Pengawasan dalam sistem PBS, ditekankan pada rencana fisik
untuk mencapai sasaran tujuan yang ditetapkan sebelumnya, sedangkan biaya disesuaikan
dengan kebutuhan. Tetapi dalam prakteknya biaya ini dibatasi oleh kredit anggaran (ibid.).
Sedangkan PBS bagi anggaran rutin baru dimulai pada tahun anggaran 1973/1974. Dalam
anggaran rutin digunakan daftar isian kegiatan (DIK) sebagai dasar otorisasi bagi
departemen/lembaga dalam melaksanakan anggaran belanja rutin. DIK selanjutnya harus
mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. Di dalam DIK disebutkan penanggungjawab
anggaran (bagian anggaran departemen/lembaga), kegiatan, kantor pelaksana, satuan hasil
kegiatan , dan satuan volume kegiatan. Dengan diterapkan DIP dan DIK maka sejak tahun
anggaran 1973/1974 maka Indonesia menganut sistem anggaran PBS. Sistem ini lebih
menekan pada aspek manajemen yaitu memperhatikan segi ekonomi, keuangan serta
pelaksanaan anggaran maupun hasil fisik yang dicapai. Dalam sistim ini juga diperhatikan
fungsi dari masingmasing departemen/lembaga serta pengelompokan kegiatannya (satuan
prestasi kerja).

Adapun klasifikasi anggaran adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi fungsional, yaitu perincian anggaran terhadap belanja rutin dan


anggaran belanja pembangunan yang dikelompokan menurut sektor dan diperinci
lagi dalam sub sektor;
2. Klasifikasi organik, yaitu bentuk perincian menurut departemen/lembaga;
3. Klasifikasi obyek yaitu perincian menurut jenis pengeluarannya seperti belanja
pegawai, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan, belanja barang, subsidi,
dll; dan,
4. Klasifikasi ekonomis yaitu pembagian dan susunan anggaran dalam rutin dan
pembangunan. Rutin berarti menunjukan dana untuk konsumsi dan pembangunan
untuk investasi.

Kemudian untuk memperbaiki proses penganggaran telah dilakukan


perubahanperubahan melalui UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Penuangan
rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang
ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan
dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan
dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang
terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana
dilaksanakan di kebanyakan negara maju. Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik,
jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Reformasi juga dilakukan dengan menerapkan anggaran berbasis prestasi
kinerja. Langkah untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik,
perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang
digunakan secara internasional. Karena itu belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi
dan jenis belanja (Pasal 11 Ayat 5). Sedangkan format dan struktur APBN yang dianut adalah
I-Account, terdiri atas pendapatan negara dan hibah, belanja Negara, dan pembiayaan.
Perubahan-perubahan penting dalam sistem penganggaran melalui UU No.17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara adalah: pertama, penerapan Pendekatan Penganggaran dengan
Perspektif Jangka Menengah; kedua, penerapan Penganggaran Secara Terpadu; dan, ketiga
menerapkan Penganggaran Berdasarkan Kinerja. Pendekatan dengan perspektif jangka
menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses
perencanaan dan penganggaran, mengembangkan displin fiskal, mengarahkan alokasi sumber
daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan efisien. Melakukan proyeksi
jangka menengah berarti dapat dikurangi ketidakpastian di masa yang akan datang dalam
penyediaan dana untuk membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru dalam
penganggaran tetap dimungkinkan, tetapi pada saat yang sama harus dihitung implikasi
kebijan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal (medium term fiscal sustainability).
Cara ini juga memberikan peluang kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Kementerian
Keuangan untuk melakukan anallisis apakah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan
yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-
kebijakan baru dapat diakomodasikan.

Pemusatan perhatian pada kebijakan-kebijakan yang dapat dibiayai, diharapkan dapat


dicapai disiplin fiskal, yang merupakan kunci bagi tingkat kepastian ketersediaan sumber
daya untuk membiayai kebijakan-kebijakan prioritas. Sebagai konsekuensi dari menempuh
proses penganggaran dengan perspektif jangka menengah secara disiplin, manajemen
mendapatkan imbalan dalam bentuk keleluasaan pada tahap implementasi dalam kerangka
kerja yang dijaga ketat.

Penganggaran secara terpadu atau unified budget, adalah penerapan anggaran yang
tidak ada lagi pemisahan antara anggaran rutin dan pembangunan. Penerapan penganggaran
secara terpadu maka memuat semua kegiatan instansi pemerintahan dalam APBN yang
disusun secara terpadu. Penerapan sisem ini merupakan tahapan yang diperlukan sebagai
bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan,
memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kerja, memberikan
gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi
dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah. Sebelumnya anggaran belanja pemerintah
dikelompokan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan atau dual
budgeting yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi,
penumpukan, dan penyimpangan anggaran, namun dalam pelaksanaannya menunjukkan
kelemahan, yaitu:

1. Duplikasi belanja, karena kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional


organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dalam hal gaji/upah proyek
yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan format ini
kaka akan terlihat pos tumpang antara belanja pegawai yang diklasifikasikan sebagai rutin
dan pembangunan. Dengan penyatuan maka efisiensi dapat tercapai. Begitu juga belanja
barang dan jasa dan pemeliharaan aset merupakan kegiatan opersional pemerintahan
seeriing diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Begitu juga selama ini
belanja non fisik seperti belanja pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung
dengan investasi untuk pembangunan diklasifikasikan sebagai belanja modal
(pembangunan). Kemudian Selama in ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur
subsidinya maka belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial;
2. Mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata anggaran keluaran atau
MAK. Karena untuk satu jenis belanja ada MAK rutin dan MAK pembangunan;
3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak
dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak
dibatasi pada pengeluaran investasi; dan,
4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja,
yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek
sudah selesai atau diberhentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban
terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini menimbulkan
keetidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan juga menimbulkan
ketidakjelasan dalam keterkaitan antara output yang dicapai dengan penganggaran
organisasi.

Memadukan (unifying) anggaran sangat penting untuk memastikan bahwa investasi


dan biaya operasional yang berulang (recurrent) dipertimbangkan secara simultan pada saat-
saat kunci pengambilan keputusan dalam sikllus penganggaran. Pada penerapan anggaran
berbasis kinerja akan memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari
pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung perbaikan efisiensi
dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan
keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka pendek. Anggaran berbasis prestasi
kinerja yang memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari
duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/lembaga, maka
dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, yaitu dengan
memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran tersebut
dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran
akuntabilitas kinerja. Adanya penyusunan RKA-KL merupakan tiindak lanjut dari RKP yang
telah ditetapkan dalam rangka penyusunan Rancangan APBN. RKA yang disusun
berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan
Kementerian Negara/Lembaga harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan RKP. Selain itu, penyusunan anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan harus didasarkan atas harga per unit satuan atas keluaran atau
kegiatan guna mencapai efisiensi.

C. KENDALA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Terdapat kendala perencanaan dan penganggaran secara umum dan spesifik. Kendala umum,
yaitu:

1. Lemahnya koordinasi dalam pengelolaan data dan informasi sehingga tidak tepat
sasaran.
2. Lemahnya keterkaitan proses perencanaan, proses penganggaran dan proses politik
dalam menerjemahkan dokumen perencanaan menjadi dokumen anggaran.
3. Kurangnya keterlibatan masyarakat warga (civil society).
4. Lemahnya sistem pemantauan, evaluasi dan pengendalian (safeguarding).
5. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6. Ketergantungan pada sumberdana dari donor dan lembaga internasional.
D. CONTOH STUDI KASUS DI INDONESIA

Perencanaan pembangunan dan penganggaran merupakan dua hal yang saling


terkait dan harus seimbang. Sebagai alat manajemen, maka perencanaan harus mampu
menjadi panduan strategis dalam mewujudkan tujuan yang akan di capai.

Salah satu bentuk partisipasi dalam perencanaan penganggaran adalah menghadiri


Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau dikenal dengan istilah Musrenbang.
Musrenbang dalam penyusunan APBD dilaksanakan melalui mekanisme dan tahapan
secara berjenjang yang diawali dari tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, dan
tingkat kabupaten. Musrenbang diharapkan menjadi wadah dalam menetapkan prioritas
pembangunan sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat tercapai melalui
pembangunan (Sopanah, 2012).

Istilah Musrenbang tidak asing lagi bagi masyarakat, Lembaga Swadaya


Masyarakat (LSM), akademisi bahkan para pejabat publik baik eksekutif maupun
legislatif. Musrenbang adalah forum bagi masyarakat dalam rangka ikut berpartisipasi
dengan pola bottom up.

Pelaksanaan Musrenbang di Pemerintah Kabupaten Boyolali secara normatif


dapat dikatakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU No 25 Tahun 2004 dan
Peraturan Daerah No 03 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Pembangunan Partisipatif
Daerah di Kabupaten Boyolali. Setelah adanya PERDA Nomor 3 Tahun 2012 Tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Partisipatif Daerah, musrenbang Desa di Wilayah
Kabupaten Boyolali sekarang lebih partisipatif dengan di tandai banyaknya masyarakat
yang hadir dalam Musrenbang Desa. Musrenbang Desa, Kecamatan, Forum SKPD dan
Musrenbang Kabupaten secara rembug dan diskusi dilakukan (rembug anggaran).
Sedangkan jika dikaitkan dengan makna dan hakikat partisipasi sesungguhnya
mekanisme partisipasi yang ada masih sebatas formalitas dan partisipasi masyarakat
masih dianggap “gabug utawi saesaen”. Tidak jauh berbeda dengan mekanisme yang
terjadi di wilayah lain, di Kabupaten Boyolali juga demikian. Perbedaan yang muncul di
masyarakat Boyolali adalah, mereka melakukan mekanisme partisipasi Forabi (Forum
Rakyat Boyolali). Forabi merupakan sebuah forum yang terbuka bagi seluruh elemen
masyarakat untuk bisa berembug dan berdiskusi mencari jalan keluar untuk permasalahan
di Boyolali. Pelaksanaan musrenbangcam menunjukkan fakta bahwa penyelenggaraan
musrenbang kecamatan terkesan hanya sekedar “formalitas” untuk memenuhi mekanisme
perencanaan pembangunan. Dalam proses pelaksanaannya partisipasi masih di dominasi
kalangan elit tertentu. Tidak adanya perwakilan masyarakat dalam forum SKPD
menyebabkan tidak adanya pengawalan usulan masyarakat yang telah diusulkan dalam
Musrenbangdes dan Musrenbangcam. Di tingkat puncak musrenbang atau
musrenbangkab, dalam penyusunan APBD ini hanyalah formalitas saja dan banyak
kelemahan dalam implementasinya terkait siapa saja yang terlibat dalam musrenbang
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai