Anda di halaman 1dari 8

I.

HASIL EVALUASI

Kegiatan evaluasi Hasil dan Gambar


Penampilan Organoleptik Warna : Bening
Bau : Tidak berbau
Bentuk : Larutan
pH sediaan

3,5
Kejernihan sediaan Sedian injeksi Jernih
Keseragaman Volume

Di dalam 7 ampul terdapat sediaan injeksi


1,5ml (1 bocor)
Uji kebocoran

Sediaan injeksi pada saat test uji kebocoran ,di


celupkan kedalam metilem blue
Hasil uji kebocoran setelah di masukan ke
dalam metilen blue tidak terdapat kebocoran
pada kemasan

Kemasan Terlampir
Etiket Terlampir
Brosur Terlampir

II. PEMBAHASAN
1) Proses Pembuatan
Praktikum kali ini yaitu pembuatan injeksi Aneurin HCl (vitamin B1) bentuk sediaan
dalam ampul. Pembuatan sediaan injeksi aneurin HCl dibuat dengan menggunakan
pelarut air. Aneurin HCl merupakan vitamin yang larut dalam air, sehingga pembuatanya
juga lebih stabil dengan pelarut air. Pembawa air yang digunakan adalah a.p.i (aqua pro
injeksi).
Pada formulasinya ditambahakan zat tambahan Natrium Cloridum (NaCl), karena jika
tidak ditambahkan NaCl larutan injeksi dalam formula ini bersifat hipotonis sehingga
tidak memenuhi syarat. Jika larutan injeksi dalam keadaan hipotonis disuntikan ke tubuh
manusia akan berbahaya karena menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Suatu sediaan
injeksi dengan volume kecil harus bersifat isotonis yaitu tekanan yang dihasilkan injeksi
tersebut sama dengan tekanan dalam cairan tubuh. Tekanan dalam cairan tubuh
setimbang dengan 0,9 % NaCl, sehingga perlu penambahan NaCl.
Dalam pembuatannya, prosedur pertama yang dilakukan yaitu melarutkan aneurin
HCl dengan sebagian a.p.i dan melarutkan juga NaCl dalam a.p.i. Kemudian keduanya
dicampurkan sampai homogen. Campuran larutan tersebut di cek pH menggunakan pH
indicator menghasikan pH 6. Untuk mendapakan pH yang sesuai dengan stabilitasnya
yaitu rentang 2,5-4,5 (Inj. Drugs : 1135), maka di lakukan penambahan HCL sebanyak
beberapa tetes. Selain itu menambahan HCl juga bertujuan untuk mengasamkan larutan.
pH yang didapatkan setelah penambahan HCl 48 tetes adalah 3,5 sehingga campuran
larutan tersebut termasuk kedalam syarat stabilitas dari Aneurin HCl. Selanjutnya a.p.i
ditambahkan ad 50 mL lalu larutan tersebut disaring. Dilakukannya penyaringan
bertujuan untuk menghilangkan partikel yang terdapat dalam larutan, karena dalam
syarat injeksi bentuk larutan harus jernih.
Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam ampul. Dalam
memasukkan larutan kedalam ampul sebanyak 1,5 mL menggunakan jarum suntik.
Untuk pengisian ampul, jarum suntik panjang penting karena lubangnya kecil dan
dimasukkan ke dalam ampul sampai bawah sehingga mencegah larutan menempel pada
dinding ampul. Jarum dikeluarkan secara perlahan dan hati-hati. Apabila ada yang
menempel pada dinding ampul, akan menyebabkan noda hitam pada ampul seperti
terbakar dan ledakan pada saat pengelasan. Proses pengisian larutan kedalam ampul juga
dalam pengerjaannya harus di dalam LAF (Laminar Air Flow) karena memiliki funsi
untuk bekerja secara aseptis yang mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran
udara sehingga menjadi steril dan menggunakan aplikasi sinar UV beberapa jam sebelum
digunakan. Namun hal tersebut tidak dilakukan dalam proses praktikum ini dikarenakan
alat dan waktu yang terbatas.
Setelah dilakukan pengelasan pada ampul, sediaan kemudian di sterilisasi
menggunakan Autoklaf 115-116℃ selama 30 menit. Sterilisasi ini bertujuan untuk
memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Setelah dilakukan sterilisasi, hasil dari pembuatan 8 sediaan kelompok kami hanya 7
yang dikatakan baik. Satu sediaan mengalami kebocoran pada wadah. Hal tersebut dapat
terjadi karena human error yang dilakukan pada saat pengelasan. Maka dari itu proses
pengelasan hendaknya dikakukan dengan hati-hati dan juga teliti.
2) Evaluasi
Setelah sediaan jadi, dilakukan evaluasi sediaan sebagai berikut :
a. Uji Organoleptik
Uji organoleptic dilakukan dengan mengamati warna, bau dan bentuk dari
sediaan. Hasil dari uji ini yaitu warna bening, tidak berbau dan bentunya cairan
dan hasil ini tidak berubah selama penyimpanan.
b. Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum menggunakan pH
meter, periksa elektroda dan jembatan garam lalu dilakukan kalibrasi dan
pembakuan pH meter. Hasil evaluasi ini mendapatkan pH 3,5 dan sesuai dengan
pH stabilitasnya.
c. Uji Kejernihan
Evaluasi ini dilakukan dengan memriksa wadah bersih dari luar dibawah
penerangan cahaya yang baik dan terhalang terhadap refleksi kedalam mata.
Pengujian dilakukan dengan memutar sediaan untuk mengamati benar-benar
bahwa sediaan tersebut jernih. Berdasarkan hasil pengamatan, sediaan yang sudah
dibuat adalah jernih.
d. Uji Keseragaman volume
Uji ini dilakukan dengan meletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar
lalu dilihat keseragaman volume secara visual, hasil dari pengujian ini adalah ke
tujuh sediaan memiliki volume yang sama yaitu 1,5 mL.
e. Uji Kebocoran
Uji kebocoran dilakukan dengan memasukkan sediaan kedalam larutan metilen
blue. Hasil dari pengujian ini menunjukan tidak adanya kebocoran.
3) Aspek Farmakologi
a. Indikasi

Untuk defisiensi Vitamin B1, beri-beri, polyneuritis, penyakit susunan saraf


pusat, penyakit jantung organic, anoreksia, penderita alcohol, penderita anemia
(MIMS hal. 304)

b. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas vitamin B1, shock anafilaksis, ibu menyusui.
c. Dosis
Dosis lazim : 10 mg-100mg (I.M, I.V) (Farmakope Indonesia edisi III : 991)
Dosis maksimum : 89,2 mg/kg (I.V)
Penderita beri-beri : sehari 25 mg-100 mg
Def. Vitamin B1 : 10-20 mg (3 kali sehari sampai 2 minggu)
d. Efek Samping

Berkeringat banyak, lemah, gelisah, sakit perut, ada iritas pada daerah
penuntikan, reaksi hipersensitivitas dan nyeri otot dapat terjadi setelah menyuntikan
obat ini (A to Z Drygs Fact).

e. Interaksi Obat
Bila digunakan bersamaan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfite dan
sodium hidrosulfit dapat menurunkan kestabilan Thiamin HCl di dalam larutan.
Thiamin HCl tidak stabil dalam larutan basa, netral atau dengan bahan oksidasi.

f. Cara Penggunaan dan Penyimpanan


Peggunaan : Intramuskular
Penyimpanan : simpan ditempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya
matahari.
g. ADME
 Absorpsi

Aneurin HCl dapat menstimulir pembentukan eritrosit dan berperan penting


pada regulasi ritme jantung serta berfungsi nya susunan saraf dengan baik, dan
digunakan juga pada neuralgia (nyeri pada urat).

 Distribusi

Aneurin HCl disalurkan ke semua organ dengan konsentrasi terbesar di hati,


ginjal, jantung dan otak. Biasa nya pada penyakit beri-beri yang gejala nya
terutama tampak pada system saraf dan kardiovaskuler, system saraf neuritis,
pada saluran cerna dengan kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal,
sedangkan AKG di Indonesia ialah 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi 1,0mg/hari, untuk
orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil. Farmakokinetik: Pada
pemberian parenteral, absorbs nya cepat dan sempurna. Absorbsi per oral
maksimum 8-15 mg/hari dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40.

 Metabolisme

Makanan setelah dicerna, diserap langsung oleh usus dan masuk kedalam
saluran darah. Penyerapan maksimum terjadi pada konsumsi 2,5 – 5 mg tiamin
per hari. Pada jumlah kecil, diserap melalui proses yang memerlukan energi dan
bantuan natrium, sedangkan dalam jumlah besar, diserap secara difusi pasif.
Kelebihan vitamin aneurin dikeluarkan lewat urine, dengan metabolitnya adalah
2-metil-4-amino-5-pirimidin dan asam 4metil-tiazol-5-asetat.

Tubuh manusia dewasa mampu menyimpan cadangan sekitar 30 -70 mg, dan
sekitar 80%-nya terdapat sebagai TPP (tiaminpirofosfat). Separuh dari aneurine
yang terdapat dalam tubuh terkonsentrasi di otot. Meskipun tidak disimpan di
dalam tubuh, level normal di dalam otot jantung, otak, hati, ginjal dan otot lurik
meningkat dua kali lipat setelah terapi dan segera menurun hingga setengahnya
ketika asupan tiamin berkurang.

 Ekskresi

Aneurin dalam dosis tinggi tidak menyebabkan keracunan, karena


kelebihannya diekskresikan melalui kemih dalam bentuk utuh maupun
metabolitnya.

III. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Aneurin HCl injeksi dengan dosis 25mg/mL dapat digunakan untuk defisiensi
Vitamin B1, beri-beri, polyneuritis, penyakit susunan saraf pusat, penyakit jantung
organic, anoreksia, penderita alcohol, penderita anemia dan diberikan melalui rute
intramuscular.
2. Isotonis sediaan dicapai dengan penambahan NaCl sebanyak 0,2995 % (b/v)
3. Berdasarkan evaluasi, sediaan yang dibuat telah memenuhi syarat yaitu :
- Secara visual, sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat kejernihan.
- Sediaan stabil, baik secara organoleptik (warna, bau dan bentuk tidak berubah
selama penyimpanan) maupun pada pH sediaan.
- Tidak ada penyimpangan volume lebih dari 10 %.
- Pada uji kebocoran, sediaan tidak bocor
IV. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Anonim. 2006. Martindale The Extra Pharmacopoeia 36th edition. London: The
Pharmaceutical Press.
Anonim. 2016. MIMS Indonesia Petunjuk Konsiltasi Edisi 15, 2015/2016. Jakarta : Penerbit
Asli (MIMS Pharmacy Guide).
Wade, Ainley and Weller, Paul J. 1994. Pharmaceutical Excipients. 6th edition. The
Pharmaceuticak Press. London.
V. LAMPIRAN
1) Prosedur
2) Kemasan

3) Etiket
4) Brosur

Anda mungkin juga menyukai