Anda di halaman 1dari 4

Show Cause Meeting (SCM) Jasa Konstruksi

Oleh: Marwendi Putra

Show Cause Meeting (SCM) secara definitif diartikan sebagai rapat


pembuktian keterlambatan pekerjaan pada pekerjaan konstruksi yang bisa
terjadi karena kendala dari segi materi/bahan, kurangnya pekerja
dilapangan dan kondisi alam yang secara umum keterlambatan pekerjaan
tersebut terjadi akibat kelalaian Penyedia. SCM diadakan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang
dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal
penyelesaian pekerjaan yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK 06A-BAB
VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
1. Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0%-70% dari kontrak), realisasi
fisik pelaksanaan terlambat lebih besar dari 10% dari rencana.
2. Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak), realisasi
fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
3. Rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik
pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan
melampaui tahun anggaran berjalan.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan,
maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian SCM. PPK
harus memberikan peringatan tertulis atau dikenakan ketentuan tentang
kontrak kritis kepada kontraktor mengenai keterlambatannya dalam
melaksanakan pekerjaan.
Terkait dengan pengendalian kegiatan kontrak kritis alangkahnya
baiknya disetiap instansi menyusun mekanisme pengendalian jika terjadi
keterlambatan pekerjaan yang disebabkan oleh kelalaian penyedia, apalagi
jika pengambilan kebijakan mesti dilakukan secara berjenjang seperti
instansi vertical. Untuk instansi vertical penanggung jawab anggaran pada
masing-masing unit kerja dilaksanakan oleh Kuasa Penggunaan Anggaran
(KPA).
Merujuk pada Petunjuk Teknis Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan
Infrastruktur Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementrian
Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat tahun 2019, dijelaskan mekanisme
pengendalian kontrak kritis melalui pelaksanaan SCM, yaitu:
1. Monitoring kemajuan pekerjaan
Dalam pengendalian pekerjaan PPK berkewajiban memonitor kemajuan
pekerjaan dengan cara meminta laporan progres pekerjaan kepada
Penyedia yaitu kontraktor dan konsultan pengawas secara berkala. Dari
laporan progres, PPK dapat mengetahui jika terdapat keterlambatan
pada paket pekerjaannya.
Terhadap Laporan Progress Pekerjaan yang disampaikan oleh
kontraktor dan konsultan pengawas, PPK wajib menguji secara berkala
dengan kesesuaian dilapangan untuk mengurangi risiko kelebihan
pembayaran,
2. Evaluasi penyebab keterlambatan
Selanjutnya PPK melakukan evaluasi penyebab timbulnya
keterlambatan yang bertujuan untuk mengetahui penyebab hakiki dan
pihak yang mesti menindaklanjuti. Jika keterlambatan disebabkan oleh
kelalaian penyedia maka dilakukan prosedur SCM.
3. Surat Peringatan I
Pada saat kontrak dinyatakan kritis, PPK menerbitkan surat peringatan
kepada penyedia selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja
sejak diketahuinya kondisi kritis. Adapun peringatan pertama dapat
dilakukan dengan:
a. PPK melaporkan secara tertulis kepada atasannya terkait dengan
keterlambatan pekerjaan dalam hal ini adalah Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) melalui surat laporan keterlambatan pelaksanaan
PPK, dengan menggunakan format “Surat Laporan Keterlambatan
Pelaksanaan”.
b. Mengundang Rapat Pembuktian/SCM Tingkat I
1) PPK selaku fasilitator penyelenggara Rapat Pembuktian
mengundang sekurang-kurangnya Tim Teknis (Tim Uji Coba),
Penyedia Pekerjaan Konstruksi (Direktur dan Tim Kontraktor),
Penyedia Jasa Konsultansi, serta KaSatker.
2) Surat Undangan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) hari
kalender sejak surat peringatan pertama dari PPK kepada
Penyedia Pekerjaan Konstruksi.
3) Surat undangan rapat pembuktian I dibuat dengan
menggunakan format “Undangan Rapat Pembuktian (SCM)
Tingkat I”.
c. Menyelenggarakan SCM I dimana PPK, direksi teknis dan penyedia
membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus
dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba
pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tingkat I:
1) Diselenggarakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender
sejak surat peringatan pertama dari PPK.
2) Membahas program percepatan yang disusun oleh Penyedia
untuk melakukan Uji Coba Tingkat I.
3) Periode Uji Coba Tingkat I yang disepakati, paling lama adalah
30 (tiga puluh) hari kalender.
4) Berita Acara dibuat dengan menggunakan Format Berita Acara
Rapat Pembuktian (SCM) Tingkat I, yang diketahui oleh
KaSatker.
4. Monitoring Pencapaian Target Uji Coba Tingkat I
PPK melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Uji Coba Tingkat I
dengan menggunakan format yang terdapat dalam Format “Monitoring
Pencapaian Target Uji Coba Tingkat I”. Pada setiap uji coba yang gagal,
PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas
keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
5. Surat Peringatan Kedua
a. Surat Peringatan Kedua diberikan oleh PPK kepada Penyedia
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kalender setelah masa uji coba
berakhir, dan melaporkan hasil tersebut kepada KaSatker, apabila
Penyedia gagal melaksanakan Uji Coba Tingkat I.
b. Surat Peringatan Kedua dibuat dengan menggunakan Format
‘Surat Peringatan Kedua’ dan ditembuskan kepada KaSatker.
6. Usulan Rapat Pembuktian Tingkat II
PPK mengusulkan kepada KaSatker untuk mengadakan Rapat
Pembuktian Tingkat II. Surat usulan dibuat dengan menggunakan
Format ‘Surat Usulan Rapat Pembuktian Tingkat II’.
7. Mengundang rapat Pembuktian/SCM Tingkat II
KaSatker sebagai fasilitator penyelenggara Rapat Pembuktian/SCM
Tingkat II:
a) Mengundang sekurang-kurangnya PPK, Tim Teknis (Tim Uji Coba),
Penyedia Pekerjaan Konstruksi (Direktur dan unsur Penyedia) dan
Penyedia Jasa Konsultansi.
b) Surat undangan disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) hari
kalender sejak diterimanya surat peringatan kedua dari PPK kepada
unit kerja.
c) Surat undangan dibuat dengan menggunakan Format ‘Undangan
Rapat Pembuktian (SCM) Tingkat II’.
8. Rapat Pembuktian/SCM Tingkat II
a) Diselenggarakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak
diterimanya laporan dari PPK.
b) Membahas program percepatan yang disusun oleh Penyedia untuk
melakukan Uji Coba Tingkat II.
c) Periode Uji Coba Tingkat II yang disepakati paling lama adalah 30
(tiga puluh) hari kalender.
d) Berita Acara dibuat dengan menggunakan Format ‘Berita Acara
Rapat Pembuktian (SCM) Tingkat II’.
9. Monitoring Pencapaian Target Uji Coba Tingkat II
PPK melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan uji coba tingkat II
dengan menggunakan format-format yang terdapat dalam Format
Monitoring Pencapaian target Uji Coba Tingkat II.
10. Surat Peringatan Ketiga
a) PPK segera memberikan Surat Peringatan Ketiga kepada Penyedia
dan melaporkan hasil tersebut kepada KaSatker selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari kalender setelah masa uji coba berakhir,
apabila Penyedia gagal melaksanakan Uji Coba Tingkat II.
b) Surat Peringatan Kedua dibuat dengan menggunakan Format
‘Surat Peringatan Ketiga’ dan ditembuskan kepada KaSatker,
Kepala Balai, Unit Kerja Kompetensi terkait dan Direktorat
Pembinaan Program.
c) Melaporkan dan mengusulkan kepada Balai terkait selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari kalender setelah menerima laporan dari PPK,
KaSatker melaporkan dan mengusulkan kepada Kepala Balai untuk
mengadakan Rapat Pembuktian Tingkat III dan ditembuskan
kepada Unit Kerja terkait dan Direktorat Pembina Program. Surat
usulan dibuat dengan menggunakan Format Surat Usulan rapat
Pembuktian Tingkat III.
11. Mengundang Rapat Pembuktian/SCM Tingkat III
a) Kepala Balai sebagai fasilitator penyelenggara Rapat
Pembuktian/SCM Tingkat III, mengundang sekurang-kurangnya
KaSatker, PPK, Tim Teknis (Tim Uji Coba), Penyedia Pekerjaan
Konstruksi (Direktur dan unsur Penyedia), Penyedia Jasa
Konsultansi, serta mengundang Usur dari Unit Kerja Kompetensi
terkait dan Direktorat Pembina Program.
b) Surat undangan disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari
kelender sejak diterimanya laporan dan usulan dari KaSaker.
c) Surat Undangan rapat Pembuktian (SCM) Tingkat III dibuat dengan
menggunakan Format ‘Undangan Rapat Pembuktian (SCM) Tingkat
III’.
12. Rapat Pembuktian/SCM Tingkat III
a) Diselenggarakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak
diterimanya usulan dari KaSatker.
b) Membahas program percepatan yang disusun oleh Penyedia untuk
melakukan Uji Coba Tingkat III.
c) Periode Uji Coba Tingkat III yang disepakati paling lama adalah 30
(tiga Puluh) hari kalender.
d) Berita Acara dibuat dengan mengggunakan Format ‘Berita Acara
Rapat Pembuktian (SCM) Tingkat III’, dan diketahui oleh unsur dari
Kepala Balai, Unit Kerja terkait dan Direktorat Pembina Program.
13. Monitoring Pencapaian target Uji Coba Tingkat III
a) PPK melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan uji coba tingkat
III dengan menggunakan format yang terdapat dalam Format
‘Monitoring Pencapaian Target Uji Coba Tingkat III’.
b) PPK melalui KaSatker melaporkan Kegagalan Uji Coba Tingkat III
kepada Kepala Balai PPW dan selanjutnya Kepala Balai PPW
melaporkan Kegagalan Uji Coba Tingkat III kepada Dirjen Cipta
Karya yang ditembuskan kepada Unit Kerja Kompetensi dan Unit
Kerja Pembinaan Program.
14. Berdasarkan pelaporan dari Kepala Balai PPW, maka Dirjen Cipta Karya
akan menugaskan Unit Kerja Kompetensi untuk melakukan verifikasi
administrasi dan lapangan. Verifikasi tersebut menghasilkan
rekomendasi teknis yang akan diperguakan menjadi pertimbangan
dalam penyelesaian kontrak kritis (pemutusan kontrak atau diberikan
kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan).
Waktu yang dibutuhkan oleh Unit Kerja Kompetensi untuk melakukan
verifikasi administrasi dan lapangan paling lambat 5 (lima) hari kerja
atau disesuaikan dengan kompleksitas pekerjaan dan disepakati oleh
Unit Kerja Kompetensi bersama Balai PPW.
Rekomendasi teknis dari Unit Kerja Kompetensi hasil verifikasi
admiistrasi dan lapangan tersebut dilaporkan kepada Dirjen Cipta
Karya dan ditembuskan kepada Unit Kerja Pembina Program dengan
melampirkan konsep surat Dirjen Cipta Karya kepada Kepala Balai PPW
perihal arahan penyelesaian Kontrak Kritis.
Agar pedoman pengendalian kontrak kritis sesuai dengan yang ada
di Petunjuk Teknis Pengendalian Pelaksanaan Kegiatan Infrastruktur
Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum
Perumahan Rakyat dapat diimplementasikan di kegiatan konstruksi
ditempat kita, perlu disusun mekanisme atau pedoman dimasing-masing
instansi dengan mempertimbangkan kewenangan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai