Anda di halaman 1dari 8

GRAND STRATEGI POLRI 2005 – 2025

BAB I
PENGANTAR
 
1.                   Bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
 
2.                   Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat
madani yan adil makmur dan eradap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Imdonesia tahun 1945.
 
3.                   Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian
yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang selaku alat Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
 
4.                   Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian agar
kegiatan pembangunan nasional berjalan efektif, efisien dan bersasaran maka diperlukan perencanaan
pembangunan Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Grand Strategi Polri tahun 2005 – 2025.
 
5.                   Grand Srategi dalam rangka memantapkan kemandirian Polri sebagaimana dirumuskan dalam
buku biru Polri tentang reformasi Polri, maka melalui rancangan paradigma baru Polri, Polri telah
mencanangkan reformasi secara gradual yang meliputi reformasi instrumental, structural dan cultural.
 
6.                   Periode 2005 – 2025 adalah masa waktu yang panjang dan penuh perubahan, akibat Grand Srategi
service untuk Polri sewajarnya juga harus merupakan rangkaian strategi yang merespon terhadap
kebutuhan public yang berevolusi.
 
7.                   Tiga tahapan dalam kebutuhan public terhadap pelayanan Polri adalah sebagai berikut :
 
a.             Periode 2005 – 2010 Terhadap Trust Building.
                        Masyarakat cenderung lebih mendambakan rasa aman dan rasa keadilan dari
pemerintah, peningkatan service quality focus pada kebutuhan tersebut.
 
b.                   Periode 2010 – 2015 Tahap Partnership
Tingkat kepuasan terhadap rasa aman dan keadilan diharapkan semakin baik,
tuntutan masyarakat akan melebar pada manajemen rasa aman dan adil yang akuntabel,
transparan, open dan patuh rule of law.
 
c.                    Periode 2016 – 2025 Tahap Strive for Excellence
Tahap ini kebutuhan masyarakan akan lebih mengharapkan multi dimensional
service quality yang efektif dan efisien ditengah globalisasi kejahatan yang makin canggih.
 
 
 
 
 
BAB II
KONDISI UMUM
 
1.                   Masih banyak factor penyebab masyarakat tidak percaya terhadap polisi  baik individu (oknum),
sekelompok (semua polisi), kelembagaan (pemanpilannya) maupun pengelaran institusinya (tidak
dapat memberikan rasa aman).
 
2.                   Gambar krisis kepercayaan terhadap Polri, antara lain :
 
a.                   Saat ini banyak masyarakat yang tidak takut melanggar peraturan.
b.                   Masyarakat mengembangkan slogan-slogan yang melecehkan Polisi.
c.                    Masyarakat menganggap kewibawaan Polri hanya pada senjata dan wewenang
formalnya.
d.                   Masyarakat yang banyak uang menganggap Polisi tidak ada wibawa sama sekali dan
dapat dikendalikan.
e.                    Diera kebebasan pers penyelewengan Polri semakin terbuka dan citra Polri semakin
terpuruk.
 
3.                   Pada hakekatnya organisasi Polri adalah sebagai organisasi jasa/pelayanan dan sekaligus sebagai
organisasi kekuasaan (power) oleh karenanya dalam pelaksanaan tugasnya harus memenuhi standar
hukum, professional dan proporsional meskipun terdapat keterbatasan sumber daya (infrastruktur,
personel, matfasjas, anggaran).
 
4.                   Kebijakan reformasi organisasi Polri yang disebut POSTUR KEKUATAN POLRI, yaitu :
 
a.                   Memperkecil Kewenangan Mabes Polri (Desentralisasi)
b.                   Mabes Polri sebagai fasilitator atau pemberdaya Polda, Polres, Polsek agar terjamin
kinerjanya sesuai yang diharapkan, dalam bentuk :
1)             Pelaksaaan pusat; berseragam dan tidak berseragam.
2)                   Dukungan auxiliary dalam bidang administrasi (kepegawaian, keuangan).
 
c.                    Polda sebagai satuan induk penuh.
d.                   Polres sebagai Komando Operasional Dasar (KOD)
e.                    Polsek sebagai ujung tombak, mengemban pelayanan dan wewenang diskresi penuh.
 
5.                   sasaran reformasi organisasi, yaitu perlunya memberi pelayanan yang terbaik pada masyarakat
dengan memperbesar unit garis terdepan dan memperkecil unit pusat yaitu Mabes Polri (mengandung
desentralisasi sesuai dengan tuntutan otonomi daerah).
 
6.                   Dalam rangka Grand Strategi Polri 2005 – 2025, sasaran pembangunan diarahkan sesuai tahap
sebagai berikut :
 
a.                   Tahap I Trust Building (2005 – 2010)
Membangun kepercayaan internal Polri dalam grand strategi merupakan factor
penting karena merupakan awal dari perubahan menuju pemantapan kepercayaan trust
building internal meliputi : kepemimpinan, sumber dana, sdm, orang yang efektif, pilot project
yang konsisten di bidang Hi-Tech, kemampuan hukum yang sarpas mendukung Visi Misi
Polri.
                   
b.                   Tahap II Partnership Building (2011 – 2015)
                Membangun kerja sama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi
kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman
untuk menciptakan rasa aman.
 
 
c.                    Tahap III Service for Exellence (2016 – 2025)
                                Membangun kemampuan pelayanan public yang unggul, mewujudkan good
government, best practice polri, profesionalisme SDM. Implementasi teknologi, infrastruktur
matfasjas guna membangun kapasitas polri (capacity building) yang kredibel di mata
masyarakat nasional, regional dan international.
 
BAB III
POTENSI PEMBANGUNAN DAN FAKTOR STRATEGI
 
1.             Penegakan Keadilan Masyrakat
 
a.                         penegakan keadilan masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan restorative
community justice adalah suatu upaya pencegahan kejahatan (bukan  mengutamakan
penanggulangan untuk menegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat). Pencapaian
tujuan utama lembaga polisi tersebut terbukti tidak cukup dengan mengandalkan sistem
peradilan criminal (criminal justice system) yang mudah memancing polisi memakai sistem
pendekatan represif. Di samping itu, kita menyaksikan kejahatan makin meningkat dalam
berbagai bentuk. Diberbagai belahan dunia telah mulai dikembangkan sitem operasi
kepolisian dengan penerapan “Penegakan Keadilan Masyarakat” yang menekankan aspek
keadilan sebagai motivasi memecahkan masalah kejahatan, pencapaian keamanan dan
ketertiban masyarakat, sekaligus menunjang kehidupan demokrasi.
 
b.                         Pendekatan penegakan keadilan ini secara integral mempunyai empat tujuan utama
yaitu :
1)                   Menciptakan sistem untuk pencegahan dan penurunan tindak criminal.
2)                   Peneneman nilai dan norma keadilan dan cinta hukum di masyarakat.
3)                   Pencegahan penyebaran tindak kejahatan.
4)                   Partisipasi masyarakat secara luas dalam memelihara ketertiban dan rasa aman.
 
c.                          Keempat tujuan tersebut sebagai suatu proses yang berkesinambungan.
 
d.                         Partisipasi masyarakat merupakan srtategi utama dalam menjaga ketertiban dan
keamanan lingkungannya dengan mengupayakan pembangunan sistem atau jaringan
kebersamaan antara petugas polisi dengan masyarakat.
 
e.                          Implementasi atau proses penegakan keadilan masyarakat dimana polisi berperan aktif
untuk mewujudkan dan menjalankan secara lebih efektif maka perlu secara bersama
memberdayakan 9 dimensi :
 
1)                   Dimensi pertama mencegah masyarakat maion hakim sendiri.
2)                   Dimensi kedua perlakuan manusiawi terhadap pelaku tindak criminal.
3)                   Dimensi ketiga perhatian edukatif terhadap pelaku kriminal berusia muda.
4)                   Dimensi keempat adalah memperhatikan secara seimbang pelaku kriminal,
korban dan keluarganya.
5)                   Dimensi kelima adalah memperlakukan pelaku criminal dengan korban dengan
penyelesaian keadilan.
6)                   Dimensi keenam adalah mengurangi penyamarataan hukum (gaya militerristik
menghadapi musuh).
7)                   Dimensi ketujuh adalah membangun control social terhadap proses keadilan.
8)                   Dimensi kedelapan adalah membangun kebersamaan sebagai unsur masyarakat.
9)                   Dimensi kesembilan adalah mencari alternative solusi untuk mencegah tindak
kejahatan.
 
2.             Pemolisian Masyarakat
 
a.                         Kejahatan dan ketidaktertiban berbagai bentuknya telah meningkat di Indonesia
terutama sejak krisis ekonomi dan munculnya gerakan reformasi. Kejahatan dapat
digolongkan pada 2 kelompok besar :
1)                   Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan lingkungan pemukiman atau
perkampungan atau terkait dengan lokasi tertentu.
 
2)                   Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan pemukiman antara lain
demonstrasi yang bermuara pada kekerasan, terorisme, perdagangan manusia lintas
Negara.
 
b.                         Booklet peringatan Hari Bhayangkara ke 58 pada tanggal 1 juli 2004 memberi hight 4
macam kejahatan yang marak di Indonesia :
1)                   Kejahatan transnasional antara lain : terorisme, perdagangan narkotika,
penyelundupan senjata, pembajakan laut, perdagangan manusia, kejahatan ekonomi
internasional.
 
2)                   Kejahatan konvensional.
 
3)                   Kejahatan terhadap kekayaan Negara antara lain korupsi keuangan Negara,
illegal logging dan lain-lain.
 
4)                   Kejahatan yang berimplikasi kontijensi antara lain : konflik SARA, unjuk rasa
anrkis, GAM, OPM, RMS.
 
c.                          Kejahatan konvensional dan kejahatan kontijensi sangat terkait dengan lokasi
pemukiman sedangkan kejahatan transnasional dan kejahatan terhadap kekayaan Negara tidak
terkait dengan lingkungan. Masing-masing kejahatan memerlukan penangana yang berbeda :
1)                   Kejahatan yang tak terkait dengan pemukiman (kejahatan transnasional dan
terhadap kekayaan negara), menyangkut kejahatan terhadap negara pemerintah dan
kepentingan public yang merupakan gejolak makro yang secara tak langsung
menimbulkan kekuatiran atau keresahan masyarakat pemukiman.
 
2)                   Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan lokasi langsung
mempengaruhi rasa takut dan ketidak amanan anggota masyarakat.
 
3)                   Oleh sebab itu, kinerja polisi terhadap penanggulangan kejahatan dan
ketidaktertiban di daerah pemukiman merupakan factor srtategia bagi pembangun
citra Polri yang pasitif.
 
4)                   Salah satu srtategi yang dinilai sangat ampuh dalam menangani kejahatan
dilingkungan pemukiman adalah Community Policing.

Polri Membangun Kemitraan


30 Jun 2010

 Opini
 Pikiran Rakyat

Oleh I KETUT ADI PURNAMA

PADA 1 Juli 2010 besok, Polri merayakan hari jadinya yang ke-64. Selain lomba olah raga,
membersihkan lingkungan, penghijauan, donor darah, penyuluhan narkoba, pengobatan
massal, khitanan massal, dan sebagainya, acara tatap muka dengan orang tua calon taruna
Akpol, merupakan acara yang cukup menarik perhatian. Kegiatan itu dimaksudkan untuk
meyakinkan masyarakat luas bahwa Polri benar-benar telah berubah ke arah yang jauh lebih
baik. Bahkan dalam spanduk pendaftaran Akpol 2010, tertulis jelas kalimat "Pendaftaran
Akpol 2010, bersih, transparan, akuntabel, dan humanis, serta ada tulisan TIDAK
DIPUNGUT BIAYA (dalam huruf kapital)".

Tulisan tersebut diharapkan bukan hanya lips service semata. Pada intinya Polri sedang
mencari calon-calon pemimpin Polri/perwira Polri melalui seleksi ketat terbebas dari suap-
menyuap, nepotisme, kolusi, titipan jenderal, dan cara-cara yang tidak jujur lainnya dalam
tiap tahapan seleksi, sehingga ke depan mereka menjadi pemimpin Polri yang mumpuni serta
membawa Polri menjadi lembaga yang betul-betul profesional, dapat dipercaya, dan dicintai
masyarakat. Hal ini dimulai dari transparansi dalam rekrutmen anggota Polri, transparansi
penyidikan, transparansi dalam pengurusan SIM, STNK, dan BPKB, serta diharapkan juga
transparan dalam penggunaan anggaran, karena adanya tuntutan kinerja berbasis anggaran.

Apalagi dalam era keterbukaan ini, dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik


Indonesia No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), merupakan
perwujudan dari komitmen penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik (good
governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance). Untuk hal ini, Polri sudah
mempersiapkan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), dengan harapan para
pejabat tersebut memiliki kapabilitas serta menguasai peralatan teknologi informasi sehingga
tujuan dari UU KIP ini dapat terwujud.

Tema yang diusung pada HUT Polri ke-64 ini adalah "Membangun Karakter melalui
Kepemimpinan yang Unggul, Kemitraan, Profesionalisme, dan Etika Prima". Dalam
membangun karakter Polri, diharap-kan seluruh anggota Polri bisa menjadi polisi pada
zamannya. Menjadi polisi pada zaman Orde Lama pastilah berbeda dengan menjadi polisi
pada zaman Orde Baru dan juga menjadi polisi pada zaman Reformasi. Dalam arti, setiap
anggota Polri harus bisa dan sanggup menyesuaikan diri dengan tempat, situasi, dan kondisi
di mana dia ditugaskan. Masyarakat mengharapkan polisi bekerja profesional, bersih, jujur,
cerdas, dan dapat dipercaya.
Untuk membangun karakter polisi melalui kepemimpinan yang unggul diharapkan ke depan
lahir pribadi-pribadi anggota Polri yang ing ngarso sung tulodo, yang dapat menjadi panutan
bagi adik-adiknya, menjadi panutan bagi bawahannya, dapat menjadi panutan anggotanya,
serta harus juga dapat menjadi panutan bagi masyarakat luas karena ketela-danannya.

Pasca-Reformasi telah banyak perubahan mendasar yang dilakukan Polri menuju ke arah
yang lebih baik. Telah begitu banyak prestasi yang ditorehkan seperti pengungkapan kasus-
kasus terorisme, kejahatan-kejahatan transnasional dan kejahatan-kejahatan lain yang
meresahkan masyarakat. Namun tidak dapat dimungkiri bahwa masih tinggi pula tingkat
pelanggaran hukum dan penyimpangan dalam jabatan (occupational deviant) yang dilakukan
anggota/pejabat Polri.

Tahap membangun kepercayaan (trust building) masyarakat terhadap Polri dalam Grand
Strategy Polri merupakan tahapan awal yang dilaksanakan (2005-2010) melalui program
quick wins terdiri atas quick response Patroli Samapta, transparansi penyidikan, transparansi
biaya pengurusan SIM, STNK, dan BPKB, dan transparansi dalam perekrutan anggota Polri.
Tahapan itu dilanjutkandengan program membangun kemitraan (partnership building) antara
polisi dan berbagai lapisan serta komponen masyarakat melalui program Pesona Sejuta
Kawan yang dicanangkan pada 2010-2014.

Dalam program partnership building yang dilakukan melalui kegiatan Pesona Sejuta Kawan,
seperti membina klub-klub sepeda motor, mengarahkan dan menggalang geng-geng motor
yang meresahkan masyarakat untuk menjadi klub-klub sepeda motor yang bermartabat dan
paruh hukum, membina klub-klub otomotif. Polri juga merangkul pemuda-pemuda agar
terhindar dari penyalahgunaan narkoba.

Para aktivis buruh/pekerja, aktivis mahasiswa/pelajar, aktivis LSM juga diajak untuk
memahami bahwa dalam setiap kegiatan unjuk rasa/penyampaian pendapat df muka umum,
Polri sifatnya mengamankan kegiatan agar dapat berjalan dengan tertib, lancar, dan aman.
Jadi, polisi adalah sahabat dari pengunjuk rasa agar apa yang disampaikan tepat sasaran dan
mendapatkan hasil yang maksimal. Salah besar jika pengunjuk rasa menganggap polisi
adalah musuh, begitu juga sebaliknya.

Untuk dapat membangun kemitraan (partnership building) dibutuhkan rasa saling percaya.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah masyarakat sudah percaya terhadap Polri
setelah mencuatnya beberapa kasus yang menjadi sorotan masyarakat dan menyedot
perhatian publik, seperti kasus "Ci-cak vs Buaya" (kriminalisasi KPK), terbongkarnya kasus
ma-kelar/mafia pajak yang melibatkan pegawai pajak dan beberapa penyidik Polri yang
diangkat ke permukaan oleh sang whist-leblower (Komisaris Jenderal Susno Duaji),
penanganan kasus-kasus dengan tersangka si miskin, dan masih banyak lagi kasus yang
penanganannya sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat? Bahkan gonjang ganjing,
beberapa permasalahan yang mendera internal polisi seperti kesaksian Komisaris Be-
sarWiliardi Wizard dan Komisaris Jenderal Susno Duadji dalam perkara mantan Ketua KPK
Antasari Azhar, berdampak pada pencitraan Polri dan ada anggapan bahwa di kalangan
internalnya saja Polri kurang solid.

Melalui pencanangan program partnership building, diharapkan setiap anggota Polri dapat
menampilkan dua sisi yang berbeda, tetapi merupakan satu kesatuan utuh dalam pelaksanaan
tugasnya. Perta-ma, sisi tegas yang harus semakin kuat dan kokoh ditanamkan dalam usaha-
usaha untuk memberantas kejahatan dan menanggulangi pelanggaran hukum, terutama tindak
pida-na/kejahatan yang merugikan keuangan negara dan meresahkan masyarakat seperti
korupsi, narkoba, perjudian, minuman keras/minuman oplosan yang mematikan, pembalakan
liar, perdagangan manusia, curat, curas, dan lain-lain.

Kedua, sisi humanis dalam memberikan pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat
dengan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat serta dalam bermitra dengan
masyarakat untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan. Jangan sampai terjadi sebaliknya,
humanis terhadap pelaku kejahatan dan malah mempersulit pelayanan kepada masyarakat,
jika hal ini sampai terjadi maka oknum-oknum anggota Polri seperti ini harus ditindak tegas,
dan untuk men- dapatkan hasil yang maksimal sebaiknya dilakukan amputa-si/pemecatan.

Anda mungkin juga menyukai