Bahkan beberapa
diantaranya justru dapat membangun usaha tanpa menggelontorkan modal sedikitpun.
Salah satu kunci yang bisa Anda lakukan adalah dengan memanfaatkan apa yang ada,
misalnya saja barang bekas. Apalagi masyarakat Indonesia saat ini masih menilai
sebelah mata apa yang dinamakan barang bekas.
Bagi mereka, barang bekas sama saja seperti sampah. Namun di tangan beberapa
pengusaha, barang bekas justru mampu disulap menjadi aset berharga yang
memberikan mereka omzet hingga ratusan juta rupiah.
Tidak hanya itu, kiprah mereka juga mampu bersaing dengan para pebisnis lain yang
sudah mapan. Bahkan produk yang mereka olah dari barang bekas sudah diperjual-
belikan hingga ke berbagai negara.
Berangkat dari hobi, Lita memulai bisnis ini di tahun 2007 dengan modal hanya Rp 1
juta. Decopatch sendiri dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas, misalnya
piring, gelas hingga botol beling.
Sempat ragu menekuni bisnis barunya ini, Lita akhirnya memilih terjun lebih dalam.
Dengan kemampuan melukis yang ia miliki, Lita memoles barang-barang bekas tadi
menjadi barang kerajinan yang cantik dan cocok menjadi hiasan serta pajangan rumah.
Foto: Diah Rahmawati, pemilik Decopatch/Dok: indotrading.com
Dengan cara tersebut, bisnis decopatch milik Lita mulai tumbuh dan berkembang. Ia
berhasil menampilkan berbagai barang pajangan unik yang dibuat dari barang bekas.
Produknya dijual dari harga Rp 20 ribu sampai jutaan rupiah.
Foto: Produk-produk Decopatch/Dok: indotrading.com
Hasilnya, Lita kini mampu meraup omzet rutin Rp 20 juta per bulan. Tidak hanya laku
dijual di dalam negeri, decopatch milik Lita juga sudah laku dijual ke berbagai negara di
kawasan Asia dan Eropa seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, India, China,
Hungaria, Bulgaria, Kroasia, Turki, Swiss, sampai Italia.
Keindahan desain serta komposisi gambar dan warna yang pas membuat produk-
produk decopatch kian banyak diminati. Banyak pembeli yang berdatangan dari
berbagai kota. Umumnya, pembeli produk decopatch ini didominasi oleh kaum hawa.
Padahal, Diah tidak memiliki toko. Ia mengaku hanya
memilikishowroom dan workshop di Malang.
Baca selengkapnya: Decopatch: Bisnis Piring dan Gelas Bekas Ala Diah yang
Bernilai Jutaan Rupiah
2. Made Sutamaya
Made Sutamaya (49) adalah pemilik bisnis Kioski Gallery. Pria asal Kuta, Bali ini
berhasil memanfaatkan tumpukan sampah kayu bekas yang berserakan di pinggir
pantai. Melalui Kioski Gallery, Made sukses menyulap sampah kayu menjadi desain
interior bernilai jutaan rupiah.
Kreasinya mulai diperhitungkan di jagad bisnis kerajinan yang ada di Indonesia. Made
juga mampu bersaing dengan para pengusaha yang berpengalaman dengan
menampilkan berbagai karya interior desain yang kreatif dan unik serta memiliki kesan
mewah.
Pernah bekerja cukup lama di salah satu perusahaan mebel bikin Made makin percaya
diri membangun bisnisnya di tahun 2003. Akhirnya berbagai karya interior desain
seperti meja, kusi, kaca rias hingga lampu berdiri ia hasilkan dan berhasil ditawarkan
kepada para pelanggannya di dalam negeri.
Made yang hanya jebolan Sekolah Menengah Atas (SMA) ini menuturkan bila sampah
kayu kerap ia dapatkan dari pinggir pantai. Ia juga menjelaskan biasanya pada saat
musim hujan, sampah kayu terbawa arus air menuju laut. Setelah itu, sampah kayu
terombang-ambing ombak sampai akhirnya berserakan di pinggir pantai.
Setelah kayu-kayu tersebut dirakit, Made kemudian mendesain serta membentuk kayu
menjadi berbagai macam model perkakas rumah yang bakal dijadikan interior desain.
Misalnya meja, kursi, kaca, lampu dan lain-lain. Saat proses perakitan sendiri, Made
biasanya menggunakan paku atau lem kayu.
Setelah jadi, produknya dijual dengan harga rata-rata Rp 6 juta. Meski dibuat dengan
menggunakan kayu bekas, ia bisa memastikan konstruksi kayu tetap kuat. Bahkan
berbagai macam produk desain interior yang dibuatnya dari kayu bekas ini diklaim awet
sampai puluhan tahun.
Bisnis Made semakin berkembang dari tahun ke tahun. Made juga telah berhasil
membangun pasar di luar negeri. Produknya sudah diperjualbelikan di beberapa negara
Uni Eropa, seperti Belanda, Jerman, Italia dan Prancis hingga ke Afrika.
Foto: Berbagai macam interior desain Kioski Gallery milik Made Sutamaya/Dok: indotrading.com
Sementara itu berbicara tentang omzet yag didapat, Made mampu meraup Rp 300
juta/bulan. Selain memiliki omzet yang cukup besar, Made juga menyabet sejumlah
penghargaan top. Salah satunya adalah Parama Karya Award 2015 dari Presiden Joko
Widodo (Jokowi).
Adalah Nur Handiyah J Taguba dan sang suami Jamie Taguba. Bagi mereka berdua,
tumpukan sampah kulit kerang mampu menghasilkan uang hingga ratusan juta rupiah.
Nur yang merupakan wanita kelahiran Banyumas, Jawa Tengah bercerita bila ia
mampu mengolah sampah kulit kerang menjadi berbagai macam barang pajangan antik
misalnya vas bunga, lampu, piring, meja, kursi dan lain-lain. Barang-barang tersebut
cocok diletakkan sebagai hiasan ruangan rumah dan memiliki nilai jual yang cukup
tinggi.
Nur menceritakan bila kisahnya ini dimulai sejak tahun 2000. Pada saat itu, Nur melihat
banyak sekali tumpukan sampah kulit kerang yang ditemui di pinggir pantai. Dari situ, ia
bersama sang suami berencana memanfaatkan sampah kulit kerang dan mengolahnya
menjadi berbagai macam barang pajangan antik.
Melalui Multi Dimensi Shell Craft, Nur mulai menjalani bisnisnya ini di tahun 2000. Ia
mengatakan saat memproses sampah kulit kerang terlebih dahulu dibersihkan hingga
siap pakai. Kemudian fase selanjutnya adalah diolah serta didesain sesuai dengan
kebutuhan. Sebagai penyangga agar barang pajangan dari kulit kerang bisa kuat, Nur
menggunakan besi, alumunium sampai fiber glass.
Menurut Nur, sampah kulit kerang bisa diolah menjadi barang antik yang memiliki nilai
jual. Namun sayangnya hal ini tidak dijadikan peluang oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia yang masih memandang sebelah mata.
Foto: Pemilik usaha Multi Dimensi Shell Craft, Nur Handiyah J Taguba/Dok: indotrading.com
Akhirnya Nur mulai mengumpulkan sampah kulit kerang dari para nelayan di utara
Jawa. Setiap ton kulit kerang dibanderol dengan harga Rp 1,5 juta. Bagi Nur, itu
tambahan bagi para nelayan yang memang bukan nelayan khusus pencari kerang.
Setelah terkumpul dan dibersihkan, sampah kulit kerang tersebut lalu dikirim ke di Jalan
Astapada Kavling 130, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kulit
kerang lalu diolah menjadi berbagai barang pajangan rumah yang antik dan mewah.
Dalam mendesain sampah kulit kerang, Nur awalnya dibantu oleh para pemuda yang
ada di sekitar rumahnya. Ia sendiri mengaku tidak memiliki dasar sebagai seorang
pengrajin kerang.
Singkat cerita, usahanya mulai melejit setelah vas bunga dan piring yang dibuat dari
kulit kerang miliknya mulai dilirik oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Cirebon. Setelah itu
permintaan mulai meningkat dan Nur mulai menunjukan kemampuan lebih dalam
mendesain sampah kulit kerang. Kemampuan dia dapatkan salah satunya dari
masukan berbagai kalangan, termasuk dari para pembeli. Dari masukan tersebut, Nur
mulai berani membuat lampu gantung sampai barang pajangan lainnya yang antik dan
memiliki nilai jual cukup tinggi.
Agar lebih fokus untuk mengembangkan bisnisnya ini, sang suami Jamie Taguba
memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai kontraktor. Begitu pula dengan
Nur yang memilih mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Selain di Eropa, barang pajangan milik Nur juga dikirim ke negara-negara lain misalnya
pasar Amerika Serikat (AS) hingga pasar Timur Tengah misalnya Arab Saudi, Kuwait,
Irak dan Bahrain. Ia juga rutin mengirim ke negara-negara lain seperti Thailand dan
Jepang sampai beberapa negara di Afrika.
Baca selengkapnya: Nur Handiyah Sulap Sampah Kulit Kerang Jadi Barang Mewah
Bernilai Jutaan Rupiah
4. Andra Prasetyo
Pengusaha terakhir yang akan diulas adalah Andra Prasetyo (42). Di tahun 2000, pria
kelahiran Tuban 15 September 1974 itu sukses membangun bisnis yang bergerak di
bidang furniture export dengan nama Pangjati Rustic Furniture & Crafts.
Selama 16 tahun menekuni bisnisnya ini, Andra telah menghasilkan berbagai macam
jenis produk kerajinan dan furnitur. Sebut saja ada meja, rak meja, sofa hingga kursi.
Kebanyakan kayu bekas yang digunakan Andra adalah kayu jenis mahoni atau jati.
Kedua kayu tersebut memiliki struktur yang kuat dan cocok digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kerajinan dan furnitur.
Kayu dan ranting bekas yang didapat kemudian dipilih oleh Andra. Usai dipilih kayu
tersebut masuk ke tahapan penggergajian untuk mengupas kulit kayu. Setelah
digergaji, kayu lalu dibelah dan diserut. Tahapan selanjutnya adalah mendesain dan
merakit kayu siap pakai tersebut sesuai dengan kebutuhan. Misalnya apakah
diperuntukan menjadi kursi, sofa atau meja.
Andra mengaku telah memiliki pelanggan tetap yang setia membeli berbagai produk
kerajinan dan furnitur buatannya. Kebanyakan pelanggannya adalah berasal dari
kalangan menengah ke atas. Misalnya pengusaha cafe dan restoran. Oleh karena itu,
bila dihitung-hitung omzet penjualan yang diterima Andra setiap tahunnya berkisar Rp
12 miliar.
1. Fauziah
Salah satu wirausahawan di bidang tekstil yang berhasil adalah Fauziah. Beliau
adalah wirausahawan kain songket yang memiliki pusat di Palembang. Wanita yang
lahir pada tahun 1957 ini mewarisi keahlian dan usaha membuat kain songket dari
orang tuanya. Oleh karena usaha ini cukup mudah serta tak butuh biaya yang
besar, beliau memulai bisnis ini.
Awalnya hanya meneruskan usaha kedua orang tuanya. Sempat terhenti juga
karena terbentur modal. Namun, karena niatnya yang besar beliau akhirnya
berhasil mendapat kucuran dana dari PLN sebesar 21 juta sehingga usahanya bisa
terus berjalan sampai sekarang. Saat ini, songket yang dihasilkan rumah produksi
Fauziah adalah yang terbaik di Palembang.
Dia juga sudah tak perlu repot-repot lagi untuk melakukan pemasaran karena
orang-orang sendiri yang datang ke gerainya. Menurut Fauziah sendiri, kualitas itu
penting. Oleh sebab itu, beliau selalu menjaga dan menekankan pada karyawannya
untuk benar-benar menjaga kualitas kain songekt dengan cara melakukan
pembinaan langsung pada para pengrajinnya.
Saat ini, Fauziah sudah memiliki 15 orang pengrajin yang menjadi karyawannya.
Harga kain songket yang diproduksi juga tak terlalu mahal, hanya berkisar 1 hingga
4 juta rupiah saja, standar harga kain songket biasanya. Dalam sehari, saat ini
Fauziah mampu menjual hingga 40 buah kain songket.
Dari hasil penjualan tersebut, rata-rata Fauziah mampu meraih laba bersih hingga
100 juta rupiah per bulannya. Selain kain, Fauziah juga membuat songekt tersebut
menjadi baju untuk mengatasi saat-saat penjualan kain songket menurun. Sampai
saat ini, kain songket yang diproduksi di sini sudah sampai ke Jakarta dan Medan.
2. H. Komarudin Kudiya
Profil Wirausahawan Sukses di Bidang Kerajinan Tekstil
Oleh karena lingkungannya tersebut itulah pada akhirnya di diri beliau mengalir
talenta seni untuk mengembangkan batik hingga sekarang. Awalnya beliau
hanyalah pengrajin batik yang bekerja pada orang lain dan mengikuti orang tuanya
menjual batik ker berbagai kota di daerah Jawa.
Awalnya, beliau tak ingin melanjutkan usaha di bidang ini. Beliau malah beralih ke
bidang komputerisasi setelah kuliah di ITB. Jiwa bisnis itu kembali muncul setelah
beliau menikah dan ternyata sang istri juga memiliki latar belakang kuat mengenai
batik. Pada tahun 1997, berawal dari Lomba Cipta Selendang Batik Internasional,
jalan itu muncul.
Saat itu beliau berhasil menjadi juara I dan harapan I untuk beberapa kategori yang
diikutinya. Dengan menjadi juara di sana, beliau akhirnya tertantang untuk
membuat desain batik yang baru dan menjalankan usaha batiknya secara
profesional. Apalagi ada banyak dukungan yang beliau dapat seperti dari pimpinan
Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat.
3. Valkrisda Caresti
Menjadi seorang wirausahawan yang sukses memang tak mengenal usia. Misalnya
saja Anda bisa melihat dari wirausahawan muda Valkrisda Caresti yang masih
berusia awal dua puluhan. Gadis kelahiran Surabaya ini berhasil mengubah limbah
tekstil dan kertas menjadi produk kerajinan tangan yang layak dijual.
Meski usaha ini pada awalnya karena hobi saja dan untuk memberi hadiah pada
seorang teman, ternyata hal ini menjadi jalannya. Awal dari wirausaha ini tatkala
beliau masih duduk di bangku SMA. Beliau menekuni usaha scrapbook yang diberi
nama syawnscrap yang memiliki banyak peminat beberapa tahun terakhir.
Kesuksesan dari Valkrisda Caresti salah satunya tak leas dari metode pemesanan
yang dibuat. Setiap konsumen bisa memilih tema dan produk yang mereka
inginkan. Beliau juga rela merancang konsep produk sesuai dengan keinginan
konsumen. Usaha tersebut menjadikannya sebagai wirausahawan sukses di bidang
tekstil.