Anda di halaman 1dari 79

BAB I CHAPTER I

PENDAHULUAN INTRODUCTION

A. Latar Belakang A. Background


Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merajalela Corruption practices in the country harm
di tanah air selama ini tidak saja merugikan Keuangan the State Finance and Economy and it becomes a
Negara atau Perekonomian Negara, tetapi juga telah violation of social and economic rights of the
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan community. It hampers the growth and continuity
ekonomi masyarakat, menghambat pertumbuhan dan of national development to create justice and
kelangsungan pembangunan nasional untuk prosperous society. Corruption can no longer be
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tipikor tidak classified as an ordinary crime but an
1
lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi extraordinary crime, and a conventional method
1
telah menjadi kejahatan luar biasa. Metode used was proved unable to solve the problem of
konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak corruption in society, so the method should be an
bisa menyelesaikan persoalan korupsi yang ada di extraordinary one.2
masyarakat, maka penanganannya pun juga harus
menggunakan cara-cara luar biasa.2

Mengingat bahwa salah satu unsur Tipikor di Given that one of the elements of
dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Corruption in Article 2 and Article 3 of Law No.
Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 31 of 1999 juncto Law No. 20 of 2001 on the
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Eradication of Corruption (Anti-Corruption Law)
Tipikor) adalah adanya unsur kerugian keuangan negara, is the element of financial loss of the state, it
unsur tersebut memberi konsekuensi bahwa gives consequence that the eradication of
pemberantasan Tipikor tidak hanya bertujuan untuk Corruption is not only aimed at deterring the
membuat jera para Koruptor melalui penjatuhan pidana Corruptors through heavy prison sentences but
penjara yang berat, melainkan juga memulihkan also restoring the state‘s finances due to
keuangan negara akibat korupsi sebagaimana ditegaskan corruption as confirmed in consideration and
3
dalam konsideran dan penjelasan umum UU Tipikor. general explanation of the Corruption Law.3
Kegagalan pengembalian aset hasil korupsi dapat Failure to recover corrupt assets can reduce the
mengurangi ‗makna‘ penghukuman terhadap para ‗meaning‘ of punishment against corruptors.4
koruptor.4

Pada dasarnya pengembalian aset adalah sistem Basically, the asset recovery is a system
penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban of law enforcement conducted by the state of
Tipikor untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak corruption victims to revoke, seize, and eliminate
atas aset hasil Tipikor dari pelaku Tipikor melalui the right to assets from corruption from the
rangkaian proses dan mekanisme baik secara pidana dan perpetrator through the series of process and

1
perdata. Aset hasil Tipikor baik yang ada di dalam mechanism both criminal and civil. The assets of
maupun di Luar Negeri dilacak, dibekukan, dirampas, Corruption proceeds both inside and outside the
disita, diserahkan dan dikembalikan kepada negara yang country are traced, frozen, seized, confiscated,
diakibatkan oleh Tipikor dan untuk mencegah pelaku handed over and returned to the state and to
Tipikor menggunakan aset hasil Tipikor sebagai alat prevent the perpetrator using the corruption assets
atau sarana tindak pidana lainnya dan memberikan efek as tools or other means of crime and provide a
jera bagi pelaku/calon pelaku.5 deterrent effect for the perpetrator/potential
perpetrator.5

UU Tipikor mengatur mekanisme atau prosedur The Anti-Corruption Act governs


yang dapat diterapkan dapat berupa pengembalian aset mechanism or procedure that can be applied by
melalui jalur pidana, dan pengembalian aset melalui recovering the assets through the criminal or civil
jalur perdata. Di samping UU Tipikor, Undang-Undang way. In addition to the Anti-Corruption Law, the
Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Law No. 7 of 2006 on the Ratification of
Korupsi (UNCAC) 2003 yang mengatur juga bahwa the United Nations Convention against
pengembalian aset dapat dilakukan melalui jalur pidana Corruption (UNCAC) 2003 provides that the
(aset recovery secara tidak langsung melalui criminal recovery asset can be made through criminal
recovery) dan jalur perdata (aset recovery secara proceeding (indirect recovery asset through
langsung melalui civil recovery). Secara teknis, UNCAC criminal recovery) and civil proceeding (direct
mengatur pengembalian aset pelaku tindak pidana recovery asset through civil recovery).
korupsi dapat melalui pengembalian secara langsung Technically, the UNCAC sets the asset recovery
dari proses pengadilan yang dilandaskan kepada sistem of the perpetrator through a refund directly by the
―negotiation plea” atau ―plea bargaining system” dan court proceeding which is based on the system
melalui pengembalian secara tidak langsung yaitu ―negotiation plea‖ or ―plea bargaining system‖
dengan proses penyitaan berdasarkan keputusan and through a refund indirectly by the foreclosure
pengadilan.6 process based on the court decision. 6

Pengembalian aset Tipikor melalui jalur perdata The recovery asset in Corruption through
terdapat pada ketentuan-ketentuan pada Pasal 32 ayat civil proceeding is provided in the provisions of
(1), Pasal 34, Pasal 38B ayat (2) dan (3) UU Tipikor. Article 32 paragraph (1), Article 34, Article 38B
Pertama, Ketentuan Pasal 32 ayat (1) mengatur bahwa paragraph (2) and (3) of the Anti-Corruption Law.
dalam hal penyidik berpendapat tidak terdapat cukup First, the provision of Article 32 paragraph (1)
bukti pada satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi stipulates that in case of the investigator believes
sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan that there is insufficient evidence on one or more
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas elements of corruption while the fact is there is a
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa financial loss of the state, the investigator
Pengacara Negara. Jaksa Pengacara Negara berdasarkan immediately submits the case of investigation
berkas yang diserahkan oleh penyidik melakukan proceedings to the State Attorney Prosecutor.
gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang Based on the file submitted by the investigator,

2
dirugikan untuk mengajukan gugatannya. Kedua, the State Attorney conducts a civil suit or is
penguatan pengembalian kerugian negara dilakukan handed over to the aggrieved agency to file a
dengan mewajibkan pelaku untuk membuktikan harta lawsuit. Second, the state loss strengthening is
benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga done by requiring the perpetrator to prove his
diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Pada kondisi property that has not been indicted but also
dimana terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta suspected to be from corruption. In the condition
benda yang diperoleh bukan karena tindak pidana where the defendant can not prove that his/her
korupsi maka hakim atas dasar kewenangannya dapat property acquired is not due to a criminal act of
memutus seluruh atau sebagian harta benda tersebut corruption, the judge on the basis of his authority
dirampas untuk negara. Ketiga tuntutan perampasan may terminate all or part of the property to be
harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) seized for the state. Third, the claim for the
diajukan oleh penuntut umum pada saat membacakan seizure of property as referred to in paragraph (2)
tuntutannya pada perkara pokok. shall be filed by the public prosecutor when
he/she reads his claim in the main case.

Pengajuan gugatan perdata dinilai seperti senjata The filing of a civil suit is considered as a
yang sangat ampuh untuk langsung menyerang para very powerful weapon for directly attacking the
pelaku tindak pidana dalam upaya pengembalian aset- perpetrator in the effort to recover assets from
aset hasil tindak pidana korupsi selain mendapatkan corruption act in addition to receive criminal
hukuman pidana. Hal tersebut harus dilaksanakan penalties. This should be done if the assets
apabila aset yang disebutkan dalam putusan sebelumnya mentioned in the previous decision have been
ditemukan lagi adanya aset lain yang belum found again with the existence of other assets that
teridentifikasi sebagai hasil tindak pidana korupsi.7 have not been identified as the act of corruption.7
Gugatan perdata dalam rangka perampasan aset hasil The civil lawsuit in the context of expropriation
tipikor, memiliki karakter yang spesifik, yaitu hanya of assets from corruption has a specific character,
dapat dilakukan ketika upaya pidana tidak lagi which can only be done when the criminal efforts
memungkinkan untuk digunakan dalam upaya are no longer possible to be used in an effort to
pengembalian kerugian negara pada kas negara. return the state losses to the state treasury. The
Keadaan dimana pidana tidak dapat digunakan lagi conditions which are the punishment can not be
antara lain tidak ditemukan cukup bukti; meninggal imposed again: there is not enough evidence to be
dunianya tersangka, terdakwa, terpidana; terdakwa found; the died of the suspect, defendant, and
diputus bebas; adanya dugaan bahwa terdapat hasil convict; the defendant was acquitted; the
korupsi yang belum dirampas untuk negara walaupun suspicion that there is a result of corruption that
putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. has not been confiscated for the state even though
Dengan adanya pengaturan gugatan perdata untuk the court‘s decision has a permanent legal force.
perampasan aset dalam Undang-Undang Tipikor dalam By the arrangement of a civil suit for asset
Pasal 32, 33, 34, 38C, Undang-Undang Tipikor dapat deprivation in the Corruption Act in Article 32,
disimpulkan bahwa tanpa adanya pengaturan tersebut 33, 34, 38C, Corruption Act can be concluded
maka perampasan aset hasil tipikor dengan that without such arrangement, the seizure of

3
menggunakan mekanisme perdata tidak dapat assets of the act of corruption by using civil
8
dilakukan. mechanism can not be done.8

Pengembalian aset dari jalur kepidanaan The recovery of assets from the criminal
dilakukan melalui proses persidangan dimana hakim di lane is done through a trial process whereby a
samping menjatuhkan pidana pokok juga dapat judge in addition to imposing a main penalty can
menjatuhkan pidana tambahan. Menurut Lilik Mulyadi, also impose an additional penalty. According to
apabila diperinci maka pidana tambahan dapat Lilik Mulyadi, if specified, the additional
dijatuhkan hakim dalam kapasitasnya yang berkorelasi punishment can be imposed by the judge in his
dengan pengembalian aset melalui prosedur pidana ini capacity who correlates with The recovery of
9
dapat berupa: assets through this criminal procedure:9

1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau 1. The seizure of tangible or intangible
tidak berwujud atau barang yang tidak bergerak movable goods or immovable goods used
yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari for or derived from corruption, including
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik companies belonging to the convict where
terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, the criminal acts of corruption are
begitu pula harga dari barang yang menggantikan committed, as well as prices of goods that
barang-barang tersebut. (Pasal 18 ayat (1) huruf a replace these items. (Article 18 paragraph
UU Tipikor); (1) letter a of the Anti-Corruption Law);

2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya 2. The payment of replacement money the
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda same amount as the obtaining from the
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Jika corruption. If the convicted person does not
terpidana tidak membayar uang pengganti pay the replacement money as referred to in
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paragraph (1) letter b within a period of 1
paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah (one) month after the decision which has
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum obtained permanent legal force, then his
tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa property may be seized by the prosecutor
dan dilelang untuk menutupi uang pengganti and auctioned off to cover the replacement
tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai money. In the condition that the defendant
harta yang mencukupi untuk membayar uang does not have sufficient assets to pay the
pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) replacement money as referred to in
huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang paragraph (1) letter b, he shall be punished
lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari with imprisonment whose duration does not
pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam exceed the maximum threat of the main
UU ini lamanya pidana tersebut sudah ditentukan penalty in accordance with the provisions of
dalam putusan pengadilan. (Pasal 18 ayat (1) huruf this law. (Article 18 paragraph (1) letter b,
b, ayat (2), (3) UU Tipikor); paragraphs (2), (3) of Anti-Corruption

4
Law);
3. Pidana denda dimana aspek ini dalam UU 3. The penalty where this aspect of the Anti-
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Corruption Eradication Law applies the
mempergunakan perumusan sanksi pidana formulation of criminal sanctions
(strafsoort) bersifat kumulatif (pidana penjara dan (strafsoort) is cumulative (imprisonment
atau pidana denda), kumulatif-alternatif (pidana and/or fines), cumulative-alternatives
penjara dan/atau pidana denda) dan perumusan (imprisonment and/or fines) and the
lamanya sanksi pidana (strafmaat) bersifat formulation of criminal sanctions duration
determinate sentence dan indifinite sentence; (strafmaat) is a determinate sentence and
indefinite sentence;
4. Penetapan perampasan barang-barang yang telah 4. The provision of the seizure of confiscated
disita dalam hal terdakwa meninggal dunia goods in case the defendant died (trial in
(peradilan in absentia) sebelum putusan dijatuhkan absentia) before the decision is imposed and
dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa pelaku there is sufficient evidence that the
telah melakukan tindak pidana korupsi. Penetapan perpetrator has committed corruption. The
hakim atas perampasan ini tidak dapat dimohonkan judge‘s provision of this seizure can not be
upaya hukum banding dan setiap yang applied for an appealing law and any
berkepentingan dapat mengajukan keberatan interested party can file an objection for the
kepada pengadilan yang telah menjatuhkan provision to the court within 30 (thirty) days
penetapan tersebut dalam waktu 30 (tiga puluh) from the date of the announcement. (Article
hari terhitung sejak tanggal pengumuman. (Pasal 38 paragraphs (5), (6), (7) of Anti-
38 ayat (5), (6), (7) UU Tipikor); Corruption Law);

5. Putusan perampasan harta benda untuk negara 5. The decision of the seizure of property for
dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan the state in case of the defendant can not
bahwa harta benda tersebut diperoleh bukan karena prove that the property was acquired not
tindak pidana korupsi yang dituntut oleh Penuntut because of corruption demanded by the
Umum pada saat membacakan tuntutan dalam Prosecutor at the time of the reading charges
perkara pokok. (Pasal 38B ayat (2), (3) UU in the principal case. (Article 38B
Tipikor). paragraphs (2), (3) of Anti-Corruption
Law).

Pada prakteknya tindakan perampasan yang In practice, the act of seizure based on a
dilakukan berdasarkan putusan peradilan pidana itu criminal justice decision may encounter some
dapat menemui beberapa kendala bahkan penghentian obstacles or even termination in the framework of
dalam rangka tindakan perampasan tersebut. Perkara such seizure. The cases are:10
tersebut diantaranya :10

5
a. Pelaku kejahatan melakukan pelarian (buronan). a. The perpetrator of the crime to run away
Pengadilan pidana tidak dapat dilakukan jika si (fugitives). A criminal court can not be
tersangka adalah buron atau dalam pengejaran; conducted if the suspect is a fugitive or in
pursuit;
b. Pelaku kejahatan telah meninggal dunia atau b. The perpetrator has died or died before
meninggal sebelum dinyatakan bersalah. Kematian being convicted. Death terminates the
menghentikan proses sistem peradilan pidana yang ongoing process of the criminal justice
berlangsung; system;
c. Pelaku kejahatan memiliki kekebalan hukum c. The perpetrator has an immunity;
(immune);
d. Pelaku kejahatan memiliki kekuatan dan kekuasaan d. The perpetrator has the power and authority
sehingga pengadilan pidana tidak dapat melakukan so that the criminal court can not prosecute
pengadilan terhadapnya; him;
e. Si pelaku kejahatan tidak diketahui akan tetapi aset e. The perpetrator of the crime is unknown but
hasil kejahatannya diketahui/ditemukan; the asset of the crime is known/found;
f. Aset kejahatan dikuasai oleh pihak ketiga yang f. The assets of the crime are controlled by a
dalam kedudukan secara hukum pihak ketiga tidak third party who, in the legal position, the
bersalah dan bukan pelaku atau tidak terkait third party is innocent and not the
dengan kejahatan utamanya; perpetrator or not related to the main crime;
g. Tidak adanya bukti yang cukup untuk diajukan g. The absence of sufficient evidence to be
dalam pengadilan pidana. filed in a criminal court.

Setelah berlakunya UU Tipikor selama 17 tahun, After the enactment of the Anti-
telah banyak pelaku Tipikor yang diajukan ke Corruption Law for 17 years, there have been
persidangan dan memperoleh putusan dari pengadilan. many Corruption Actors who were brought to
Berdasarkan Laporan Kinerja Mahkamah Agung trial and obtained court decisions. Based on the
mencatat pemulihan aset negara sepanjang tahun 2016 Supreme Court Performance Report, it recorded
sebesar Rp.1,5 Triliun diantaranya berasal dari 356 that the recovery of state assets throughout 2016
perkara korupsi, berupa uang pengganti sebesar is Rp.1.5 Trillion of which came from 356
Rp.647.373.468.339,- (enam ratus empat puluh tujuh corruption cases, in the form of replacement
miliar tiga ratus tujuh puluh tiga juta empat ratus enam money of Rp.647.373.468.339,- (six hundred
puluh delapan ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah) forty-seven billion, three hundred seventy-three
dan denda senilai Rp.75.956.400.000,- (tujuh puluh lima million, four hundred sixty-eight thousand and
miliar sembilan ratus lima puluh enam juta empat ratus three hundred and thirty-nine rupiah) and a fine of
ribu rupiah), jika dibandingkan dengan kerugian Rp.75.956.400.000,- (seventy-five billion, nine
keuangan yang diderita negara sepanjang tahun 2015 hundred fifty-six million and four hundred
akibat Tindak Pidana Korupsi adalah sebesar thousand rupiah), when compared to the state
Rp.31.077.000.000.000,- (tiga puluh satu triliun tujuh financial losses suffered during 2015 due to
puluh tujuh miliyar rupiah), sebagaimana disampaikan Corruption Crime is Rp.31.077.000.000.000,-

6
oleh Indonesia Corruption Watch (ICW)11 maka (thirty-one trillion and seventy-seven billion
sesungguhnya perampasan aset hasil Tipikor dalam rupiah), as submitted by the Indonesia Corruption
rangka pengembalian kerugian keuangan negara tidak Watch (ICW)11 then the actual seizure of the asset
cukup berhasil. from the Corruption crime in the framework of
state financial loss recovery was not quite
successful.

Aparat penegak hukum sangat sulit untuk The officer‘s law enforcement is very
melakukan perampasan aset hasil tindak pidana yang difficult to take seizure the assets from criminal
telah dikuasai oleh pelaku tindak pidana. Kesulitan yang acts that have been controlled by the perpetrator.
ditemui dalam upaya perampasan aset hasil tindak The difficulties encountered in the attempts to
pidana sangat banyak, seperti kurangnya instrumen seize it are numerous, such as the lack of
dalam upaya perampasan aset hasil tindak pidana. instruments, and also the existing system and
Sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan mechanism concerning it at the present have not
aset tindak pidana pada saat ini belum mampu been able to support the law enforcement efforts
mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan and improve the welfare of the people as
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana mandated by the 1945 Constitution of the State of
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara the Republic of Indonesia.12 In addition, there is
Republik Indonesia Tahun 1945.12 Selain itu juga also the lack of adequate international cooperation
menjadi sebabnya adalah belum adanya kerja sama and the lack of understanding of the mechanisms
internasional yang memadai, dan kurangnya pemahaman of it by the officer‘s law enforcement, and the
terhadap mekanisme perampasan aset hasil tindak length of time required until the assets of criminal
pidana oleh aparat penegak hukum, serta lamanya waktu acts can be seized by the state, which is after
yang dibutuhkan sampai dengan aset hasil tindak pidana obtaining a permanent legal court decision.13
dapat disita oleh negara, yaitu setelah mendapatkan
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.13

Sebagai perwujudan dari keinginan parlemen As a manifestation of the parliament‘s


untuk mendukung upaya pengembalian aset, saat ini desire to support the asset recovery efforts, there
muncul wacana untuk melakukan pengaturan mengenai is now a discourse to regulate the seizure of assets
perampasan aset hasil tindak pidana dalam undang- resulting from criminal acts in separate laws. The
undang tersendiri. Usulan untuk membentuk undang- proposal to establish it is seen with the consent to
undang mengenai perampasan aset hasil tindak pidana include the Draft Law on the Seizure of the
terlihat dengan adanya persetujuan untuk memasukkan Assets from Criminal Acts. There is a new
Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset paradigm related to the mechanism of the seizure
Hasil Tindak Pidana tersebut terdapat paradigma baru of the assets from criminal acts which refers to
terkait dengan mekanisme perampasan aset hasil tindak several international conventions, specifically, the
pidana yang mengacu pada beberapa konvensi UNCAC which uses the mechanism of seizure of
internasional, khususnya UNCAC yang di dalamnya assets without punishment. This, of course, is

7
menggunakan mekanisme perampasan aset tanpa different from the provision of the seizure and
pemidanaan. Hal ini tentu saja adalah berbeda dengan confiscation of assets practiced in Indonesia so
ketentuan penyitaan dan perampasan aset hasil tindak far. Because the asset seizure in the Indonesian
pidana yang dipraktekan di Indonesia selama ini. Karena legal system only can be done after the law
selama ini perampasan aset di dalam sistem hukum enforcement process that has a permanent legal
Indonesia dapat dilakukan setelah proses penegakan court decision.14 In this context, it is necessary to
hukum memperoleh putusan pengadilan yang examine the urgency and mechanism of asset
14
berkekuatan tetap. Dalam konteks ini maka perlu dikaji recovery in corruption.
tentang urgensi dan mekanisme pengembalian aset hasil
tindak pidana korupsi.

B. Permasalahan B. Problem Statement


Berdasarkan latar belakang penelitian tentang Based on the research background on
―Urgensi dan Mekanisme Pengembalian Aset Hasil ―Urgency and Mechanism of Asset Recovery in
Tindak Pidana Korupsi‖ tersebut maka ada tiga Corruption‖, there are three problems in this
permasalahan dalam pengkajian ini, sebagai berikut: research, as follows:
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi 1. What is the regulation for asset recovery in
dalam hukum positif? corruption in positive law?
2. Bagaimanakah kendala dalam pelaksanaan 2. What are the obstacles in the
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi implementation of asset recovery in
selama ini? corruption during this time?
3. Bagaimanakah urgensi dan mekanisme 3. How is the urgency and mechanism of asset
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi recovery in corruption in ius
dalam ius constituendum? constituendum?

C. Tujuan Penelitian C. The objective of the Research


Atas perumusan beberapa masalah sebagaimana On the formulation problem statement
tersebut di atas maka tujuan penelitian tentang ―Urgensi above, the objective of the research on ―Urgency
dan Mekanisme Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana and Mechanism of Asset Recovery in
Korupsi‖, diantaranya: Corruption‖, are:

1. Untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab 1. To know, analyze and answer the issue of
masalah tentang pengaturan mengenai the regulation on asset recovery in
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi corruption in positive law;
dalam hukum positif;
2. Untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab 2. To know, analyze and answer the problem
masalah kendala dalam pelaksanaan of obstacles in the implementation of asset
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi recovery in corruption so far; and

8
selama ini; dan
3. Untuk mengetahui, menganalisis dan menjawab 3. To know, analyze and answer the issue of
masalah tentang urgensi dan mekanisme the urgency and mechanism of asset
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi recovery in corruption in ius constituendum.
dalam ius constituendum.

D. Kegunaan Penelitian D. Purpose of the Research


Penelitian tentang ―Urgensi dan Mekanisme The research on ―Urgency and Mechanism
Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi‖ ini of Asset Recovery in Corruption‖ has two aspects
memiliki dua aspek kegunaan yaitu secara teoritis dan of usefulness: theoretically and practically.
praktis.
Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi kalangan Theoretically, this research is useful for academic
akademisi dalam hal pengembangan ilmu hukum pidana in terms of developing criminal law science
khususnya yang terkait dengan perampasan aset especially related to the seizure of corruption
terpidana korupsi sebagai upaya pengembalian kerugian assets as an effort to recover the state loss.
negara.

Adapun secara praktis, penelitian ini dapat digunakan And practically, this research can be used as an
sebagai tambahan referensi bagi para penegak hukum additional reference for the law enforcers as well
maupun para hakim pada peradilan Tipikor, baik pada as the judges in the Corruption Court at the first
tingkat pertama, banding dan Mahkamah Agung RI. level court, the appeal court and the Supreme
Court of the Republic of Indonesia.

Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai referensi It can also be used as a reference for the People‘s
bagi Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyusun dan Legislative Assembly in drafting and discussing
membahas Rancangan Undang-Undang tentang the Draft Law on the Seizure of Assets from
Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi. Corruption Act.

_________ _________
1 1
Penjelasan Umum tentang Undang-Undang No. 30 General Explanation on Law No. 30 of 2002 on
Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi. Corruption Eradication Commission.
2 2
Basrief Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum Basrief Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan
(Kapita Selekta) (Jakarta: Adika Remaja Indonesia, Hukum (Kapita Selekta) (Jakarta: Adika Remaja
2006). Hlm. 87 Indonesia, 2006). p. 87
3
Nur Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana
3
Nur Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam
Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Perkara Korupsi,‖ Lembaga Kajian & Advokasi
Korupsi,‖ Lembaga Kajian & Advokasi Indenpendensi Indenpendensi Peradilan, last modified in 2015,
Peradilan, terakhir diubah tahun 2015, http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana-

9
http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana- tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam-
tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam-perkara- perkara-korupsi/#_ftn1.
korupsi/#_ftn1.
4 4
Saldi Isra, Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi Saldi Isra, Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi
Melalui Kerjasama Internasional, Lokakarya tentang Melalui Kerjasama Internasional, Workshop on
Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Korupsi International Cooperation in Eradicating
(Semarang, 2008), Corruption (Semarang, 2008),
https://www.saldiisra.web.id/index.php/21-makalah/ https://www.saldiisra.web.id/index.php/21-
makalah1/47-asset-recovery-tindak-pidana-korupsi- makalah/ makalah1/47-asset-recovery-tindak-
melalui-kerjasama-internasional.html#_ftn1. pidana-korupsi-melalui-kerjasama-
5
Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi internasional.html#_ftn1.
5
Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Purwaning M. Yanuar, Pengembalian Aset
Sistem Hukum Indonesia (Bandung: Alumni, 2007). Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi
Hlm. 104 2003 Dalam Sistem Hukum Indonesia (Bandung:
Alumni, 2007). p. 104
6 6
Lilik Mulyadi, ―Pengembalian Aset (Aset Recovery) Lilik Mulyadi, ―Pengembalian Aset (Aset
Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang- Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Undang Korupsi Indonesia Pasca Konvensi PBB Anti Menurut Undang-Undang Korupsi Indonesia
Korupsi 2003,‖ terakhir diubah tahun 2009, Pasca Konvensi PBB Anti Korupsi 2003,‖ last
http://halamanhukum.blogspot. co.id/2009/08/asset- modified in 2009, http://halamanhukum.blogspot.
recovery.html. co.id/2009/08/asset-recovery.html.
7 7
Himawan Ahmed Sanusi, ―Mekanisme Pengembalian Himawan Ahmed Sanusi, ―Mekanisme
Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi,‖ Majalah Keadilan, Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana
2012. Hlm. 34-35 Korupsi,‖ Majalah Keadilan, 2012. pp. 34-35
8 8
Marfuatul Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang- Marfuatul Latifah, ―Urgensi Pembentukan
Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di Undang-Undang Perampasan Aset Hasil Tindak
Indonesia,‖ Jurnal Negara Hukum Vol. 6, no. 1 (2015). Pidana Di Indonesia,‖ Jurnal Negara Hukum Vol.
Hlm. 25 6, no. 1 (2015). p. 25
9 9
Lilik Mulyadi, ―Pengembalian Aset (Aset Recovery) Lilik Mulyadi, ―Pengembalian Aset (Aset
Pelaku Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang- Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Undang Korupsi Indonesia Pasca Konvensi PBB Anti Menurut Undang-Undang Korupsi Indonesia
Korupsi 2003,‖ terakhir diubah tahun 2009, Pasca Konvensi PBB Anti Korupsi 2003,‖ last
http://halamanhukum.blogspot.co.id/ 2009/08/asset- modified in 2009,
recovery.html. http://halamanhukum.blogspot.co.id/
2009/08/asset-recovery.html.
10 10
Wahyudi Hafiludin Saledi, ―Implikasi Perampasan Wahyudi Hafiludin Saledi, ―Implikasi
Aset Terhadap Pihak Ketiga Yang Terkiat Dengan Perampasan Aset Terhadap Pihak Ketiga Yang
Tindak Pidana Korupsi‖ (Universitas Indonesia, 2010). Terkiat Dengan Tindak Pidana Korupsi‖
Hlm. 65-66 (Universitas Indonesia, 2010). pp. 65-66

10
11 11
Dyah Dwi A, ―ICW: Korupsi 2015 Rugikan Negara Dyah Dwi A, ―ICW: Korupsi 2015 Rugikan
Rp31,077 Triliun,‖ Antara News, last modified 2016, Negara Rp31,077 Triliun,‖ Antara News, last
accessed February 16, 2016, modified in 2016, accessed February 16, 2016,
http://www.antaranews.com/berita/546929/icw-korupsi- http://www.antaranews.com/berita/546929/icw-
2015-rugikan-negara-rp 31077-triliun. korupsi-2015-rugikan-negara-rp 31077-triliun.
12 12
Konsideran Rancangan Undang-Undang tentang Consideration of the Draft Law on the Seizure
Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. of Corruption Asset.
13 13
Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-Undang Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-
Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Indonesia.‖ p. Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di
18 Indonesia.‖ p. 18
14 14
Ibid. p. 19 Ibid. p. 19

11
BAB II CHAPTER II
TINJAUAN PUSTAKA LITERATURE REVIEW
DAN LANDASAN TEORI AND THEORIES

A. Tinjauan Pustaka A. Literature Review

1. Tindak Pidana Korupsi 1. Corruption


Korupsi berasal dari bahasa latin ―corruptio‖ atau Corruption comes from the Latin
―corruptus‖, yang kemudian muncul dalam banyak bahasa ―corruptio‖ or ―corruptus‖, which then appears in
Eropa, Inggris, Prancis ―corruption‖ bahasa Belanda many European, English, French ―corruption‖
―corruptie‖ yang kemudian muncul pula dalam bahasa Dutch ―corruptie‖ which later also appears in
15
Indonesia ―korupsi‖. Di Indonesia, kita menyebut Indonesian ―korupsi‖.15 In Indonesia, we call
korupsi dalam satu tarikan nafas sebagai ―KKN‖ (korupsi, corruption in one breath as ―KKN‖ (corruption,
kolusi, nepotisme). ―Korupsi‖ selama ini mengacu kepada collusion, nepotism). ―Corruption‖ has so far
berbagai ―tindakan gelap dan tidak sah‖ (illicit or illegal referred to various ―illicit or illegal activities‖ for
activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau personal or group gain. This definition then
kelompok. Definisi ini kemudian berkembang sehingga develops so that the notion of corruption
pengertian korupsi menekankan pada ―penyalahgunaan emphasizes ―an abuse of power or public position
kekuasaan atau kedudukan publik untuk keuntungan for personal gain‖.16
pribadi‖.16

Philip mengidentifikasi tiga pengertian luas yang Philip identifies the three most widely used
paling sering digunakan dalam berbagai pembahasan meanings in various discussions about corruption:17
tentang korupsi:17
a) Korupsi yang berpusat pada kantor publik (public a) Corruption centers on public offices (Public
Office centered corruption). Philip mendefinisikan office-centered corruption). Philip defines
korupsi sebagai tingkah laku dan tindakan pejabat corruption as the behavior and action of
publik yang menyimpang dari tugas-tugas publik public officials deviating from formal public
formal. Tujuannya untuk mendapatkan keuntungan tasks. The goal is to gain personal benefits or
pribadi, atau orang-orang tertentu yang berkaitan erat certain people who are closely related to him
dengannya seperti keluarga, kerabat dan teman. as a family, relatives, and friends. The idea
Pengertian ini juga mencakup kolusi dan nepotisme: also includes in collusion and nepotism: the
pemberian patronase karena alasan hubungan granting of patronage by a reason of familial
kekeluargaan (ascriptive), bukan merit. relations (ascriptive), not merit.
b) Korupsi yang berpusat pada dampaknya terhadap b) Corruption focuses on its impact on the
kepentingan umum (public interest-centered). Dalam public interest (public interest-centered).
kerangka ini, korupsi sudah terjadi ketika pemegang Within this framework, corruption has
kekuasaan atau fungsionaris pada kedudukan publik, occurred when the holder of power or

12
melakukan tindakan-tindakan tertentu dari orang- functionaries at the public position, perform
orang dengan imbalan (apakah uang atau materi certain actions of the people in return
lain). Akibatnya, tindakan itu merusak (whether it is money or other material). As a
kedudukannya dan kepentingan publik. result, the act undermines his position and
public interest.
c) Korupsi yang berpusat pada pasar (market-centered) c) Market-centered corruption based on
yang berdasarkan analisa korupsi menggunakan teori corruption analysis using public and social
pilihan publik dan sosial, dan pendekatan ekonomi choice theory, and economic approach within
dalam kerangka analisa politik. Menurut pengertian the framework of political analysis. In this
ini, individu atau kelompok menggunakan korupsi sense, individuals or groups use corruption as
sebagai ―lembaga‖ ekstra legal untuk mempengaruhi an extra-legal ―institution‖ to influence
kebijakan dan tindakan birokrasi. Hanya individu bureaucratic policies and actions. It is only
dan kelompok yang terlibat dalam proses pembuatan the individuals and groups involved in the
keputusan yang lebih mungkin melakukan korupsi decision-making process are more likely to
daripada pihak-pihak lain. commit corruption than the others.

Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam According to ACFE, corruption is divided


pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap into a conflict of interest, bribery, illegal gratuity,
(bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan and economic extortion. The definition of
pemerasan (economic extortion). Pengertian korupsi ini corruption is, of course, different from the notion
tentu saja berbeda dengan pengertian korupsi yang of corruption contained in the Anti-Corruption
terkandung dalam UU Tipikor. Dalam bahasa hukum Law. In the positive legal language, the definition
positif tersebut, pengertian korupsi secara umum, adalah of corruption, in general, is an act that is threatened
perbuatan yang diancam dengan ketentuan pasal-pasal UU with the provisions of the articles in the Anti-
Tipikor. Misalnya salah satu pasal, korupsi terjadi apabila Corruption Law. For example, one of the articles,
memenuhi tiga kriteria yang merupakan syarat bahwa corruption occurs when fulfilling three criteria
seseorang bisa dijerat dengan undang-undang korupsi, which are a requirement that someone can be
ketiga syarat tersebut adalah: 1) melawan hukum; 2) charged with corruption law, the three criteria are
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; 3) 1) against the law; 2) enrich themselves or others
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. or corporations; 3) detrimental to the State‘s
Dengan kriteria tersebut maka orang yang dapat dijerat finances or the economy of the State. By these
dengan undang-undang korupsi, bukan hanya pejabat criteria then people who can be charged with the
Negara saja melainkan pihak swasta yang ikut terlibat dan anti-corruption law is not only the State Officials
badan usaha/korporasi pun dapat dijerat dengan ketentuan but also the private parties involved, and the
18
UU Tipikor. business entities/corporations involved can be
charged with the provisions of the Anti-Corruption
Law.18

13
Pengertian korupsi dapat diperluas dengan The definition of corruption can be
perbuatan pegawai negeri atau penyelenggara Negara extended by the actions of civil servants or state
yang karena jabatannya menerima sesuatu (gratifikasi) officials who, because of their position of receiving
dari pihak ketiga, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 something (gratification) from a third party, as
huruf B ayat (1) UU Tipikor dan Pasal 16 Undang- regulated in Article 12 letter B paragraph (1) of
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Anti-Corruption Law and Article 16 of Law
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Definisi secara Number 30 of 2002 on the Corruption Eradication
lengkap, telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU Commission. The full definition has been described
Tipikor. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi in 13 articles in the Anti-Corruption Law. Based on
dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk atau jenis tindak these articles, corruption is formulated into thirty
pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara forms or types of corruption. The articles explain in
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana details the actions which can be imposed on the
penjara karena korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak imprisonment for corruption. The thirty
pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat forms/types of corruption can basically be grouped
dikelompokkan menjadi: Kerugian keuangan Negara; into: State financial losses; Briberies;
Suap menyuap; Penggelapan dalam jabatan; Pemerasan; Embezzlement in position; Extortion; Fraud;
Perbuatan curang; Benturan kepentingan dalam Conflict of interest in procurement; and
19 19
pengadaan; dan Gratifikasi. Gratification.

2. Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi 2. Assets from Corruption Acts


Kata ―aset‖ berasal dari bahasa Inggris, yaitu asset, The word ―asset‖ comes from English,
yang berarti 1) mutable person or quality, 2) thing owned, means 1) a mutable person or quality, 2) thing
esp property, that can be sold to pay I debt. Menurut owned, esp property, that can be sold to pay I debt.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, aset adalah, 1) sesuatu According to Kamus Besar Bahasa Indonesia, an
yang mempunyai nilai tukar modal. Kata ―aset‖ dalam asset is, 1) something that has a capital exchange
bahasa Indonesia sinonim dengan kata ―modal, kekayaan‖. rate. The word ―asset‖ in Indonesian is
Menurut Black‘s Law Dictionary, ―asset‖ berarti ―1) An synonymous with the word ―capital, wealth‖.
item that is owned and has value. 2. (pl.) The entries of According to Black‘s Law Dictionary, ―asset‖
property owned, including cash, inventory, real estate, means ―1) An item that is owned and has value. 2.
accounts receivable, and goodwill. 3. (pl.). All the (pl.) The entries of property owned, including cash,
property of a person (esp. A bankrupt or defeased person) inventory, real estate, accounts receivable, and
20
available for paying debts‖. goodwill. 3. (pl.). All the property of a person (esp.
A bankrupt or defeased person) available for
paying debts ―.20

Pada dasarnya lingkup pengertian aset diatur dalam Basically, the scope of the definition of the
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal asset is regulated in the Civil Code Procedure
499 yang dinamakan kebendaan, yaitu tiap-tiap barang (KUHPer) article 499, which is called material,
dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. means each object and each right, which can be

14
Kebendaan menurut bentuknya, dibedakan menjadi benda controlled by property rights. Material by its form
bertubuh dan tak bertubuh. Sedangkan menurut sifatnya, is divided into tangible and intangible, while by its
benda dibedakan menjadi benda bergerak yaitu yang nature is divided into movable which can and
dihabiskan dan tidak dapat dihabiskan, serta benda tidak cannot be spent, and immovable. This is in
bergerak. Hal ini sesuai dengan pengertian harta kekayaan accordance with the definition of asset set forth in
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 Law No. 8 of 2010 on Prevention and Eradication
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana of Money Laundering Crimes, namely ―Property is
Pencucian Uang, yaitu ―Harta kekayaan adalah semua all moveable objects or immovable objects, both
benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang tangible or intangible, obtained either directly or
berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh indirectly.‖21
baik secara langsung maupun tidak langsung.‖21

Aset hasil kejahatan biasanya diartikan sebagai Asset proceeds of crime are usually
setiap harta kekayaan, baik yang berwujud atau tidak interpreted as any property, whether tangible or
berwujud, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, intangible, movable or immovable, which is
yang merupakan hasil tindak pidana, atau diperoleh dari proceed or derived from a criminal act, or as a form
hasil tindak pidana, atau sebagai bentuk keuntungan dari of profit from a crime. Furthermore, property that
suatu tindak pidana. Lebih jauh dari itu, harta kekayaan can be confiscated is not limited to something
yang dapat dirampas tidak hanya terbatas pada sesuatu obtained or a form of profit derived from a crime.
yang diperoleh atau suatu bentuk keuntungan yang Property that is used to finance (as ―capital‖), or as
diperoleh dari suatu tindak pidana. Harta kekayaan yang a tool, facility, or infrastructure, and even every
digunakan untuk membiayai (sebagai ―modal‖), atau asset related to a crime or property belonging to the
sebagai alat, sarana, atau prasarana, bahkan setiap harta perpetrator can also be confiscated, in accordance
kekayaan yang terkait dengan tindak pidana atau seluruh with the type of crime related to the property. Thus,
harta kekayaan milik pelaku tindak pidana juga dapat the perpetrator or any person involved or wishing
dirampas, sesuai dengan jenis tindak pidana yang terkait to engage in a crime or criminal organization will
dengan harta kekayaan tersebut. Dengan demikian, pelaku realize that in addition to the likelihood of the
tindak pidana atau setiap orang yang terlibat atau yang profits they will gain, they are also faced with the
ingin melibatkan diri dalam suatu kejahatan atau great risk of losing their property.22
organisasi kejahatan akan menyadari bahwa selain
kemungkinan keuntungan yang akan mereka peroleh,
ternyata mereka juga berhadapan dengan besarnya risiko
kehilangan harta kekayaan mereka.22

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Law No. 8 of 2010 on Prevention and
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Eradication of Money Laundering Crimes uses the
Uang menggunakan istilah ―hasil tindak pidana‖ untuk term ―proceeds of crime‖ to describe assets
mendeskripsikan aset yang diperoleh dari tindak pidana acquired from criminal acts as well as assets related
maupun aset yang terkait dengan tindak pidana, meskipun to crime, although the more appropriate term is

15
istilah yang lebih tepat adalah ―aset tindak pidana‖. ―criminal assets‖. The use of the term ―proceeds of
Penggunaan istilah ―hasil tindak pidana‖ sebenarnya crime‖ actually implies limiting the scope of
terkesan membatasi ruang lingkup dari ―aset yang terkait ―assets related to criminal acts‖, since the actual
dengan tindak pidana‖, karena sebenarnya asset yang assets associated with the crime have a broader
terkait dengan tindak pidana itu mempunyai makna yang meaning than the proceeds of a crime.23 In the
lebih luas dari sekedar hasil tindak pidana.23 Dalam same context, such understanding is applied to the
konteks yang sama, juga dapat diberlakukan pengertian assets of the proceeds of corruption.
yang demikian terhadap aset hasil tindak pidana korupsi.

3. Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi 3. Assets Recovery in Corruption

Pengembalian aset yang diperoleh dari tindak The recovery of assets proceeds from
pidana korupsi menurut Purwaning juga dilandaskan atas corruption pursuant to Purwaning is also based on
prinsip-prinsip keadilan sosial sehingga institusi negara the principles of social justice so that the state
dan institusi hukum mendapat tugas dan tanggung jawab institutions and legal institutions have the duty and
menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi setiap individu- responsibility to ensure the realization of welfare
individu atau masyarakat. Atas dasar itu, dalam konteks for every individual or society. On that basis, in the
tindak pidana korupsi yang menghilangkan kemampuan context of corruption which eliminates the ability
negara untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya of the state to carry out its duties and
maka negara wajib menuntut pemulihan atas kekayaan responsibilities, the state is obliged to demand the
24
yang diambil secara melawan hak. restoration of wealth taken against rights.24

Fleming dalam bukunya Asset Recovery and Its Fleming in his book Asset Recovery and Its
Impact on Criminal Behavior, An Economic Taxonomy: Impact on Criminal Behavior, An Economic
Draft for Comments, melihat pengembalian aset sebagai: Taxonomy: Draft for Comments, sees the asset
pertama, pengembalian aset sebagai proses pencabutan, recovery as: first, a process of revocation,
perampasan, penghilangan; kedua, yang dicabut, deprivation, elimination; second, the revoked,
dirampas, dihilangkan adalah hasil atau keuntungan dari deprived, eliminated are the proceeds or profits of a
tindak pidana; ketiga, salah satu tujuan pencabutan, crime; third, one of the purposes of revocation,
perampasan, penghilangan adalah agar pelaku tindak deprivation, elimination is that the perpetrator
pidana tidak dapat menggunakan hasil serta keuntungan- cannot spend the proceeds the benefits of criminal
keuntungan dari tindak pidana sebagai alat atau sarana acts as tools or means for committing other
25 25
untuk melakukan tindak pidana lainnya. crimes.

Pengembalian aset menurut Paku Utama adalah According to Paku Utama, asset recovery is
sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara a system of law enforcement committed by victim
korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk state of corruption to revocation, deprivation,
mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil elimination rights to assets of corruption from the
tindak pidana korupsi dari pelaku tindak pidana korupsi corruptor through a series of processes and

16
melalui rangkaian proses dan mekanisme. Baik secara mechanisms. Both in criminal and civil law, the
pidana maupun perdata, aset yang berada di dalam assets stored inside or abroad will be traced, frozen,
maupun disimpan di luar negeri, yang dilacak, dibekukan, seized, confiscated, and returned to the victim state
dirampas, disita, dan dikembalikan kepada negara korban of corruption, so that it can return financial losses
hasil tindak pidana korupsi, sehingga dapat due to the criminal acts of corruption. Also
mengembalikan kerugian keuangan akibat tindak pidana included to provide a deterrent effect to the
korupsi. Juga termasuk untuk memberikan efek jera perpetrator and/or potential perpetrator of
26
kepada pelaku dan/ atau calon pelaku tindak pidana corruption crime.
26
korupsi.

Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER- The Regulation of the Attorney General
013/A/JA/06/2014 menggunakan nomenklatur istilah Number: PER-013/A/JA/06/2014 uses the
Pemulihan Aset yang berarti yaitu proses yang meliputi nomenclature of the term ―meaningful Asset
penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan, Recovery‖ which is a process that includes
pengembalian, dan pelepasan aset tindak pidana atau searching, securing, maintaining, confiscating,
barang milik Negara yang dikuasai pihak lain kepada returning and disposing the assets from criminal
korban atau yang berhak pada setiap tahap penegakan acts or the assets belonging to the State owned by
hukum. Pemulihan aset yang dimaksudkan dalam another party to the victim or the eligible at every
Peraturan Jaksa Agung ini dilakukan terhadap: stage of law enforcement. The recovery of the
assets referred to in this Attorney General‘s
Regulation shall be conducted on:

1. Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak 1. Assets acquired directly or indirectly from
langsung dari tindak pidana termasuk yang telah criminal acts including those granted or
dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta converted into private, the other, or corporate
kekayaan pribadi, orang lain, atau korporasi baik property either in the form of capital, income
berupa modal, pendapatan maupun keuntungan or other economic benefits derived from such
ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan property or assets that are allegedly used or
tersebut atau aset yang diduga kuat digunakan atau has been used to commit a crime;
telah digunakan untuk melakukan tindak pidana;
2. Barang temuan; 2. Goods findings;
3. Aset Negara yang dikuasai pihak yang tidak berhak; 3. State assets controlled by unauthorized
4. Aset-Aset lain sesuai ketentuan peraturan perundang- parties;
undangan termasuk yang pada hakikatnya 4. Other assets in accordance with the
merupakan kompensasi kepada korban dan/atau provisions of laws and regulations including
kepada yang berhak. those essentially compensating victims and/or
to the eligible.

17
Sangat disadari bahwa dalam strategi It is well aware that in the strategy to
pemberantasan korupsi, upaya pemidanaan bukan eradicate corruption, criminal prosecution is not the
merupakan satu-satunya jalan efektif, tetapi perlu disusun only effective way, but a more progressive strategy
strategi yang lebih progresif. Pidana penjara yang needs to be developed. The imprisonment which is
merupakan jenis pidana pokok yang paling popular di the most popular type of criminal punishment
antara pidana pokok lainnya (berdasarkan Pasal 10 among other principal crimes (under the Article 10
KUHP) memang dapat memberi pembalasan kepada para of the Criminal Code Prosedure) can indeed give
terpidana atas tindak pidana korupsi yang terbukti retaliation to the convicts of corrupt crimes that are
dilakukannya. Akan tetapi, pidana penjara tidak selalu proven to be done. However, imprisonment does
menyelesaikan masalah, malah dapat menimbulkan not always solve the problem, it can lead to the
masalah seperti over capacity, ketidakjeraan koruptor, dan other problems such as over capacity, corrupt
kerugian negara tidak kunjung terselesaikan. Konsep injustice, and the state losses are not resolved. The
tujuan pemidanaan yang berkembang selama ini dianggap concept of criminal prosecution that developed so
memiliki berbagai kelemahan terutama karena dianggap far is considered to have various weaknesses,
sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun bagi especially because it is considered to not give any
27
korban dan masyarakat. benefit at all to the victims and the community.27

Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi telah The recovery of assets from corruption has
menempati posisi penting dalam pemberantasan tindak occupied an important position in eradicating of
pidana korupsi. corruption.

Artinya, keberhasilan pemberantasan tindak pidana It means the success of eradicating the corruption is
korupsi tidak hanya diukur berdasarkan keberhasilan not only measured by the success of convicting the
memidana pelaku tindak pidana korupsi, namun juga corruption perpetrator, but also determined by the
ditentukan oleh tingkat keberhasilan mengembalikan aset success rate of recovery the corrupted state assets.
negara yang telah dikorupsi.

Tindakan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi The recovering of assets from corruption as an
sebagai upaya meminimalisasi kerugian negara yang effort to minimize the state losses caused by
disebabkan oleh tindak pidana korupsi merupakan upaya corruption, is not less important than the
yang tidak kalah penting dibanding pemberantasan tindak eradication of corruption by giving the most severe
pidana korupsi dengan vonis seberat-beratnya bagi pelaku. verdict for the perpetrator.

Langkah untuk meminimalkan kerugian negara tersebut di The first step to minimize the state losses must be
samping harus dilakukan sejak awal penanganan perkara done since the beginning of the handling case and
juga mutlak dilakukan melalui kerja sama dengan absolutely through cooperation with various state
28
berbagai lembaga negara. institutions.28

18
B. Landasan Teori B. Theories

1. Teori Negara Hukum 1. Theory of State of Law


Indonesia telah mendasarkan dirinya sebagai Indonesia is a State of law, as stated in
Negara hukum. Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1 Article 1 paragraph (3) of the Amendment of the
ayat (3) Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945 Constitution states, ―The State of Indonesia is
1945) menyebutkan, “Negara Indonesia adalah Negara a State of Law‖.
Hukum”.

Dalam kepustakaan Indonesia istilah rechtsstaat dan the In the Indonesian literature the term rechtsstaat is
rule of law sering diterjemahkan dengan negara hukum. often translated by the rule of law. Historically
Secara historis kedua istilah rechtsstaat dan the rule of both the terms rechtsstaat and the rule of law were
law lahir dari sistem hukum yang berbeda. born from different legal systems.

Istilah rechtsstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX, The term rechtsstaat became popular in Europe
29
meskipun pemikiran tentang itu sudah lama ada. since the nineteenth century, although the thought
of it has long existed.29

Sedangkan istilah rule of the law mulai populer dengan Meanwhile the term of rule of the law became
terbitnya sebuah buku dari Albert Van Diceytahun 1885, popular since the publication of Albert Van Dice‘
dengan judul Introduction to the Study of the Law of the book in the year of 1885, entitled Introduction to
30
Constitution. the Study of the Law of the Constitution.30

Paham rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan The concept of rechtsstaat was born from a
menentang absolutisme sehingga sifatnya revolusioner struggle against absolutism so that it was
dan bertumpu pada Civil law system dengan karakteristik revolutionary and based on the Civil law system
administratif. with an administrative characteristics.

Sebaliknya paham the rule of law berkembang secara On the other hand, the concept of rule of law was
evolusioner dan bertumpu pada Common law sistem evolving evolutionarily and based on the common
31
dengan karakteristik judisial. law system with a judicial characteristics.31

Perbedaan karakteristik tersebut disebabkan karena pada This characteristic difference was due to the
zaman Romawi, kekuasaan yang menonjol dari raja adalah Roman rule, the prominent power of the king was
membuat peraturan melalui dekrit. to make the rule by a decree.

Kekuasaan itu kemudian didelegasikan kepada pejabat- The powers were then delegated to the
pejabat administratif sehingga pejabat-pejabat administrative officials so that the administrative
administratif yang membuat pengarahan-pengarahan officials were the ones who make written briefs to

19
tertulis bagi hakim tentang bagaimana memutus suatu the judge on how to decide a dispute.
sengketa.

Sebaliknya di Inggris kekuasaan utama dari Raja adalah On the contrary in England the prominent power of
memutus perkara. Peradilan oleh Raja kemudian the King was to decide the case. The judiciary by
berkembang menjadi suatu sistem peradilan sehingga the King then developed into a judicial system so
hakim-hakim peradilan adalah delegasi dari raja, akan that the judicial judges were the delegates of the
tetapi bukan melaksanakan kehendak Raja. king, but not the will of the King.

Walaupun demikian, perbedaan keduanya dalam Nevertheless, the difference between the two in
perkembangan selanjutnya tidak dipersoalkan lagi karena subsequent developments is undisputed because it
mengarah pada tujuan yang sama, yaitu perlindungan leads to the same goal: the protection of human
32
terhadap hak asasi manusia. rights.32

Pada konsep negara hukum secara umum, In the concept of the rule of law in general,
diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam it is idealized that the commander in the dynamics
33
dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum. of state life should be a law.33

Karena hukum pada dasarnya sangat berkaitan dengan Because the law is fundamentally related to the
sistem hukum yang dianut oleh negara yang bersangkutan legal system of the country concerned and is the
dan merupakan dasar utama berdirinya suatu negara. main basis of the founding of a state.

Hukum merupakan sumber tertinggi (supremasi hukum) Law is the supreme source in governing and
dalam mengatur dan menentukan mekanisme hubungan determining the legal relations mechanism between
hukum antara negara dan masyarakat atau antar anggota state and society or among community members
34
masyarakat yang satu dengan yang lain. with one another.34

Hakikat negara hukum adalah menjunjung tinggi The essence of a legal state is to uphold the
sistem hukum yang menjamin kepastian hukum (rechts legal system that ensures legal certainty (rechts
zekerheids) dan perlindungan terhadap hak asasi manusia zekerheids) and the protection of human rights.
(human rights).

Suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus A state based on law must guarantee the equality of
menjamin persamaan (equality) setiap individu, termasuk each individual, including the freedom of an
kemerdekaan individu untuk menggunakan hak asasinya. individual to exercise his / her rights.

Hal ini merupakan conditio sine quanon, mengingat This is a conditio sine quanon, given that a state of

20
bahwa negara hukum lahir sebagai hasil perjuangan law is born as a result of an individual‘s struggle to
individu untuk melepaskan dirinya dari keterikatan serta escape him from the attachment and arbitrary
tindakan sewenang-wenang penguasa. actions of the ruler.

Atas dasar itulah, penguasa tidak boleh bertindak On this basis, the ruler should not act arbitrarily
sewenang-wenang terhadap individu dan kekuasaannya against the individual and the power must be
pun harus dibatasi.35 limited.35

Sri Soemantri Martosoewignjo menyebutkan empat Sri Soemantri Martosoewignjo mentions


unsur Negara hukum yaitu: Pertama, pemerintah dalam four elements of a State of Law: First, the
melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas government in carrying out its duties and
hukum atau peraturan perundang-undangan; Kedua, obligations must be based on rules or laws and
adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga regulations; Second, the existence of guarantee of
negara); Ketiga, adanya pembagian kekuasaan dalam human rights (citizens); Third, the division of
negara; dan Keempat, adanya pengawasan dari badan- power within the state; and Fourth, the supervision
36
badan peradilan (rechtsterlijke controle). Adapun Bagir of the judicial bodies (rechtsterlijke controle).36 as
Manan tentang ciri suatu negara berdasarkan atas hukum, for Bagir Manan says the characteristics of a state
37
yaitu: based on the law are:37
a. Semua tindakan harus berdasarkan atas hukum; a. All actions must be based on law;
b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan b. There are provisions that guarantee the basic
hak-hak lainnya; rights and other rights;
c. Ada kelembagaan yang bebas untuk menilai c. There are institutions that are free to judge
perbuatan penguasa terhadap masyarakat (badan the actions of the authorities towards the
peradilan yang bebas); community (free judicial bodies);
d. Ada pembagian kekuasaan. d. There is a division of power.

2. Teori Kebijakan Hukum Pidana 2. Theory of Criminal Law Policy


Tidaklah sah dan bertentangan dengan esensi It is illegal and contradictory to the essence
negara hukum, bilamana terdapat suatu kejahatan yang of the rule of law, if there is a crime that is not
tidak ditentukan dalam peraturan perundang-undangan specified in the rules and regulations (especially its
pengaturannya (khususnya pemidanaannya) tetapi punishment) and the punishment is carried out.
dilakukan penghukuman terhadapnya.

Pada asasnya, menjatuhkan pidana secara sewenang- In principle, arbitrary or excessive improperly
wenang atau berlebihan merupakan suatu kekejian imprisonment is an abomination of human rights38
38
terhadap hak asasi manusia dan sangat bertentangan and strongly against the value of the rule of law.
dengan nilai negara hukum. Ditentukan dalam Pasal 1 ayat Determined in Article 1 Paragraph (1) of the
(1) KUHP yaitu tiada suatu perbuatan boleh dihukum, Criminal Code is that there is no act of being
melainkan atas kekuatan pidana dalam undang-undang punished, but rather by criminal power in the

21
yang ada terdahulu daripada perbuatan itu.39 Olehnya previous law rather than the act.39 It is necessary to
diperlukan terlebih dahulu penetapan proses kriminalisasi first establish a criminalization process which
yang mengandung pertimbangan politik hukum berupa contains legal political considerations in the form
kebijakan hukum pidana. of criminal law policy.

Termasuk dalam hal penanggulangan korupsi, Including in terms of the prevention of


kebijakan atau upaya penanggulangannya melalui hukum corruption, policy or efforts to overcome it through
pidana sangat strategis. Pada dasarnya penanggulangan the criminal law is very strategic. Basically, the
kejahatan korupsi melalu kebijakan hukum pidana prevention of corruption through criminal law is an
merupakan bagian integral dari upaya perlindungan integral part of social protection and social welfare.
masyarakat (sosial defence) dan upaya mencapai It can be argued that the ultimate or ultimate goal
kesejahteraan masyarakat (sosial welfare). Dapat of criminal politics is ―the protection of society to
dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari achieve the welfare of society‖.40 It is also natural
politik kriminal ialah ―perlindungan masyarakat untuk that criminal law policy or politics is also an
40
mencapai kesejahteraan masyarakat‖. Wajar pulalah integral part of social policy or politics. Social
apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga policy (social policy) can be interpreted as a
merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik rational effort to achieve the welfare of the
sosial (sosial policy). Kebijakan sosial (sosial policy) community and also includes the protection of
dapat diartikan sebagai usaha yang rasional untuk society. So in the sense of ―social policy‖ is also
mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus included in it ―social welfare‖ and ―social defence
mencakup perlindungan masyarakat. Jadi di dalam policy‖.41
pengertian ―sosial policy‖ sekaligus tercakup di dalamnya
―sosial welfare‖ dan ―sosial defence policy‖.41

Ditinjau dari sudut politik hukum, menjalankan Judging from the political side of the law,
politik hukum pidana juga mengadakan pemilihan untuk conducting criminal law policy also conducts
mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling elections to achieve the best results of criminal
baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya legislation, in the sense of fulfilling the
42 42
guna. Selain itu usaha penanggulangan kejahatan dengan requirements of justice and efficiency. In
hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian addition, criminal prevention efforts with criminal
dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan law are essentially also part of enforcement efforts
hukum pidana). Sering pula dikatakan, bahwa politik atau law (especially criminal law enforcement). It is
kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari also often said that politics or criminal law policy
kebijakan penegakkan hukum (law enforcement policy). is also part of the law enforcement policy.

A. Mulder berpendapat bahwa politik hukum A. Mulder argues that the politics of
pidana (strafrechtpolitiek) adalah garis kebijakan untuk criminal law (strafrechtpolitiek) is the policy line to
menentukan yaitu: determine that is:
1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang 1. To what extent the applicable criminal

22
berlaku perlu diubah atau diperbaharui; provisions need to be amended or updated;
2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya 2. What can be done to prevent the occurrence
tindak pidana; dan of a crime; and
3. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan 3. How prosecutions, prosecutions, judicial and
43
dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan . criminal proceedings should be undertaken43.

Dalam perspektif kebijakan, penggunaan hukum In a policy perspective, the use of criminal
pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan bukan law as a means of crime prevention is not a
suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang necessity. There is no absolute in the field of
kebijakan, karena pada hakikatnya, dalam memilih sebuah policy, because essentially, in choosing a policy
kebijakan orang dihadapkan pada berbagai macam people are faced with various alternatives.44 But if
alternatif.44 Namun apabila hukum pidana dipilih sebagai the criminal law is chosen as a means of crime
sarana penanggulangan kejahatan, maka kebijakan penal prevention, then penal policies must be made in a
harus dibuat secara terencana dan sistematis ini berarti planned and systematic way this means that
bahwa memilih dan menetapkan hukum pidana sebagai choosing and establishing criminal law as a means
sarana penanggulangan kejahatan harus memperhitungkan of crime prevention must take into account all
semua faktor yang dapat mendukung berfungsinya dan fperpetrator that can support the functioning and
45
bekerjanya hukum pidana dalam kenyataannya. operation of criminal law in reality.45

Masalah kebijakan kriminal menurut Sudarto46 The problem of criminal policy according
harus memperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai to Sudarto46 should pay attention to the things that
berikut: are essentially as follows:
a) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan a) The use of criminal law should take into
tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan account the national development objective
masyarakat adil dan makmur yang merata material of realizing a just and prosperous society that
dan spiritual berdasarkan Pancasila. Dalam hal ini is equally material and spiritual based on
penggunaan hukum pidana bertujuan untuk Pancasila. In this case the use of criminal law
menanggulangi kejahatan dan mengadakan aims to tackle crime and conduct awareness
pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu of the countermeasures themselves, for the
sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman welfare and protection of society;
masyarakat;
b) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau b) Acts attempted to be prevented or dealt with
ditanggulangi dengan hukum pidana harus by criminal law shall be ―undesirable deeds‖,
merupakan ―perbuatan yang tidak dikehendaki‖, that is, actions which bring harm (material
yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian and / or spiritual) to the citizens;
(material dan/atau spiritual) atas warga masyarakat;
c) Penggunaan hukum pidana harus pula c) The use of criminal law must also take into
memperhitungkan prinsip ―biaya dan hasil‖ (cost- account the principle of ―cost-benefit
benefit principle). Untuk itu perlu diperhitungkan principle‖ (cost-benefit principle). For that it

23
antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan needs to be taken into account between the
hasil yang diharapkan akan dicapai; amount of costs incurred with the expected
results to be achieved;
d) Penggunaan hukum pidana harus pula d) The use of criminal law should also take into
memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya account the capacity or ability of the
kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu workforce of law enforcement agencies, ie
jangan sampai ada kelampauan beban tugas (over there should be no over-burden of the task
blasting). (over blasting).

3. Teori Asset Recovery 3. Theory of Asset Recovery


Perspektif kebijakan kriminal menegaskan bahwa The perspective of criminal policy confirms
dalam hal penanggulangan kejahatan, sangat penting that in the case of crime prevention, it is important
untuk mempertimbangkan hal utama terkait perbaikan to consider the main concerns about improving the
dampak dari kejahatan serta bentuk pencegahan yang impact of crime as well as effective and
efektif dan ekonomis. Termasuk dalam hal economical forms of prevention. Included in the
penanggulangan Tipikor, pertimbangan kebijakan case of Corruption countermeasures, policy
berkaitan pemulihan dampak kejahatan berupa considerations related to the recovery of the impact
pengembalian kerugian Negara harus diakselerasikan of crime in the form of State loss must be
dalam proses kriminalisasi. Merupakan tugas dan accelerated in the process of criminalization. It is
Tanggung jawab negara untuk mewujudkan keadilan the duty and responsibility of the state to realize
sosial dipandang dari sudut teori keadilan sosial, social justice in terms of social justice theory,
memberikan justifikasi moral bagi negara untuk providing moral justification for the state to make
melakukan upaya-upaya pengembalian aset hasil efforts to return the assets of Corruption.
47
Tipikor.

Cita-cita pemberantasan korupsi yang terkandung The ideals of corruption eradication


dalam peraturan perundang-undangan, untuk saat ini contained in the legislation, for now contains at
setidaknya memuat tiga isu utama, yaitu pencegahan, least three main issues, namely the prevention,
pemberantasan dan pengembalian aset hasil korupsi (asset eradication and return of assets resulting from
recovery). Amanat undang-undang itu bermakna, corruption (asset recovery). The mandate of the law
pemberantasan korupsi tidak hanya terletak pada upaya is meaningful, the eradication of corruption lies not
pencegahan maupun pemidanaan para koruptor saja, tetapi only in the prevention and punishment of
juga meliputi pengembalian aset Tipikor. Tetapi, jika corruptors alone, but also includes the restoration
kegagalan terjadi dalam pengembalian aset hasil Tipikor, of assets of Corruption. However, if failure occurs
48
maka dapat mengurangi rasa jera terhadap para koruptor. in The recovery of assets of Corruption, it can
Dalam konteks ini Romli Atmasasmita mengemukakan reduce the deterrent to the corruptors.48 In this
tindak pidana korupsi sebagai kejahatan terhadap context Romli Atmasasmita proposes corruption as
kesejahteraan bangsa dan negara yang ditandai dengan a crime against the welfare of the nation and the
hilangnya aset hasil Tipikor merupakan bagian penting state marked by the loss of the assets of the

24
dan strategis dalam upaya pemberantasan Tipikor.49 Corruption result is an important and strategic part
in Corruption eradication efforts.49

Upaya pengembalian aset negara ‗yang dicuri‘ Stolen asset recovery efforts through
(stolen asset recovery) melalui Tipikor cenderung tidak Corruption tend not to be easy to do. Corruption
mudah untuk dilakukan. Para pelaku Tipikor memiliki Perpetrator have unusually wide and inaccessible
akses yang luar biasa luas dan sulit dijangkau dalam access in hiding or laundering money from
menyembunyikan maupun melakukan pencucian uang corruption. The problem becomes increasingly
(money laundering) hasil tindak pidana korupsinya. difficult for the recovery effort due to the safe
Permasalahan menjadi semakin sulit untuk upaya recovery haven of the proceeds of the crime which
dikarenakan tempat penyembunyian (safe heaven) hasil transcends the territorial boundaries of the country
kejahatan tersebut yang melampaui lintas batas wilayah where the Tipikor itself is conducted. For
negara dimana Tipikor itu sendiri dilakukan. Bagi negara- developing countries to pierce asset recovery issues
negara berkembang untuk menembus pelbagai that touch the legal requirements of big countries
permasalahan pengembalian aset yang menyentuh will be extremely difficult, let alone that
ketentuan-ketentuan hukum negara-negara besar akan developing country does not have a good
terasa teramat sulit, apalagi negara berkembang tersebut cooperative relationship with the country where the
tidak memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan stolen assets are stored.50
negara tempat aset curian disimpan.50

Brenda Grantland menjelaskan bahwa perampasan Brenda Grantland explains that asset
aset (asset forfeiture) adalah suatu proses dimana forfeiture is a process whereby the government
pemerintah secara permanen mengambil properti dari permanently takes property from the owner without
pemilik tanpa membayar kompensasi yang adil, sebagai paying fair compensation, as a punishment for
hukuman untuk pelanggaran yang dilakukan oleh properti offenses committed by property or owners. From
atau pemilik. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa this definition it can be seen that asset deprivation
perampasan aset merupakan suatu perbuatan permanen is a permanent act different from foreclosure which
yang berbeda dengan penyitaan yang merupakan is a temporary deed, because the confiscated goods
perbuatan sementara, karena barang yang disita akan will be determined in the decision whether to be
ditentukan dalam putusan apakah akan dikembalikan pada returned to the rightful, deprived or for the state
yang berhak, dirampas atau untuk negara dimusnahkan destroyed or to be used for evidence of another
51
atau akan digunakan bagi pembuktian perkara lain. case.51

Terminologi perampasan dalam KUHAP dikenal The termination of the Criminal Procedure
dengan kata ―rampas‖ yang diatur dalam Pasal 194 ayat Code is known by the word ―seized‖ as stipulated
(1) KUHAP bahwa dalam hal putusan pemidanaan atau in Article 194 paragraph (1) of the Criminal
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan Procedure Code that in the case of the decision of
menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan criminal proceedings or free of any lawsuit, the
kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang court shall determine that the seized evidence is

25
namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika handed over to the party most entitled to recover
menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu harus the his name shall be contained in the verdict
dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan unless in accordance with the provisions of the law
atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. the evidence must be confiscated for state purposes
Menurut Marjono Reksodiputro bahwa konsep hukum or destroyed or destroyed so that it can no longer
(Legal concept) perampasan aset menurut hukum pidana be used. According to Marjono Reksodiputro that
Indonesia adalah tindakan perampasan bentuk sanksi the legal concept (Legal concept) of confiscation of
pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh hakim, assets under Indonesian criminal law is an act of
52
bersama-sama dengan pidana pokok. appropriation of additional forms of criminal
sanction which may be imposed by the judge,
together with the principal punishment.52

Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor The Attorney General‘s Regulation


013/A/JA/06/2014 tentang Pedoman Pemulihan Aset, (PERJA) No. 013 / A / JA / 06/2014 on Guidelines
menyatakan bahwa perampasan adalah tindakan paksa for Asset Recovery states that confiscation is a
yang dilakukan oleh negara untuk memisahkan hak atas forced act by the state to separate the right to assets
aset berdasarkan putusan pengadilan, sedangkan penyitaan based on a court decision, while confiscating the
aset para pelaku korupsi merupakan langkah antisipatif assets of corrupt perpetrator is an anticipatory step.
yang bertujuan untuk menyelamatkan atau mencegah aims to save or prevent the escape of wealth. It is
larinya harta kekayaan. Harta kekayaan inilah yang kelak this treasure that the court will later have, whether
oleh pengadilan, apakah harus diambil sebagai upaya it should be taken as an attempt to restore the state
untuk pengembalian kerugian keuangan negara atau financial loss or as an additional criminal in the
sebagai pidana tambahan berupa merampas hasil form of seizing the proceeds of the crime. So the
kejahatan. Sehingga proses penyitaan adalah suatu upaya foreclosure process is a forced effort that is part of
paksa yang menjadi bagian dari tahap penyidikan, the investigation phase, the permanent legal force
berkekuatan hukum tetap (in kracht). (in kracht).

Terdapat dua jenis perampasan aset dalam There are two types of asset deprivation in
kaitannya dengan upaya pengembalian aset yang berasal relation to The recovery of assets derived from the
dari tindak pidana, yaitu perampasan aset dengan criminal act, namely the deprivation of assets by
mekanisme hukum perdata (inrem) dan perampasan aset the mechanism of civil law (inrem) and the
secara pidana yang mendasar dalam hal prosedur dan appropriation of the underlying criminal assets in
penerapannya dalam melakukan perampasan aset yang terms of procedures and their application in the
merupakan hasil dari suatu tindak pidana. Kedua jenis seizure of assets that are the result of a crime . Both
perampasan aset tersebut mempunyai dua tujuan yang types of asset deprivation have two common goals,
sama, pertama: mereka yang melakukan pelanggaran first: those who commit a lawlessness are not
hukum tidak diperbolehkan untuk mendapatkan allowed to benefit from the violation of the law that
keuntungan dari pelanggaran hukum yang ia lakukan. they do. The proceeds and instruments of a
Hasil dan instrumen dari suatu tindak pidana harus criminal offense shall be confiscated and used for

26
dirampas dan digunakan untuk korban (negara atau subjek the victim (state or legal subject). Second,
hukum). Kedua, pencegahan pelanggaran hukum dengan prevention of lawlessness by eliminating the
cara menghilangkan keuntungan ekonomi dari kejahatan economic benefits of crime and preventing evil
dan mencegah perilaku jahat. behavior.

__________ __________
15 15
Andi Hamzah, Delik-Delik Tersebar di Luar KUHP Andi Hamzah, Delik-Delik Tersebar di Luar
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1982). KUHP (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982).
16 16
Azyumardi Azra, ―Korupsi Dalam Perspektif Good Azyumardi Azra, ―Korupsi Dalam Perspektif
Governance,‖ Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 2, no. 1 Good Governance,‖ Jurnal Kriminologi Indonesia
(2002). Hlm. 31 Vol. 2, no. 1 (2002). p. 31
17 17
Ibid. Hlm.31-32 Ibid. pp.31-32
18 18
Eddy Mulyadi Soepardi, ―Peran BPKP Dalam Eddy Mulyadi Soepardi, ―Peran BPKP Dalam
Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan
Barang Dan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah,‖ Barang Dan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah,‖
Seminar Nasional Permasalahan Hukum Pada National Seminar on Legal Problems in the
Pelaksanaan Kontrak Jasa Konsultansi dan Pencegahan Implementation of Corruption Consultancy and
Korupsi Di Lingkungan Instansi Pemerintah (Jakarta: Prevention Service Contracts in Government
Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan INKINDO, Agencies (Jakarta: Fakultas of Law of University
2010). hlm. 5 of Indonesia with INKINDO, 2010). p. 5
19 19
Ibid. Ibid.
20 20
http://www.hariandialog.com http://www.hariandialog.com
21 21
KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?,‖ terakhir KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?,‖
diubah tahun 2016, last updated of 2016,
https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset-koruptor- https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset-
mengapa-harus-disita. koruptor-mengapa-harus-disita.
22 22
Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan Pengembalian Arge Arif Suprabowo, ―Perampasan Dan
Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi
Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya
Tindak Korupsi‖ (Universitas Pasundan, 2016). Hlm.6 Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Korupsi‖
23
Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana (University of Pasundan, 2016). p.6
23
Pencucian Uang: Perspektif Hukum Progresif, Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana
Yogyakarta. Thafamedia, 2015, hlm.22 Pencucian Uang: Perspektif Hukum Progresif,
Yogyakarta. Thafamedia, 2015, p.22
24 24
Purwaning. M. Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Purwaning. M. Yanuar, Pengembalian Aset
Berdasarkan Konvensi PBB anti korupsi 2003 dalam Korupsi Berdasarkan Konvensi PBB anti korupsi
Sistem Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 2007 2003 dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung:
Hlm.107 Alumni, 2007 p.107
25 25
Paku Utama, ―Terobosan UNCAC Dalam Pengembalian Paku Utama, ―Terobosan UNCAC Dalam

27
Aset Korupsi Melalui Kerjasama Internasional,‖ Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama
Www.hukumonline.com, terakhir diubah tahun 2008, Internasional,‖ Www.hukumonline.com, last
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19356/terob updated of 2008,
osan-uncac-dalam-pengembalian-aset-korupsi-melalui- http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol1935
kerjasama-internasional. 6/terobosan-uncac-dalam-pengembalian-aset-
korupsi-melalui-kerjasama-internasional.
26 26
Ibid. Ibid.
27 27
Dave Akbarshah Fikarno Laksono, ―Hari Antikorupsi Dave Akbarshah Fikarno Laksono, ―Hari
dan Etos Pengembalian Aset Korupsi,‖ Okezone.com, Antikorupsi dan Etos Pengembalian Aset Korupsi,‖
terakhir diubah tahun 2016, Okezone.com, last updated of 2016,
https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/1559716/o https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/15
pini-hari-antikorupsi-dan-etos-pengembalian-aset-korupsi. 59716/opini-hari-antikorupsi-dan-etos-
pengembalian-aset-korupsi.
28 28
Ibid. Ibid.
29 29
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi
Di Indonesia Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Rakyat Di Indonesia Sebuah Studi Tentang
Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh
Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum
Administrasi Negara (Surabaya: Bina Ilmu, 1987). Hlm. Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara
72. (Surabaya: Bina Ilmu, 1987). p. 72.
30 30
Ibid. Ibid.
31 31
Ibid. Ibid.
32 32
Ibid, hlm.72-73. Ibid, pp.72-73.
33 33
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata
Indonesia Pasca Reformasi (Jakarta: Bhuana Ilmu Negara Indonesia Pasca Reformasi (Jakarta:
Populer, 2007). Hlm. 297 Bhuana Ilmu Populer, 2007). p. 297
34 34
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi (Jakarta: UII Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi
Press, 2003). Hlm. 238-239 (Jakarta: UII Press, 2003). pp. 238-239
35 35
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara
(Bandung: Alumni, 1983). Hlm. 3 Hukum (Bandung: Alumni, 1983). p. 3
36 36
Sri Soemantri Martosoewignjo, Dasar-Dasar Sistem Sri Soemantri Martosoewignjo, Dasar-Dasar
Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD 1945 Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
(Bandung: Alumni, 1992). Hlm. 29 Menurut UUD 1945 (Bandung: Alumni, 1992). p.
29
37 37
Bagir Manan, ―Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Bagir Manan, ―Dasar-Dasar Sistem
Republik Indonesia Menurut UUD 1945‖ (Bandung, Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD
1994). Hlm. 19 1945‖ (Bandung, 1994). p. 19
38 38
Bagir Manan dan Susi Harijanti, Dwi, Memahami Bagir Manan dan Susi Harijanti, Dwi, Memahami
Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi (Jakarta: Rajawali Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi (Jakarta:

28
Pers, 2014). Hlm.164-165 Rajawali Pers, 2014). pp.164-165
39 39
H.R. Abdussalam and Andri Desasfuryanto, Sistem H.R. Abdussalam and Andri Desasfuryanto,
Peradilan Pidana (Jakarta: PTIK, 2012). Hlm.389 Sistem Peradilan Pidana (Jakarta: PTIK, 2012).
p.389
40 40
Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang Sistem Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi Tentang
Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Indonesia Sistem Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi
(Bandung: CV Utomo, 2004). Hlm 142 Indonesia (Bandung: CV Utomo, 2004). p.142
41 41
Ibid Ibid
42 42
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung: Alumni, Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung:
1977). Hlm. 161 Alumni, 1977). p. 161
43 43
Yesmil Anwar and Adang, Pembaharuan Hukum Yesmil Anwar and Adang, Pembaharuan Hukum
Pidana (Reformasi Hukum Di Indonesia) (Jakarta: Pidana (Reformasi Hukum Di Indonesia) (Jakarta:
Grasindo, 2008). Hlm. 59. Grasindo, 2008). p. 59.
44 44
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori
Kebijakan Pidana (Bandung: Alumni, 1992).Hlm 89. dan Kebijakan Pidana (Bandung: Alumni, 1992).
p.89.
45 45
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996). Hlm 37. Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996). p.37.
46 46
M. Hamdan, Politik Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali M. Hamdan, Politik Hukum Pidana (Jakarta:
Pers, 1997). Hlm 30. Rajawali Pers, 1997). p.30.
47 47
Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum (Kapita Arief, Korupsi dan Upaya Penegakan Hukum
Selekta). Hlm. 101 (Kapita Selekta). p. 101
48 48
Sanusi, ―Mekanisme Pengembalian Aset Hasil Tindak Sanusi, ―Mekanisme Pengembalian Aset Hasil
Pidana Korupsi.‖ Hlm. 25-26 Tindak Pidana Korupsi.‖ pp. 25-26
49 49
Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi
Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003
Indonesia. Hlm. 21 Dalam Sistem Hukum Indonesia. p. 21
50 50
Isra, Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi Melalui Isra, Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi
Kerjasama Internasional. Melalui Kerjasama Internasional.
51 51
Hangkoso Satrio W., ―Perampasan Aset Penangan Hangkoso Satrio W., ―Perampasan Aset
Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Penangan Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak
Uang (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. Pidana Pencucian Uang (Case Study of Supreme
1454K/Pid.Sus/2011 Dengan Terdakwa Bahasuim Court Decisions No. 1454K/Pid.Sus/2011 With
Assifie)‖ (Universitas Indonesia, 2012). Hlm. 21 Defendant Bahasuim Assifie)‖ (University of
52
Mardjono Reksodiputro, Masukan Terhadap RUU Indonesia, 2012). p. 21
52
Tentang Perampasan Aset, Sosialisasi RUU (Jakarta, Mardjono Reksodiputro, Masukan Terhadap
2009). RUU Tentang Perampasan Aset, Sosialisasi RUU
(Jakarta, 2009).

29
BAB III CHAPTER III
METODE PENELITIAN RESEARCH METHODS

A. Jenis Penelitian A. Types of Research


Pada dasarnya, penelitian hukum terbagi dalam Basically, legal research is divided into
beberapa jenis berdasarkan fokus penelitiannya several types based on the focus of its research such
diantaranya yaitu penelitian hukum normatif, penelitian as normative law research, normative-empirical law
hukum normatif-empiris, dan penelitian hukum empiris.53 research, and empirical law research.53 Research
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian method used in research on ―Urgency and
tentang ―Urgensi dan Mekanisme Perampasan Aset Mechanism of Asset Lacking of Corruption Assets
Terpidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian as the Effort to Return State Losses ―This is a
Kerugian Negara‖ ini adalah metode penelitian hukum normative legal research method.
normatif.
Penelitian hukum normatif (normative law Normative law research uses normative
research) menggunakan studi kasus hukum normatif legal case studies in the form of legal behavioral
berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji products, such as reviewing the draft law. The
rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah subject of the study is the law that is conceptualized
hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang as the norm or rule that prevails in society and
berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku becomes the reference of everyone's behavior.
setiap orang.
Penelitian hukum normatif berfokus pada Normative legal research focuses on the
inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, inventory of positive law, legal principles and
penemuan hukum dalam perkara in konreto, sistematika doctrines, legal discovery in conreto, legal system,
hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum, dan synchronization level, comparative law, and legal
sejarah hukum.54 history.54

B. Pendekatan Penelitian B. Approach of the Research


Pendekatan adalah keseluruhan unsur yang The approach is the whole of the
dipahami untuk mendekati suatu bidang ilmu dan comprehensible element to approach a field of
memahami pengetahuan yang teratur, bulat, mencari knowledge and to grasp the orderly, unanimous
55
sasaran yang ditelaah oleh ilmu tersebut. Setiap knowledge of the knowledge studied.55 Each
permasalahan yang ada mempunyai cara pendekatan problem has a different approach to problem. In
masalah yang berbeda-beda. Pada umumnya dalam general in legal research there are several
penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Macam- approaches. The various approaches used in legal
macam pendekatan yang digunakan di dalam penelitian research are: (a). The statute approach; (b). Case
hukum diantaranya: (a). Pendekatan undang-undang approach; (c). Historical Approach (historical
(statute approach); (b). Pendekatan kasus (case approach); (d). Comparative approach; and (e).
approach); (c). Pendekatan historis (historical approach); Conceptual approach.56

30
(d). Pendekatan komparatif (comparative approach); dan
(e). Pendekatan konseptual (conseptual approach).56

Sesuai dengan permasalahan penelitian yang ada In accordance with the existing research
maka digunakan beberapa pendekatan masalah yaitu problems then used several approaches to the
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan problem of the approach legislation (statute
pendekatan kasus (case approach). Pendekatan approach) and case approach (case approach). The
perundang-undangan (statute approach) digunakan dalam statute approach is used in the study of hierarchies
mengkaji hierarki dan asas-asas untuk menjawab rumusan and principles to answer the formulation of first and
masalah pertama dan ketiga. Pendekatan kasus (case third problems. The case approach is intended to
approach) dimaksudkan untuk menelusuri ratio legis dan track the legislation ratio and the ontological basis
57
dasar ontologis lahirnya peraturan perundang-undangan. of the birth of legislation.57 By studying the
Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis suatu legislation ratio and the ontological basis of a law,
undang-undang, maka peneliti akan mampu menangkap the researcher will be able to capture the
kandungan filosofis yang ada di belakang undang-undang philosophical content behind the law. On the
itu. Atas pemahaman dari kandungan filosofis yang ada di understanding of the philosophical content behind
belakang undang-undang itu, maka peneliti akan dapat the law, the researcher will be able to infer whether
menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis there is a philosophical clash between the law and
58
antara undang-undang dengan isi yang dihadapi. the content faced.58

Adapun pendekatan kasus digunakan untuk The case approach is used to answer the
menjawab permasalahan kedua dalam penelitian ini yaitu second problem in this research that is related to the
terkait eksistensi dan dinamika perkembangan hukum existence and dynamics of the development of law
perampasan aset terpidana Tipikor dalam hukum positif di for the deprivation of assets of Corruption convict
Indonesia. Pendekatan Kasus (case approach) digunakan in positive law in Indonesia. The case approach
dalam rencana penelitian ini adalah dengan menganalisis used in this research plan is to analyze court
putusan-putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan decisions that already have permanent legal force
hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang substansinya, (inkracht van gewijsde) whose substance, either
baik secara langsung maupun tidak langsung, menyangkut directly or indirectly, concerns and relates to the
dan terkait dengan hukum perampasan aset terpidana law of confiscation of Corruption convicted asset.
Tipikor. Melalui dokumen berupa putusan pengadilan Through the document the court's decision can be
tersebut dapat ditemukan apakah hakim benar-benar found whether the judge really acts as a mouthpiece
berperan sebagai corong undang-undang dan mengikatkan of the law and binds itself firmly to the formal
diri secara teguh pada tata prosedural formal. Ataukah di procedural order. Or can there be legal
dalamnya dapat ditemukan juga adanya terobosan hukum, breakthroughs, new initiatives from judges aimed at
inisiatif baru dari hakim yang bertujuan untuk dapat lebih giving more access to justice to the parties.59
memberi akses keadilan kepada para pihak.59

31
C. Data Penelitian C. Data of the Research
Terdapat dua jenis data dalam suatu penelitian There are two types of data in a study that is
yaitu data primer dan data sekunder. Adapun untuk primary data and secondary data. As for research on
penelitian tentang ―Urgensi dan Mekanisme Perampasan ―Urgency and Mechanism of Confiscation of
Aset Terpidana Korupsi Sebagai Upaya Pengembalian Corruption Assets Assets as a Return Effort of State
Kerugian Negara‖ menggunakan sumber utama berupa Losses‖ using primary sources of secondary data or
60
data sekunder atau bahan pustaka. Data sekunder yang library materials.60 Secondary data in question
dimaksud meliputi bahan hukum. Adapun sumber bahan includes legal materials. The sources of legal
hukum dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, materials can be classified into 3 (three) types,
61
yaitu: namely: 61

a. Bahan hukum primer (primary resource atau a. Primary legal material (primary resource or
authooritative records), berupa UUD 1945, authooritative records), in the form of the
Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan dan 1945 Constitution, the Decree of the People's
peraturan pelaksanaanya; Consultative Assembly, its laws and
regulations;
b. Bahan hukum sekunder (secondary resource atau b. Secondary legal materials (secondary
not authoritative records), berupa bahan-bahan resource or not authoritative records), in the
hukum yang dapat memebrikan kejelasan terhadap form of legal materials that can memebrikan
bahan hukum primer, seperti literatur, hasil-hasil clarity of primary legal materials, such as
penelitian, makalah-makalah dalam seminar, artikel- literature, research results, papers in seminars,
artikel dan lain sebagainya; dan articles and so forth; and
c. Bahan hukum tersier (tertiary resource), berupa c. Tertiary legal materials, in the form of legal
bahan-bahan hukum yang dapat memberi petunjuk materials that can provide clues and clarity to
dan kejelasan terhadap bahan hukum primer maupun the material of primary law and secondary
bahan hukum sekunder seperti berasal dari law material such as derived from dictionary /
kamus/leksikon, ensiklopedia dan sebagainya. lexicon, encyclopedia and so on.

Melalui data dan bahan hukum di atas tim peneliti Through the data and legal materials above
berupaya untuk menemukan hukum inconcerto yang the research team seeks to discover the law of
bertujuan untuk menemukan hukum yang sesuai dan yang inconcerto aiming to find the appropriate laws and
62
diterapkan di dalam suatu permasalahan tertentu, those applied in a particular matter, 62 especially
terutama yang berkaitan dengan hukum pengembalian aset those relating to the law of returning the Corruption
terpidana Tipikor. Untuk menambahkan dan melengkapi convicted asset. To add and complete secondary
data sekunder dibutuhkan instrumen penelitian berupa data, the research instrument is needed in the form
wawancara dengan responden yang telah ditentukan sesuai of interviews with the respondents who have been
dengan keperluan dan tujuan penelitian, berdasarkan determined in accordance with the purposes and
kewenangan, pengetahuan, pengalaman dan pemahaman objectives of the study, based on authority,

32
terhadap permasalahan penelitian. Para responden terdiri knowledge, experience and understanding of the
dari para Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Hakim research problem. The respondents consist of
pada Pengadilan Tingkat Banding dan Hakim pada Supreme Court Justices to Supreme Court, Judge at
Pengadilan Negeri di wilayah Jakarta, Bandung dan Court of Appeals and Judge at District Court in
Surabaya serta melibatkan juga para ahli di bidang hukum Jakarta, Bandung and Surabaya area as well as
pidana (akademisi) pada Fakultas Hukum Universitas di involving experts in criminal law (academic) at
sekitar wilayah penelitian. Faculty of Law University around research area.

D. Analisis Data D. Analysis of the Data


Analisis data merupakan upaya untuk menjelaskan Data analysis is an attempt to explain and
dan memaknai data, dengan menggunakan alat bantu interpret data, using the theoretical tools. Basically
berupa teori. Pada dasarnya analisis data adalah pertama, the data analysis is first, the activity of
kegiatan melakukan klasifikasi/kategorisasi data classification / categorization of data based on the
berdasarkan tema-tema yang muncul dari catatan lapangan themes that emerged from field notes and research
dan temuan penelitian. Kedua, kegiatan melakukan findings. Second, activities confirm the theory and
63
konfirmasi antara teori dan data. data.63

Secara teknis, beberapa bahan-bahan hukum dari Technically, some legal materials from
berbagai peraturan perundang-undangan dan konsep various laws and legal concepts and interview
hukum serta hasil wawancara yang relevan dengan results relevant to this research will be analyzed.
penelitian ini akan dianalisis. Analisis dilakukan dengan The analysis is carried out by examining the
menelaah dasar ontologis dan ratio legis dari ketentuan ontological basis and the legis ratio of legislation to
perundang-undangan untuk dapat memahami kandungan understand the philosophical content that animates
filosofis yang menjiwai undang-undang yang terkait dan the relevant law and the judge's interpretation in
penafsiran hakim dalam pemidanaan pencucian uang pada criminalizing money laundering on any court ruling
setiap putusan pengadilan yang telah dikaji. that has been reviewed.

Penarikan kesimpulan dari hasil analisis The conclusions drawn from the results of
pembahasan yang sudah terkumpul dilakukan dengan the analysis of the collected discussion are done by
metode analisis kualitatif-normatif, yaitu dengan cara qualitative-normative analysis method, that is, by
melakukan penafsiran, korelasi, dan perbandingan way of interpretation, correlation, and comparison
terhadap bahan-bahan hukum dan perbandingan of legal materials and comparison of legal
konstruksi hukum yang relevan dengan kajian ini. constructions relevant to this study. Then the
Kemudian penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang withdrawal of conclusions from the results of
sudah terkumpul dilakukan dengan metode analisis research that has been collected is done by
64
normatif-kualitatif dan disajikan secara deskriptif. normative-qualitative analysis method64 and
presented descriptively.

33
__________ __________
53 53
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004). Hlm. 52 Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004). p. 52
54 54
Ibid. Ibid.
55 55
The Liang Gie, Ilmu Politik: Suatu Pembahasan Tentang The Liang Gie, Ilmu Politik: Suatu Pembahasan
Pengertian, Kedudukan, Lingkup Metodologi Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkup
(Yogyakarta: UGM Press, 1982). Hlm.47 Metodologi (Yogyakarta: UGM Press, 1982). p.47
56 56
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum
Kencana, 2014). Hlm. 93 (Jakarta: Kencana, 2014). p. 93
57 57
Ibid. Ibid.
58 58
Ibid, hlm. 94 Ibid, p. 94
59 59
Sulistyowati Irianto dan Lim Sing Meiji. 2011. Praktek Sulistyowati Irianto dan Lim Sing Meiji. 2011.
Penegakan Hukum: Arena Penelitian Sosiolegal Yang Praktek Penegakan Hukum: Arena Penelitian
Kaya. Dalam Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Sosiolegal Yang Kaya. Dalam Sulistyowati Irianto
Penelitian Hukum: Konstelasi Dan Refleksi (Jakarta: dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011). Hlm. 191 Dan Refleksi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2011). p. 191
60 60
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif
Rajawali Pers, 1999). Hlm.13 (Jakarta: Rajawali Pers, 1999). p.13
61 61
Soerjono Soekanto and Sri Mamudji, Penelitian Hukum Soerjono Soekanto and Sri Mamudji, Penelitian
Normatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2006). Hlm. 13. lihat Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2006). p.
pula Marzuki, Penelitian Hukum. Hlm. 14 dalam Lilik 13. see Marzuki, Penelitian Hukum. p. 14 in Lilik
Mulyadi Op Cit. Hlm. 14 Mulyadi Op Cit. p. 14
62 62
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian
Dan Juri Metri (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990). Hukum Dan Juri Metri (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1990).
63 63
Sulistyowati Irianto. 2011. Praktek Penelitian Hukum: Sulistyowati Irianto. 2011. Praktek Penelitian
Perspektif Sosiolegal dalam Irianto and Shidarta, Metode Hukum: Perspektif Sosiolegal dalam Irianto and
Penelitian Hukum: Konstelasi Dan Refleksi. Hlm.310 Shidarta, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi
Dan Refleksi. p.310
64 64
Maria W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Maria W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan
Penelitian (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Usulan Penelitian (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Gadjah Mada, 1989). Hlm. 25 Universitas Gadjah Mada, 1989). p. 25

34
BAB IV CHAPTER IV
HASIL PEMBAHASAN RESEARCH RESULT

A. Pengaturan Mengenai Pengembalian Aset Hasil A. Systematization of the Asset Recovery of


Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Positif Corruption in Positive Law

Penegakan hukum melalui pengungkapan tindak Law enforcement through disclosure of


pidana, menemukan pelaku, serta memasukkan pelakunya criminal acts, finding perpetrator, and introducing
ke dalam penjara (follow the suspect) semata belum efektif perpetrator into the jail (follow the suspect) is
dalam menekan terjadinya kejahatan jika tidak dibarengi merely ineffective in suppressing the occurrence of
dengan upaya menyita dan merampas hasil dan instrumen a crime if it is not accompanied by an attempt to
65
tindak pidana. Keadaan tersebut semakin menemukan confiscate and confiscate the proceeds and
kebenarannya jika dihubungkan dengan kejahatan yang instruments of crime.65 The situation is
bermodus ekonomi seperti korupsi. Dalam tindak pidana increasingly found to be true when it is connected
korupsi keuntungan materiil merupakan salah satu with economic crimes such as corruption. In the
karakteristik tindak pidananya. Hal itu secara gamblang criminal act of corruption the material profit is one
terlihat dari rumusan-rumusan pasal dalam Undang- of the characteristics of the crime. This is clearly
Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti visible from the formulation of articles in the
memperkaya, menguntungkan, menerima pemberian, Corruption Eradication Act such as enriching,
menggelapkan uang atau surat berharga serta beberapa benefiting, accepting gifts, embezzling money or
terminologi lain yang menunjukkan karakteristik modus securities as well as some other terminology that
66
ekonominya. Oleh karenanya, penegakan hukum indicates the characteristics of its economic
terhadap tindak pidana korupsi juga harus berfokus pada mode.66 Therefore, law enforcement of criminal
sisi keuntungan ekonomi sehingga dapat memulihkan acts corruption must also focus on the side of
kerugian yang dialami negara akibat korupsi. economic benefits so as to recover the losses
suffered by the state due to corruption.

Upaya menyita dan merampas hasil serta instrumen Efforts to confiscate and seize proceeds and
tindak pidana yang khususnya dalam tindak pidana instruments of criminal acts especially in
korupsi sebelumnya sudah diinisiasi dalam beberapa corruption have been initiated in several laws and
peraturan perundang-undangan. Antara lain dalam regulations. Among other things in the Rule of the
Peraturan Penguasa Perang Pusat Nomor: Central War Ruling Number:
PRT.PEPERPU/013/1958 Tentang Pengusutan, PRT.PEPERPU/013/1958 About Investigations,
Penuntuan, dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi dan Penuntuan, and Inspection of Corruption and
Pemilikan Harta Benda yang mengatur bahwa terdapat Property Ownership which stipulates that there is
kekuasaan bagi pemilik harta benda untuk menyita harta power for the owner of property to seize the
benda seseorang atau suatu badan apabila setelah property of a person or a body if after conducting
mengadakan penyelidikan yang seksama berdasarkan an investigation thoroughly based on certain
keadaan tertentu dan bukti-bukti lainnya memperoleh circumstances and other evidence to obtain strong

35
dugaan yang kuat, bahwa harta benda itu termasuk dalam allegations, that the property belonged to the
67
harta yang dapat disita dan dirampas. treasures that can be seized and seized.67

Selain itu, pengaturan yang mendasarinya juga In addition, the underlying arrangements
termuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- are also contained in the Government Regulation in
Undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Lieu of Law Number 24 of 1960 concerning
Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Investigation, Prosecution and Corruption Criminal
Dalam perppu tersebut mengatur bahwa segala harta Investigation. In the legislation it regulates that all
benda yang diperoleh dari korupsi di rampas, dan property acquired from corruption is seized, and
terdakwa dapat juga diwajibkan membayar uang the defendant may also be required to pay
pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang substitute money equal to the property acquired
diperoleh dari korupsi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun from corruption. Law Number 3 Year 1971 on the
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga Eradication of Criminal Acts of Corruption has
menjadi salah satu dasar untuk melakukan perampasan also become one of the foundations to seize assets
aset atas seseorang yang meninggal dunia, sebelum atas of a deceased person, before the case there is an
perkaranya ada putusan yang tidak dapat diubah lagi telah irrevocable verdict has committed a criminal act of
melakukan tindak pidana korupsi, maka hakim atas corruption, the judge of the prosecution's demands
tuntutan Penuntut Umum memutus perampasan atas to decide confiscation of goods that have been
barang-barang yang telah disita melalui putusan seized through court decisions.68
pengadilan.68

Berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun The enactment of Law Number 31 Year


1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 1999 as amended by Law Number 20 Year 2001 is
Nomor 20 Tahun 2001 merupakan hukum positif sebagai a positive law as a foundation in the effort to
landasan dalam upaya pemberantasan tindak pidana eradicate corruption in Indonesia. The law also
korupsi di Indonesia. Undang-Undang ini telah mencakup includes provisions related to the recovery of assets
pula ketentuan-ketentuan terkait upaya pemulihan aset for state losses due to corruption. Among the
atas kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. efforts contained in such arrangements other than
Diantara upaya yang termuat dalam pengaturan tersebut through seizure and confiscation there is also
selain melalui penyitaan dan perampasan juga terdapat provision of reversal of the burden of proof of the
ketentuan pembalikan beban pembuktian terhadap wealth of perpetrator suspected of committing
kekayaan pelaku yang diduga melakukan tindak pidana corruption.69
korupsi.69

Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi Return of assets resulting from criminal
dalam hukum positif adalah sistem penegakan hukum acts of corruption in positive law is a system of law
yang dilakukan oleh negara sebagai korban tindak pidana enforcement conducted by the state as a victim of
korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak corruption to revoke, seize, eliminate the right to
atas aset hasil tindak pidana korupsi melalui rangkaian assets of corruption through a series of processes

36
proses dan mekanisme, baik secara pidana dan perdata, and mechanisms, both criminal and civil, criminal
aset hasil tindak pidana korupsi, baik yang ada di dalam corruption, both inside and outside the country are
maupun di luar negeri dilacak, dibekukan, dirampas, traced, frozen, seized, confiscated, handed over and
disita, diserahkan dan dikembalikan kepada negara returned to the state as a victim of corruption, so as
sebagai korban tindak pidana korupsi, sehingga dapat to restore the state financial losses caused by
mengembalikan kerugian keuangan negara yang corruption, and to prevent perpetrator of criminal
diakibatkan oleh tindak pidana korupsi, dan untuk acts corruption using corrupt assets as a tool or
mencegah pelaku tindak pidana korupsi menggunakan aset means to commit other criminal acts and provide a
hasil tindak pidana korupsi sebagai alat atau sarana untuk deterrent effect to the perpetrator and/or potential
melakukan tindak pidana lainnya dan memberikan efek perpetrator of corruption.70 Return of assets or can
jera bagi pelaku dan/atau calon pelaku tindak pidana be said by the state financial returns from the
70
korupsi. Pengembalian aset-aset atau dapat dikatakan proceeds of corruption is interesting to be
dengan pengembalian keuangan negara dari hasil tindak observed.
pidana korupsi menarik untuk dicermati.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Article 4 of Law Number 31 Year 1999, it
dijelaskan bahwa pengembalian kerugian negara atau is explained that the return of state or economy
perekonomian negara tidak akan menghapuskan pidana losses will not eliminate the criminal offender of
pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal criminal acts as referred to in Article 2 and Article
2 dan Pasal 3. Meskipun begitu dalam Penjelasan Pasal 4 3. Nevertheless in the Elucidation of Article 4 it is
disebutkan bahwa pengembalian keuangan atau mentioned that the financial return or the state's
perekonomian negara merupakan salah satu faktor yang economy is one mitigating fperpetrator that can be
meringankan pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku imposed on the perpetrator of corruption. But the
tindak pidana korupsi. Namun pertanyaan yang timbul question that arises is how the implementation
adalah bagaimana proses pelaksanaan atau penegakan process or law enforcement of the asset recovery.
hukum terhadap asset recovery tersebut. Terdapat There are several forms of criminal law
beberapa bentuk langkah penegakan hukum pidana yang enforcement measures that can be directed to the
bisa diarahkan untuk tujuan dan dalam rangka purpose and in order to return assets or property
mengembalikan aset atau harta kekayaan yang berasal dari derived from corruption. Among these measures is
tindak pidana korupsi. Di antara langkah tersebut yaitu through deprivation, reversal of proof, civil
melalui perampasan, pembuktian terbalik, gugatan lawsuit, and the application of criminal payments
perdata, dan penerapan pidana pembayaran uang of replacement money. These steps can be
pengganti. Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan described in detail as follows:
secara rinci sebagai berikut:

1. Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi 1. Deprivation of the Assets of Corruption

Ketentuan mengenai Perampasan Aset sudah lama Provisions on Asset Deprivation have long
dikenal dalam peraturan perundang-undangan yang pernah been recognized in the laws and regulations that

37
berlaku di Indonesia. Peraturan Penguasa Perang Pusat have prevailed in Indonesia. Regulation of the
Nomor: PRT/PEPERPU/013/1958 tentang Pengusutan, Central War Ruler Number:
Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi dan PRT/PEPERPU/013/1958 concerning
Pemilikan Harta Benda, yang merupakan ketentuan yang Investigation, Prosecution and Inspection of
pertama kali menggunakan istilah korupsi, terdapat Corruption and Property Ownership, which is the
pengaturan yang memberikan kekuasaan kepada pemilik first provision to use the term corruption, there are
harta benda untuk menyita harta benda seseorang atau arrangements that give power to property owners to
suatu badan apabila setelah mengadakan penyelidikan confiscate one's property or a body if after a
yang seksama berdasarkan keadaan tertentu dan bukti- thorough investigation under certain circumstances
bukti lainnya memperoleh dugaan yang kuat, bahwa harta and other evidence of strong allegations, that
benda itu termasuk dalam harta yang dapat disita dan property is included in the property which may be
71
dirampas. confiscated and seized.71

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Government Regulation in Lieu of Law


Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, Number 24 of 1960 on Investigation, Prosecution,
dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi mengatur segala and Corruption Criminal Procedure regulates that
harta benda yang diperoleh dari korupsi dirampas, dan all property acquired from corruption is seized, and
terdakwa dapat juga diwajibkan membayar uang the defendant may also be required to pay
pengganti yang jumlahnya sama dengan harta benda yang substitute money equal to the property acquired
diperoleh dari korupsi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun from corruption. Law Number 3 Year 1971 on the
1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Eradication of Corruption, authorizes the Judge to
memberikan kewenangan kepada Hakim untuk melakukan seize assets of a deceased person, before his case
perampasan aset atas seorang yang meninggal dunia, there is an irrevocable verdict, has committed a
sebelum atas perkaranya ada putusan yang tidak dapat criminal act of corruption, the Judge of the
diubah lagi, telah melakukan suatu tindak pidana korupsi, Prosecution's claim General, by Court decision can
maka Hakim atas tuntutan Penuntut Umum, dengan decide the seizure of goods that have been seized.72
putusan Pengadilan dapat memutuskan perampasan
barang-barang yang telah disita.72

Pada dasarnya mengenai penyitaan telah diatur Basically the seizure has been regulated in
dalam KUHAP. Penyitaan adalah serangkaian tindakan the Criminal Procedure Code. The seizure is a
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di series of investigative measures to take over and or
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, to retain under the control of a moving or
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan immovable object, tangible or intangible for the
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan sake of proof in investigation, prosecution and
(Pasal 1 angka 16). Selain dalam rangka dijadikan alat judicial (Article 1 point 16). In addition to being
operasionalisasi penyidikan dan penuntutan serta used as an operational tool for investigation and
peradilan, penyitaan dalam konteks pengembalian aset prosecution as well as justice, confiscation in the
tindak pidana merupakan bagian terpenting di awal proses context of The recovery of assets of crime is the

38
penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi. most important part in the beginning of law
Sebagaimana diketahui begitu lihainya modus operandi enforcement process of corruption eradication. As
korupsi yang dengan mudah menyembunyikan aset- is well known for the modus operandi of corruption
asetnya dari tindak pidana korupsi. Jika penegak hukum that easily hides its assets from corruption. If law
tidak secara cepat menyita maka ada kemungkinan aset enforcement is not quickly seized then there is the
tersebut dilarikan ke suatu tempat atau bahkan dialihkan possibility of the asset being rushed to a place or
kepemilikannya kepada pihak lain. even transferred its ownership to another party.

Tindakan penyitaan ini merupakan salah satu upaya This foreclosure action is one of the forced
paksa (dwang middelen) yang dimiliki oleh Penyidik. attempts (dwang middelen) owned by the
Sebagai bagian dari upaya paksa, maka keberadaannya Investigator. As part of a forced effort, its existence
sangat sensitif dan berpotensi disalahgunakan atau is highly sensitive and potentially abused or
berlebihan dalam penggunaannya sehingga menyebabkan overused in its use resulting in disruption of the
terganggunya hak asasi dari Tersangka atau Terdakwa. human rights of the Suspects or Defendants.
Oleh karenanya KUHAP menentukan bahwa penyitaan Therefore the Criminal Procedure Code stipulates
hanya dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua that the seizure is only done by the investigator
Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 ayat (1). Dalam with the permission of the Chairman of the local
keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana District Court (Article 38 paragraph (1) .In a very
Penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk urgent circumstance if the Investigator must act
mendapatkan surat izin terlebih dahulu maka Penyidik immediately and it is not possible to obtain a
dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan permit first, confiscation only of movable objects
untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua and shall therefore promptly report to the Chairman
Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh of the local District Court for his approval (Article
persetujuannya (Pasal 38 ayat (2)). 38 paragraph (2)).

KUHAP merinci benda-benda yang dapat The Criminal Procedure Code specifies
dikenakan penyitaan diantaranya yaitu: Pertama, benda items which may be subject to confiscation: First,
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau objects or bills of suspects or defendants that are
sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian wholly or as allegedly obtained from a criminal
hasil dari tindak pidana; Kedua, benda yang telah offense or part of proceeds of a criminal offense;
dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak Second, items that have been used directly to
pidana atau untuk mempersiapkannya; Ketiga, benda yang commit a crime or to prepare it; Third, objects used
dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan to prevent criminal investigations; Fourth, objects
tindak pidana; Keempat, benda yang khusus dibuat atau specially made or intended to commit a crime; and
diperuntukkan melakukan tindak pidana; dan Kelima, Fifth, other objects that have a direct relationship to
benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan the crime committed. As for items confiscated by
tindak pidana yang dilakukan. Adapun benda-benda yang civil cases or by bankruptcy may also be
berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena confiscated for the purpose of investigating,
pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, prosecuting and adjudicating criminal cases insofar

39
penuntutan dan mengadili perkara pidana sepanjang as they comply with these five prerequisites (Art.
memenuhi kelima prasyarat yang ada tersebut (Pasal 39) 39)

Benda-benda yang dikenakan penyitaan tersebut, The items subject to the seizure are returned
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa to the person or to whom they were confiscated, or
benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka to the person or to the most eligible if: First, the
yang paling berhak apabila: Pertama, kepentingan interests of the investigation and prosecution no
penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; Kedua, longer require; Secondly, the case is not prosecuted
perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup because there is insufficient evidence or it is not a
bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; dan crime; and Third, the case is set aside for the public
Ketiga, perkara tersebut dikesampingkan untuk interest or the case is closed by law unless it is
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi obtained from a criminal offense or used to commit
hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu a crime. further if the case has been terminated, the
tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan object for which the foreclosure is returned shall be
suatu tindak pidana. selanjutnya apabila perkara sudah returned to the person or to those referred to in the
diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan verdict, unless the judge's judgment is seized for
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang the state, to be destroyed or to be damaged until it
disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut can no longer be used or, if it is still is required as
putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk evidence in another case (Article 46 KUHAP).
dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat However, if the court's decision also provides that
dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih the evidence seized for the state (other than the
diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain (Pasal exemption as provided for in Article 46), the
46 KUHAP). Namun, jika putusan pengadilan juga Prosecutor authorizes the item to the state auction
menetapkan bahwa barang bukti yang dirampas untuk office for sale of the auction, the proceeds to be put
negara (selain pengecualian sebagaimana diatur dalam into the state treasury for and on behalf of the
Pasal 46), Jaksa menguasakan benda tersebut kepada Prosecutor. (Article 273 paragraph (3) of KUHAP).
kantor lelang negara untuk dijual lelang, hasilnya
dimasukkan ke kas negara untuk dan atas nama Jaksa.
(Pasal 273 ayat (3) KUHAP).

Pada perkembangannya, khusus tindak pidana In its development, specifically the criminal
korupsi yang memiliki tambahan pengaturan terkait act of corruption which has additional regulation
penyitaan yaitu dalam hal penetapan perampasan barang- related to the seizure that is in the case of the
barang yang telah disita dalam hal terdakwa meninggal seizure of confiscated goods in the case of the
dunia (peradilan in absentia) sebelum putusan dijatuhkan defendant dies (trial in absentia) before the verdict
dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa pelaku telah is dropped and there is sufficient evidence that the
melakukan tindak pidana korupsi. Penetapan hakim atas perpetrator has committed a criminal act of
perampasan ini tidak dapat dimohonkan upaya hukum corruption . The judge's determination of this
banding dan setiap orang yang berkepentingan dapat confiscation can not be applied for an appeal law

40
mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah and any interested person may file an objection to a
menjatuhkan penetapan tersebut dalam waktu 30 (tiga court which has given such determination within
puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman. (Pasal 30 (thirty) days from the date of the announcement.
38 ayat (5), (6), (7) UU Tipikor). (Article 38 paragraph (5), (6), (7) Corruption Act).

Peran dari penyitaan aset sangat penting dalam The role of foreclosure of assets is very
proses pembayaran uang pengganti, yaitu untuk mengunci important in the process of replacement cash
harta kekayaan pelaku agar tidak dipindahtangankan payments, ie to lock the perpetrator' property so as
sampai dengan putusan inkracht. Melalui penerapan not to be transferred up to the inkracht decision.
pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Through the application of additional criminal in
dengan diperkuat penyitaan tersebut maka diharapkan the form of replacement money payment with
mampu memberikan deterent effect secara konkret, karena reinforced foreclosure is expected to provide a
tidak akan ada lagi terpidana yang masih dapat berfoya- concrete deterent effect, because there will be no
73
foya menggunakan hasil korupsinya di dalam penjara. more convicts who can still spree using the results
Dalam konteks ini UU Tipikor mengatur secara relatif of corruption in prison.73 In this context the
lebih melengkapi aturan mengenai penyitaan dan Corruption Act regulates relatively more
perampasan hasil dan instrumen tindak pidana korupsi. complements the rules on the seizure and seizure of
proceeds and instruments of corruption.

2. Pembuktian Terbalik Dalam Rangka 2. Reversed Proof In Order to Optimize the


Optimalisasi Pengembalian Aset Hasil Tindak Asset Recovery in Corruption
Pidana Korupsi
Dihubungkan dengan upaya optimalisasi Associated with efforts to optimize The
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, UU recovery of assets resulting from corruption,
Tipikor memiliki instrumen pembuktian terbalik. Pada Corruption Law has an inverted evidentiary
dasarnya UU Tipikor telah mengatur ketentuan mengenai instrument. Basically, Corruption Law has
pembalikan beban pembuktian terhadap perolehan harta regulated provisions on reversing the burden of
kekayaan. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan proof of the acquisition of assets. In the event that
tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan the defendant can not prove that the wealth is not
penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, equal to his income or the source of his wealth, the
maka keterangan tersebut dapat digunakan untuk information can be used to strengthen existing
memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa evidence that the defendant has committed a
telah melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 37 (4)). criminal act of corruption (Article 37 (4)). The
Ketentuan pembebanan bukti terbalik dalam UU Tipikor provision of implicit proof of imposition in this
ini dilakukan dalam proses perkara pidana dan dikaitkan Corruption Act is done in criminal proceedings and
dengan proses pidana itu sendiri. Apabila terdakwa is linked to the criminal process itself. If the
dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala tuntutan defendant is acquitted or declared free from any
hukum dari perkara pokok, maka tuntutan perampasan lawsuit from the principal case, the claim of
harta benda harus ditolak oleh hakim (Pasal 37 B). appropriation of property must be rejected by the

41
judge (Art. 37B).
Adapun terhadap harta benda miliknya yang belum As for his property which has not been
didakwakan tetapi diduga berasal dari tindak pidana charged but allegedly derived from corruption
korupsi maka juga harus pula dibuktikan sebaliknya. crime then also must be proven otherwise. In the
Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa event that the defendant can not prove that the
harta benda tersebut diperoleh bukan karena tindak pidana property was acquired not because of a criminal act
korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari of corruption, the property is deemed to be
tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan obtained from a criminal act of corruption and the
seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk judge has the authority to decide all or part of the
negara (Pasal 38 B ayat (1) dan (2) UU Tipikor). Apabila property is seized for the state (Article 38 B
terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala Paragraph (1) 2) Corruption Law). If the defendant
tuntutan hukum dari perkara pokok, maka tuntutan is acquitted or declared independent of any lawsuit
perampasan harta benda tersebut harus ditolak oleh hakim from the principal case, the claim of confiscation of
(Pasal 38 B ayat (6) UU Tipikor). the property must be rejected by the judge (Article
38 B paragraph (6) of the Corruption Act).

Pada dasarnya pembuktian terbalik merupakan Basically reverse proof is a form of


bentuk penyimpangan dari pembuktian dalam KUHAP. deviation from the evidence in the Criminal
Namun demikian, pembuktian terbalik tersebut masih Procedure Code. Nevertheless, the reverse proof
memiliki sifat terbatas dimana Jaksa Penuntut Umum still has a limited nature in which the Public
masih diwajibkan untuk melakukan pembuktian atas Prosecutor is still required to prove the charges he
dakwaan yang diajukannya (vide Pasal 37 A ayat (3) UU submitted (vide Article 37 A paragraph (3) of the
Tipikor). Jadi undang-undang tidak semata-mata Corruption Act). So the law does not merely give
memberikan Terdakwa kesempatan untuk membuktikan the Defendant a chance to prove his innocence. The
dirinya tidak bersalah. Perumusan pembuktian terbalik formulation of the reversed proof of corruption
dalam pembuktian tindak pidana korupsi ini sendiri telah proof itself has undergone a refinement of the
mengalami penyempurnaan dari rumusan semula, original formula, thereby showing a balanced
sehingga menunjukkan sifat berimbang antara pembuktian character between the proofs and the legal
yang dilakukan dengan akibat hukum dari pembuktian consequences of the evidence for the Defendant
bagi si Terdakwa itu sendiri. himself.

Pada asasnya, ditinjau dari dimensi filosofis In principle, the philosophical dimension of
mengapa kebijakan legislasi menerapkan adanya why the legislation policy applies existence of
eksistensi pembalikan beban pembuktian dalam tindak reversal of burden of proof in corruption is caused
pidana korupsi disebabkan ada kesulitan dalam sistem by difficulties in Indonesia's criminal law system to
hukum pidana Indonesia untuk melakukan pembuktian prove the seizure of offender property when done
terhadap perampasan harta kekayaan pelaku (offender) by using the theory of negative proof.
apabila dilakukan dengan menggunakan teori pembuktian Consequently, there is a need for extraordinary
negatif. Akibatnya, diperlukan ada aspek yuridis luar biasa juridical and extraordinary legal instruments to be a

42
dan perangkat hukum luar biasa pula berupa sistem system of burden reversal of proof so as to uphold
pembalikan beban pembuktian sehingga tetap menjunjung the principle of presumption of innocence with
tinggi asas praduga tidak bersalah dengan tetap regard to human rights.74
memperhatikan hak asasi manusia.74

3. Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi 3. Asset Recovery on Corruption through
Melalui Gugatan Perdata Civil Lawsuit
Pada dasarnya, penegakan tindak pidana korupsi Basically, the enforcement of corruption
melalui hukum keperdataan lazim dilaksanakan di Italia, through civil law is commonly practiced in Italy,
Irlandia dan Amerika Serikat melalui penyitaan Ireland and the United States through confiscation
(confiscation) terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh of offenses perpetrated by perpetrator. This
pelaku. Dimensi ini secara tegas dikatakan Oliver Stolpe dimension is strictly said by Oliver Stolpe that:
bahwa: ―Countries such as Italy, Ireland and the United ―Countries such as Italy, Ireland and the United
States provide, under varying contitions, for the possibility States provide, under varying contitions, for the
of civil or preventive confiscation of assets suspected to be possibility of civil or preventive confidence of
derived from certain criminal activity. Unlike confiscation assets suspected to be derived from certain
in criminal proceedings, such forfeiture laws do not criminal activity. Unlike confiscation in criminal
require proof of illicit origin “beyond reasonable doublt”. proceedings, such forfeiture laws do not require
Instead, the consider proof on a balance of pribabilities or proof of illicit origin “beyond reasonable doublt”.
demand a high probability of illicit origin combined the Instead, the consider proof on a balance of
75
inability of the owner to prove the contrary‖. pribabilities or demand a high probability of illicit
origin of the contradictions of the owner to prove
the contrary‖.75
Berkaitan dengan tindak pidana korupsi, UU In relation to the criminal act of corruption,
Tipikor menentukan bahwa dalam hal penyidik the Corruption Act determines that in the case of
menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur investigators finding and arguing that one or more
tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, elements of corruption do not have sufficient
sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan evidence, whereas in fact there has been a financial
negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas loss of the state, the investigator shall immediately
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara submit the case of the proceeds to the Attorney
Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan General The State to take a civil suit or submit to
kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan the aggrieved institution to file a lawsuit (Article
(Pasal 32 ayat (1)). Konstruksi ketentuan pasal ini banyak 32 paragraph (1)). The construction of the
menimbulkan problematika. Salah satu yang esensial provisions of this article causes many problems.
adalah tidak jelasnya status dari orang yang digugat One of the essentials is the unclear status of the
perdata tersebut apakah sebagai pelaku, tersangka atau person being sued whether the perpetrator, suspect
76
terdakwa. or defendant.76

43
Apabila mengikuti alur polarisasi pemikiran If following the polarization flow of the
pembentuk Undang-Undang maka berkas hasil penyidikan law-forming thinking then the file result of the
yang diserahkan kepada Jaksa Pengacara Negara untuk investigation submitted to the State Attorney
digugat perdata adalah selain bagian inti delik telah Attorney to be sued civil is in addition to the core
adanya kerugian keuangan negara yang telah terbukti of the offense has been a proven state financial
maka walaupun bagian inti delik lainnya ataupun putusan loss, even though the core of other offense or the
bebas walaupun tidak terbukti tetap dapat dilakukan verdict is free, although not proven can still be
gugatan perdata. Selintas ketentuan pasal tersebut mudah done civil action. At a glance, the provisions of the
dilakukan akan tetapi pada prakteknya banyak article are easy to do, but in practice they contain a
mengandung kompleksitas. Tegasnya, yang paling lot of complexity. Strictly speaking, the most
elementer apabila dilakukan gugatan perdata tentu elementary in the case of a civil suit is certainly
berdasarkan adanya perbuatan melawan hukum dari based on the unlawful acts of the defendant, but the
tergugat, akan tetapi kompleksitasnya dapatkah negara complexity can the state through the State Attorney
melalui Jaksa Pengacara Negara membuktikan tentang Attorney prove the existence of the state's loss
adanya kerugian negara tersebut berdasarkan alat-alat based on the evidence as the provisions of Article
bukti sebagaimana ketentuan Pasal 164 HIR, 284 RBg dan 164 HIR, 284 RBg and Article 1866 Book The
Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Civil Code (Civil Code) .77
(KUHP).77

UU Tipikor mengatur bahwa apabila setelah The Corruption Act provides that if after a
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum court decision has obtained a permanent legal
tetap, diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana force, it is known that there are still property of a
yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak convicted person suspected or reasonably
pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk suspected to have also been derived from a
negara (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat criminal act of corruption which has not been
(2)), maka negara dapat melakukan gugatan perdata imposed for the state (as referred to in Article 38 B
terhadap terpidana dan atau ahli warisnya (Pasal 38 C). paragraph (2)) , then the state may make a civil suit
Dasar pemikiran ketentuan dalam Pasal ini adalah untuk against the convicted person and / or his heir
memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap pelaku (Article 38 C). The rationale of the provisions of
tindak pidana korupsi yang menyembunyikan harta benda this Article is to satisfy the public's sense of justice
yang diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana against the perpetrator of corruption which hide the
korupsi. Harta benda tersebut diketahui setelah putusan alleged or allegedly derived property of corruption.
pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal The property is known after the court's decision to
tersebut, negara memiliki hak untuk melakukan gugatan obtain permanent legal force. In such cases, the
perdata kepada terpidana dan atau ahli warisnya terhadap State has the right to bring a civil suit to the
harta benda yang diperoleh sebelum putusan pengadilan convicted person and / or his heirs to property
memperoleh kekuatan tetap, baik putusan tersebut acquired before the court's decision to obtain
didasarkan pada Undang-undang sebelum berlakunya permanent powers, whether the ruling is based on
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang the Law prior to the coming into effect of Law

44
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau setelah Number 31 Year 1999 concerning the Eradication
berlakunya Undang-undang tersebut. Untuk melakukan of Crime Corruption or after the coming into effect
gugatan tersebut negara dapat menunjuk kuasanya untuk of the Act. To carry out the lawsuit the state may
mewakili negara. appoint its power to represent the state.

Ditegaskan dalam Undang-Undang No. 16 Tahun Affirmed in Law no. 16 Year 2004, Article
2004, Pasal 30 ayat (1) yaitu bahwa di bidang pidana, 30 paragraph (1) namely that in the criminal field,
Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a). the Attorney General has the duty and authority: a).
melakukan penuntutan, b). Melaksanakan penetapan prosecute, b). Conducting judges and court
hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh decisions that have obtained permanent legal force,
kekuatan hukum tetap, c). melakukan pengawasan c). conduct supervision on the implementation of
terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan conditional rulings, supervisory verdict, and
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, d). conditional release decisions, d). Investigate certain
Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu crimes under the law, e). Complete a specific case
berdasarkan undang-undang, e). Melengkapi berkas file and for that purpose may conduct additional
perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan checks before being transferred to a court which in
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke its implementation is coordinated with the
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan investigator. Furthermore, in Article 30 paragraph
dengan penyidik. Lebih lanjut dalam Pasal 30 ayat (2) (2), it is clear that there are other duties and
sudah jelas tertera tugas dan wewenang lain selain dalam authorities other than in the criminal field, namely
bidang pidana yaitu tugas dan wewenang Kejaksaan the duty and authority of the Public Prosecution
dalam bidang perdata dan tata usaha negara. Jaksa Service in the civil and administrative sectors of
pengacara negara dalam pengembalian keuangan dan atau the state. State attorney prosecutors in financial
aset negara hasil tindak pidana korupsi maupun atas dasar returns and or state assets resulting from criminal
kerugian keperdataan merupakan kegiatan jaksa dalam acts of corruption as well as on the basis of civil
bidang bantuan hukum yang diperuntukkan kepada damages are the activities of prosecutors in the
instansi pemerintah atau lembaga negara, BUMN/BUMD field of legal aid intended for government agencies
dalam kedudukan selaku penggugat. Jaksa mewakili or state institutions, BUMN/BUMD in the position
pemerintah/BUMN/BUMD menggugat pihak lain baik as the plaintiff. Prosecutors representing the
swasta maupun masyarakat yang berkaitan dengan government/state-owned companies/BUMD sued
perdata, pendapatan/kekayaan negara/daerah atau other parties, both private and civil-related,
78
pemulihan hak-hak demi kesejahteraan rakyat. state/regional income/wealth or the restoration of
rights for the welfare of the people.78
Penggunaan instrumen perdata oleh Jaksa The use of civil instruments by the State
Pengacara Negara dalam pengembalian kerugian Attorney Attorney in returning the State financial
keuangan Negara mengakibatkan prosedur pengembalian loss resulted in the procedure of returning the
aset sepenuhnya tunduk kepada ketentuan hukum perdata assets fully subject to the applicable civil, material
yang berlaku, baik materiil maupun formil. Hubungan or formal legal provisions. The relationship
antara aset-aset dengan seseorang, apakah ia pelaku atau between assets with a person, whether he is a

45
bukan pelaku tindak pidana, diatur dalam hukum perpetrator or not a perpetrator of a criminal
kebendaan yang masuk dalam wilayah hukum perdata. offense, is subject to material laws that fall within
Dengan meletakkan tanggung jawab perdata kepada the jurisdiction of civil law. By placing the civil
pelaku tindak pidana korupsi dan ahli warisnya liability to the perpetrator of corruption and their
diharapkan kerugian keuangan negara yang terjadi akibat heirs it is expected that the state financial losses
perbuatan tersebut dapat dikembalikan seutuhnya dan incurred by the action can be returned completely
sekaligus merupakan shok therapy bagi calon–calon and at the same time shok therapy for other corrupt
koruptor lainnya karena jika koruptor tersebut meninggal candidates because if the corruptor died before he
dunia sebelum ia sempat melunasi dan mengembalikan had time to pay off and return the state money
uang negara yang dikorupsinya maka pelunasannya masih which is corrupted then the repayment can still be
79
dapat dituntut kepada ahli warisnya. prosecuted to the heirs.79

4. Pidana Pembayaran Uang Pengganti Dalam 4. Punishment Payment of Replacement


Rangka Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Money of Asset Recovery in Corruption
Korupsi
Selain mengatur pidana denda sebagai bagian dari In addition to regulating fines as part of the
upaya penghukuman dan menjerakan pelaku tindak pidana punishment and the perpetrator of corruption,
korupsi, UU Tipikor mengatur pula pidana tambahan Corruption Law also provides for additional crime
berupa pembayaran uang pengganti yang memiliki tujuan in the form of replacement payments that have the
untuk memulihkan kerugian keuangan Negara yang purpose of recovering the financial losses of the
diakibatkan oleh adanya tindak pidana korupsi. Pasal 17 State resulting from the existence of criminal acts
UU Tipikor menyatakan bahwa ―selain dapat dijatuhi of corruption. Article 17 of the Corruption Law
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, 3, 5 s/d states that ―in addition to being subject to criminal
Pasal 14. Terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sanction as referred to in Articles 2, 3, 5 to Article
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18‖. Selanjutnya 14, the Defendant may be subject to additional
Pasal 18, menyebutkan bahwa: penalties as referred to in Article 18‖. Next Article
18, states that:
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud (1) In addition to additional criminal as referred
dalam KUHP, sebagai pidana tambahan adalah: (a). to in the Criminal Code, as additional
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau criminal is: (a). The seizure of tangible or
yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang intangible goods or immovable goods used
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak for or derived from corruption, including
pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana those owned by the convicted person where
dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula the criminal act of corruption is committed,
harga dari barang yang menggantikan barang-barang as well as the price of the goods substituting
tersebut. (b). Pembayaran uang pengganti yang the goods. (b). Payment of replacement
jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta money as much as possible with assets
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. (c). acquired from corruption. (c). Cover all or
Penutup seluruh atau sebagian perusahaan untuk part of the company for a maximum of 1

46
waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pencabutan (one) year. Revocation of all or part of certain
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau rights or the deletion of all or any of the
penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan particular benefits which the Government
tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh may or may have provided to the convicted
Pemerintah kepada terpidana. person.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti (2) If the defendant fails to pay the replacement
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling money as referred to in paragraph (1) letter b
lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan within a period of 1 (one) month after the
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum decision of the court that has obtained
tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa permanent legal force, then his property may
dan dilelang untuk menutupi uang pengganti be seized by the Prosecutor and auctioned off
tersebut. to cover the replacement money the.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda (3) In the event that the defendant does not have
yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sufficient property to pay the replacement
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka money as referred to in paragraph (1) letter b,
dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak he shall be punished with imprisonment
melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya whose duration does not exceed the
sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini maximum threat of the principal penalty in
lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam accordance with the provisions of this law is
putusan pengadilan. already determined in a court decision.

Sesungguhnya jauh sebelum UU Tipikor (UU Actually long before Corruption Act (Law
Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001). Number 31 Year 1999 Jo Law No. 20 Year 2001).
Dasar hukum pengembalian keuangan negara pertama kali The legal basis for the state's financial refund is
diatur di dalam Peraturan Penguasa Militer No. first set forth in the Military Rule Regulation no.
Prt/PM/06/1957, tanggal 9 April 1957 tentang Prt / PM / 06/1957, dated 9 April 1957 on
Pemberantasan Korupsi. Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa: Corruption Eradication. Article 5 states that:
―Barang siapa melakukan korupsi dihukum dengan ―Whoso corrupt shall be punished with
hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun, segala imprisonment for a maximum of 5 (five) years, all
harta benda yang diperoleh dari korupsi itu dirampas property obtained from corruption shall be
atau diwajibkan membayar uang pengganti sejumlah confiscated or obliged to pay substitute equal to the
sama dengan harga harta benda yang diperoleh dari price of property obtained from corruption‖. From
korupsi‖. Dari pasal ini dapat diketahui bahwa, undang- this article it can be seen that, this law uses the
undang ini menggunakan asumsi bahwa hasil yang assumption that the corrupted outcome is
dikorupsi adalah sebanding dengan segala harga benda proportional to all the price of objects obtained
yang diperoleh dari korupsi, sehingga jumlah uang from corruption, so that the amount of replacement
pengganti sama dengan segala harta benda yang diperoleh money equals all property obtained from
dari korupsi. Pengembalian kerugian keuangan negara ini corruption. The financial loss of this country is
baru menjadi kewajiban terpidana bila segala harta benda only a matter of conviction if all property acquired

47
yang diperoleh dari korupsi tidak dirampas.80 from corruption is not seized.80

Selanjutnya pengaturan tentang pengembalian Furthermore, the regulation of the state


kerugian keuangan negara juga terdapat di dalam financial loss recovery is also contained in the
Peraturan Penguasa Militer No. Prt/Perpu/013/1958 Military Rule Regulation no. Prt / Perpu / 013/1958
tanggal 16 April 1958 tentang Pengusutan, Penuntutan dan dated April 16, 1958 regarding Investigation,
Pemeriksaan Perbuatan Pidana Korupsi dan Penilikan Prosecution and Inspection of Corruption and
Harta Benda. Jika ditilik lebih jauh, ketentuan ini tidak Property Law. If examined further, this provision is
berbeda jauh dengan ketentuan sebelumnya yang ada di not much different from the previous provisions
dalam Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM/06/1957, contained in the Military Regulation No.
tanggal 9 April 1957 tentang Pemberantasan Korupsi. Prt/PM/06/1957, dated 9 April 1957 on Corruption
Pada perkembangan berikutnya lagi, pengembalian Eradication. In further developments again, the
kerugian keuangan negara diatur di dalam Undang-undang state financial loss return is regulated in Law
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Number 3 Year 1971 on the Eradication of
Pidana Korupsi. Pasal 34 menyatakan bahwa selain Corruption. Article 34 states that in addition to the
ketentuan-ketentuan pidana yang dimaksud dalam KUHP, criminal provisions referred to in the Criminal
maka sebagai hukuman tambahan, salah satunya adalah Code, then as an additional penalty, one of them is
uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya a substitute money whose amount is equal to the
sama dengan harta benda yang diperoleh dengan korupsi. property acquired by corruption. Later in the
Kemudian di dalam penjelasan pasal tersebut, disebutkan explanation of the article, it is mentioned that if the
bahwa apabila pembayaran uang pengganti tidak dipenuhi replacement payment is not fulfilled by the
oleh terdakwa, maka berlaku ketentuan-ketentuan defendant, then the provisions concerning the
mengenai pelaksanaan hukum denda.81 enforcement of the penal code shall be applied.81

Dalam rangka penyelamatan keuangan negara In order to save the state finances due to
akibat tindak pidana korupsi, jaksa penyidik sejak corruption, the prosecutor since the commencement
dimulainya penyidikan wajib melakukan penyitaan of the investigation is obliged to seize the property
terhadap harta benda tersangka, istri/ suami, anak dan of the suspect, wife/husband, child and any person
setiap orang atau badan yang mempunyai hubungan or entity having any connection with the suspect
dengan perkara tersangka. Penyitaan ini dilakukan case. This seizure is based on careful research
berdasarkan hasil penelitian yang cermat dari kegiatan- results from previous investigation activities.
kegiatan penyidikan yang dilakukan sebelumnya. Lebih Further on this matter in the Attorney General
lanjut mengenai hal ini dalam Surat Edaran Jaksa Agung Circular Letter no. SE-04/JA/8/1998 on the
No. SE-04/JA/8/1998 tentang Pelaksanaan Pidana Additional Criminal Procedure of Substitute
Tambahan Pembayaran Uang Pengganti menjelaskan, Money Payments explains, in order to implement
dalam rangka melaksanakan putusan hakim, jika the judge's verdict, if the substitute payment is
pembayaran uang pengganti belum mencukupi, jaksa insufficient, the prosecutor shall confiscate the
eksekutor melakukan penyitaan terhadap harta benda other property of the convicted person without the
lainnya dari terpidana tanpa memerlukan campur tangan need for court intervention in the form foreclosure

48
dari pihak pengadilan dalam bentuk izin penyitaan yang permits set forth in the form of determination and
dituangkan dalam bentuk penetapan dan lain-lain. others.

Apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan If the court implements an additional


pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga penalty for the payment of the surrogate money, it
maksimum penjara pengganti yang harus dijalani shall also stipulate the maximum replacement jail
terpidana jika tidak melunasi uang pengganti tersebut. which the convicted person shall serve if he does
Tidak ada pengaturan yang jelas mengenai penentuan not repay the substitute. There is no clear
besaran penjara pengganti dari uang pengganti tersebut arrangement regarding the determination of the
sehingga terjadi disparitas penentuan maksimum penjara replacement prison amount of the surrogate money
pengganti. Berdasarkan hal tersebut maka Mahkamah so that there is a disparity in the maximum
Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor determination of the replacement prison. Based on
5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti the above matter, the Supreme Court issued
Dalam Tindak Pidana Korupsi. Perma ini mengatur bahwa Supreme Court Regulation Number 5 Year 2014 on
dalam hal menentukan jumlah pembayaran uang Additional Crime of Substitute Money in
pengganti dalam tindak pidana korupsi, adalah sebanyak- Corruption Crime. The regulation stipulates that in
banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari the case of determining the amount of replacement
tindak pidana korupsi dan bukan semata-mata sejumlah payments in a criminal act of corruption, it shall be
kerugian keuangan Negara yang diakibatkan. Dalam hal as much as the property derived from the
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi corruption offense and not merely the amount of
tidak dinikmati oleh Terdakwa dan telah dialihkan kepada financial losses of the State resulting. In case the
pihak lain, uang pengganti tetap dapat dijatuhkan kepada property acquired from corruption is not enjoyed
terdakwa sepanjang terhadap pihak lain tersebut tidak by the Defendant and has been transferred to
dilakukan penuntutan, baik dalam tindak pidana korupsi another party, the replacement money may still be
maupun tindak pidana lainnya, seperti tindak pidana imposed on the defendant as long as against the
pencucian uang. Adapun lama penjara pengganti yang other party there is no prosecution, whether in
dapat dijatuhkan adalah setinggi-tingginya ancaman corruption or other criminal acts, such as a criminal
pidana pokok atas pasal yang dinyatakan terbukti. offense money laundering. The length of the
imprisonment that can be imposed is as high as the
basic penalty of the proved article.
Lebih lanjut Perma mengatur bahwa apabila dalam Furthermore, Perma stipulates that if within
jangka waktu 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan 1 (one) month after the decision of permanent law,
hukum tetap, terpidana tidak melunasi pembayaran uang the convict does not pay off the replacement money
pengganti maka Jaksa wajib melakukan penyitaan then the Prosecutor is obliged to seize the property
terhadap harta benda yang dimiliki terpidana. Jika setelah owned by the convicted person. If after the
dilakukan penyitaan, terpidana tak kunjung melunasi confiscation, the defendant does not pay off the
pembayaran uang pengganti maka Jaksa wajib melelang replacement money then the Prosecutor shall
harta benda tersebut dengan berpedoman pada Pasal 273 auction the property by referring to Article 273
ayat (3) KUHAP. Penjara pengganti yang harus dijalankan paragraph (3) of the Criminal Procedure Code. The

49
terpidana ditetapkan oleh Jaksa setelah memperhitungkan replacement jail that the convicted prisoner must
uang pengganti yang telah dibayarkan sebelum pidana run is determined by the Prosecutor after
penjara pokoknya selesai dijalani. Terpidana dapat calculating the substitute money already paid
melakukan pelunasan sisa uang pengganti yang telah before the prime imprisonment is completed. The
dibayarkan setelah selesai menjalankan pidana penjara convicted person may settle the remaining
pokok maupun pada saat menjalankan penjara pengganti. replacement money already paid after completing
Adapun pelunasan tersebut mengurangi sisa penjara the primary imprisonment and at the time of
pengganti sesuai dengan bagian yang dibayarnya. running the alternate jail. The redemption reduces
the remainder of the jail in lieu of the part paid.

B. Kendala Dalam Pelaksanaan Pengembalian Aset B. Constraints in Implementation of the Asset


Hasil Tindak Pidana Korupsi Recovery in Corruption

Korupsi adalah salah satu masalah terbesar yang Corruption is one of the biggest problems
dihadapi Indonesia dewasa ini. Meski konon facing Indonesia today. Although supposedly the
pemberantasannya semakin meningkat dalam sepuluh eradication has been increasing in the last ten
tahun terakhir, belum terlihat tanda-tanda yang years, there are no sure signs that this problem can
meyakinkan bahwa masalah ini dapat segera diatasi. be resolved soon. Indonesia remains the country
Indonesia tetap negara yang paling tinggi tingkat with the highest level of corruption worldwide.
korupsinya di seluruh dunia. Memberantas korupsi tidak Eradicating corruption is not easy, because it has
mudah, karena sudah menjadi budaya yang berurat become deeply entrenched culture in all levels of
berakar dalam segala level masyarakat. Namun berbagai society. However, various eradication is still done
pemberantasannya tetap dilakukan secara bertahap. Jika gradually. If it can not be eliminated altogether, it
tidak bisa dilenyapkan sama sekali, paling tidak is at least reduced.82 Similarly, efforts to restore
dikurangi.82 Demikian halnya dengan usaha-usaha the State's financial losses due to corruption should
memulihkan kerugian keuangan Negara akibat perbuatan also be optimized by using existing normative
korupsi, juga harus diupayakan seoptimal mungkin means. If it can not be implemented entirely then
dengan menggunakan sarana-sarana normatif yang ada. do not ―break the charcoal‖ to release entrapment
Jika tidak bisa dilaksanakan seluruhnya maka jangan pula of replacement or pursuit of assets resulted from
―patah arang‖ melepaskan penjeratan penggantian atau criminal acts of corruption.
pengejaran aset hasil tindak pidana korupsi.

Adanya beberapa pengaturan mengenai The existence of several arrangements


perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang concerning the seizure of assets resulting from
mengacu kepada KUHP, KUHAP, dan UU Tipikor belum criminal acts of corruption that refer to the
dirasa memadai untuk memberikan dasar pijakan dalam Criminal Code, Criminal Procedure Code, and
melakukan perampasan dan pengembalian aset. Sehingga Corruption Law has not been sufficient to provide a
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dalam basis for the deprivation and return of assets. Thus,
sistem hukum di Indonesia belum dapat diberlakukan dan The recovery of assets resulting from criminal acts

50
dilakukan secara efektif. Sejauh ini UU Tipikor hanya bisa of corruption in the legal system in Indonesia has
menjatuhkan pidana perampasan kebebasan, perintah not been enforced and effectively implemented. So
pengembalian kerugian atau uang pengganti yang far, the Corruption Law can only impose a criminal
jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda appropriation of freedom, a loss or replacement
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi sebagai diatur order which amounts to the same amount as
dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, namun ketentuan ini tidak property obtained from corruption as provided for
serta merta kita berharap uang hasil korupsi bisa kembali in Article 18 paragraph (1) letter b, but this
83
karena adanya ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3). provision is not necessarily we expect the money
from corruption to be returned because of the
provisions of Article 18 paragraph (2) and
paragraph (3).83
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti If the convicted person fails to pay the
paling lama dalam waktu 1 satu) bulan sesudah putusan replacement money within a period of one year
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, after the court decision has obtained a permanent
maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang legal force, his or her possessions may be seized by
untuk menutupi uang pengganti tersebut (vide Pasal 18 the Prosecutor and auctioned off to cover the
ayat (2) UU Tipikor). Dalam hal terpidana tidak substitute money (vide Article 18 paragraph (2) of
mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar the Corruption Act). In the event that the convicted
uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara person does not have sufficient property to pay the
yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari replacement money, he shall be punished with
pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam undang- imprisonment that does not exceed the maximum
undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan threat of the principal penalty in accordance with
dalam putusan pengadilan (Pasal 18 ayat (3) UU Tipikor). the provisions of this law and the duration of the
Kedua ketentuan ini menjadi celah yang sangat mudah crime has been determined in a court decision
disiasati oleh koruptor untuk tidak mengembalikan atau (Article 18 paragraph 3) Corruption Act). Both of
membayar uang pengganti. these provisions become a gap very easily disiasati
by corruptors to not return or pay replacement
money.
Pidana uang pengganti tidak memiliki pidana The replacement money crime does not
alternatif (subsidiary) seperti pidana denda yang dapat have an alternate criminal such as a fines penalty
disubsider dengan pidana kurungan, dan karenanya that can be sub-substituted with imprisonment, and
menurut Nur Syarifah adalah bukan menjadi kesempatan therefore according to Nur Syarifah is not an
bagi terpidana untuk memilih pidana mana yang akan opportunity for the convicted person to choose
dijalankannya. Parahnya, rumusan tersebut oleh which crime he or she will carry out. Worse, the
Kejaksaan justru dimaknai sebagai sebuah pilihan. Hal ini formulation by the Attorney actually interpreted as
sebagaimana diakui oleh Direktur Upaya Hukum dan an option. This is as acknowledged by the Director
Eksekusi Kejaksaan Agung Puji Basuki yang menegaskan of Legal and Execution Efforts of the Attorney
bahwa penggunaan kata ―subsider‖ pada pidana penjara General Puji Basuki who asserted that the use of
pengganti dimaknai Jaksa Penuntut Umum sebagai sebuah the word ―subsider‖ in the imprisonment is

51
pilihan. Pendapat sejalan juga diadopsi dalam peraturan interpreted as a choice. In-line opinion was also
internal Kejaksaan yaitu dalam Keputusan Jaksa Agung adopted in the internal regulations of the
(Kepja) Nomor KEP-518/J.A/11/2001. Dalam Kepja Prosecutor's Office, namely in the Decree of the
tersebut disebutkan bahwa salah satu tahapan eksekusi Attorney General (Kepja) Number KEP-518 / J.A /
uang pengganti adalah menanyakan sanggup tidaknya 11/2001. In Kepja mentioned that one of the stages
terpidana membayar uang pengganti. Kalimat of execution of the surrogate money is to ask
―menanyakan sanggup tidaknya terpidana membayar uang whether or not the convict can pay the replacement
pengganti‖ tersebut jelas menegaskan bahwa terpidana money. The sentence ―to ask whether the convict is
dapat memilih antara menyatakan sanggup atau tidak capable of paying the surrogate‖ clearly affirms
sanggup membayar uang pengganti. Pemilihan ini jelas that the prisoner may choose between declaring or
telah menyimpang dari arti subsider yang sebenarnya, unable to pay the surrogate. This selection has
yaitu dari sebuah pengganti apabila hal pokok tidak obviously deviated from the true meaning of the
terjadi, menjadi sebuah pilihan. Kondisi ini pun pada subsider, ie from a substitute if the underlying
akhirnya dimanfaatkan oleh para terpidana -yang thing does not happen, becomes an option. This
didukung dengan kondisi dan keterbatasan penanganan condition is ultimately exploited by convicts -
perkara korupsi- untuk dapat dengan mudahnya mengaku which are supported by the conditions and
tidak lagi mempunyai harta untuk membayar uang limitations of corruption cases-to easily claim to no
pengganti, dan ―memilih‖ pidana penjara pengganti longer have the property to pay the surrogate
sebagai yang lebih menguntungkan baginya, terlebih money, and ―choose‖ the prison sentence as a more
didukung dengan adanya kemungkinan terpidana bebas favorable to him, the possibility of a prisoner freely
lebih cepat karena pemberian remisi pada waktu-waktu more quickly due to the provision of remission at
tertentu. Jika penjatuhan uang pengganti dianggap sebagai certain times. If the substitution of the surrogate is
sebuah pilihan, maka upaya memulihkan keuangan considered an option, then the effort to restore the
Negara sebagai tujuan penegakan tindak pidana korupsi State's finances as the objective of enforcing
84
tidak akan tercapai. corruption will not be achieved.84

Selain itu ketiadaan acuan dalam merumuskan In addition, the lack of reference in
pidana penjara pengganti dalam hal uang pengganti tidak formulating a substitute imprisonment in the event
dibayar dalam jangka waktu tertentu telah menimbulkan that replacement money is not paid within a certain
banyak disparitas dalam penjatuhan lamanya pidana period of time has generated much disparity in the
penjara pengganti. Misalnya pidana penjara pengganti imposition of the duration of the imprisonment of
selama 12 (dua belas) bulan dijatuhkan oleh Putusan the alternate prison. For example, a 12-month
Nomor 655 K/Pid.Sus/2010 sebagai pengganti jika tidak prison sentence was imposed by Decision Number
membayar uang sejumlah Rp.378.116.230.813,-. Hal ini 655 K/Pid.Sus/2010 in lieu of not paying
sangat timpang dengan Putusan Nomor 50 K/Pid.Sus/2010 Rp.378.116.230.813,-. This is very unlawful with
yang juga menetapkan pidana penjara pengganti selama Decision Number 50 K/Pid.Sus/2010 which also
12 (dua belas) bulan atas tidak terbayarkannya uang provides for 12 (twelve) months imprisonment of
pengganti sejumlah Rp.2.800.000,-. Disparitas ini non-refundable amount of Rp.2.800.000,-. This

52
memperlihatkan bahwa penjatuhan uang pengganti dalam disparity shows that the substitution of substantial
jumlah besar tidak serta merta diikuti dengan pidana replacement money is not necessarily followed by
penjara pengganti dalam waktu yang sepadan dengan nilai a replacement prison sentence in a time
uang pengganti, begitu pula sebaliknya. Jika uang commensurate with the value of the surrogate
pengganti yang dijatuhkan cukup besar namun penjara money, and vice versa. If the substitute money that
pengganti yang ditetapkan tidak terlalu besar maka is dropped is big enough but the substitute prison is
terdapat celah permainan antara jaksa eksekutor dengan not too big then there is a gap between the
terpidana untuk berkolusi agar harta hasil korupsi tidak prosecutor and the convict to collude in order to
dieksekusi namun langsung dikonversi menjadi pidana avoid the corruption of the property being executed
pengganti. Hal ini mengingat dalam perkara yang pidana but directly converted into a substitute. This is
penjara penggantinya tidak sepadan dengan nilai uang because in cases where the prison sentence of his
pengganti, akan lebih ekonomis untuk terpidana jika ia successor is not commensurate with the value of
menjalani pidana penjara pengganti tersebut dibanding the replacement money, it would be more
85
membayar uang pengganti. economical for the convicted person if he
underwent such a prison sentence instead of paying
the surrogate.85

Uang pengganti dalam perkara korupsi masih The replacement money in the corruption
banyak mengandung persoalan dalam proses case still has a lot of problems in the process of its
pelaksanaannya oleh jaksa setelah mendapatkan keputusan implementation by the prosecutor after obtaining a
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan mengikat, court decision which has binding power, which is
dimana belum lengkapnya tentang regulasi mengaturnya incomplete about regulations regulating it in case
dalam hal terdakwa meninggal dunia. Artinya belum ada the defendant dies. This means that there is no clear
aturan secara jelas mengatur tentang apakah perbuatan rule about whether the act of corruption can be
korupsi dapat ditanggung oleh ahli waris. Sebagai contoh borne by the heirs. For example, the Decision of
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor the Supreme Court of the Republic of Indonesia
685K/Pid/2006 jo Putusan Pengadilan Tinggi Manado No. 685K / Pid / 2006 jo Decision of the Manado
Nomor 01/Pen.Pid/2005/PT.Mnd jo Putusan Pengadilan High Court Number 01 / Pen.Pid / 2005 / PT.Mnd
Negeri Tondano Nomor 12/Pid.B/2001/PN.Tdo, dalam jo Verdict of Tondano District Court Number 12 /
amar putusannya menerangkan yang pada pokoknya: Pid.B / 2001 / PN.Tdo, the verdict explained
Menghukum pula terdakwa membayar uang pengganti basically: To punish also the defendant to pay the
sebesar Rp.941.247.000,- (sembilan ratus empat puluh replacement of Rp.941.247.000, - (nine hundred
satu juta dua ratus empat puluh ribu rupiah). Selanjutnya forty one million two hundred forty thousand
disebutkan juga bahwa Penetapan Pengadilan Tinggi rupiah). Furthermore it is mentioned also that the
Manado Nomor 01/Pen.Pid/2005/ PT. Mnd tanggal 21 Determination of Manado High Court Number 01 /
Februari 2005 yang amarnya menetapkan sebagai berikut: Pen.Pid / 2005 / PT. Mnd dated February 21, 2005
a. Menyatakan gugur hak menuntut hukuman terhadap diri which amarnya set as follows: a. Declare the right
terdakwa yang telah meninggal dunia; b. Menghukum ahli to sue the defendant who has died; b. Punish the
waris terdakwa yang telah meninggal dunia membayar heirs of the defendant who has died paying the

53
uang pengganti sebesar Rp.941.247.000,- (sembilan ratus replacement of Rp.941.247.000, - (nine hundred
empat puluh satu juta dua ratus empat puluh tujuh ribu forty one million two hundred forty seven thousand
86
rupiah). rupiah).86

Berdasarkan putusan di atas terpidana wajib Based on the above verdict, the convicted
membayarkan sejumlah uang pengganti terhadap kerugian person shall pay a substitute amount against the
negara yang ditimbulkan oleh perbuatan korupsi yang state losses incurred by the corruption committed
dilakukan oleh terpidana akan tetapi sebelum terpidana by the convicted person but before the prisoner
tersebut membayarkan uang pengganti, terpidana telah pays the substitute money, the convict has passed
meninggal dunia dan mewajibkan ahli waris untuk away and obliges the heir to pay the replacement
membayar uang pengganti tersebut. Dalam hal ini money. In this case the implementation of criminal
pelaksanaan putusan pidana yang telah memperoleh decisions that have obtained permanent legal force,
kekuatan hukum tetap, menurut Pasal 270 KUHAP serta according to Article 270 of the Criminal Procedure
Pasal 30 huruf b UU No. 16 Tahun 2004 tentang Code and Article 30 Sub-Article b Law no. 16 of
Kejaksaan Republik Indonesia, dilakukan oleh Jaksa 2004 on the Attorney of the Republic of Indonesia,
selaku eksekutor, dalam hal tersebut pihak kejaksaan conducted by the Prosecutor as the executor, in that
masih mengalami kesulitan karena uang pengganti case the prosecutor's office is still having
dibebankan kepada ahli waris. Dengan demikian dapat difficulties because the replacement money is
dikatakan bahwa keberadaan pidana tambahan berupa charged to the heirs. Thus it can be said that the
kewajiban membayar uang pengganti bagi terpidana existence of additional criminal in the form of
87
korupsi dinilai berjalan kurang efektif. obligation to pay substitute money for convicted
corruption is considered to run less effective. 87

Adapun masalah lain daripada dalam menerapkan As for other problems than in applying the
pidana pembayaran uang pengganti, yaitu dihadapi oleh criminal repayment of replacement money, that is
Jaksa dalam hal gugatan perdata. Pasal 32 ayat (1) UU faced by the Prosecutor in the case of a civil
Tipikor mengatur bahwa dalam hal penyidik menemukan lawsuit. Article 32 Paragraph (1) of Corruption
dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak Law stipulates that in case the investigator finds
pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan and believes that one or more elements of
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka corruption there is insufficient evidence, whereas
penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil in fact there has been a financial loss of the state,
penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara the investigator shall immediately submit the case
untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada to the Attorney-General The State to take a civil
instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. suit or submit to the aggrieved institution to file a
Meskipun sudah ada landasan yang demikian, akan tetapi lawsuit. Although there is such a foundation,
Jaksa selaku pengacara negara dalam melakukan however, the Prosecutor as the state's lawyer in
penuntutan pertanggung-jawaban perdata terhadap pelaku prosecuting civil liability against the perpetrator of
tindak pidana korupsi dan ahli warisnya sering kali corruption and his heirs are often constrained by 2

54
terkendala oleh 2 (dua) faktor, antara lain: Pertama, (two) fperpetrator, among others: First, juridical
Faktor yuridis tindak pidana korupsi, yaitu tidak adanya fperpetrator of corruption, the absence of a power
surat kuasa dari negara c/q instansi yang dirugikan kepada of attorney from the state c / q agencies that
Jaksa pengacara negara karena kesulitan dalam harmed the State Attorney lawyer due to
pembuktian, terpidana pelaku korupsi mempergunakan difficulties in the proof, the convicted perpetrator
upaya hukum dan grasi, dan jaksa penyidik tidak of corruption using legal and pardon, and the
melakukan penyitaan terhadap harta benda pelaku tindak prosecutor did not seize the property of the
pidana korupsi; dan Kedua, Faktor non yuridis tindak perpetrator of corruption; and Second, the non-
pidana korupsi, terdiri dari : harta terpidana tidak juridical fperpetrator of corruption, consisting of:
mencukupi untuk membayar uang pengganti kerugian insufficient prisoners‘ property to pay
negara, tidak tersedianya anggaran biaya untuk compensation money, unavailability of the budget
mengajukan gugatan dan kurangnya sumber daya manusia for filing suit and lack of potential human
88
yang potensial. resources.88

Mengingat juga bahwa gugatan perdata dalam Recalling also that the civil lawsuit in the
rangka perampasan aset hasil tipikor, memiliki karakter framework of the asset forfeiture of the Corruption
yang spesifik, yaitu hanya dapat dilakukan ketika upaya Assets, has a specific character, that is only
pidana tidak lagi memungkinkan untuk digunakan dalam applicable when the criminal effort is no longer
upaya pengembalian kerugian negara pada kas negara. possible to be used in the effort to return the state
Keadaan dimana pidana tidak dapat digunakan lagi antara loss on the state treasury. The circumstances in
lain tidak ditemukan cukup bukti; meninggal dunianya which the criminal can not be used again include
tersangka, terdakwa, terpidana; terdakwa diputus bebas; not enough evidence to be found; died the world of
adanya dugaan bahwa terdapat hasil korupsi yang belum suspects, defendants, convicted; the accused was
dirampas untuk negara walaupun putusan pengadilan telah dismissed free; the suspicion that there is a result of
berkekuatan hukum tetap. Dengan adanya pengaturan corruption that has not been confiscated for the
gugatan perdata untuk perampasan aset dalam Undang- state even though the court's decision has a
Undang Tipikor dalam Pasal 32, 33, 34, 38C, Undang- permanent legal force. With the arrangement of
Undang Tipikor dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya civil suit for asset deprivation in the Corruption Act
pengaturan tersebut maka perampasan aset hasil tipikor in Article 32, 33, 34, 38C, Corruption Act can be
dengan menggunakan mekanisme perdata tidak dapat concluded that without such arrangement, the
89
dilakukan. deprivation of assets of Corruption result by using
civil mechanism can not be done.89

Pada sisi lain, tersedianya mekanisme perdata On the other hand, the availability of civil
dalam upaya perampasan aset hasil tipikor seperti yang mechanisms in the attempt to expropriation of
terdapat dalam UU Tipikor juga belum maksimal karena assets from the Corruption Act as contained in
proses perdata menganut sistem pembuktian formil yang Corruption Law is also not maximized because
dalam prakteknya bisa lebih sulit daripada pembuktian civil proceedings embrace a formal system of
materiil. Dengan demikian penerapan perampasan aset evidence which in practice can be more difficult

55
berdasarkan UU Tipikor belum berhasil secara maksimal than material verification. Thus the application of
untuk mengembalikan kerugian keuangan negara sehingga asset deprivation under Corruption Act has not
diperlukan suatu alternatif kebijakan hukum dalam upaya succeeded maximally to restore the state financial
pengembalian kerugian keuangan Negara, antara lain losses so that an alternative legal policy is needed
pengadopsian ketentuan perampasan aset tanpa tuntutan in the effort to recover the state financial loss, such
pidana sesuai dengan Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun as the adoption of the provision of asset deprivation
2003 dengan melakukan beberapa penyesuaian dengan without any criminal charges in accordance with
90
kondisi yang ada dalam sistem hukum di Indonesia. the 2003 Convention against Anti-Corruption by
doing some adjustments to existing conditions
within the legal system in Indonesia.90
Kendala kepada Jaksa lainnya yaitu dalam hal Obstacles to other prosecutors are in terms
pelacakan aset hasil tindak pidana korupsi. Fungsi asset of tracking the assets of the criminal act of
tracing adalah melacak dan mengidentifikasi harta corruption. The function of tracing assets is to track
kekayaan tersangka maupun pihak yang terkait dalam and identify suspects' assets as well as related
tindak pidana korupsi, serta memberikan dukungan data parties in corruption, and provide data support to
kepada penyidik dalam upaya penyiapan pembayaran investigators in preparation for replacement cash
uang pengganti. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal payments. This is as set forth in Article 18
18 ayat (1) huruf b UU Tipikor bahwa pembayaran uang paragraph (1) sub-paragraph b of the Corruption
pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama Law that repayment of the replacement money as
dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana much as equal to the property obtained from
korupsi. kegiatan pelacakan aset ini diarahkan untuk corruption. this asset tracking activity is directed to
mendeteksi sejak awal (sejak tahap penyidikan) seluruh detect from the beginning (at the investigation
harta kekayaan tersangka dan atau keluarga yang stage) all suspect property and / or family
mencurigakan dan tidak sesuai dengan profilnya yang suspicious and inconsistent with the profile
91
diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi. Pelacakan suspected as a result of corruption.91 Asset
aset adalah hal yang kompleks karena merupakan hal yang tracking is complex because it is not easy to traces
tidak mudah untuk melacak apalagi untuk memperoleh much less to recover the assets so that the
kembali aset tersebut sehingga Negara-negara developing countries where the grand corruption
berkembang dimana grand corruption umumnya terjadi generally occurs strongly perceive that reality as a
sangat merasakan kenyataan tersebut sebagai kesulitan difficulty in recovering assets stolen and hidden in
dalam upaya memperoleh kembali aset yang dicuri dan the world's financial centers.92
disembunyikan pada sentra-sentra finansial dunia.92

Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan The criminal act of corruption is no longer
masalah nasional, melainkan sudah menjadi fenomena a national problem, but has become a transnational
93
transnasional. Kerja sama internasional menjadi hal yang phenomenon.93 International cooperation is
esensial dalam mencegah dan memberantas tindak pidana essential in preventing and combating corruption,
korupsi, khususnya dalam upaya koruptor especially in the efforts of corruptors to hide their
menyembunyikan hasil korupsinya melalui pencucian corrupt results through money laundering by

56
uang dengan menggunakan transfer-transfer internasional effective international transfers. Not a few corrupt
yang efektif. Tidak sedikit aset publik yang berhasil public assets have been rushed and deposited in
dikorup telah dilarikan dan disimpan pada sentra finansial financial centers in developed countries protected
di Negara-negara maju yang terlindungi oleh sistem by the prevailing legal system of the country and
hukum yang berlaku di negara tersebut dan oleh jasa para by the services of professionals brought by
94
profesional yang dibawa oleh koruptor. corruptors.94

Upaya pengembalian aset hasil tindak pidana Efforts to return the assets resulting from
korupsi yang berada di luar negeri ini lebih sulit corruption abroad are more difficult to implement.
pelaksanaannya. Purwaning berpendapat bahwa Purwaning argues that based on the point of view
berdasarkan pada sudut pandang keadilan sosial of international social justice, a country that holds
Internasional, suatu negara yang menampung aset negara other state assets from the outcome of corruption is
lain dari hasil tindak pidana korupsi merupakan tanggung an external responsibility in exercising the
jawab eksternal dalam melaksanakan kedaulatan suatu sovereignty of a state to maintain its relations with
95
negara untuk menjaga hubungannya dengan negara lain. other countries.95

Terdapat beberapa kendala dalam melaksanakan There are several obstacles in carrying out
upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang the repatriation of assets resulting from criminal
berada di luar negeri. Kejaksaan sebagai lembaga yang acts of corruption abroad. The Prosecutor Office as
diberi tugas dan kewenangan untuk melaksanakan putusan an institution assigned and authorized to carry out
pengadilan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang the decision of the court as regulated in Law
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Kejaksaan Number 16 Year 2004 regarding the Prosecutor's
telah melaksanakan tugas dan kewenangannya perihal Office. The AGO has carried out its duties and
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang authority over The recovery of assets overseas
berada di luar negeri dengan menempuh beberapa upaya from corruption by taking several efforts, among
diantaranya dengan membentuk tim khusus untuk melacak others, by setting up special teams to track and
dan mengembalikan aset dan meningkatkan hubungan recover assets and improve diplomatic relations
diplomasi dengan beberapa negara yang sering menjadi with some countries that are often the goal of asset
tujuan pemindahan aset. Upaya yang dilakukan menemui transfer. Efforts are made to meet obstacles, the
kendala, kendala-kendala yang dimaksud adalah constraints are the differences in the legal system,
perbedaan sistem hukum, adanya pihak ketiga yang the existence of third parties that inhibit the process
menghambat proses pengembalian, dan lambannya proses of return, and the slow process of law in
96
hukum di Indonesia. Indonesia.96

Kesulitan yang dialami oleh penyidik ialah The difficulty experienced by the
bagaimana melacak aset ini, karena korupsinya dilakukan investigator is how to track this asset, because its
tidak pada saat ini, tapi dalam waktu yang telah lama corruption is not done at the moment, but in the
artinya cukup memakan waktu. Hampir rata-rata, tidak long term it has been quite time consuming.
ada kasus korupsi yang kita tangani yang baru 1-2 tahun Almost on average, there are no cases of corruption

57
dilakukan. Sehingga menimbulkan kesulitan lebih lanjut, that we have handled that just 1-2 years done. So it
karena aset itu sudah berganti nama, di antaranya dilarikan causes further difficulties, because the assets have
ke luar negeri. Karena kesulitan-kesulitan yang ditempuh, been renamed, among them rushed abroad. Due to
tepatnya pada Hari anti korupsi sedunia, tanggal 9 the difficulties, precisely on World anti-corruption
Desember 2004, dicetuskan langkah-langkah Day, on December 9, 2004, measures were taken to
mengamankan aset yang sudah dikorupsi dan safeguard the corrupted assets and to optimize the
mengoptimalkan mencari terpidananya. Selain itu Sistem search for their convicts. In addition, different legal
hukum yang berbeda juga merupakan hambatan dalam systems are also an obstacle in the pursuit of
mengejar terpidana maupun aset hasil korupsi. Contoh: convicted or corrupt assets. Example: the difficulty
sulitnya mengekstradisi Hendra Rahardja (terpidana of extraditing Hendra Rahardja (convicted of
korupsi) dan asetnya dari Australia, hingga yang corruption) and its assets from Australia, until the
bersangkutan meninggal dunia. Untuk kasus David N. person died. In the case of David N. Widjaja, the
Widjaja, pemerintah Indonesia berhasil menangkap David Indonesian government has succeeded in capturing
N. Widjaja di Amerika karena secara kebetulan hubungan David N. Widjaja in America because of our good
kita baik dengan Amerika yaitu karena Indonesia sering relationship with the United States, because
membantu informasi terkait masalah teroris, jadi Amerika Indonesia often helps with terrorist-related
pun memberi kesempatan kepada Indonesia untuk information, so America gives an opportunity to
menangkap David N. Widjaja. Itu juga karena UU capture David N. Widjaja. That's also because their
Imigrasi mereka yang dilanggar. Kalau karena sekedar Immigration Law is being violated. If for the good
hubungan baik kedua negara, tidak mungkin mereka relations of both countries, it is impossible for them
97
mengizinkan. to allow.97

C. Urgensi dan Mekanisme Pengembalian Aset Hasil C. Urgency and Mechanism of Asset
Tindak Pidana Korupsi Dalam Ius Constituendum Recovery in Corruption in Ius
Constituendum
Adanya tindak pidana korupsi menyebabkan The existence of criminal corruption causes
kerugian pada sektor keuangan/kekayaan Negara yang losses in the financial sector / wealth of the State
berimplikasi terhadap program-program pemerintah untuk which has implications for government programs
menyejahterakan rakyat menjadi terhambat. Penegakan for the welfare of the people to be hampered. The
korupsi yang sekarang diterapkan oleh penegak hukum di current enforcement of corruption applied by law
Indonesia hanya menekankan kepada menjebloskan enforcement in Indonesia only emphasizes putting
pelaku ke dalam penjara, tidak menekankan kepada the perpetrator in jail, not insisting on The recovery
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi. Ketiadaan of assets resulting from criminal acts of corruption.
aturan mengenai pemiskinan koruptor menyebabkan The absence of rules concerning impoverishment
lambatnya pengembalian aset dan turunannya yang sudah of corruptors causes the slow return of assets and
dikuasai oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Melihat derivatives that are already controlled by the
dampak dari perilaku serakah para pelaku tindak pidana perpetrator of corruption. Seeing the impact of
korupsi seharusnya yang menjadi fokus utama dari adanya greedy behavior of corruption perpetrator should be
penegak hukum pemberantasan korupsi adalah the main focus of the law enforcement of

58
pengembalian aset korupsi dan juga turunannya karena corruption eradication is The recovery of assets of
banyak pelaku tindak pidana korupsi meskipun sudah corruption and also its derivatives because many of
mendekam akan tetapi bisnis yang berasal dari hasil tindak the perpetrator of corruption even though already
pidana korupsi semakin berkembang seakan tidak ada efek languished but the business that comes from the
98
jera. crime of corruption is growing no deterrent
effect.98

Berkembangnya pemahaman bahwa mencegah The growing understanding that preventing


para pelaku tindak pidana korupsi dapat mengubah dana perpetrator of corruption can alter the proceeds of
hasil tindak pidana dari haram menjadi halal serta menyita criminal acts from haram to lawful and seize the
hasil tindak pidana korupsi, merupakan cara yang efektif proceeds of corruption, is an effective way to
untuk memerangi tindak pidana korupsi itu sendiri combat corruption itself itself coupled with money
disandingkan dengan pencucian uang.99 Bilamana laundering.99 When law enforcement against
penegakan hukum terhadap koruptor juga dijeratkan corruptors is also entangled the crime of money
tindak pidana pencucian uang dan penegak hukumnya laundering and professional law enforcement and
profesional serta terjaga integritasnya maka peluang untuk maintained its integrity so the opportunity for the
hilangnya uang pengganti sangat kecil, bahkan pelakunya loss of replacement money is very small, even the
pun akan mendapatkan pidana yang jauh lebih berat dan perpetrator will get a much heavier penalty and all
semua pihak yang menerima atau menikmati hasil korupsi parties who receive or enjoy the proceeds of
tersebut juga terjerat hukum sebagai pelaku tindak pidana corruption are also entangled law as perpetrator of
100
pencucian uang pasif. money laundering.100

Mengenai pelaku pasif sendiri di dalam Undang- Regarding the passive perpetrator
Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan themselves in Law no. 8 Year 2010 Concerning the
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sudah Prevention and Eradication of Money Laundering
diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) yang merumuskan: ―Setiap Crime is set forth in Article 5 Paragraph (1) which
Orang yang menerima atau menguasai penempatan, formulates: ―Anyone who receives or controls the
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, placement, transfer, payment, grant, donation,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang custody, exchange or use of any known Property or
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil reasonably suspected as the result of a criminal act
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat as referred to in Article 2 paragraph (1) shall be
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) sentenced to imprisonment for a maximum of 5
tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu (five) years and a maximum fine of
miliar rupiah).‖ Proses kriminalisasi terhadap tindak Rp.1.000.000.000,00 (one billion rupiah). ―The
pidana pencucian uang pasif adalah inisiasi Presiden criminalization process of criminal offenses
selaku kepala pemerintahan dengan latar belakang masih passive money laundering is the initiation of the
terlalu multi tafsirnya rumusan tindak pidana dalam President as head of government with the
undang-undang yang lama dan adanya perluasan pihak background is still too multi-tafsirnya formulation
yang berwajib untuk melakukan pelaporan. Hal ini of criminal acts in the old law and the extension of

59
diperkuat dengan dasar yaitu; the authorities to do the reporting. This is
reinforced by the basic ie;
1. Perbuatan tindak pidana pencucian uang pasif adalah 1. The act of passive money laundering crime is
kejahatan yang dapat mengganggu tercapainya a crime that can interfere with the
tujuan nasional terutama dalam sektor ekonomi atau achievement of national objectives, especially
keuangan, hal ini berkaitan dengan terganggunya in the economic or financial sector, this is
tujuan negara yaitu melindungi segenap bangsa related to the disruption of the state's goal of
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, protecting the entire Indonesian nation and
memajukan kesejahteraan umum dan ikut the entire Indonesian blood sphere,
melaksanakan ketertiban dunia. promoting the general welfare and participate
in implementing the world order.
2. Tindak pidana pencucian uang pasif tidak 2. Passive money laundering crimes are not
dikehendaki oleh masyarakat dan menimbulkan desired by the public and incur losses that
kerugian yang dapat mendatangkan korban, may incur a victim, even if in this case the
sekalipun dalam hal ini korban tidak secara langsung victim is not directly aware of the part of the
menyadari jika bagian dari korban tindak pidana victimless crime victim.
pencucian uang pasif (it seem to be a victimless
crime).
3. Dengan dikiriminalisasinya tindak pidana pencucian 3. With the passinalization of passive money
uang pasif maka negara mendapatkan banyak laundering, the state receives more benefits
keuntungan (benefit) dibandingkan biaya (cost), than cost, as the paradigm shift of money
sebagaimana perubahan paradigma penegakan laundering is follow the money, so the state
hukum tindak pidana pencucian uang ialah follow the through its law enforcement officers can
money, sehingga negara melalui aparat penegak track and prosecute the perpetrator of crime
hukumnya dapat melacak dan menindak pelaku money laundering through the flow of
tindak pidana pencucian uang melalui aliran money.
uangnya.
4. Kriminalisasi terhadap tindak pidana pencucian uang 4. Criminalization of passive money laundering
pasif tidak akan menyebabkan overbelasting aparat crime will not cause overbelasting of law
penegak hukum, dalam hal ini aparat penegak hukum enforcement officers, in this case law
dibantu oleh financial intelligence unit (FIU) yaitu enforcement officers assisted by financial
PPATK.101 intelligence unit (FIU) that is PPATK.101

Selain penting untuk dilakukan upaya In addition to the importance of efforts to


pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui recover the assets of corruption through the crime
penjeratan tindak pidana pencucian uang, tak kalah of money laundering, it is also important to take
penting juga mengambil langkah teknis untuk mengatasi technical steps to overcome the problem of
persoalan kemandekan eksekusi pembayaran uang stagnant execution of replacement payments. The
pengganti. Mandeknya eksekusi pembayaran uang mandatory execution of replacement payments is in

60
pengganti pada kenyataannya disebabkan oleh faktor fact due to policy fperpetrator other than due to law
kebijakan selain karena faktor komitmen penegak hukum. enforcement commitment fperpetrator. To optimize
Untuk mengoptimalkan pembayaran uang pengganti the payment of the replacement money, it is
tersebut diperlukan perubahan dan/atau penyempurnaan necessary to change and / or refine the policy in
kebijakan dalam penanganan perkara korupsi yaitu dengan handling corruption case by uniform the purpose of
menyeragamkan tujuan pembayaran uang pengganti dan payment of replacement money and reference in
acuan dalam menetapkan uang pengganti. determining the replacement money.

Penyeragaman ini perlu ditegaskan dalam UU This uniformity needs to be emphasized in


Tipikor agar tidak menimbulkan kerancuan dan dualisme Corruption Law so as not to cause confusion and
dalam penerapannya. Misalnya dalam hal tujuan dan dualism in its application. For example, in terms of
acuan yang didasarkan pada faktor kerugian negara, objectives and references based on the state loss
dibandingkan harta hasil korupsi yang dinikmati, dengan factor, compared to the treasury of the corruption
pertimbangan menghindari kesulitan dalam pemilahan enjoyed, with the consideration of avoiding
harta dan kemudahan dalam penghitungan. Demikian difficulties in the sorting of assets and the ease of
halnya dengan perlunya menetapkan acuan dalam calculation. Similarly, the necessity of establishing
menghitung pidana penjara pengganti dalam hal uang a reference in calculating a replacement jail in the
pengganti tidak dibayar atau dibayar sebagian oleh event that the surrogate money is not paid or paid
terpidana. Selain itu perlu juga meluruskan kembali sifat in part by the convicted person. In addition it is
dan makna pidana tambahan yang melekat dalam pidana also necessary to rectify the additional criminal
pembayaran uang pengganti untuk menghindari nature and meaning inherent in the crime of
misinterpretasi dalam memahami dan menjatuhkan pidana repayment money to avoid misinterpretation in
uang pengganti, serta menyebabkan keragu-raguan dalam understanding and imposing a replacement money
mengeksekusi uang pengganti. Pelurusan ini dilakukan penalty, as well as causing doubts in execution of
melalui putusan pengadilan yang konsisten dan perbaikan the surrogate money. This alignment is conducted
kebijakan internal yang lebih memperlihatkan komitmen through consistent court decisions and internal
102
penegak hukum. policy improvements that demonstrate law
102
enforcement commitments.

Sangat penting juga adanya upaya memperbaiki It is also important to improve the
mekanisme pengembalian aset melalui jalur gugatan mechanism of asset recovery through civil
perdata. Pada realitanya, kesulitan yang dihadapi adalah litigation. In reality, the difficulties faced are the
penerapan hukum acara perdata yang digunakan adoption of civil procedural law that is used
sepenuhnya tunduk pada hukum acara perdata biasa yang entirely in accordance with ordinary civil law law
menganut asas pembuktian formal. Beban pembuktian that embraces the principle of formal proof. The
terletak pada pihak yang mendalilkan (jaksa pengacara burden of proof rests with the arguing party (state
negara yang harus membuktikan) kesetaraan para pihak, attorney lawyers who must prove) the equality of
kewajiban hakim untuk mendamaikan para pihak, dan the parties, the duty of the judge to reconcile the
sebagainya. Sedangkan jaksa pengacara negara (JPN) parties, and so on. While the state attorney

61
sebagai penggugat harus membuktikan secara nyata prosecutor (JPN) as a plaintiff must prove clearly
bahwa telah ada kerugian negara. Yakni, kerugian that there has been a state loss. That is, the
keuangan negara akibat atau berkaitan dengan perbuatan financial loss of the state due to or related to the
tersangka, terdakwa, atau terpidana, adanya harta benda deed of the accused, the defendant or the convicted
milik tersangka, terdakwa, atau terpidana yang dapat person, the property of the suspect, the defendant,
digunakan untuk pengembalian kerugian keuangan negara, or the convicted person who can be used to restore
Selain itu, seperti umumnya penanganan kasus perdata, the state financial loss. In addition, as is generally
membutuhkan waktu yang sangat panjang sampai ada the handling of civil cases, until there is a legal
putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Hambatan decision with permanent legal force. These barriers
tersebut harus segera diatasi untuk mengoptimalkan must be addressed immediately to optimize the
pengembalian kerugian negara melalui pembuatan hukum state's repatriation through the creation of a special
acara perdata khusus perkara korupsi, yang keluar dari civil procedure lawsuit of corruption, out of the
103
pakem-pakem hukum acara konvensional. conventional law's procedural law.103

Gugatan perdata perlu ditempatkan sebagai upaya The civil suit needs to be placed as the main
hukum yang utama di samping upaya secara pidana, legal effort in addition to the criminal effort, not
bukan sekedar bersifat fakultatif atau komplemen dari merely the facultative or complementary nature of
hukum pidana, sebagaimana diatur dalam UU the criminal law, as regulated in the Corruption
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Oleh karena itu, Eradication Act. Therefore, it is necessary to
diperlukan konsep pengembalian keuangan negara yang develop a progressive concept of state financial
progresif, misalnya dengan mengharmonisasikan pada returns, for example by harmonizing the 2003
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang United Nations Convention Against Corruption
Korupsi (United Nations Convention Against (UNCAC) Convention.104 Unfortunately, So far,
104
Corruption/UNCAC) Tahun 2003. Sayangnya, Selama according to Eddy OS Hiariej, the Government is
ini menurut Eddy OS Hiariej, Pemerintah kurang tanggap less responsive to the mandate of the UN
dengan amanat konvensi PBB mengenai Anti Korupsi convention on Anti-Corruption which calls on the
yang meminta Negara pihak a quo Indonesia yaitu quo- ning State of Indonesia to adapt the changes
menyesuaikan perubahan undang-undang pemberantasan to corruption eradication laws after one year of
korupsi setelah satu tahun diratifikasi. Pergeseran ratification. A fundamental shift under the
fundamental menurut konvensi adalah mengidentifikasi convention is to identify corruption not only in the
korupsi tidak hanya di sektor publik tapi juga swasta. public but also private sectors. One of the aims of
Salah satu tujuan konvensi tersebut adalah pengembalian the convention is the return of corrupt assets.105
aset hasil korupsi.105

Menurut UNCAC, pengembalian aset hasil korupsi According to UNCAC, The recovery of
sendiri terbagi dalam empat tahap, yaitu tahap pelacakan assets of corruption itself is divided into four
aset, tahap tindakan pencegahan untuk menghentikan stages: the asset tracking step, the precautionary
perpindahan aset-aset melalui mekanisme pembekuan dan phase to stop the transfer of assets through freezing
penyitaan, tahap penyitaan, dan tahap penyerahan aset dari and foreclosure mechanisms, the foreclosure phase,

62
negara penerima kepada negara korban tempat aset and the transfer of assets from the recipient country
diperoleh secara tidak sah. Dalam rangkaian to the victim country where the asset is obtained
pengembalian aset hasil korupsi, maka dapat ditempuh invalid. In the series of return on assets of
106
beberapa tahapan, yaitu: corruption, it can be taken several stages, namely:
106

1. Tahap pelacakan aset. Tahap ini merupakan tahap 1. Asset tracking phase. This stage is the stage
dimana dikumpulkannya informasi mengenai aset where information is collected about
yang dikorupsi dan alat-alat bukti. Untuk menjaga corrupted assets and evidence instruments.
lingkup dan arah tujuan investigasi menjadi fokus, To keep the scope and direction of the
menurut John Conyngham, otoritas yang melakukan investigation into focus, according to John
investigasi atau melacak aset-aset tersebut bermitra Conyngham, the authority investigating or
dengan firma-firma hukum dan firma akuntansi. tracking these assets partners with law firms
Untuk kepentingan investigasi dirumuskan praduga and accounting firms. For the purposes of the
bahwa pelaku tindak pidana akan menggunakan investigation a presumption is presumed that
dana-dana yang diperoleh secara tidak sah untuk the offender will use unlawfully obtained
kepentingan pribadi dan keluarganya. funds for his personal and family interests.

2. Tahap pembekuan atau perampasan aset. Kesuksesan 2. Stage freezing or asset seizure. The
investigasi dalam melacak aset-aset yang diperoleh successful investigation in tracking down
secara tidak sah memungkinkan pelaksanaan tahap illegally acquired assets allows the
pengembalian aset berikutnya, yaitu pembekuan atau implementation of the next stage of asset
perampasan aset. Menurut UNCAC 2003, recovery, ie freezing or asset deprivation.
pembekuan atau perampasan berarti larangan According to UNCAC 2003, suspension or
sementara untuk mentransfer, mengkonversi, seizure means temporary bans to transfer,
mendisposisi atau memindahkan kekayaan atau convert, dispose or transfer property or is
untuk sementara dianggap sebagai ditaruh di bawah temporarily considered to be placed under
perwalian atau di bawah pengawasan berdasarkan guardianship or under supervision under a
perintah pengadilan atau badan yang berwenang court order or other competent authority.
lainnya. Mengingat tindak pidana korupsi merupakan Given the criminal act of corruption is one
salah satu kejahatan transnasional atau tidak jarang transnational crime or not infrequently
terjadi melibatkan atau antara negara lain karena aset involving or between other countries because
hasil korupsi disimpan di negara lain, maka kerja the assets of corruption are stored in other
sama antar negara dalam proses perampasan aset countries, then cooperation between countries
sangat perlu diperhatikan. Jika aset-aset yang in the process of asset deprivation is very
dikorupsi berada di luar yurisdiksi Negara korban important. If the assets that are corrupted are
maka pelaksanaan perintah pembekuan dan outside the jurisdiction of the State of the
perampasan hanya dapat dilakukan melalui otoritas victim then the execution of the freezing and
yang berkompeten dari negara penerima. deprivation orders can only be done through

63
the competent authority of the recipient
country.
3. Tahap penyitaan aset-aset. Penyitaan merupakan 3. Phase of confiscation of assets. The seizure is
perintah pengadilan atau badan yang berwenang a court order or an authorized body to deprive
untuk mencabut hak-hak pelaku tindak pidana the rights of the perpetrator of corruption in
korupsi atas aset-aset hasil tindak pidana korupsi. the assets of the proceeds of criminal acts of
Biasanya perintah penyitaan dikeluarkan oleh corruption. Usually the seizure order is issued
pengadilan atau badan yang berwenang dari negara by the court or the competent authority of the
penerima setelah ada putusan pengadilan yang recipient country following a court decision
menjatuhkan pidana pada pelaku tindak pidana. imposing a criminal offense on the offender.
Penyitaan dapat dilakukan tanpa adanya putusan Confiscation can be done without a court
pengadilan dalam hal pelaku tindak pidana telah decision in the event that the offender has
meninggal atau menghilang atau tidak ada died or disappeared or there is no possibility
kemungkinan bagi jaksa selaku penuntut umum for the prosecutor as the prosecutor to
melakukan penuntutan. prosecute.

4. Tahap penyerahan aset-aset hasil tindak pidana 4. Phase of transfer of assets resulting from
korupsi kepada korban atau negara korban. Agar criminal act of corruption to victim or victim
dapat melakukan pengembalian aset-aset, baik country. In order to recover assets, both the
negara penerima maupun negara korban perlu recipient and the victim-states need to take
melakukan tindakan legislatif dan tindakan lainnya legislative and other measures in accordance
menurut prinsip-prinsip hukum nasional masing- with the national legal principles of each
masing negara sehingga badan yang berwenang country so that the competent authority can
dapat melakukan pengembalian aset-aset tersebut. recover the assets. Most countries do not
Kebanyakan negara tidak mengatur secara khusus specifically regulate the distribution of frozen
ketentuan pembagian aset-aset yang dibekukan dan and confiscated assets, so it is generally a
disita, sehingga pada umumnya masalah pembagian matter of sharing the assets provided for in
aset-aset yang diatur dalam perjanjian bantuan the mutual legal assistance agreement
hukum timbal balik antara negara korban dengan between the victim country and the recipient
negara penerima. country.

Kebijakan nasional di bidang perampasan aset The national policy on the expropriation of
tindak pidana harus memiliki visi holistik berdasarkan criminal assets should have a holistic vision based
kebutuhan yang nyata dan memenuhi standar on real needs and meet international standards,
internasional, baik yang telah ditentukan oleh PBB, FATF, whether established by the United Nations, the
maupun lembaga atau organisasi internasional lain yang FATF, or other competent international
kompeten di bidang pencegahan dan pemberantasan organizations or organizations in the field of crime
tindak pidana. Untuk dapat mewujudkan peraturan prevention and eradication. In order to realize
perundang-undangan yang efektif di bidang perampasan effective legislation in the field of asset offenses,

64
aset tindak pidana maka diperlukan komitmen politik, political commitment, proportional legislation,
peraturan perundang-undangan yang proporsional, strong financial intelligence, financial sector
intelijen di bidang keuangan yang kuat, pengawasan supervision, law enforcement and international
sektor keuangan, penegakan hukum, dan kerja sama cooperation.107 Given the asset deprivation is an
internasional.107 Mengingat perampasan aset merupakan important part in the prevention and eradication of
bagian penting dalam pencegahan dan pemberantasan criminal acts, especially the criminal act of
tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi, dan juga corruption, as well as consideration of the need for
pertimbangan akan kebutuhan perangkat hukum yang adequate legal instruments in combating
memadai dalam memerangi tindak pidana korupsi, serta corruption, as well as the need for alignment of the
kebutuhan penyelarasan paradigma dan ketentuan- paradigm and the provisions and international
ketentuan serta instrumen internasional secara maksimal instruments to the maximum in legislation, it is
dalam peraturan perundang-undangan, maka perlu disusun necessary to draft and immediately ratify the Draft
dan segera disahkannya RUU Perampasan Aset Tindak Law on the Deprivation of Criminal Assets.108
Pidana.108

Menurut Romli Atmasasmita, kebutuhan atas According to Romli Atmasasmita, the need
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, for Asset Deprivation Bill, based on the reality of
berdasarkan kenyataan upaya penegakan hukum law enforcement efforts especially against
khususnya terhadap tindak pidana korupsi tidak juga corruption crime does not also produce significant
membuahkan hasil yang signifikan terhadap kas negara. results to the state treasury. In addition, Romli also
Selain itu, Romli menyatakan juga bahwa perangkat states that the current legal instruments in
hukum yang berlaku di Indonesia saat ini belum mampu Indonesia have not been able to maximally regulate
secara maksimal mengatur dan menampung kegiatan- and accommodate activities in the framework of
kegiatan dalam rangka pengembalian aset hasil korupsi recovering the assetsresulting from corruption and
dan kejahatan di bidang keuangan dan perbankan pada crimes in the field of finance and banking in
umumnya. Senada dengan itu, Mudzakkir, menyatakan general. In line with that, Mudzakkir, said the Draft
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset perlu Law on Asset Deprivation needs to be ratified
disahkan karena cukup strategis untuk memberantas because it is strategic enough to combat money
tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Selain itu, laundering in Indonesia. In addition, the Draft Law
Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset juga on Asset Deprivation is also useful for the recovery
berguna untuk pemulihan kerugian yang ditimbulkan dari of losses arising from offenses committed by
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku. Lebih lanjut perpetrator. Furthermore Mudzakkir also asserted
Mudzakkir juga menegaskan bahwa Rancangan Undang- that the Draft Law on Asset Deprivation must be
Undang Perampasan Aset harus disusun secara proportionally arranged and still put forward the
109
proporsional dan tetap mengedepankan unsure keadilan. element of justice.109

Pada RUU Perampasan Aset dijawab sejumlah In the Asset Confiscation Bill is answered a
persoalan dan kendala sebagaimana dijelaskan number of problems and obstacles as described
sebelumnya khususnya terkait dengan kepastian hukum previously in particular related to legal certainty

65
atas belum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan over the absence of court decisions with permanent
hukum tetap. Dalam Pasal 17 diatur bahwa sebelum legal force. In Article 17, it is stipulated that before
terdapat putusan Perampasan Aset yang telah memperoleh any decision of Asset Deprivation has obtained a
kekuatan hukum tetap, Menteri (yang menyelenggarakan permanent legal force, the Minister (which
urusan Pemerintahan di bidang keuangan) dapat administers the affairs of the Government in the
memberikan izin sementara kepada pihak ketiga yang field of finance) may grant temporary permission
telah menggunakan atau memanfaatkan Aset tersebut to a third party who has used or utilized the Assets
dengan persyaratan sebagai berikut: (a). tidak mengubah with the following conditions: (a). does not change
bentuk fisik Aset; (b). tidak dialihkan penggunaan atau the physical form of Assets; (b). not transferred to
pemanfaatannya; (c). dilakukan pemeliharaan dan its use or utilization; (c). maintenance and
perawatan; dan (d). tidak dipergunakan untuk melakukan maintenance; and D). not used to commit acts
perbuatan melawan hukum. Adapun segala biaya against the law. As for any maintenance fees, taxes,
perawatan, pajak, rekening tagihan, dan pengeluaran lain billing accounts, and other expenses necessary to
yang diperlukan selama menggunakan atau memanfaatkan use or utilize the Assets, is borne by any third party
Aset tersebut, dibebankan kepada pihak ketiga yang who uses or utilizes the Assets.
menggunakan atau memanfaatkan Aset tersebut.

Secara terperinci RUU Perampasan Aset mengatur In detail the Asset Looting Bill regulates
perampasan aset dilakukan dalam hal: (a). tersangka atau asset deprivation done in case: (a). suspect or
terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit defendant dies, escapes, permanent illness, or is
permanen, atau tidak diketahui keberadaannya; atau (b). unknown; or (b). the defendant was dismissed from
terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan hukum. any lawsuit. For the seizure of assets of both, it can
Untuk perampasan aset dari keduanya, dapat juga also be made against assets whose criminal cases
dilakukan terhadap aset yang perkara pidananya dimana can not be tried or have been found guilty by a
tidak dapat disidangkan atau telah diputus bersalah oleh court that has obtained permanent legal force, and
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, later on it is known to be an asset of a crime that
dan di kemudian hari ternyata diketahui terdapat aset dari has not been declared deprived. The deprivation of
tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas. Adapun the asset does not apply to the unfair wealth that
perampasan aset tersebut tidak berlaku terhadap kekayaan will be seized. Asset Deprivation does not
yang tidak wajar yang akan dirampas. Perampasan Aset eliminate the authority to prosecute criminals.
tidak menghapuskan kewenangan untuk melakukan Assets that have been confiscated by a court
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Aset yang telah decision that has obtained permanent legal force
dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah may serve as evidence in the prosecution of the
memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dijadikan offender.
sebagai alat bukti dalam penuntutan terhadap pelaku
tindak pidana.

Diterangkan dalam Naskah Akademik RUU Explained in the Academic Paper of Asset
Perampasan Aset bahwa dalam pemeriksaan di sidang Confiscation Bill that in the trial hearing, the judge

66
Pengadilan, hakim memerintahkan pemilik, pihak yang orders the owner, the party who holds the asset, or
menguasai aset, atau pihak ketiga yang keberatan terhadap the third party objecting to the asset seizure
permohonan perampasan aset agar membuktikan bahwa application in order to prove that the property
harta kekayaan yang terkait dengan permohonan related to the asset seizure application is not
perampasan aset dimaksud bukan berasal atau terkait originated or related to the act criminal. The owner,
dengan tindak pidana. Pemilik, pihak yang menguasai the controlling party of the asset, or any third party
aset, atau pihak ketiga yang keberatan terhadap objecting to the asset seizure application proves
permohonan perampasan aset membuktikan bahwa harta that the property related to the case is not
kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau originated or related to a criminal offense by
terkait dengan tindak pidana dengan cara mengajukan alat submitting sufficient evidence. In the case of an
bukti yang cukup. Dalam hal pemilik, pihak yang owner, a controlling party of an asset, or a third
menguasai aset, atau pihak ketiga yang tidak dapat party unable to prove that the asset is not derived
membuktikan bahwa aset tersebut bukan berasal dari from a criminal offense, the judge decides the asset
tindak pidana, hakim memutuskan aset tersebut dirampas is seized for the State or returned to the rightful. In
untuk Negara atau dikembalikan kepada yang berhak. the case of an owner, the party who holds the asset,
Dalam hal pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak or the third party, is not present at the hearing or
ketiga tidak hadir di persidangan atau menolak refuses to provide evidence, the judge decides the
memberikan bukti, hakim memutuskan aset tersebut asset is seized for the State or returned to the
dirampas untuk Negara atau dikembalikan kepada yang rightful. 110
berhak. 110
Pada dasarnya menyita dan merampas hasil dan Basically seizing and confiscating the
instrumen tindak pidana dari pelaku tindak pidana tidak proceeds and criminal instruments of criminals not
saja memindahkan sejumlah harta kekayaan dari pelaku only removes some of the property of the
kejahatan kepada masyarakat tetapi juga akan perpetrator of crime to society but also increases
memperbesar kemungkinan masyarakat untuk the likelihood of the community to realize the
mewujudkan tujuan bersama yaitu terbentuknya keadilan common goal of justice and welfare for all
dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat. Hal ini members of society. This in turn prompted the
yang pada akhirnya mendorong Pemerintah Indonesia Government of Indonesia to issue a policy related
mengeluarkan kebijakan terkait upaya percepatan to efforts to accelerate the eradication of criminal
pemberantasan tindak pidana korupsi. Salah satu acts of corruption. One of the priority policies of
kebijakan yang menjadi prioritas Pemerintah Indonesia the Government of Indonesia is the creation of a
adalah pembuatan instrumen hukum yang mampu legal instrument capable of seizing all property
merampas seluruh harta kekayaan yang dihasilkan dari resulting from a criminal offense and all facilities
suatu tindak pidana serta seluruh sarana yang that enable the implementation of criminal acts,
memungkinkan terlaksananya tindak pidana terutama especially economic crime.
tindak pidana bermotif ekonomi.
Penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen The deprivation and seizure of proceeds and
tindak pidana, selain mengurangi atau menghilangkan instruments of crime, in addition to reducing or
motif ekonomi pelaku kejahatan juga memungkinkan eliminating the economic motives of the offender

67
pengumpulan dana dalam jumlah yang besar yang dapat also allows the collection of funds in large
digunakan untuk mencegah dan memberantas kejahatan. quantities that can be used to prevent and combat
Secara keseluruhan, hal tersebut akan menekan tingkat crime. Overall, it will reduce the crime rate in
kejahatan di Indonesia. Pendekatan untuk menekan tingkat Indonesia. Approaches to reduce crime rates
kejahatan melalui penyitaan dan perampasan hasil dan through foreclosures and confiscation of proceeds
instrumen tindak pidana sejalan dengan prinsip peradilan and instruments of crime are in line with the
yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan.111 principles of rapid, simple and costly judiciary.111

__________ __________
65 65
Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor: Solusi Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor:
Pemberantasan Korupsi Di Indonesia (Jakarta: Kompas, Solusi Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
2013). Hlm. 4 (Jakarta: Kompas, 2013). p. 4
66
Law Number 31 of 1999 as amended by Law
66
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana Number 20 of 2001 on Eradication of Corruption
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Crimes
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
67 67
Ibid. Hlm. 5 Ibid. p. 5
68 68
Ibid. Ibid.
69 69
Ibid. Hlm. 6 Ibid. p. 6
70 70
Indri Oktaviani, ―Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Indri Oktaviani, ―Perspektif Hukum Positif Dan
Islam Tentang Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Hukum Islam Tentang Pengembalian Aset Hasil
Korupsi (Studi Putusan Nomor: Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor:
01/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.SMG)‖ (UIN Walisongo, 01/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.SMG)‖ (UIN
2014). Hlm.88 Walisongo, 2014). p.88
71 71
Suprabowo, ―Perampasan dan Pengembalian Aset Hasil Suprabowo, ―Perampasan dan Pengembalian Aset
Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia Hasil Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem
Sebagai Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Hukum Indonesia Sebagai Upaya Pencegahan dan
Korupsi.‖ Hlm.4 Pemberantasan Tindak Korupsi.‖ p.4
72 72
Ibid. Hlm.4-5 Ibid. pp.4-5
73 73
KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?,‖ terakhir KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?,‖
diperbaharui tahun 2016, terakhir diperbaharui tahun 2016,
https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset-koruptor- https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset-
mengapa-harus-disita. koruptor-mengapa-harus-disita.
74 74
Lilik Mulyadi, ―Asas Pembalikan Beban Pembuktian Lilik Mulyadi, ―Asas Pembalikan Beban
Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi
Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,‖ Jurnal Dihubungkan Dengan Konvensi Perserikatan
Hukum dan Peradilan Vol. 4, no. 1 (2015). Hlm.111 Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,‖ Jurnal Hukum dan
Peradilan Vol. 4, no. 1 (2015). p.111

68
75 75
Rustam, ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana Korupsi,‖ Rustam, ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana
Opini Cendekia (n.d.).Rustam. Hlm.18 Korupsi,‖ Opini Cendekia (n.d.).Rustam. p.18
76 76
Ibid. Hlm.19 Ibid. p.19
77 77
Ibid Ibid
78 78
Ahmad Busro, ―Optimalisasi Peran Jaksa Pengacara Ahmad Busro, ―Optimalisasi Peran Jaksa
Negara Dalam Pengembalian Keuangan dan/atau Aset Pengacara Negara Dalam Pengembalian Keuangan
Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi Maupun Atas Dasar dan/atau Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi
Kerugian Keperdataan‖ (Universitas Diponegoro, 2011). Maupun Atas Dasar Kerugian Keperdataan‖
Hlm.xii (Universitas Diponegoro, 2011). p.xii
79 79
Franz Rudy Putra Zebua, Iman Jauhari dan Taufik Franz Rudy Putra Zebua, Iman Jauhari dan
Siregar, Op Cit, hlm.156 Taufik Siregar, Op Cit, p.156
80 80
Rustam, ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana Korupsi.‖ Rustam, ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana
Hlm.9 Korupsi.‖ p.9
81 81
Ibid. Hlm.9-10 Ibid. p.9-10
82 82
Azra, ―Korupsi Dalam Perspektif Good Governance.‖ Azra, ―Korupsi Dalam Perspektif Good
Hlm.31 Governance.‖ p.31
83 83
Yenti Ganarsih, Penegakan Hukum Anti Pencucian Yenti Ganarsih, Penegakan Hukum Anti
Uang Dan Permasalahannya Di Indonesia (Jakarta: Pencucian Uang Dan Permasalahannya Di
Rajawali Pers, 2016). Hlm.114 Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2016). p.114
84 84
Nur Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana Nur Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana
Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam
Korupsi,‖ Lembaga Kajian & Advokasi Indenpendensi Perkara Korupsi,‖ Lembaga Kajian & Advokasi
Peradilan, terakhir diubah tahun 2015, Indenpendensi Peradilan, last updated on 2015,
http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana- http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana-
tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam-perkara- tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam-
korupsi/#_ftn1. perkara-korupsi/#_ftn1.
85 85
Ibid. Ibid.
86 86
Evans Emanuel Sinulingga, ―Pengembalian Aset Hasil Evans Emanuel Sinulingga, ―Pengembalian Aset
Tindak Pidana Korupsi Melalui Mekanisme Gugatan Hasil Tindak Pidana Korupsi Melalui Mekanisme
Perdata,‖ Jurnal Lex Administratum Vol. 5, no. 4 (2017). Gugatan Perdata,‖ Jurnal Lex Administratum Vol.
Hlm.123-124 5, no. 4 (2017). p.123-124
87 87
Ibid. Hlm.124 Ibid. p.124
88 88
Frans Rudy Putra Zebua, Iman Jauhari, and Taufik Frans Rudy Putra Zebua, Iman Jauhari, and
Siregar, ―Tanggung jawab Pelaku Tindak Pidana Korupsi Taufik Siregar, ―Tanggung jawab Pelaku Tindak
dan Ahli Warisnya Dalam Pembayaran Uang Pengganti Pidana Korupsi dan Ahli Warisnya Dalam
Kerugian Keuangan Negara Ditinjau dari Aspek Hukum Pembayaran Uang Pengganti Kerugian Keuangan
Perdata (Studi Kasus pada Pengadilan Negeri Medan),‖ Negara Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata (Case
Jurnal Mercatoria Vol. 1, no. 2 (2008). Hlm.160-161 Study in Medan District Court),‖ Jurnal
Mercatoria Vol. 1, no. 2 (2008). pp.160-161

69
89 89
Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-Undang Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-Undang
Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di Indonesia.‖ Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di
Hlm.25 Indonesia.‖ p.25
90 90
Ibid. Hlm.25-26 Ibid. pp.25-26
91 91
KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?‖ KPK, ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?‖
92 92
Jamin Ginting, ―Perjanjian Internasional Dalam Jamin Ginting, ―Perjanjian Internasional Dalam
Pengembalian Aset Hasil Tindak Korupsi di Indonesia,‖ Pengembalian Aset Hasil Tindak Korupsi di
Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11, no. 3 (2011). Hlm.450 Indonesia,‖ Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11, no. 3
93
Melani, ―Problematika Prinsip Double Criminality (2011). p.450
93
Dalam Hubungannya dengan Kerjasama Pencegahan dan Melani, ―Problematika Prinsip Double
Pemberantasan Kejahatan Transnasional,‖ Jurnal Ilmu Criminality Dalam Hubungannya dengan
Hukum Litigasi Vol. 6, no. 2 (2005). Hlm.169 Kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan
Kejahatan Transnasional,‖ Jurnal Ilmu Hukum
Litigasi Vol. 6, no. 2 (2005). p.169
94 94
Nurmalawaty, ―Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Nurmalawaty, ―Faktor Penyebab Terjadinya
Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dan Upaya Tindak Pidana Pencucian Uang (Money
Pencegahannya,‖ Jurnal Equality Vol. 11, no. 1 (2006). Laundering) dan Upaya Pencegahannya,‖ Jurnal
Hlm.16-17 Equality Vol. 11, no. 1 (2006). pp.16-17
95 95
Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi Berdasarkan Yanuar, Pengembalian Aset Korupsi
Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Dalam Sistem Hukum Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003
Indonesia. Hlm. 108 Dalam Sistem Hukum Indonesia. p. 108
96 96
Beniharmoni Harefa, ―Upaya Pengembalian Aset (Asset Beniharmoni Harefa, ―Upaya Pengembalian Aset
Recovery) Hasil Tindak Pidana Korupsi yang Berada di (Asset Recovery) Hasil Tindak Pidana Korupsi
Luar Negeri‖ (Universitas Gadjah Mada, 2011). yang Berada di Luar Negeri‖ (University of Gadjah
Mada, 2011).
97 97
Basrief Arief, disampaikan dalam diskusi ahli tentang Basrief Arief, delivered in expert discussions on
Implementasi Stolen Asset Recovery (StAR) dalam Implementasi Stolen Asset Recovery (StAR) dalam
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diadakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, held by
oleh Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 28 Januari 2008 Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 28 Januari 2008
dalam Ramelan, Naskah Akademik Rancangan Undang- in Ramelan, Naskah Akademik Rancangan
Undang Tentang (Jakarta, 2012). Hlm. 12 Undang-Undang Tentang (Jakarta, 2012). p. 12
98 98
A.F. Triwijaya, ―Pengembalian Asset Hasil Tindak A.F. Triwijaya, ―Pengembalian Asset Hasil
Pidana Korupsi Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi,‖ Tindak Pidana Korupsi Sebagai Solusi
diubah terakhir tahun 2017, https://aftriwijaya. Pemberantasan Korupsi,‖ last updated on 2017,
wordpress.com/2017/02/13/pengembalian-asset-hasil- https://aftriwijaya.
tindak-pidana-korupsi-sebagai-solusi-pemberantasan- wordpress.com/2017/02/13/pengembalian-asset-
korupsi/. hasil-tindak-pidana-korupsi-sebagai-solusi-
pemberantasan-korupsi/.
99 99
Zebua, Jauhari, and Siregar, ―Tanggung jawab Pelaku Zebua, Jauhari, and Siregar, ―Tanggung jawab

70
Tindak Pidana Korupsi dan Ahli Warisnya Dalam Pelaku Tindak Pidana Korupsi dan Ahli Warisnya
Pembayaran Uang Pengganti Kerugian Keuangan Negara Dalam Pembayaran Uang Pengganti Kerugian
Ditinjau dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus Pada Keuangan Negara Ditinjau dari Aspek Hukum
Pengadilan Negeri Medan).‖ Hlm.154 Perdata (Case Study at Medan District Court).‖
100
Ganarsih, Penegakan Hukum Anti Pencucian Uang dan p.154
100
Permasalahannya di Indonesia. Hlm.115 Ganarsih, Penegakan Hukum Anti Pencucian
101
Ahmad Bangun Sujiwo, ―Kebijakan Kriminalisasi Uang dan Permasalahannya di Indonesia. p.115
101
Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif Dalam Tindak Ahmad Bangun Sujiwo, ―Kebijakan
Pidana Pencucian Uang‖ (Universitas Gadjah Mada, Kriminalisasi Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif
2015). Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang‖
(University of Gadjah Mada, 2015).
102 102
Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana Tambahan Syarifah, ―Mengupas Permasalahan Pidana
Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.‖ Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam
103
Ramelan, Naskah Akademik Rancangan Undang- Perkara Korupsi.‖
103
Undang Tentang. Hlm.13 Ramelan, Naskah Akademik Rancangan
104
Ibid. Hlm.13-14 Undang-Undang Tentang. p.13
105 104
Pendapat Eddy O.S Hiariej dalam sesi diskusi penelitian Ibid. pp.13-14
105
lapangan Puslitbang Kumdil MA di Pengadilan Tinggi Eddy O.S Hiariej‘s opinion in the discussion
Yogyakarta session on the field research of the Supreme Court
Research and Development Center for Law and
Judiciary at Yogyakarta High Court
106 106
Dave Akbarshah Fikarno Laksono, ―Hari Antikorupsi Dave Akbarshah Fikarno Laksono, ―Hari
dan Etos Pengembalian Aset Korupsi,‖ Okezone.com, Antikorupsi dan Etos Pengembalian Aset Korupsi,‖
diubah terakhir tahun 2016, Okezone.com, last updated on 2016,
https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/1559716/o https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/15
pini-hari-antikorupsi-dan-etos-pengembalian-aset-korupsi. 59716/opini-hari-antikorupsi-dan-etos-
pengembalian-aset-korupsi.
107 107
Ramelan, Naskah Akademik Rancangan Undang- Ramelan, Naskah Akademik Rancangan
Undang Tentang. Hlm.184 Undang-Undang Tentang. p.184
108 108
Ibid. Hlm.185 Ibid. p.185
109 109
Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-Undang Latifah, ―Urgensi Pembentukan Undang-Undang
Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di Indonesia.‖ Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di
Hlm.19 Indonesia.‖ p.19
110 110
Ramelan, Naskah Akademik Rancangan Undang- Ramelan, Naskah Akademik Rancangan
Undang Tentang (Jakarta, 2012). Hlm.176-178 Undang-Undang Tentang (Jakarta, 2012). pp.176-
178
111 111
Ibid. Hlm.166 Ibid. p.166

71
BAB V CHAPTER V
PENUTUP COVER

A. Kesimpulan A. Conclusion
Penegakan hukum melalui pengungkapan tindak Law enforcement through the disclosure of
pidana, menemukan pelaku, serta memasukkan pelakunya criminal acts, finding the perpetrator, and inserting
ke dalam penjara (follow the suspect) semata belum efektif the perpetrator into the prison (follow the suspect)
menekan terjadinya tindak pidana korupsi jika tidak has not been effective in suppressing the occurrence
dibarengi dengan upaya menyita dan merampas hasil dan of corruption if not accompanied by the seizure and
instrumen kejahatannya. Selain itu, penanganan tindak seizure of proceeds and crime instruments. In
pidana korupsi tidak semata untuk memidana pelaku addition, the handling of criminal acts of corruption
namun juga harus memulihkan keuangan negara. Upaya is not merely to convict the perpetrator but also to
yang telah termuat dalam peraturan perundang-undangan restore the state's finances. Efforts that have been
untuk menjamin terpulihkannya kerugian negara antara contained in the legislation to ensure the
lain melalui: 1) perampasan aset hasil tindak pidana recoverable loss of the state, among others through:
korupsi; 2) pembuktian terbalik dalam rangka optimalisasi 1) seizure of assets resulting from criminal acts of
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi 3) corruption; 2) reverse verification in order to
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui optimize The recovery of assets resulting from the
gugatan perdata serta 4) pidana pembayaran uang criminal act of corruption 3) return of assets
pengganti dalam rangka pengembalian aset hasil tindak resulting from criminal acts of corruption through
pidana korupsi. civil suit and 4) criminal payment of replacement
money in the framework of recovering the
assetsresulting from criminal acts of corruption.
Upaya-upaya yang telah diakomodir dalam Efforts that have been accommodated in the
peraturan perundang-undangan untuk memaksimalkan legislation to maximize the recovery of state losses
pemulihan kerugian negara terkendala beberapa aspek are constrained by several aspects, both from the
baik dari sisi personal penegak hukum maupun personal side of law enforcement and the
pengaturan. Dari sisi regulasi, aturan terkait perampasan regulation. From the regulation side, the rules
aset hasil tindak pidana korupsi yang mengacu kepada related to the seizure of assets resulting from
KUHP, KUHAP maupun dalam UU Tipikor belum dirasa criminal acts of corruption that refer to the Criminal
memadai untuk memberikan dasar pijakan dalam Code, Criminal Procedure Code or the Corruption
melakukan perampasan dan pengembalian aset. Sehingga Act has not been sufficient to provide a basis for the
pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dalam deprivation and return of assets. Thus, The recovery
sistem hukum di Indonesia belum dapat diberlakukan dan of assets resulting from criminal acts of corruption
dilakukan secara efektif. in the legal system in Indonesia has not been
enforced and effectively implemented.

Sedangkan pada sisi personal penegak hukum While on the personal side of law
masih terjadi misinterpretasi. Diantaranya dalam enforcement still misinterpretation. Among them in

72
memaknai Pasal 18 Ayat (1) huruf a UU Tipikor. interpreting Article 18 Paragraph (1) Sub-Paragraph
Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa perampasan a Corruption Act. The provision stipulates that
dilakukan terhadap barang yang digunakan untuk atau confiscation is made against goods used for or
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Karenanya derived from a criminal act of corruption. Therefore
penyidik maupun hakim terperangkap ketentuan tersebut investigators and judges are caught in the provision
sehingga sangat berhati-hati melakukan penyitaan. so be very careful to foreclose. Whereas in the
Padahal dalam rangka penyelamatan keuangan negara framework of saving the state finances due to
akibat tindak pidana korupsi, jaksa penyidik sejak corruption, the prosecutor since the commencement
dimulainya penyidikan telah diwajibkan melakukan of the investigation has been required to seize the
penyitaan terhadap harta benda tersangka, istri/suami, property of the suspect, wife / husband, child and
anak dan setiap orang atau badan yang mempunyai any person or entity having any connection with the
hubungan dengan perkara tersangka. Imbas tidak adanya suspect case. The impact of the absence of
penyitaan selama proses peradilan berlangsung foreclosures during the judicial process took place
menjadikan putusan uang pengganti menjadi tumpul saat making the replacement money decisions become
eksekusinya. Terdapatnya ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU dull during his execution. The existence of the
Tipikor menjadi celah untuk mengkonversi pembayaran provision of Article 18 paragraph (3) Corruption
uang pengganti menjadi pidana badan dengan alasan Law becomes a gap to convert the replacement
terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi payment into a criminal body because the convict
untuk membayar uang pengganti. does not have sufficient property to pay the
replacement money.

B. Saran B. Recomendation
Penekanan pada pengembalian aset hasil tindak Emphasis on The recovery of assets
pidana korupsi sebagai bentuk memulihkan kerugian resulting from corruption as a form of restoring the
negara sudah seharusnya dimaksimalkan. Pengembalian state's losses should be maximized. The recovery of
aset hasil tindak pidana korupsi dapat melalui beberapa assets resulting from criminal acts of corruption can
cara yaitu perampasan aset hasil tipikor, beban be through several means, namely the asset-
pembuktian terbalik, melalui gugatan perdata, dan plucking of the results of corruption, the burden of
optimalisasi pembayaran uang pengganti serta upaya reversed proof, through the civil lawsuit, and the
penjeratan melalui ketentuan tindak pidana pencucian optimization of the replacement payment as well as
uang. Selain itu yang tak kalah penting juga mengatasi the effort of entrapment through the provision of
persoalan kemandekan eksekusi pembayaran uang money laundering crime. In addition, it is also
pengganti dengan pembaruan kebijakan dan penguatan important to overcome the problem of stagnant
komitmen penegak hukum untuk mengoptimalkan execution of replacement payments with policy
pengembalian akibat kerugian negara dari tindak pidana updates and strengthening law enforcement
korupsi. commitments to optimize returns due to state losses
from corruption.

73
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

A, Dyah Dwi. ―ICW: Korupsi 2015 Rugikan Negara A, Dyah Dwi. ―ICW: Korupsi 2015 Rugikan Negara
Rp31,077 Triliun.‖ Antara News. Last modified Rp31,077 Triliun.‖ Antara News. Last modified
2016. Accessed February 16, 2016. 2016. Accessed February 16, 2016.
http://www.antaranews.com/berita/546929/icw- http://www.antaranews.com/berita/546929/icw-
korupsi-2015-rugikan-negara-rp31077-triliun. korupsi-2015-rugikan-negara-rp31077-triliun.
Abdussalam, H.R., and Andri Desasfuryanto. Sistem Abdussalam, H.R., and Andri Desasfuryanto. Sistem
Peradilan Pidana. Jakarta: PTIK, 2012. Peradilan Pidana. Jakarta: PTIK, 2012.
Anwar, Yesmil, and Adang. Pembaharuan Hukum Anwar, Yesmil, and Adang. Pembaharuan Hukum
Pidana (Reformasi Hukum Di Indonesia). Pidana (Reformasi Hukum Di Indonesia).
Jakarta: Grasindo, 2008. Jakarta: Grasindo, 2008.
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Hukum Pidana. Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Hukum Pidana.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.
Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum Arief, Basrief. Korupsi Dan Upaya Penegakan Hukum
(Kapita Selekta). Jakarta: Adika Remaja (Kapita Selekta). Jakarta: Adika Remaja
Indonesia, 2006. Indonesia, 2006.
Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Bhuana Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer, 2007. Ilmu Populer, 2007.
Azra, Azyumardi. ―Korupsi Dalam Perspektif Good Azra, Azyumardi. ―Korupsi Dalam Perspektif Good
Governance.‖ Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. Governance.‖ Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.
2, no. 1 (2002). 2, no. 1 (2002).
Busro, Ahmad. ―Optimalisasi Peran Jaksa Pengacara Busro, Ahmad. ―Optimalisasi Peran Jaksa Pengacara
Negara Dalam Pengembalian Keuangan Dan Negara Dalam Pengembalian Keuangan Dan
Atau Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi Atau Aset Negara Hasil Tindak Pidana Korupsi
Maupun Atas Dasar Kerugian Keperdataan.‖ Maupun Atas Dasar Kerugian Keperdataan.‖
Universitas Diponegoro, 2011. Universitas Diponegoro, 2011.
Ganarsih, Yenti. Penegakan Hukum Anti Pencucian Ganarsih, Yenti. Penegakan Hukum Anti Pencucian
Uang Dan Permasalahannya Di Indonesia. Uang Dan Permasalahannya Di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers, 2016. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Gautama, Sudargo. Pengertian Tentang Negara Gautama, Sudargo. Pengertian Tentang Negara
Hukum. Bandung: Alumni, 1983. Hukum. Bandung: Alumni, 1983.
Gie, The Liang. Ilmu Politik: Suatu Pembahasan Gie, The Liang. Ilmu Politik: Suatu Pembahasan
Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkup Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkup
Metodologi. Yogyakarta: UGM Press, 1982. Metodologi. Yogyakarta: UGM Press, 1982.
Ginting, Jamin. ―Perjanjian Internasional Dalam Ginting, Jamin. ―Perjanjian Internasional Dalam
Pengembalian Aset Hasil Tindak Korupsi Di Pengembalian Aset Hasil Tindak Korupsi Di
Indonesia.‖ Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11, no. Indonesia.‖ Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11, no.

74
3 (2011). 3 (2011).
Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi
Rakyat Di Indonesia Sebuah Studi Tentang Rakyat Di Indonesia Sebuah Studi Tentang
Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh
Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum
Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Dan Pembentukan Peradilan Administrasi
Negara. Surabaya: Bina Ilmu, 1987. Negara. Surabaya: Bina Ilmu, 1987.
Hafiludin Saledi, Wahyudi. ―Implikasi Perampasan Hafiludin Saledi, Wahyudi. ―Implikasi Perampasan
Aset Terhadap Pihak Ketiga Yang Terkiat Aset Terhadap Pihak Ketiga Yang Terkiat
Dengan Tindak Pidana Korupsi.‖ Universitas Dengan Tindak Pidana Korupsi.‖ Universitas
Indonesia, 2010. Indonesia, 2010.
Hamdan, M. Politik Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali Hamdan, M. Politik Hukum Pidana. Jakarta: Rajawali
Pers, 1997. Pers, 1997.
Hamzah, Andi. Delik- Delik Tersebar Di Luar KUHP. Hamzah, Andi. Delik- Delik Tersebar Di Luar KUHP.
Jakarta: Pradnya Paramita, 1982. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982.
Harefa, Beniharmoni. ―Upaya Pengembalian Aset Harefa, Beniharmoni. ―Upaya Pengembalian Aset
(Asset Recovery) Hasil Tindak Pidana Korupsi (Asset Recovery) Hasil Tindak Pidana Korupsi
Yang Berada Di Luar Negeri.‖ Universitas Yang Berada Di Luar Negeri.‖ Universitas
Gadjah Mada, 2011. Gadjah Mada, 2011.
Irianto, Sulistyowati, and Shidarta. Metode Penelitian Irianto, Sulistyowati, and Shidarta. Metode Penelitian
Hukum: Konstelasi dan Refleksi. Jakarta: Hukum: Konstelasi dan Refleksi. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Isra, Saldi. Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi Isra, Saldi. Aset Recovery Tindak Pidana Korupsi
Melalui Kerjasama Internasional. Lokakarya Melalui Kerjasama Internasional. Lokakarya
tentang Kerjasama Internasional dalam tentang Kerjasama Internasional dalam
Pemberantasan Korupsi. Semarang, 2008. Pemberantasan Korupsi. Semarang, 2008.
https://www.saldiisra. web.id/index.php/21- https://www.saldiisra. web.id/index.php/21-
makalah/makalah1/47-asset-recovery-tindak- makalah/makalah1/47-asset-recovery-tindak-
pidana-korupsi-melalui-kerjasama- pidana-korupsi-melalui-kerjasama-
internasional.html#_ftn1. internasional.html#_ftn1.
KPK. ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?‖ Last KPK. ―Aset Koruptor, Mengapa Harus Disita?‖ Last
modified 2016. modified 2016.
https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset- https://acch.kpk.go.id/id/ragam/fokus/aset-
koruptor-mengapa-harus-disita. koruptor-mengapa-harus-disita.
Laksono, Dave Akbarshah Fikarno. ―Hari Antikorupsi Laksono, Dave Akbarshah Fikarno. ―Hari Antikorupsi
Dan Etos Pengembalian Aset Korupsi.‖ Dan Etos Pengembalian Aset Korupsi.‖
Okezone.com. Last modified 2016. Okezone.com. Last modified 2016.
https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/1 https://news.okezone.com/read/2016/12/06/337/1
559716/opini-hari-antikorupsi-dan-etos- 559716/opini-hari-antikorupsi-dan-etos-

75
pengembalian-aset-korupsi. pengembalian-aset-korupsi.
Latifah, Marfuatul. ―Urgensi Pembentukan Undang- Latifah, Marfuatul. ―Urgensi Pembentukan Undang-
Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di Undang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana Di
Indonesia.‖ Jurnal Negara Hukum Vol. 6, no. 1 Indonesia.‖ Jurnal Negara Hukum Vol. 6, no. 1
(2015). (2015).
Manan, Bagir. ―Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan Manan, Bagir. ―Dasar-Dasar Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia Menurut UUD 1945.‖ Republik Indonesia Menurut UUD 1945.‖
Bandung, 1994. Bandung, 1994.
———. Teori Dan Politik Konstitusi. Jakarta: UII ———. Teori Dan Politik Konstitusi. Jakarta: UII
Press, 2003. Press, 2003.
Manan, Bagir, and Susi Harijanti, Dwi. Memahami Manan, Bagir, and Susi Harijanti, Dwi. Memahami
Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi. Jakarta: Konstitusi: Makna Dan Aktualisasi. Jakarta:
Rajawali Pers, 2014. Rajawali Pers, 2014.
Martosoewignjo, Sri Soemantri. Dasar-Dasar Sistem Martosoewignjo, Sri Soemantri. Dasar-Dasar Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut
UUD 1945. Bandung: Alumni, 1992. UUD 1945. Bandung: Alumni, 1992.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta:
Kencana, 2014. Kencana, 2014.
Melani. ―Problematika Prinsip Double Criminality Melani. ―Problematika Prinsip Double Criminality
Dalam Hubungannya Dnegan Kerjasama Dalam Hubungannya Dnegan Kerjasama
Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan
Transnasional.‖ Jurnal Ilmu Hukum Litigasi Vol. Transnasional.‖ Jurnal Ilmu Hukum Litigasi Vol.
6, no. 2 (2005). 6, no. 2 (2005).
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dan Penelitian Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dan Penelitian
Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004. Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.
Muladi, and Barda Nawawi Arief. Teori-Teori Dan Muladi, and Barda Nawawi Arief. Teori-Teori Dan
Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, 1992. Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, 1992.
Mulyadi, Lilik. ―Asas Pembalikan Beban Pembuktian Mulyadi, Lilik. ―Asas Pembalikan Beban Pembuktian
Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem
Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti
Korupsi.‖ Jurnal Hukum dan Peradilan Vol. 4, Korupsi.‖ Jurnal Hukum dan Peradilan Vol. 4,
no. 1 (2015). no. 1 (2015).
———. ―Pengembalian Aset (Aset Recovery) Pelaku ———. ―Pengembalian Aset (Aset Recovery) Pelaku
Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang
Korupsi Indonesia Pasca Konvensi PBB Anti Korupsi Indonesia Pasca Konvensi PBB Anti
Korupsi 2003.‖ Last modified 2009. Korupsi 2003.‖ Last modified 2009.
http://halamanhukum.blogspot.co.id/2009/08/asse http://halamanhukum.blogspot.co.id/2009/08/asse
t-recovery.html. t-recovery.html.

76
Nurmalawaty. ―Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Nurmalawaty. ―Faktor Penyebab Terjadinya Tindak
Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)
Dan Upaya Pencegahannya.‖ Jurnal Equality Dan Upaya Pencegahannya.‖ Jurnal Equality
Vol. 11, no. 1 (2006). Vol. 11, no. 1 (2006).
Oktaviani, Indri. ―Perspektif Hukum Positif Dan Oktaviani, Indri. ―Perspektif Hukum Positif Dan
Hukum Islam Tentang Pengembalian Aset Hasil Hukum Islam Tentang Pengembalian Aset Hasil
Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor: Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor:
01/ Pid.sus/ 2011/ PN.Tipikor.SMG).‖ UIN 01/ Pid.sus/ 2011/ PN.Tipikor.SMG).‖ UIN
Walisongo, 2014. Walisongo, 2014.
Priyatno, Dwidja. Kebijakan Legislasi Tentang System Priyatno, Dwidja. Kebijakan Legislasi Tentang System
Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi
Indonesia. Bandung: CV Utomo, 2004. Indonesia. Bandung: CV Utomo, 2004.
Ramelan. Naskah Akademik Rancangan Undang- Ramelan. Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang Tentang. Jakarta, 2012. Undang Tentang. Jakarta, 2012.
Reksodiputro, Mardjono. Masukan Terhadap RUU Reksodiputro, Mardjono. Masukan Terhadap RUU
Tentang Perampasan Aset. Sosialisasi RUU. Tentang Perampasan Aset. Sosialisasi RUU.
Jakarta, 2009. Jakarta, 2009.
Rustam. ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana Rustam. ―Asset Recovery Hasil Tindak Pidana
Korupsi.‖ Opini Cendekia (n.d.). Korupsi.‖ Opini Cendekia (n.d.).
Sanusi, Himawan Ahmed. ―Mekanisme Pengembalian Sanusi, Himawan Ahmed. ―Mekanisme Pengembalian
Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi.‖ Majalah Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi.‖ Majalah
Keadilan, 2012. Keadilan, 2012.
Sinulingga, Evans Emanuel. ―Pengembalian Aset Hasil Sinulingga, Evans Emanuel. ―Pengembalian Aset Hasil
Tindak Pidana Korupsi Melalui Mekanisme Tindak Pidana Korupsi Melalui Mekanisme
Gugatan Perdata.‖ Jurnal Lex Administratum Gugatan Perdata.‖ Jurnal Lex Administratum
Vol. 5, no. 4 (2017). Vol. 5, no. 4 (2017).
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif.
Jakarta: Rajawali Pers, 1999. Jakarta: Rajawali Pers, 1999.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji. Penelitian Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamudji. Penelitian
Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2006. Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metode Penelitian Hukum Soemitro, Ronny Hanitijo. Metode Penelitian Hukum
Dan Juri Metri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990. Dan Juri Metri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.
Soepardi, Eddy Mulyadi. ―Peran BPKP Dalam Soepardi, Eddy Mulyadi. ―Peran BPKP Dalam
Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi
Pengadaan Barang Dan Jasa Konsultasi Instansi Pengadaan Barang Dan Jasa Konsultasi Instansi
Pemerintah.‖ Seminar Nasional Permasalahan Pemerintah.‖ Seminar Nasional Permasalahan
Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa Hukum Pada Pelaksanaan Kontrak Jasa
Konsultansi Dan Pencegahan Korupsi Di Konsultansi Dan Pencegahan Korupsi Di
Lingkungan Instansi Pemerintah. Jakarta: Lingkungan Instansi Pemerintah. Jakarta:

77
Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan
INKINDO, 2010. INKINDO, 2010.
Sudarto. Hukum Dan Hukum Pidana. Bandung: Sudarto. Hukum Dan Hukum Pidana. Bandung:
Alumni, 1977. Alumni, 1977.
Sujiwo, Ahmad Bangun. ―Kebijakan Kriminalisasi Sujiwo, Ahmad Bangun. ―Kebijakan Kriminalisasi
Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif Dalam
Tindak Pidana Pencucian Uang.‖ Universitas Tindak Pidana Pencucian Uang.‖ Universitas
Gadjah Mada, 2015. Gadjah Mada, 2015.
Sumardjono, Maria W. Pedoman Pembuatan Usulan Sumardjono, Maria W. Pedoman Pembuatan Usulan
Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Hukum Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, 1989. Universitas Gadjah Mada, 1989.
Suprabowo, Arge Arif. ―Perampasan Dan Suprabowo, Arge Arif. ―Perampasan Dan
Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi
Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya Dalam Sistem Hukum Indonesia Sebagai Upaya
Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Korupsi.‖ Universitas Pasundan, 2016. Korupsi.‖ Universitas Pasundan, 2016.
Syarifah, Nur. ―Mengupas Permasalahan Pidana Syarifah, Nur. ―Mengupas Permasalahan Pidana
Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tambahan Pembayaran Uang Pengganti Dalam
Perkara Korupsi.‖ Lembaga Kajian & Advokasi Perkara Korupsi.‖ Lembaga Kajian & Advokasi
Indenpendensi Peradilan. 2015. Indenpendensi Peradilan. 2015.
http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana- http://leip.or.id/mengupas-permasalahan-pidana-
tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam- tambahan-pembayaran-uang-pengganti-dalam-
perkara-korupsi/#_ftn1. perkara-korupsi/#_ftn1.
Triwijaya, A.F. ―Pengembalian Asset Hasil Tindak Triwijaya, A.F. ―Pengembalian Asset Hasil Tindak
Pidana Korupsi Sebagai Solusi Pemberantasan Pidana Korupsi Sebagai Solusi Pemberantasan
Korupsi.‖ Last modified 2017. Korupsi.‖ Last modified 2017.
https://aftriwijaya.wordpress.com/2017/02/13/pen https://aftriwijaya.wordpress.com/2017/02/13/pen
gembalian-asset-hasil-tindak-pidana-korupsi- gembalian-asset-hasil-tindak-pidana-korupsi-
sebagai-solusi-pemberantasan-korupsi/. sebagai-solusi-pemberantasan-korupsi/.
Utama, Paku. ―Terobosan UNCAC Dalam Utama, Paku. ―Terobosan UNCAC Dalam
Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama
Internasional.‖ Www.hukumonline.com. Last Internasional.‖ Www.hukumonline.com. Last
modified 2008. modified 2008.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol193 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol193
56/terobosan-uncac-dalam-pengembalian-aset- 56/terobosan-uncac-dalam-pengembalian-aset-
korupsi-melalui-kerjasama-internasional. korupsi-melalui-kerjasama-internasional.
W., Hangkoso Satrio. ―Perampasan Aset Penangan W., Hangkoso Satrio. ―Perampasan Aset Penangan
Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana
Pencucian Uang (Studi Kasus Putusan Pencucian Uang (Studi Kasus Putusan

78
Mahkamah Agung No. 1454K/Pid.Sus/2011 Mahkamah Agung No. 1454K/Pid.Sus/2011
Dengan Terdakwa Bahasuim Assifie).‖ Dengan Terdakwa Bahasuim Assifie).‖
Universitas Indonesia, 2012. Universitas Indonesia, 2012.
Yanuar, Purwaning M. Pengembalian Aset Korupsi Yanuar, Purwaning M. Pengembalian Aset Korupsi
Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 Berdasarkan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003
Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung:
Alumni, 2007. Alumni, 2007.
Yusuf, Muhammad. Merampas Aset Koruptor: Solusi Yusuf, Muhammad. Merampas Aset Koruptor: Solusi
Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Jakarta: Pemberantasan Korupsi Di Indonesia. Jakarta:
Kompas, 2013. Kompas, 2013.
Zebua, Frans Rudy Putra, Iman Jauhari, and Taufik Zebua, Frans Rudy Putra, Iman Jauhari, and Taufik
Siregar. ―Tanggung jawab Pelaku Tindak Pidana Siregar. ―Tanggung jawab Pelaku Tindak Pidana
Korupsi Dan Ahli Warisnya Dalam Pembayaran Korupsi Dan Ahli Warisnya Dalam Pembayaran
Uang Pengganti Kerugian Keuangan Negara Uang Pengganti Kerugian Keuangan Negara
Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata (Studi Kasus
Pada Pengadilan Negeri Medan).‖ Jurnal Pada Pengadilan Negeri Medan).‖ Jurnal
Mercatoria Vol. 1, no. 2 (2008). Mercatoria Vol. 1, no. 2 (2008).

Peraturan Perundang-Undangan Laws and Regulations

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Law Number 30 of 2002 on Corruption Eradication
Komisi Pemberantasan Korupsi Commission
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Law Number 31 of 1999 on Eradication of Corruption
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Law Number 20 of 2001 on Amandement of Law
Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun Number 31 of 1999 on Eradication of Corruption
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

79

Anda mungkin juga menyukai