SKRIPSI
JENHERY PURBA
070823046
DEPARTEMEN MATEMATIKA
MEDAN
2010
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana
Sains
JENHERY PURBA
070823046
DEPARTEMEN MATEMATIKA
MEDAN
2010
PERSETUJUAN
Diluluskan di
Medan, Oktober 2010
Komisi pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU
Ketua,
PERNYATAAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.
JENHERY PURBA
070823046
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, atas kasih dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dalam waktu yang telah ditetapkan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini, ucpan terima kasih saya sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si, selaku pembimbing I dan Dr.
Sutarman, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya
selesaikan.
2. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si, dan Dra. Mardiningsih, M.Si
selaku dosen pembanding.
3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si, Selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.
4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di
FMIPA USU.
6. Seluruh teman – teman kuliah dan juga adek – adek saya Juleonard
Purba, Hotman, Hannaria sinaga, Beny, Evi, yang telah memberikan
semangat, dorongan dan saran dalam pengerjaan skripsi ini.
7. Ayahanda Abel Purba, Ibunda Nurmanti Siahaan serta seluruh keluarga
saya yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang
diperlukan.
Penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga segala
kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Tuhan.
ABSTRAK
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan
dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari
berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari
permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin
dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian
membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk
mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain.
Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara
menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global
diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas
local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah
bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih
kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya
perubahan urutan prioritas.
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tinjauan Pustaka 3
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.5 Kontribusi Penelitian 6
1.6 Metode Penelitian 7
BAB 3 PEMBAHASAN 29
3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29
3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 31
3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34
3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36
3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38
3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 40
3.6.1 Faktor Evaluasi Total 40
3.6.2 Total Rangking / Prioritas Global 40
3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan 41
3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware 41
3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software 46
3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Purnajual 50
3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Daya Tarik 54
Daftar Pustaka 61
Lampiran
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan
dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari
berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari
permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin
dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian
membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk
mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain.
Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara
menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global
diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas
local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah
bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih
kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya
perubahan urutan prioritas.
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada
periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannya mendasarkan pada
kemampuan “judgment” manusia untuk mengkonstruksi persepsi secara hirarkis dari
sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini mempresentasikan
tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan
sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks
menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan
mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria
dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah
terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.
melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigen vector
seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty.
Siti Latifah [10] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang
terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local
Consistensy
Lucia Breierova dan Mark Choudari [7] menguraikan sebuah pengantar untuk
memahami bagaimana memilih parameter yang seharusnya digunakan dalam sebuah
analisis sensitivitas dari sebuah model multikriteria yang dibuat menjadi tiga bagian
yaitu : Lemonade Stand Model, Coffeehouse Model dan Epidemics Model. Kemudian
melakukan test sensitivitas untuk melihat analisis sensitivitas.
Supriyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [9] menggunakan AHP dalam
sistem pemilihan pejabat struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk
pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Perlengkapan, urutannya
adalah: Semar SST nilai 0,357741801, Srikandi, SE skor 0,342234743 dan Gareng,
A.md skor 0,342234743. Pemilihan calon pejabat Kepala Sub Bagian Persuratan dan
Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A,md skor 0,400834260, Dewi, SH skor
0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0,295870544. Pemilihan calon pejabat struktural
Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0,379755402, Bimo, SE
skor 0,368120130 dan Dewi, SH skor 0,252124468.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problema analisis sensitivitas
terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan
prioritas dalam metode AHP.
G. Kontribusi Penelitian
H. Metode Penelitian
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami antara lain :
1. Decomposition
Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang
utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan
keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur
sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki
keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete.
Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat
memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya,
sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete.
Bentuk struktur dekomposisi yakni :
Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal)
Tingkat kedua : Kriteria – kriteria
Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif
Tujuan
2. Comparative Judgement
Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan
berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise
comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat
preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang
digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal
importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi
(extreme importance).
3. Synthesis of Priority
Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency
Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai
dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai
tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang
yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya
satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak
yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau
sistem secara keseluruhan.
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala
perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel
berikut ini :
Contoh Pair – Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :
[ ]
Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat
importance dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal
berikut ini :
[ ]
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka
akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vector.
1. Matriks
Kota
Pabrik Kota Kota Kota Kota
1 2 3 4
Pabrik 1 5 2 1 4
Pabrik 2 2 3 6 5
Pabrik 3 7 6 3 2
Tabel ini jika disajikan dalam bentuk matriks akan menjadi seperti berikut:
[ ]
Matriks A memiliki tiga baris yang mewakili informasi Pabrik (1, 2, dan 3)
dan empat kolom yang mewakili informasi Kota (1, 2, 3, dan 4). Sedangkan informasi
biaya pengiriman dari masing – masing pabrik ke tiap – tiap kota, diwakili oleh
perpotongan baris dan kolom. Sebagai contoh, perpotongan baris 1 dan kolom 1
adalah 5, angka 5 ini menunjukkan informasi biaya pengiriman dari pabrik 1 ke kota
1, dan seterusnya.
[ ]
dimana, pada notasi elemen matriks, angka sebelah kiri adalah informasi baris
sedangkan angka di kanan adalah informasi kolom, contoh a23 berarti nilai yang
diberikan oleh baris ke dua dan kolom ke tiga. Jika informasi baris dinotasikan dengan
m dan informasi kolom dengan n maka matriks tersebut berukuran (ordo) .
Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika Dan skalar – skalarnya
berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
Definisi : Jika A adalah matriks maka vector tak nol x di dalam dinamakan
Eigen Vector dari A jika Ax kelipatan skalar , yakni
Ax =
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vektor yang
bersesuaian dengan λ. Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n x n
maka dapat ditulis pada persamaan berikut :
Ax =
Atau secara ekivalen
(λI – A)x = 0
Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari
persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika
dan hanya jika :
det(λI – A)x = 0
; (1)
(2)
Seperti yang di uraikan diatas, maka untuk pair –wise comparison matrix diuraikan
seperti berikut ini :
(3)
(4)
(7)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari
matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks
itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :
[ ] [ ]
[ ]
Salah satu factor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker ) tidak
selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan
preferensinya terhadap elemen – elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa
judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy
dapat saja inconsistent.
Jika :
Ax = (10)
Dengan eigen value dari matriks A dan jika ; i = 1,2,…,n; maka dapat
ditulis :
[ ] maka (12)
| | (13)
| |
Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum
( ) yaitu :
Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten,
dengan nilai sama dengan harga ordo matriksnya.
Jadi untuk n , maka semua harga eigen value – nya sama dengan nol dan hanya
ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).
2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value – nya akan
berubah semakin kecil pula.
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model
pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka
ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam
menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan
banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen
value maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari
matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
= Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten.
Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty
ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks
konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen
oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School
dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan
demikian, Rasio Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Konsitensi
Indeks Random
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9
n 10 11 12 13 14 15
Bila matriks pair - wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100
maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak
maka penilaian perlu diulang.
Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa
analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang
dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya
perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa
sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Analisa sensitivitas ini juga akan
menentukan stabil tidaknya sebuah hirarki. Makin besar deviasi atau perubahan
prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil hirarki tensebut. Meskipun begitu, suatu
hirarki yang dibuat haruslah tetap mempunyai sensitivitas yang cukup, artinya kalau
ada perubahan pada variabel eksogen, minimal ada perubahan bobot prioritas pada
variabel endogen meskipun tidak terlalu besar.
Tujuan
HW SW PJ DT
A B C
SW
PJ
DT
Dimana :
HW A B C Bobot prioritas
A
Dimana :
SW A B C Bobot prioritas
A
Dimana :
PJ A B C Bobot prioritas
A
Dimana :
DT A B C Bobot prioritas
A
Dimana :
Kriteria Prioritas
Global
Bobot
A X
B Y
C Z
Dimana :
Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi
tambahan sehingga pembuat keputusan mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya
perubahan penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas. Dari tabel prioritas
global dapat dirumuskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut :
(17)
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas
menggunakan metode Analytic Hierarchy Prosess (AHP) dan anlasis sensitivitas serta
pengaruhnya terhadap urutan prioritas.
HW SW PJ DT
HW
1 5 5
SW
1
PJ
3 7 1 7
DT
2 1
Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang
Disederhanakan
HW SW PJ DT
∑ 4,4000
15,0000 1,6190 13,5000
Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang
Dinormalkan
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Purnajual (PJ)
merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan komputer terbaik dengan
nilai bobot 0,5712 atau 57,12%, berikutnya kriteria Hardware (SW) dengan bobot
0,2842 atau 28,42% , kriteria Daya Tarik (DT) dengan nilai bobot 0,0853 atau 8,5
dan kriteria Software (SW) dengan nilai bobot 0,0593 atau 5,93%.
HW A B C
A 1 3 9
B 1 6
C 1
HW A B C
A 1,000 3,000 9,000
B 0,333 1,000 6,000
C 0,111 0,167 1,000
∑ 1,444 4,167 16,000
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan
dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware Yang Dinormalkan
Vektor eigen (yang
HW A B C
dinormalkan)
A 0,6923 0,7200 0,5625 0,6583
B 0,2308 0,2400 0,3750 0,2819
C 0,0769 0,0400 0,0625 0,0598
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alteratif ), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Dari hasil perhitungan pada tabel 3.6 diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Hardware yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot
0,6583 atau 65,83%, kemudian komputer B menjadi priotas ke – 2 dengan nilai bobot
0,2819 atau 28,19%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,0598
atau 5,98%.
SW A B C
A 1
B 2 1
C 8 5 1
SW A B C
A 1,0000 0,5000 0,1250
B 2,0000 1,0000 1,2000
C 8,0000 5,0000 1,0000
∑ 11,0000 6,5000 1,3250
Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Dinormalkan
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk
kriteria Software yaitu komputer C menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot
PJ A B C
A 1 1 6
B 1 1 3
C 1
PJ A B C
A 1,0000 1,0000 6,0000
B 1,0000 1,0000 3,0000
C 0,1667 0,3333 1,0000
∑ 2,1667 2,3333 10,0000
Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
DT A B C
A 1 2
B 4 1 6
C 1
Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik Yang Disederhanakan
DT A B C
A 1,0000 0,2500 2,0000
B 4,0000 1,0000 6,0000
C 0,5000 0,1667 1,0000
∑ 5,5000 1,4167 9,0000
Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik yang
Dinormalkan
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk
kriteria Daya Tarik yaitu komputer B menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot
0,6999 atau 69,99%, kemudian komputer A menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot
0,1935 atau 19,35%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,1066
atau 10,66%.
Faktor HW SW PJ DT
A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935
B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999
C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066
[ ]x [ ]=[ ]
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu Komputer
A menjadi prioritas utama ( 49,25 %), kemudian Komputer B ( 37, 81%) dan
Komputer C ( 13,5%).
Kriteria HW SW PJ DT Prioritas
Bobot 0,2842 0,0593 0,5712 0,0853 Global
A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935 0,4925
B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999 0,3781
C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066 0,1315
Dari kondisi diatas terlihat bobot prioritas HW adalah 0,2842 dan pada kondisi
tersebut prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama yaitu 0,4925
kemudian prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot
prioritas global 0,1315.
Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,4000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,5000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,9000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware Dengan Bobot 0,2842
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,1000 0,3712 0,3241 0,1205 0,4000 0,5687 0,4087 0,1384
0,0900 0,3647 0,3213 0,1199 0,5000 0,6346 0,4369 0,1444
0,0800 0,3581 0,3185 0,1193 0,6000 0,7004 0,4651 0,1504
0,0100 0,3120 0,2987 0,1151 0,7000 0,7662 0,4932 0,1563
0,0090 0,3113 0,2985 0,1150 0,8000 0,8320 0,5214 0,1623
0,0010 0,3061 0,2962 0,1145 0,9000 0,8979 0,5496 0,1683
Pada keadaan bobot prioritas SW adalah 0,0593 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315
Tabel 3.19 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Software Dengan Bobot 0,0593
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,0400 0,4908 0,3729 0,1170 0,0700 0,4934 0,3778 0,1395
0,0300 0,4899 0,3713 0,1095 0,0800 0,4943 0,3794 0,1470
0,0200 0,4891 0,3697 0,1020 0,1000 0,4960 0,3826 0,1620
0,0100 0,4882 0,3680 0,0945 0,3000 0,5135 0,4151 0,3121
0,0090 0,4881 0,3679 0,0937 0,5000 0,5310 0,4475 0,4622
0,0080 0,4880 0,3677 0,0930 0,7000 0,5485 0,4800 0,6123
Pada keadaan bobot prioritas PJ adalah 0,5712 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315.
Tabel 3.20 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Purnajual Dengan Bobot 0,5712
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,4000 0,4075 0,3081 0,1132 0,7000 0,5565 0,4271 0,1452
0,1000 0,2584 0,1891 0,0812 0,8000 0,6061 0,4668 0,1559
0,0800 0,2485 0,1812 0,0791 0,9000 0,6558 0,5065 0,1665
0,0600 0,2306 0,1732 0,0770 1,0000 0,7055 0,5461 0,1772
0,0400 0,2286 0,1852 0,0749 2,0000 1,2022 0,9428 0,2838
0,0100 0,2137 0,1534 0,0717 3,0000 1,6989 1,3395 0,3904
Dari tabel dapat diketahui apabila bobot prioritas PJ diturunkan hingga 0,0100
dan dinaikkan hingga 3,0000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas.
Pada keadaan bobot prioritas DT adalah 0,0853 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315.
Tabel 3.21 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Daya Tarik Dengan Bobot 0,0853
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,0700 0,4895 0,3653 0,1298 0,1000 0,4953 0,3863 0,1330
0,0400 0,4837 0,3443 0,1266 0,2000 0,5147 0,4563 0,1437
0,0100 0,4779 0,3233 0,1234 0,3000 0,5340 0,5263 0,1544
0,0070 0,4773 0,3212 0,1231 0,4000 0,5534 0,5963 0,1650
0,0040 0,4768 0,3191 0,1228 0,5000 0,5727 0,6663 0,1757
0,0010 0,4762 0,3170 0,1225 0,6000 0,5921 0,7363 0,1863
BAB 4
4.1 Kesimpulan
1. Secara global, komputer A merupakan prioritas pertama dengan bobot 0,4925 atau
49,25% , kemudian komputer B dengan bobot 0,3781 atau 37,81% dan prioritas
terakhir adalah komputer C dengan bobot 0,1315 atau 13,15%.
2. Apabila bobot prioritas Hardware diturunkan hingga 0,0010 dan dinaikkan hingga
0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global
komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan
prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot
prioritas Hardware tidak sensitif.
disimpulkan bahwa bobot prioritas Software sensitif ketika diubah dari 0,0593
menjadi 0,5000 dan 0,7000.
4. Apabila bobot prioritas Purnajual diturunkan hingga 0,0100 dan dinaikkan hingga
3,0000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global
komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan
prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot
prioritas PJ tidak sensitif.
5. Apabila bobot prioritas Daya Tarik diturunkan hingga 0,0010 tidak mengalami
perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan hingga 0,3000 tidak
mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi
0,4000, urutan prioritas berubah dimana komputer B menjadi urutan prioritas
tertinggi dengan bobot 0,5963 atau 59,63% disusul komputer A dengan bobot
0,5534 dan komputer C tetap menjadi urutan prioritas terakhir dengan bobot
0,1650 atau 16,50%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas SW
sensitif ketika diubah dari 0,0593 menjadi 0,4000, 0,5000 dan 0,6000.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[1] Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses
Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks.
Pustaka Binama Pressindo.
[2] Kosasi, Sandy. 2002. Sistem penunjang keputusan (decision support system).
Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
[5] Kuncoro, Mudrajad. 2005. Daya tarik investasi dan pungli di DIY. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol 10, No. 2, Agustus 2005. Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
[6] Ciptomulyono, U. dan Henry, DOU. 2000. Model fuzzy goal programming
untuk penetapan pembobotan prioritas dalam metode analisis hirarki proses
(AHP). Jurnal IPTEK, Februari, pp.19-29.
[8] Sukarto, Haryono. 2006. Pemilihan model transportasi di DKI Jakarta dengan
analisis kebijakan proses hirarki analitik. Jurnal Teknik Sipil, Vol 3, No. 1,
Januari 2006, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.
[9] Supriyono, Wardhana, Aryu Wusnu dan Sudaryo. 2007. Sistem pemilihan
pejabat struktural dengan metode AHP. Jurnal STTN BATAN, Yogyakarta.
[10] Latifah, Siti. Prinsip-prinsip dasar analytic hierarchy process. Jurnal Studi
Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.