Anda di halaman 1dari 75

1

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC

HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

JENHERY PURBA

070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara


2

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC

HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana
Sains

JENHERY PURBA

070823046

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara


3

PERSETUJUAN

Judul : KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE


ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Kategori : SKRIPSI
Nama : JENHERY PURBA
NIM : 070823046
Program Studi : S1 MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di
Medan, Oktober 2010

Komisi pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Sutarman, M.Sc Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si


NIP. 1963130261991031001 NIP. 194604041971071001

Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU

Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc


NIP. 196401091988031004

Universitas Sumatera Utara


4

PERNYATAAN

KAJIAN ANALISIS SENSITIVITAS PADA METODE ANALYTIC


HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2010

JENHERY PURBA
070823046

Universitas Sumatera Utara


5

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan
Maha Penyayang, atas kasih dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dalam waktu yang telah ditetapkan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini, ucpan terima kasih saya sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Drs. Iryanto, M.Si, selaku pembimbing I dan Dr.
Sutarman, M.Sc selaku pembimbing II, yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya
selesaikan.
2. Bapak Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si, dan Dra. Mardiningsih, M.Si
selaku dosen pembanding.
3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si, Selaku
Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.
4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di
FMIPA USU.
6. Seluruh teman – teman kuliah dan juga adek – adek saya Juleonard
Purba, Hotman, Hannaria sinaga, Beny, Evi, yang telah memberikan
semangat, dorongan dan saran dalam pengerjaan skripsi ini.
7. Ayahanda Abel Purba, Ibunda Nurmanti Siahaan serta seluruh keluarga
saya yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang
diperlukan.

Penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga segala
kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dapat dibalas oleh Tuhan.

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRAK

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan
dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari
berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari
permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin
dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian
membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk
mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain.
Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara
menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global
diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas
local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah
bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih
kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya
perubahan urutan prioritas.

Universitas Sumatera Utara


7

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on


determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making
hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of
goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how
inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is
determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight
global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local
priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of
criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then
result determined the global priority will change.

Universitas Sumatera Utara


8

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tinjauan Pustaka 3
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.5 Kontribusi Penelitian 6
1.6 Metode Penelitian 7

BAB 2 LANDASAN TEORI 8


2.1 Analytic Hierarchy Process 8
2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process 11
2.2.1 Penyusunan Prioritas 13
2.2.2 Eigen value dan Eigen vector 16
2.2.3 Uji Konsistensi Indeks Rasio 21
2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses 23
2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari
Kriteria Keputusan 28

BAB 3 PEMBAHASAN 29
3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29
3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 31
3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34
3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36
3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38
3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 40
3.6.1 Faktor Evaluasi Total 40
3.6.2 Total Rangking / Prioritas Global 40
3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan 41
3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware 41
3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software 46
3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Purnajual 50
3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Daya Tarik 54

Universitas Sumatera Utara


9

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 58


4.1 Kesimpulan 58
4.2 Saran 60

Daftar Pustaka 61
Lampiran

Universitas Sumatera Utara


10

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 13


Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan 14
Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota 16
Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI) 23
Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua 25
Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW 25
Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW 26
Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ 26
Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT 27
Tabel 2.10 Prioritas Global 27
Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria 29
Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria
Yang disederhanakan 30
Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria
Yang Dinormalkan 30
Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware 32
Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware
Yang Disederhanakan 32
Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware
Yang Dinormalkan 32
Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software 34
Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software
Yang Disederhanakan 34
Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software
Yang Dinormalkan 35
Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual 36
Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual
Yang Disederhanakan 36
Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual
Yang Dinormalkan 37
Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik 38
Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik
Yang Disederhanakan 38
Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik
Yang Dinormalkan 39
Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total 40
Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik 41
Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware
Dengan Bobot 0,2842 46
Tabel 3.19 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Software Dengan Bobot 0,0593 50
Tabel 3.20 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Purnajual Dengan Bobot 0,5712 53
Tabel 3.21 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Daya Tarik
Dengan Bobot 0,0853 57

Universitas Sumatera Utara


11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Hirarki 11


Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Komputer Terbaik 24

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRAK

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan
dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari
berbagai alternative. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari
permasalah yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin
dicapai atau goal, criteria dan alternative pilihan dari criteria tersebut. Kemudian
membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk
mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain.
Pada matrikd tersebut akan dicari bobot dari tiap criteria atau alternative dengan cara
menormalkan rata-rata geometric dari penilian decision maker. Bobot prioritas global
diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas local dari criteria dengan bobot prioritas
local dari alternative keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah
bobot prioritas dari criteria keputusan. Bobot prioritas criteria tersebut diubah lebih
kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya
perubahan urutan prioritas.

Universitas Sumatera Utara


7

SENSITIVITY ANALYSIS IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ABSTRACT

Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on


determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making
hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structure consist of
goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how
inmportance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is
determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight
global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local
priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of
criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then
result determined the global priority will change.

Universitas Sumatera Utara


12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam membuat keputusan sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya


dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun
masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap
pilihan-pilihan yang ada. Ketika membuat keputusan, ada suatu proses yang terjadi
pada otak manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang akan dibuat.
Ketika keputusan yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna pakaian, manusia
dapat dengan mudah membuat keputusan. Akan tetapi jika keputusan yang akan
diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar seperti perumusan kebijakan,
pengambil keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang
bersifat ilmiah, logis, dan terstruktur/konsisten. Salah satu alat analisis tersebut adalah
berupa decision making model (model pembuatan keputusan) yang memungkinkan
untuk membuat keputusan untuk masalah yang bersifat kompleks.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model


pengambilan keputusan yang sering digunakan untuk mengatasi permasalahan
multikriteria. Sebagai contoh, Pemilihan berbagai alat transportasi dengan
menggunakan AHP dilakukan oleh Teknomo (1999). AHP umumnya digunakan
dengan tujuan untuk menyusun prioritas dari berbagai alternatif/pilihan yang ada dan
pilihan-pilihan tersebut bersifat kompleks atau multikriteria. Secara umum, dengan
menggunakan AHP, prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori,
logis, transparan, dan partisipatif. AHP akan sangat cocok digunakan untuk
penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan partisipasi.

Universitas Sumatera Utara


13

Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada
periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannya mendasarkan pada
kemampuan “judgment” manusia untuk mengkonstruksi persepsi secara hirarkis dari
sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini mempresentasikan
tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan
sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks
menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan
mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria
dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah
terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.

Dalam suatu hirarki yang lengkap, setiap elemen keputusan dihubungkan


dengan elemen lain pada level yang lebih atas atau level yang dibawahnya. Pada level
hirarki pertama adalah objektif (goal) keputusan yang ingin dicapai. Elemen
keputusan pada hirarki di level kedua adalah sejumlah atribut atau kriteria untuk
evaluasi preferensi keputusan. Pada level ini kita membuat “judgment” perbandingan
“preferensi” mana yang lebih besar tingkat kepentingannya antara kriteria yang satu
dengan yang lain untuk mencapai goal yang sudah ditetapkan. Skala perbandinagn
“judgment” yang berpasangan (pairwaise comparison matrix) untuk masing – masing
elemen dapat diperoleh. Pada level hirarki terbawah alternatif keputusan mengacu
pada kriteria pada level di atasnya, pengambil keputusan diminta lagi menetapkan
perbandingan “judgment” – nya dan preferensi untuk aternatif keseluruhan secara
berpasangan. Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk
menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini
akan digunakan sebagai dasar acuan untuk evaluasi penetapan prioritas relatif pada
level hirarki dibawahnya (alternatif keputusan).

Umumnya pada saat pengambil keputusan menetapkan pembobotan relatif


antar elemen keputusan dalam metode AHP dilakukan dalam evaluasi lingkungan
keputusan yang samar dan subyektif, misalnya saat harus menetapkan identitas
pembobotan kualitatif kriteria seperti “sama” penting, “cukup” penting, “lebih” dan
“sangat” penting. Pada praktiknya metode yang paling umum dipakai untuk

Universitas Sumatera Utara


14

melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigen vector
seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty.

Dalam menganalisis suatu permasalahan yang bersifat kompleks dengan risiko


yang besar seperti perumusan kebijakan, pengambilan keputusan. Seorang analis perlu
mengamati pengaruh perubahan alternatif/pilihan yang ada, untuk melihat berapa
besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimal mulai kehilangan
optimalitasnya.

Analisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi


perubahan terhadap parameter ataupun alternatif/pilihan yang ada, misalnya terjadi
perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan
kebijaksanaan. Berubahnya bobot prioritas menyebabkan berubahnya urutan prioritas
yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.

Dengan latar belakang inilah penulis memilih judul “Kajian Analisis


Sensitivitas Pada Metode Analitic Hierarchy Process (AHP)”

1.2 Perumusan Masalah

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis perubahan


bobot prioritas kriteria keputusan dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas

1.3 Tinjauan Pustaka

Thomas L Saaty [1] menguraikan metode AHP dan menjelaskan penggunaan


metode AHP ini bagi para pemimpin dan pengambil keputusan dalam situasi yang
kompleks. Masalah kompleks dapat diartikan bahwa pemimpin dihadapkan pada
situasi untuk secepatnya mengambil keputusan dan kriteria yang begitu banyak.

Universitas Sumatera Utara


15

Siti Latifah [10] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang
terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local
Consistensy

Haryono Sukarto [8] menguraikan tentang pemilihan transportasi di DKI


Jakarta dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa pembenahan
angkutan umum (biskota) menjadi prioritas utama dalam upaya menurunkan tingkat
kepadatan lalu lintas bermotor (22%), kemudian Sistem Angkutan Umum Massal
(SAUM) (18,1%), Pembatasan mobil pribadi (16,7%), Konsep Pembatasan
Penumpang 3 in 1 (13,5%), Penambahan Jaringan Jalan, Fly Over dan Underpass
(10,6%), dan Pembatasan Kendaraan Umum (5,9%).

Lucia Breierova dan Mark Choudari [7] menguraikan sebuah pengantar untuk
memahami bagaimana memilih parameter yang seharusnya digunakan dalam sebuah
analisis sensitivitas dari sebuah model multikriteria yang dibuat menjadi tiga bagian
yaitu : Lemonade Stand Model, Coffeehouse Model dan Epidemics Model. Kemudian
melakukan test sensitivitas untuk melihat analisis sensitivitas.

Sandy Kosasi [2] menguraikan masalah pemilihan sekolah dengan


menggunakan metode AHP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa yang menjadi
prioritas pertama pada level dua adalah Proses Belajar Mengajar sebesar 0,32 disusul
kualifikasi yang diminta sekolah sebesar 0,24, Lingkungan Pergaulan sebesar 0,14,
Pendidikan Kejuruan 0,13, dan Pendidikan Sekolah Secara Umum 0,03. Secara umum
urutan prioritas sekolah B merupakan sekolah yang paling tinggi prioritas globalnya
dan disusul sekolah A dengan bobot prioritas 0,37, sedangkan sekolah C sebesar 0,25.
Kemudian dilakukan analisis sensitivitas pada kriteria proses belajar mengajar dari
0,32 diturunkan 0,2 dan keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global
tertinggi menggeser B, sebaliknya apabila prioritas PBM dinaikkan maka perbedaan
bobot prioritas B dengan A akan semakin besar dengan B tetap menjadi prioritas
global tertinggi.

Universitas Sumatera Utara


16

Udisubakti Ciptomulyono dan DOU Henry [6] menggunakan model Fuzzy


Goal Programming untuk menetapkan pembobotan prioritas dalam metode AHP.
Penggunaan pendekatan fuzzy goal programming sebagai alternatif estimasi
pembobotan prioritas dari metode AHP yang lazimnya dipakai, seperti metode
eigenvector atau metode lain. Model ini mengambil asumsi dan memperhatikan aspek
fuzzy yang hanya pada penetapan level aspirasi toleransi pencapain goal, bukan pada
penentuan prioritas fungsi goal – nya.

Wayan R Susila dan Ernawati Munadi [4] menggunakan AHP untuk


penyusunan prioritas proposal penelitian. Dari dekomposisi masalah disusun
prioritasnya, diperoleh gambaran bahwa ada lima proposal penelitian yang akan
dipilih atau disusun prioritasnya. Ada lima kriteria yang digunakan yaitu waktu, biaya,
efektivitas, kemudahan dan urgensi. Melalui suatu analisis dengan teknik AHP, maka
dapat disusun prioritas untuk kelima proposal tersebut dengan urutan: Kajian dampak
peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan melakukan bisnis
di Indonesia (perijinan), Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan,
Kehutanan dan Produk – produk kimia (Tarif), Kajian pengembangan pasar distribusi
regional untuk produk agro (Distribusi Regional), Kajian minuman beralkohol asal
import (Alkohol), Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil
industri kerajinan tangan di Indonesia (Kerajinan Tangan).

Supriyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [9] menggunakan AHP dalam
sistem pemilihan pejabat struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk
pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Perlengkapan, urutannya
adalah: Semar SST nilai 0,357741801, Srikandi, SE skor 0,342234743 dan Gareng,
A.md skor 0,342234743. Pemilihan calon pejabat Kepala Sub Bagian Persuratan dan
Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A,md skor 0,400834260, Dewi, SH skor
0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0,295870544. Pemilihan calon pejabat struktural
Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0,379755402, Bimo, SE
skor 0,368120130 dan Dewi, SH skor 0,252124468.

Universitas Sumatera Utara


17

Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastinus Ari Yudhanto [3]


menggunakan AHP dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi moda ke
kampus. Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan
merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar
(33,2%), kemudian Mobil Pribadi (18,6%), Carpool (16,2%), Angkutan Kampus
(12,4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4,5%).

Mudrajad Kuncoro [5] menguraikan tentang daya tarik investasi di DIY


dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi daerah untuk DIY
dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan (25%), kemudian
Infrastruktur Fisik (24%), Sosial Fisik (23%), Ekonomi Daerah (12%), dan Tenaga
Kerja (12%).

F. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelesaikan problema analisis sensitivitas
terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan
prioritas dalam metode AHP.

G. Kontribusi Penelitian

Dengan diketahuinya pengaruh perubahan bobot prioritas kriteria keputusan pada


urutan prioritas dalam metode AHP, maka dapat dilihat sejauh mana pengaruh
perubahan tersebut berada pada pengambilan keputusan. Disamping itu diharapkan
sebagai dasar pemecahan persoalan untuk dasar penelitian bagi penulis, pembaca, dan
pengambil keputusan baik pemerintah maupun perusahaan swasta atau instansi yang
lain yang menggunakan AHP dalam memecahkan masalah pembangunan atau
pengembangan kelembagaan.

Universitas Sumatera Utara


18

H. Metode Penelitian

Secara umum, Penelitian dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Menguraikan masalah AHP dan menjelaskan landasan aksiomatik, tahapan -


tahapan dalam pengambilan keputusan dan prinsip-prinsip dasar AHP
2. Menjelaskan analasis sensitivitas pada AHP dan pengaruhnya terhadap urutan
prioritas
3. Menyelesaikan contoh permasalahan pengambilan keputusan AHP dan melakukan
analisis sensitivitas pada keputusan sementara,
4. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara


19

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty


pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu
metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan
memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP
menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang
logis.

Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah


multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di
artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria),struktur
masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan,
pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.
Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama
adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah
hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks
dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi
suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan
sistematis.

Universitas Sumatera Utara


20

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan


efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan
keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian – bagiannya,
menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik
pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis
berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki
prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang
bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang
beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana
yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.

Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang


terdiri dari :

1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil


keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan
preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat
resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B
lebih disukai dari A dengan skala .
2. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat
dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-
elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak
dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak
homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen-
elemen) yang baru.
3. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan
mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-
alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini
menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model
AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara elemen-elemen

Universitas Sumatera Utara


21

dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen


dalam level di atasnya.
4. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur
hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si
pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif
yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil
dianggap tidak lengkap.

Tahapan – tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya


adalah sebagai berikut :

1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan


2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di
rangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat
kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten
maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang
dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan
menggunakan matlab maupun dengan manual.
6. Mengulangi langkah, 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis
pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka
penilaian harus diulangi kembali.

Universitas Sumatera Utara


22

2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)

Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami antara lain :
1. Decomposition
Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang
utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan
keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur
sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki
keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete.
Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat
memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya,
sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki complete.
Bentuk struktur dekomposisi yakni :
Tingkat pertama : Tujuan keputusan (Goal)
Tingkat kedua : Kriteria – kriteria
Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif

Tujuan

Kriteria I Kriteria II Kriteria III Kriteria N

Alternatif I Alternatif II Alternatif M

Gambar 2.1 Struktur Hirarki

Universitas Sumatera Utara


23

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan


dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.
Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya
dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur
tertentu.

2. Comparative Judgement
Comparative judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan
relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan
berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya. Hasil dari
penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise
comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat
preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang
digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal
importance) sampai dengan skala 9 yang menujukkan tingkatan paling tinggi
(extreme importance).

3. Synthesis of Priority
Synthesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method
untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.

4. Logical Consistency
Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai
dengan mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai
tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang
yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

Universitas Sumatera Utara


24

2.2.1 Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya
satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak
yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau
sistem secara keseluruhan.

Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah


menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk
berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Perbadingan tersebut
kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk
analisis numerik.

Misalkan terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n


alternatif dibawahnya, sampai . Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem
hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matris n x n, seperti pada dibawah ini.

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan


C …


: : : … :

Nilai adalah nilai perbandingan elemen (baris) terhadap (kolom)


yang menyatakan hubungan :
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan (baris) terhadap kriteria C
dibandingkan dengan (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi (baris) terhadap (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada (baris) dibandingkan
dengan (kolom).

Universitas Sumatera Utara


25

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala
perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel
berikut ini :

Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan


Tingkat Definisi Keterangan
Kepentingan
1 Sama Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama.
Pentingnya
3 Agak lebih Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu
penting yang
elemen dibandingkan dengan pasangannya.
satu
atas lainnya
5 cukup penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan
atas satu aktifitas lebih dari yang lain
7 Sangat penting Pengalaman dan keputusan menunjukkan kesukaan
yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain
9 Mutlak lebih Satu elemen mutlak lebih disukai dibandingkan
penting dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan
tertinggi.
2,4,6,8 nilai tengah Bila kompromi dibutuhkan
diantara dua
nilai keputusan
yang
berdekatan
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka dari skala
perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh
Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j, maka j
memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan
elemen i
rasio rasio yang
didapat
langsung
dari
pengukuran

Universitas Sumatera Utara


26

Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun


memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian
tersebut akan dibentuk kedalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.

Contoh Pair – Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :

[ ]

Baris 1 kolom 2 : Jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting


dari L yaitu sebesar 3, artinya K moderat pentingnya daripada L,
dan seterusnya.

Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat
importance dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal
berikut ini :

[ ]

Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L,


maka L very strong importance daripada K dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan
demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni . Artinya, K

dibanding L maka L lebih kuat dari K.


Jika K dibandingkan dengan M, maka K extreme importance daripada M dengan nilai
judgement sebesar 9. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 9, dan seterusnya.

Universitas Sumatera Utara


27

2.2.2 Eigen value dan Eigen vector

Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan persepsinya atau penilaian


untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level
(tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana
yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan disetiap
level (tingkatan).

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka
akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vector.

1. Matriks

Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbol tertentu yang


tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu matriks biasanya
dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan (misal matriks A, dituliskan dengan A).
Sebagai contoh matriks, perhatikan tabel yang memuat informasi biaya pengiriman
barang dari 3 pabrik ke 4 kota berikut ini:

Tabel 2.3 Biaya Pengiriman Barang dari Pabrik ke Kota

Kota
Pabrik Kota Kota Kota Kota
1 2 3 4
Pabrik 1 5 2 1 4
Pabrik 2 2 3 6 5
Pabrik 3 7 6 3 2

Tabel ini jika disajikan dalam bentuk matriks akan menjadi seperti berikut:

Universitas Sumatera Utara


28

[ ]

Matriks A memiliki tiga baris yang mewakili informasi Pabrik (1, 2, dan 3)
dan empat kolom yang mewakili informasi Kota (1, 2, 3, dan 4). Sedangkan informasi
biaya pengiriman dari masing – masing pabrik ke tiap – tiap kota, diwakili oleh
perpotongan baris dan kolom. Sebagai contoh, perpotongan baris 1 dan kolom 1
adalah 5, angka 5 ini menunjukkan informasi biaya pengiriman dari pabrik 1 ke kota
1, dan seterusnya.

Secara umum, bentuk matriks A dapat dituliskan seperti berikut:

[ ]

dimana, pada notasi elemen matriks, angka sebelah kiri adalah informasi baris
sedangkan angka di kanan adalah informasi kolom, contoh a23 berarti nilai yang
diberikan oleh baris ke dua dan kolom ke tiga. Jika informasi baris dinotasikan dengan
m dan informasi kolom dengan n maka matriks tersebut berukuran (ordo) .
Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika Dan skalar – skalarnya
berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.

2. Vektor dari n dimensi

Suatu vector dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen


yang teratur berupa angka – angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris,
dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo ) maupun
menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan
ordo ). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil
dinotasikan dengan .

Universitas Sumatera Utara


29

3. Eigen value dan Eigen Vector

Definisi : Jika A adalah matriks maka vector tak nol x di dalam dinamakan
Eigen Vector dari A jika Ax kelipatan skalar , yakni

Ax =
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vektor yang
bersesuaian dengan λ. Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n x n
maka dapat ditulis pada persamaan berikut :
Ax =
Atau secara ekivalen

(λI – A)x = 0

Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari
persamaan ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika
dan hanya jika :

det(λI – A)x = 0

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan


ini adalah eigen value dari A.

Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen terhadap elemen adalah

, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni = .

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor ( , ). Nilai


menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem
tersebut.

Jika mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan menyatakan


kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten,
kepentingan I terhadap k harus sama dengan atau jika = untuk
semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan
vektor , maka elemen dapat ditulis menjadi :

; (1)

Universitas Sumatera Utara


30

Jadi matriks konsisten adalah :

(2)

Seperti yang di uraikan diatas, maka untuk pair –wise comparison matrix diuraikan
seperti berikut ini :

(3)

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :

(4)

Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi :

Persamaan diatas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini :

(7)

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa adalah eigen vector dari
matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks
itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :

[ ] [ ]

[ ]

Universitas Sumatera Utara


31

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa :

Salah satu factor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker ) tidak
selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan
preferensinya terhadap elemen – elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa
judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy
dapat saja inconsistent.

Jika :

1). Jika adalah bilangan – bilangan yang memenuhi persamaan :

Ax = (10)
Dengan eigen value dari matriks A dan jika ; i = 1,2,…,n; maka dapat
ditulis :

Miasalkan kalau suatu pair –wise comparison matrix bersifat ataupun


memenuhi kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen
matriks sama dengan satu.

[ ] maka (12)

Eigen value dari matriks A,

| | (13)

Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :

| |

Universitas Sumatera Utara


32

Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum
( ) yaitu :

Dengan demikian matriks pada persamaan (12) merupakan matriks yang konsisten,
dengan nilai sama dengan harga ordo matriksnya.
Jadi untuk n , maka semua harga eigen value – nya sama dengan nol dan hanya
ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten).

2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka eigen value – nya akan
berubah semakin kecil pula.

Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika :


a. Elemen diagonal matriks A

b. Dan untuk matriks A yang konsiten, maka variasi kecil dari


akan membuat harga eigen value yang lain
mendekati nol.

2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model
pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka
ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam
menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan

Universitas Sumatera Utara


33

banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan
persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen
value maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari
matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

CI = Rasio Penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks)

Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n

= Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten.
Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty
ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks
konsistensi dengan nilai Random Indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen
oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School
dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan
demikian, Rasio Konsitensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Konsitensi

Indeks Random

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9

RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45

n 10 11 12 13 14 15

RI 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

Bila matriks pair - wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100
maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak
maka penilaian perlu diulang.

2.3 Analisis Sensitivitas Pada Analytical Hierarchy Proses (AHP)

Analisa sensitivitas pada AHP dapat dipakai untuk memprediksi keadaan


apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot
prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanan
sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru
dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Dalam suatu hirarki tiga level, level dua dan
hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen sedangkan level tiganya adalah
variabel endogen. Analisa sensitivitas dan hirarki tersebut adalah melihat pengaruh
dan perubahan pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen.

Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa
analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang
dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya
perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa
sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Analisa sensitivitas ini juga akan
menentukan stabil tidaknya sebuah hirarki. Makin besar deviasi atau perubahan

Universitas Sumatera Utara


35

prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil hirarki tensebut. Meskipun begitu, suatu
hirarki yang dibuat haruslah tetap mempunyai sensitivitas yang cukup, artinya kalau
ada perubahan pada variabel eksogen, minimal ada perubahan bobot prioritas pada
variabel endogen meskipun tidak terlalu besar.

Sebagai contoh, seorang mahasiswa ingin membeli komputer dimana terdapat


tiga pilihan merek komputer. Mahasiswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam
memilih satu dari tiga komputr yang akan dibeli nya. Untuk membantu menemukan
jalan keluar maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan membuat suatu hirarki.
Pada level pertama berupa tujuan membeli computer dan level kedua berupa kriteria
yang terdiri dari hardware (HW), software (SW), purnajual (PJ), dan daya tarik (DY).
Pada level ketiga berupa alternatif yang terdiri dari komputer A, B, dan C.

Adapun struktur hirarki dari permasalahan ini adalah sebagai berikut :

Tujuan

HW SW PJ DT

A B C

Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Komputer Terbaik

Dari struktur hirarki tersebut dibentuk matriks perbandingan berpasangan pada


setiap level hirarki. Matriks perbandingan berpasangan pada level kedua adalah
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 2.5 Matriks Perbandingan Berpasangan Pada Level Dua

Tujuan HW SW PJ DT Bobot prioritas


HW

SW

PJ

DT

Dimana :

bobot prioritas HW bobot prioritas SW

bobot prioritas PJ bobot prioritas DT

Matriks perbandingan berpasangan pada level ketiga adalah sebagai berikut :

a). Matriks perbandingan berpasangan terhadap HW

Tabel 2.6 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap HW

HW A B C Bobot prioritas
A

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap HW

bobot prioritas alternatif B terhadap HW

bobot prioritas alternatif C terhadap HW

Universitas Sumatera Utara


37

b). Matriks perbandingan berpasangan terhadap SW

Tabel 2.7 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap SW

SW A B C Bobot prioritas
A

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap SW

bobot prioritas alternatif B terhadap SW

bobot prioritas alternatif C terhadap SW

c). Matriks perbandingan berpasangan terhadap PJ

Tabel 2.8 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap PJ

PJ A B C Bobot prioritas
A

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap PJ

bobot prioritas alternatif B terhadap PJ

bobot prioritas alternatif C terhadap PJ

Universitas Sumatera Utara


38

d). Matriks perbandingan berpasangan terhadap DT

Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan Terhadap DT

DT A B C Bobot prioritas
A

Dimana :

bobot prioritas alternatif A terhadap DT

bobot prioritas alternatif B terhadap DT

bobot prioritas alternatif C terhadap DT

Untuk menentukan bobot prioritas global dapat diperoleh dengan melakukan


perkalian bobot prioritas local pada level dua dan level tiga seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Prioritas Global

Kriteria Prioritas
Global
Bobot
A X
B Y
C Z

Dimana :

X = prioritas global komputer A

Y = prioritas global komputer B

Z = Prioritas global komputer C

Universitas Sumatera Utara


39

2.3.1 Analisis Sensitivitas Pada Bobot Prioritas Dari Kriteria Keputusan

Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi
tambahan sehingga pembuat keputusan mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya
perubahan penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas. Dari tabel prioritas
global dapat dirumuskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut :

(17)

Apabila dilakukan perubahan terhadap penilian dimana bobot prioritas kriteria


maka urutan prioritas berubah. Bobot prioritas Kriteria dapat diubah lebih kecil
dari atau lebih besar dari . Analisis sensitivitas ini juga dapat dilakukan terhadap
kriteria-kriteria lainnya yaitu kriteria , dan . Sehingga analisis ini
menunjukkan perubahan terhadap urutan prioritas.

Universitas Sumatera Utara


40

BAB 3
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas
menggunakan metode Analytic Hierarchy Prosess (AHP) dan anlasis sensitivitas serta
pengaruhnya terhadap urutan prioritas.

3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

Pada gambar 2.2 mengilustrasikan struktur hirarki permasalahan pemilihan


sekolah terbaik. Setelah penyusunan maka langkah selanjutnya adalah melakukan
perbandingan antara elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di
atasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen – elemen pada level dua terdiri
dari kriteria Hardware (HW), Software (SW), Purnajual (PJ), dan Daya Tarik (DT).
Pembandingan dilakukan dengan menggunakan skala satu sampai sembilan dan
memenuhi aksioma – aksioma pada metode AHP. Matriks perbandingan berpasangan
dari level dua dengan memperhatikan level satu adalah :

Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria

HW SW PJ DT
HW
1 5 5

SW
1

PJ
3 7 1 7

DT
2 1

Universitas Sumatera Utara


41

Perhitungan matriks untuk semua kriteria :

Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang
Disederhanakan

HW SW PJ DT

HW 1,0000 5,0000 0,3333 5,0000

SW 0,2000 1,0000 0,1429 0,5000

PJ 3,0000 7,0000 1,0000 7,0000

DT 0,2000 2,0000 0,1429 1,0000

∑ 4,4000
15,0000 1,6190 13,5000

Dengan unsur-unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk Semua Kriteria Yang
Dinormalkan

Vektor Eigen (yang


HW SW PJ DT
dinormalkan
HW 0,2273 0,3333 0,2059 0,3704 0,2842
SW 0,0455 0,0667 0,0882 0,0370 0,0593
PJ 0,6818 0,4667 0,6176 0,5185 0,5712
DT 0,0455 0,1333 0,0882 0,0741 0,0853
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Universitas Sumatera Utara


42

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan


hasil perkiraan antara jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan
yang disederhanakan dengan vektor eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai
berikut :

Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 kriteria ), nilai indeks


konsistensi yang diperoleh :

Untuk n = 3, RI = 0,58 (tabel Saaty) maka :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Purnajual (PJ)
merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan komputer terbaik dengan
nilai bobot 0,5712 atau 57,12%, berikutnya kriteria Hardware (SW) dengan bobot
0,2842 atau 28,42% , kriteria Daya Tarik (DT) dengan nilai bobot 0,0853 atau 8,5
dan kriteria Software (SW) dengan nilai bobot 0,0593 atau 5,93%.

3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

Perbandingan berpasangan untuk kriteria proses Hardware pada tiga komputer


yaitu perbandingan berpasangan antara komputer A dengan komputer B, komputer
A dengan komputer C. Perbandingan komputer B dengan komputer A, komputer B
dengan komputer C. Perbandingan komputer C dengan komputer B. Maka matriks
perbandingan berpasangan preferensi diatas adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


43

Tabel 3.4 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Hardware

HW A B C

A 1 3 9

B 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Hardware

Tabel 3.5 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Proses Hardware Yang


Disederhanakan

HW A B C
A 1,000 3,000 9,000
B 0,333 1,000 6,000
C 0,111 0,167 1,000
∑ 1,444 4,167 16,000

Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan
dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Hardware Yang Dinormalkan
Vektor eigen (yang
HW A B C
dinormalkan)
A 0,6923 0,7200 0,5625 0,6583
B 0,2308 0,2400 0,3750 0,2819
C 0,0769 0,0400 0,0625 0,0598
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Universitas Sumatera Utara


44

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan


hasil perkalian antara entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh sebagai
berikut :

= (1,4444 x 0,6583) + (4,1667 x 0,2819) + (16,0000 x 0,0598)


= 0,9508 + 1,1746 + 0,9568
= 3,0822

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alteratif ), maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,1000 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel 3.6 diperoleh urutan prioritas lokal untuk
kriteria Hardware yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot
0,6583 atau 65,83%, kemudian komputer B menjadi priotas ke – 2 dengan nilai bobot
0,2819 atau 28,19%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,0598
atau 5,98%.

Universitas Sumatera Utara


45

3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software


Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software

SW A B C

A 1

B 2 1

C 8 5 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Software :

Tabel 3.8 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Disederhanakan

SW A B C
A 1,0000 0,5000 0,1250
B 2,0000 1,0000 1,2000
C 8,0000 5,0000 1,0000
∑ 11,0000 6,5000 1,3250

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


46

Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Software Yang Dinormalkan

SW A B C Vektor eigen (yang


dinormalkan
A 0,0909 0,0769 0,0943 0,0874
B 0,1818 0,1539 0,1510 0,1622
C 0,7273 0,7692 0,7547 0,7504
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan


hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai
berikut :

= (11,0000 x 0,0873) + (6,5000 x 0,1622) + (1,3250 x 0,7504)


= 0,9603 + 1,0543 + 0,9943
= 3,0089

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk
kriteria Software yaitu komputer C menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot

Universitas Sumatera Utara


47

0,7504 atau 75,04%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai


bobot 0,1622 atau 16,22%, komputer A menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot
0,0874 atau 8,74%.

3,4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual


Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual

PJ A B C

A 1 1 6

B 1 1 3

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Purnajual :

Tabel 3.11 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang Disederhanakan

PJ A B C
A 1,0000 1,0000 6,0000
B 1,0000 1,0000 3,0000
C 0,1667 0,3333 1,0000
∑ 2,1667 2,3333 10,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


48

Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Purnajual Yang


Dinormalkan

Vektor eigen (yang


PJ A B C
dinormalkan
A 0,4615 0,4286 0,6000 0,4967
B 0,4615 0,4286 0,3000 0,3967
C 0,0769 0,1429 0,1000 0,1066
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan


hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai maksimum yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
= (2,1667 x 0,4967) + (2,3333 x 0,3967) + (10,0000 x 0,1066)
= 1,0762 + 0,9256 + 1,066
= 3,0678

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.


Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk
kriteria Purnajual yaitu komputer A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot

Universitas Sumatera Utara


49

0,4967 atau 49,67%, kemudian komputer B menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai


bobot 0,3967atau 39,67%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot
0,1066 atau 10,66%

3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik

DT A B C

A 1 2

B 4 1 6

C 1

Perhitungan matriks untuk kriteria Daya Tarik:

Tabel 3.14 Matriks Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik Yang Disederhanakan

DT A B C
A 1,0000 0,2500 2,0000
B 4,0000 1,0000 6,0000
C 0,5000 0,1667 1,0000
∑ 5,5000 1,4167 9,0000

Dengan unsur –unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang
bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen
dihasilkan dari rata - rata nilai bobot relatif setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


50

Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Daya Tarik yang
Dinormalkan

Vektor eigen (yang


DT A B C
dinormalkan
A 0,1818 0,1765 0,2222 0,1935
B 0,7273 0,7059 0,6667 0,6999
C 0,0909 0,1176 0,1111 0,1066
∑ 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000

Selanjutnya nilai eigen maksimum ( ) diperoleh dengan menjumlahkan


hasil perkalian jumlah entri – entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang
disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah
sebagai berikut :

= (5,5000 x 0,1935) + (1,4167 x 0,6999) + (9,0000 x 0,1066)


= 1,0643 + 0,9915 + 0,9594
= 3,0152

Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif) maka nilai indeks
konsistensi yang diperoleh adalah :

Untuk n = 3, RI = 0,580 (tabel skala saaty), maka :

Karena CR < 0,100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.

Universitas Sumatera Utara


51

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh untuk prioritas lokal untuk
kriteria Daya Tarik yaitu komputer B menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot
0,6999 atau 69,99%, kemudian komputer A menjadi prioritas ke – 2 dengan nilai bobot
0,1935 atau 19,35%, komputer C menjadi prioritas ke – 3 dengan nilai bobot 0,1066
atau 10,66%.

3.6 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global

3.6.1 Faktor Evaluasi Total

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor – faktor hardware,


software, purnajual dan daya tarik diporoleh faktor evaluasi total sebagai berikut :

Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total

Faktor HW SW PJ DT
A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935
B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999
C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066

3.6.2 Total Rangking / Prioritas Global

Total rangking / prioritas global diperoleh dengan mengalikan matriks faktor


evaluasi total dengan matriks pembobotan hirarki, yaitu :

[ ]x [ ]=[ ]

Universitas Sumatera Utara


52

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu Komputer
A menjadi prioritas utama ( 49,25 %), kemudian Komputer B ( 37, 81%) dan
Komputer C ( 13,5%).

3.7 Analisa Sensitivitas AHP Pada Prioritas Kriteria Keputusan


Untuk menentukan total rangking /prioritas global, matriks diatas dapat juga
ditunjukkan seperti tabel berikut :

Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Komputer Terbaik

Kriteria HW SW PJ DT Prioritas
Bobot 0,2842 0,0593 0,5712 0,0853 Global
A 0,6583 0,0874 0,4967 0,1935 0,4925
B 0,2819 0,1622 0,3967 0,6999 0,3781
C 0,0598 0,7504 0,1066 0,1066 0,1315

3.7.1 Analisa Sensitivitas Terhadap Kriteria Hardware

Model prioritas global komputer A, B dan C dinyatakan pada persamaan 17,


sehingga prioritas global tersebut diperoleh sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4925
B = (0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3781
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1315

Universitas Sumatera Utara


53

Dari kondisi diatas terlihat bobot prioritas HW adalah 0,2842 dan pada kondisi
tersebut prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama yaitu 0,4925
kemudian prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot
prioritas global 0,1315.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,1000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0.3712
B = (0,1000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0.3241
C = (0,1000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D = 0.1205

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


global tertinggi dengan bobot 0,3712 atau 37,12% disusul B dengan bobot 0,3241 atau
32,41% dan C dengan bobot 0,1205 atau 12,05%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0900 maka urutan prioritas


global adalah sebagai berikut :

A =(0,0900) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0.3647
B = (0,0900) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0.3213
C = (0,0900) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D = 0.1199

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,3647 atau 36,47% disusul B dengan bobot 0,3213 atau
32,13% dan C dengan bobot 0,1199 atau 11,99%.

Universitas Sumatera Utara


54

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0100 maka urutan prioritas


global adalah sebagai berikut :
A =(0,0100) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)
A = 0.3120
B = (0,0100) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,2987
C = (0,0100) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D = 0.1151

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,3120 atau 31,20% disusul B dengan bobot 0,2987 atau
29,87% dan C dengan bobot 0,1151 atau 11,51%.

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0090 maka urutan prioritas


global adalah sebagai berikut :

A =(0,0090) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,3113
B = (0,0090) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,2985
C = (0,0090) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D = 0,1150

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,3113 atau 31,13% disusul B dengan bobot 0,2985 atau
29,85% dan C dengan bobot 0,1150 atau 11,50%.

Universitas Sumatera Utara


55

Apabila bobot prioritas HW diturunkan ke 0,0010 maka urutan prioritas


global adalah sebagai berikut :

A =(0,0010) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,3061
B = (0,0010) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,2961
C = (0,0010) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D = 0,1145

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A menjadi urutan prioritas tertinggi


dengan bobot 0,3061 atau 30,61% disusul B dengan bobot 0,2961 atau 29,61% dan C
dengan bobot 0,1145 atau 11,4%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,4000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :

A =(0,4000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,5687
B = (0,4000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,4087
C = (0,4000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D =0,1384

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,5687 atau 56,87% disusul B dengan bobot 0,4087 atau
40,87% dan C dengan bobot 0,1384 atau 13,84%.

Universitas Sumatera Utara


56

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,5000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :

A =(0,5000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,6346
B = (0,5000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,4369
C = (0,5000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D =0,1444

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,6346 atau 63,46% disusul B dengan bobot 0,4369 atau
43,69% dan C dengan bobot 0,1444 atau 14,44%.

Apabila bobot prioritas HW naik menjadi 0,9000 maka urutan prioritas global
adalah sebagai berikut :

A =(0,9000) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,8979
B = (0,9000) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999)
A = 0,5496
C = (0,9000) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066)
D =0,1683

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,8979 atau 89,79% disusul B dengan bobot 0,5496 atau
54,96% dan C dengan bobot 0,1683 atau 16,83%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Hardware dengan menurunkan dan


menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak
perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:

Universitas Sumatera Utara


57

Tabel 3.18 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Hardware Dengan Bobot 0,2842
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,1000 0,3712 0,3241 0,1205 0,4000 0,5687 0,4087 0,1384
0,0900 0,3647 0,3213 0,1199 0,5000 0,6346 0,4369 0,1444
0,0800 0,3581 0,3185 0,1193 0,6000 0,7004 0,4651 0,1504
0,0100 0,3120 0,2987 0,1151 0,7000 0,7662 0,4932 0,1563
0,0090 0,3113 0,2985 0,1150 0,8000 0,8320 0,5214 0,1623
0,0010 0,3061 0,2962 0,1145 0,9000 0,8979 0,5496 0,1683

Dari tabel dapat diketahui apabila bobot prioritas HW diturunkan hingga


0,0010 dan dinaikkan hingga 0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas
dimana prioritas global komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian
disusul komputer B dan prioritas terakhir adalah komputer C.

3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Software

Pada keadaan bobot prioritas SW adalah 0,0593 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0400 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0400) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4908
B = (0,2842) (0,2819) + (0,0400) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3729
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0400) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1170

Universitas Sumatera Utara


58

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4908 atau 49,08% disusul B dengan bobot 0,3729 atau
37,29% dan C dengan bobot 0,1170 atau 11,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0300 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0300) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4899
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0300) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3713
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0300) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1095

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4899 atau 48,99% disusul B dengan bobot 0,3713 atau
37,13% dan C dengan bobot 0,1095 atau 10,70%.

Apabila bobot prioritas SW diturunkan ke 0,0200 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) +(0,0200 ) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4891
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0200) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3697
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0200) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1020

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4891 atau 48,91% disusul B dengan bobot 0,3697 atau
36,97% dan C dengan bobot 0,1020 atau 10,20%.

Universitas Sumatera Utara


59

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,0700 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0700) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4934
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0700) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3778
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0700) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1395

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4934 atau 49,34% disusul B dengan bobot 0,3778 atau
37,78% dan C dengan bobot 0,1395 atau 13,95%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,1000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,4960
B =(0,2842) (0,2819) + (0,1000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,3826
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,1000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1620

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4960 atau 49,60% disusul B dengan bobot 0,3826 atau
38,26% dan C dengan bobot 0,1620 atau 16,20%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,3000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


60

A =(0,2842) (0,6583) + (0,3000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,5135
B =(0,2842) (0,2819) + (0,3000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,4151
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,3000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,3121

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,5135 atau 51,35% disusul B dengan bobot 0,4151 atau
41,51% dan C dengan bobot 0,3121 atau31,21%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,5000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,5000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,5310
B =(0,2842) (0,2819) + (0,5000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,4475
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,5000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,4622

Urutan prioritas berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas tertinggi


dengan bobot 0,5310 atau 53,10% kemudian disusul C dengan bobot 0,4622 atau
46,22% menggeser B dengan bobot 0,4475 atau 44,75%.

Apabila bobot prioritas SW dinaikkan ke 0,7000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :
A =(0,2842) (0,6583) + (0,7000) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)
A = 0,5485
B =(0,2842) (0,2819) + (0,7000) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,4800
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,7000) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,6123

Universitas Sumatera Utara


61

Urutan prioritas berubah, komputer C menjadi urutan prioritas tertinggi


dengan bobot 0,6123 atau 61,23% disusul A dengan bobot 0,5485 atau 54,85% dan B
dengan bobot 04800 atau 48,00%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Software dengan menurunkan dan


menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak
perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.19 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Software Dengan Bobot 0,0593
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,0400 0,4908 0,3729 0,1170 0,0700 0,4934 0,3778 0,1395
0,0300 0,4899 0,3713 0,1095 0,0800 0,4943 0,3794 0,1470
0,0200 0,4891 0,3697 0,1020 0,1000 0,4960 0,3826 0,1620
0,0100 0,4882 0,3680 0,0945 0,3000 0,5135 0,4151 0,3121
0,0090 0,4881 0,3679 0,0937 0,5000 0,5310 0,4475 0,4622
0,0080 0,4880 0,3677 0,0930 0,7000 0,5485 0,4800 0,6123

Dari tabel analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa bobot prioritas SW


sensitive ketika diubah dari 0,0593 menjadi 0,5000 dan 0,7000.

3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Purnajual

Pada keadaan bobot prioritas PJ adalah 0,5712 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315.

Apabila bobot prioritas PJ diturunkan ke 0,4000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :
A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,4000) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)
A = 0,4075

Universitas Sumatera Utara


62

B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,4000) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )


A = 0,3081
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,4000) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1132

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4075 atau 40,75% disusul B dengan bobot 0,3081 atau
30,81% dan C dengan bobot 0,1132 atau11,32%.

Apabila bobot prioritas PJ diturunkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,1000) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,2584
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,1000) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,1891
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,1000) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,0812

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,2584 atau 25,84% disusul B dengan bobot 0,1891 atau
18,91% dan C dengan bobot 0,0812 atau 8,12%.

Apabila bobot prioritas PJ diturunkan ke 0,0100 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :
A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,0100) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)
A = 0,2137
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,0100) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,1534
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,0100) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
= 0,0717

Universitas Sumatera Utara


63

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,2137 atau 21,37% disusul B dengan bobot 0,1534 atau
15,34% dan C dengan bobot 0,0717 atau7,17%.

Apabila bobot prioritas PJ dinaikkan ke 0,7000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,7000) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,5565
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,7000) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,4271
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,7000) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1452

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,5565 atau 55,65% disusul B dengan bobot 0,4271 atau
42,71% dan C dengan bobot 0,1452 atau 14,52%.

Apabila bobot prioritas PJ dinaikkan ke 0,8000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,8000) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)


A = 0,6061
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,8000) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,4668
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,8000) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1559

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,6061 atau 60,61% disusul B dengan bobot 0,4668 atau
46,68% dan C dengan bobot 0,1559atau 15,59%.

Universitas Sumatera Utara


64

Apabila bobot prioritas PJ dinaikkan ke 1,0000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :
A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (1,0000) (0,4967) + (0,0853) (0,1935)
A = 0,7055
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (1,0000) (0,3967) + (0,0853) (0,6999 )
A = 0,5461
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (1,0000) (0,1066) + (0,0853) (0,1066 )
D = 0,1772

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,7055 atau 70,55% disusul B dengan bobot 0,5461 atau
54,61% dan C dengan bobot 0,1772 atau 17,72%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Purna Jual dengan menurunkan dan


menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak
perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.20 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Purnajual Dengan Bobot 0,5712
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,4000 0,4075 0,3081 0,1132 0,7000 0,5565 0,4271 0,1452
0,1000 0,2584 0,1891 0,0812 0,8000 0,6061 0,4668 0,1559
0,0800 0,2485 0,1812 0,0791 0,9000 0,6558 0,5065 0,1665
0,0600 0,2306 0,1732 0,0770 1,0000 0,7055 0,5461 0,1772
0,0400 0,2286 0,1852 0,0749 2,0000 1,2022 0,9428 0,2838
0,0100 0,2137 0,1534 0,0717 3,0000 1,6989 1,3395 0,3904

Dari tabel dapat diketahui apabila bobot prioritas PJ diturunkan hingga 0,0100
dan dinaikkan hingga 3,0000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas.

Universitas Sumatera Utara


65

3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Daya Tarik

Pada keadaan bobot prioritas DT adalah 0,0853 dan pada keadaan tersebut
prioritas global komputer A adalah yang paling utama yaitu 0,4925, kemudian
prioritas global komputer B adalah 0,3781 dan komputer C dengan bobot prioritas
global 0,1315.

Apabila bobot prioritas DT diturunkan ke 0,0700 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0700) (0,1935)


A = 0,4895
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0700) (0,6999 )
A = 0,3653
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0700) (0,1066 )
D = 0,1298

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4895 atau 48,95% disusul B dengan bobot 0,3653 atau
36,53% dan C dengan bobot 0,1298 atau 12,98%.

Apabila bobot prioritas DT diturunkan ke 0,0100 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A = (0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,01) (0,1935)


A = 0,4779
B = (0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,01) (0,6999 )
A = 0,3233
C = (0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,01) (0,1066 )
D = 0,1234

Universitas Sumatera Utara


66

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4779 atau 47,79% disusul B dengan bobot 0,3233 atau
32,33% dan C dengan bobot 0,1234 atau 12,34%.

Apabila bobot prioritas DT diturunkan ke 0,0010 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,0010) (0,1935)


A = 0,4762
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,0010) (0,6999 )
A = 0,3170
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,0010) (0,1066 )
D = 0,1225

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4762 atau 47,62% disusul B dengan bobot 0,3170 atau
31,70% dan C dengan bobot 0,1225 atau 12,25%.

Apabila bobot prioritas DT dinaikkan ke 0,1000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,1000) (0,1935)


A = 0,4953
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,1000) (0,6999 )
A = 0,3863
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,1000) (0,1066 )
D = 0,1330

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,4953 atau 49,53% disusul B dengan bobot 0,3863 atau
38,63% dan C dengan bobot 0,1330 atau 13,30%.

Universitas Sumatera Utara


67

Apabila bobot prioritas DT dinaikkan ke 0,3000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,3000) (0,1935)


A = 0,5340
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,3000) (0,6999 )
A = 0,5263
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,3000) (0,1066 )
D = 0,1544

Urutan prioritas tidak berubah, komputer A tetap menjadi urutan prioritas


tertinggi dengan bobot 0,5340 atau 53,40% disusul B dengan bobot 0,5263 atau
52,63% dan C dengan bobot 0,1544atau15,44%.

Apabila bobot prioritas DT dinaikkan ke 0,4000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,4000) (0,1935)


A = 0,5534
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,4000) (0,6999 )
A = 0,5963
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,4000) (0,1066 )
D = 0,1650

Urutan prioritas berubah, komputer B menjadi urutan prioritas tertinggi dengan


bobot 0,5963 atau 59,63% disusul A dengan bobot 0,5534 atau 55,34% dan C dengan
bobot 0,1650 atau16,50%.

Universitas Sumatera Utara


68

Apabila bobot prioritas DT dinaikkan ke 0,5000 maka urutan prioritas global


adalah sebagai berikut :

A =(0,2842) (0,6583) + (0,0593) (0,0874) + (0,5712) (0,4967) + (0,5000) (0,1935)


A = 0,5727
B =(0,2842) (0,2819) + (0,0593) (0,1622) + (0,5712) (0,3967) + (0,5000) (0,6999 )
A = 0,6663
C =(0,2842 ) (0,0598) + (0,0593) (0,7504) + (0,5712) (0,1066) + (0,5000) (0,1066 )
D = 0,1757

Urutan prioritas berubah, komputer B menjadi urutan prioritas tertinggi dengan


bobot 0,6663 atau 66,63% disusul A dengan bobot 0,5727 atau 57,27% dan C dengan
bobot 0,1757 atau17,57%.

Analisis sensitivitas pada kriteria Daya Tarik dengan menurunkan dan


menaikkan bobot prioritas hingga enam kali perlakuan untuk mewakili banyak
perlakuan, dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 3.21 Analisis Sensitivitas Pada Kriteria Daya Tarik Dengan Bobot 0,0853
Prioritas Global Prioritas Global
Diturunkan Dinaikkan
A B C A B C
0,0700 0,4895 0,3653 0,1298 0,1000 0,4953 0,3863 0,1330
0,0400 0,4837 0,3443 0,1266 0,2000 0,5147 0,4563 0,1437
0,0100 0,4779 0,3233 0,1234 0,3000 0,5340 0,5263 0,1544
0,0070 0,4773 0,3212 0,1231 0,4000 0,5534 0,5963 0,1650
0,0040 0,4768 0,3191 0,1228 0,5000 0,5727 0,6663 0,1757
0,0010 0,4762 0,3170 0,1225 0,6000 0,5921 0,7363 0,1863

Dari tabel analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa bobot prioritas DT


sensitif ketika diubah dari 0,0853 menjadi 0,4000 dan 0,5000.

Universitas Sumatera Utara


69

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dalam menentukan urutan


prioritas dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan
analisis sensitivitas terhadap kriteria keputusan, maka diperoleh :

4.1 Kesimpulan

1. Secara global, komputer A merupakan prioritas pertama dengan bobot 0,4925 atau
49,25% , kemudian komputer B dengan bobot 0,3781 atau 37,81% dan prioritas
terakhir adalah komputer C dengan bobot 0,1315 atau 13,15%.

2. Apabila bobot prioritas Hardware diturunkan hingga 0,0010 dan dinaikkan hingga
0,9000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global
komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan
prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot
prioritas Hardware tidak sensitif.

3. Apabila bobot prioritas Software diturunkan hingga 0,0080 tidak mengalami


perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan hingga 0,3000 tidak
mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi
0,5000, urutan prioritas berubah dimana komputer A tetap menjadi urutan prioritas
tertinggi dengan bobot 0,5310 atau 53,10% disusul komputer C dengan bobot
0,4622 menggeser komputer B dengan bobot 0,4475 atau 44,75%. Apabila bobot
prioritas dinaikkan menjadi 0,7000 maka diperoleh keadaan urutan prioritas
berubah dimana komputer C menjadi prioritas tertinggi dengan bobot 0,6123 atau
61,23% disusul komputer A dengan bobot 0,5485 atau 54,85% dan prioritas
terakhir komputer B dengan bobot 0,4800 atau 48,00%. Sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara


70

disimpulkan bahwa bobot prioritas Software sensitif ketika diubah dari 0,0593
menjadi 0,5000 dan 0,7000.

4. Apabila bobot prioritas Purnajual diturunkan hingga 0,0100 dan dinaikkan hingga
3,0000 tidak mengalami perubahan urutan prioritas dimana prioritas global
komputer A adalah prioritas yang paling utama kemudian disusul komputer B dan
prioritas terakhir adalah komputer C. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot
prioritas PJ tidak sensitif.

5. Apabila bobot prioritas Daya Tarik diturunkan hingga 0,0010 tidak mengalami
perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan hingga 0,3000 tidak
mengalami perubahan urutan prioritas. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi
0,4000, urutan prioritas berubah dimana komputer B menjadi urutan prioritas
tertinggi dengan bobot 0,5963 atau 59,63% disusul komputer A dengan bobot
0,5534 dan komputer C tetap menjadi urutan prioritas terakhir dengan bobot
0,1650 atau 16,50%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas SW
sensitif ketika diubah dari 0,0593 menjadi 0,4000, 0,5000 dan 0,6000.

Berdasarkan analisis sensitivitas pada setiap kriteria, diperoleh kesimpulan


umum bahwa melakukan analisis sensitivitas pada bobot prioritas kriteria keputusan
dengan mengubah bobot prioritas lebih besar atau lebih kecil dapat mengubah urutan
prioritas dan menentukan kriteria yang sensitif pada model prioritas global.

Universitas Sumatera Utara


71

4.2 Saran

1. Disarankan kepada pembaca agar mengembangkan analisis sensitivitas


terhadap bobot prioritas alternatif keputusan.
2. Diharapkan kepada pembaca agar kajian perlu dikembangkan lebih lanjut
untuk menetapkan batasan seberapa besar bobot prioritas dari kriteria
diturunkan dan dinaikkan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan urutan
prioritas.

Universitas Sumatera Utara


72

DAFTAR PUSTAKA

[1] Saaty, T. Lorie. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses
Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks.
Pustaka Binama Pressindo.

[2] Kosasi, Sandy. 2002. Sistem penunjang keputusan (decision support system).
Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

[3] Teknomo, K. Siswanto, H. dan Yudhanto, A. 1999. Penggunaan metode


Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi pemilihan moda ke kampus. Jurnal Teknik Sipil, Vol 1, No. 1
Maret 1999, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

[4] Susila, R. Wayan. dan Munadi, E. 2007. Penggunaan Analytic Hierarchy


Proses untuk penyusunan urutan prioritas proposal penelitian. Jurnal
Informatika Pertanian, Vol 16, No. 2 . Departemen Pertanian.

[5] Kuncoro, Mudrajad. 2005. Daya tarik investasi dan pungli di DIY. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Vol 10, No. 2, Agustus 2005. Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.

[6] Ciptomulyono, U. dan Henry, DOU. 2000. Model fuzzy goal programming
untuk penetapan pembobotan prioritas dalam metode analisis hirarki proses
(AHP). Jurnal IPTEK, Februari, pp.19-29.

[7] Breierova, L. Choudari, M. 1996. An introduction To Sensitivity Analysis .


Massachusetts Institute Of Technology.

[8] Sukarto, Haryono. 2006. Pemilihan model transportasi di DKI Jakarta dengan
analisis kebijakan proses hirarki analitik. Jurnal Teknik Sipil, Vol 3, No. 1,
Januari 2006, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.

Universitas Sumatera Utara


73

[9] Supriyono, Wardhana, Aryu Wusnu dan Sudaryo. 2007. Sistem pemilihan
pejabat struktural dengan metode AHP. Jurnal STTN BATAN, Yogyakarta.

[10] Latifah, Siti. Prinsip-prinsip dasar analytic hierarchy process. Jurnal Studi
Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai