Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat
aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk
membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya yang lazim disebut dengan
proses untuk berakad atau melakukan kontrak, salah stu caranya ialah dengan melakukan
qiradh/mudharabah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang ingin kami bahas adalah
sebagai berikut :

1. Apa Pengertian Mudharabah?

2. Apa Hukum Mudharabah ?

3. Apa Saja Jenis-Jenis Mudharabah?

4. Apa saja Hukum Keuntungan dan Syaratnya ?

5. apa saja Wewenang Muharib dan Tugasnya?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin kami capai adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui Pengertian Mudharabah

2. Untuk mengetahui apa Hukum Mudharabah

3. Untuk mengetahui Apa Saja Jenis-Jenis Mudharabah

1
4. Untuk mengetahui Apa saja Hukum Keuntungan dan Syarat Mudharabah

5. Untuk Mengetahui Apa Saja Wew

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah

Seseorang menyerahkan modal tertentu kepada orang lain untuk dikelola dala usaha
perdagangan, di mana keuntungannya dibagi diantara keduanya menurut persyaratan yang telah
ditentukan. Adapun kerugian hanya ditanggung pemodal, karna pelaksanaan telah menanggung
kerugian tenaganya, maka tidak perlu dibebani oleh kerugian lainnya.

B. Hukum Mudharabah
Mudharabah disyariatkan berdasarkan ijma’ sahabat, dan para imam menyepakati
kebolehannya, dan hal tersebut juga telah dilakukan pada masa rasulullah shalallahu ‘alaihi
wassalam yang disetujui oleh beliau.

C. Jenis – Jenis Mudharabah

Mudharabah terbagi menjadi 2, yaitu Mudharabah Mutlaq dan Mudharabah Muqayyad.

1. Mudharabah Mutlaq (Tak Terbatas)


Mudharabah Mutlaq adalah Shahib al Maal memberikan kuasa penuh kepada mudharib
untuk menjalankan usaha mudharabah tanpa dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, karena
mudharib merupakan orang yang amanah dan berpengalaman. Tetapi mudharib tetap harus
memperhatikan ketentuan syar’i dalam menjalankan usahanya seperti tidak melakukan riba,
risywah, penipuan dan hal-hal yang dilarang oleh syari’at, serta harus melihat kemaslahatan
untuk mewujudkan tujuan dari mudharabah itu sendiri yaitu untuk mendapatkan keuntungan.
2. Mudharabah Muqayyad (Terbatas)
Mudharabah Muqayyad adalah shahib al maal memberikan batasan kepada mudharib dalam
menjalankan usahanya, seperti pembatasan tempat atau medang yang ia bekerja disana dan
membatasi dengan hal-hal yang dianggap cocok oleh shahib al maal.

D. Akad Mudharabah

2
1. Akad mudharabah sah dengan lafadz mudharabah atau qiradh atau mu’amalah.
2. Kedua belah pihak harus memiliki kecakapan tawkil (memberikan kuasa) dan tawakkul
(menerima kuasa).
Alasannya ialah karena mereka berperan sebagai wakil dan pemberi wakil untuk mengelola harta
saudaranya, sehingga yang boleh melakukan akad mudharabah hanya orang yang memiliki
kemampuan tawkil dan tawakkul saja.
3. Pada dasarnya akad mudharabah tidak mengikat 1, dan masing-masing pihak berhak untuk
membatalkan akad, kecuali dalam dua keadaan:
a. Jika mudharib telah menjalankan usahanya, maka akad berubah menjadi akad yang bersifat
mengikat sampai pada waktu likuidasi2.
b. Jika kedua pihak sepakat untuk memberikan batasan waktu, maka akad tersebut bersifat
mengikat, dan mereka tidak boleh mengakhiri mudharabah sebelum sampai kepada waktu
yang telah disepakati, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak.
4. Mudharabah termasuk kedalam kategori akad amanah.
- Mudharib merupakan orang yang diamanahi harta oleh shahib al maal 3.
- Mudharabah bukan lagi termasuk akad amanah apabila mudharib:
o Menyelisihi syarat-syarat akad amanah
o Berbuat melampaui batas pada harta mudharabah
o Lalai dalam mengurus harta mudharabah
o Menyelisihi syarat-syarat mudharabah

Bila salah satu hal ini dilakukan, maka mudharib bertanggung jawab terhadap
modal, bukan lagi akad amanah.

E. Hukum Keuntungan dan Syarat-Syaratnya


1. Persyaratan dalam masalah laba:
- Menentukan tata cara pembagian keuntungan untuk mencegah perselisihan, karena
keuntungan merupakan bagian dari akad dan ketidak tahuan tentang yang diakadkan
menyebabkan kerusakan akad itu sendiri.

1
Dasar akad mudharabah ialah tidak mengikat, karena mudharib diberi kekuasaan penuh untuk mengelola harta
shahib al maal, dan ia bertindak sebagai wakil, sedangkan akad wakalah merupakan akad yang mengikat.
2
Likuidasi adalah pembubaran sebuah usaha dengan melakukan penjualan aset sehingga berbentuk uang.
3
Dasar mudharib itu akad amanah terhadap harta mudharabah, karena mudharib memiliki kuasa penuh terhadap
harta shahib al maal atas izin shahib al maal. Dan shahib al maal mendaparkan manfaat dari hartanya. Dan pada
dasarnya orang yang diamanahi tidak bertanggung jawab atas kerusakan maupun kehancuran harta mudharabah.

3
- Dibagi berdasarkan nisbah (persentase) dari keuntungan, bukan dengan sejumlah uang
tertentu.
- Nisbah wajib dituangkan dalam kesepakatan, dan kedua belah pihak berhak merubah nisbah
keuntungan kapan saja sesuai dengan kesepakatan bersama.
- Jika kedua pihak tidak menyebutkan nisbah pembagian keuntungan, maka dikembalikan
kepada ‘urf yaitu 50-50. Jika ‘urf tersebut tidak ada, maka akad mudharabah menjadi batal
dan mudharib berhak mendapat upah yang wajar.
2. Pada dasarnya tidak boleh menggabungkan keuntungan mudharabah dengan upah, karena upah
memiliki jumlah yang tetap sedangkan keuntungan jumlahnya tidak selalu sama.
3. Kedua pihak boleh bersepakat untuk:
- Jika ada keuntungan berlebih dari jumlah sekian maka s alah seorang dari mereka berhak
mengambil kelebihan tersebut.
- Bila keuntungan hanya sejumlah yang ditentukan atau dibawahnya maka pembagian
keuntungan berdasarkan kesepakatan semula. 4
4. Pemilik modal tidak boleh menyerahkan 2 modal kepada satu mudharib, dimana:
- Shahib al maal menerima keuntungan dari pertama dan mudharib menerima keuntungan dari
modal kedua, atau
- Shahib al maal mendapat keuntungan dari kedua modal pada waktu tertentu, dan mudharib
mendapat keuntunga dari kedua modal pada waktu berikutnya.
5. Keuntungan dibagi setelah modal kembali secara utuh 5, dan apabila terjadi kerugian maka
ditutupi dengan keuntungan yang diperoleh dan mudharib tidak menanggung kerugian.

F. Ketentuan Hukum Mudharabah


1. Mudharabah dilakukan diantara kaum muslimin yang diperbolehkan mengelola hartanya,
akan tetapi tidak menjadi masalah jika mudharabah dilakukan diantara orang islam dengan
orang kafir, jika modalnya berasal dari orang kafir, sedangkan pelaksanaannya adalah orang
islam. Karna orang islam tidak tikhawatirkan akan melakukan tindakan-tindakan yang
menyebabkan riba dan tidak akan mencari uang dengan cara-cara yang diharamkan.
2. Jumlah modal harus diketahui.

4
Erwandi Tarmidzi & Associates (ETA), Sharia Standards, (Bogor: PT. Erwandi Tarmidzi Konsultan, 2019), hlm. 278-
279..
5
Rasul shallallahu ‘alayhi wasallam: ”Orang sholat seperti orang yang berdagang ia tidak mendapatkan
keuntungan sebelum modalnya kembali, demikian juga dengan orang yang sholat ia tidak mendapatkan .pahala
shalat sunnah sebelum ia melaksanakan shalat wajib” (HR. Baihaqi dalam Sunan Kubra).

4
3. keuntunga yang didapat harus ditentukan, jika keduanya belum menentukannya, maka
mudharib berhak menerima upah kerjanya dan pemodal berhak atas semua keuntungan. Jika
keduanya berkata “keuntungan yang dodapat menjadi milik kita berdua, maka keuntungan itu
harus dibagi dua dengan bagian yang sama”.
4. Jika ternyadi perselisihan di antara kedua belah pihak, apakah keuntungannya dibagi setengah
atau seperempat, maka yang diterima adalah pendapat pemodal dengan memintanya
bersumpah.
5. Mudharib tidak di perbolehan mengadakan mudharabah dengan pemodal yang baru, jika ia
telah melakukannya dengan pemilik modal yang pertama, kecuali atas seizinnya.
6. Keuntungan tidak dibagikan selama akad berlangsung, kecuali jika kedua belah pihak sepakat
untuk membaginya.
7. Modal selamanya harus dipotong dari keuntunganyang di peroleh, sehingga mudharib tidak
berhak atas keuntungan, kecuali setelah dipotong modalnya. Ketentuan itu berlaku, jika
keuntungannya belum dibagi.
8. Jika mudharabah berakhir dan masih tersisa sebagian barang atau hutang pada seseorang,
maka pemodal berhak meminta mudharib supaya membeli barang tersebut secara kontan atau
memintanya supaya menagih hutang pada seseorang tersebut. Dan mudharib harus
melakukannya.

G. Wewenang Mudharib dan Tugas-tugasnya.

Wewenang Mudharib dan Tugas-Tugasnya

1. Jika menggunakan akad mudharabah mutlak, maka mudharib berhak melakukan apapun (sesuai
dengan batasan syariat) untuk mendapatkan keuntungan, seperti
- Memanfaatkan peluang investasi syar’i, dengan syarat ia memiliki pengalaman, kecakapan
dan paham teknisnya.
- Menjaga harta mudharabah atau menitipkannya kepada orang yang amanah kapan saja
dibutuhkan.
- Menjual dan membeli dengan tidak tunai.
2. Shahib al maal boleh membatasi aktivitas mudharib untuk kemaslahatan menurutnya, misalnya
- Menentukan komoditi tertentu yang akan dijalankan
- Mensyaratkan investasi pada sektor tertentu seperti jasa atau perdagangan
- Mensyaratkan investasi di negeri tertentu atau pasar di negeri tertentu

5
3. Shahib al maal tidak berhak mensyaratkan bahwa ia ikut terjun langsung bersama mudharib
dalam jual beli dan serah terima, karena akan membatasi kebebasan mudharib dalam
mengembangkan harta.
4. Mudharib mengerjakan sendiri setiap pekerjaan yang lazim dikerjakan para investor dan ia tidak
berhak mendapat upah atasnya, karena itu adalah kewajibannya. 6 Tetapi mudharib boleh meminta
upah dari harta mudharabah untuk mengerjakan hal-hal yang bukan kewajibannya.
5. Mudharib tidak boleh:
- Menjual barang dengan harga lebih murah dari pasaran.
- Membeli barang dengan harga lebih mahal dari pasaran kecuali jelas kemaslahatannya.
- Meminjamkan, menghibahkan atau menyedekahkan harta mudharabah.

H. Berakhirnya Mudharabah
1. Mudharabah berakhir dalam kondisi-kondisi berikut:
a. Pembatalan atas keinginan salah satu pihak, karna mudharabah termasuk kategori akad
yamg tidak mengikat.
b. Kesepakatan kedua belah pihak.
c. Kedua belah pihak bersepakat untuk menetapkan tempo berakhirnya, kecuali dalam
kondisi yang mengharuskan untuk dilanjutkan.
d. Lenyap atau hancurnya harta mudharabah.
e. Wafatnya mudharib, atau likuidasi perusahaan mudharabah.
2. Bila mudharabah berakhir dilakukan likuidasi.7

6
Apabila ia mengupah orang lain untuk mengerjakannya, maka harus dari hartanya sendiri, bukan dari harta
mudharabah.

7
Erwandi Tarmidzi & Associates (ETA), Sharia Standards, (Bogor: PT. Erwandi Tarmidzi Konsultan, 2019), hlm. 287

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Akad mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola
dana untuk melakukan kegiatan usaha oleh sebab itu, akad mudharabah merupakan suatu
transaksi pembiayaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan, epercayaan merupakan unsur
terpenting dalam akad  mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana
hal ini disebabkan bahwa laba dibagi atas dasar nishab bagi hasil menurut kesepakatankedua
belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali
disebabkan oleh pengelola dana tedapat beberapa jenis akad mudharabah, namun seluruh jenis
akad mudharabahtersbut harus memenuhi rukun dan ketentuan syariah yang mengacu pada
alquran sunnah, ijma’ dan qiyas.

B. Saran
Sebagai seorang muslim hendaknya memperhatikan pertimbangan syara’ didalam seluruh
aspek kehidupan. Manusia merupakan makhluk sosial dan ekonomi yang saling berinteraksi
antara satu dengan yang lainnya. Dan dalam muamalah/interaksinya harus memperhatikan batas-
batas syariat, seperti tidak riba, tidak gharar, tidak ada penipuan dan lain sebagainya.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaza’iri, Abu Bakar Jabir. 2019. Minhajul Muslim. Edisi ke-23. Terjemahan oleh: Musthofa ‘Aini,
Amir Hamzah Fachruddin dan Mutaqin, Kholif. Darul Haq: Jakarta.

Tarmidzi, Erwandi & Associates (ETA). 2019. Sharia Standards. PT. Erwandi Tarmidzi Konsultan.
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai