Anda di halaman 1dari 51

NETNOGRAFI

Pendekatan Kualitatif dalam


Memahami Percakapan di Media
Sosial
ERIYANTO
(Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI)
NETNOGRAFI
Metode untuk menyelidiki
perilaku (BUDAYA) dari
PENGGUNA MEDIA
SOSIAL

MULTIMODALITAS
Metode untuk
memahami makna dari
STUDI KASUS teks. Dalam
FENOMENOLOGI Metode untuk untuk ETNOGRAFI DIGITAL multimodalitas kita
Metode untuk menggambarkan Metode untuk tidak mempelajari
menyelidiki “kasus”, menyajikan menggambarkan individu atau
pengalaman individu. kasus secara secara penggunaan dunia digita organisasi, tetapi
Peneliti memilih detil. Mis: kasus oleh kelompok orang. produk berupa teks.
individu (yang pernah penggunaan media Perilaku selfie, Peneliti melakukan
selfie di Instagram) sosial untuk bagaimana meraka penafsiran /
dan dan destination branding menggunakan digital interpretasi dari teks
mewawancarai Pengumpulan data: untuk selfie. tersebut untuk
mereka. dokumen, arsip, menunjukkan makna di
Pengumpulan data: wawancara, balik isi teks
wawancara individu. observasi.
APA ITU NETNOGRAFI?
• Netnography is “a form of qualitative
research that seeks to understand the
cultural experience that encompass
and are reflected within the traces,
practoces networks and system of online
traces. Online traces can be textual,
graphic, photographic, audiovisual,
musical, commercial sponsored political
fannish, and many other things. These
cultural experience can be engaged with,
communicated through, and then
reflected upon, forming the three
fundamental elements of netnography:
investigation, interaction and
immersion”. (Kozinets, 2020)
Netnografi ≠ Analisis Teks
• Netnografi menggunakan jejek online (posting media
sosial, komentar di situs belanja online, komentar di
forum online / situs berita dsb). Netnografi
memanfaatkan data tersebut untuk memahami budaya
dari media online.
• Sekilas, ini mirip dengan analisis isi (content analysis)
atau analisis teks pada umumnya, di mana peneliti juga
memanfaatkan bahan yang sama. Yang membedakan:
netnografi menggunakan jejek online (digital) tidak
hanya untuk mengetahui isi, tetapi juga budaya.
Netnografi membutuhkan parisipasi dan keterlibatan
(immersion) peneliti. Hal yang tidak dilakukan oleh
peneliti analisis isi.
Menggunakan
Mempelajari
Jejak Online /
Budaya
Digital

Interaksi / Immersive
partisipasi Engagement
(a) Budaya
• Netnografi, seperti etnografi, mempelajari budaya.
Etnografi memusatkan perhatian pada deskripsi mengenai
kebudayaan dari orang / kelompok di dunia digital. Kata
“budaya” di sini tidak merujuk pada suku atau etnis.
Budaya dalam etnografi dipahami sebagai pengetahuan
yang diperoleh, dan dipergunakan orang untuk
menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah
laku sosial (Spradley, 1997: 6).
• Netnografi, seperti halnya etnografi, mempelajari budaya
dari orang / kelompok di dunia digital dalam konteks
(setting) alamiah. Peneliti berusaha menggambarkan
kelompok atau komunitas seperti apa adanya, perilaku yang
biasa dilakukan. Fokus Netnografi, adalah menggambarkan
budaya dari sudut pandang pengguna, berusaha
memahami (verstehen).
(b) Jejak Online / Digital
• Netnografi berangkat dari jejak online / jejak
digital. Jejak digital adalah perilaku orang di
dunia digital yang terekam. Jejak digital ini
bentuknya bermacam-macam, mulai dari
posting di media sosial, komentar di forum
belanja, apa yang dicari di mesin pencarian,
komentar di forum online, dsb.
(c) Partisipasi / Interaksi
• Netnografi, seperti halnya etnografi membutuhkan
partisipasi dari peneliti.
• Hanya, partisipasi dalam penelitian online berbeda
dengan etnografi (offline). Kozinets, lebih menyukai
keterlibatan (engagement) dibandingkan dengan
partisipasi. Peneliti Netnografi tidak ada keharusan
untuk berpartisipasi dalam kelompok online yang
diteliti (misalnya: memberi komentar, like, memberi
perrtanyaan dsb). Tetapi sebaliknya, peneliti etnografi
juga tidak sekedar hanya mengunduh (download)
dokumen dan melakukan koding---seperti pada peneliti
analisis isi.
(d) Immersive Engagement
• Ciri penting lain dari Netnografi adalah peneliti
menceburkan diri (immersion) dengan objek yang
diteliti.
• Hanya berbeda dengan etnografi, immersi dalam
penelitian online / virtual berbeda. Kozinets,
lebih menyukai istilah “immersive engagement”.
Peneliti terlibat dengan fenomena, masalah dan
objek yang diteliti. Keterlibatan ini tidak selalu
harus ditafsirkan sebagai peneliti masuk dalam
suatu komunitas / menjadi anggota komunitas
online, dsb.
ETNOGRAFI NETNOGRAFI
Field site Data site
Catatan lapangan Immersion journal
(fieldnote)
Partisipasi Keterlibatan (Engagement)
Observasi Operasi data
Participant-observer Engaged Data Operations
Interpretasi Integrasi
Kozinets (2020)

Netnografi adalah penerapan metode etnigrafi untuk mempelajari budaya media


sosial. Hanya karena karakteristik media sosial yang berbeda dengan dunia nyata,
netnografi mempunyai ciri yang berbeda.
TAHAPAN PENELITIAN
NETNOGRAFI
Koznets (2015)
Field-Site Data-Site
[ETNOGRAFI] [NETNOGRAFI]
A. INVESTIGATION: MEMILIH DAN
MENSELEKSI DATA
• Netnografi adalah metode yang bersifat data-sites.
Peneliti pertama kali berhadapan dengan data berupa
jejak online (digital). Data ini jumahnya sangat banyak,
dan tidak semua data relevan dalam penelitian.
• Tahap investigation merupakan tahapan di mana
peneliti mencari, menseleksi dan kemudian
menyimpan data untuk diteliti.

Simplifiying Search Scout Select Save


(i) Simplifying
• Tahap di mana peneliti menterjemahkan topik atau
tujuan penelitian yang abstrak ke dalam term, kata
kunci (keyword) untuk menemukan data yang relevan.
• Mis: peneliti tertarik dengan sentimen “Anti-Barat”
terkait dengan kasus Presiden Prancis yang berujung
pada seruan boikot produk Prancis di media sosial.
Data yang relevan adalah posting media sosial yang
menggambarkan “Anti-Barat”. Peneliti berhadapan
dengan data yang besar (ribuan). Peneliti bisa
menemukan data itu dengan menterjemahkan ke
mesin pencari (search-engine). Misalnya mencari
posting melalui kata kunci [“Islam” and “boikot” and
“Prancis”].
(b) Seaching
• Peneliti melakukan pencarian data yang relevan
dengan tujuan penelitian. Peneliti menentukan sites
apa yang akan dipilih: posting media sosial, website,
kolom komentar di berita media online, kolom
komentar produk online, dsb.
• Peneliti bisa memulai dengan kata kunci (keyword),
hastags, kata-kata yang viral (trending), dan
sebagainya. Peneliti bisa menggunakan mesin pencari
(search-engine) seperti Google, Bing, Yahoo,
DuckDuckGo, Ask.fm, Baidu, WolframAlpha, dan
sebagainya. Pencarian bisa berupa kata, gambar,
video,meme, dan sebagainya.
(c) Scouting
• Data yang berhasil didapatkan di tahap
“searching”, jumlahnya sangat banyak. Peneliti
kemudian membaca, klik, menonton,
mendengarkan data-data tersebut.
• Tahap ini penting sebagai dasar peneliti dalam
melakukan seleksi data.
(d) Selecting
• Peneliti memilih data yang jumlahnya banyak
untuk didalami.
• Kriteria yang bisa digunakan dalam melakukan
seleksi adalah: (a) relevansi data dengan tujuan
penelitian; (b) activity: kegiatan atau aktivitas yag
tergambar dalam data; (c) Interaktivitas, apakah
data menunjukkan interaksi dengan pengguna
media sosial lain; (d) keragaman data yang
diambil; (e) kekayaan data / richness yang
diinginkan oleh peneliti
(e) Saving
• Data yang telah dileksi, kemudian disimpan
untuk dikoding dan dianalisis lebih lanjut.
• Data yang disimpan, bisa dalam bentuk
screenshots, scraping, crawling data posting
media sosial, copy and paste, link dari
website, print dari data, dan sebagainya.
• Eriksson &
Salzmann-Erikson
(2016) membuat
penelitian
mengenai
bagaimana
pengguna internet
memperbincangka
n isu mengenai
penggunaan robot
sebagai pengganti
perawat.
• Lichtman (et.al,
2018)
melakukan
penelitian
untuk
memahami
bagaimana
penderita
diabetis
mendiskusikan
mengenai
teknologi baru
yang dikenal
dengan nama
Open APS
(Artificial
Technology
Pancreas).
B. INTERAKSI: PENGUMPULAN DATA
• Netnografi adalah
metode untuk
Kolaborasi
memahami budaya Arsip (Extant)
(Elicited)
pengguna media Peneliti
Peneliti Diproduksi
sosial. Untuk menggunakan
melakukan Peneliti
memahami budaya data yang
kolaborasi "mengkreasi"
tersebut, peneliti sudah ada
dengan atau
(tersedia), jejak
memerlukan data. informan yang "membangkitk
digital. Data
Pada riset diteliti. Data an" data
tersebut telah
netnografi, diperoleh melalui catata
ada sebelum
dengan lapangan.
terdapat tiga peneliti
menyertakan
bentuk data. melakukan
partisipasi
penelitian.
informan.
Tipologi Data Diperoleh Dengan Interaksi antara Peneliti
Cara? dan Partisipan
Arsip Mengambil (mining atau Tidak ada kontak peneliti
(Menggunakan data yang crawling) data yang dengan partisipan
sudah ada / existing, bahan tersedia di internet, mis:
yang sudah tersedia tanpa posting di media sosial dsb
kehadiran peneliti)
Kolaborasi (Elicited) Wawancara dengan Interaksi antara peneliti
(Data diperoleh dengan informan, membuat catatan dengan partisipan
intersksi dengan informan harian, web penelitian.
atau orang yang diteliti Menggunakan aplikasi,
game online, web dan
sebagainya untuk meancing
respon informan
Diproduksi Melakukan observasi Peneliti terlibat dengan cara
(Data diperoleh oleh (pengamatan) dan mengamati dan mencatat
peneliti melalui mencatata hasil kegiatan informan
pengamatan selama proses pengamatan tersebut dalam
penelitian) catatan lapangan
C. PARTISIPASI DAN KETERLIBATAN
(ENGAGEMENT)
• Pada penelitan etnografi, peneliti umumnya melakukan partisipasi dalam
kegiatan yang dilakukan oleh komunitas. Ini dilakukan, misalnya dengan
jalan ikut serta pada aktivitas aggota komunitas. Lewat partisipasi, peneliti
bisa merasakan secara langsung kegiatan yang dilakukan komunitas,
melihat dari dalam dan merasakan bagaimana anggota komunitas
memaknai perilaku meraka. Partsipasi dalam penelitian etnografi, bersifat
embodied, immediate, geographic, temporal dan intersubjektivitas.
• Partisipasi adalah pengumpulan data paling utama dalam etnografi.
Bahkan menurut Boellstorff (et.al, 2012:65), sebuah penelitian tidak bisa
disebut sebagai penelitian etnografi jika tidak melakukan observasi
partisipan. Mengapa? Karena lewat observasi partisipan, peneliti bisa
melakukan “embodied”---merasakan secara langsung (lewat indera dan
tubuh), pengalaman berinteraksi dengan anggota komunitas. Embodied
adalah prinsip paling penting dalam etnografi. Embodied bisa diperolah
hanya jika peneliti berinteraksi dan melakukan observasi partisipan
dengan komunitas.
• Apakah partisipasi mungkin dilakukan dalam
penelitan online? Menurut Kozinets (2020),
pengertian partisipasi berbeda dengan
etnografi. (a) Peneliti berhadapan dengan data
sites, bukan field site. (b) Aktivitas yang
dilakukan oleh pengguna media sosial, lebih
ditujukan untuk publik, dibandingkan dengan
komunitas. Konsep partisipasi sulit diterapkan
dalam Netnografi.
• Kozinets (2020) menawarkan alternatif partisipasi dengan
keterlibatan (engagement). Dalam engagement, peneliti tidak perlu
berpartisipasi dengan kegiatan informan yang diteliti (misalnya ikut
posting, mengomentari posting dari pengguna, memberi tanda like,
share dsb).
• Partisipasi sulit dilakukan karena dalam Netnografi, data umumnya
telah ada sebelum peneliti melakukan penelitian. Engagement
merupakan bentuk keterlibatan peneliti dengan data, bagaimana
peneliti mencurahkan dan terlibat dengan data yang diteliti.
Social
Engagement
Emotional Peneliti ikut
Engagement terlibat
Historical Peneliti da\engan cara
Engagement berusaha berinteraksi
Cultural Peneliti menyelami dengan orang
Engagement menelusuri perasaan, emosi lain (iinforman),
Intelectual Peneliti peka sejarah dari jejak dari informan. bertanya,
Engagement dengan simbol, online. Peneliti memberi
tanda, ritual, dan Bagaimana topik, mencoba ikut komentar dan
Upaya peneliti
tanda-tanda lain ide, gagasan, merasakan sebagainya.
untuk terlibat
scara konseptual yang muncul platform dsb bagaiman adata
dengan topik dalam data yang muncul. tersebut
yang diteliti diteliti. terbentuk

Kozinets (2020)
D. IMMERSING
• Ciri penting dalam penelitian etnografi adalah
immersion, yakni peneliti “menceburkan diri” dengan
orang atau komunitas yang diteliti. Tujuannya agar
peneliti bisa merasakan secara lansgung dan melihat
dari perspektif komunitas yag diteliti. Immersion
umumnya dilakukan dengan cara peneliti datang
langsung ke lokasi (field site), mempelajari bahasa
mereka, terlibat dalam kegiatan, sehingga bisa
memahami dari perspektif orang yang diteliti.
• Pada immersion, peneliti melakukan refleksi. Peneliti
membuat catatan (fieldote) yang menggambarkan
intersubjektivitas dan refleis peneliti atas pengalaman
yang dirasakan selama berada di lapangan.
Kompasiana
• Apakah immersion bisa diterapkan dalam Netnografi?
Menurut Kozinets (2020), immersion dalam Netnografi
berbeda dengan etnografi. (a) Netnografi didasarkan
pada data-site, di mana peneliti berhadapan dengn
data berupa jejak online yang sudah ada ketika peneliti
melakukan penelitian. (b) Penelitian Netnografi tidak
mempunyai field-site, atau komunitas unik yang diteliti
seperti umumnya pada etnografi.
• Netnografi menggunakan prinsip immersion, karena
immersion adalah prinsip penelitian yang
membedakan etnografi (Netnografi sebagai bagian dari
etnografi) dengan penelitian lainnya. Bentuk
immersion dalam Netnografi berbeda.
(i) Peninjauan (Reconnoitering)
• Peneliti melakukan skanning untuk melihat gambaran umum data. Kegiatan
ini diperlukan supaya peneliti tidak tersesat dengan data yang banyak.
Peninjauan ini mirip dengan kegiatan teritorisasi, di mana peneliti
menentukan batas-batas apa yang akan dilihat dan diamati.
• Misalnya, peneliti melakukan penelitian mengenai posting kesehatan
mental di media sosial. Pada tahap investigasi, peneliti sudah mendapatkan
data yang akan dianalisis. Peneliti melakukan peninjauan umum terlebih
dahulu atas data itu, dengan cara memeriksa data yang akan diteliti----
seperti berapa jumlah data, dari media sosial mana saja data tersebut
(Twitter, Facebook, Instagram, Youtube, dan sebagainya), apakah data
posting itu hanya berupa kata ataukah ada posting yang berupa gambar
(foto, meme, video), dari mana saja posting itu berasal, apakah ada hal-hal
yang mencolok pada data (bahasa yang digunakan, kata atau simbol), dan
sebagainya.
(ii) Mencatat (Recording)
• Peneliti membuat catatan atas apa yang peneliti lihat/ baca/
dengar. Pada penelitian netnografi.
• Menurut Kozinets (2020), catatan ini berisis dua hal. Pertama,
apa yang dilihat dan dibaca. Peneliti menggambarkan secara
deskriptif hal-hal apa saja yang dilakukan selama penelitian,
data apa yang dilihat, keputusan apa yang diambil selama
proses penelitian, dan seterusnya. Kedua, pengalaman dan
perasaan peneliti saat melihat dan membaca data. Apakah
peneliti merasa sedih, gembira, kesal, kecewa, marah saat
membaca data-data tersebut. Perasaan ini diekspresikan dalam
bentuk catatan yang berisi emosi peneliti saat melihat dan
membaca data. Deskripsi dan perasaan (emosi) merupakan
dua aspek yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
(iii) Meneliti (Researching)
• Peneliti menggunakan sudut pandang, perspektif tertentu. Sudut pandang
ini bisa berupa dugaan, teori atau konsep tertentu. Pada tahapan ini, peneliti
mencoba mengaitkan data-data yang dilihat dengan teori atau konsep
tertentu (lihat Kozinets, 2020).
• Pertanyaan yang diajukan pada tahap ini misalnya: apa keterkaitan antara
data satu dengan data lain, dikaitkan dengan teori atau konsep tertentu, data
menggambarkan apa? Dan seterusnya. Peneliti juga bisa mempunyai
dugaan atau argumentasi tertentu yang ingin dibuktikan. Pada tahapan ini
peneliti berusaha untuk menjawab apakah argumentasi tersebut didukung
oleh data, dan seterusnya. Peneliti menuliskan secara deksriptif teori atau
konsep yang dipakai, menuliskan apakah teori atau konsep itu sesuai
dengan data.
(iv) Refleksi
• Refleksi adalah kegiatan yang bersifat retrospektif dan
personal (Kozinets, 2020). Disebut retrospektif, karena lewat
kegiatan ini peneliti evaluasi atas apa yang dilihat dari data.
• Refleksi juga bersifat personal karena kegiatan ini
menggabarkan pemaknaan personal peneliti yang bersifat
subyektif. Setelah membaca data posting media sosial, makna
apa yang bisa ditarik oleh peneliti? Apa penafsiran peneliti atas
data-data tersebut. Refleksi bisa dilakukan dengan cara peneliti
berhenti sejenak, memusatkan pikiran dan kemudian
memaknai data-data tersebut.
E. ANALYZING
• Penelitian Netnografi, seperti halnya
pada etnografi, bersifat induktif.
Peneliti mulai dari data, melakukan
koding, menemukan pola-pola, dan
kemudian melakukan interpretasi
dan analisis.
Checking and
Coding Noting Abstracting Generalizing Theorizing
Refinement

•Pemberian •Refleksi atas •Bahan disortir •Peneliti kembali •Mengelaborasi •Membandingka


kode atau data dan catatan dan disaring mengumpulkan sebuah set kecil n generalisasi
kategori data lainnya. untuk data berikutnya dari generalisasi data dengan
yang diambil Biasanya dicatat mengidentifikasi guna yang mencakup sebuah
dari catatan pada bagian frasa yang memisahkan, atau pengetahuan
lapangan, pinggir data. serupa, urutan, mengecek, dan menjelaskan formal
wawancara, Langkah ini hubungan, serta memperbaiki konsistensi (menggunakan
dokumen, atau dikenal juga perbedaan yang pemahaman dalam dataset konstruk atau
materi budaya dengan istilah sama. Proses atas pola, teori), kemudian
lainnya yang memoing. abstracting ini proses, membangun
didapat dari Selanjutnya menciptakan kesamaan, atau teori baru
percakapan peneliti dapat kode dengan perbedaan. sebagai hasil
media sosial.. membuat kategorisasi Peneliti koordinasi
Selama proses beberapa yang lebih tinggi mengecek antara analisis
coding, kode, catatan atas atau lebih kembali data data dengan
klasifikasi, nama data tersebut umum, konstruk yang sudah pengetahuan
atau label konseptual, pola dikode, dapat relevan yang
ditempelkan atau proses. diperbaiki jika sudah ada
pada unit-unit Kemudian ditemukan sebelumnya
tertentu dari dibandingkan informasi baru
data. untuk melihat di lapangan
persamaan dan
perbedaannya
Checking
Generalizin
Coding Noting Abstracting and Theorizing,
g
Refinement

Koding Terbuka (Open Koding Aksial (Axial Koding Selektif (Selective


Coding) coding) coding)
Tujuan dari koding Koding aksial adalah Koding selektif melibatkan
terbuka adalah kelanjutan dari koding pemeriksaan semua data dan
menemuka topik atau terbuka. Koding aksial kode-kode sebelumnya.
tema dari setiap data. pada dasarnya adalah Lewat koding selektif, peneliti
Koding terbuka ini proses menghubungkan menyeleksi kategori atau
pertama kali dilakukan antara topik satu dengan tema yang paling mendasar,
dengan memeriksa topik lainnya yang dan sescara sistematis
semua data, ditemukan pada koding menghubungkannya dengan
memberikan catatan terbuka. Lewat koding kategori atau tema-tema
untuk semua data. aksial, kita mengorganisir lainnya. Pada koding selektif,
Peneliti mencari data dengan cara melihat peneliti mengaitkan tema-
intisari dari data. keterkaitan, hubungan di tema yang diteukan dengan
Setiap jawaban diberi antara topik dan ketegori. konsep (teori) yang dipakai.
intisari.
ILUSTRASI
MEDIA SOSIAL SEBAGAI RUANG
PENGUNGKAPAN KORBAN KEKERASAN
SESKSUAL: Netnografi Kasus Pelecehan Seksual
oleh Golfar Hilman
Tujuan Penelitian
• Masalah seksualitas masih dianggap sebagai masalah yang tabu untuk
dibicarakan secara terbuka. Lewat media sosial, korban merasa lega karena bisa
mengungkapkan kasus yang membuat dirinya trauma dan berharap akan
mendapat dukungan dari banyak orang. Dengan mengungkapkan kasus yang
dialami lewat media sosial, korban perempuan melihat media sosial sebagai
“ruang aman”. Pertanyaan yang menarik, apakah media sosial di Indonesia,
telah menjadi ruang yang aman bagi perempuan korban kekerasan? Ruang
aman yang dimaksud adalah tempat di mana perempuan akan mendapat
dukungan, perempuan bisa bercerita dengan bebas dan terbuka, tanpa ketakutan
disalahkan dan dipojokkan.
• Untuk memahami bagaimana media sosial (terutama Twitter) dipakai sebagai ruang
aman bagi para penyintas kekerasan seksual, penelitian ini mengambil kasus
kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh selebriti, Gofar Hilman terhadap
korban bernama Nyelaras (@quweenjojo).
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode
netnografi, yakni metode
yang digunakan untuk
memahami budaya
pengguna media sosial
(Kozinets, 2020). Budaya
yang dimaksud di sini
adalah media sosial
(Twitter) sebagai ruang
aman bagi korban
kekerasan seksual. Apakah
pengguna media sosial
telah memberikan rasa
aman dalam bentuk
dukungan terhadap korban
yang bicara (speak up)
melalui media sosial.
• Investigasi
Investigasi dilakukan untuk mendapatkan data (data site) yang dipakai dalam penelitian. Data yang diperlukan
adalah data berupa cuitan pengguna Twitter atas pengungkapan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh
Nyelaras (@quweenjojo). Akun Nyelaras dipilih karena ingin melihat sejauh mana media sosial (Twitter) telah
menjadi tempat aman bagi korban kekerasan seksual. Penelitian ingin melihat apakah setelah pengungkapan diri
yang dilakukan oleh korban, pengguna memberikan dukungan yang diberikan pada korban. Total jumlah
komentar atas cuitan (posting) (@quweenjojo terkait pengungkapan kasus kekerasan seksual adalah sebanyak
35.102 cuitan. Cuitan diambil (crawling) menggunakan software NCapture-NVivo. Peneliti kemudian
melakukan seleksi atas cuitan tersebut, berdasarkan engagement (jumlah komentar dan like) dari pengguna
media sosial lain atas cuitan. Pada tahap ini, dipilih 380 cuitan untuk dianalisis lebih lanjut.
• Interaksi
Untuk memahami budaya pengguna media sosial, peneliti melakukan keterlibatan dengan data, mencurahkan
dan terlibat dengan data yang diteliti. Bentuk keterlibatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah keterlibatan
emosional. Keterlibatan emosional (emotional engagement) adalah strategi yang digunakan oleh peneliti untuk
memahami budaya pengguna media sosial dengan cara melibatkan diri secara emosional pada posting pengguna.
Peneliti menempatkan diri pada pihak yang diteliti, mencurahkan emosi (marah, senang, kecewa dan
sebagainya) agar bisa memahami emosi dari pengguna media sosial (Kozinets, 2020).
• Imersi
Penelitian ini menggunakan imersi dengan cara peneliti “menceburkan diri” dengan orang atau komunitas yang
diteliti. Tujuannya agar peneliti bisa merasakan secara langsung dan melihat dari perspektif komunitas yang
diteliti. Imersi dilakukan dalam bentuk catatan imersi (immersion journal). Peneliti mencatat data digital yang
beragam (seperti teks, foto, gambar, meme, audio, visual, audio visual dan sebagainya). Peneliti kemudian
menggunakan keterlibatan emosional untuk memaknai jejak digital tersebut sebagai artefak budaya.

• Integrasi
Integrasi adalah tahapan analisis dan interpretasi data. Pada penelitian netnografi, analisis pada dasarnya adalah
mengintegrasikan semua data yang diperoleh pada saat tahap pengumpulan data (arsip, observasi). Peneliti juga
menggabungkan investigasi, interaksi (keterlibatan peneliti) dan hasil imersi. Integrasi yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah dalam bentuk analisis tematik. Peneliti menemukan tema-tema kunci dari cuitan pengguna
(Braun &Clarke, 2006, 2012, 2013)
Hasil Penelitian
Tema: Tema: Tema:

Menyalahkan Korban Membela Pelaku Membela (Mendukung) Korban

Definisi: posting di media sosial (Twitter) yang Definisi: posting di media sosial (Twitter) yang Definisi: posting di media sosial (Twitter) yang
menyalahkan korban pelecehan seksual. Ini dilakukan membela pelaku. Pembelaaan ini dilakukan dengan mendukung korban. Dukungan ini dilakukan dengan tidak
dengan cara mempermasalahkan pakaian yang mengungkapkan latar belakang pelaku sebagai sosok mempermasalahkan cerita korban atau mengapa baru saat
dikenakan, tempat (lokasi) yang seharusnya tidak tidak baik (“fakboy”), sehingga harus dimaklumi. Atau ini berani bercerita. Posting mendukung dan memuji
dikunjungi korban seorang diri. mempermasalahkan cerita korban yang dinilai tidak keberanian korban untuk bersuara.
masuk akal (misal: korban tidak melawan, suka sama
suka, dan sebagainya).

Sub Tema: Kesalahan Korban Sub Tema: Ragu dengan Cerita Korban Sub Tema: Kritik dan Kecaman atas Tindakan Pelaku

 Kesalahan baju yang dipakai (mis; baju  Meragukan cerita korban (tidak masuk akal) Mengecam tindakan pelecehan pelaku
terbuka, seksi)  Mempertanyakan mengapa korban tidak
 Kesalahan tempat, seharusnya tidak hadir di melawan saat kejadian
acara tersebut (mis: tempat orang mabuk,
banyak alkohol, dsb) Sub Tema: Dukungan pada Korban
 Kesalahan datang seorang diri
Sub Tema: Memaklumi Tindakan Pelaku
 Ikut sedih (prihatin) dengan nasib korban
Sub Tema: Kritik atas Cerita Korban di Media Sosial
 Menguatkan dan mendukung korban
 Empati dengan trauma korban
 Memuji pelaku sebagai sosok yang macho
 Seharusnya mengumpulkan bukti-bukti dan (banyak pacar) Sub Tema: Dukungan atas Tindakan Korban untuk
saksi  Karakter (sifat) pelaku Bercerita di Media Sosial
 Seharusnya tidak hanya cerita di media sosial  Praduga tidak bersalah
 Mencari popularitas (pansos), setelah 3 tahun
baru cerita
 Memuji korban yang berani bicara
 Seharusnya lapor ke polisi
 Korban menginsiprasi orang lain yang mengalami
nasib sama agar berani bicara
• Media sosial (Twitter) masih belum menjadi ruang aman bagi
korban. Di satu sisi, korban mendapat banyak dukungan
warganet. Keberanian korban juga dipuji karena diharapkan
dapat mendorong korban lain agar berani bersuara.
• Tetapi di sisi lain, suara warganet masih menempatkan korban
sebagai pihak yang salah. Korban dicari-cari kesalahannya
hingga terjadi kekerasan seksual, mulai dari pakaian yang
dikenakan, datang seorang diri hingga pernyataan bahwa
seharusnya perempuan tidak datang ke tempat clubbing.
Twitter masih belum menjadi ruang aman juga terlihat dari
banyaknya cuitan (komentar) yang mempertanyakan motivasi
korban dalam mengungkapkan cerita di media sosial.
Warganet menyalahkan korban seharusnya mengumpulkan
bukti dan saksi, atau melaporkan ke polisi jika mengalamai
kekerasan seksual bukan dengan bercerita di media sosial.
• Media sosial menunjukkan wajah yang ambigu terkait dengan ruang aman
bagi korban kekerasan seksual. Media sosial memberikan kesempatan
kepada korban untuk berbagi pengalaman terkait dengan trauma yang
dialami. Lewat anonimitas, korban bisa mengungkapkan pengalaman
dengan lebih nyaman. Hanya saja media sosial seperti terlihat dalam
penelitian ini bisa berpotensi menjadi sumber kekerasan baru, ketika
banyak serangan yang dibuat oleh warganet kepada korban. Warganet
dengan anonimitasnya juga melakukan kritik atas apa yang dilakukan
korban. Ini bisa menjadi sumber trauma bagi perempuan korban kekerasan
seksual.
• Ambiguitas ini tercermin dalam banyak komentar warganet, di mana di
satu sisi prihatin dengan kondisi korban tetapi di sisi lain mencurigai dan
mengkritik korban. Misalnya, pernyataan berikut banyak muncul dalam
cuitan warganet, “Ikut prihatin dengan peristiwa yang dialami, tetapi
seharusnya……. [tidak datang ke clubbing,/ tidak datang ke tempat acara
sendirian/ tidak mengenakan baju yang longgar, dan sebagainya]
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai