Makalah ASKEP Kep Jiwa Pada Psikososial Penderita Penyakit Kronik Kondisi Terminal
Makalah ASKEP Kep Jiwa Pada Psikososial Penderita Penyakit Kronik Kondisi Terminal
Disusun Oleh :
Desi Putrie Anggraini
Reza Purwasih
Puji syukur kehadirat Tuhan Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Askep ini dengan judul Asuhan Keperawatan
Dalam penyelesaian proposal ini tim penulis banyak mendapat bantuan materil maupun
moril dari berbagai pihak, untuk itu tim penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat tim penulis sebutkan
Tim penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini, namun
tim penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan dan kelemahan baik secara materi
maupun teknik penulisan, saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat
Tim Penulis
DAFTAR ISI
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar Penyakit Kronis
1. Pengertian.......................................................................................... 4
2. Sifat Penyakit Kronik........................................................................ 4
3. Dampak Penyakit Kronik terhadap klien.......................................... 4
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit kronik......................... 5
5. Respon klien terhadap penyakit kronik............................................. 5
6. Perilaku klien dengan penyakit kronis............................................... 7
7. Respon keluarga................................................................................. 7
8. Penatalaksanaan................................................................................. 8
B. Konsep dasar Penyakit Kronis
1. Pengertian.......................................................................................... 10
2. Jenis-jenis penyakit terminal............................................................. 10
3. Manifestasi klinik.............................................................................. 10
4. Fase-fase Kehilangan dengan Respon Cemas yang Berhubungan
dengan Penyakit Terminal................................................................... 11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Terminal
1. Pengkajian ......................................................................................... 15
2. Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 19
3. Perencanaan Keperawatan ................................................................ 19
B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Kronik
1. Pengkajian ......................................................................................... 20
2. Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 21
3. Perencanaan Keperawatan ................................................................ 22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 27
B. Saran.................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 29
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan
yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Peran perawat sangat komprehensif
dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang
merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap
diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (Basic spiritual needs, Dadang Hawari,
1999).
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan
meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan
dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin
bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis seperti
penyakit diabetes militus, penyakit cordpulmonaldeases, penyakit arthritis. Pasien dengan
penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang
panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang
ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya
kematian.
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama
perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang
komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia
mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan
bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai
fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
5
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut begitu juga dengan pasien
pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi
juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal
sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat
adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien kronis untuk membantu pasien
menghadapi penyakitnya.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
mengenal dan mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami
penyakit kronis dan Terminal
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-dampak yang terjadi
pada klien penyakit kronis dan terminal
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien Terhadap
Penyakit Kronis dan terminal
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien
penyakit kronis dan terminal
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
penyakit kronis dan terminal
6
C. Metode penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode diskritip melalui pendekatan studi kasus
yang meliputi pengumpulan data, analisa data, dan menarik kesimpulan. Metode ini
dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lain (internet) yang
berhubungan dengan judul dan permasalahan.
D. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan :
Terdiri atas Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis :
Pengertian penyakit kronik, Sifat, Dampak, Factor-faktor, Respon
dan Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis dan terminal
BAB III :
Terdiri atas Konsep asuhan keperawatan penyakit kronik dan
terminal
BAB IV Penutup :
Terdiri atas Kesimpulan dan Saran-saran.
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
9
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
3) Kehilangan situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga dan kelompoknya
4) Kehilangan rasa nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri, dll
5) Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal
harus dibantu melalui hemodialisa
6) Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
7) Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image), peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah
8) Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
9) Klien menarik diri dari lingkungan
Hubungan sosial klien dapat terganggu sebagian maupun yang
total. Contohnya hubungan terganggu sebagian, klien masih berhubungan dengan
lingkungan sekitar, tetapi klien malu-malu dan tidak percaya diri untuk bergaul
dengan orang secara berkelompok.Apabila terganggu total, klien sudah tidak ingin
berinteraksi lagi dengan lingkungan sekitar, klien hanya ingin menyendiri (menarik
diri dari lingkungan).
6. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang
dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
1) Penolakan (Denial)
10
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat
(menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnyaberat) dan
menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi
efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum
tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek
jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
2) Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan
sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan
perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan
terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri
yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri.
Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu
dengan penyakit kanker.
3) Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis.Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit
jantung mengalami depresi.
7. Respon keluarga
Keluarga juga mengalami respons yang sama dengan pasien atas penyakit yang diderita
oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu :
1) Penolakan (Denial)
Sama halnya dengan pasien atau individu, keluarga yang tidak siap atau tidak
menerima dengan kondisi yang ada pada pasien. Keluarga mengangap penyakit
yang diderita tidak terlalu berat dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan
segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek.
11
2) Cemas
Keluarga akan memperlihakan ekspresi cemas akan diagnose yang telah
divonis oleh pihak medis. Pihak keluarga cemas akan tidak bisa sembuh
penyakit tersebut dan takut ditinggalkan dalam jangka waktu dekat oleh pesien.
3) Depresi
Keluarga yang terkejut dan tidak bisa menerima keadaan terhadap situasi
yang dialami pasien akan mengalami depresi.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang optimal pada klien dengan kondisi kronis adalah sangat
penting. Penatalaksanan harus melibatkan kesehatan mental, memantau perkembangan
klien, dan melibatkan keluarga. Pengobatan sederhana tidak cukup. Klien harus bekerja
sama dengan tim kesehatan, percaya terhadap pengobatan yang diberikan, dan
mempunyai keluarga yang mendukung dan membantu dalam rencana pengobatan.
Beberapa prinsip penatalaksanaan klien dengan kondisi kronis adalah sebagai berikut:
1) Pendidikan kesehatan
Menjelaskan kepada klien tentang perjalanan penyakitnya dan keterbatasan
pengobatan.Pendidikan kesehatan harus langsung pada penderita dan keluarganya
dan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
2) Merespons terhadap emosi
Dengarkan baik-baik, berikan waktu yang cukup bagi klien dan keluarganya
untuk mengemukakan perasaannya, kekhawatirannya, dan harapannya.
3) Melibatkan keluarga
Dukungan pada keluarga dan petunjuk penatalaksanaan sangat
penting.Keluarga harus dibantu agar tidak melakukan sikap yang berlebihan
terhadap anak, seperti terlalu melindungi, terlalu khawatir dan memberikan
perhatian berlebihan.
4) Melibatkan pasien
Bila klien dilibatkan dalam penatalaksaan penyakitnya, maka mereka akan lebih
patuh dan bertanggungjawab.
5) Melibatkan tim multidisiplin
12
Beberapa ahli diperlukan dalam menatalaksana remaja dengan kondisi kronis,
seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, okupasi-terapis, fisioterapis, ahli gizi, dan
ahli lain yang terkait.
6) Menyediakan perawatan yang berkelanjutan
Klien dengan kondisi kronis membutuhkan seseorang yang bisa dipercaya.
Paling sedikit salah satu dari anggota tim, lebih baik dokter dari pusat kesehatan
primer (seperti Puskesmas), yang membina hubungan jangka panjang dengan
penderita dan keluarganya. Peran dokter disini adalah mengkoordinasi perawatan
berbagai spesialis (multidisiplin), memantau tumbuh kembangnya, memberikan
petunjuk yang mungkin diperlukan, dan lain sebagainya.
7) Menyediakan pelayanan rawat jalan yang komprehensif
Diperlukan pelayanan psikologikal, belajar bersosialisasi, pendidikan,
penelitian, dikatakan bahwa klien yang mendapatkan pelayanan yang
komprehensif, dapat menurunkan frekuensi rawat inap, lama dirawat, biaya di
rumah sakit, dan menurunkan kemungkinan dirawat kembali.
8) Merujuk ke kelompok pendukung (kelompok sebaya atau kelompok penyakit
sejenis). Ikut dalam kelompok pendukung dapat saling tukar pengalaman dan
informasi antara penderita dan keluarga lain dengan masalah yang sama.
9) Mengembangkan teknik menolong diri sendiri, seperti : Pelatihan (terapi perilaku)
Terhadap klien dalam teknik mengatasi stres atau rasa sakit, dapat membantu klien
mengurangi stres terhadap penyakit dan pengobatan yang diberikan.
10) Pembatasan
Bila kepatuhan atau perilaku yang menjadi masalah, remaja harus dibuat disiplin,
dan tim yang merawat serta keluarganya harus setuju dan mendukung.
11) Perawatan di rumah sakit
Bila diperlukan perawatan remaja di rumah sakit, terbaik bila ditangani dalam
lingkungan yang kondusif untuk kebutuhan perkembangan remaja.
13
B. Konsep Dasar Terminal
1. Pengertian
Kondisi terminal adalah suatu proses yang proagresif menuju kematian berjalan
melalui sesuatu tahapan proses penurunan fisik. psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito 1995).
Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan jam-jam
terakhir kehidupan di mana bertujuan:
a. Mempertahankan hidup.
b. Menurunkan distress.
c. Meringankan dan mempertahankan kenyamanan selama mungkin.
Secara umum kematian adalah sebagian dari proses kehidupan yang dialami oleh siapa
saja meskipun demikian hal tersebut tetap saja menimbulkan perasaan ngeri dan takut,
tidak hanya pada klien akan tetapi juga pada keluarganya dan bahkan pada mereka yang
merawat serta mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi di tengah keluarga,
kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya. Untuk menghindari
hal tersebut bukan hanya keluarga saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan
penyakit yang dideritanya.
3. Manifestasi Klinik
1) Fisik
Gerakan penginderaan menghilang secara berangsur-angsur dimulai dari ujung
kaki dan ujung jari.
14
Aktifitas dari gastrointestinal berkurang.
Reflex mulai menghilang.
Suhu klien biasanya tinggi tapi terasa dingin dan lembab terutama pada kaki dan
tangan dan ujung-ujung ekstremitas atas dan bawah.
Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.
Denyut naddi tidak teratur daan lemah.
Nafas berbunyi keras dan cepat mendengkur.
Penglihatan mulai kabur.
Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.
Klien dapat tidak sadarkan diri.
2) Psikososial
Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kubbler Rosa
mempelajari respon-respon atas menerima kematian dan maut secara mendalam
dari hasil penyelidikan penelitiannya yaitu respon kehilangan yang menampilkan
anatra lain:
Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah atau air muka.
Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan kemudian
mengendor.
Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau menangis.
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan untuk berhubungan
secara personal serta akibat penolakan.
15
Elizabeth Hubbler Ross mengambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien dalam
menghadapi bayangan atau kehilangan yang sangat bermanfaat untuk memahami
kondisi klien pada saat itu adalah:
1) Pengingkaran (Denial)
Adalah ketidakmampuan menerima kehilangan untuk membatasi atau mengontrol
nyeri dan distress dalam menghadapi. Gambaran pada tahap denial yaitu:
Tidak percaya diri
Shock
Mengingkari kenyataan akan kehilangan
Selalu membantah dengan perkataan tidak
Diam terpaku
Bingung, gelisah
Lemah, lemas, pernapasan dan nadi cepat, berdebar-debar.
Nyeri tubuh, mual.
2) Tahap Anger (Marah)
Adalah tahap kekesalan terhadap kehilangan. Gambaran pada tahap marah atau
anger, yaitu:
Klien marah-marah
Nada bicara kasar
Suara tinggi
3) Tahap Tawar-menawar (Bergaining)
Adalah cara koping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan
menciptakan kembali tingkat control. Gambaran pada tahap ini adalah:
Sering mengugkapkan kata-kata kalau anda
Sering berjanji pada Tuhan
Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu
Merasa bersalah terus menerus
Kemarahan mereda.
4) Tahap Depresi
Adalah ketiadaan usaha apapun untuk mengunngkapkan perasaan atau reaksi
menghilang. Gambaran pada tahap ini adalah :
16
Klien tidak banyak bicara
Sering menangis
Putus asa
5) Tahap Acceptance atau menerima
Adalah akhirnya klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan. Gambaran pada
tahap ini adalah:
Tenang/damai
Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru
Berpartisipasi aktif
Tidak mau banyak bicara
Siap menerima maut.
Tidak semua orang dapat melampaui ke lima tahap tersebut dengan baik, dapat saja
terjadi ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan timbul bentuk-bentuk reaksi lain.
Jangka waktu periode tahap tersebut juga sangat individual.
Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi setiap individu.
Ini merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada individu
tersebut, dari ancaman tersebut timbul suatu rentang respon pada individu. Cemas dapat
dipandang suatu keadaan ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat
mengusahakan koping.
Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat digambarkan dalam
suatu rentang yaitu harapan. Ketidakpastian dan putus asa.
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
17
Keterangan gambar:
a. Harapan
Adalah mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan adanya
harapan dapat mengurangi stress sehingga klien dapat menggunakan koping yang
tidak adekuat.
b. Ketidakpastian
Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang disertai dengan rasa
tidak aman dan putus asa. Meskipun secra medis sudah dapat dipastikan akhirnya
prognosa dapat mempercepat klien masuk dalam respon maladaptif.
c. Putus Asa
Biasanya ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi upaya yang
berhasil untuk mengenal penyakitnya. Dalamm kondisi ini dapat membawa klien
merusak atau melukai diri sendiri.
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
19
Contoh yang negative:
Menyangkal masalah
Pemakai alcohol
S. (Support Sistem)
Yaitu keluarga atau orang lain yang berarti.
Contoh yang positif:
Keluarga
Lembaga masyarakat.
O. (Optimum health goal)
Yaitu alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi).
Contoh yang positif:
Menjadi orang tua
Melihat hidup sebagai pengalaman yang positif
Contoh yang negative:
Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat
Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik
N. (Nervus)
Yaitu bagian dari bahasa tubuh yang mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau
mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif:
Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan
Contoh yang negative:
Tidak berusaha dalam melibatkan dalam perawatan
Menunda keputusan
Pengkajian yang perlu diperhatikan pada klien dengan penyakit terminal meliputi:
a) Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit terminal.
System pendekatan pada klien:
Alas Kerud mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:
20
Riwayat psikososial termasuk hubungan interpersonal. Penyalahgunaan zat,
perawatan psikiatri sebelumnya.
Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.
Social support system termasuk sumber-sumber yang ada dan kebutuhan
support tambahan.
Tingkatan perkembangan.
Kemampuan koping.
Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.
Identitas kepercayaan diri. Pendekatan nilai-nilai filosofi hidup.
Adanya reaksi sedih dan kehilangan.
Pengetahuan klien tentang penyakit.
Pengalaman masa lalu dengan penyakit.
Persepsi dan wawasan hidup respon terhadap klien penyakit terminal, persepsi
terhadap dirinya. Sikap keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan
dan beratnya perjalanan penyakit.
b) Faktor sosial cultural
Klien mengekspresikan sesuai degan tahap perkembagan, pola kultur atau
latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan kematian yang
dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal
c) Faktor presipitasi
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien penyakit terminal adalah :
Prognosa akhir penyakit yangmenyebabkan kematian.
Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.
Support dari keluarga dan orang terdekat.
Hilangnya harga diri,karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga klien menarik
diri,tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
Selain faktor itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor predisposisi
diantaranya :
Penyakit kanker
Penyakit akibat infeksi yang parah
21
Congestif Renal Failure
Akibat kecelakaan yang fatal
d) Faktor Perilaku
Respon terhadap klien
Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan mengalami krisis dan
keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien mudah tersinggung,sehingga
secara langsung dapat menganggu fungsi fisik atau penurunan daya tahan
tubuh.
Respon terhadap Diagnosa
Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal adalah shock
atau tidak percaya,perubahan konsep diri klien terancam,ekspresi klien dapat
berupa emosi,kesedihan dan kemarahan.
Isolasi Sosial
Pada klien penyakit terminal merupakan pengalaman yang sering dialami,klien
kehilangan kontak degan orang lain dan tidak tahu denga pasti bagaimana
pendapat orang terhadap dirinya.
e) Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan penyakit terminal
adalah:
a) Denial adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik,
yang berfungs sebagai pelindung klien untuk memahami penyakit secara
bertahap,tahapan tersebut adalah :
Tahap awal yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “Saya
harus meninggal karena penyakit ini”.
Tahap Kronik adalah persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari
dengan sakit akan meninggal tetapi tidak sekarang “ Proses ini mendadak
dan timbul perlahan lahan.
Tahap akhir menerima kehilangan “Saya akan meninggal “ kedamaian
dalam kematianya sesuai dengan kepercayaanya.
b) Regresi
22
Mekanisme koping klien untuk menrima ketergantungan terhadap fungsi
peranya,mekanisme koping ini juga dapat memecahkan masalah pada peran
sakit klien dalam masa penyembuhan.
c) Kompensasi
Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasnya karena
penyakit yang dialami.
d) Belum menyadari (Closed Avereness )
Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian,tidak
mengerti mengapa klien sakit,dan mereka yakin klien akan sembuh.
e) Berpura-pura (Mutual Prelence)
Yaitu klien dan keluarga ,perawat dan tenaga kesehatan lanya tahu prognosa
penyakit terminal.
f) Open Avereness
Yaitu klien dan keluarga menerima atau mengetahui klien akan kematian dan
merasa tenang untuk mendiskusikan adanya kematian.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ansietas / Cemas
2) Isolasi sosial menarik diri
3) Gangguan komunikasi verbal
4) Antisipasi berduka
5) Self care deficit
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan perawatan pada klien penyakit terminal :
1) Membantu klien untuk hidup lebih nyaman dan sepenuhnya sampai meninggal.
2) Membantu keluarga member support pada klien
3) Membantu klien dan keluarga untuk menerima.
Kriteria Hasil dan Management Efektif :
1) Koping yang efektif klien dan keluarga yang tidak mengetahui kematian ditandai
dengan :
23
Percakapan antara keluarga dank lien tentang hari terakhir dan jam terakhir
yang disukai.
Percakapan antara klien dan keluarga tentang kepercayaan spiritual dan
tentang adanya kematian.
Interaksi antara klien dan keluarga yang berhubungan dengan arti kehidupan
dan ketakutan yang berhubungan dengan kematian.
2) Proses pemisahan yang berguna untuk klien dan keluarga di tandai dengan :
Klien member kenang kenangan pada anggota keluarga
Klien mengucapakan selamat tinggal kepada setiap anggota keluarga
Perubahan ekspresi verbal tentang cinta antara keluarga dan klien
Klien membuang semua harapannya
Diskusi antar klien dengan pasanganya tentang bagaimana mengatakan
kematian pada anak-anaknya dan bagaimana anak berpartisipasi dalam proses
pemakaman.
3) Greiving untuk klien dan keluarga yang akan terjadi dan saling menghibur,ditandai
dengan :
Saling berbicara
Menangis bersama
Saling berpelukan
Mempertahankan kontak fisik selama klien mengalami kemunduran fisik.
4. Evaluasi
1) Klien dapat mengontrol rasa sakit
2) Klien dapat mengekspresikan rasa marah, sedih dan kehilangan.
3) Klien mempersiapkan kematian dan menggunakan support spritual dan sosial.
24
D. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Kronik
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses keperawatan dari
pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian terhadap klien hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a) Respon emosi klien terhadap diagnose
b) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
c) Upaya klien dalam mengatasi situasi
d) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
e) Persepsi dan harapan klien
f) Kemampuan mengingat masa lalu
Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a) Respon keluarga terhadap klien
b) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
c) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
d) Kapasitas dan system pendukung yang ada
e) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
f) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan yang
terjadi
Pengkajian terhadap lingkungan
a) Sumber daya yang ada
b) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
c) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
d) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses pengkajian klien
dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
25
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan kehilangan dan
perubahan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dampak penyakit yang dialami
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan ketidakmampuan dan
ketidak pedulian karena stress
e. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
f. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di hargai
DO : 3. Meyakinkan
26
bergaul dirinya dapat
Bicara klien lambat diterima oleh
dan nada suara lemah keluargnya dan
tidak perlu takut
dan malu.
2. Isolasi sosial Setelah dilakukan Bina hubungan Rasa saling
berhubungan dengan tindakan keperawatan saling percaya pecaya telah
gangguan kondisi selama 2x24 jam, Latih klien cara- terbina,
kesehatan yang ditandai klien mulia bisa cara berinteraksi mempermudah
dengan : bergaul dengan KH : dengan orang lain perawat untuk
DS : Klien mulai secara bertahap mengkaji dan
Klien mengatakan merasa nyaman Diskusikan mendapatkan
tidak nyaman jika jika berada dengan keluarga informasi dari
berada didekat orang didekat orang lain pentingnya klien
lain, karena Klien bisa interaksi klien Cara-cara dan
kondisinya sekarang melakukan dengan keluarga contoh yang
Lebih senang sendiri tindakan di luar terdekat merupakan
DO : kamar Libatkan klien pembelajaran
Klien banyak diam Klien bisa bergaul dalam terapi yang efesien
dan kurang mau tanpa rasa malu kelompok secara untuk klien
berbicara dan takut bertahap memulai untuk
Klien tampak sedih, berani bergaul
ekspresi datar dan dengan orang
dangkal lain
Dukungan
keluarga sangat
berarti untuk
kesembuhan
klien, dengan
interaksi yang
baik dapat
27
menunjukkan
rasa perhatian
Untuk membuat
klien mampu
berinteraksi
dengan baik,
perlu bertahap
dan perlahan.
Dengan terapi
kelompok
memungkinkan
klien bisa
berinteraski.
3. Kecemasan yang Setlah dilakukan Kaji tingkat Untuk
meningkat berhubungan tindakan selama 2x24 kecemasan klien mengetahui
dengan ketidakmampuan jam, ansietas klien dari ttv, nafsu kecemasan klien
mengekspresikan berkurang dengan makan, Agar klien
perasaan yang ditandai KH : Beri dorongan tenang dan
dengan KH : Klien mampu pada klien untuk menerima
DS : menunjukkan mengungkapkan kondisi
Klien merasa takut koping yang baik pikiran dan kesehatannya
penyakitnya tidak Klien mampu perasaan sekarang
bisa disembuhkan mengungkapkan Berikan Dukungan
Klien juga perasaan dan bisa penyuluhan keluarga
mengkhawatirkan bertukar pikirang kepada keluarga merupakan
keluarganya dirumah dan perasaan dan ajak untuk perhatian yang
DO : bersama sama bisa memotivasi
Klien tampak tidak memotivasi klien klien untuk
bisa untuk tidur sembuh
Klien tampak lemah
dan lesu akibat
28
kurang tidur
4. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan Kaji secra verbal Data awal untuk
berhubungan dengan perawatan selama dan nonverbal menentukan
dampak penyakit yang 2x24 jam, body image respon klien intervensi yang
dialami yang di tandai klien teratasi dengan terhadap tepat untuk klien
dengan : KH : tubuhnya Apabila lkien
DS : Body image klien Libatkan dan tahu tentang
Klien mengatakan positif jelaskan klien pengobatan,
malu dengan Mendeskripsikan tentang perawatan
keadaanya sekarang factual perubahan pengobatan, kemajuan dan
Klien mengatakan fungsi tubuh perawatan prognosis
tidak menyangka Mempertahankan kemajuan dan penyakit, akan
penyakitnya interaksi sosial prognosis membuat klien
bertambah parah penyakit sedikit tenang.
DO : Fasilitasi kontak Dan mampu
Perubahan aktual dengan individu menentukan
pada fungsi lain dalam intervensi yang
Luka gangren klien kelompok kecil tepat untuknya
bertambah parah dan Untuk
mulai mengeluarkan membantu klien
bau tidak sedap agar dapat
bersosialisasi
dengan oaring
lain.
5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Bantu klien untuk Agar kebutuhan
personal Hygine tindakan keperawatan personal hygine kebersihan
berhubungan dengan selama 2x24 jam, sesuai kebutuhan terpenuhi secara
ketidakmampuan dan personal hygiene klien yang di anjurkan baik
ketidak pedulian karena terpenuhi dengan Dukung Melatih klien
stress yang ditandai KH : kemandirian untuk mandiri
dengan KH : untuk melakukan dan mampu
29
DS : Klien personal hygine melakukan
- Klien mengatakan mengatakan jika personal hygiene
tidak mampu untuk merasa segar dan memungkinkan sendiri
membersihkan diri nyaman Berikan Agar klien sadar
secara maksimal Klien mampu penjelasan kepada akan pentingnya
- Klien mengatakan menjaga klien akan kebersihan diri
tidak peduli mau mandi kebersihan pentingnya dan mampu
atau tidak, yang dia dirinya kebersihan diri menjaga
pikirkan hanya Tidak tercium baik secara kebersihan
penyakitnya lagi bau tidak kesehatan, agama dirinya sendiri.
- Klien mengatakan sedap maupun sosial
tidak mengetahui cara Klien tampak
merawat luka dengan bersih mulai dari
baik dan benar, hanya pakaian
menunggu perawat saja
yang melakukannya
DO :
- Mulai tercium bau
tidak sedap dari tubuh
dan luka klien
- Klien tampak tidak
menjaga kebersihan diri.
30
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau
sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan
psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
31
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien.
32
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati dkk, 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Psikososial,
Jakarta: Transinfo Media
Doenges E. Marilynn, Moorhouse Frances Mary, Geisster C Alice. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien jiwa
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan jiwa Edisi 8. Jakarta: EGC
Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit
kronik dan terminal Jakarta: Depkes RI.
Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC
33