Anda di halaman 1dari 5

Nama : Safarika Nur Laili

NIM : 933101619

Prodi : Studi Agama Agama (A)

UAS MANAJEMENE RESOLUSI KONFLIK

1. Coba anda narasikan / ceritakan, 2 peristiwa konflik yang diawali oleh “prasangka”,
a. Yang pernah anda alami!

Jawaban : Pengalaman pribadi saya terkait konflik yang diawali prasangka ialah ketika stigma
akan standart kecantikan perempuan di era modern ini terus digencarkan. Cantik ialah mereka
(perempuan) yang memiliki kulit putih atau glowing, badan seksi dan tinggi, berambut lurus, bibir
penuh warna merah. Dan hal ini tidak hanya terlontar pada mulut secara langsung melainkan juga
di boomingkan di media sosial. Dengan begitu, perempuan di luar sana rela membeli kosmetik,
skincare ataupun produk kecantikan dengan nominal harga yang tidak sedikit, pun banyak pula
berbelanja pakaian hanya untuk memenuhi tampilan gaya, salah satu dari perempuan itu adalah
saya. Saya yang sempat mengalami hal tersebut menjadi merasa terus kekurangan sebab adanya
standart kecantikan tersebut; sekarang saya mencintai diri ini apa adanya. Sebelum itu, yang
menjadi konflik dalam diri saya ialah kata “mereka” (bisa saudara, teman atau orang lain) yang
terus menerus membully saya karena hal fisik dari sinilah menjadikan prasangka buruk dalam diri
yang berujung konflik batin dan menjadikan saya sering insecure untuk bergaul dengan “mereka”.

b. Yang anda bayangkan, pada konflik keagamaan

Jawaban : Aliran agama Islam yang ada di Indonesia tidak sedikit jumlahnya, salah satunya
Ahmadiyah. Aliran ini menduduki aliran minoritas di Indonesia yang sering menerima prasangka
buruk yang berujuk pada diskriminasi dan bahkan kekerasan. Hal ini terbangun akibat stigmatisasi
terhadap Ahmadiyah melalui penetapan hukum, peraturan, dan norma oleh intuisi dan organisasi
masyarakat yang dominan, misalnya menyoal fatwa MUI sesat Ahmadiyah. Dengan demikian
mengakibatkan kelanggengan prasangka negative terhadap Ahmadiyah sehingga kekerasan yang
menimpanya suatu hal yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian peristiwa tersebut, penting
adanya komunikasi yang mana dapat memerankan diri dalam meredam kekerasan melalui proses
penciptaan kebersamaan dalam makna sehingga hilanglah prasangka-prasangka antar kelompok.
2. Setujukah anda, bahwa “pluralisme” merupakan bagian yang penting dalam resolusi
konflik? Mengapa!

Jawaban : Saya setuju “pluralisme” dikatakan bagian yang penting dalam resolusi konflik. Sebab
pluralisme bukanlah relativisme yang menganggap semua hal benar menurut versinya masing-
masing. Akan tetapi pluralisme berusaha merayakan keberbedaan tafsir dan kebenaran masing-
masing agar tetap hidup dan memberi manfaat pada manusia. Keberbedaan dianggap sebagai
sunnatullah, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an Surah Al-Hujarat: 10, bahwasannya disitu
sangat jelas bahwa al-Qur’an mengajarkan manusia tentang pentingnya menjaga kerukunan,
toleransi dalam bingkai saling memberi pengetahuan tentang kelebihan masing-masing. Dengan
begitu Al-Qur’an telah mengajarkan manusia pentingnya merayakan perbedaan dalam koridor
berusaha saling memberi manfaat dan menebar kebaikan bagi kehidupan. Dari sini pluralisme
mengajarkan sikap empati dan saling menyayangi, menghargai, dan berusaha: mengetahui,
memahami, mengerti keyakinan orang lain, melalui dialog dan silaturahmi. Karena dengan hal itu
konflik yang terjadi atas nama agama bisa terselesaikan dengan damai. sebagaimana diajarkan
dalam agama Islam.

3. Dalam upaya penyelesaian konflik, seorang fasilitator harus mampu terlebih dahulu
menganalisis konflik. Ada tiga model analisis yang pernah saya jelaskan, sebutkan apa
saja? dan jelaskan masing-masing secara singkat!

Jawaban : Model-model analisis konflik diantaranya sebagai berikut :

1) Model pemetaan konflik, melalui langkah-langkah, sebagaimana berikut:


a. Menentukan apa yang ingin dipetakan
b. Menempatkan kita dalam peta
c. Ajukan beberapa pertanyaan, seperti :
1. Siapa pihak yang terlibat?
2. Siapa kelompok kecil ; kelompok besar
3. Apa hubungan antar pihak? Bagaimana cara pihak terwakili dalam peta? Siapa yg
beraliansi? Siapa yg berhubungan dekat? Siapa yg hubungannya retak? Siapa yang
berkonfrontasi?
4. Apa saja isu pokok para pihak? Bagaimana hubungan kita, penengah dalam peta?
2) Model Penuturan Cerita (story telling). Analisis ini bertujuan memahami berbagai versi
penilaian masing-masing pihak yang berkonflik mengenai cerita yang sama. Langkah-
langkah model story telling diantaranya sebagai berikut :
a. Datangilah masing-masing kelompok yang bertikai dan dengarkan cerita mereka
tentang konflik tersebut.
b. Buatlah daftar poin-poin utama yang sesuai dengan konflik tersebut khususnya yang
dianggap penting
c. Buatkah sekali lagi daftar yang saling berlawanan dalam satu baris yang sama
d. Buatlah garis waktu. Menjelaskan pandangan masing-masing pada waktu yang sama
e. Cari perbedaan atau informasi yang kurang, usahakan mengumpulkan informasi yang
dimaksud
f. Pengumpulan informasi terpisah, namun jika menghendaki adakan pertemuan.
3) Model analisis kekhawatiran dan kebutuhan (fears and needs). Model ini didasarkan pada
asumsi bahwa orang-orang terdorong kepada konflik karena ingin mengatasi kekhawatiran
dan memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian jika keduanya dikenali dengan baik, akan
mudah melakukan intervensi terhadap konflik, guna mengurangi kekhawatiran dan
membantu mencapai kebutuhan. Langkah-langkah analisis kekhawatiran sebagai berikut :
a. Dengarkan secara seksama masing-masing kelompok yang mengemukakan
kekhawatiran dan kebutuhannya. Ajukan pertanyaan pada hal yang kurang jelas.
b. Buatlah daftar kekhawatiran dan kebutuhan mereka
c. Perhatikan sekali lagi apakah kekhawatiran dan kebutuhan tersebut yang menjadi
penyebab konflik?
4. Dalam proses fasilitasi konflik, seorang atau tim fasilitator harus mampu memiliki
kemampuan-kemampuan tertentu, sebutkan apa saja!

Jawaban : Beberapa kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki fasilitator konflik adalah :


kemampuan orientasi, persepsi atau menghargai perbedaan, kecerdasan emosi, berkomunikasi,
berfikir dan kritis.

5. Cantumkan 3 artikel dari jurnal nasional online yang berkaitan dengan Manajemen
Resolusi Konflik. Sebutkan nama penulis, judul artikel, nama jurnal dan hasil analisisnya!

Jawaban :
1) Nama penulis : Sri Wartini,
Judul jurnal : Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan
Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan, Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol VI, No
1, April 2015.
Hasil : Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga kependidikan di
UNNES dengan pengambilan sampel menggunakan proportional sampling sejumlah 88
sampel. Hasil penelitian membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan strategi
manajemen konflik berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja teamwork
diterima. Hal ini menjelaskan bahwa strategi manajemen konflik dapat memberikan
konstribusi pada kinerja teamwork melalui kemampuan karyawan dalam mengakomodir
ide dari rekan kerja, kemampuan menghindari perbedaan pendapat dengan menjaga
perasaan dan menjaga hubungan komunikasi, dan melakukan kolaborasi tentang metode
kerja.
2) Nama penulis : Estu Widiyowati, Rachmat Kriyantono, Bambang Dwi Prasetyo,
Judul jurnal : Model Manajemen Konflik Berbasis Kearifan Lokal Konflik
Perguruan Pencak Silat di Madiun – Jawa Timur
Hasil : Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
dengan metode fenomenologi. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi
dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai budaya Jawa
sebagai nilai kearifan lokal yang masyarakat Madiun yang oleh anggota perguruan
dimaknai sebagai pedoman hidup utama, maka proses manajemen konflik juga harus
berpedoman pada nilai kearifan lokal yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian
jangka panjang. Pemetaan model manajemen konflik dilakukan dengan berpedoman pada
etika Jawa, hamemayu hayuning bawono, dan mangan ora mangan anggere kumpul.
Pemetaan model manajemen konflik berdasarkan pada nilai kearifan lokal dapat
menunjukkan bahwa ketokohan merupakan karakteristik utama dari model manajemen
konflik di Madiun, khususnya dalam mengelola konflik masyarakat. Peran tokoh
masyarakat informal juga pada bentuk-bentuk komunikasi yang digunakan. proses dialog
dan mediasi pada dasarnya tidak harus dilakukan dalam bentuk komunikasi secara formal,
tetapi juga dapat dilakukan secara tradisional. Selain itu proses dialog dan mediasi
dilakukan tidak hanya mengutamakan pada aspek hukum saja, tetapi juga harus
memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil
yang akan dicapai.
3) Nama penulis : Alma’arif
Judul jurnal : Manajemen Konflik Sosial di Indonesia (Studi pada Penanganan
Konflik Sosial Keagamaan di Provinsi Banten), Jurnal Manajemen Pemerintahan, Volume
1, Nomor 1, Juni 2014
Hasil : Hasil studi menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi banten telah
melakukan beberapa tindakan penanganan konflik sosial baik sebelum, pada saat dan
setelah konflik. Pembentukan Forum Komunikasi Antar Umat Beraama (FKUB);
pelaksanaan workshop penanggulangan gerakan radikalisme keagamaan; pembentukan
satuan tugas (Satgas) Penguatan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara (PKBB);
pemanfaatan peran dinas Sosial; serta penyediaan SMS pengaduan KAMTIBMAS kepada
masyarakat adalah beberapa tindakan penanganan konflik oleh Pemerintah Provinsi
Banten. Adapun hambatan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Banten dalam
penanganan konflik sosial adalah belum adanya forum komunikasi lain selain FKUB;
adanya pihak-pihak dari birokrasi yang poton kompas dalam mengurus izin pendirian
bangunan rumah ibadah serta; belum adanya aturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor
7 tahun 2012 berupa Perda Provinsi maupun Peraturan Gubernur.

Anda mungkin juga menyukai