Mata Kuliah
Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu:
Nurhayati, M.Pd.
Disusun Oleh:
Khalisah Azzahra
Lukmanul Hakim
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Makna Konkret
& Abstrak Pembentukan Kata Kesalahan Dalam Pemilihan dan
Pembentukan Kata Penyusunan Definisi Nominal Formal dan Operasional”
tepat waktu sesuai yang dijadwalkan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah membawa kita
dari zaman kegelapan menuju trang benderang.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
yang diberikan oleh Ibu Nurhayati, M.Pd. Serta semoga makalah ini dapat
menambah wawasan bagi kita semua.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan serta isi makalah ini masih
terdapat kekurangan. Maka dari itu kami menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca sekalian. Agar kedepannya kami dapat
memberikan yang lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………... 1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….. 2
A. Makna Konkret & Abstrak…………………………………………. 2
B. Pembentukan Kata………………………………………………….. 3
C. Kesalahan Dalam Pembentukan Dan Penulisan Kata……………… 12
D. Penyusunan Definisi Nominal, Formal dan Operasional…………… 13
BAB III PENUTUP………………………………………………………… 15
A. Kesimpulan………………………………………………………….. 15
B. Saran…………………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan kata atau kalimat begitu saja.
Dalam berbicara kita perlu memperhatikan apa saja kata yang kita gunakan.
Sudah benar dan tepat kah kata-kata yang kita gunakan dan apakah lawan
bicara kita paham dengan apa yang kita sampaikan. Maka dari itu perlu kita
ketahui bagaimana proses pembentukan kata dan kalimat yang benar sesuai
tata bahasa Indonesia. Kata atau Ayat merupakan satuan bahasa yang
mempunyai arti atau satu pengertian. Dalam Bahasa Indonesia kata adalah
Satuan bahasa terkecil yang mengisi salah satu fungsi sintaksis (subjek,
Predikat, objek, atau keterangan).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui makna Konkret & Abstrak
2. Mengetahui proses-proses pembentukan kata
3. Mengetahui kesalahan dalam penyusunan dan pemilihan kata
4. Mengetahui penyusunan Definisi Nominal, Formal, dan Operasional
BAB II
PEMBAHASAN
2. Abstrak
Menurut KBBI abstrak adalah: tidak berwujud dan tidak berbentuk. Sedangkan
berdasarkan pengertian umum, kata abstrak adalah kata yang mempunyai acuan
berupa pengertian atau teori konsep. Kata-kata abstrak biasanya digunakan untuk
menuangkan pemikiran yang ada dalam sebuah tulisan atau pidato. Meskipun bisa
menjadi rumit dan mempunyai banyak arti, kata abstrak sangat di butuhkan agar
manusia bisa lebih berdaya dalam menuangkan gagasan, mengembangkan diri,
berimajinasi dsb.
Kata abstrak merupakan lawan dari kata konkret. Di mana kata abstrak
mewakili hal yang bersifat konseptual, lebih intelektual serta tak tersentuh.
Misalnya adalah kata-kata seperti keindahan, kebebasan dan cinta.
Contoh Kata Abstrak:
Indah, Cinta
Bebas, Cantik
Konkret dan abstrak merupakan kategori yang menunjukan apakah objek yang
digambarkan merupakan nyata atau tidak nyata. Konkret mempunyai acuan fisik
sedangkan abstrak tidak mempunyai. Kata konkret bisa diukur dan diamati
sedangkan kata abstrak tidak bisa, hal tersebut tentu sudah dijelaskan di atas. kita
bisa mendengar kata ‘cinta’ namun hanya bisa merasakan dan tidak bisa diukur
dan diperiksa. Cinta tidak bisa menjadi acuan dalam panca indera karena kata
jenis ini bersifat abstrak. Sementara kata konkret bisa diukur dan bisa diamati.
B. Pembentukan Kata
Kata atau Ayat merupakan satuan bahasa yang mempunyai arti atau satu
pengertian. Dalam Bahasa Indonesia kata adalah Satuan bahasa terkecil yang
mengisi salah satu fungsi sintaksis (subjek, Predikat, objek, atau keterangan).
Dinamika pembentukan kata bahasa Indonesia bertolak dari dua sudut pandang.
Yaitu sudut pandang Internal dan Eksternal. Ada dua cara pembentukan kata
dalam bahasa Indonesia, di antaranya adalah proses morfologis dan
nonmorfologis.
1. Morfologis
Secara etimologi, morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan
kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiyah morfologis berarti ‘ilmu
mengenai bentuk’. Menurut M. Ramlan morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan
struktur kata terhadap golongan dan arti kata.1
Proses pembentukan secara morfologis mencakup: afiksasi, reduplikasi,
pemajemukan.
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan cara menggabungkan afiks
pada bentuk dasar atau juga dapat disebut sebagai proses penambahan afiks atau
imbuhan menjadi kata. Hasil proses pembentukan ini disebut kata berimbuhan.
Afiksasi mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu;
1) Terdiri lebih dari satu morfem (polimofemis) dan salah satu atau lebih
morfemnya berupa afiks.
2) Mempunyai makna gramatikal atau makna gramatis.
3) Dalam proses terjadinya kata-kata itu terjadi pula perubahan kelas kata
dari bentuk dasarnya.
Afiksasi memiliki beberapa jenis di antaranya:
a) Prefiks (Awalan)
Proses pembentukan kata dengan menambahkan afiks atau imbuhan di
depan bentuk dasarnya atau juga proses pembentukan kata-kata yang dilakukan
dengan cara membubuhkan atau menambahkan atau menempelkan afiks di
depan bentuk dasarnya
Contoh prefiks atau awalan: di-, ter-, ke-, se-, meN-, peN-, pra-, a-, per-,
ber-, dan sebagainya.
b) Infiks
Proses pembentukan kata dengan menambah afik atau imbuhan di tengah
bentuk dasarnya. Afik-afik yang ditambahkan tersebut disebut infik atau sisipan.
Proses pembentukan kata telinjuk, gemetar, dan gerigi, dilakukan dengan
menambahkan infik di tengah bentuk dasarnya.
Contohnya : -el-, -er-, -em-, dan -in-.Dalam bahasa Indonesia, jumlah
infiks sangat terbatas, hanya ada 3 infiks yang sudah disebutkan di atas.
11
Rusyana, Yus Samsuri, Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1983) Hlm. 29
Lalu kita juga menemukan infiks –in- yang seperti digunakan pada
kata sinambung. Selain sinambung kata lain yang seakan-akan dibentuk dengan
infiks –in-, yaitu kata kinerja padanan kata Performance dalam bahasa Inggris.
Sebenarnya –in- memang merupakan infiks, tetapi digunakan aktif pada
bentukan kata-kata dalam bahasa Jawa. Infiks –in- belum dapat menyatu sebagai
afiks dan belum produktif dalam pembentukan kata baru dalam bahasa
Indonesia. Jadi, dapat disimpulkan infiks –in- bukan infiks dalam bahasa
Indonesia. Dengan demikian bahasa Indonesia menyerap
kata sinambung dan kinerja secara utuh dari bahasa Jawa.
c) Sufiks
Proses pembentukkan kata yang dilakukan dengan cara menambahkan atau
menempelkan afiks di akhir bentuk dasarnya, maka afiks tersebut
disebut sufiks atau akhiran. Istilah ini juga berasal dari bahasa
Latin suffixus yang berarti melekat (fixus, figere). Sufiks asli dalam bahasa
Indonesia juga sangat terbatas. Masih banyak akhiran-akhiran asing lain yang
dimasukkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu –isasi, -er, -is, dan sebagainya.
Sehingga beberapa akhiran-akhiran asing tersebut disebut sufiks serapan dari
bahasa lain.Sebuah afiks, termasuk sufiks, dikategorikan sebagai keluarga afiks
bahasa Indonesia. Jika sudah dapat melekat pada bentuk dasar asli bahasa
Indonesia sehingga afiks itu secara potensial dapat digunakan untuk membentuk
kata-kata baru dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia hanya melakukan
penyesuaian pelafalan dan atau penulisan yang dianggap perlu.
Contoh : -an, -kan, -i.
d) Konfiks
Konfiks ialah afiks gabungan yang terbentuk atas perfiks dan sufiks yang
berfungsi mendukung makna tertentu.Karena mendukung makna tertentu itulah
maka konfiks tidak dianggap sebagai prefiks atau sufiks yang masing-masing
berdiri sendiri, tetapi dianggap sebagai satu kesatuan bentuk yang tidak
terpisahkan. Dan karena morfem merupakan komposit bentuk beserta artinya,
maka konfiks dianggap satu morfem, bukan gabungan dua morfem
(Sumadi, 2008). Konfiks disebut juga simulfiks karena konfiks itu merupakan
merupakan gabungan afiks yang secara simultan mendukung makna tertentu.
Konsep dasar konfiks atau simulfiks tidak sama karena sudut pandang
penamaan konfiks dan simulfiks memang berbeda. Konfiks dilihat dari
kebersamaannya mendukung satu makna atau satu pengertian, sedangkan
simulfiks didasarkan kebersamaannya atau simultannya satuan gramatik itu
dalam membentuk satuan gramatik yang lebih besar.
Berdasarkan asalnya, afiks dalam bahasa indonesia dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis, yaitu:
Afiks asli, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa Indonesia. Misalnya,
men-, ber-ter-, -el-, -em-, -er-, -I, -kan, dan lainnya.
Afiks serapan, yaitu afiks yang bersumber dari bahasa asing ataupun
bahasa daerah. Misalnya, -man, -wan, -isme, -isasi, dan lain-lain.
e) Interfiks
Bauer(1988: 23-24) menyebut interfiks sebagai afiks yang muncul di
antara dua elemen yang membentuk kata majemuk. Kata interfiks berasal dari
bahasa Latin inter yang berarti berada di antara, dan fixus yang berarti melekat.
Dengan demikian, dapat dibedakan dengan infiks yang berarti melekat di dalam.
Contoh interfiks dapat dilihat dalam bahasa Arab. Interfiks -ul- muncul di antara
kata birr dan walad, sehingga menjadi birr-ul-walad ‘bakti anak’.
Penulis tidak menemukan interfiks dalam bahasa Indonesia. Untuk bahasa
Inggris, penulis berpendapat bahwa bahasa Inggris dapat dianggap memiliki
interfiks karena pengaruh bahasa Latin.
Contohnya interfiks -o- dalam kata morphology. Morph dan logy memiliki lema
tersendiri dalam kamus Webster’s New World. Gabungan kedua kata ini
memerlukan interfiks -o- sehingga gabungannya bukan Morphlogy melainkan
morphology. Istilah morfologi dalam bahasa Indonesia tidak dapat dianggap
memiliki interfiks -o- karena hanya kata morf yang ada dalam lema KBBI, tidak
ada lema logi.
f) Simulfiks
Definisi simulfiks dapat dilihat dari asal katanya dalam bahasa
Latin simulatus ‘bersamaan, membentuk’ dan fixus ‘melekat’. Menurut
Kridalaksana dll (1985: 20), simulfiks adalah afiks yang dimanifestasikan
dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa
Indonesia, simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama
suatu bentuk dasar. Simulfiks masih dianggap hanya terdapat dalam bahasa
Indonesia tidak baku.
Contoh: kopi à ngopi. Bahasa Arab dan bahasa Inggris tidak memiliki simulfiks.
g) Superfiks
Superfiks atau suprafiks adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-
ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem
suprasegmental (Kridalaksana dll, 1985: 21). Bauer (1988:29) menyamakan
istilah superfiks dengan simulfiks. Dari asal kata bahasa Latin, supra berarti di
atas (above) atau di luar (beyond), sedangkan simulatus berarti bersamaan.
Dari contoh suprafiks dalam bahasa Inggris, ‘discount (n) à dis’count (v),
dapat kita lihat bahwa suprafiks berada pada tataran suprasegmental sehingga
istilah suprafiks lebih tepat dari pada simulfiks. Bahasa Arab dan bahasa
Indonesia tidak memiliki suprafiks.
h) Transfiks
Transfiks adalah afiks yang muncul dikeseluruhan dasar (throughout the base).
Dalam bahasa Latin trans berarti disepanjang (across) atau di atas (over). Bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris tidak memiliki transfiks. Afiks yang termasuk
transfiks dapat ditemukan dalam bahasa Arab.
b. Reduplikasi (pengulangan)
Reduplikasi atau pengulangan adalah proses pengulangan kata atau unsur kata.
Reduplikasi adalah proses pembentukan kata melalui pengulangan bentuk
dasarnya. Bentuk dasarnya itu dapat berupa morfem atau bentuk kompleks. Hasil
dari reduplikasi umumnya merupakan kata ulang, walaupun ada beberapa bentuk
yang bukan kata ulang melainkan hanya bentuk ulang. Para ahli menggolongkan
hasil reduplikasi sebagai berikut:
1) Reduplikasi seluruh
Proses pembentukan kata melalui pengulangan bentuk dasarnya.
2) Reduplikasi sebagian
Proses pembentukan kata melalui pengulangan sebagian bentuk
dasarnya.
3) Reduplikasi dengan perubahan morfem
Reduplikasi dengan perubahan morfem adalah pembentukan kata melalui
pengulangan yang disertai dengan perubahan fonem.
c. Pemajemukan (perpaduan)
Komposisi atau pemajemukan adalah penggabungan dua kata atau lebih dalam
membentuk kata. Kata majemuk adalah dua kata yang pengertiannya dianggap
sedemikian rapat hubungannya, sehingga dianggap senyawa dan menjadi satu
perkataan. Kata majemuk adalah perpaduan dua bentuk dasar atau lebih yang
membentuk kata.
Macam-macam kata majemuk yaitu:
1) Kata majemuk setara: kata majemuk yang unsur-unsurnya sederajat, contoh:
jual beli, tua muda.
2) Kata majemuk tak setara: kata majemuk yang unsur-unsurnya tidak
sederajat, contoh: saputangan, kamar kecil.
3) Kata majemuk hibridis: kata majemuk yang merupakan gabungan dari unsur
bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Contoh: tenis meja, bumi putra.
4) Kata majemuk unik: kata majemuk yang salah satu unsurnya hanya dapat
bergabung dengan kata pasangannya itu, tidak dapat bergabung dengan kata
lain. Contoh: gegap gempita, muda belia.
2. Nonmorfologis
Pembentukan kata secara nonmorfologis bisa dilakukan dengan 2 cara, di
antaranya:
a) Abreviasi
Abreviasi adalah proses pemenggalan satu atau beberapa bagian leksem
atau kombinasi leksem, sehingga terjadilah bentuk baru yang berstatus kata.
Istilah lainnya adalah pemendekan, dan hasil prosesnya disebut kependekan.
Abreviasi dibedakan ke dalam lima bentuk, yaitu:
1) Singkatan
Penyingkatan kata merupakan pemendekan yang menjadi lebih singkat.
Contohnya seperti: RS (Rumah Sakit)
2) Penggalan
Pemenggalan berarti pemotongan kata merupakan kata yang dipendekan
menjadi salah satu bagian dari leksem, seperti: Prof (professor), Pak (Bapak)
3) Akronim
Akronim adalah bentuk dari hasil pemendekan kata, dengan cara
menggabungkan sehingga memenuhi kaidah bahasa Indonesia. Sedangkan
dalam KBBI kependekan berarti akronim yang kata atau bagian kata dapat
ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang wajar, seperti:
SIM (Surat Izin Mengemudi)
4) Kontraksi
Bentuk pemendekan kata yang mempersingkat kata dasar atau gabungan
kata. Pendapat lain menjelaskan kontraksi adalah bentuk gejala yang
memperlihatkan hilangnya satu atau lebih fonem. Kadang-kadang ada
perubahan atau pengganti fonem, seperti:
Dindik ( Dinas Pendidikan)
Pemda (Pemerintah Daerah)
5) Lambing huruf
Bentuk pemendekan yang dapat menghasilkan satu kata atau lebih sehingga
lebih pendek pengucapannya. Seperti:
Rp (Rupiah)
Cm (centimeter)
Contoh: tidak → tak
domina → dona
listuhaju → lituhayu
10) Apokop adalah proses hilangnya satu bunyi atau lebih pada akhir sebuah
kata.
Contoh: pelangit → pelangi
possesiva → posesif
11) Protesis adalah penambahan vokal atau konsonan pada awal kata, untuk
memudahkan melafalkannya.
Contoh: lang → elang
mas → emas
smara → asmara
stri → istri
12) Epentesis adalah penyisipan bunyi atau huruf ke dalam kata, terutama kata
serapan, tanpa mengubah arti untuk menyesuaikan denga pola fonologis
bahasa peminjam
Contoh: akasa →angkasa gopala (Skt) → gembala
jaladhi → jeladri racana (Skt) → rencana
13) Paragog adalah proses penambahan huruf atau bunyi pada akhir kata.
Contoh: hulubala → hulubalang ana → anak
ina → inang kaka
2
Akhadiah, Sabarti, dkk, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. (Jakarta,
Erlangga,2001)
1. Mengacu pada target pekerjaan yang hendak di capai.
2. Berisi pembatasan konsep , tempat, waktu.
3. Bersifat aksi, tindakan, atau pelaksanaan suatu kegiatan.
4. Memberikan efek persuasif.
Contoh: Globalisasi Bisnis adalah usaha lebih banyak melampaui batas-batas
Negara untuk mendapatkan uang, barang, dan konsumen3
3
Devy Silvia Desthya Amara Nurindah Sukmasari, Penfertian Definisi Dan Penusunan
Defenisi, 2017
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan kata atau kalimat begitu saja. Dalam
berbicara kita perlu memperhatikan apa saja kata yang kita gunakan. Kata atau Ayat
merupakan satuan bahasa yang mempunyai arti atau satu pengertian. Konkret dan
abstrak merupakan kategori yang menunjukan apakah objek yang digambarkan
merupakan nyata atau tidak nyata. Konkret mempunyai acuan fisik sedangkan abstrak
tidak mempunyai. Kata konkret bisa diukur dan diamati sedangkan kata abstrak tidak
bisa. Kesalahan dalam pemilihan dan pembentukan kata sangat sering terjadi baik dalam
bahasa lisan maupun tulis. Seringkali kita pun tidak menyadari jika kata atau kalimat
yang kita ucapkan terdapat banyak kesalahan.
B. SARAN
Demikian makalah kami dan kami sangat menyadari bahwa dalam makalah ini masih
terdapat begitu banyak kekurangan. Sekiranya para pembaca mau memberi masukan
kami akan menerima dan berterima kasih atas masukan yang doberikan terkait makalah
kami ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rusyana, Yus Samsuri, Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen dan
Devy Silvia Desthya Amara Nurindah Sukmasari, Penfertian Definisi Dan Penusunan
Defenisi,2017
Erlangga,2001)