Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

Dasar Dasar Manajemen Raden Yani Gusriani ,S.E. M.M

ORGANIZING

Oleh :

Kelompok 1
Herlinda 180104020213
Hadi Subahani 180104020306
M. Ajrun Karim
Nur Azmi 180104020251
Risna Wilda

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ANTASARI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Perorganisasian dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu Raden
Yani Gusriani selaku dosen mata kuliah Dasar Dasar Manajemen yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita bersama. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri dan maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Banjarmasin, 25 Oktober 2019

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................3
BAB I.....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................................5
A. PENGERTIAN ORGANISASI..................................................................................................5
B. TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT ORGANISASI............................................................7
C. PROSES PENGORGANISASIAN PADA ORGANISASI.......................................................9
D. ANALISIS LINGKUNGAN ORGANISASI...........................................................................12
E. UKURAN, UNSUR ORGANISASI DAN FASE ORGANISASI...........................................14
F. PERANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI.....................................................................19
G. PERUBAHAN ORGANISASI.................................................................................................21
BAB III................................................................................................................................................24
PENUTUP............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berorganisasi adalah kodrat alamiah manusia yang pada hakikatnya manusia adalah
makhluk sosial, ia tidak akan mampu hidup tanpa manusia lainnya yang ada disekitarnya.
Manusia sendiri memerlukan komunitas untuk berinteraksi guna memenuhi hidupnya.
Manusia sebagai makhluk individual yang memiliki dua misi di dunia yaitu misi dimensi
vertikal berupa ketunduakan kepada ssang khalik dan misi dimensi horizontal berupa
hubungan antara manusia dengan alam lingkungan. Dimensi horizontal lah yang
mencerminkan dimasa manusia menjadi kontrol sosial bagi dirinya dengan lingkungan
masyarkatnya. Maka manusia berperan dalam sebuah gerakan yang disebut organisasi,
karena merupakan wadah untuk memakmurkan dunia.

Dari misi dimensi horizontal itulah, organisasi diperlukan sebagai perwujudan


kebersamaan untuk melakukan perubahan sosial (social of change). Tidak heran jika
terbentuk berbagai macam karakter elemen gerakan dan karakter individual manusia.

Kekuatan suatu organisasi terletak pada kerja sama, bukan perbedaan untuk satu
kepentingan atau kepuasan individual, tetapi kerja sama itulah wujud keberadaan dari
organisasi yang di dalamnya terdapat bermacam manusia (multicultural) dimana mereka
membutuhkan hidup berkelompok bermasyarakat bergotong royong sesuai dengan
tingkat kebudayaan dan peradaban manusia itu sendiri. Dengan adanya kerja sama yang
teratur maka tujuan akan mudah dicapai, kebutuhan pun akan terpenuhi sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan berdaya guna dan menghasil guna.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian organisasi ?
2. Bagaimana tujuan, fungsi dan manfaat organisasi ?
3. Bagaimana proses pengorganisasian pada organisasi ?
4. Bagaimana analisis lingkungan organisasi ?
5. Bagaimana ukuran, unsur dan fase organisasi ?
6. Bagaimana perancangan struktur organisasi ?
7. bagaimana perubahan organisasi?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ORGANISASI
Organisasi berasal dari bahasa Yunani Organon, yang berarti “alat” (tool). Kata ini
masuk ke bahasa Latin, menjadi organizatio dan kemudian ke bahasa Prancis (abad ke-
14) menjadi organisation. Pengertian awalnya tidak merujuk pada benda dan proses,
melainkan tubuh manusia atau makhluk biologis lainnya. Tidak sama dengan alat
mekanis, organon terdiri dari bagian-bagian yang tersusun dan terkoordinasi hingga
mampu menjalankan fungsi tertentu yang secara dinamis. Tangan manusia atau kaki
seekor belalang memiliki kesamaan dalam hal fungsi gerak yang dinamis ini. Jadi,
organon merujuk pada keteraturan atau susunan tertentu yang memungkinkan suatu
fungsi dijalankan oleh tubuh atau makhluk hidup. Pengertian ini masih tersisa sampai
sekarang.

Kata organ tubuh ”organik”, serta organisme biasanya selalu mengacu kepada
makhluk hidup. Belakangan, kata ini dipergunakan untuk menggambarkan penyusunan
dan pengelolaan berbagai aktivitas manusia (baik dengan institusi/lembaga maupun
tidak), yang bertujuan menjalankan suatu fungsi atau maksud tertentu. Inilah “organisasi”
dalam pengertian modern.

Karakteristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu: Purposes, People,
dan Plan (Gerloff, 1985: 6). Sesuatu tidak disebut organisasi bila tidak memiliki tujuan
(purposes), angggta (people), dan gencana (plan). Dalam aspek “rencana” terkandung
semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur, desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya
dirancang untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan
yang telah ditetapkan. Hampir semua definisi organisasi berbicara tentang ketiga hal ini
secara berkaitan.

Mills dan Mills (2000:58) mendefinisikan organisasi sebagai: “specific


collectivities of people whose activities are coordinated cmd controlled in and for the
achievement of defined goals”. Organisasi adalah kolektivitas khusus manusia yang
aktivitas-aktivitasnya terkoordinasi dan terkontrol dalam dan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Sementara itu, E. Wight Bakke (lihat dalam Dunsire, 1973: 112),
mendefinisikan organisasi sebagai berikut: “A continuing system of differentiated and
coordinated human activities utilizing, transforming, and welding together a specific set
of human, material, capital, ideational, and natural resources into a unique problem-
solving whole engaged in satisfyingparticular human needs in interaction with other
systems of human activities and resources in its environment.”

Dapat diartikan: Organisasi adalah suatu sistem berkelanjutan dari aktivitas-


aktivitas manusia yang terdiferensiasi dan terkoordinasi, yang mempergunakan,
mentransformasi, dan menyatupadukan seperangkat khusus manusia, material, modal,
gagasan, dan sumber daya alam menjadi suatu kesatuan pemecahan masalah yang unik
dalam rangka memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia dalam interaksinya
dengan sistem-sistem lain dari aktivitas manusia dan sumber daya dalam lingkungannya. .

Definisi Stephen P. Robbins sebagai berikut: An organization is a consciously


cbordinated social entity, with a relatively identifiable boundary, thatfunctions on a
relatively continous basis to achieve a common goal or set of goals (Robbins, 1990: 4)

Organisasi adalah suatu entitas sosial yang secara sadar terkoordinasi, memiliki
suatu batas yang relatif dapat diidentifikasi, dan berfungsi secara relatif kontinu
(berkesinambungan) untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.

Dapat diartikan juga organisasi adalah suatu perkumpulan yang anggotanya terdiri
dari atas beberapa orang yang melakukan kerja sama dalam upaya mencapai tujuan
bersama.

Hubungan timbal-balik Organisasi dan prosesnya (administrasi dan manajemen)


saling memengaruhi, sebagaimana tampak pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Organisasi Sebagai Manifestasi Dinamika Proses Administrasi dan Manajemen

FUNGSI TINDAKAN RESULTAN/EFEK


Planning Planning Menentukan Dasar bagi desain dan
berbagai tujuan, Dasar bagi
kebijakan organisasi
desain dan kebijakan
strategi, dan arah yang
ingin dicapai
Organizing Menentukan aktivitas- Struktur kerja formal
aktivitas pokok
dengan mengidentifikasi
Mengelompokkan aktivitas
jabatan, hubungan
aktivitas menjadi jabatan
pelaporan dan koordinasi,
jabatan (jobs)
departemen-departemen
serta prosedur yang
Mengelompokkan jabatan dibutuhkan
dan menentukan tanggung Menciptakan situasi yang
memungkinkan munculnya
jawab
Stuktur kerja informal
Mengisi jabatan dengan
orang orang yang sesuai
Directing Memprakarsai dan Aliran komunikasi dari atas
memfokuskan tindakan
ke bawah yang
para bawahan menuju
tujuan mengaktifkan rencana
formal dan mendukung
prioritas-prioritasnya
Controlling Memonitor kinerja dan Standar-standar kerja,
mengarahkan upaya
media pelaporan, dan
menuju tujuan yang sudah
direncanakan metode-metode standar
yang merupakan bagian
dari struktur

Sumber: Edwin A. Gerloff, Organizational Theory and Design, McGraw-Hill: New York, 1985, h. 9.

B. TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT ORGANISASI


1. Tujuan Organisasi
Dalam sebuah organisasi harus memiliki pengurus, anggota dan tujuan. Tujuan
dibentuknya organisasi adalah setiap kegiatan berjalan dengan lancar dan kerja sama
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Secara sistematik maka keseluruhan kegiatan
organisasi harus berorientasi pada tujuan. Ini berarti bahwa tujuan organisasi mesti
dijadikan pedoman untuk dalam pembagian kerja, penentuan bahan tugas, banyaknya
tenaga yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertantu harus
dipertimbangkan dengan berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata
lain, keseluruhan pekerjaan pengelolaan dan operasional harus diatur dan
direncanakan berdasarkan strategi untuk mencapai tujuan yang telah digariskan
dengan cara efektif dan efisien.
Prinsip kerja yang menggunaka tujuan sebagai pedoman lazimnya disebut
“Management By Objective”(MBO) atau “Administration By Objective”(ABO).
Begitu pentingnya kedudukan tujuan dalam penyusunan organisasi, maka tujuan
organisasi perlu terlebih dahulu dirumuskan secara jelas, tertulis, dan kemudian
dikomunikasikan secara baik sehingga tujuan bisa dipahami secara benar-benar oleh
para anggota organisasi.
Bila MBO bisa dilaksanakan secara baik, maka masing-masing anggota
organisasi walaupun berbeda dalam dalam kedudukan atau fungsinya, walaupun
berbeda dalam waktu bekerjanya, namun semuanya sebagai anggota sistem, gerak
langkahnya terarah pada pencapaian tujuan organisasi. Kesatuan arah pada tujuan
bersama (unity of purpose) dari gerak langkah pada anggota yang berbeda dalam
fungsi atau waktu yang dipergunakan tersebut “equifinality”. Setiap adminitrator yang
ingin sukses tentu berusaha menciptakan iklim organisasi yang memiliki “unity of
purpose” dan “equifinality”.

2. Fungsi Organisasi
Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota
profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi
peningkatan kemampuan profesional profesi ini.
a) Fungsi Pemersatu.
Abin Syamsuddin, 1999 : 95, yaitu dorongan yang menggerakkan para profesional
untuk membentuk suatu organisasi keprofesian. Motif tersebut begitu bervariasi, ada
yang bersifat sosial, politik ekonomi, kultural, dan falsafah tentang sistem nilai. Abin
Syamsuddin, 1999 : 95), yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik, para
profesional terdorong oleh keinginannya medapatkan kehidupan yang layak, sesuai
dengan tugas profesi yang diembannya, bahkan mungkin mereka terdorong oleh
semangat menunaikan tugasnya sebaik dan seikhlas mengkin. Secara ekstrinsik
mereka terdorong oleh tmntutan masyarakat pengguna jasa suatu profesi yang semakin
hari semakin klompleks. Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi
pengemban suatu profesi, yang secara teoritis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan
secara individual. Kesadaran atas realitas ini menyebabkan para profesional
membentuk organisasi profesi. Demikian pula organisasi profesi kependidikan ,
merupakan organisasi profesi sebagai wadah pemersatu pelbagai potensi profesi
kependidikan dalam menghadapi kopleksitas tantangan dan harapan masyarakat
pengguna pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut
diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam
menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk
melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan
itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
b) Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
Menurut Johnson (Abin Syamsuddin (1999 : 72) kompetensi dibangun oleh 6
perangkat kompetensi berikut ini :
i. Performance

ii. Subject

iii. Professional

iv. Process

v. Adjustment

vi. Attidudes

3. Manfaat organisasi
a) Menambah wawasan dan pengalaman
b) Mengetahui dan mengembangkan bakat
c) Menambah teman
d) Mudah bergaul
e) Melatih diri mandiri
f) Mengisi waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat
g) Menimbulkan kepercayaan diri daan tidak mudah mengeluh

C. PROSES PENGORGANISASIAN PADA ORGANISASI


Menurut Louis A. Allen (1960) definisi Pengorganisasian adalah proses
mengatur dan menghubungkan pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga dapat
diselesaikam secara efektif dan efisien oleh orang-orang yang menjadi anggota dari
organisasi tersebut. Pengorganisasian terdiri dari 3 jenis tindakan, yaitu :
a. Merancang struktur organisasi yang mencakup pekerjaan mengidentifikasi tugas-
tugas yang harus dilakukan dan menggolongkannya ke dalam kelompok-
kelompok organisasi yang baik penimbangannya.
b. Mendefinisikan dan mendelegasikan (melimpahkan) wewenang dan tanggung
jawab.
c. Menetapkan hubungan-hubungan.
Definisi tentang pengorganisasian berikut memberikan sebuah gambaran
pendahuluan tentang makna kata pengorganisasian. “… Organizing … The function of
gathering resources, allocating resources, and structuring tasks to fulfill organizational
plans”(Holt 1993). Maka pihak manajemen perlu menetapkan tugas-tugas apa yang
perlu dilaksanakan siapa yang harus melaksanakannya, dan siapa saja akan mengambil
keputusan – keputusan tentang tugas-tugas tersebut.
Dalam dunia nyata, banyak kondisi yang memengaruhi bagaimana
pengorganisasian akan dilaksanakan. Aktivitas manusia terorganisasi timbul karena
suatu pembagian kerja yang logis dan suatu sistem koordinasi.
Secara tipikal kita memikirkan kedua aspek pengorganisasian sebagai hal yang
berkaitan dengan organisasi-organisasi besar, serta komplek. Akan tetapi, mereka
sesungguhnya dapat pula diterapkan terhadap setiap aktivitas kelompok.
Pengorganisasian memilki tiga macam dimensi sebagai berikut :
a. Organisasi itu sendiri memiliki suatu bentuk, suatu konfigurasi yang melukiskan
hirarki manajemen dan saluran-saluran komunikasi formal.

b. Melalui proses pengorganisasian tugas-tugas dirumuskan atau ditetapkan dan


pekerjaan-pekerjaan individual distruktur.

c. Sebuah falsafah organisasi memengaruhi upaya dengan apa koordinasi dicapai.

 MENGAPA PENGORGANISASIAN DEMIKIAN PENTING (David H. Holt 1993)


Organisasi efektif, sumber-sumber daya manusia dan sumber-sumber daya material
menyebabkan meningkatnya produktivitas. Hal tersebut dilaksanakan melalui apa yang
dinamakan “sinergisme”. Dalam hal itu anggota-anggota sesuatu organisasi
mengombinasikan upaya secara kolektif guna melaksanakan tugas-tugas. Tugas-tugas itu
akan jauh melampaui jumlah dari upaya-upaya individual mereka. Sinergi dicapai melalui
pengintegrasian tugas-tugas yang terspesialisasi. Pengorganisasian secara efektif dapat
menghasilkan manfaat atau keuntungan sebagai berikut:
a. Kejelasan tentang ekspektasi-ekspektasi kinerja individual dan tugas-tugas yang
terspesialisasi.

b. Pembagian kerja, yang menghindari timbulnya duplikasi, konflik, dan


penyalahgunaan sumber-sumber daya, baik sumber daya material maupun sumber
daya manusia.
c. Terbentuknya suatu arus aktivitas kerja yang logis, yang dapat dilaksanakan dengan
baik oleh individu-individu atau sebagai kelompok-kelompok.

d. Saluran-saluran komunikasi yang mapan, yang membantu pengambilan keputusan


dan pengawasan.

e. Mekanisme-mekanisme yang mengoordinasi, memungkinkan tercapainya harmoni


antara para anggota organisasi, yang terlibat dalam aneka macam kegiatan.

f. Upay-upaya yang difokuskan yang berkaitan dengan sasaran-sasaran secara logis dan
efisien.

g. Struktur-struktur otoritas tepat, yang menungkinkan kelancaran perencanaan dan


pengawasan pada seluruh organisasi yang bersangkutan.
Pada inti organisasi, terdapat pembagian kerja guna mendesain tugas-tugas secara
logika. Selain itu juga untuk menjelaskan ekspektasi-ekspektasi kinerja individual.
Pembagian kerja merupakan kekuatan fundamental dalam bidang industrialisai.
pembagian ini menerangkan bagaimana cara pekerjaan keorganisasian harus
dilaksanakan.
Menurut Samuel C. Certo pengorganisasian (organizing) adalah “… proses
dimana ditetapkan penggunaan teratur, semua sumber-sumber daya di dalam sistem
manajemen yang ada. penggunaan tersebut, menekankan pencapaian sasaran-sasaran
sistem manajemen yang bersangkutan, dan ia bukan saja membantu membuat sasaran-
sasaran menjadi jelas, tetapi ia menjelaskan pula sumber-sumber daya macam apa akan
digunakan untuk mencapainya”.
Samuel C. Certo mengutip Saul W. Gellerman mengemukakan pandangan bahwa
ada lima macam langkah pokok proses pengorganisasian. Adapun langkah-langkah yang
dimaksud sebagai berikut :
a. Melaksanakan refleksi tentang rencana-rencana dan sasaran-sasaran.

b. Menetapkan tugas-tugas pokok.

c. Membagi tugas-tugas pokok menjadi tugastugas bagian (subtasks)

d. mengalokasikan sumber-sumber daya dan petunjuk-petunjuk untuk tugas-tugas


bagian tersebut;

e. Mengevaluasi hasil-hasil dari strategi pengorganisasian yang diimplementasikan.

Perhatikan gambar berikut :


Penyusunan organisasi menyangkut kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
i. Merumuskan tujuan organisasi secara jelas, serta mengidentifikasi dan menetapkan
macam-macam pekerjaan yang diperlukan untuk melaksanakan keseluruhan program
yang direncanakan.

ii. Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang semula merupakan pekerjaan yang


kompleks dan besar menjadi unit-unit pekerjaan serumpun dengan penentuan biro-biro,
bagian, atau sebagian.
iii. Menyusun unit-unit pekerjaan tersebut di atas sehingga terbantu struktur organisasi yang
teratur, baik dalam berhirarki maupun dalam fungsinya.

iv. Merumuskan wewenang dan tanggung jawab serta beban tugas masing-masing pejabat
pada setiap unit.

v. Menentukan jalur komunikasi, wewenang dan tanggung jawab serta aliran kerja yang
menjamin terciptanya koordinasi yang efektif

vi. Menyusun staff (staffing). Merumuskan tentang persyaratan khusus yang harus dipenuhi
untuk memilih persoalan yang akan memangku jabatan. (the right man on the right place)

D. ANALISIS LINGKUNGAN ORGANISASI


Organisasi lain (analisis jaringan antar-organisasi atau interorganizational network),
Yaitu hubungan suatu organisasi dengan organisasi-organisasi lainnya.

SUPPLIER SERIKAT PEKERJA

ORGANISASI
KOMPETITOR
PEMERINTAH TERKAIT

PARTNER PELANGGAN

KELOMPOK-KELOMPOK
KEPENTINGAN/ORMAS

Analisis jaringan biasanya bersifat fungsional, artinya digunakan oleh para manajer
atau administrator untuk menetapkan hubungan antara organisasi dengan aktor-aktor lain
dalam lingkungan. Biasanya, aktor-aktor tersebut didefinisikan dalam bentuk organisasi-
organisasi juga, sehingga analisis ini disebut analisis jaringan antar-organisasi. Gunanya
terutama adalah untuk kepentingan menyusun strategi organisasi. Analisis jaringan, yang
dalam hal ini adalah sebuah organisasi bisnis. Melalui analisis semacam ini, organisasi
tersebut dapat melihat posisinya dan menentukan tingkat hubungan yang harus dijaga
dengan organisasi-organisasi lain yang terkait dengannya.

Bentuk hubungan itu sendiri bermacam-macam. Ada yang bersifat relatif permanen
dan jangka panjang (misalnya hubungan dengan supplier atau partner-partner bisnis), ada
pula yang berubah-ubah, bersifat sementara, atau jangka pendek (seperti hubungan dengan
pelanggan, yang bisa berlangsung satu kali, beberapa kali, atau berulang-ulang secara
kontinu). Ada hubungan yang bersifat kerja sama, ada yang bersifat persaingan atau pe
rbedaan kepentingan (hubungan dengan pesaing dan serikat buruh), tetapi ada pula yang
berbentuk regulatif (hubungan dengan badan-badan pemerintah yang menetapkan
peraturan, pajak, dan lain-lain yang harus dipatuhi.

Kelompok kepentingan (interest groups) adalah orang, kelompok, atau organisasi


yang mencoba memengaruhi organisasi dengan memberikan tekanan politik dan/atau
tekanan sosial (Hatch, 1997: 65). Hal ini makin penting dewasa ini, di mana organisasi
biasanya tidak bisa lepas dari pengaruh mereka sama sekali. Kelompok-kelompok
pemerhati lingkungan hidup, LSM, perlindungan konsumen, aktivis perempuan, dan lain-
lain dapat memberikan tekanan kepada organisasi dalam isu-isu tertentu, sehingga perlu
diperhatikan dalam mengelola hubungan organisasi dan lingkungan. Demikian pula,
organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas), untuk kasus di Indonesia, juga penting
untuk diperhatikan. Polaa pola hubungan dengan kelompok kepentingan dan ormas
biasanya dikelola sebagai humas (hubungan masyarakat) atau public relations; Namun
tidak jarang pula, pola-pola hubungan tersebut menyentuh dan memengaruhi aktivitas-
aktivitas pokok seperti produksi, pemasaran, distribusi, dan lain-lain, yang harus
menyesuaikan dengan tekanan dari kelompok lingkungan hidup atau perlindungan
konsumen.

Analisis stakeholders yang dewasa ini kerap dilakukan organisasi sebenarnya juga
berpijak dari analisis jaringan sebagaimana digambarkan di atas. Dalam hal ini, organisasi
mencoba untuk mendefinisikan dan mengatur hubungannya dengan aktor-aktor terpenting
dalam lingkungannya, sedemikian rupa sehingga terlihat dampaknya terhadap pencapaian
berbagai tujuan organisasi. Biasanya hal ini berguna ketika kita menyusun visi=misi
organisasi dan perencanaan program kegiatan yang harus dilakukan untuk memenuhi visi-
misi tersebut.

 Unsur-unsur lingkungan organisasi dapat dibedakan dengan dua cara. Pertama,


melalui keterkaitan atau hubungan suatu organisasi dengan organisasi-organisasi lain
(analisis jaringan antar-organisasi atau interorganizational network). Kedua, analisis
lingkungan umum (general environment), yaitu menganalisis lingkungan organisasi
berdasarkan faktor-faktomya, seperti faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, dan
seterusnya. Lingkungan umum ini dikenal juga sebagai lingkungan jauh di mana
karakteristiknya adalah bahwa organisasi secara individu tidak mampu mengubah
lingkungan ini.

E. UKURAN, UNSUR ORGANISASI DAN FASE ORGANISASI


Ukuran organisasi (organization size) adalah pembahasan mengenai besar-
kecilnya organisasi, serta apa dan bagaimana dampaknya terhadap pengelolaan
organisasi. Secara kasat mata, kita bisa membedakan bahwa ada organisasi yang
berukuran besar, sedang atau menengah, dan kecil. Namun dalam praktiknya, ternyata
tidak mudah untuk menetapkan ukuran sebuah organisasi. Ukuran organisasi lazimnya
didefinisikan sebagai jumlah total anggota organisasi (total number of employees).

 Unsur – unsur Organisasi yaitu,


a) Manusia, setiap organisasi digerakkan oleh manusia
b) Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dan diwujudkan secara bersama
c) Pembagian tugas, dalam suatu organisasi diperlukan pembagian tugas
yang jelas
d) Kerja sama, sistem kerja sama yang tersusun rapi mutlak dalam sebuah
organisasi, kerja sama penting bagi terselenggaranya tugas dan kewajiban
masing-masing anggota organisasi. Tanpa kerjasama tujuan organisasi
tidak akan pernah tercapai.

FASE PERKEMBANGAN KEHIDUPAN ORGANISASI

Sebelum konsep mengenai daur kehidupan organisasi ( organization life CyCle)


dlkemukakan, barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa usia atau fase
kehidupan organisasi memengaruhi pula karateristik-karakteristik tertentu dalam
pengelolaannya. Ahli organisasi Amerika Larry Greiner (1972) merupakan penggagas
awal konsep ini. Gagasan Greiner sebenarnya sederhana, bahwa organisasborganisasi
pada umumnya mengalami suatu proses perkembangan sejalan dengan waktu dan
bertambahnya ukuran organisasi itu sendiri. Seperti mahluk hidup, organisasi dapat
dibayangkan mengalami proses pertumbuhan dari masa kelahiran, kanak-kanak,
remaja, hingga akhirnya dewasa. Greiner menyebut masing-masing fase sebagai fase
entrepreneurial, kolektivitas, delegasi, formalisasi, dan kolaborasi.

 Fase Entrepreneurial
Fase ini dimulai ketika organisasi didirikan. Biasanya ukuran organisasi masih
kecil, dalam arti anggota-anggotanya masih sangat sedikit dan pengelola
organisasi dengan mudah dapat mengontrol aktivitas-aktivitas organisasi. Dengan
pengelolaan yang dilakukan secara langsung dan personal ini, para anggota mudah
mengetahui apa yang diharapkan dari mereka karena mendapat umpan balik dan
pengawasan secara langsung. Pada fase ini, biasanya pemilik adalah sekaligus
pengelola. Selain itu, fase ini dicirikan oleh kreativitas yang tinggi dan
tujuantujuan yang ambigu, di mana organisasi seolah-olah masih mencari bentuk.
Pada fase ini tidak sedikit organisasi yang gagal. Seperti contoh, banyak
perusahaan kecil yang tutup atau berhenti menjalankan usaha pada fase ini. Ketika
aktivitas organisasi meluas, biasanya penggagas atau entrepreneur membutuhkan
pengelola profesional untuk menangani aktivitas-aktivitas yang makin kompleks.
Hal ini menimbulkan krisis dalam organisasi, disebut krisis kepemimpinan
(leadership crisis), karena pengelola tidak mampu lagi sendirian atau secara
personal mengendalikan aktivitas organisasi.

 Fase Kolektivitas
]ika krisis ini berhasil dilewati, maka organisasi masuk ke fase kolektivitas.
Tugas manajemen profesional yang menggantikan kepemimpinan entreperenur
tersebut adalah membangun integrasi kolektif di antara bagian-bagian yang telah
terdiferensiasi di dalam organism Artinya, organisasi mulai diperjelas struktur dan
fungsi-fungsinya. Visi-misi organisasi tidak lagi ambigu, melainkan telah
diklarifikasi secara lebih jelas arah dan tujuannya. Akan tetapi) komunikasi dan
struktur dalam organisasi secara umum masih bersifat informal. Kreativitas dan
inovasi masih menjadi ciri yang dominan.
Di ujung fase kolektivitas, sekali lagi terjadi krisis. Kali ini adalah krisis
otonomi (autonomy Crisis). Bagian-bagian tertentu dalam organisasi mulai
merasa perlu wewenang yang lebih besar untuk mengelola aktivitasnya dan tidak
bersedia lagi dikontrol melalui pengambilan keputusan yang terpusat. Para
pengelola terbiasa menjalankan keputusan secara sentralistis pada fase ini,
sehingga biasanya sulit untuk memulai desentralisasi. Padahal, organisasi teruS
mengalami diferensiasi yang makin rumit dan kompleks sehingga sulit untuk
ditangani secar;l sentralistis. Inilah yang menimbulkan krisis dalam organisasi.

 Fase Delegasi
Fase berikutnya, jika krisis otonomi bisa dipecahkan, maka organisasi
masuk pada fase delegasi. Di sini organisasi mulai mendelegasikan keputusan-
keputusan ke bawah. Struktur Organisasi mulai diformalisasi dengan aturan-
aturan dan prosedur yang lebih formal, dengan tujuan mempertahankan efisiensi
dan stabilitas organisasi. Lebih lanjut, ketika organisasi mengalami pertumbuhan
yang lebih kompleks, maka terjadi lagi krisis baru, yaitu krisis kontrol (control
crisis). Artinya, desentralisasi pengambilan keputusan menyebabkan pengelola
organisasi kehilangan atau berkurang kemampuannya Untuk mengontrol
keseluruhan organisasi. Aktivitas-aktivitas yang telah terdesentralisasi itu makin
beragam dan kompleks, sehingga tidak dapat terpantau secara detail oleh
pengelola organisasi.

 Fase Pormalisasi
Krisis ini melahirkan bentuk organisasi yang lebih formal lagi, di mana
sistem perencanaan, akunting, informasi, dan pelaporan formal mulai diterapkan.
Dengan perkataan lain, pada fase ini cara-cara kontrol birokratik mulai diterapkan.
Dengan melakukan standardisasi terhadap berbagai aktivitas, maka organisasi
dapat dikontrol secara lebih efisien dan efektif. Sampai pada suatu ketika, kontrol
birokratik yang makin detail dan rumit menyebabkan gejala overbureaucracy atau
birokrasi yang berlebihan. Organisasi menjadi tidak efektif dan efisien lagi, serta
berkurang daya adaptasinya terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Hal ini
menimbulkan krisis yang disebut krisis birokratik ( red-tape crisis).
Krisis inilah yang menyebabkan birokrasi mendapat nama j elek,
sebagaimana dijelaskan di atas. Padahal yang salah sebenarnya bukan
birokrasinya, melainkan situasi organisasi itu sendiri yang tidak memungkinkan
kontrol birokratik dijalankan secara efektif. Lebih buruk lagi, berkurangnya
kemampuan kontrol dari mekanisme birokratik biasanya direspons oleh para
pengelola organisasi dengan menambah aturan-aturan dan prosedur yang justru
lebih ketat. Hal ini memperparah krisis di dalam organisasi.

 Fase Kolaborasi
Jika krisis tersebut bisa dilewati dengan selamat, maka organisaSi akan
menuju fase kolaboraSi. Pada fase ini organisasi mencoba mengatasi cara kerja
birokrasi yang terlalu rasional dan impersonal, dengan mengembangkan kerja tim.
Tugas-tugas yang telah terpecah-pecah dalam diferensiasi yang rumit disatukan
kembali dalam gugUS-gugus pekerjaan yang dikelola oleh tim. Dengan demikian,
aturan-aturan dan prosedur yang tidak efisien dapat dikurangi dan organisasi
sekali lagi dapat bekerja secara efektif. Namun, fase ini pun mengandung suatu
bibit krisis. Ketika kerja tim makin intensif dilakukan, anggota organisasi tidak
jarang harus menangani penugasan-penugasan yang bersifat temporer, otoritas
ganda, dan eksperimentasi yang terus-menerus. Hal ini bisa mengakibatkan
kelelahan secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, organisasi
membutuhkan masa-masa penyegaran untuk mengatasi kelelahan dan kejenuhan
yang dialami para anggotanya. Namun secara kualitatif, ada batas-batas di mana
upaya-upaya penyegaran tidak lagi mampu mengatasi kejenuhan anggota. Hal ini
disebut dengan krisis pembaruan ( renewal crisis).
Bentuk-bentuk organisasi post-industrial pada umumnya ditujukan untuk
mengatasi situasi seperti ini. Steward Clegg, seorang ahli organisasi Australia,
mengajukan gagasan de-diferensiasi (Hatch, 1997: 163). Menurutnya, berbagai
upaya melakukan integrasi pada organisasi-organisasi modern biasanya
membutuhkan sarana koordinasi khusus untuk menangani aktivitas-aktivitas yang
terdiferensiasi. Akan tetapi, ketika aktivitas-aktivitas organisasi sudah sangat
terdeferensiasi, maka upaya-upaya integrasi akan makin sulit dilakukan. Ia
menyarankan sebuah solusi, yaitu agar organisasi membalik kondisi-kondisi yang
menyebabkan terjadinya diferensiasi itu sendiri. Artinya, wewenang dan kontrol
para manajer sebaiknya dikurangi dan membangun tim-tim yang mampu
mengatur diri sendiri (self-management) atau grup-grup semi otonom yang
membuat jadwal sendiri dan memonitor sendiri aktivitas-aktivitasnya, sehingga
kebutuhan untuk integrasi dengan sendirinyaberkurang. Gagasan de-diferensiasi
ini sejalan dengan kecenderungan pemikiran post-modern, yang . menghindari
narasi besar (grand-narrative) dan lebih cenderung pada kebenaran-kebenaran
lokal yang bersifat partikular. Namun, Greiner sendiri tidak menyebutkan bentuk
organisasi seperti apa yang akan muncul pasca-krisis pembaruan tersebut. Ia
hanya mengatakan bahwa organisasi perlu mendapat suatu bentuk baru, atau kalau
tidak akan mengalami penurunan (decline), atau bisa jadi pula mengalami
kematian. Beberapa catatan kritis tentang daur kehidupan organisasi diberikan
oleh Robbins (1990: 21-22), sebagai berikut :
1) Tidak semua organisasi melewati kelima fase tersebut. Sejumlah organisasi
besar telah mencapai usia lebih tua daripada rata-rata usia manusia (di atas
delapan puluh tahun), seperti Standar Oil (sekarang Exxon) dan U. S. Steel
(sekarang USX), serta organisasiorganisasi pemerintahan pada umumnya.
Banyak di antaranya yang tidak meneruskan ke fase 5. Artinya, mereka
berhenti pada model birokratik dan bertahan pada fase ini tanpa mengalami
penurunan.
2) Fase-fase pertumbuhan organisasi tidak harus bersifat kronologis. Sejumlah
organisasi sengaja selama mungkin mempertahankan fase 2. Pengelola Apple
Computer, sebagai contoh, secara ekSplisit menyatakan komitmen untuk
bertahan di fase 2. Tujuannya adalah mempertahankan unsur kreativitas dan
inovasi yang terkandung dalam fasa kolektif. Berdasarkan observasi terhadap
organisasi-organisasi yang ada, sebagian di antaranya mencapai fase tiga atau
empat dalam waktu kurang dari lima tahun. Namun, ada juga yang berusia
empat puluh tahun dan masih bertahan di fase 2. Artinya, fase-fase
pertumbuhan tidak identik dengan usia kronologis organisasi.
3) Fase penurunan (decline) atau bahkan kematian, bisa terjadi pada organisasi.
Kendati contoh riil tentang organisasi yang memasuki fase penurunan dan
mengalami kematian masih dipertanyakan, secara teoretis hal ini mungkin
saja. Berbeda dengan makhluk hidup yang pasti mengalami kematian setelah
melewati suatu fase penurunan atau penuaan, organisasi tidak harus demikian.
Akan tetapi, tentu saja kita tidak bisa mengandaikan suatu keabadian
(etemality) pada organisasi. Artinya, selalu ada peluang bahwa organisasi
juga mengalami kematian, seperti halnya makhluk hidup.

F. PERANCANGAN STRUKTUR ORGANISASI


Desain struktur organisasi tidak sama dengan bagan organisaaiisileaara umum“ ada
lima jenis rancangan struktur, yaitu struktur sederhana., fungsional, multldmsmonal,
matrlks, dan hybrid atau campuran (contohnya MNC dan organisasi jaringan).

Kelebihan struktur sederhana adalah sangat simpel, di mana pola hubungan bersifat
langsung, sehingga aktivitas-aktivitas organisasi bisa dilaksanakan dengan mekanisme
yang fleksibel dan cepat. Biaya-biaya yang berkaitan dengan koordinasi dan kontrol
biasanya relatif sangat kecil. Kelemahan pokok dari struktur ini adalah aplikasinya sangat
terbatas pada organisasi-organisasi kecil.

Struktur fungsional dibuat dengan cara memecah aktivitas-aktivitas organisasi ke


dalam fungsi-fungsi yang terpisah. Organisasi dibagi-bagi menjadi beberapa bidang atau
fungsi, yang masing-masing tidak tercampur dengan fungsi-fungsi lain. Struktur
fungsional memiliki kelebihan dapat menghindari duplikasi. Kelemahan dari struktur
fungsional adalah beban Yang harus ditanggung oleh pucuk pimpinan karena harus
terlibat dalam aktivitas operasional Kelemahan lain adalah kecenderungan terjadinya
persaingan antar-fungsi.

Struktur multidivisional membagi organisasi berdasarkan salah satu dari cara ini:
(1) wilayah; (2) kategori klien/konsumen yang dilayani, atau (3) jenis produk. Kelebihan
dari desain ini adalah bahwa level pucuk pimpinan dapat lebih berkonsentrasi pada
aspek-aSpek strategis. Struktur ini juga membantu proses kaderisasi untuk pimpinan
organisasi di masa mendatang. Kelemahan desain struktur multidivisional antara lain
adalah: (1) terjadinya duplikasi, di mana setiap divisi memiliki fungsi-fungsi sendiri,
yang tidak berbeda dengan fungsi-fungsi pada divisi lain; (2) konflik antar-divisi, atau
antara divisi dengan kantor pusat; dan (3) beban koordinasi lebih besar.

Struktur matriks diciptakan dengan maksud untuk menggabungkan kelebihan-


kelebihan dari struktur fungsi dan struktur multidivisional. Struktur matriks sebenarnya
melanggar salah satu prinsip klasik yang sejak lama diterapkan dalam administrasi, yaitu
kesatuan perintah (unity of command). Seharusnya seorang bawahan hanya diwajibkan
melapor kepada seorang atasan. Namun, untuk mengambil manfaat dari penggabungan
struktur fungsional dan multidivisional, maka seorang anggota organisasi dalam struktur
matriks dimungkinkan memiliki dua atasan sekaligus. Struktur matriks ada yang bersifat
temporer dan ada pula yang permanen. Kelebihan struktur matriks antara lain adalah: (1)
menghindari atau mengurangi “ego” fungsional; (2) mengalokasikan tenaga spesialis
secara efisien; (3) lebih fleksibel daripada struktur multidivisional; (4) memberi
kebebasan lebih besar kepada anggota organisasi; dan (5) menyeimbangkan antara
efisiensi (cost-control) dan kecepatan (responsiveness). Kelemahan struktur matriks
adalah: (1) lebih membingungkan; (2) mendorong terjadinya perebutan kekuasaan (power
struggle); (3) tekanan pada individu; dan (4) beban untuk menyeimbangkan antara
kepentingan fungsional dan proyek.

Struktur hybrid adalah campuran dari berbagai tipe struktur. Tujuannya antara lain adalah
untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan khusus dari suatu unit tanpa mengubah desain
organisasi secara keseluruhan. Ada dua jenis struktur hybrid yang penting, yaitu desain
struktur matriks global (global matrix) yang biasa digunakan oleh MNCs dan struktur
organisasi jaringan. Struktur matriks global disebut struktur campuran karena
perusahaan-perusahaan lokal yang tersebar di berbagai benua biasanya terdiri dari
berbagai desain struktur yang berbeda. Struktur jaringan bertitik tolak dari konsep
outsourcing dan kolaborasi. Dalam bentuk yang sangat ekstrem, struktur jaringan
menghasilkan apa yang disebut dengan organisasi virtual (virtual organization), di mana
semua aktivitas organisasi telah habis di outsourcing, contohnya adalah seperti pada
perusahaan yang memiliki merek Benneton (pakaian), Nike (sepatu), Emerson Radio
(produk-produk elektronik), dan Schwinn Bicycle (sepeda).

Keuntungan dari organisasi jaringan adalah: (1) mendorong sharing informasi; (2)
memudahkan pengambilan keputusan; (3) memacu inovasi; (4) sangat fleksibel untuk
mengikuti perubahan tren atau mode; dan (5) dapat merespons kebutuhan-kebutuhan atau
preferensi-preferensi konsumen yang bersifat lokal. Kelemahan-kelemahan dari desain
struktur jaringan adalah: (1) tidak bisa diterapkan pada sem a jenis industri; (2)
kemungkinan eksploitasi; (3) masalah identitas organisasi (organizational identity); dan
(4) perlu pengelolaan khusus terhadap manajer level menengah dan spesialis.

Elemen-elemen yang digunakan dalam merancang struktur adalah: (1) elemen


operasional (operating core); (2) manajer menengah (middle line), sebagai penghubung
elemen operasional dan pucuk pimpinan; (3) pucuk pimpinan (strategic apex); (4) para
pembuat peraturan (technostructure), yaitu analis yang bertugas menyusun bentuk-bentuk
standardisasi dalam organisasi; dan (5) staf pendukung (support staf). Sebelum
merancang suatu struktur, seorang administrator perlu merumuskan: (1) penetapan fungsi
setiap anggota, yaitu ruang lingkup general dan sifat penugasannya; (2) pengalokasian
wewenang, yaitu menetapkan siapa yang diberi wewenang untuk menerjemahkan
keputusan tersebut secara lebih rinci; dan (3) penetapan batas-batas tindakan yang boleh
dilakukan oleh seorang anggota agar terjadi saling koordinasi di dalam organisasi. Peran
administrator adalah menemukan “kombinasi” rancangan struktur yang paling sesuai
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus mengenai tugas-tugas yang harus
dijalankan organisasi itu sendiri. Saat ini, perancangan struktur lebih mendekati pada seni
(art) daripada teknis atau ilmu pasti (science).

G. PERUBAHAN ORGANISASI
Perubahan organisasi dapat diartikan sebagai pembahasan mengenai mengapa,
kapan, dan bagaimana organisasi melakukan perubahan. Perubahan organisasi dapat
dibedakan menjadi dua macam: perubahan terencana (planned change) dan perubahan
tidak terencana ( unplanned change). Teori-teori perubahan organisasi biasanya hanya
membahas perubahan terencana karena tipe perubahan semacam inilah yang dapat
dikontrol oleh pengelola organisasi. Namun, pemahaman tentang perubahan tidak
terencana makin penting, terutama dalam teori-teori post-modern. Perubahan
organisasi dapat dibagi menjadi beberapa level: (a) perubahan makroevolusioner
(macroevolutinaryforces of change), yaitu pada level lingkungan di mana terjadi
perubahan-perubahan organisasi yang disebabkan oleh perilaku organisasi-organisasi
lain; (b) perubahan microevolusioner ( microevolutionary forces of change), yaitu
perubahan-perubahan yang disebabkan pengaruh faktor-faktor internal dalam siklus
atau daur kehidupan organisasi; dan (c) perubahan politis (politicalforces of change),
yaitu perubahan pada level individu yang disebabkan pergulatan politik dan kekuasaan
dalam organisasi.
Berdasarkan kubus perubahan Minztberg, level perubahan bisa pula dibagi
menjadi dua dimensi, yaitu dimensi strategi dan dimensi organisasi, atau aspek
tindakan (actions) dan aspek pelaku (actors). Mengubah strategi berarti mengubah cara
bertindak, sementara mengubah organisasi berarti mengubah pelaku atau susunan
pelaku. Pada dimensi strategi, pembagian levelnya adalah visi, posisi, program, dan
produk. Pada dimensi organisasi, pembagian levelnya adalah kultur, struktur, sistem,
dan orang. Ienis-jenis perubahan organisasi antara lain adalah: restrukturisasi,
rekayasa ulang, penyusunan strategi kembali, akuisisi, perampingan, program-program
kualitas, dan pembaruan kultur organisasi.

Menurut Model Lewin, proses perubahan organisasi terdiri dari tiga tahap,
yaitu pencairan (unfreeze), perubahan (change) atau gerak (move), dan pembekuan
kembali (refreeze). Gagasan dasar Lewin yang penting dan masih dipakai dalam
banyak model perubahan organisasi hingga Sekarang adalah bahwa suatu perubahan
organisasi selalu diiringi dengan dua kekuatan, yaitu kekuatan yang menolak
perubahan dan kekuatan yang mendukung perubahan.

Menurut Model Kotter, perubahan organisasi terdiri dari delapan tahap: (1)
Tahap membangkitkan rasa urgensi (establishing a sense of urgency); (2) Tahap
membentuk koalisi pengarah yang kuat (forming a powerful guiding coalition); (3)
Tahap mengembangkan visi dan Strategi (creatinga vision); (4) Tahap
mengomunikasikan visi perubahan (communicating the vision); (5) Tahap
menggerakkan, mendukung, dan memberdayakan lebih banyak orang untuk bertindak
dan berbuat menjalankan visi tersebut (empowering others to act on the vision); (6)
Tahap merencanakan dan mengusahakan keuntungan-keuntungan jangka pendek
(planning for and creating short-terms wins); (7) Tahap mengonsolidasikan
pencapaian-pencapaian yang ada dan mendorong lebih banyak perubahan
(consolidating improvement and producing still more change); dan (8) Tahap
melembagakan pendekatan-pendekatan baru tersebut ke dalam kultur organisasi
(institutionalizing new approaches).

Model Robbins mendefinisikan perubahan organisasi adalah untuk


meningkatkan efektivitas organisasi dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran
organisasi. Selain itu, model ini membedakan aspek perubahan itu sendiri, apakah
yang akan diubah itu struktur, teknologi, atau proses-proses organisasi? Rancangan
perubahan dibagi menjadi dua: (1) proses perubahan, yaitu seperti dikemukakan
Lewin (unfreeze, move, dan refreeze); dan (2) taktiktaktik yang akan dipergunakan
dalam menyukseskan perubahan (intervensi, partisipasi, persuasi, dan atau perintah).
Selain itu harus dilakukan umpan balik, yaitu kembali memeriksa atau
membandingkan peningkatan efektivitas organisasi setelah perubahan dengan
kekuatan-kekuatan pemicu perubahan itu sendiri.

Aktor-aktor yang memainkan peranan dalam perubahan organisasi, yaitu: (1)


agen perubahan (change agents); (2) manajer perubahan (change managers); (3)
fasilitator perubahan (changefacilicators); (4) penghalang perubahan (change buffers),
dan (5) penentang perubahan (change resistors). Untuk menghadapi penghalang
perubahan dan penentang perubahan, ada enam cara yang bisa dilakukan pelaksana
perubahan: (1) pendidikan dan komunikasi, (2) partisipasi dan melibatkan; (3)
memberi fasilitas dan dukungan; (4) negosiasi dan kesepakatan; (5) manipulasi dan
kerja sama; dan (6) paksaan secara eksplisit maupun implisit.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama antara sekelompok orang yang
tergabung dalam suatu wadah tertentu guna mencapai tujuan bersama seperti yang telah
ditetapkan bersama. Atau pada intinya organisasi adalah koordinasi secara rasional
kegiatan sejumlah organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang dirumuskan secara
eksplisit, melalui pengaturan dan pembagian kerja serta melalui herarki kekuasaan dan
tanggung jawab.
Dalam sebuah organisasi harus memiliki pengurus, anggota dan tujuan. Tujuan
dibentuknya organisasi adalah setiap kegiatan berjalan dengan lancar dan kerja sama dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan. Menambah wawasan dan pengalaman, Mengetahui dan
mengembangkan bakat, Menambah teman, Mudah bergaul, Melatih diri mandiri, Mengisi
waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat, Menimbulkan kepercayaan diri daan tidak
mudah mengeluh
DAFTAR PUSTAKA

James L. Gibson,dkk. 1994. Organisasi jilid 2 edisi kelima. Jakarta : Erlangga


Kusdi. 2011. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika

Suharno dan Usada. 2009. Profesi Kependidikan. Surakarta : Yuma Pustaka

Winardi,J. 2003. Teori Organisasi dan Pengorganisasian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Wursanto,Ig. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta : Andi

Anda mungkin juga menyukai