Modul Kehamilan Dan Persalinan Normal
Modul Kehamilan Dan Persalinan Normal
PENDAHULUAN
Masa kehamilan bukan saja penting bagi ibu tetapi juga bagi bayi karena merupakan bagian
dari 1000 hari pertama kehidupan yang menentukan kesehatan dan tumbuh kembang anak
di kemudian hari. Ibu dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin sehingga
masa kehamilan dapat dilalui dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
Kehamilan dapat disertai dengan penyulit atau komplikasi yang menyebabkan kematian.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, jumlah ibu hamil di Indonesia
sebanyak 5.256.483 orang dengan jumlah kematian ibu sebesar 4.221 jiwa. Resiko kematian
ibu hamil akibat penyulit atau komplikasi sebenarnya dapat dideteksi secara dini melalui
pemeriksaan antenatal terpadu. Pelayanan antenatal yang berkualitas bertujuan agar ibu
hamil dapat menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat dan melahirkan
bayi yang sehat pula.
Oleh karena itu, pemberian pelayanan kesehatan ibu hamil yang optimal merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
kehamilan normal.
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi hingga lahir dengan lama kehamilan normal selama
40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Ibu hamil mengalami
perubahan secara anatomi dan fisiologis untuk menunjang perkembangan janin. Perubahan
ini dimulai setelah pembuahan dan mempengaruhi setiap sistem organ di dalam tubuh. Pada
sebagian besar wanita dengan kehamilan normal, perubahan ini akan hilang setelah
persalinan.
PETA KONSEP
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Lingkar lengan atas (LILA)
Pada trimester 1
1. LILA >33 cm, maka diduga obesitas, memiliki resiko pre-eklampsia dan diabetes
maternal, memiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan lebih.
2. LILA <23 cm, maka diduga undernutrisi atau memiliki penyakit kronis, biasanya
memiliki bayi yang lebih kecil dari ukuran normal.
3. Pada wajah diperhatikan adanya edema palpebra atau pucat, mata dan konjungtiva dapat
pucat, kebersihan mulut dan gigi dapat terjadi karies dan periksa kemungkinan
pembesaran kelenjar tiroid.
4. Pemeriksaan payudara: puting susu dan areola menjadi lebih hitam.
5. Pemeriksaan dada: perhatikan suara paru dan bunyi jantung ibu.
6. Pemeriksaan ekstremitas: perhatikan edema dan varises.
Pemeriksaan obstetrik:
1. Abdomen:
a. Observasi adanya bekas operasi
b. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU)
c. Melakukan palpasi dengan manuver Leopold I-IV
d. Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ) 120-160 kali/menit
2. Vulva/vagina
a. Observasi varises, kondilomata, edema, hemorhoid atau abnormalitas lainnya
b. Pemeriksaan vaginal toucher: perhatikan tanda-tanda tumor.
c. Pemeriksaan inspekulo untuk memeriksa serviks, tanda-tanda infeksi, ada/tidaknya
cairan keluar dari osteum uteri.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. Presentasi janin
Dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan, untuk
mengetahui letak janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau
kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau
ada masalah lain.
7. DJJ
Dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan. DJJ lambat
(<120 kali/menit) atau cepat (>160 kali/menit) menunjukkan adanya gawat janin.
8. Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
Ibu hamil dilakukan skrining status imunisasi tetanus pada saat kontak pertama ANC.
9. Pemberian tablet Fe dan asam folat
Diberikan sejak kontak pertama ANC dan minimal 90 tablet selama kehamilan.
10. Pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan pada setiap ibu hamil, yaitu golongan darah,
Hb dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Pemeriksaan
laboratorium khusus dilakukan atas indikasi.
Keterangan:
: pemeriksaan rutin
* : pemeriksaan atas indikasi
* : pemeriksaan rutin pada daerah endemis
** : pemeriksaan rutin pada daerah epidemik meluas dan terkontaminasi atau ibu hamil
dengan infeksi menular seksual (IMS) dan TBC.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan palsu
2. Tumor kandungan
3. Kista ovarium
4. Hematometra
5. Kandung kemih penuh
SARANA DAN PRASARANA
1. Status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang diderita ibu.
2. Keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini
3. Tanda bahaya yang terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit yang kemungkinan
diderita ibu hamil, antara lain:
a. Muntah berlebih, pusing, sakit kepala menetap, perdarahan, sakit perut hebat,
demam, batuk lama, berdebar-debar, cepat lelah, sesak napas atau sukar bernapas,
keputihan yang berbau, gerakan janin
b. Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik diri, bicara sendiri,
tidak mandi dan lain-lain
c. Riwayat kekerasan terhadap perempuan selama kehamilan
4. Status imunisasi TT
5. Jumlah tablet Fe yang dikonsumsi
6. Obat-obatan yang dikonsumsi
7. Gejala malaria dan riwayat pemakaian obat malaria (pada daerah endemis malaria)
8. Gejala IMS dan riwayat penyakit pada pasangan (pada daerah resiko tinggi IMS)
9. Pola makan ibu selama hamil (jumlah, frekuensi dan kualitas)
10. Kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi
pada kehamilan
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
TERAPI FARMAKOLOGIS
1. Fe 60 mg/hari dan asam folat 250 mikogram 1-2 kali/hari. Bila Hb <7,0 gr/dl dosis
ditingkatkan menjadi 2 kali. Apabila dalam follow up selama 1 bulan tidak ada perbaikan,
dapat dipikirkan kemungkinan penyakit lain (thalassemia, infeksi cacing tambang,
penyakit kronis TBC).
2. Memberikan imunisasi TT
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil disesuaikan dengan status imunisasinya. Ibu
hamil minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap
infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan
imunisasi TT lagi. Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval maksimal, hanya
terdapat interval minimal.
Pada ibu hamil dengan riwayat imunisasi yang tidak diketahui, pemberian imunisasi TT
sesuai dengan tabel di bawah ini:
Tabel 3. Interval minimal pemberian imuniasai TT dan lama perlindungannya
Imunisasi TT Selang waktu minimal Lama perlindungan
pemberian imunisasi
TT1 Sedini mungkin saat Langkah awal pembentukan
kunjungan pertama kekebalan tubuh terhadap
tetanus
TT2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 ≥25 tahun
Dosis booster dapat diberikan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian dosis
booster adalah 0,5 ml IM dan disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang telah diterima
sebelumnya.
KONSELING DAN EDUKASI
Konseling dan edukasi dilakukan pada setiap kunjunan ANC yang meliputi:
1. Anjuran untuk memeriksakan kehamilan secara rutin
2. Memberikan informasi dan edukasi yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala
nifas dan laktasi
3. Menjaga perilaku hidup bersih dan sehat
4. Asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang untuk tumbuh kembang
janin dan kesehatan ibu. Minum air putih yang cukup.
5. Istirahat yang cukup selama kehamilan (sekitar 9-10 jam/hari) dan tidak bekerja berat.
Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat bila lelah.
6. Perlunya menghentikan kebiasaan beresiko bagi kesehatan, seperti merokok dan minum
alkohol
7. Pentingnya dukungan dan peran dari keluarga terutama suami dalam kehamilan dan
persalinan.
8. Perlu menyiapkan persalinan, meliputi siapa yang akan menolong persalinan, dimana
akan melahirkan, siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan,
kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan, metode transportasi bila
perlu dirujuk dan dukungan biaya.
9. Memperkenalkan tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Segera mencari pertolongan medis bila terdapat tanda-tanda bahaya.
10. Memberi pengetahuan mengenai gejala-gejala penyakit menular dan penyakit tidak
menular kepada ibu hamil
11. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan konseling di daerah epidemik meluas dan
terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TBC di daerah epidemik rendah.
12. Anjuran pemberian ASI segera setelah bayi lahir (Inisisi Menyusui Dini/ IMD) dan ASI
eksklusif 6 bulan.
13. Pentingnya KB paska persalinan
14. Imunisasi TT
15. Menganjurkan ibu untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi
pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
16. Aktivitas seksual biasa dapat dilakukan selama kehamilan. Posisi dapat bervariasi
sesuai pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Bila ibu hamil merasa tidak nyaman
ketika melakukan aktivitas seksual, sebaiknya hentikan. Aktivitas seksual tidak
dianjurkan pada keadaan:
a. Riwayat melahirkan prematur
b. Riwayat abortus
c. Perdarahan vagina atau keluar duh tubuh
d. Plasenta previa atau plasenta letak rendah
e. Serviks inkompeten
TATALAKSANA DAN TINDAK LANJUT KEHAMILAN
Setiap kelainan yang ditemukan saat ANC harus ditangani sesuai standar dan kompetensi
dokter umum. Kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
PROGNOSIS
1. Advitam : Bonam
2. Adfunctionam : Bonam
3. Adsanationam : Bonam
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
Ruptur perineum merupakan laserasi atau robeknya perineum yang sangat umum terjadi
pada persalinan pervaginam. Ruptur perineum dapat terjadi secara spontan maupun
iatrogenik akibat tindakan episiotomi. Lebih dari 53-89% perempuan mengalami laserasi
perineum saat persalinan dan sebagian besar merupakan ruptur perineum tingkat 1-2. Ruptur
perineum merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan post-partum yang
merupakan penyebab kematian utama pada ibu di seluruh dunia. Oleh karena itu, penegakan
diagnosis dan tatalaksana yang tepat terhadap pasien dengan ruptur perineum sangat penting
dikuasai oleh seorang dokter.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
kasus ruptur perineum tingkat 1-2.
DEFINISI
Ruptur perineum merupakan laserasi atau robeknya perineum yang sering terjadi akibat
persalinan pervaginam maupun persalinan dengan tindakan.
FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan ruptur perineum, antara lain:
1. Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum dan forseps)
2. Nullipara
3. Episiotomi
4. Bayi besar (makrosomia)
5. Malpresentasi
6. Malposisi, seperti posisi oksiput posterior
7. Kepala janin terlalu cepat lahir
8. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
FAKTOR RESIKO
Laserasi perineum
3A 3B 3C
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis laserasi perineum ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
ANAMNESIS
Perdarahan pervaginam.
PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS KLINIS
Ruptur perineum berat meliputi derajat 3 dan 4, termasuk ke dalam trauma sfingter ani akibat
persalinan (Obstetric Anal Sphincter Injuries / OASIS).
SARANA PRASARANA
TATALAKSANA KOMPREHENSIF
TERAPI FARMAKOLOGIS
Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir resiko perdarahan, edema
dan infeksi. Pada ruptur perineum tingkat 1, tidak perlu dilakukan penjahitan luka, kecuali
bila terjadi perdarahan. Pada ruptur perineum tingkat 2 dilakukan penjahitan luka dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Cuci tangan, gunakan alat pelindung diri (masker, google, penutup kepala, apron, sepatu
boots) dan pakai handscoon steril.
3. Pasien diposisikan lithotomi.
4. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap lidokain atau obat analgetik lainnya.
5. Lakukan anastesi lokal dengan menyuntikkan 10 ml Lidokain 1% pada area luka yang
akan dijahit .
6. Setelah obat anastesi bekerja, jahit mukosa vagina secara kontinu dengan benang 2-0
dimulai dari 1 cm proksimal puncak laserasi. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak
ototnya (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya).
7. Carilah lapisan subkutis persis di bawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan
subkutikuler kembali ke atas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam
vagina.
8. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada bagian
rektum yang ikut terjahit.
KONSELING DA EDUKASI
Memberikan edukasi kepada pasien dan suami mengenai pentingnya menjaga kebersihan
vagina dan perineum tempat luka yang sudah dijahit serta area sekitarnya dengan cara:
1. Menjaga perineum agar selalu bersih dan kering
2. Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
3. Mencuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali per hari
MONITORING PENGOBATAN
Pasien diminta untuk kontrol 1 minggu setelah tindakan penjahitan untuk memeriksa
penyembuhan luka. Pasien harus datang kembali lebih awal bila mengalami demam, keluar
cairan berbau busuk dari area luka jahitan atau luka terasa lebih nyeri.
KRITERIA RUJUKAN
Ruptur perineum tingkat 1-2 dapat dilakukan tatalaksana di fasilitas pelayanan tingkat
pertama sedangkan ruptur perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemui pada ruptur perineum adalah perdarahan. Namun
perdarahan umumnya dapat dikontrol dengan penekanan dan penjahitan luka. Terbentuknya
hematom pada area laserasi dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah banyak dan cepat.
Komplikasi jangka pendek yang dirasakan pasien berupa nyeri dan terlambatnya bonding
antara ibu dan bayi. Pasien juga beresiko mengalami infeksi pada area luka jahitan yang
dapat menghambat penyembuhan luka.
Sebagian besar ruptur perineum tingkat 1-2 tidak menyebabkan komplikasi jangka panjang.
Sedangkan laserasi perineum yang berat (tingkat 3-4) dapat menyebabkan komplikasi
jangka panjang berupa nyeri, inkontinensia urine atau alvi dan dispareunia.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ramar CN, Grimes WR. Perineal Lacerations.; 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559068/.
2. Fukami T, Koga H, Goto M, et al. Incidence and risk factors for postpartum
hemorrhage among transvaginal deliveries at a tertiary perinatal medical facility in
Japan. PLoS One. 2019;14(1):1-8. doi:10.1371/journal.pone.0208873
3. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Menteri Kesehat Republik Indones. 2017:162, 364.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics. 24th ed.; 2014.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan
Bayi Baru Lahir.; 2016.