Anda di halaman 1dari 17

KEHAMILAN NORMAL

No. ICD-10 : O80.9 Single spontaneous delivery, unspecified


NO. ICPC-2 : W90 Uncomplicated labour/delivery livebirth
Tingkat Kompetensi : 4A

PENDAHULUAN
Masa kehamilan bukan saja penting bagi ibu tetapi juga bagi bayi karena merupakan bagian
dari 1000 hari pertama kehidupan yang menentukan kesehatan dan tumbuh kembang anak
di kemudian hari. Ibu dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin sehingga
masa kehamilan dapat dilalui dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat.
Kehamilan dapat disertai dengan penyulit atau komplikasi yang menyebabkan kematian.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, jumlah ibu hamil di Indonesia
sebanyak 5.256.483 orang dengan jumlah kematian ibu sebesar 4.221 jiwa. Resiko kematian
ibu hamil akibat penyulit atau komplikasi sebenarnya dapat dideteksi secara dini melalui
pemeriksaan antenatal terpadu. Pelayanan antenatal yang berkualitas bertujuan agar ibu
hamil dapat menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat dan melahirkan
bayi yang sehat pula.
Oleh karena itu, pemberian pelayanan kesehatan ibu hamil yang optimal merupakan
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
kehamilan normal.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu:


1. Menganalisis data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis kehamilan.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko pada kehamilan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
3. Mengetahui jenis pelayanan antenatal terpadu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
4. Memberikan pelayanan konseling dan edukasi pada pelayanan antenatal terpadu.
5. Memberikan tatalaksana pada kehamilan normal.
6. Melakukan tindak lanjut kasus pada kehamilan dengan resiko.
DEFINISI

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi hingga lahir dengan lama kehamilan normal selama
40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Ibu hamil mengalami
perubahan secara anatomi dan fisiologis untuk menunjang perkembangan janin. Perubahan
ini dimulai setelah pembuahan dan mempengaruhi setiap sistem organ di dalam tubuh. Pada
sebagian besar wanita dengan kehamilan normal, perubahan ini akan hilang setelah
persalinan.

PELAYANAN ANTENATAL TERPADU


Pelayanan antenatal (Antenatal care/ANC) terpadu merupakan pelayanan antenatal
komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap ibu hamil
dianjurkan untuk rutin melakukan pemeriksaan ANC yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan fisik dan mental secara optimal sehingga mampu menghadapi masa persalinan,
nifas, menghadapi persiapan pemberian ASI secara eksklusif serta kembalinya kesehatan
alat reproduksi dengan wajar.
ANC dilakukan minimal 4 kali selama masa kehamilan, yaitu:
a. 1 kali pada trimester pertama, yaitu sebelum usia kehamilan 14 minggu
b. 1 kali pada trimester kedua, yaitu sebelum usia kehamilan 14-28 minggu
c. 2 kali pada trimester ketiga, yaitu selama kehamilan 28-36 minggu dan setelah usia
kehamilan 36 minggu
ANC dapat dilakukan di Puskesmas, klinik atau Rumah Sakit dan diberikan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten, yaitu dokter, bidan dan perawat terlatih. Bila terjadi kasus
kegawatdaruratan maka dapat dilakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lebih
kompeten

PETA KONSEP
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

ANAMNESIS

Anamnesis yang didapatkan dalam diagnosis kehamilan, antara lain:


1. Terlambat menstruasi lebih dari 10 hari dari perkiraan waktu datang bulan
Tidak menstruasi terutama pada perempuan yang sebelumnya mengalami siklus
menstruasi yang teratur merupakan gejala kuat terjadinya kehamilan.
2. Pada kehamilan awal, pasien dapat mengalami flek perdarahan akibat proses implantasi
blastokista pada uterus yang sering disalahartikan dengan menstruasi.
3. Kram perut yang ringan
4. Mual dan muntah pada pagi hari (morning sickness)
5. Kelelahan (fatigue)
6. Sering buang air kecil
7. Konstipasi
8. Sensitif terhadap bau dan rasa tertentu
9. Perubahan suasana hati (mood)
10. Payudara terasa tegang dan membesar

PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda-tanda vital
2. Berat badan
3. Tinggi badan
4. Lingkar lengan atas (LILA)

Pada trimester 1
1. LILA >33 cm, maka diduga obesitas, memiliki resiko pre-eklampsia dan diabetes
maternal, memiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan lebih.
2. LILA <23 cm, maka diduga undernutrisi atau memiliki penyakit kronis, biasanya
memiliki bayi yang lebih kecil dari ukuran normal.
3. Pada wajah diperhatikan adanya edema palpebra atau pucat, mata dan konjungtiva dapat
pucat, kebersihan mulut dan gigi dapat terjadi karies dan periksa kemungkinan
pembesaran kelenjar tiroid.
4. Pemeriksaan payudara: puting susu dan areola menjadi lebih hitam.
5. Pemeriksaan dada: perhatikan suara paru dan bunyi jantung ibu.
6. Pemeriksaan ekstremitas: perhatikan edema dan varises.
Pemeriksaan obstetrik:
1. Abdomen:
a. Observasi adanya bekas operasi
b. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU)
c. Melakukan palpasi dengan manuver Leopold I-IV
d. Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ) 120-160 kali/menit
2. Vulva/vagina
a. Observasi varises, kondilomata, edema, hemorhoid atau abnormalitas lainnya
b. Pemeriksaan vaginal toucher: perhatikan tanda-tanda tumor.
c. Pemeriksaan inspekulo untuk memeriksa serviks, tanda-tanda infeksi, ada/tidaknya
cairan keluar dari osteum uteri.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan tes kehamilan menunjukkan HCG (+)


2. Pemeriksaan darah
3. Pemeriksaan lainnya: kadar glukosa darah dan protein urine sesuai indikasi
4. Pada ibu hamil dengan faktor risiko, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan BTA,
TORCH, sifilis, malaria dan HIV, dilakukan pada trimester 1 terutama untuk daerah
endemik sebagai skrining faktor resiko.
5. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sesuai indikasi

Tanda-tanda pasti kehamilan, antara lain:


1. DJJ pada usia kehamilan > 8 minggu
2. Gerakan janin pada usia kehamilan > 12 minggu
3. Tampak janin pada pemeriksaan USG

Kriteria kehamilan normal, antara lain:


1. Keadaan umum baik
2. Tekanan darah <140/90 mmHg
3. Pertambahan berat badan sesuai, minimal 8 kg selama kehamilan (1kg/bulan) atau sesuai
Indeks Masa Tubuh (IMT) ibu.
4. Edema hanya pada ekstremitas
5. DJJ 120-160 kali/menit
6. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18-20 minggu hingga melahirkan
7. Ukuran uterus sesuai umur kehamilan
8. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal
9. Tidak ada riwayat kelainan obstetrik

Pada ANC terpadu, dilakukan pemeriksaan, antara lain:


1. Berat badan
Dilakukan pada setiap kali ANC untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan
janin. Pertambahan berat badan <9 kg selama kehamilan atau <1 kg setiap bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
2. Tinggi badan
Dilakukan pada pertama kali kunjungan untuk menapis adanya faktor resiko pada ibu
hamil. Tinggi badan <145 cm dapat meningkatkan risiko terjadinya Cephalo Pelvic
Disproportion (CPD).
3. Tekanan darah
Dilakukan pada setiap kali kunjungan untuk mendeteksi adanya hipertensi pada
kehamilan (≥140/90 mmHg) dan pre-eklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan
atau ekstremitas bawah dan atau proteinuria).
4. LILA
Dilakukan pada kunjungan pertama sebagai skrining ibu hamil beresiko kurang energi
kronis (KEK). Ibu hamil dengan LILA <23,5 cm beresiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
5. TFU
Dilakukan pada kunjungan trimester II dan III untuk mendeteksi pertumbuhan janin
sesuai atau tidak dengan usia kehamilan. Jika TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan,
kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.

Tabel 1. Nilai normal TFU berdasarkan usia kehamilan

Usia kehamilan TFU


Palpasi cm
Sebelum 12 minggu Belum teraba -
12 minggu 1-2 jari di atas simfisis pubis -
16 minggu Pertengahan simfisis pubis dan -
umbilikus
20 minggu 3 jari di bawah umbilikus (20 ± 2) cm
22-27 minggu Setinggi umbilikus Usia kehamilan dalam
minggu ±2 cm
28 minggu Pertengahan umbilicus dan processus (28 ± 2) cm
xiphoideus
29-35 minggu 3 jari di bawah processus xiphoideus Usia kehamilan dalam
minggu ±2 cm
36-40 minggu Pada processus xiphoideus atau (36 ± 2) cm
pertengahan umbilicus dan processus
xiphoideus

6. Presentasi janin
Dilakukan pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan, untuk
mengetahui letak janin. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau
kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau
ada masalah lain.
7. DJJ
Dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan. DJJ lambat
(<120 kali/menit) atau cepat (>160 kali/menit) menunjukkan adanya gawat janin.
8. Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
Ibu hamil dilakukan skrining status imunisasi tetanus pada saat kontak pertama ANC.
9. Pemberian tablet Fe dan asam folat
Diberikan sejak kontak pertama ANC dan minimal 90 tablet selama kehamilan.
10. Pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium rutin dilakukan pada setiap ibu hamil, yaitu golongan darah,
Hb dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/epidemi (malaria, HIV, dll). Pemeriksaan
laboratorium khusus dilakukan atas indikasi.

Tabel 2. Pemeriksaan yang dilakukan pada Pelayanan Antenatal Terpadu


No. Pemeriksaan Trimester Keterangan
I II III
1 Keadaan umum    Rutin
2 Suhu tubuh    Rutin
3 Tekanan darah    Rutin
4 Berat badan    Rutin
5 LILA  Rutin
6 TFU   Rutin
7 Presentasi janin   Rutin
8 DJJ   Rutin
9 Hb  *  Rutin
10 Golongan darah   Rutin
11 Protein urine * * Rutin
12 Gula darah/reduksi * * * Atas indikasi
13 Darah malaria * * * Atas indikasi
14 BTA * * * Atas indikasi
15 Darah sifilis * * * Atas indikasi
16 Serologi HIV ** * * Atas indikasi
17 USG * * * Atas indikasi

Keterangan:
 : pemeriksaan rutin
* : pemeriksaan atas indikasi
* : pemeriksaan rutin pada daerah endemis
** : pemeriksaan rutin pada daerah epidemik meluas dan terkontaminasi atau ibu hamil
dengan infeksi menular seksual (IMS) dan TBC.

DIAGNOSIS BANDING

1. Kehamilan palsu
2. Tumor kandungan
3. Kista ovarium
4. Hematometra
5. Kandung kemih penuh
SARANA DAN PRASARANA

1. Alat ukur tinggi badan dan timbangan


2. Meteran
3. Laenec atau doppler
4. Tempat tidur pemeriksaan
5. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan tes kehamilan, darah rutin, urinalisis dan
golongan darah.
6. Buku catatan pemeriksaan dan buku kesehatan ibu dan anak (KIA)

FAKTOR RISIKO PADA KEHAMILAN

Setelah diagnosis kehamilan ditegakkan, perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor resiko.


Hal-hal yang harus diwaspadai pada kehamilan, antara lain:

1. Bila pada kehamilan sebelumnya terdapat riwayat obstetrik sebagai berikut:


a. Lahir mati atau bayi mati usia <28 hari
b. Abortus spontan >3 kali
c. Berat badan bayi <2500 gram atau >4500 gram
d. Dirawat di rumah sakit karena hipertensi, preeklampsia atau eklampsia
e. Operasi pada saluran reproduksi khususnya operasi seksiosesaria
2. Bila pada kehamilan saat ini:
a. Usia ibu <16 tahun atau >35 tahun
b. Ibu memiliki Rhesus (-)
c. Ada keluhan perdarahan vagina
3. Bila ibu memiliki salah satu masalah kesehatan di bawah ini:
a. Diabetes mellitus
b. Penyakit jantung
c. Penyakit ginjal
d. Penyalahgunaan obat
e. Konsumsi rokok, alkohol dan bahan adiktif lainnya
f. Penyakit menular TBC, malaria, HIV/AIDS dan IMS
g. Kanker

Pada kunjungan ANC, dilakukan anamnesis untuk mendapatkan informasi mengenai:

1. Status kunjungan (baru atau lama), riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan dan
persalinan sebelumnya dan riwayat penyakit yang diderita ibu.
2. Keluhan atau masalah yang dirasakan oleh ibu saat ini
3. Tanda bahaya yang terkait dengan masalah kehamilan dan penyakit yang kemungkinan
diderita ibu hamil, antara lain:
a. Muntah berlebih, pusing, sakit kepala menetap, perdarahan, sakit perut hebat,
demam, batuk lama, berdebar-debar, cepat lelah, sesak napas atau sukar bernapas,
keputihan yang berbau, gerakan janin
b. Perilaku berubah selama hamil, seperti gaduh gelisah, menarik diri, bicara sendiri,
tidak mandi dan lain-lain
c. Riwayat kekerasan terhadap perempuan selama kehamilan
4. Status imunisasi TT
5. Jumlah tablet Fe yang dikonsumsi
6. Obat-obatan yang dikonsumsi
7. Gejala malaria dan riwayat pemakaian obat malaria (pada daerah endemis malaria)
8. Gejala IMS dan riwayat penyakit pada pasangan (pada daerah resiko tinggi IMS)
9. Pola makan ibu selama hamil (jumlah, frekuensi dan kualitas)
10. Kesiapan menghadapi persalinan dan menyikapi kemungkinan terjadinya komplikasi
pada kehamilan

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

TERAPI FARMAKOLOGIS

1. Fe 60 mg/hari dan asam folat 250 mikogram 1-2 kali/hari. Bila Hb <7,0 gr/dl dosis
ditingkatkan menjadi 2 kali. Apabila dalam follow up selama 1 bulan tidak ada perbaikan,
dapat dipikirkan kemungkinan penyakit lain (thalassemia, infeksi cacing tambang,
penyakit kronis TBC).
2. Memberikan imunisasi TT
Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil disesuaikan dengan status imunisasinya. Ibu
hamil minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan perlindungan terhadap
infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan
imunisasi TT lagi. Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval maksimal, hanya
terdapat interval minimal.
Pada ibu hamil dengan riwayat imunisasi yang tidak diketahui, pemberian imunisasi TT
sesuai dengan tabel di bawah ini:
Tabel 3. Interval minimal pemberian imuniasai TT dan lama perlindungannya
Imunisasi TT Selang waktu minimal Lama perlindungan
pemberian imunisasi
TT1 Sedini mungkin saat Langkah awal pembentukan
kunjungan pertama kekebalan tubuh terhadap
tetanus
TT2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 ≥25 tahun

Dosis booster dapat diberikan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian dosis
booster adalah 0,5 ml IM dan disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang telah diterima
sebelumnya.
KONSELING DAN EDUKASI

Konseling dan edukasi dilakukan pada setiap kunjunan ANC yang meliputi:
1. Anjuran untuk memeriksakan kehamilan secara rutin
2. Memberikan informasi dan edukasi yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala
nifas dan laktasi
3. Menjaga perilaku hidup bersih dan sehat
4. Asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang untuk tumbuh kembang
janin dan kesehatan ibu. Minum air putih yang cukup.
5. Istirahat yang cukup selama kehamilan (sekitar 9-10 jam/hari) dan tidak bekerja berat.
Latihan fisik normal tidak berlebihan, istirahat bila lelah.
6. Perlunya menghentikan kebiasaan beresiko bagi kesehatan, seperti merokok dan minum
alkohol
7. Pentingnya dukungan dan peran dari keluarga terutama suami dalam kehamilan dan
persalinan.
8. Perlu menyiapkan persalinan, meliputi siapa yang akan menolong persalinan, dimana
akan melahirkan, siapa yang akan membantu dan menemani dalam persalinan,
kemungkinan kesiapan donor darah bila timbul permasalahan, metode transportasi bila
perlu dirujuk dan dukungan biaya.
9. Memperkenalkan tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Segera mencari pertolongan medis bila terdapat tanda-tanda bahaya.
10. Memberi pengetahuan mengenai gejala-gejala penyakit menular dan penyakit tidak
menular kepada ibu hamil
11. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan konseling di daerah epidemik meluas dan
terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS dan TBC di daerah epidemik rendah.
12. Anjuran pemberian ASI segera setelah bayi lahir (Inisisi Menyusui Dini/ IMD) dan ASI
eksklusif 6 bulan.
13. Pentingnya KB paska persalinan
14. Imunisasi TT
15. Menganjurkan ibu untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi
pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan.
16. Aktivitas seksual biasa dapat dilakukan selama kehamilan. Posisi dapat bervariasi
sesuai pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Bila ibu hamil merasa tidak nyaman
ketika melakukan aktivitas seksual, sebaiknya hentikan. Aktivitas seksual tidak
dianjurkan pada keadaan:
a. Riwayat melahirkan prematur
b. Riwayat abortus
c. Perdarahan vagina atau keluar duh tubuh
d. Plasenta previa atau plasenta letak rendah
e. Serviks inkompeten
TATALAKSANA DAN TINDAK LANJUT KEHAMILAN
Setiap kelainan yang ditemukan saat ANC harus ditangani sesuai standar dan kompetensi
dokter umum. Kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

Tabel 4. Penanganan dan tindak lanjut kasus kehamilan dengan penyulit


di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
No. Hasil pemeriksaan Penanganan dan tindak lanjut
1 Perdarahan antepartum Keadan emergensi, rujuk untuk penanganan
perdarahan sesuai standar
2 Demam a. Tangani demam sesuai standar
b. Jika dalam 2 hari masih demam atau keadaan
umum memburuk, segera rujuk
3 Hipertensi ringan (≥140/90 mmHg) a. Tangani hipertensi sesuai standar
tanpa proteinuria b. Periksa ulang dalam 2 hari, jika tekanan darah
meningkat, segera rujuk
c. Jika ada gangguan janin, segera rujuk
d. Konseling gizi, diet makanan untuk hipertensi
dalam kehamilan
4 Hipetensi berat (diastole ≥110 Rujuk untuk penanganan hipertensi sesuai standar
mmHg) tanpa proteinuria
5 Preeklampsia Keadaan emergensi, rujuk untuk penanganan
a. Hipertensi disertai preeklampsia sesuai standar
b. Edema wajah atau ekstremitas
bawah, dan atau
c. Proteinuria (+)
6 a. BB kurang (kenaikan BB<1 Rujuk untuk penanganan ibu hamil resiko KEK
kg/bulan) atau sesuai standar
b. Resiko KEK (LILA <23,5 cm)
7 BB lebih (kenaikan BB >2kg/bulan), Rujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut
8 Status imunisasi tetanus kurang dari Rujuk untuk mendapatkan suntikan vaksin TT
T5 sesuai status imunisasinya
9 TFU tidak sesuai umur kehamilan Rujuk untuk penanganan gangguan pertumbuhan
janin
10 Kelainan letak janin pada trimester Rujuk untuk penanganan kehamilan dengan
III kelainan letak janin
11 Gawat janin Rujuk untuk penanganan gawat janin
12 Anemia a. Rujuk untuk penanganan anemia sesuai standar
b. Konseling gizi, diet makanan kaya zat besi dan
protein
13 Diabetes mellitus (DM) a. Rujuk untuk penanganan DM sesuai standar
b. Konseling gizi, diet makanan untuk ibu hamil
DM
14 Malaria a. Konseling tidur menggunakan kelambu
berinsektisida
b. Memberikan pengobatan sesuai kewenangan
c. Rujuk untuk penanganan lebih lanjut pada
malaria dengan komplikasi
15 TBC a. Rujuk untuk penanganan TBC sesuai standar
b. Konseling gizi, diet makanan untuk ibu hamil TB
c. Pemantauan minum obat TBC
d. Tawarkan tes HIV
16 IMS/Sifilis a. Rujuk untuk penanganan IMS termasuk Sifilis
pada ibu hamil dan suami sesuai standar
b. Tawarkan tes HIV
17 HIV a. Konseling rencana persalinan
b. Rujuk untuk penanganan HIV sesuai standar
c. Konseling gizi, diet makanan untuk ibu hamil
HIV
d. Konseling pemberian makan bayi yang lahir dari
ibu dengan HIV
18 Kemungkinan ada masalah kejiwaan a. Rujuk untuk pelayanan Kesehatan jiwa
b. Pantau hasil rujukan balik
c. Kerjasama dengan fasilitas rujukan selama
kehamilan
19 Mengalami kekerasan dalam rumah Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas Pusat
tangga Pelayanan Terpadu (PPT) terhadap korban
kekerasan

PROGNOSIS
1. Advitam : Bonam
2. Adfunctionam : Bonam
3. Adsanationam : Bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta; 2020.


https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2019.pdf.
2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi Serta Pelayanan Kesehatan Seksual.; 2014.
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PMK No. 97 ttg Pelayanan Kesehatan
Kehamilan.pdf.
3. Soma-Pillay P, Nelson-Piercy C, Tolppanen H, Mebazaa A. Physiological changes in
pregnancy. Cardiovasc J Afr. 2016;27(2):89-94. doi:10.5830/CVJA-2016-021
4. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Menteri Kesehat Republik Indones. 2017.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics. 24th ed.; 2014.
6. Wahyuningsih HP, Tyastuti S. Modul Praktikum Asuhan Kebidanan Kehamilan.; 2016.
RUPTUM PERINEUM TINGKAT 1-2
No. ICD-10 : 07.00 First degree perineal laceration during delivery
NO. ICPC-2 : W92 Complicated labour/delivery livebirth
Tingkat Kompetensi : 4A

PENDAHULUAN
Ruptur perineum merupakan laserasi atau robeknya perineum yang sangat umum terjadi
pada persalinan pervaginam. Ruptur perineum dapat terjadi secara spontan maupun
iatrogenik akibat tindakan episiotomi. Lebih dari 53-89% perempuan mengalami laserasi
perineum saat persalinan dan sebagian besar merupakan ruptur perineum tingkat 1-2. Ruptur
perineum merupakan salah satu faktor resiko terjadinya perdarahan post-partum yang
merupakan penyebab kematian utama pada ibu di seluruh dunia. Oleh karena itu, penegakan
diagnosis dan tatalaksana yang tepat terhadap pasien dengan ruptur perineum sangat penting
dikuasai oleh seorang dokter.

TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
kasus ruptur perineum tingkat 1-2.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu:


1. Menegakkan diagnosis ruptur perineum berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan insidensi ruptur perineum.
3. Menentukan tatalaksana komprehensif pada pasien dengan ruptur perineum tingkat 1-2
yang meliputi farmakologi, non-farmakologi dan edukasi.
4. Mengetahui monitoring pengobatan pada pasien dengan ruptur perineum.
5. Mengetahui kriteria rujukan pada pasien dengan ruptur perineum.
6. Mengetahui komplikasi dan prognosis pada pasien dengan ruptur perineum.

DEFINISI
Ruptur perineum merupakan laserasi atau robeknya perineum yang sering terjadi akibat
persalinan pervaginam maupun persalinan dengan tindakan.

FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan ruptur perineum, antara lain:
1. Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum dan forseps)
2. Nullipara
3. Episiotomi
4. Bayi besar (makrosomia)
5. Malpresentasi
6. Malposisi, seperti posisi oksiput posterior
7. Kepala janin terlalu cepat lahir
8. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

FAKTOR RESIKO

 Bayi besar  Persalinan dengan tindakan


 Malpresentasi  Nullipara
 Malposisi  Episiotomi
 Kepala janin terlalu cepat lahir  Persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya

Laserasi perineum

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

3A 3B 3C

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis laserasi perineum ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

ANAMNESIS

Perdarahan pervaginam.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan regio genitalia didapatkan:


1. Laserasi pada perineum
2. Perdarahan, baik yang merembes atau yang bersifat arterial
3. Pemeriksaan colok dubur dilakukan untuk menilai derajat laserasi perineum

DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Ruptur perineum


diklasifikasikan menjadi 4 tingkat/derajat, yaitu:
1. Derajat 1
Laserasi superfisial pada mukosa vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
2. Derajat 2
Laserasi pada mukosa vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak melibatkan
kerusakan otot sfingter ani.
3. Derajat 3
Laserasi mengenai perineum hingga otot sfingter ani, yang dikategorikan menjadi 3 sub-
kategori, antara lain:
3A : laserasi < 50% sfingter ani eksterna
3B : laserasi > 50% sfingter ani eksterna
3C : laserasi hingga sfingter ani interna
4. Derajat 4
Laserasi mengenai perineum hingga otot sfingter ani dan mukosa rectum

Ruptur perineum berat meliputi derajat 3 dan 4, termasuk ke dalam trauma sfingter ani akibat
persalinan (Obstetric Anal Sphincter Injuries / OASIS).

SARANA PRASARANA

1. Alat-alat yang dibutuhkan, antara lain:


a. Retractor Weislander’s
b. Forceps gigi
c. Needle holder
d. Forceps allis
e. Forceps arteri
f. Gunting Mitzembaum
g. Gunting pemotong jahitan
h. Spekulum sims
i. Retraktor dinding samping dalam vagina
j. Forceps pemegang kasa

2. Bahan-bahan yang diperlukan, antara lain:


a. Tampon
b. Kapas besar steril
c. Povidon iodine
d. Lidocain 1%
e. Benang catgut/asam poliglikolik

TATALAKSANA KOMPREHENSIF

TERAPI FARMAKOLOGIS

1. Analgetik: asam mefenamat 3x500 mg bila nyeri.


2. Antibiotik: amoxicillin 3x500 mg selama 5 hari atau cefadroxil 3x500 mg selama 5 hari.

TERAPI NON FARMAKOLOGIS

Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir resiko perdarahan, edema
dan infeksi. Pada ruptur perineum tingkat 1, tidak perlu dilakukan penjahitan luka, kecuali
bila terjadi perdarahan. Pada ruptur perineum tingkat 2 dilakukan penjahitan luka dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Cuci tangan, gunakan alat pelindung diri (masker, google, penutup kepala, apron, sepatu
boots) dan pakai handscoon steril.
3. Pasien diposisikan lithotomi.
4. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap lidokain atau obat analgetik lainnya.
5. Lakukan anastesi lokal dengan menyuntikkan 10 ml Lidokain 1% pada area luka yang
akan dijahit .
6. Setelah obat anastesi bekerja, jahit mukosa vagina secara kontinu dengan benang 2-0
dimulai dari 1 cm proksimal puncak laserasi. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak
ototnya (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya).
7. Carilah lapisan subkutis persis di bawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan
subkutikuler kembali ke atas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam
vagina.
8. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada bagian
rektum yang ikut terjahit.

Gambar 1. Teknik penjahitan pada ruptur perineum tingkat 2


Keterangan:
Gambar A
Ruptur perineum tingkat 2. Laserasi pada mukosa vagina dan otot perinea transversalis,
tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
Gambar B
Penjahitan area mukosa dan submukosa vagina dimulai dari puncak laserasi
Gambar C
Setelah laserasi vagina tertutup, jarum diposisikan untuk menjahit laserasi di perineum
Gambar D
Jahit jelujur pada fascia dan otot-otot di perineum
Gambar E
Penjahitan area subkutikular. Simpul akhir dilakukan pada daerah proksimal cincin hymen
(hymenal ring).

KONSELING DA EDUKASI

Memberikan edukasi kepada pasien dan suami mengenai pentingnya menjaga kebersihan
vagina dan perineum tempat luka yang sudah dijahit serta area sekitarnya dengan cara:
1. Menjaga perineum agar selalu bersih dan kering
2. Menghindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
3. Mencuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 kali per hari

MONITORING PENGOBATAN
Pasien diminta untuk kontrol 1 minggu setelah tindakan penjahitan untuk memeriksa
penyembuhan luka. Pasien harus datang kembali lebih awal bila mengalami demam, keluar
cairan berbau busuk dari area luka jahitan atau luka terasa lebih nyeri.

KRITERIA RUJUKAN
Ruptur perineum tingkat 1-2 dapat dilakukan tatalaksana di fasilitas pelayanan tingkat
pertama sedangkan ruptur perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemui pada ruptur perineum adalah perdarahan. Namun
perdarahan umumnya dapat dikontrol dengan penekanan dan penjahitan luka. Terbentuknya
hematom pada area laserasi dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah banyak dan cepat.
Komplikasi jangka pendek yang dirasakan pasien berupa nyeri dan terlambatnya bonding
antara ibu dan bayi. Pasien juga beresiko mengalami infeksi pada area luka jahitan yang
dapat menghambat penyembuhan luka.
Sebagian besar ruptur perineum tingkat 1-2 tidak menyebabkan komplikasi jangka panjang.
Sedangkan laserasi perineum yang berat (tingkat 3-4) dapat menyebabkan komplikasi
jangka panjang berupa nyeri, inkontinensia urine atau alvi dan dispareunia.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ramar CN, Grimes WR. Perineal Lacerations.; 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559068/.
2. Fukami T, Koga H, Goto M, et al. Incidence and risk factors for postpartum
hemorrhage among transvaginal deliveries at a tertiary perinatal medical facility in
Japan. PLoS One. 2019;14(1):1-8. doi:10.1371/journal.pone.0208873
3. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer. Menteri Kesehat Republik Indones. 2017:162, 364.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics. 24th ed.; 2014.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan
Bayi Baru Lahir.; 2016.

Anda mungkin juga menyukai