Anda di halaman 1dari 122

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kehamilan

a. Pengertian Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum lalu dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung saat

fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung

dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut

kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana

trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 16

minggu (minggu ke 13-28) dan trimester ketiga 12 minggu (minggu ke

29-40) (Prawirohardjo, 2017; hal. 213).

1) Tujuan ANC

a) Memantau kemajuan untuk memastikan kesehatan ibu dan

tumbuh kembang bayi.

b) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental

serta social dan bayi.

c) Menemukan sejak dini bila ada masalah atau gangguan dan

komplikasi yang terjadi selama masa kehamilan.

d) Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat,

baik ibu maupun bayi, dengan trauma seminimal mungkin.

7
8

e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI

eksklusif berjalan normal.

f) Mempersiapkan ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik

dalam memelihara bayi agar dapat tumbuh dan kembang secara

normal (Asrinah, dkk, 2017; hal. 5).

2) Frekuensi Kunjungan ANC

Frekuensi dari pemeriksaan antenatal menurut Sulistyawati A

(2013; hal. 4) adalah sebagai berikut :

a) Minimal 1 kali pada trimester I (usia kehamilan 0 – 13 minggu).

b) Minimal 1 kali pada trimester II (usia kehamilan 14 – 27

minggu).

c) Minimal 2 kali pada trimester III (usia kehamilan 28 – 40

minggu).

Menurut Prawirohardjo (2017; hal. 279) pemeriksaan

antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3, K4. Hal ini berarti,

minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia

kehamilan 28 minggu, sekali kunungan antenatal selama kehamilan

28-36 minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia

kehamilan di atas 36 miggu.


9

3) Standar Pelayanan ANC (10 T)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2019; hal. 1-3)

menyebutkan standar pelayanan ANC meliputi :

a) Pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan. Bila

tinggi < 145cm maka faktor resiko panggul sempit,

kemungkinan sulit melahirkan secara normal. Sejak bulan ke

empat pertambahan berat badan paling sedikit 1 kg per bulan

b) Pengukuran tekanan darah (tensi)

Tekanan darah normal 120/80 mmHg. Bila tekanan darah lebih

besar atau sama dengan 140/90 mmHg, ada faktor resiko

hipertensi (tekanan darah tinggi) dalam kehamilan.

c) Pengukuran lingkar lengan atas (LiLa)

Bila < 23,5 cm menunjukkan ibu hamil menderita Kurang

Energi Kronis (ibu hamil KEK) dan beresiko melahirkan Bayi

Berat Lahir Rendah (BBLR)

d) Pengukuran tinggi Rahim

Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat pertumbuhan

janin apakah sesuai dengan usia kehamilan.

e) Penentuan letak janin (presentasi janin) dan penghitungan

denyut jantung janin

Apabila trimester III bagian janin bawah janin bukan kepala

atau kepala belum masuk panggul, kemungkinan ada kelainan

letak atau ada masalah lain. Bila denyut jantung janin kurang
10

dari 120 kali permenit atau lebih dari 160 kali permenit

menunjukkan adanya gawat janin.

f) Penentuan status imunisasi tetanus toksoid (TT)

Oleh petugas untuk selanjutnya bila mana diperlukan

mendapatkan suntikan tetanus toksoid sesuai anjuran petugas

kesehatan untuk mencegah tetanus pada ibu dan bayi

Tabel 2.1 Tabel Rentang Waktu Pemberian Imunisasi TT dan


Lama Perlindungannya
Imunisasi Selang waktu minimal Lama Perlindungan
TT pemberian imunisasi
TT1 Langkah awal
pembentukan
kekebalan tubuh
terhadap penyakit
tetanus
TT2 1 bulan setelah TT 1 3 Tahun
TT3 6 bulan setelah TT 2 5 Tahun
TT4 12 bulan setelah TT 3 10 Tahun
TT5 12 bulan setelah TT 4 Seumur hidup
(Sumber: DepKes RI, 2018; hal. 2)

g) Pemberian tablet tambah darah

Ibu hamil sejak awal kehamilan minum 1 tablet tambah darah

setiap hari minimal selama 90 hari. Tablet tambah darah

diminum pada malam hari untuk mengurangi rasa mual.

h) Tes laboratorium

(1) Tes golongan darah, untuk mempersiapkan donor bagi ibu

hamil bila diperlukan

(2) Tes hemoglobin, untuk mengetahui apakah ibu kekurangan

darah (Anemia)

(3) Tes pemeriksaan urine (air kencing)


11

(4) Tes pemeriksaan darah lainnya, seperti HIV dan Sifilis,

sementara pemeriksaan malaria dilakukan di daerah

endemis.

i) Konseling atau penjelasan

Tenaga kesehatan memberi penelasan mengenai perawatan

kehamilan, pencegahan kelainan bawaan, persalinan dan

inisiasi menyusu dini (IMD), nifas, perawatan bayi baru lahir,

ASI Eksklusif, Keluarga Berencana (KB), dan imunisasi pada

bayi.

j) Tata laksana atau mendapatkan pengobatan

Jika ibu mempunyai masalah kesehatan pada saat hamil.

4) Pemeriksaan Fisik Obstetri pada Asuhan Antenatal (Kementrian

Kesehatan, 2014; hal. 25-26)

a) Pemeriksaan fisik obstetri pada kunjungan pertama:

1) Tinggi fundus uteri (menggunakan pita ukur bila usia

kehamilan ≥20 minggu.

2) Vulva/perineum untuk memeriksa adanya varises,

kondiloma, oedema, hemoroid, atau kelainan lainnya.

3) Pemeriksaan inspekulo untuk menilai: serviks, tanda-tanda

infeksi, dan cairan dari ostium uteri.


12

b) Pemeriksaan fisik obstetri pada setiap kunjungan ulang

berikutnya:

(1) Pantau tumbuh kembang janin dengan mengukur tinggi

fundus uteri.

Tabel 2.2 Tabel Tinggi Fundus Berdasarkan Usia Kehamilan


Usia kehamilan Tinggi fundus
Dalam cm Menggunakan
penunjuk –
penunjuk badan
12 minggu - Teraba diatas
simpisis pubis
16 minggu - Ditengah, antara
simpisis pubis dan
umbilicus
20 minggu 20 cm (± 2cm) Pada umbilicus
22 – 27 minggu Usia kehamilan -
dalam minggu =
cm (± 2cm)
28 minggu 28 cm (± 2cm) Ditengah antara
umbilikus dan
prosessus xifoideus
29 -35 minggu Usia kehamilan -
dalam minggu =
cm (± 2cm)
36 minggu 36 cm (± 2cm) Pada prosessus
xifoideus
(Sumber : Sarwono, 2010; hal. 93)

Menurut Sulistyowati (2015; hal. 60) mengenai

pengukuran TFU dengan pertiga jarian yaitu saat umur 12

minggu 3 jari di atas symphysis, 16 minggu pertengahan

pusat-symphysis, 24 minggu setinggi pusat, 28 minggu 3 ari

di atas pusat, 32 minggu pertengahan pusat-prosesus

xifoideus, 36 minggu 3 jari dibawah prosesus xifoideus, dan


13

umur kehamilan 40 minggu pertengahan pusat-prosesus

xifoideus.

Rumus MC. Donalds dianggap akurat bila

dilakukan setelah usia kehamilan 20 minggu. TFU

dinyatakan dengan Centimeter (cm). Bila usia kehamilan di

bawah 20 minggu, digunakan dengan cara palpasi leopold I.

Cara pengukuran TFU dengan cm bisa pula membantu

pengukuran perkiraan berat janin, dengan rumus Jhonson

Tausak : TFU (dalam cm) – 12 x 155 = TBJ dalam gram

(apabila kepala belum masuk panggul) dan TFU (dalam

cm) – 11 x 155 = TBJ dalam gram (apabila kepala sudah

masuk panggul) . Pengukuran tinggi rahim berguna untuk

melihat pertumbuhan janin apakah sesuai dengan usia.

(2) Palpasi abdomen menggunakan manuver Leopold I-IV

(a) Leopold I : Menentukan tinggi fundus uteri

dan bagian janin yang terletak di

fundus uteri.

(b) Leopold II : Menentukan bagian sisi kiri dan

bagian sisi kanan ibu.

(c) Leopold III : Menentukan bagian janin yang

terletak di bagian bawah uterus.

(d) Leopold IV : Menentukan berapa jauh masuknya

janin kepintu atas panggul.


14

(3) Auskultasi denyut jantung janin menggunakan stetoskop

atau doppler jika usia kehamilan > 16 minggu).

5) Berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT) (Walyani, 2016; hal.

55-58)

Peningkatan berat badan optimal untuk rata rata kehamilan adalah

12,5 kg, 9 kg diperoleh pada 20 minggu terakhir.

Tabel 2.3 Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil


Janin 3-4 kg
Plasenta 0, 6 kg
Cairan amnion 0, 8 kg
Peningkatan berat uterus 0, 9 kg
Peningkatan berat payudara 0,4 kg
Peningkatan volume darah 1,5 kg
Cairan ekstra seluler 1,4 kg
Lemak 3,5 kg
(Sumber: Walyani, 2015; h. 55-56)

Rumus IMT = BB/TB² (BB dalam satuan kg, TB dalam satuan

meter)

IMT diklasifikasikan dalam 4 kategori :

a) IMT rendah (<19,8)

b) IMT normal (19,8-26)

c) IMT tinggi (>26-29)

d) IMT obesitas (>29)

Peningkatan BB total selama hamil yang disarankan berdasarkan

BMI sebelum hamil :

a) IMT rendah (12,5-18 kg)

b) IMT normal (11,5-16 kg)

c) IMT tinggi (7,0-11,5 kg)


15

d) IMT obesitas (± 6 kg)

6) Kebutuhan Nutrisi Ibu Hamil

a) Kalori

Jumlah kalori yang diperlukan ibu hamil setiap harinya adalah

2500 kalori. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan

obesitas, dan ini merupakan faktor predisposisi atas terjadinya

preeklampsia.

b) Protein

Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram

per hari. Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran

prematur, anemia dan oedema.

c) Kalsium

Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 kg per hari. Kalsium

dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi

pengembangan otot dan rangka. Defisiensi kalsium dapat

mengakibatkan riketsia pada bayi atau osteomalasia.

d) Zat besi

Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg

per hari terutama setelah trimester kedua. Bila tidak ditemukan

anemia pemberian zat besi per minggu telah cukup. Kekurangan

zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi

zat besi.

e) Asam folat
16

Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400

mikrogram per hari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan

anemia megaloblastik pada ibu hamil.

7) Tanda Bahaya Kehamilan (Buku KIA, 2019; hal. 8)

a) Muntah terus dan tidak mau makan

b) Demam tinggi

c) Bengkak kaki, tangan dan wajah, atau sakit kepala disertai

kejang

d) Janin dirasakan kurang bergerak dibandingkan sebelumnya

Bayi harus bergerak minimal 10 kali dalam 12 jam. Atau apabila

ibu merasakan setiap jam janinnya bergerak berarti dalam

keadaan yang baik.

e) Perdarahan pada hamil muda dan hamil tua

f) Air ketuban keluar sebelum waktunya

8) Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

(P4K)

a) Pengertian P4K

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

(P4K) adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa

dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan

masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan

persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk

perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan dengan


17

menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam

rangka meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan

bagi ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2010).

b) Tujuan P4K

Menurut Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2010),

tujuan P4K digolongkan menjadi 2 yaitu:

(1) Tujuan umum

Meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi

ibu hamil dan bayi baru lahir melalui peningkatan peran

aktif keluarga dan masyarakat dalam merencanakan

persalinan yang aman dan persiapan menghadapi

komplikasi dan tanda bahaya kebidanan bagi ibu sehingga

bersalin dengan aman dan melahirkan bayi yang sehat.

(2) Tujuan khusus

(a) Dipahami setiap persalinan beresiko oleh masyarakat

luas.

(b) Memfokuskan pola motivasi kepada keluarga saat ANC

dan adanya rencana persalinan yang disepakati antara

ibu hamil, suami, keluarga dengan bidan.

(c) Terdatanya sasaran dan terpasangnya stiker P4K.

(d) Adanya kesiapan menghadapi komplikasi yang

disepakati ibu hamil, suami, dan keluarga dengan

bidan.
18

(e) Adanya dukungan secara luas dari tokoh-tokoh

masyarakat baik formal maupun non formal, kader, dan

dukun bayi.

(f) Memantau kemitraan antara bidan, dukun bayi, dan

kader.

(g) Adanya rencana alat kontrasepsi setelah melahirkan

yang disepakati antara ibu hamil, suami, dan keluarga,

dengan bidan atau tenaga kesehatan.

c) Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), persiapan

persalinan dan pencegahan komplikasi meliputi :

(1) Taksiran persalinan sangat penting karena merupakan

penentu usia kehamilan, dengan mengetahui usia janin yang

akurat dapat membantu asuhan prenatal, kelahiran dan

postnatal.

(2) Penolong persalinan, ibu, suami, keluarga sejak awal

kehamilan sudah menentukan untuk persalinan ditolong

oleh petugas kesehatan. Ibu atau keluarga dapat memilih

tenaga kesehatan terlatih sesuai dengan kepercayaan ibu

tersebut. Misalnya ibu memilih yang akan menolong

persalinannya adalah bidan atau dengan dokter spesialis.

(3) Tempat persalinan, ibu, suami, keluarga sejak awal

kehamilan sudah merencanakan tempat persalinan untuk


19

ibu di fasilitas kesehatan. Ibu dapat memilih tempat

persalinannya di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin,

bidan praktek swasta atau di rumahnya sendiri asalkan

tempatnya dapat memenuhi syarat.

(4) Pendamping persalinan, keluarga atau kerabat dekat ibu

dapat ikut mendampingi ibu saat bersalin.

(5) Transportasi/ ambulan desa,  mengupayakan dan

mempersiapkan transportasi jika sewaktu-waktu

diperlukan.

(6) Calon pendonor darah, upaya tenaga kesehatan, keluarga

dan masyarakat untuk membantu ibu hamil dalam

mengantisipasi terjadinya komplikasi (perdarahan) pada

saat persalinan.

(7) Dana, merupakan upaya menyisihkan uang atau barang

berharga (yang bisa diuangkan sewaktu-waktu) oleh ibu

hamil yang disimpan oleh bidan desa atau pihak yang

ditunjuk oleh masyarakat yang sewaktu-waktu dapat

dipergunakan untuk biaya persalinan.

(8) KB paska persalinan merupakan suatu program yang

dimaksudkan untuk mengatur kehamilan melalui

penggunaan alat / obat kontrasepsi setelah melahirkan.

2. Persalinan
20

a. Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban

keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya

terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa

disertai penyulit (JNPK-KR, 2018; hal. 35).

b. Pengertian Persalinan Normal

Persalinan normal (spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak

belakang kepala (LBK) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-

alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung

kurang dari 24 jam (Asrinah, dkk, 2013; hal. 2).

c. Tanda – tanda persalinan (Asrinah, dkk, 2013; hal. 5-6)

1) Terjadinya His Persalinan

His persalinan mempunyai sifat:

a) Pinggang terasa sakit, yang menjalar ke depan.

b) Sifatnya teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya

makin besar.

c) Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan uterus.

d) Makin beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah.

2) Bloody Show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)

Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang

menimbulkan pendataran dan pembukaan, lendir yang terdapat pada


21

kanalis servikalis lepas, kapiler pembuluh darah pecah, yang

menjadikan perdarahan sedikit.

3) Pengeluaran Cairan

Keluar banyak cairan dari jalan lahir. Ini terjadi akibat pecahnya

ketuban atau selaput ketuban robek. Sebagian besar ketuban baru

pecah menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang-kadang ketuban

pecah pada pembukaan kecil. Dengan pecahnya ketuban diharapkan

persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan (Rukiyah dkk, 2019; hal.

19-25)

1) Tenaga (Power)

a) His/Kontraksi

His/kontraksi uterus uterus adalah kontraksi otot-otot uterus

dalam persalinan. Kontraksi merupakan suatu sifat pokok otot

polos dan tentu saja hal ini terjadi pada otot polos uterus yaitu

miometrium.

b) Kekuatan mengejan ibu

Setelah serviks terbuka lengkap kekuatan yang sangat penting

pada ekspulsi janin adalah yang dihasilkan oleh peningkatan

tekanan intra-abdomen yang diciptakan oleh kontraksi otot-otot

abdomen. Dalam bahasa obstetrik biasanya disebut mengejan.

Sifat kekuatan yang dihasilkan mirip seperti yang terjadi pada


22

saat buang air besar, tetapi biasanya intensitasnya jauh lebih

besar.

2) Janin dan plasenta (Passanger)

Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin.

Posisi dan besar kepala janin dapat mempengaruhi jalannya

persalinan sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan

janin kelak, hidup sempurna, cacat atau akhirnya meninggal.

Biasanya apabila kepala janin sudah lahir, maka bagian-bagian lain

dengan mudah menyusul kemudian.

3) Jalan lahir (Passage)

Tulang panggul dibentuk oleh dua tulang koksa (terbentuk dari

fungsi tiga tulang yaitu ospubis, osiskium, dan osillium) yang

masing-masing membatasi bagian samping rongga panggul. Peran

obstetrik utama dasar panggul yang berbentuk selokan ini pada

kelahiran adalah untuk menyegariskan sutura sagitalis kepala yang

sedang turun dengan diameter antero-posterior pintu bawah

panggul. Bagian terendah kepala janin menyentuh dasar panggul

dan bergeser ke depan. Bagian ini adalah oksiput pada posisi fleksi

yang benar, atau sinisiput pada kepala dalam keadaan defleksi

dengan posisi oksipito posterior.

4) Psikis ibu bersalin


23

Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami dan

anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama bersalin

dan kelahiran. Anjurkan mereka berperan aktif dalam mendukung

dan mendampingi langkah-langkah yang mungkin akan sangat

membantu kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu untuk didampingi.

5) Penolong

Penolong persalinan adalah petugas kesehatan yang mempunyai

legalitas dalam menolong persalinan, antara lain dokter, bidan serta

mempunyai kompetensi dalam menolong persalinan, menangani

kegawatdaruratan serta melakukan rujukan jika diperlukan.

e. Tahapan Persalinan (Rukiyah, dkk, 2019; hal, 6-8)

1) Kala I

Pada Kala I Persalinan dimulainya proses persalinan yang ditandai

dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan menyebabkan

perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan lengkap

(Rukiyah, dkk, 2019; hal, 6-8).

Fase kala I persalinan terdiri dari fase laten yaitu dimulai

dari awal kontraksi hingga pembukaan mendekati 4 cm, kontraksi

mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik, dan tidak

teratur mules. Fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi di atas 3 kali

dalam 10 menit, lamanya 40 detik atau lebih dan mules, pembukaan

4 cm hingga lengkap, penurunan bagian terbawah janin. Fase

pembukaan dibagi 2 fase, yaitu


24

a) Fase laten

Berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat

sampai mencpai pembukua 3cm.

b) Fase aktif terbagi dalam 3 fase yaitu

(1) Fase Fase akselerasi

Berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm.

(2) Fase dilatasi maksimal

Berlangsung selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat

menjadi 9 cm.

(3) Fase deselerasi

Berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi 10 cm

atau lengkap.

Lama Kala I untuk primigravida berlangsung 2 jam dengan

pembukuan 1 cm perjam dalam pada multigravida 8 jam

dengan pembukuan 2 cm perjam.

Tabel 2.4 Pemantauan Kondisi Kesehatan Ibu


Parameter Fase Laten Fase Aktif
Tekanan darah Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Temperatur Setiap 4 jam Setiap 2 jam
Nadi Setiap 30 menit Setiap 30 menit
Denyut jantung janin Setiap 30 menit Setiap 30 menit
Kontraksi uterus Setiap 30 menit Setiap 30 menit
Pembukaan serviks Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Penurunan kepala janin Setiap 4 jam Setiap 4 jam
Urine Setiap 2 – 4 jam Setiap 2 jam
(Sumber: Rukiyah et al, 2019; hal. 48-55)
2) Kala II Persalinan

a) Pengertian
25

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan lengkap

serviks (10 cm) dilanjutkan dengan upaya mendorong bayi

keluar dari jalan lahir dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala

dua persalinan disebut juga sebagai kala pengeluaran bayi

(JNPK-KR, 2018; hal. 71).

b) Gejala dan tanda kala II persalinan (JNPK-KR, 2018; hal. 71)

(1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi.

(2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum

dan atau vaginanya.

(3) Perineum menonjol.

(4) Vulva dan sfingter ani membuka.

(5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam

(informasi obyektif) yang hasilnya adalah pembukaan

serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian kepala bayi

melalui introitus vagina.

c) Asuhan Kala II

(1) Pemantauan Maternal

(2) Pemantauan Fetal (Asrinah, dkk, 40; hal. 76).

3) KALA III
26

Menurut JNPK-KR (2018; hal. 89) kala III persalinan dimulai

setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput

ketuban.

Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal

di bawah ini:

a) Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan

sebelum myometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat

penuh dan tinggi fundus dibawah pusat. Setelah uterus

berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk

segitiga atau seperti buah alpukat dan fundus setinggi pusat

(seringkali mengarah ke sisi kanan).

b) Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar.

c) Semburan darah mendadak dan singkat.

Cara untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif

sehingga dapat mempersingkat waktu kala III, mencegah

perdarahan, dan mengurangi kehilangan darah kala III yaitu

dengan melakukan Manajemen Aktif Kala III, yaitu sebagai

berikut :

a) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah

bayi lahir.

Oksitosin 10 IU secara IM pada 1/3 paha kanan bagian luar,

dan dapat diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir.


27

b) Melakukan penengangan tali pusat terkendali (PTT).

Berdiri di samping ibu, pindahkan klem ke sekitar 5-10 cm dari

vulva. Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu

(beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Menggunakan

tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus

pada saat melakukan penegangan tali pusat. Saat terjadi

kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan

dan tangan yang lain (pada dinding abdmen) menekan uterus

ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara

hati-hati untuk mencegah teradinya inversion uteri.

c) Melakukan rangsangan taktil (massase) fundus uteri

Segera setelah plasenta dan selaput lahir, dengan lembut tapi

mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus

uteri supaya terus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi

dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.

4) KALA IV

Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan berakhir 2

jam kemudian.

a) Fisiologis Kala IV

(1) Uterus. Uterus yang berkontraksi normal harus keras Ketika

disentuh.

(2) Serviks, vagina dan perineum.


28

Setelah memastikan uterus berkontraksi secara efektif dan

perdarahan berasal dari sumber lain, bidan hendaknya

menginspeksi perineum, vagina bawah dan area periuretra

untuk mengetahui adanya memar, pembentukan hematoma,

laserasi pada pembuluh darah atau mengalami perdarahan.

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan,

yaitu:

(a) Derajat satu : Luasnya robekan mengenai mukosa

vagina, fourchette posterior, dan kulit

perineum

(b) Derajat dua : Seperti derajat satu dan juga mengenai

otot perineum

(c) Derajat tiga : Pada derajat tiga ini seperti derajat dua

ditambah dengan otot spingter ani

eksternal.

(d) Derajat empat : Derajat tiga ditambah dengan dinding

rektum anterior.

Apabila pada saat pemeriksaan jalan lahir nampak

perdarahan sebagai tetesan yang terus menerus atau

memancar, perlu dicurigai adanya laserasi vagina atau

serviks atau adanya pembuluh darah yang tidak diikat

(Rukiyah, 2020; hal. 175).


29

b) Pemantauan dan Evaluasi Lanjut

Pemantauan lanjut kala IV ini meliputi tanda vital ibu, kontraksi

uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, juga perineum

terutama kebersihannya. Pelaksanaan Pemantauan dilakukan

setiap 15 menit pada satu jam pertama pasca persalinan dan

dilanjutkan dengan setiap 30 menit setelah jam kedua pasca

persalinan. Hasil observasi dan asuhan dicatat dalam lembar

observasi dan dokumentasi seperti asuhan dalam partograf

(lembar belakang kala IV).

f. Asuhan Persalinan Normal (JNPK-KR, 2018; hal. 16-20)

Mengenali Gejala Dan Tanda Kala Dua

1) Mendengar dan melihat tanda kala II persalinan

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum

dan vagina

c) Perineum tampak menonjol

d) Vulva dan spingter ani membuka

Menyiapkan Pertolongan Perslinan

2) Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan

esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi

segera pada ibu dan bayi baru lahir

Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi


30

a) Tempat datar rata, bersih, kering dan hangat

b) Tiga handuk atau kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu

bayi)

c) Alat penghisap lendir

d) Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60cm dari tubuh bayi

Untuk ibu

a) Menggelar kain di bawah perut ibu

b) Menyiapkan oksitosin 10 IU

c) Alat suntik steril sekali pakai didalam partus set

3) Memakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan

4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci

tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian

mengeringkan tangan dengan tisu atau handuk pribadi yang bersih

dan kering

5) Memakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan

untuk periksa dalam

6) Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT atau steril dan pastikan tidak terjadi

kontaminasi pada alat suntik)

Memastikan Pembukaan Lengkap Dan Keadaan Janin

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati

dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan kapas

atau kassa yang dibasahi air DTT


31

a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,

bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang

b) Buang kapas atau kassa pembersih yang terkontaminasi

dalam wadah yang tersedia

c) Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan

rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5%

8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.

Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah lengkap,

maka lakukan amniotomi

9) Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih

memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% lepaskan

sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam larutan

klorin 0,5% selama 10 menit). Cuci tangan setelah sarung tangan

dilepaskan setelah itu tutup kembali partus set.

10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus mereda

(relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas normal (120-

160x/menit)

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

b) Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam DJJ, semua

temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam

partograf
32

Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu Proses Meneran

11) Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan

keadaan janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan posisi

yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

a) Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran,

lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin

(ikuti panduan penalatalksanaan fase aktif) dan dokumentasikan

semua temuan yang ada

b) Jelaskan kepada anggota keluarga tentang peran mereka untuk

mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran

secara benar

12) Minta keluarga untuk menyiapkan posisi meneran jika ada rasa

ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu, ibu

diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan

pastikan ibu merasa nyaman

13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin

meneran atau timbul kontraksi yang kuat:

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara

meneran apabila caranya tidak sesuai

c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya

(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi


33

e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu

f) Berikan cukup asupan cair per oral (minum)

g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai

h) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah

pembukaan lengkap dan dipimpin meneran ≥120 menit (2 jam)

pada primigravida atau ≥60 menit (1 jam) pada multigravida

14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi

yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran

dalam selang waktu 60 menit

Persiapan Untuk Melahirkan Bayi

15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,

jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6cm

16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong

ibu

17) Buka tutup partus set dan periksa kembali kelengkapan peralatan

dan bahan

18) Pakai sarung tangan DTT/steril pada kedua tangan

Pertolongan Untuk Melahirkan Bayi

19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6cm membuka

vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi

dengan kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan belakang

untuk mempertahankan posisi fleksi dan membantu lahirnya


34

kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif atau bernafas cepat

dan dangkal.

20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan yang

sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

Perhatikan:
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat

bagisan atas kepala bayi.

b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua

tempat dan potong tali pusat diatara dua klem tersebut.

21) Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar berlangsung secara

spontan.

Lahirnya Bahu

22) Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara

biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan

lembut gerakkan kepala bayi ke arah bawah dan distal hingga bahu

depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke arah

atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

Lahir badan dan tungkai

23) Setelah kedua bahu lahir , satu tangan menyangga kepala dan bahu

belakang, tangan yang lain menyelusuri lengan dan siku anterior

bayi serta menjaga bayi terpegang baik.

24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut

ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki


35

(masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang kedua kaki

dengan melingkar ibu jari pada satu sisi dan jari – jari lainnya pada

sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk )

Asuhan Bayi Baru Lahir

25) Lakukan penelitian (selintas)

a) Apakah bayi cukup bulan?

b) Apakah bayi menangis kuat dan / atau bernafas tanpa kesulitan?

c) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

Bila salah satu jawaban “TIDAK” lanjut ke langkah resusitasi pada

bayi baru lahir dengan asfiksia (Lihat Penuntun Belajar Resusitasi

Bayi Asfiksia)

Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26

26) Keringkan tubuh bayi

Keringkan tubuh bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya

(kecuali kedua tangan) tanpa membersihlkan verniks. Ganti handuk

basah dengan handuk atau kain yang kering. Pastikan bayi dalam

posisi dan kondisi aman diperut bagian bawah ibu.

27) Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang

lahir (hamil tunggal) dan bukan hamil ganda (gemelli)

28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus

berkontraksi baik.
36

29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit

(intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha ( lakukan aspirasi sebelum

menyuntikkan oksitosin)

30) Setelah dua menit sejak bayi lahir (cukup bulan), jepit tali pusat

dengan klem kira kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari

telunjuk dan jari tengan tangan yang lain untuk mendorong isi tali

pusat ke arah ibu, dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari

klem pertama.

31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit

(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat

diantara 2 klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau benang steril pada satu

sisi kemudian lingkarkan benang lagi benang tersebut dan ikat

tali pusat dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu-bayi.

Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada ibunya.

Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi

lebih rendah dari putting susu atau areola mamae ibu.

a) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain kering dan hangat,

memasang topi di kepala bayi.

b) Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling

sedikit 1 jam
37

c) Sebagian bayi akan berhasil melakukan inisiasi dini dalam

waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali akan

berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu

payudara.

d) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi

sudah berhasil menyusu.

Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan (Mak III)

33) Pindahkan klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu (diatas simpisis)

untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang klem untuk

menegangkan tali pusat

35) Pada saat uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah bawah sambil

tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-

kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika

plasenta tidak lepas setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali

pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya kemudian

ulangi kembali prosedur di atas.

a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu/suami untuk

melakukan stimulasi puting susu.


38

Mengeluarkan Plasenta

36) Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah

dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke arah distal

maka lanjutkan dorong ke arah kranial hingga plasenta dapat

dilahirkan.

a) Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan

ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi) sesuai

dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-atas)

b) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga

berjarak 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta

c) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali

pusat :

(1) Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM

(2) Lakukan katerisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung

kemih penuh

(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

(4) Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15

menit berikutnya

(5) Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau

terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta

manual

37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban


39

terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah

yang telah disediakan.

a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril

untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-

jari tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk mengeluarkan

selaput yang tertinggal

Rangsangan Taktil (Masase) uterus

38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase

uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan massase

dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus

berkontraksi (fundus teraba keras)

a) Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual

Internal, Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-

Kateter) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detil setelah

rangsangan taktil/masase. (lihat penatalaksanan aorta uteri)

Menilai Perdarahan

39) Evaluasi kemungkinan perdarahan dan laserasi pada vagina dan

perenium. Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau

derajat 2 dan atau menimbulkan perdarahan. Bila ada robekan yang

menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

40) Periksa dua sisi plasenta maternal-fetal, pastikan plasenta telah

dilahirkan lengkap, masukkan plasenta kedalam kantung plastik

atau tempat khusus.


40

Asuhan Pasca Persalinan

41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

42) Pastikan kandung kemih kosong, jika penuh lakukan kateterisasi.

Evaluasi

43) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam

larutan klorin 0,5%, bersihkan noda darah dan cairan tubuh, dan

bilas diair DTT tanpa melepas sarung tangan kemudian keringkan

dengan tissu atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

44) Anjurkan ibu / keluarga cara melakukan massase uterus dan

menilai kontraksi.

45) Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum baik.

46) Evaluasi estimasi jumlah kehilangan darah.

47) Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik

40-60x/menit

a) Jika bayi sulit bernafas, merintih, atau retraksi, diresusitasi dan

segera merujuk kerumah sakit.

b) Jik bayi bernafas terlalu cepat atau sesak nafas, segera rujuk ke

RS rujukan.

c) Jika kaki bayi teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lkkukan

kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam

satu selimut.
41

Kebersihan dan keamanan

48) Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan

menggunakan air DTT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan darah

diranjang atau disekitar ibu berbaring. Menggunakan larutan klorin

0,5% lalu bilas dengan air DTT. Bantu ibu memakai pakaian bersih

dan kering.

49) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang

diinginkannya.

50) Tempatkan semua peralayan habis pakai dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi 10 menit. Cuci dan bilas peralatan setelah

didekontaminasi.

51) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang

sesuai.

52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

53) Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam

larutan klorin 0,5% lepaskan arung tangan dalam keadaan terbalik

dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih

dan kering.
42

55) Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan Vitamin K1

1mg intramuskuler di paha kiri bawah lateral dan salep mata

profilaksis infeksi dalam jam pertama kelahiran.

56) Lakukan pemeriksaan fisik lanjutan setelah 1 jam kelahiran bayi.

Pastikan kondisi bayi tetap baik. Pernafasan 40-60x/menit dan

temperatur normal 36,5◦C diperiksa setiap 15 menit.

57) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi

Hepatitis B di paha kanan bawah lateral. Letakkan bayi dalam

jangkauan ibu agar sewaktu-waktu dapat disusukan.

58) Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam

larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian

keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan

kering.

Dokumentasi

60) Lengkapi partograf halaman depan dan belakang.

3. Bayi Baru Lahir (BBL)

a. Pengertian BBL (neonatus)

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang baru lahir

mengalami proses kelahiran, berusia 0 - 28 hari, BBL memerlukan

penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri

dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstrauterine) dan toleransi


43

bagi BBL utuk dapat hidup dengan baik (Marmi dan Kukuh, 2019; hal.

1). Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi

belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia

kehamilan genap 37 minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan

lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan

(Jamil, 2018; hal. 8).

b. Penilaian Awal Bayi Baru Lahir (JNPK-KR, 2018; hal. 116)

Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 3

pertanyaan:

1) Sebelum lahir: apakah kehamilannya cukup bulan?

2) Segera setelah bayi lahir, sambal meletakkan bayi di atas kain

bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut ibu, segera

lakukan penilain berikut:

a) Apakah bayi menangis atau bernafas/tidak megap-megap?

b) Apakah tonus otot bayi baik/ bayi bergerak aktif?

Dalam bagan alur manajemen BBL dapat dilihat alur

penatalaksanaan BBL mulai dari persiapan, penilaian dan

keputusan serta alternatuf tindakan apa yang sesuai dengan hasil

penilaian keadaan BBL. Untuk BBL cukup bulan dengan air

ketuban jernih yang langsung menangis atau bernafas spontan dan

bergerak aktif maka cukup dilakukan manajemen BBL normal.

Jika bayi kurang bulan (<37 mingu/259 hari) atau bayi

lebih bulan (≥42 minggu/283 hari) dan atau tidak bernafas atau
44

megap-megap dan atau tonus otot tidak baik, lakukan manajemen

BBL dengan asfiksia.

Dalam melaksanakan manajemen BBL normal perhatikan hal-hal

berikut:

1) Dukung ibu untuk menunggu mulut bayi mencapai putting

susu dan menyusu secara mandiri. Jangan memberikan dot

atau makanan sebelum bayi berhasil menyusu. Jangan

memberikan air, air gula, susu formula atau makanan apapun.

2) Lakukan pemantauan tanda bahaya pada bayi:

a) Tidak dapat menetek

b) Kejang

c) Bayi bergerak hanya jika dirangsang

d) Tarikan dinding dada bawah yang dalam

e) Merintih

f) Sianosis sentral (JNPK-KR, 2018; hal. 114).

c. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal (Marmi, 2019; hal. 8-9)

1) Berat badan 2.500 – 4.000 gram.

2) Panjang badan 48 – 52 cm.

3) Lingkar dada 30 – 38 cm.

4) Lingkar kepala 33 – 35 cm.

5) Frekuensi jantung 120 – 160 kali / menit.

6) Pernapasan ± 40 – 60 kali / menit.


45

7) Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan

cukup

8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna.

9) Kuku agak panjang dan lemas.

10) Genitalia

a) Perempuan : labia mayora sudah menutupi labia minora.

b) Laki – laki : testis sudah turun, skrotum sudah ada

11) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

12) Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.

13) Reflek graps atau menggenggam sudah baik.

14) Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,

mekonium berwarna hitam kecoklatan.

d. Asuhan Pada Bayi Baru Lahir (JNPK-KR, 2018; hal. 116-)

1) Jaga kehangatan

2) Bersihkan jalan nafas (jika perlu)

3) Keringkan

Mencegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut:

a) Keringkan tubuh bayi tanpa memberihkan verniks

Keringkan bayi (tanpa memberihkan verniks) mulai dari muka,

kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan. Verniks

akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti handuk basah


46

dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut

ibu.

b) Letakkan bayi di dada ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi

Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan dan usahakan

kedua bahu bayi menempel di dada atau perut ibu. Usahakan

kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit

lebih rendah dari putting payudara ibu.

c) Selimuti ibu dan bayi dan pasang topi di kepala bayi

Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi

di kepala bayi. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan

yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas

jika bagian tersebut tidak tertutup.

d) Jangan segera menimbang dan memandikan bayi baru lahir

Lakukan penimbangan setelah satu am kontak kulit ibu ke kulit

bayi selesai IMD.

4) Pemantauan tanda bahaya

5) Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-

kira 2 menit setelah bayi lahir

a) Klem, potong dan ikat tali pusat dua menit pasca bayi lahir.

Protokol penyuntikan oksitosin dilakukan sebelum tali pusat

dipotong.

b) Lakukan penjepitan ke-1 tali pusat dengan klem logam DTT, 3

cm dari dinding perut (pangkal pusar) bayi. Dari titik jepitan,


47

tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat

ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukan

pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan ke-2 dengan jarak

2cm dari tempat jepitan ke-1 ke arah ibu.

c) Pegang tali pusat diantara dua klem tersebut, satu tangan

menjadi landasan tali pusat sambal melindungi bayi, tangan

yang lain memotong tali pusat diantara kedua klem tersebut

dengan menggunakan gunting DTT atau steril

d) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi

kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

e) Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan masukkan ke

dalam larutan klorin 0,5%

f) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk upaya IMD.

Nasihat untuk merawat tali pusat menurut JNPK-KR (2018;

hal. 119) yaitu:

1) Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan

cairan atau bahan apapun ke punting tali pusat. Nasihatkan

hal ini juga bagi ibu dan keluarganya.

2) Mengoleskan alkohol absolut 70% masih diperkenankan,

tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat

basah atau lembab.


48

3) Berikan nasihat pada ibu dan keluarga sebelum

meninggalkan bayi:

a) Lipat popok di bawah puntung tali pusat

b) Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati)

dengan air DTT dan sabun dan segera keringkan secara

seksama dengan menggunakan kain bersih

6) Lakukan Inisiasi Menyusu Dini

Pada tahun 1992 WHO / UNICEF mengeluarkan protokol

tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai salah satu dari

Evidance for the ten steps to successful breastfeeding yang harus

diketahui oleh setiap tenaga kesehatan. Segera setelah dilahirkan,

bayi diletakan di dada atau perut ibu selama paling sedikit satu jam

untuk memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan

menemukan puting ibunya.

Manfaat IMD untuk bayi yaitu membantu menstabilisisi

pernapasan, mengendalikan suhu tubuh bayi lebih baik

dibandingkan di inkubator, menjaga kolonisasi kuman yang aman

untuk bayi dan mencegah infeksi nosokomial. Kadar bilirubin bayi

juga lebih cepat normal karena pengeluaran mekonium lebih cepat

hingga dapat menurunkan insiden ikterus bayi baru lahir.

Sedangkan untuk ibu, IMD dapat mengoptimalkan pengeluaran

hormon oksitosin, prolaktin, dan secara psikologis dapat


49

mengutamakan ikatan batin antara ibu dan bayi (Prawirohardjo,

2015; hal. 369).

7) Beri suntikkan vitamin K1 1 mg intramuscular, di paha kiri

anterolateral setelah IMD

8) Beri salep mata antibiotika tetrasikin 1% pada kedua mata

9) Pemeriksaan fisik

Tujuan pengkajian fisik pada bayi baru lahir yaitu untuk

mendeteksi kelainan – kelainan. Pemeriksaan awal pada bayi baru

lahir harus dilakukan sesegera mungkin sesudah persalinan untuk

mendeteksi kelainan-kelainan dan menegakkan diagnosa untuk

persalinan yang berisiko tinggi.

Langkah – langkah dalam melakukan pengkajian fisik pada bayi

baru lahir.

a) Keadaan umum bayi, melihat cacat bawaan yang jelas.

b) Pemeriksaan pada kulit. Ketidakstabilan vasomotor.

c) Pada pemeriksaan kepala bisa dilihat : besar, bentuk molding,

sutura tertutup atau melebar, caput suksedanium,

hematomasefal dan karniotabes.

d) Pada pemeriksaan telinga dapat mengetahui kelainan daun

atau bentuk telinga.

e) Pemeriksaan mata yang dapat dinilai perdarahan sukonjugtiva,

mata yang menonjol, katarak, dan lain – lain.


50

f) Pemeriksaan pada mulut dapat dinilai apakah bayi :

labioskisis, labiognatopalatokisis, tooth – buds.

g) Leher : hematoma, duktus tirolusus, higroma colli.

h) Dada : bentuk, pembesaran buah dada, pernafasan retraksi

intercostal, xifoid, merintih, pernafasan cuping hidung, bunyi

paru.

i) Jantung : pulsasi, frekuensi bunyi jantung, kelainan bunyi

jantung.

j) Abdomen : membuncit, (pembesaran hati, limpa, tumor

asites), skafoid (kemungkinan bayi mengalami hernia

diafragmatika atau atresia esofagus tanpa fistula),tali pusat

berdarah, jumlah pembuluh darah tali pusat, warna dan besar

tali pusat, hernia di pusat atau di selangkang.

k) Alat kelamin : tanda – tanda hematoma karena letak sungsang,

testis belum turun, fimosis, adanya perdarahan atau lendir dari

vagina, besar dan bentuk klitoris dan labia minora, atresia ani.

l) Tulang punggung meliputi spina bifida, pilonidal sinus dan

dumple.

m) Anggota gerak meliputi sindaktili, polidaktili, paralisis

talipes, fokomeria.

n) Keadaan neuromuscular meliputi refleks moro, refleks

genggam, reflek rooting dan sebagainya.


51

o) Pemeriksaan lain-lain, meconium harus keluar dalam 24 jam

sesudah lahir, bila tidak harus waspada terhadap atresia ani

atau obtruksi usus. Urine harus ada juga pada 24 jam. Bila

tidak ada harus diperhatikan kemungkinan obstruksi saluran

kencing (Marmi dan Kukuh Rahardjo, 2019; hal. 46-48).

10) Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuscular, di paha kanan

anterolateral kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1

e. Refleks-refleks pada Bayi Baru Lahir (Marmi dan Kukuh, 2019; hal.

70-72)

1) Refleks (sucking reflex)

Benda menyentuh bibir disertai pada mulut bayi pada langit

bagian dalam gusi atas timbul isapan yang kuat dan cepat. Dilihat

pada waktu bayi menyusu.

2) Refleks mencari (rooting reflex)

Bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi.

3) Reflex genggam (palmar grasp)

Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan

gentle, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat.

4) Releks morro

Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala bayi

tiba-tiba digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk

tangan.
52

5) Refleks tonik leher atau fencing

Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan akan

ekstensi, dan ektremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala

bayi ditolehkan ke satu sisi selagi istirahat.

f. Kunjungan Neonatal (Kementrian Kesehatan RI, 2012; hal. 13)

1) Kunjungan Neonatus I (6–48 jam) meliputi MTBM, konseling

perawatan bayi baru lahir, ASI Eksklusif, Injeksi vitamin K 1

dan Hb 0 (untuk bayi lahir bukan dengan nakes), penanganan

dan rujukan kasus dan AMP.

2) Kunjungan Neonatus II (3–7 hari) meliputi MTBM, konseling

perawatan bayi baru lahir, ASI Eksklusif, penanganan dan

rujukan kasus dan AMP.

3) Kunjungan neonatus III (8–28 hari) meliputi MTBM, konseling

perawatan bayi baru lahir, ASI Eksklusif, penanganan dan

rujukan kasus dan AMP.

g. Pemeriksaan Neonatus Menggunakan MTBM

Pemeriksaan untuk memberi pelayanan bayi muda yang berumur

kurang dari dua bulan, baik sehat maupun sakit dapat dilakukan

dengan memeriksa tanda dan gejala utama pada bayi dengan

menggunakan bagan bayi muda pada pedoman Manajemen Terpadu

Balita Sakit. Langkah pertama tanyakan kepada ibu mengenai

masalah bayinya dan tentukan apakah kunjungan ini merupakan


53

kunjungan pertama atau kujungan ulang. Langkah – langkah

berikutnya adalah:

1) Memeriksa kemungkinan penyakit sangat berat atau infeksi

bakteri.

Infeksi pada bayi muda dapat terjadi secara sistemik ataupun

lokal. Infeksi sistemik gejalanya tidak terlalu khas, umumnya

menggambarkan gangguan fungsi sistem organ seperti

gangguan kesadaran sampai kejang, gangguan nafas, malas

minum, tidak bisa minum atau muntah, diare, demam, atau

hipotermia. Pada infeksi lokal biasanya bagian yang terinfeksi

teraba panas, bengkak, merah. Infeksi lokal yang sering terjadi

pada bayi muda adalah infeksi pada tali pusat, kulit, mata dan

telinga.

2) Memeriksa ikterus

Ikterus adalah perubahan warna kulit atau selaput mata menjadi

kekuningan. Sebagian besar (80%) ikterus merupakan akibat

penumpukan bilirubin, Sebagian lainnya karena ketidakcocokan

golongan darah ibu dan bayi. Peningkatan bilirubin dapat

diakibatkan oleh pembentukan yang berlebih atau ada gangguan

pengeluarannya.

Untuk menilai derajat kekuningan pada kulitbayi digunakan

cara sederhana yaitu metode “Kramer”. Pada waktu memeriksa


54

ikterus sebaiknya di bawah cahaya/sinar matahari, dan kulit

yang diamati sedikit ditekan. Derajat ikterus “Kramer” adalah:

a) Kramer 1 : Kuning pada daerah kepala dan leher

b) Kramer 2 : Kuning sampai dengan badan bagian atas (dari

pusar ke atas)

c) Kramer 3 : Kuning sampai badan bagian bawah hingga

lutut atau siku

d) Kramer 4 : Kuning sampai pergelangan tangan dan kaki

e) Kramer 5 : Kuning sampai dengan tangan dan kaki

3) Memeriksa Diare

Berak encer dan sering, merupakan hal biasa pada bayi muda

yang mendapat ASI saja. Diare diidentifikasi bila ada perubahan

bentuk tinja yang tidak seperti biasanya dan frekuensi beraknya

lebih sering dari biasanya. Cara memeriksa diare pada bayi

muda tidak berbeda dengan balita, hanya pada bayi muda tidak

dilakukan pemberian minum.

4) Memeriksa status HIV Bayi Muda

5) Memeriksa kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah

dalam pemberian ASI.

6) Memeriksa kemungkinan berat badan rendah dan atau masalah

pemberian minum pada bayi yang tidak mendapat ASI.

Pada bayi yang tidak mendapat ASI dan tidak ada indikasi

untuk rujuk, mintalah ibu untuk mendemontrasikan atau


55

menjelaskan bagaimana penyiapan dan pemberian mnum untuk

bayi. Selain menlai pemberian minum pada bayi yang tidak

mendapat ASI juga harus ditentukan berat badan menurut umur

(BB/U) pada bayi muda berdasarkan grafik buku bagan sesuai

jenis kelamin.

Apabila terdapat masalah dalam pemberian ASI atau jika

bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapatkan susu formula

atau makanan lain, nasihati ibu untuk:

a) Anjurkan ibu untuk relaktasi

b) Bangkitkan rasa percaya diri bahwa ibu mampu

memproduksi ASI sesuai kebutuhannya

c) Susui bayi lebih sering, lebih lama, pagi, siang, maupun

malam

d) Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau

makanan lain (Kemetrian Kesehatan, 2016; hal. 23).

Apabila ibu tidak bisa memerah ASI dalam jumlah cukup

untuk beberapa hari pertama atau tidak bisa menyusui sama

sekali, gunakan salah satu alternative yaitu berikan ASI donor

atau berikan susu formula. Bayi mendapatkan minum dengan

cangkir secara cukup apabila bayi menelan sebagian besar susu

dan menumpahkan sebagian kecil serta berat badannya

meningkat. Jumlah susu yang diberikan dengan cangkir mulai

dengan 80ml/kg BB/hari (selanjutnya tingkatkan volume 10-20


56

ml/kgBB setiap hari), hitung masukan cairan dalam 24 jam,

dibagi menjadi 8 kali pemberian, untuk bayi sakit atau kecil,

berikan setiap 2 jam (Kementian Kesehatan RI, 2016; hal. 45).

7) Memeriksa status pemberian vitamin K1 dan imunisasi

8) Menilai masalah atau keluhan lain pada bayi dan ibu.

Tabel 2.5 Cara Mengklasifikasikan Kemungkinan Penyakit


Sangat Berat atau Infeksi Bakteri
Tanda / Gejala Klasifikasi
1) Tidak mau minum atau Penyakit Sangat Berat atau Infeksi
memuntahkan semuanya Bakteri Berat
2) Riwayat kejang (bayi sakit berat dan harus dirujuk
3) Bayi bergerak hanya segera setelah diberi pengobatan pra
ketika distimulasi atau rujukan)
tidak bergerak sama sekali
4) Napas cepat ≥60 kali /
menit
5) Napas lambat < 30 kali /
menit
6) Tarikan dinding dada ke
dalam yang sangat kuat
7) Suhu tubuh ≥37,5̊C
8) Suhu tubuh <36,5 0C
9) Mata bernanah banyak
10) Pusar kemerahan meluas
sampai ke dinding perut
>1cm
Terdapat salah satu atau Infeksi Bakteri Lokal
lebih tanda berikut: (bayi dapat berobat jalan dan
1) Mata bernanah sedikit membutuhkan pengobatan medis
2) Pusar kemerahan atau spesifik dan nasihat)
bernanah
3) Pustul di kulit
Tidak terdapat salah satu Mungkin Bukan Infeksi
tanda di atas (bayi sakit ringan dan cukup diberi
nasihat sederhana tentang penanganan
di rumah)
57

Tabel 2.6 Cara Mengklasifikasikan Ikterus


Tanda / Gejala Klasifikasi
1) Timbul kuning pada hari Ikterus Berat
pertama (< 24 jam) setelah lahir (bayi sakit berat dan harus dirujuk
2) Kuning ditemukan pada umur segera setelah diberi pengobatan
lebih dari 14 hari
3) Kuning sampai telapak tangan / pra rujukan)
telapak kaki

1) Timbul kuning pada umur ≥ 24 Ikterus


jam sampai ≤ 14 hari dan tidak (lakukan asuhan dasar bayi muda,
sampai telapak tangan/telapak kaki menyusu lebih sering, kunjungan
ulang 1 hari)
Tidak kuning Tidak ada ikterus
(lakukan asuhan dasar bayi muda)

Tabel 2.7 Cara Mengklasifikasi Diare


Tanda / Gejala Klasifikasi
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut: Diare Dehidrasi Berat
1) Bergerak hanya jika dirangsang (bayi sakit berat dan harus
atau tidak bergerak sama sekali dirujuk segera setelah diberi
2) Mata cekung pengobatan pra rujukan)
3) Cubitan kulit perut kembalinya
sangat lambat
Terdapat 2 atau lebih tanda berikut Diare Dehidrasi Ringan / Sedang
1) Gelisah atau rewel (bayi dapat berobat jalan dan
2) Mata cekung membutuhkan pengobatan medis
spesifik dan nasihat)
3) Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak cukup tanda untuk dehidrasi Diare Tanpa Dehidrasi
berat atau ringan / sedang (bayi sakit ringan dan cukup
diberi nasihat sederhana tentang
penanganan di rumah)

Tabel 2.8 Cara Mengklasifikasi Status HIV


Tanda / Gejala Klasifikasi
Bayi degan HIV positif Infeksi HIV Terkonfirmasi (bayi
dirujuk ke RS/Puskesmas
rujukan ARV untuk
mendapatkan ARV terapi dan
Kotrimoksasol
58

1) Ibu HIV positif dan bayi tes Terpajan HIV (bayi dirujuk ke
HIV negatif serta masih RS/ Puskesmas), dan jika belum
mendapatkan ASI atau berhenti dites HIV rujuk bayi untuk tes
menyusu <6 minggu atau HIV
2) Ibu HIV positif dan bayi belum
dites
1) Ibu HIV negatif atau Mungkin bukan infeksi (tangani
2) Tidak terdapat gejala diatas atau infeksi lainnya jika ada, jika ibu
3) Ibu belum tes HIV belum tes, anjurkan untuk tes)

Tabel 2.9 Cara Mengklasifikasi Kemungkinan Berat Badan Rendah


dan / atau Masalah Pemberian ASI
Tanda / Gejala Klasifikasi
Terdapat satu atau lebih tanda Berat Badan Rendah Menurut
berikut: Umur dan/atau Masalah
1) Berat badan menurut umur Pemberian ASI
rendah
2) ASI kurang dari 8 kali per hari (ajarkan ibu untuk memberikan
3) Mendapat makanan atau ASI dengan benar dan nasihat
minuman lain selain ASI kunjungan ulang)
4) Posisi bayi salah
5) Tidak melekat dengan baik
6) Tidak menghisap dengan efektif
7) Terdapat luka atau bercak putih
di mulut
8) Terdapat celah bibir/ langit-langit

Tidak terdapat tanda/gejala diatas Berat Badan Tidak Rendah


menurut umur dan Tidak ada
Masalah Pemberian ASI
(puji ibu karena telah
memberikan minum kepada
bayinya dengan benar)
(Kementrian Kesehatan RI, 2016; hal. 34 –38)

4. Nifas
59

a. Masa Nifas

1) Pengertian Nifas

Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa

dimana organ-organ reproduksi kembali pada keadaan tidak hamil.

Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Kementrian

Kesehatan RI, 2016; hal. 55).

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah

lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu

(Prawirohardjo, 2015; hal. 356).

Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera

setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada

waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang

normal. Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan

bayi yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali

yang umumnya memerlukan waktu 6-12 minggu (Marmi, 2018;

hal. 11).

2) Tujuan Asuhan Masa Nifas (Marmi, 2018; hal. 11)

a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun

psikologis.

b) Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayi.
60

c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan

kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui,

pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.

d) Memberikan pelayanan keluarga berencana .

e) Mendapatkan kesehatan emosi.

3) Tahapan Masa Nifas (Marmi, 2018; hal. 12)

a) Puerpurium dini

Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri

dan berjalan-jalan.

b) Puerpurium intermedial

Suatu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi

selama kurang lebih 6 sampai 8 minggu.

c) Remote puerpurium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam

keadaan sempurna terutama ibu apabila ibu selama hamil atau

waktu persalinan mengalami komplikasi.

4) Perubahan Fisiologis Masa Nifas meliputi :

Setelah keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormone HCG, HPL,

estrogen dan progesterone menurun. Hormon HPL akan

menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hri dan HCG dalam 2

minggu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesterone

hamper sama dengan dengan kadar yang ditemukan pada fase


61

folikuler dan siklus menstruasi berturut – turut sekitar 3 – 7 hari

(Elisabeth dan Endang, 2016; hal. 63-68).

a) Sistem Reproduksi

(1) Uterus

Uterus secara berangsur - angsur menjadi kecil atau

involusi sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

Tabel 2.10 Perubahan-Perubahan Normal Pada Uterus


Selama Postpartum
Involusi uterus Tinggi Berat uterus
fundus uteri
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Akhir Kala III 2 jari dibawah 750 gram
pusat
1 minggu Pertengahan pusat 500 gram
dan simpisis
2 minggu Tidak teraba 350 gram
6 minggu Normal 50 gram
(Sumber : Elisabeth dan Endang, 2016; hal. 65).

(2) Lochia

Lochia adalah ekspresi cairan rahim selama masa nifas dan

mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam

yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau

khas yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan

volumenya berbeda – beda pada setiap wanita. Secret

mikroskopik lochia terdiri dari eritrosit, peluruhan

decidua, sel epitel dan bakteri. Locia mengalami

perubahan karena proses involusi. (Marmi, 2018; hal. 89).


62

(a) Lokhea Rubra

(b) Lokhea Sanguilenta

(c) Lokhea Serosa

(d) Lokhea Alba / Putih

Tabel 2.11 Perbedaan masing-masing lokhea


Lokhea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 Merah Terdiri dari sel
hari kehitaman desidua, verniks
caseosa, rambut
lanugo, sisa
meconium dan
sisa darah
Sanguilenta 3-7 Putih Sisa darah
hari bercampur bercampur lendir
merah
Serosa 7-14 Kekuningan Lebih sedikit
hari atau darah dan leboh
kecoklatan banyak serum,
juga terdiri dari
leukosit dan
robekan laserasi
plasenta
Alba >14 Putih Mengandung
hari leukosit, selaput
lender serviks,
dan jaringan yang
mati.
(Sumber : Marmi, 2018; hal. 90)

(3) Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah

persalinan, ostrium eksterna dapat dimasuki oleh 3-3 jari

tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.


63

(4) Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan

yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan

dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,

kedua organ tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3

minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak

hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur

akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih

menonjol.

(5) Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregag oleh tekanan kepala bayi yang

bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca

melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan.

b) Sistem Perkemihan

Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang

bersifat menhan air akan mengalami penurunan yang

mencolok, Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang

berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

c) Sistem Muskuluskeletal

Ambulasi umumnya dimulai 4-8 jam postpartum. Ambulasi

dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan

mempercepat proses involusi.


64

d) Sistem Gastrointestinal

Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,

namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1

atau 2 hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah

sering kosong serta rasa sakit didaerah perineum dapat

menghalangi keinginan BAB.

e) Sistem Kardiovaskuler

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat setelah

melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang

mengakibatkan beban jantung meningkat.

5) Kebutuhan Dasar Masa Nifas (Elisabeth dan Endang, 2016; hal.

103-125)

a) Nutrisi dan Cairan

Nutrisi yang dikonsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan

cukup kalori. Kalori bagus untuk proses metabolism tubuh,

keja organ tubuh, proses pembentukan ASI. Wanita dewasa

memerlukan 2.200 kalori. Ibu menyusui memerlukan kalori

yang sama dengan wanita dewasa + 700 kalori pada 6 bulan

pertama kemudian + 500 kalori bulan selanjutnya (Marmi,

2018; hal. 135).

(1) Karbohidrat

Makanan yang dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-

60% karbohidrat. Laktosa (gula susu) adalah bentuk utama


65

dari karbohidrat yang ada dalam jumlah besar dibandingkan

susu sapi. Laktosa membantu bayi menyerap kalsium dan

mudah di metabolism menjadi dua gula sederhana

(galaktosa dan glukosa)yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan otak yang cepat yang terjadi selama masa

bayi (Marmi, 2018; hal. 136).

(2) Lemak

Lemak 25-35% total makanan menghasilkan kira – kira

setengah kalori yang diproduksi oleh air susu ibu (Marmi,

2018; hal. 136).

(3) Protein

Jumlah kelebihan protein diperlukan oleh ibu nifas adalah

sekitar 10-15% . protein utama dalam air susu ibu adalah

whey. Mudah dicerna whey menjadi kepala susu yang

lembut yang memudahkan penyerapan nutrient kedalam

aliran daeah bayi (Marmi, 2018; hal. 136).

(4) Vitamin dan mineral

Kegunaan vitamin dan mineral adalah untuk melancarkan

metabolism tubuh. Beberapa vitamin dan mineral yang ada

pada air susu ibu perlu mendapat perhatian khusus karena

jumlahnya kurang mencukupi, tidak mampu memenuhi

kebutuhan bayinya sewaktu bayibertumbuh dan

berkembang (Marmi, 2018; hal. 137).


66

(5) Cairan

Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses

metabolisme tubuh . Minumlah cairan cukup untuk

membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Asupan tablet tambah

darah dan zat besi diberikan seta= 40 hari post partum,

miuman kapsul vit A (200.000 unit) (Marmi, 2018; hal.

137).

b) Kebutuhan Ambulasi

Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak

antara aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah melahirkan

ibu harus suah bisa melakukan mobilisasi. Dilakukan secara

perlahan-lahan dan bertahap. Dapat dilakukan dengan miring

kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan

berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.

c) Kebutuhan Eliminasi BAB/BAK

Pada persalinan normal masalah berkemih dan buang air besar

tidak mengalami hambatan apapun. Kebanyakan pasien dapat

melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah

melahirkan. Buang air besar akan bisa setelah sehari, kecuali

bila ibu takut dengan luka episiotomi.

d) Istirahat dan Tidur

Istirahat yang cukup yaitu tidur malam 8 jam dan tidur siang 1

jam. Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah


67

tangga secara perlahan untuk mencegah kelelahan yang

berlebihan.

6) Standar Asuhan Masa Nifas (Marmi, 2018; hal. 13)

Kunjungan nifas dilakukan untuk mencegah, mendeteksi, dan

menangani masalah yang terjadi. Pelayanan pada masa nifas

minimal ibu harus kontak dengan petugas kesehatan minimal 3

kali:

a) Kunjungan Nifas I (6 jam – 3 hari)

Mencegah perdarahan masa nifas akibat atonia uteri,

mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk jika

perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau

salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan

masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal,

melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, menjaga

bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia, petugas

kesehatan menolong persalinan ia harus tinggal dengan ibu dan

bayi harus mendampingi ibu dan bayi dalam keadaan stabil.

b) Kunjungan Nifas II (4 – 28 hari)

Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus

berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan

abnormal tidak ada bau. Menilai adanya demam, memastikan

mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat, memastikan

ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda –

tanda penyulit, memberikan konseling pada ibu tentang asuhan


68

pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat

bayi sehari – hari.

c) Kunjungan Nifas III (29 – 42 hari )

Mengkaji kemungkinan penyulit pada ibu, dan memberi

konseling KB secara dini.

7) Tanda Bahaya pada Masa Nifas (Marmi, 2017; hal. 161-178)

Perdarahan pervaginam, sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan

kabur, pembengkakan di wajah atau ekstremitas, demam, muntah,

rasa sakit waktu berkemih, kehilangan nafsu makan dalam waktu

yang lama, rasa sakit, merah, dan pembengkakakn di kaki, merasa

sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan dirinya

sendiri, timbul permasalahan dalam menyusui.

b. ASI Eksklusif

1) Pengertian ASI Eksklusif

Menurut World Health Organization (WHO), ASI

Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan baik

susu formula, air putih, air jeruk, atau makanan tambahan lain

sebelum mencapai usia enam bulan (Astutik, 201; hal. 35).

Pemberian ASI saja tanpa makanan pendamping apapun

sampai berusia enam bulan akan mempunyai manfaat yang luar

biasa bagi perkembangan dan pertumbuhan bayi di samping

meningkatkan ikatan kasih saying ibu dan bayi.


69

2) Langkah-langkah menyusui yang benar

a) Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui

b) Massase payudara dimulai dari korpus menuju areola sampai

teraba lemas/lunak

c) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian

dioleskan pada putting susu dan areola sekitanya

d) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain

menopang di bawah

e) Cara melepas isapan bayi dengan dagu bayi ditekan ke bawah

f) Setelah selesai menyusui, ASI dikelaurkan sedikit kemudian

dioleskan pada putting dan sekitarnya, biarkan kering dengan

sendirinya

g) Menyendawakan bayi dengan tuuan mengeluarkan udara dari

lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah menyusui

dengan cara menggendong bayi tegak dengan bersandar pada

bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan. Hal ini

dapat dilakukan juga engan bayi ditidurkan tengkurap di

pangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan

(Astutik, 2018; hal. 61-65).

3) Kerugian Tidak Diberikan ASI

Jika seorang bayi tidak diberikan ASI dan diganti dengan susu

formula, maka bayi tidak akan mendapatkan kekeblan, serta akan

kekurangan gizi. Dengan tidak adanya zat antibody, maka bayi


70

akan mudah terkena beberapa penyakit dan meningkatnya angka

kematian bayi.

4) Manfaat ASI (Astutik, 2018; hal. 47-49)

a) Manfaat ASI bagi Bayi

(1) Jumlah kalori yang terdapat dalam ASI dapat memenuhi

kebutuhan bayi sampai usia enam bulan

(2) ASI mengandung zat pelindung/antibodi yang melindungi

terhadap penyakit. Menurut WHO (2000), bayi diberi

susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih tinggi

untuk mengalami diare dan tiga sampai empat kali lebih

besar kemungkinan terken ISPA dibandingkan dengan

bayi yang mendapat bayi ASI (Depkes RI, 2005).

(3) Dengan diberikannya ASI saja minimal sampai enam

bulan, maka dapat menyebabkan perkembangan

psikomotorik bayi lebih cepat.

(4) Memperkuat ikatan batin ibu dan bayi

(5) Mengurangi kejadian karies dentis dikarenakan kadar

laktosa yang sesuai dengan kebutuhan bayi

b) Manfaat ASI bagi Ibu:

(1) Mencegah perdarahan pascapersalinan

Hormon oksitosin yang merangsang kontraksi uterus

sehingga menjepit pembuluh darah yang bisa mencegah

terjadinya perdarahan.
71

(2) Mempercepat involusi uterus

(3) Memberikan rasa dibutuhkan selain memperkuat ikatan

batin seorang ibu dengan bayi yang dilahirkan

5) Penyebab Berkurangnya ASI

a) Faktor menyusui

Hal-hal yang mengurangi produksi ASI adalah tidak

melakukan IMD, menjadwalkan pemberian ASI, memberikan

minuman prelaktal (bayi diberi minum sebelum ASI keluar),

kesalhan posisi dan perlekatan bayi pada menyusu, serta tidak

mengosongkan salah satu payudara saat menyusui.

Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI.

Menyusui paling baik dilakukan sesuai permintaan bayi (on

demand) termasuk pada malam hari, minimal delapan kali per

hari. Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi

menyusu. Makin jarang bayi disusui, biasanya produksi ASI

akan berkurang dan produksi ASI juga dapat berkurang bila

bayi menyusu terlalu sebentar.

b) Faktor Psikologi Ibu

Persiapan psikologis ibu sanget menentukan

keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan

mampu memproduksi ASI umumnya memang produksi ASI-

nya berkurang. Stress, khawatir, dan ketidakbahagiaan ibu

pada periode menyusui sangat berperan dalam menyukseskan


72

pemberian ASI eksklusif. Peran keluarga dalam meningkatkan

percaya diri ibu sangat besar.

c) Faktor fisik ibu

Faktor fisik ibu seperti ibu sakit, lelah, ibu dengan kelainan

anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI

d) Faktor bayi

e) Pengetahuan.

6) Perawatan Payudara pada Masa Nifas (Astutik, 2018; hal. 53-58)

a) Tujuan dilakukan perawatan payudara

Memperlancar sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya

saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI dengan

cara menjaga agar payudara senantiasa bersih dan terawat

(putting susu) karena saat menyusui payudara ibu akan kontak

langsung dengan mulut bayi serta menghindari putting susu

yang sakit dan infeksi payudara, serta menjaga keindahan

bentuk payudara.

b) Waktu perawatan payudara

Perawatan payudara tidak hanya dilakukan pada saat hamil

saja yaitu sejak kehamilan tujuh bulan, tetapi juga dilakukan

setelah melahirkan. Perawatan payudara dilakukan dua kali

sehari sebelum mandi.


73

c) Persiapan Alat

Satu pasang sarung tangan bersih, handuk untuk

mengeringkan payudara yang basah, kapas digunakan untuk

mengompres putting susu, minyak kelapa/baby oil sebagai

pelicin, Waskom yang berisi air hangat untuk kompres hangat,

Waskom yang berisi air dingin untuk kompres dingin, waslap

digunakan untuk merangsang erektilitas putting susu.

d) Langkah-langkah perawatan payudara

(1) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.

(2) Cuci tangan di bawah air mengalir dengan sabun.

(3) Gunakan sarung tangan bersih.

(4) Kompres kedua puting menggunakan minyak kelapa/ baby

oil ke payudara atau kedua telapak tangan. Letakkan kedua

telapak tangan diantara kedua payudara, kemudian telapak

tangan ditarik ke atas melingkari payudara, sambil

menyangga payudara lalu tangan dilepaskan dengan

gerakan cepat. Lakukan gerakan ini ± 20 kali.

(5) Sangga payudara kanan dengan tangan kanan kemudian

urut payudara dari pangkal payudara ke arah puting

memakai genggaman tangan menyeluruh atau ruas-ruas

jari.
74

(6) Sangga payudara kanan dengan tangan kanan, kemudian

sisi ulnar tangan kiri mengurut payudara ke arah puting

susu. Lakukan gerakan ini ±20 kali.

(7) Menyiram payudara dengan air hangat dan air dingin

secara bergantian dan berulang-ulang lalu dikeringkan

dengan handuk. Selanjutnya puting susu dirangsang

dengan waslap/handuk kering yang digerakkan ke atas dan

ke bawah beberapa kali.

(8) Menggunakan BH yang menyangga dan ukuran yang

sesuai dengan pertumbuhan payudara.

7) Cara efektif meningkatkan produksi ASI (Astutik, 2018; hal. 68-

77)

a) Menyusui setiap dua sampai tiga jam sehingga akan menjaga

produksi ASI tetap tinggi

b) Menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan

menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal

menyusui, khususnya empat bulan pertama.

Cara lain yang dapat meningkatkan produksi ASI adalah

dengan mengkonsumsi makanan dan nutrisi yang dapat

meningkatkan produksi ASI, yaitu:

(1) Cairan. Cairan diperoleh dengan minum air putih

sedikitnya tiga liter setiap hari atau delapan gelas per hari
75

serta bisa diperoleh dari sari buah (jus buah), sup, atau

susu rendah lemak.

(2) Makanan sehat

(a) Protein

Kebutuhan protein adalah tiga porsi per hari. Satu

protein setara tiga gelas susu, dua butir telur.

(b) Magnesium

Sumber magnesium adalah gandum dan kacang-

kacangan.

(c) Sayur hijau dan buah

Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi per

hari, satu porsi setara dengan setengah wortel, atau

satu tomat

(d) Karbohidrat kompleks

Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks

diperlukan enam porsi per hari. Satu porsi setara

setengah cangkir nasi

(e) Zat besi

Kebutuhan zat besi sebanyak 30mg per hari dan bisa

diberikan selama 40 hari masa nifas, zat besi dapat

diperoleh pada hati, daging atau ikan.

(3) Makanan khusus


76

Beberapa makanan yang dapat meningkatkan pasokan ASI

di antaranya oatmeal, bawang putih, serta jahe. Jenis

sayuran yang dapat meningkatkan pasokan ASI

diantaranya adalah daun katuk, ubi jalar, daun kelor, serta

daun papaya muda. Sayuran ini mengandung provitamin A

yang tinggi serta protein.

8) Pijat Oksitosin (Marmi, 2018; hal. 49-50)

a) Pengertian Pijat Oksitosin

Merupakan cara menjaga kebersihan dan menjaga kelancaran

aliran ASI.

b) Tujuan

Menjaga tau memperlancar ASI dan menjaga terjadinya

infeksi.

c) Indikasi

Ibu yang mempunyai bayi dan memberikan ASI secara

eksklusif.

d) Prosedur

(1) Persiapan alat : Kursi, meja, minyak kelapa,

BH khusus untuk menyusui,

dan handuk.

(2) Persiapan perawat : Menyiapkan alat dan

mendekatkannya ke pasien,
77

membaca status pasien,

mencuci tangan

(3) Persiapan lingkungan : Menutup ordien atau pintu,

pastikan prifasi klien terjaga.

(4) Bantu ibu secara psikologis

(a) Bangkitkan rasa percaya diri, cobalah membantu

mengurangi rasa sakit dan rasa takut.

(b) Cobalah membantu mengurangi rasa sakit dan rasa

takut.

(c) Bantu pasien agar mempunyai pikiran dan perasaan

baik tentang dirinya.

(5) Pelaksanaan

(a) Mencuci tangan

(b) Menstimulir puting susu : menarik putting susu dengan

pelan-pelan memutar puting susu dengan perlahan

dengan jari-jari

(c) Mengurut atau mengusap ringan payudara dengan

ringan dengan menggunakan ujung jari

(d) Ibu duduk, bersandar ke depan, melihat lengan diatas

meja di depannya dan meletakkan kepalanya di atas

lengannya. Payudara tergantung lepas, tanpa baju,

handuk dibentangkan di atas pangkuan pasien. Bidan

menggosok kedua sisi tulang belakang, dengan


78

menggunakan kepalan tunju kedua tangan dan ibu jari

menghadap ke arah atas atau depan. Bidan menekan

dengan kuat, membentuk gerakan kecil dengan kedua

ibu jarinya. Bidan menggosok ke arah bawah kedua

sisi tulang belakang, pada saat yang sama, dari leher

ke arah tulang belakang belikat, selama 2 atau 3 menit.

9) Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif meliputi

faktor umur ibu, pengetahuan dan dukungan keluarga berpengaruh

signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif dan faktor dukungan

keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

pemberian ASI esklusif. Sementara faktor pendidikan, faktor

pekerjaan Ibu, faktor paritas ibu dan faktor dukungan tenaga

kesehatan tidak berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.

Faktor umur ibu, pengetahuan dan dukungan keluarga berpengaruh

signifikan terhadap pemberian ASI eksklusif dan faktor dukungan

keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

pemberian ASI esklusif.

5. Keluarga Berencana (KB)

a. Pengertian

Keluarga berencana menurut UU No. 52 Tahun 2009 adalah

upaya mengatur kelahiran anak, arak dan usia ideal melahirkan,


79

mengatur kehamilan, melalui proses promosi, perlindungan, dan

bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

yang berkualitas.

Keluarga berencana menurut WHO (Expert Committee 1970)

adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri

untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran

yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang

diinginkan, mengatur interval di antara kelahiran, mengontrol waktu

saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, menentukan

jumlah anak dalam keluarga (Marmi, 2019; hal. 83-84).

b. Tujuan Program KB

Adapun tujuan program dari keluarga berencana dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Tujuan umum

Untuk mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun

kembali dan melestarikan fondasi yang kokoh bagi pelaksana

program KB di masa mendatang untuk mencapai kelarga berkualitas

tahun 2015.

2) Tujuan khusus

Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan

keluarga kecil yang bahaga, sejahtera melalui pengendalian

kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.

Menciptakan penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia


80

yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Marmi,

2019; hal. 84-85).

c. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ yang berarti

mencegah/menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti pembuahan atau

pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat di

artikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan

sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma (Marmi, 2019;

hal. 124).

d. AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

1) Pengertian

Satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa

(baik bentuk, ukuran, bahan dan masa aktif fungsi kontrasepsinya)

yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversible dan

berjangka panjang, dan dapat dipakai oleh semua perempuan usia

produktif sebagai suatu usaha pencegahan kehamilan (Marmi, 2019;

hal. 256).

IUD Post plasenta adalah pemasangan IUD yang dilakukan 10 menit

setelah plasenta lahir atau sebelum penjahitan uterus pada tindakan

seksio sesaria (BKKBN, 2010).

2) Mekanisme kerja AKDR (Marmi, 2019; hal. 257)


81

a) Timbulnya reaksi radang lokal yang non-spesifik di dalam cavum

uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.

b) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan

terhambatnya implantasI

c) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di

dalam endometrium

d) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopi

e) Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri, sehingga

menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi

3) Efektifitas AKDR

Efektifitasnya sangat tinggi yaitu berkisar antara 0,6-0,8 kehamilan

per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-

170 kehamilan) (Marmi, 2019; hal. 263-264).

4) Keuntungan AKDR (Marmi, 2019; hal. 264)

a) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

b) Metode jangka panjang

c) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat

d) Tidak mempengaruhi hubungan seksual

e) Meningkatkan kenyamanan seksual, karena tidak perlu takut

hamil

f) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-

380A)

g) Tidak mempengaruhi kualitas ASI


82

h) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus

(apabila tidakada infeksi)

i) Dapat digunakan sampai menopause

j) Tidak ada interaksi dengan obat

5) Kerugian/efek samping AKDR (Marmi, 2019; hal. 265)

a) Dapat terjadi kehamilan diluar kandungan atau abortus spontan

b) Keluhan suami

c) Efek samping yang umum terjadi :

(1) Perubahan siklus haid

(2) Haid lebih lama dan banyak

(3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi

(4) Saat haid lebih sakit

d) Komplikasi lain:

(1) Merasakan sakit dan keram perut selama 3-5 hari setelah

pemasangan

(2) Sedikit nyeri dan perdarahan (spoting)

(3) Perdarahan hebat diwaktu haid atau diantaranya dapat

memungkinkan penyebab anemia

(4) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

6) Indikasi penggunaan AKDR (Marmi, 2019; hal. 275)

a) Usia reproduksi

b) Keadaan nulipara

c) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang


83

d) Perempuan menyusui yang menginginkan kontrasepsi

e) Setelah menyusui dan tidak ingin menyusui bayinya

f) Setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi

g) Perempuan dengan resiko rendah IMS

h) Tidak menghendaki metode hormonal

7) Kontra indikasi AKDR (Marmi, 2019; hal. 276)

a) Kontraindikasi Absolut

(1) Infeksi pelvis yang aktif

(2) Kehamilan atau persangkaan kehamilan

b) Kontraindikasi relative kuat

(1) Partner seksual yang banyak

(2) Pernah mengalami infeksi pelvis

8) Pemasangan IUD Post Plasenta (Marmi, 2019; hal. 364-365)

Teknik ini hanya digunakan dalam waktu 10 menit setelah kelahiran

plasenta yaitu:

a) Gunakan sarung tangan panjang yang steril.

b) Gunakan tangan untuk memasukkan AKDR.

c) Pegang AKDR dengan mengenggam lengan vertical antara jari

telunjuk dan jari tengah tangan yang dominan.

d) Secara perlahan, dengan arah tegak lurus terhadap bidang

punggung ibu, masukkan tangan yang memegang AKDR ke

dalam vagina dan melalui serviks masuk kedalam uterus.


84

e) Tempatkan tangan yang nondominan pada abdomen untuk

menahan uterus dengan mantap. Stabilisasi uterus dengan

penekanan ke bawah untuk mencegahnya bergerak keatas ketika

memasukkan tangan yang memegang AKDR, hal ini juga

membantu pemasang untuk mengetahui kearah mana tangan

yang memegang AKDR diarahkan serta memastikan tangan

telahmencapai fundus.

f) Setelah mencapai fundus, putar tangan yang memegang AKDR

45 derajat kearah kanan untuk menempatkan AKDR secara

horizontal pada fundus.

g) Keluarkan tangan secara perlahan, merapat ke dinding lateral

uterus.

h) Perhatikan jangan sampai AKDR tergeser ketika mengularkan

tangan.

B. Tinjauan Asuhan Kebidanan

1. Dokumentasi Asuhan Kebidanan

Menurut Kemenkes RI Nomor 938/MENKES/PER/X/2007

a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada

formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status Pasien/buku KIA).

b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa.

O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan.

A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan.


85

P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh tindakan antipasif,

tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.

2. Tinjauan Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan

keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan

wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat

kebidanan, mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa atau masalah

kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan

kebidanan. Standar Asuhan Kebidanan menurut Kemenkes RI Nomor

938/MENKES/PER/X/2007.

a. Standar I : Pengkajian

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Kriteria Pengkajian :

1) Data tepat, akurat dan lengkap

2) Terdiri dari Data Subjektif (hasil anamnesia, biodata, keluhan

utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial

budaya)

3) Data Objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan

penunjang)
86

b. Standar II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan

Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakan

diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.

Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan

1) Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

3) Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara mandiri,

kolaborasi dan rujukan

c. Standar III : Perencanaan

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa dan

masalah yang ditegakkan.

Kriteria Perencanaan :

1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan

kondisi pasien,tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan

secara komperhensif

2) Melibatkan klien/pasien dan keluarga

3) Mempertimbangkan kondisi psikologis, sosial budaya klien/pasien

4) Memilih tindakan yang aman sesuai dengan kondisi pasien dan

kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan memastikan

bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien

5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber

daya serta fasilitas yang ada


87

d. Standar IV : Implementasi

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komperhensif,

efektif, efesien dan aman berdasarkan evidence based kepada

klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif.

Kriteria Implementasi :

1) Memperhatiakan keunikan klien sebagai bentuk makhluk bio-

psiko-sosila-spritual-kultural

2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien

dan atau keluarganya (inform consent)

3) Melaksanakan asuhan berdasarkan evidence based

4) Melibatkan klien/pasien dalam segala tindakan

5) Menjaga privasi klien

6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi

7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan

8) Menggunakan sumber daya, sasaran dan fasilitas yang ada dan

sesuai

9) Melakukan tindakan sesuai standar

10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan

e. Standar V : Evaluasi

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan

untuk melihat keefektifan dari asuhan yang telah diberikan, sesuai

dengan perubahan perkembangan kondisi klien.


88

Kriteria Evaluasi :

1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan

sesuai kondisi klien

2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunisasikan pada klien dan

keluarga

3) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi pasien.

f. Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas

mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam

memberikan asuhan kebidanan.

Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan :

1) Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada

formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/ Buku

KIA)

2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

S : Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan

A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah

kebidanan

P : Adalah penatalaksanaan mencatat seluruh perencanaan dan

penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan

antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komperhensif

3. Landasan Hukum Wewenang Bidan menurut Kemenkes RI Nomor


89

146/MENKES/PER/X/2010

a. Pasal 9

Bidan dalam menyelenggarakan pratik berwenang untuk memberikan

pelayanan yang meliputi :

1) Pelayanan kesehatan ibu

2) Pelayanan kesehatan anak

3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

b. Pasal 10

1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9

huruf (a) diberikan pada masa prahamil, kehamilan, masa

persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua

kehamilan

2) Pelayanan kesehatan itu sebagai mana dimaksud pada ayat (1)

meliputi

a) Pelayanan konseling pada masa prahamil

b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c) Pelayanan persalinan normal

d) Pelayanan ibu nifas normal

f) Pelayanan ibu menyusui

g) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) berwenang untuk :

a) Episiotomi
90

b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 2

c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil

e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas

f) Fasilitas/bimbingan insiasi menyusu dini dan promosi ASI

Eksklusif

g) Pemberian uterotonika pada manejemen aktif kala III dan post

partum

h) Penyuluhan dan konseling

i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil

j) Pemberian surat keterangan kematian dan surat keterangan cuti

bersalin

4. Pengkajian Data

a. Pengkajian Data pada Ibu Hamil

1) Data Subyektif

a) Biodata

Meliputi nama, umur, agama, suku atau bangsa, pendidikan

terakhir dan alamat (Kuswanti, 2014; hal. 146). Menurut

BPTPK Provinsi Jawa Tengah, (2016; hal. 108) juga harus

ditanyakan mengenai pekerjaan.

b) Keluhan Utama Klien

Keluhan utama adalah alasan kenapa klien datang ke

tempat bidan. Hal ini disebut tanda atau gejala. Dituliskan


91

sesuai dengan yang diungkapkan oleh klien serta tanyakan

juga sejak kapan hal tersebut dikeluhkan oleh pasien

(BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 108).

c) Riwayat Menstruasi

Meliputi menarche, siklus haid, lama haid, volume, bau dan

keluhan (Kuswanti, 2015; hal. 146) serta dismenorhea atau

nyeri haid (BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2017; hal. 110).

d) Riwayat Kesehatan

Meliputi riwayat kesehatan sekarang (penyakit menular dan

menurun), riwayat kesehatan yang lalu dan riwayat

kesehatan keluarga (kehamilan kembar, penyakit menular

dalam keluarga dan penyakit keturunan) (Kuswanti, 2014;

hal. 146).

e) Riwayat Perkawinan

Meliputi umur saat menikah, lama pernikahan, status

pernikahan (Kuswanti, 2014; hal. 117).

f) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Meliputi waktu persalinan, jenis persalinan, tempat

persalinan, penolong persalinan, jenis kelamin anak, berat

badan dan panjang badan anak saat lahir, serta ada tidaknya

perdarahan (Kuswanti, 2014; hal. 116).

g) Riwayat KB
92

Meliputi jenis kontrasepsi yang digunakan, lama

penggunaan, keluhan dan alasan berhenti (Kuswanti, 2014;

hal. 147).

h) Riwayat kehamilan sekarang, meliputi hari pertama haid

terakhir (HPHT), hari perkiraan lahir (HPL), kehamilan

yang keberapa, tempat periksa hamil pertama kali,

imunisasi TT, keluhan selama hamil, obat yang dikonsumsi

selama hamil, apakah mengkonsumsi jamu atau tidak,

gerak janin (frekuensi lebih dari 10x per 24 jam atau tidak)

(Kuswanti, 2014; hal. 147). Selain itu juga menanyakan

masalah-masalah yang dihadapi ibu selama trimester I, II

dan III serta penyuluhan yang didapat (BPTPK Provinsi

Jawa Tengah, 2017; h. 113).

i) Riwayat Kehamilan Lalu

Meliputi jumlah kehamilan, jumlah anak lahir hidup,

jumlah kelahiran prematur, jumlah keguguran, persalinan

dengan tindakan, riwayat perdarahan pada persalinan atau

pascapersalinan, kehamilan dengan tekanan darah tinggi,

berat bayi < 2500 gram atau 4 Kg serta masalah lain seperti

kehamilan ektopik, kelainan kongenital atau diabetes

gestasional (BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 114).

j) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

(1) Pola Nutrisi


93

Meliputi makan (frekuensi, jenis makanan, jumlah,

pantangan dan alasan pantangan) (BPTPK Provinsi

Jawa Tengah, 2016: hal. 119), minum (frekuensi,

banyaknya, jenis minuman) (Kuswanti, 2014; hal. 148).

(2) Personal hygiene

Meliputi frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi,

frekuensi ganti pakaian, kebersihan vulva (BPTPK

Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 120).

(3) Pola Aktivitas

Tanyakan bagaimana pola aktivitas klien. Beri anjuran

kepada klien untuk menghindari mengangkat beban

berat, kelelahan, latihan yang berlebih dan olah raga

berat. Anjurkan klien untuk melakukan senam hamil

(BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 121).

(4) Pola Eliminasi

BAB meliputi frekuensi, warna serta masalah. BAK

meliputi frekuensi, warna, bau serta masalah (BPTPK

Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 122).

(5) Pola Tidur dan Istirahat

Meliputi tidur siang, tidur malam serta masalah

(BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 123).

(6) Pola Seksual


94

Meliputi frekuensi serta keluhan (Kuswanti, 2014; hal.

148).

k) Data Psikososial, meliputi respon suami dan keluarga

terhadap kehamilan, respon ibu terhadap kehamilan,

hubungan ibu dengan anggota keluarga yang lain, adat

istiadat yang dianut yang berhubungan dengan kehamilan

(Kuswanti. 2014). Selain itu, menanyakan pengambilan

keputusan dalam keluarga (BPTPK Provinsi Jawa Tengah,

2016; hal. 114).

l) Menanyakan tempat untuk bersalin

Tempat yang diinginkan klien sebagai tempat persalinan

perlu ditanyakan karena untuk memperkirakan layak

tidaknya tempat yang diinginkan klien tersebut (BPTPK

Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 115).

m) Menanyakan petugas untuk persalinan

Petugas persalinan yang diinginkan klien perlu ditanyakan

karena untuk membersihkan pandangan klien tentang

perbedaan asuhan persalinan yang akan didapatkan antara

dokter kandungan, bidan dan dukun beranak (BPTPK

Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal. 115).

n) Pengetahuan pasien tentang kehamilan, meliputi

pemeriksaan kehamilan, gizi ibu hamil, tanda bahaya dalam

kehamilan (Kuswanti, 2014).


95

o) Menanyakan data spiritual

Data spiritual klien perlu ditanyakan apakah keadaan

rohaninya saat itu sedang baik ataukah sedang strees karena

suatu masalah (BPTPK Provinsi Jawa Tengah, 2016; hal.

116).

2) Data Obyektif

a) Pemeriksaan umum, meliputi keadaan umum, tinggi badan,

berat badan sebelum hamil dan selama hamil, lingkar

lengan atas (Lila) serta tanda-tanda vital (Kuswanti, 2014;

hal. 120).

b) Pemeriksaan fisik (head to toe) terdiri dari :

(1) Kepala, meliputi bentuk kepala, rambut (warna,

kebersihan rambut, rontok atau tidak), muka (cloasma

gravidarum, jerawat, sianosis), mata (sklera,

konjungtiva, gangguan penglihatan, kotoran atau

sekret), telinga (kebersihan, pernapasan cuping hidung,

polip), mulut (karies gigi, kebersihan mulut dan lidah,

kelembapan bibir, stomatitis, perdarahan gusi).

(2) Leher, meliputi ada atau tidak pembesaran kelenjar

limfe, tiroid dan vena jugularis.

(3) Dada, meliputi retraksi dada, denyut jantung teratur,

wheezing.
96

(4) Payudara, meliputi bentuknya (simetris atau tidak),

hiperpigmentasi areola, kondisi puting susu (masuk ke

dalam atau tidak, kebersihan), teraba keras, lunak,

benjolan atau tidak, pengeluaran kolostrum.

(5) Ekstremitas atas, meliputi bentuk, kebersihan tangan

dan kuku, pucat diujung jari, telapak tangan berkeringat.

(6) Abdomen, meliputi pembesaran perut (simetris atau

tidak, sesuai dengan umur kehamilan atau tidak), strie

gravidarum, luka bekas operasi, linea nigra, palpasi

leopold (Leopold I-IV), DJJ (frekuensi per menit, teratur

atau tidak, punctum maksimum).

(7) Pemeriksaan panggul

(8) Genetalia luar, meliputi tanda Chadwick, tidak ada

varises, pembesaran kelenjar bartholini serta keputihan.

(9) Rektum, meliputi kebersihan dan hemoroid.

(10) Ekstremitas bawah, meliputi bentuk, varises,

kebersihan kuku, refleks patella (Kuswanti, 2014; hal.

121).

c) Pemeriksaan Penunjang

(1) Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, golongan

darah, protein urin).

(2) Pemeriksaan USG (Kuswanti, 2014; hal. 122).


97

3) Menentukan Diagnosis

a) Diagnosis Kebidanan/Nomenklatur

(1) Paritas

Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang

berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan).

Dibedakan dengan primigravida (hamil yang pertama

kali) dan multigravida (kehamilan yang kedua atau

lebih).

(2) Usia kehamilan dalam minggu.

(3) Keadaan janin.

(4) Normal atau tidak normal (Sulistyawati, 2013; hal.

133).

b) Masalah

Dalam asuhan kebidanan digunakan istilah masalah dan

diagnosis. Kedua istilah tersebut dipakai karena beberapa

masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi

tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat rencana yang

menyeluruh. Masalah sering berhubungan dengan

bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap

diagnosisnya (Sulistyawati, 2013; hal. 134).

c) Menetapkan Normalitas Kehamilan


98

Membuat kesimpulan dari seluruh hasil temuan, yang

didapat berdasarkan data dasar baik subyektif maupun

obyektif, sehingga dituntut adanya pemahaman mengenai

perubahan anatomi fisiologis ibu hamil serta adaptasi

psikologis ibu hamil di setiap trimester (Kuswanti, 2014;

hal. 125).

d) Membedakan ketidaknyamanan selama kehamilan dengan

komplikasi kehamilan

Mengkaji dari keluhan yang dirasakan pasien melalui

anamnesis yang efektif dan komunikatif. Perlu adanya

hubungan interpersonal yang baik terlebih dahulu dengan

pasien sehingga pasien dapat dengan nyaman

menyampaikan apa yang dirasakan dengan terbuka.

Dikuatkan dengan pemeriksaan fisik, terutama yang

berkaitan dengan keluhan yang dirasakan pasien untuk

lebih dipertajam. Pengambilan kesimpulan yang tidak tepat

dapat berakibat fatal karena jika ada penyulit atau

komplikasi yang seharusnya segera dilakukan tindakan

tidak terdeteksi dapat meningkatkan AKI secara tidak

langsung (Kuswanti, 2014; hal. 125).

e) Mengidentifikasi tanda dan gejala penyimpangan dari

keadaan normal
99

Melalui anamnesis dengan teknik yang efektif serta bidan

menguasai teori mengenai kehamilan yang normal dan

tidak normal (tanda, gejala, pemeriksaan) (Kuswanti, 2014;

hal. 126).

f) Mengidentifikasi kunjungan untuk kebutuhan belajar

Kunjungan ini dimaksudkan untuk memenuhi kabutuhan

pasien untuk belajar mengenai hal-hal yang berhubungan

dengan kehamilannya. Bidan harus aktif dalam mengajukan

pertanyaan yang dapat menggiring kepada kesimpulan

mengenai apa yang harus disampaikan kepada pasien,

sehingga penyuluhan yang diberikan benar-benar sesuai

dengan kebutuhan pasien (Kuswanti, 2014; hal. 126).

4) Pengembangkan Perencanaan

a) Menetapkan kebutuhan pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang awal dan rutin dilakukan

adalah pemeriksaan kadar Hb, yang bertujuan untuk

mengetahui apakah pasien dalam keadaan anemia atau

tidak. Pemeriksaan awal inilah yang akan dijadikan sebagai

patokan dalam memantau kemajuan kehamilannya.

b) Menetapkan kebutuhan belajar atau bimbingan bagi pasien

c) Menetapkan kebutuhan belajar atau bimbingan bagi pasien

dilakukan berdasarkan pengkajian data yang sudah


100

dilakukan pada pasien baik dara subyektif ataupun data

obyektif.

d) Menetapkan kebutuhan untuk pengobatan komplikasi

ringan.

Seorang bidan mempunyai hak untuk melakukan

pengobatan komplikasi ringan pada ibu hamil, tetapi dalam

pemberian pengobatan bidan tetap harus memperhatikan

aturan yang benar.

e) Menetapkan kebutuhan untuk konsultasi atau rujukan ke

tenaga kesehatan lain. konsultasi ini bertujuan agar

pemecahan masalah yang diambil sesuai dengan apa yang

dialami oleh pasien serta ditangani oleh ahli yang

berkompeten.

f) Menetapkan kebutuhan untuk konseling yang spesifik.

Konseling dilakukan dengan tujuan agar permasalahan

pasien dapat diatasi sehingga masa kehamilan dapat

berlangsung dengan aman dan nyaman.

g) Menetapkan jadwal kunjungan sesuai dengan

perkembangan kehamilan. Jadwal kunjungan dibuat

berdasarkan kesepakatan antara bidan dan pasien

(Kuswanti, 2014; hal. 130).

b. Pengkajian Ibu Bersalin

1) Pengkajian Data pada Ibu Bersalin Kala I


101

a) Data Subyektif

(1) Identitas

Meliputi nama istri atau suami, umur, suku atau bangsa,

agama, pendidikan, pekerjaan serta alamat rumah.

(2) Keluhan Utama

Keluhan utama adalah kenapa klien datang ke tempat

bidan. Hal ini disebut tanda atau gejala. Dituliskan sesuai

dengan yang diungkapkan oleh klien serta tanyakan sejak

kapan hal tersebut dikeluhkan oleh klien.

(3) Riwayat Kehamilan Sekarang

(a) Riwayat Haid

Meliputi menarche, siklus, lamanya, banyaknya,

dismenorhoe (nyeri haid).

(b) Riwayat Hamil Sekarang

Meliputi hari pertama haid terakhir (HPHT), hari

perkiraan lahir (HPL), kehamilan yang ke berapa,

masalah yang dialami pada TM I, II dan III, ANC

pada TM I, II, dan III, tempat ANC, imunisasi TT.

(4) Riwayat Kehamilan Lalu

Meliputi jumlah kehamilan, jumlah anak lahir hidup,

jumlah kelahiran prematur, jumlah keguguran, persalinan

dengan tindakan, riwayat perdarahan pada persalinan

atau pascapersalinan, kehamilan dengan tekanan darah


102

tinggi, berat bayi <2500 gram atau 4000 gram serta

masalah lain yang dialami ibu pada kehamilan yang lalu.

(5) Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Ibu meliputi penyakit yang pernah

diderita, penyakit yang sedang diderita, pernah dirawat

atau tidak, berapa lama dirawat dan dengan penyakit apa

di rawat. Riwayat kesehatan keluarga meliputi penyakit

menular serta penyakit keturunan atau genetik.

(6) Riwayat Sosial Ekomoni

Status pernikahan, meliputi menikah atau belum, usia

saat menikah, lama pernikahan, dengan suami sekarang

serta istri keberapa dengan suami sekarang.

(7) Riwayat KB

Meliputi metode alat kontrasepsi, lama serta masalah

yang dihadapi selama menggunakan alat kontrasepsi

tersebut.

(8) Kebiasaan hidup sehat

(a) Pola Nutrisi

Meliputi jenisa makanan yang biasa dimakan, porsi,

frekuensi, adakah pantangan serta alasan pantangan.

(b) Personal Hygiene


103

Frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi, frekuensi

ganti pakaian, kebersihan vulva.

(c) Pola Aktivitas

Tanyakan bagaimana pola aktivitas klien. Beri

anjuran kepada klien untuk menghindari mengangkat

beban berat, kelelahan, latihan yang berlebihan dan

olah raga berat. Anjurkan klien untuk melakukan

senam hamil.

(d) Pola Eliminasi

BAB meliputi frekuensi, warna, serta masalah yang

dihadapi. BAK meliputi frekuensi, warna, bau serta

masalah yang dihadapi.

(e) Pola Tidur dan Istirahat

Meliputi tidur siang, tidur malam serta masalah yang

dihadapi oleh klien.

(f) Pola Seksual

Meliputi frekuensi serta masalah yang dihadapi oleh

klien.

(9) Merokok atau minuman keras atau obat terlarang

Hal ini perlu ditanyakan karena kebiasaan tersebut secara

langsung dapat memengaruhi pertumbuhan,


104

perkembangan janin dan menimbulkan kelahiran dengan

berat badan lahir rendah bahkan dapat menimbulkan

cacat bawaan atau kelainan pertumbuhan dan

perkembangan mental.

(10) Data Psikologis, mengenai Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan perlu ditanyakan karena untuk

mengetahui siapa yang diberi kewenangan klien

mengambil keputusan apabila ternyata bidan

mendiagnosa adanya keadaan patologis bagi kondisi

persalinan klien yang memerlukan adanya penanganan

serius.

(11) Data Spiritual

Data spiritual klien perlu ditanyakan apakah keadaan

rohaninya saat itu sedang baik ataukah sedang strees

karena suatu masalah.

(12) Data Sosial Budaya

Meliputi tradisi yang memengaruhi persalinan serta

kebiasaan yang merugikan persalinan (BPTPK Provinsi

Jawa Tengah, 2016).

b) Data Obyektif (Sulistyawati, 2014; hal. 158)

Data ini dikumpulkan guna melengkapi data untuk

menegakkan diagnosis. Bidan melakukan pengkajian data

obyektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi,


105

perkusi, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara

berurutan.

(1) Keadaan Umum

Data ini dapat digunakan dengan mengamati keadaan

pasien secara keseluruhan yang dilaporkan kriterianya

adalah sebagai berikut :

(a) Baik, jika pasien memperlihatkan respon yang baik

terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik

pasien tidak mengalami ketergantungan dalam

berjalan.

(b) Lemah, pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia

kurang atau tidak memberikan respon yang baik

terhadap lingkungan dan orang lain dan pasien sudah

tidak mampu berjalan sendiri.

(2) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,

kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran

pasien dari keadaan komposmentis (kesadaran maksimal)

sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).

(3) Tanda-tanda Vital meliputi, tekanan darah, nadi,

pernafasan dan suhu.


106

(4) Inspeksi

(a) Kepala

(i) Rambut, meliputi warna kebersihan dan mudah

rontok atau tidak.

(ii) Muka, apakah oedem atau tidak cyanosis atau

tidak

(iii) Mata, meliputi konjungtiva, sklera,

kebersihan, kelainan dan gangguan penglihatan

(rabun jauh/dekat).

(iv)Hidung, meliputi kebersihan, polip serta alergi

debu.

(v) Mulut, meliputi bibir (warna, lembab, kering atau

pecah-pecah), lidah (warna dan kebersihan), gigi

(kebersihan dan karies), serta gangguan pada

mulut (bau mulut).

(b) Leher, meliputi pembesaran kelenjar limfe dan

parotitis.

(c) Dada, meliputi bentuk, simetris atau tidak, payudara

(bentuk, besar masing-masing payudara,

hiperpigmentasi areola payudara, teraba massa, nyeri

atau tidak, kolostrum, keadaan puting menonjol,

datar atau masuk ke dalam serta kebersihan), denyut

jantung dan gangguan pernafasan.


107

(d) Perut, meliputi bentuk, bekas luka operasi, striae,

linea, TFU, hasil pemeriksaan palpasi Leopold,

kontraksi uterus, TBJ (Taksiran Berat Janin), DJJ,

palpasi kandung kemih (pemantauan pengosongan

kandung kemih).

(e) Ekstremitas atas meliputi gangguan atau kelainan dan

bentuk. Ekstremitas bawah bentuk, udem dan varises.

(f) Genetalia, meliputi kebersihan, pengeluaran

pervaginam, tanda-tanda infeksi vagina dan

pemeriksaan dalam.

(g) Anus, meliputi hemoroid dan kebersihan.

(5) Palpasi

(i) Leher, ada bedungan vena jugularis atau tidak

(ii) Dada, ada masa pada payudara atau tidak

(iii) Abdomen

a. Leopold I

Tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan

atau tidak, di fundus normalnyateraba lunak dan

tidak melenting (bokong)

b. Leopold II

Normalnya teraba bagian panjang, keras seperti

papan (punggung) pada satu sisi dan bagian lain

teraba bagian kecil.


108

c. Leopold III

Normalnya teraba bagian yang bulat, keras dan

melenting pada bagian bawah uterus ibu

(Symphisis) apakah sudah masuk PAP.

d. Leopold IV

Dilakukan jika ada leopold III teraba bagian janin

sudah masuk PAP. Dilakukan dengan

menggunakan potongan jari penolong dan

symphisis ibu, berfungsi untuk mengetahui

penurunan presentasi.

(e) Auskultasi (Marmi, 2016; hal. 132)

Terdengar denyut jantung dibawah pusat ibu (baik

dibagian kiri maupun dibagian kanan) normalnya 120-

160 kali/menit.

(f) Perkusi (Marmi, 2016; hal. 132)

Terlihat gerakan reflek pada kaki, baik kaki kiri maupun

kaki kanan

(g) Pemeriksaan dalam (Asrinah, 2012; hal. 40)

Meliputi dinding vagina (apakah ada bagian yang

menyempit), pembukaan dan penipisan servic, kapasitas


109

panggul, ada tidaknya penghalangan pada jalan lahir,

keputihan atau ada infeksi, pecah tidaknya ketuban,

presentasi, penurunan kepala janin dan jika bagian

terbawah kepala tentukan titik penunjuk.

(h) Data penunjang, meliputi USG,

Laboratorium (kadar Hb, hematokrit, kadarleukosit dan

golongan darah).

c) Analisa (Sulistyawati, 2013; hal. 158)

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap rumusan

diagnosis dan masalah atas data-data yang telah

dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan diagnosis atau

masalah pengolahan data dan analisis dengan

menggabungkan data satu dengan yang lainnya sehingga

tergambar fakta.

(i) Diagnosis Kebidanan/Nomenklatur

a. Paritas

Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita

yang berkaitan dengan kehamilannya (jumlah

kehamilan), dibedakan menjadi primigravida (hamil

pertama kali) dan multigravida (hamil kedua atau

lebih).

b. Usia kehamilan dalam minggu.

c. Kala dan fase persalinan.


110

d. Keadaan janin.

e. Normal atau tidak normal.

f. Masalah

Dalam asuhan kebidanan istilah masalah dan

diagnosa dipakai keduanya karena beberapa masalah

tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi

perlu dipertimbangkan untuk membuat rencana yang

menyeluruh.

d) Penatalaksanaan (Sulistyawati, 2013; hal. 159)

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh

berdasarkan langkah sebelumnya. Semua perencanaan yang

dibuat harus berdasarkan pertimbangan yang tepat meliputi

pengetahuan, teori yang terbaru, evidance based care serta

validasi dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan

tidak diinginkan oleh pasien. Berikut adalah beberapa contoh

pelaksanaan dari perencanaan asuhan berdasarkan peran

bidan dalam tindakan mandiri, kolaborasi dan tindakan

pengawasan.

(1) Tindakan mandiri bidan pada kala I

Pemantauan intensif, terutama pada pasien dengan risiko

tinggi (jika di rumah sakit), pemantauan persalinan

dengan partograf, dukungan mental dan spiritual pada

pasien dan keluarga, bimbingan latihan nafas dan


111

relaksasi, bimbingan posisi yang nyaman selama kala I,

bimbingan posisi dan teknik meneran pada kala II,

memberikan instruksi kepada pendamping pasien

mengenai apa yang ia harus lakukan selama persalinan

serta pemantauan intake serta output cairan dan nutrisi.

(2) Merujuk

Jika kasus yang ditangani sudah mengarah ke kondisi

patologis, maka bidan melaksanakan tindakan rujukan ke

fasilitas pelayanan yang memenuhi standar baik sarana

maupun tenaganya. Melakukan tindakan stabilisasi

prarujukan dan harus memastikan sarat rujukan terpenuhi

antara lain bidan, alat, kendaraan, surat pengantar

rujukan, obat, keluarga, uang, donor dan do’a.

(3) Pasien, meliputi pentingnya intake cairan selama kala I,

latihan nafas dan relaksasi, aktivitas dan posisi selama

kala I, serta posisi dan teknik meneran yang tepat dan

aman.

(4) Suami, meliputi pengambilan keputusan terhadap

keadaan bahaya istri dan bayi, orang yang paling siaga

dalam keadaan darurat istri serta dukungan yang positif

bagi istri dalam keberhasilan proses adaptasi peran ibu

dan proses persalinan.


112

(5) Keluarga, meliputi pemberian dukungan mental bagi

pasien dalam adaptasi peran serta seleksi mengenai

kebiasaan adat yang aman dan tidak aman dalam

persalinan.

(6) Dalam penatalaksanaan juga terdapat evaluasi yang

berarti hasil asuhan yang berbentuk nyata dari perubahan

kondisi serta respon pasien dan keluarga.

2) Kala II (Sulistyawati, 2013; hal. 159)

a) Data Subyektif

Data subyektif yang mendukung bahwa pasien dalam

persalinan kala II adalah pasien mengatakan ingin meneran.

b) Data Obyektif

(1) Ekspresi wajah pasien serta bahasa tubuh yang

menggambarkan suasana fisik dan psikologis pasien

menghadapi kala II persalinan.

(2) Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.

(3) Hasil pemantauan kontraksi durasi lebih dari 40 detik,

frekuensi lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan intensitas

kuat.

(4) Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa

pembukaan serviks sudah lengkap.

c) Analisa
113

Untuk menginterpretasikan bahwa pasien dalam persalinan

kala II, bidan harus mendapatkan data yang valid untuk

mendukung diagnosis. Rumusan diagnosis pada kasus

persalinan normal dengan menggunakan diagnosis

nomenklatur yang terdiri dari dengan contoh seorang P1A0

dalam persalinan kala II normal.

d) Penatalaksanaan

Pada tahap ini bidan melakukan perencanaan terstruktur

berdasarkan tahapan persalinan. Dasar perencanaan tidak

terlepas dari interpretasi data, termasuk persiapan peralatan

dan obat yang harus tersedia. Pada akhir kala II, bidan

melakukan evaluasi berupa keadaan umum bayi seperti

jenis kelamin, spontanitas menangis segera setelah lahir dan

warna kulit, keadaan umum pasien seperti kontraksi,

perdarahan dan kesadaran serta kepastian adanya janin

kedua. Hasil dari evaluasi ini merupakan data dasar untuk

kala III.

3) Kala III (Sulistyawati, 2013; hal. 200)

a) Data Subyektif

Meliputi pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir

melalui vaginanya, pesien mengatakan bahwa ari-arinya

belum lahir dan pasien mengatakan perut bagian bawahnya

terasa sakit.
114

b) Data Obyektif

Meliputi bayi lahir secara spontan pervaginam pada tanggal,

jam, jenis kelamin laki-laki/perempuan, normal/ada

kelainan, menangis spontan kuat, kulit warna kemerahan,

plasenta belum lahir, tidak teraba janin kedua, dan teraba

kontraksi uterus.

c) Analisa

Berdasarkan data dasar yang diperoleh melalui pengkajian di

atas, bidan menginterpretasikan bahwa pasien sekarang

benar-benar sudah dalam persalinan kala III. Diagnosa

nomenklatur berupa seorang P1A0 dalam persalinan kala III.

d) Penatalaksanaan

Pada kala III bidan merencanakan tindakan sesuai dengan

tahapan persalinan normal. Evaluasi terdiri dari manajemen

persalinan kala III diantaranya adalah plasenta lahir spontan

pada tanggal, jam, kontraksi uterus baik/tidak, TFU berapa

jari di bawah pusat, perdarahan sedikit, sedang atau banyak,

laserasi jalan lahir atau tidak, kondisi umum pasien dan

tanda vital pasien.

4) Kala IV (Sulistyawati, 2013; hal. 202)

a) Data Subyektif

Pada kala IV bidan harus melakukan pengkajian yang

lengkap dan jeli, terutama mengenai data yang berhubungan


115

dengan kemungkinan penyebab perdarahan, karena pada

kala IV inilah kematian pasien paling banyak terjadi. Data

subyektif pada kala IV berupa pasien mengatakan bahwa ari-

arinya telah lahir, pasien mengatakan perutnya mulas dan

pasien mengatakan merasa lelah tapi bahagia.

b) Data Obyektif

Meliputi plasenta telah lahir spontan lengkap pada tanggal,

jam, TFU berapa jari di bawah pusat serta kontraksi uterus

baik atau tidak.

c) Analisa

Diagnosa nomenklaturnya adalah seorang P1A0 dalam

persalinan kala IV.

d) Penatalaksanaan

Pada kala IV bidan merencanakan tindakan sesuai dengan

tahapan persalinan normal seperti lakukan pemantauan

intensif pada pasien. Hasil akhir dari asuhan persalinan kala

IV normal adalah pasien dan bayi dalam keadaan baik, yang

ditunjukkan dengan stabilisasi fisik dan psikologis pasien.

3) Pengkajian Data Bayi Baru Lahir

a) Data Subyektif

Meliputi faktor genetik (kalainan atau gangguan metabolik

pada keluarga dan sindroma genetik), faktor maternal (berupa

penyakit menurun atau penyakit menahun), faktor antenatal


116

(pernah ANC atau tidak, adanya riwayat preeklampsi,

perdarahan, infeksi, perkembangan janin terlalu bsar atau

terganggu, diabetes gestasional, poli atau oligohidramnion),

faktor perinatal (prematur atau postmatur, partus lama, gawat

janin, penggunaan obat selama persalinan, air ketuban

bercampur mekonium, ketuban pecah dini, perdarahan dalam

persalinan dan jenis persalinan) (Sudarti dan Afroh, 2012).

b) Data Obyektif

(1) Pemeriksaan Umum

(a) Pernafasan, pernafasan BBL normal 30-60 x/m, tanpa

retraksi dada dan tanpa suara merintih pada fase

ekspirasi.

(b) Warna kulit, bayi baru lahir aterm kelihatan lebih pucat

dibanding bayi preterm karena kulit lebih tebal.

(c) Denyut jantung, denyut jantung BBL normal antara

100-160 kali/menit.

(d) Suhu aksiler, 36,50C -37,50C.

(e) Postur dan gerakan, postur normal BBL dalam keadaan

istirahat adalah kepalan tangan longgar dengan lengan,

punggung dan lutut semi fleksi. Gerakan ekstremitas

bayi harus secara spontan dan simetris disertai gerakan

sendi penuh. Bayi normal dapat sedikit gemetar.


117

(f) Tonus atau tingkat kesadaran, rentang normal tingkat

kesadaran BBL mulai dari diam hingga sadar penuh dan

dapat ditenangkan jika rewel. Bayi dapat dibangunkan

jika dian atau sedang tidur.

(g) Ektremitas, periksa posisi, gerakan, reaksi bayi bila

ektremitas disentuh dan pembengkakan.

(h) Kulit, warna kulit dan adanya verniks kaseosa,

pembengkakan atau bercak hitam, tanda lahir/tanda

mongol. Kulit tubuh, punggung dan abdomen

terkelupas pada hari pertama juga masih dianggap

normal.

(i) Tali pusat, normal bila putih kebiruan pada hari

pertama, mulai kering dan mengkerut/mengecil dan

akhirnya lepas setelah 7-10 hari.

(j) Berat badan, normal 2500-4000 gram.

(2) Pemeriksaan Fisik (head to toe)

(a) Kepala meliputi ubun-ubun, sutura, moulase, caput

succedaneum, cephal hematoma, hidrosefalus, ubun-

ubun besar dan ubun-ubun kecil.

(b) Muka meliputi tanda-tanda paralisis.

(c) Mata, meliputi pengeluaran nanah, bengkak pada

kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva dan

kesimetrisan.
118

(d) Telinga, meliputi kesimetrisan letak dihubungkan

dengan mata dan kepala.

(e) Hidung, meliputi kebersihan, palatoskisis.

(f) Mulut, meliputi labio/palatoskisis, trush, sianosis,

mukosa kering/basah.

(g) Leher, pembengkakan dan benjolan.

(h) Klavikula dan lengan tangan, meliputi gerak dan jumlah

jari.

(i) Dada, meliputi bentuk dada, puting susu, bunyi jantung,

dan pernafasan.

(j) Abdomen, meliputi penonjolan sekitar tali pusat saat

menangis, perdarahan tali pusat, jumlah pembuluh

darah pada tali pusat, dinding perut dan adanya

benjolan, distensi, gastroskisis, omfalokel serta bentuk.

(k) Genetalia, apabila laki-laki meliputi testis berada dalam,

penis berlubang dan ada di ujung penis. Apabila

perempuan meliputi vagina, uretra berlubang, labia

mayora dan labia minora.

(l) Tungkai dan kaki, meliputi gerak, bentuk, dan jumlah

kaki.

(m)Anus, meliputi berlubang atau tidak, fungsi sfingter ani.

(n) Punggung, meliputi spina bifida, meilomeningokel.


119

(o) Refleks, meliputi moro, rooting, walking, graphs,

sucking dan tonicneck.

(p) Antropometri, meliputi BB, PB, LK, LD, Lila

(Rukiyah, dkk. 2013; hal.125)

c) Analisa

Melakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis, masalah

dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang telah

dikumpulkan (Rukiyah, dkk. 2014; hal.125).

d) Penatalaksanaan

Merencanakan asuhan yang menyeluruh yang rasional sesuai

dengan temuan pada langkah sebelumnya, mengarahkan atau

melaksanakan rencana asuhan secara efektif dan aman.

Evaluasi berupa mengevaluasi keefektivan usaha yang sudah

diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan

benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan

tetapi belum efektif (Rukiyah, dkk. 2014; hal.127).

4) Pengkajian Data Ibu Nifas

a) Data Subyektif

(1) Identitas meliputi nama klien, umur, suku/bangsa, agama,

pekerjaan, alamat.

(2) Keluhan utama, untuk mengetahui keluhan yang dirasakan

ibu setelah melahirkan.

(3) Riwayat kehamilan dan persalinan, untuk mengetahui

apakah klien melahirkan secara spontan atau SC.


120

(4) Riwayat persalinan, meliputi jenis persalinan, komplikasi

dalam persalinan, plasenta (dilahirkan secara spontan atau

tidak, dilahirkan lengkap atau tidak, ada kelainan atau

tidak, ada sisa plasenta atau tidak), tali pusat (normal atau

tidak, normalnya 45-50 cm), perineum (untuk mengetahui

apakah perineum ada robekan atau tidak), perdarahan

(untuk mengetahui jumlah darah yang keluar pada kala

I,II,III dan IV pada nifas normal perdarahan tidak boleh

lebih dari 500 cc), proses persalinan bayi (tanggal lahir, BB

dan PB, BB bayi normalnya > 2500 gram, BBLR < 2500

gram, makrosomia > 4000 gram, cacat bawaan, air ketuban)

(Marmi, 2015; hal. 139).

b) Data Obyektif

(1) Keadaan umum, untuk mengetahui keadaan ibu secara

umum nifas normal biasanya baik.

(2) Tanda-tanda vital, meliputi suhu (36,40C sampai 37,40C),

pernafasan (16-20 kali/menit), nadi (80-100 kali/menit),

tekanan darah (minimal 120/80 mmHg).

(3) Pemeriksaan fisik

(a) Muka, meliputi kelopak mata (adanya edema/tidak),

konjungtiva (merah muda/pucat), sklera (putih atau

tidak).

(b) Mulut dan gigi, meliputi lidah (bersih atau tidak), gigi

(caries atau tidak).


121

(c) Leher, meliputi pemeriksaan pada kelenjar tiroid ada

pembesaran atau tidak, kelenjar getah bening ada

pembesaran atau tidak.

(d) Dada, meliputi irama jantung, terdapat suara ronkhi dan

wheezing atau tidak.

(e) Payudara, meliputi bentuk simetris atau tidak, puting

susu menonjol, pengeluaran kolostrum.

(f) Punggung dan pinggang, posisi tulang belakang, normal

atau tidak dan tidak normal bila ditemukan lordosis.

(g) Abdomen, meliputi ada atau tidak luka bekas operasi

untuk mengetahui pernah SC atau tidak, pembesaran

liver, uterus untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana

kontraksi uterus, konsistensi uterus, posisi uterus. Pada

ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat kontraksi

baik. Konsistensi keras dan posisi uterus di tengah.

(h) Pengeluaran lochea, untuk mengetahui warna, jumlah,

bau konsistensi lochea pada umumnya ada kelainan

atau tidak.

(i) Perineum, untuk mengetahui pada perineum adanya

bekasa jahitan atau tidak, juga tentang jahitan perineum

klien.

(j) Kandung kemih, untuk mengetahui apakah kandung

kemih teraba atau tidak.


122

(k) Ekstremitas atas dan bawah, meliputi edema,

kemerahan, varises dan refleks patella (Sulistyawati,

2015; hal.121).

(4) Uji Diagnostik

Meliputi pemeriksaan Hb, golongan darah.

c) Analisa

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan

(Sulistyawati, 2015; hal.125).

d) Penatalaksanaan

Pada langkah ini dilakukan perencanaan asuhan yang

menyeluruh dan rasional pada nifas normal, meliputi : terapi

dan asuhan, pendidikan kesehatan, konseling, kolaborasi (bila

diperlukan), rujukan (lebih diperlukan) serta tindak lanjut. Saat

evaluasi dilakukan evaluasi mengenai keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan secara efektif dan efisien (Marmi, 2015;

hal. 142)

e) Pengkajian Data melakukan pemasangan KB (Buku Panduan

Laporan Tugas Akhir DIII Kebidanan Politeknik Banjarnegara,

2020)

(1) Data Subjektif

(a) Identitas
123

Meliputi nama istri, nama suami, umur, alamat

(b) Alasan datang

(c) Riwayat kesehatan

Meliputi riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan

sekarang, riwayat kesehatan keluarrga.

(d) Riwayat perkawinan

Meliputi nikah berapa kali, umur menikah, lama

pernikahan, status pernikahan.

(e) Riwayat obstetri

(i) Riwayat menstruasi

Meliputi, siklus, lama, banyaknya darah, keluhan.

(ii) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Meliputi, anak ke, tahun lahir, umur kehamilan, jenis

persalinan, penolong, tempat, penyulit persalinan,

penyulit nifas, JK/BB/PB, keadaan sekarang.

(f) Riwayat KB

Meliputi riwayat KB sebelumnya, lama penggunaan,

keluhan, alasan berhenti.

(g) Pola kebutuhan sehari-hari (BPTPK Provinsi Jawa Tengah,

2016 hal; 152-157)

(i) Pola Nutrisi


124

Meliputi jenis makanan yang biasa dimakan, porsi,

frekuensi, adakah pantangan serta alasan pantangan.

(ii) Personal Hygiene

Frekuensi mandi, frekuensi gosok gigi, frekuensi ganti

pakaian, kebersihan vulva.

(iii) Pola Aktivitas

Tanyakan bagaimana pola aktivitas klien. Beri anjuran

kepada klien untuk menghindari mengangkat beban

berat, kelelahan, latihan yang berlebihan dan olah raga

berat. Anjurkan klien untuk melakukan senam hamil.

(iv)Pola Eliminasi

BAB meliputi frekuensi, warna, serta masalah yang

dihadapi. BAK meliputi frekuensi, warna, bau serta

masalah yang dihadapi.

(v) Pola Tidur dan Istirahat

Meliputi tidur siang, tidur malam serta masalah yang

dihadapi oleh klien.

(vi)Pola Seksual

Meliputi frekuensi serta masalah yang dihadapi oleh

klien.

(h) Psikososial spritual


125

(i) Tanggapan dan dukungan keluarga terhadap alat

kontrasepsi

(ii) Pengetahuan ibu tentang kontrasepsi

(2) Data Objektif

(a) Pemeriksaan umum

(1) Keadaan umum

(2) Kesadaran

(3) Tanda-tanda vital

Meliputi tekanan darah, pernafasan, suhu, nadi.

(b) Pemeriksaan fisik

(i) Muka, meliputi kelopak mata (adanya edema/tidak),

konjungtiva (merah muda/pucat), sklera (putih atau

tidak).

(ii) Mata, meliputi koncungtiva merah atau putih, sklera

putih atau kuning.

(iii) Hidung, meliputi ada polip atau tidak

(iv) Telingan, meliputi ada serumen atau tidak

(v) Mulut dan gigi, meliputi lidah (bersih atau tidak), gigi

(caries atau tidak).

(vi) Leher, meliputi pemeriksaan pada kelenjar tiroid ada

pembesaran atau tidak, kelenjar getah bening ada

pembesaran atau tidak.


126

(vii) Dada, meliputi irama jantung, terdapat suara ronkhi

dan wheezing atau tidak.

(viii) Payudara, meliputi bentuk simetris atau tidak, ada

benjolan atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.

(ix) Punggung dan pinggang, posisi tulang belakang,

normal atau tidak dan tidak normal bila ditemukan

lordosis.

(x) Abdomen, meliputi ada atau tidak lukabekas operasi

untuk mengetahui pernah SCatau tidak, pembesaran

liver

(xi) Ekstremitas atas dan bawah, meliputi edema,

kemerahan, varises dan refleks patella.

(c) Pemeriksaan penunjang/Laboratorium

(3) Analisa

Ny.....P..A.. Akseptor KB.....

(4) Penatalaksanaan

Pada langkah ini dilakukan perencanaan asuhan yang

menyeluruh dan rasional pada akseptor KB, meliputi : terapi

dan asuhan, pendidikan kesehatan, konseling, kolaborasi (bila

diperlukan), rujukan (lebih diperlukan) serta tindak lanjut. Saat

evaluasi dilakukan eavaluasi mengenai keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan secara efektif dan efisien (Marmi, 2016)

C. Metode Pengumpulan Data


127

Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal

tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah,

data, tujuan, dan kegunaan (Sugiyono, 2014; hal. 151)

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah sumber primer dan

sumber skunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber skunder merupakan

sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. (Sugiyono, 2014; hal.

151).

Dalam Laporan Tugas Akhir ini sumber primer didapatkan

langsung dari Ny.D mulai pengkajian, pemeriksaan fisik. Sumber sekunder

dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan buku KIA, partograf

dan Rekam Medis.

2. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam studi kasus ini

melalui wawancara/interview dan observasi.

a. Metode interview/wawancara

Metode interview adalah bentuk komunikasi langsung antara

peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya

jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden
128

merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal (W Gulo,

2010; hal. 134).

Dalam Laporan Tugas Akhir ini wawancara dilakukan dengan

pedoman berupa format pengkajian kehamilan, bersalin, nifas, bayi baru

lahir serta KB.

b. Observasi

Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana

peniliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang

mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-

peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang

kemudian dicatat seobyektif mungkin (W Gulo, 2010; hal. 134).

Dalam Laporan Tugas Akhir ini penulis melakukan observasi berupa

pemantauan dengan menggunakan lembar partograf pada persalinan.

c. Sumber data

1) Partograf

2) Buku KIA

3) Rekam medis pasien

4) Wawancara oleh keluarga

5) Hasil observasi

6) Berdasarkan keluhan pasien

Anda mungkin juga menyukai