Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“TOLERANSI IMUNOLOGI”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Serologi Imunologi.

Disusun Oleh :

Kelompok II

1. Muhammad Hidayat (19011117)


2. Adzidzah (19011118)
3. Putri Vidia Ochtafiani (19011128)
4. Dwi Suci Julianti (19011135)
5. Hanaya Fathiha Rakhmil (19011158)
6. Siti Harina Siregar (19011174)

Dosen Pengampu :
Apt. Fitratul Wahyuni, M.Farm

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM)


PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, tauhid, dan hidayah yang telah dilimpahkan Nya sehingga tugas makalah
mata kuliah SEROLOGI IMUNOLOGI yang berjudul “TOLERANSI IMUN” dapat
diselesaikan.

Dalam pembuatan makalah ini terasa tidak sulit karena mendapat bantuandari
sumber-sumber seperti internet dan buku pedoman. Bantuan dari berbagai pihak juga
didapatkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan, agar isi dan makna makalah ini dapat mendekati
tujuan dan sasaran yang sebenarnya.

Makalah ini dipersembahkan dengan penuh rasa terima kasih dan semoga
makalah ini bermanfaat.

Padang, Desember 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toleransi Imunologi (Immunological Tolerance) adalah ketidak mampuan


Toleransi Imunologi (Immunological Tolerance) adalah ketidakmampuan dari sistem
imunitas untuk memberikan respon (unresponsiveness) terhadap suatu antigen
dikarenakan induksi dari antigen yang sama sebelumnya. Sel limfosit yang
berhadapan dengan antigen dapat menjadi aktif dan menghasilkan respon imun,
ataupun dapat menjadi tidak aktif atau tereliminasi dan menghasilkan toleransi.
Antigen yang menyebabkan toleransi disebut tolerogen (tolerogenic antigens).
Toleransi terhadap antigen yang diproduksi tubuh (self-antigen) disebut sebagai self-
tolerance (Abbas, dkk 2007).

Toleransi atau kegagalan membentuk antibodi atau mengembangkan repon


imunseluler pasca pajanan dengan imunogen atau antigen terjadi hanya terhadap
antigen tertentu saja dan tidak disertai gangguan terhadap respon antigen yang lain.
Tubuh mempunyai mekanisme kuat untuk mencegah terjadinya autoimunitas. Sel T
terutama sel CD4+ memiliki peran sentral dalammengontrol hampit semua respon
imun.oleh karenaitu toleransii sel T merupakan hal yang jauhlebih penting dibanding
toleransi terhadapsel B. hampir semua sel B self-reacive tidak akan dapat
memproduksi autoantibody kecuali mendapat bantuan yang benar dari sel T

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis


organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Kemampuan itu disebut imunitas. Dari sebagian besar imunitas merupakan imunitas
didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang
menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu berminggu-
minggu atau berbulan - bulan untuk membentuknya (Guyton, 1997).

Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang
sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri,
virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas
semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun
khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang
dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin (Guyton, 1997).

B. Rumusan Masalah
 Apa itu Imunologi ?
 Tujuan dan Fungsi Sistem Imun ?
 Bagaimana Mekanisme Sistem Kekebalan Tubuh?
 Apa itu Toleransi imunologi ?
 Bagaimana Pengamanan dan Pencegahan?
 Mekanisme Rusaknya Toleransi?
 Jelaskan tentang induksi toleransi oleh patogen?

C. Tujuan Masalah
 Mengetahui pengertian imunologi
 Mengetahui tujuan dan fungsi system imun
 Mengetahui mekanisme system kekebalan tubuh
 Menegtahui apa itu toleransi imunologi
 Mengetahui pengamanan dan pencegahan
 Mengetahui mekanisme rusaknya toleransi
 Mengetahui tentang induksi toleransi oleh pathogen
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi toleransi imunologi

Toleransi Imunologi ( Immunological Tolerance Immunological Tolerance)


adalah ketidakmampuan darisistem imunitas untuk memberikan respons
(unresponsivenessunresponsiveness) terhadap suatu antigen dikarenakan induksi dari
antigen yang sama sebelumnya. Sel limfosit yang berhadapan dengan antigen dapat
menjadi aktif dan menghasilkan respons imun, ataupun dapat menjadi tidak aktif atau
tereliminasi dan menghasilkan toleransi. Antigen yang menyebabkan toleransi disebut
tolerogen (tolerogenicantigens). Toleransi terhadap antigen yang diproduksi tubuh
(self-antigen self-antigen) disebut sebagai self-tolerance (Abbas, dkk 2007).

Toleransi atau kegagalan membentuk antibodi atau mengembangkan repon


imun seluler pasca pajanan dengan imunogen atau antigen terjadi hanya terhadap
antigen tertentu saja dan tidak disertai gangguan terhadap respon antigen yang lain.
Tubuh mempunyai mekanisme kuat utuk mencegah terjadinya autoimunitas. Sel T
terutama sel CD4+ memiliki peran sentral dalam mengontrol hampir semua respon
imun.oleh karena itu toleransi sel T merupakan hal yang jauh lebih penting di banding
toleransi terhadap sel B. hampir semua sel B self-reacive tidak akan dapat
memproduksiautoantibody kecuali mendapat bantuan yang benar dari sel T.

Sistem imun pada dasarnya dipegang oleh dua sel utama, yakni sel limfosit B
(berperan dalam respons humoral) dan sel limfosit T (berperan dalam respons seluler).
Ketidakmampuan kedua sel tersebut dalam memberikan respons terhadap antigen
spesifiknya spesifiknya dikenal dengan dengan istilah anergy. Lymphocyte anergy
(disebut clonal anergy) adalah kegagalan dari klona sel B ataupun sel T untuk
bereaksi terhadap antigen dan menjadi representasi terhadap mekanisme untuk
mempertahankan toleransi imunologi tubuh sendiri (Cruse & Lewis, 2003).

Mekanisme proteksi yang kuat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit


autoimun, melindungi individu dari limfosit yang potensial self-reaktif terhadap
antigen sel tubuh sendiri yang disebut toleransi. Mekanisme tersebut dapat primer
terjadi pada organ limfoid primer, seperti sumsum tulang dan timus, yang disebut
toleransi sentral dan di perifer yang disebut toleransi perifer. Toleransi terhadap
antigen sendiri terjadi selama hidup fetal melalui inaktivasi atau dihancurkan limfosit
self-reaktif. Proses tersebut disebut clonal abortion, clonal deletion atau seleksi.

B. Inersi dan Anergi

Inersi adalah imunosupresi yang berhubungan dengan antigen histokompatibel


yang terjadi misalnya selama masa hamil,berupa supresi reaktifitas imun ibu terhadap
antigen histokompatibel janin.
Anergi adalah menurunnya atau menghilangnya fungsi sel b atau sel t. Anergi
di induksi oleh pengenalan antigen tanpa adanya kostimulator yang cukup dan dapat
di induksi oleh mutasi antigen peptida.

C. Regulasi oleh antigen dan antibodi

1. Regulasi oleh antigen

Antigen diperlukan untuk mengawali respon imun yang derajatnya


dipengaruhi faktor genetik (gen MHC). Tidak semua suntikan antigen menimbulkan
respons imun. Respon imun dipengaruhi jenis antigen, larut atau berupa partikel,
dosis, waktu pemberian, sifat dan komposisi antigen (protein atau hidrat arang).

2. Regulasi oleh antibodi

Pembentukan antibodi berakhir dalam pencegahan umpan balik. Antibodi


dapat meningkatkan atau mencegah produksi immunoglobulin (IgG, umpan balik
negative). Timbulnya antibodi IgM berakhir dalam penghentian produksinya dan
mulainya sintesis IgG. Hal ini diduga terjadi oleh karena adanya kompetisi antigen
dan reseptor untuk IgG pada permukaan sel B. demikian pula bila kadar antibodi
meningkat, kadar antigen akan menurun.

D. Toleransi sel B dan sel T

1. Toleransi Sel B

1.1 Toleransi Sentral

Sel B imatur yang merupakan sel terdini dalam perkembangan sel,


mengekspresikan BCR. Seleksi terhadap sel B autoreaktif mulai terjadi pada
stadium ini dan terjadi dalam sumsum tulang. BCR berfungsi mengikat molekul
ekstraseluler dan mengawali sinyal sitoplasmik yang antigen spesifik. Bila BCR
tidak berikatan dengan antigen spesifik, sinyal BCR tetap ada pada ambang basal
dan sel memasuki fase transisi untuk dilepas ke sirkulasi perifer. Sel B imatur
yang terpajan dengan antigen ekstraseluler akan meningkatkan sinyal melalui
BCR untuk berhenti berkembang.

Prinsip seleksi dan eliminasi sel yang self-reaktif (seleksi negative) pada
toleransi sel T berlaku juga untuk sel B. Sel B yang self-reaktif dihancurkan dalam
sumsum tulang. Toleransi sentral sel B terjadi bila sel B imatur terpajan dengan
self-antigen yang multivalent dalam sumsum tulang. Hal tersebut menimbulkan
apoptosis atau spesifitas baru yang disebut receptor editing.

1.2 Toleransi perifer

Seperti dengan sel T, sel B terus berfungsi dalam pengawasan perifer


untuk mempertahankan toleransi. Meskipun sel B terbanyak yang meninggalkan
sumsum tulang adalah toleran terhadap self-antigen. Namun, beberapa sel terlepas
dari proses seleksi negative. Untuk mencegah autoimunitas, ada proses
pencegahan toleransi kedua diperifer. Setelah meninggalkan sumsum tulang, sel B
yang relative imatur, bermigrasi ke zona sel T luar dalam limpa. Sel B dengan
seleksi negative menempati limpa, diproses untuk induksi anergi, dicegah
bermigrasi sel ke folikel sel B dan apoptosis ditingkatkan. Siklus sel B self-reaktif
dalam limpa adalah 1-3 hari. namun beberapa sel B antigen dengan aviditas tinggi
berperan dalam respons terhadap antigen asing.
2. Toleransi sel T

Mekanisme toleransi dapat primer yang terjadi di organ limfoid pirmer


seperti sumsum tulang dan timus, yang disebut toleransi sentral, dan di perifer
yang disebut toleransi perifer.

2.1 Toleransi sentral

Sel T diproduksi di dalam sumsung tulang, namun pematangan dan


perkembangannya terjadi dalam timus. Prekursor sel T yang berasal dari sumsum
tulang bermigrasi melalui darah ke korteks kelenjar timus. Tolrnsi sentral adalah
induksi toleransi saat limfosit berada dalam perkembangannya di timus. Proses
seleksi terjadi untuk menyingkirkan timosit ang self reaktif. Melalui proses yang
disebut seleksi positif, sel T hidup dengan berikatan dengan MHC. Sel T dengan
TCR yang gagal berikatan dengan self-MHC dalam timus akan mati melalui
apoptosis.

Ikatan sel T dengan reseptornya dengan afinitas rendah akan tetap hidup.
Namun sel T yang mengikat kompleks peptida-MHC dengan afinitas tinggi dalam
tubuh, akan memiliki potensi untuk mengenal sel-antigen yang menimbulkan
autoimunitas. Oleh karena itu sel-sel tersebut disingkirkan, dan proses itu disebut
seleksi negatif atau edukasi timus. Timosit yang mengalami proses seleksi negatif
dihancurkan dan gagal untuk berfungsi.

Pada beberapa hal, sel T yang self reaktif dapat lolos dari seleksi negatif
dari timus dan muncul di perifer. Toleransi perifer menginaktifkan sel-sel tersebut
yang dapat diartikan sebagai inaktivaasi sel T yang masih self-reaktif di perifer.

2.2 Toleransi Perifer

Toleransi perifer merupakan mekanisme yang diperlukan untuk


memperthankan toleransi terhadap antigen yang tidak ditemukan di organ limfoid
primer atau terjadi bila ada klon sel dengan reseptor afinitas tinggi yang lolos dari
seleksi primer. Mekanisme yang dapat mencegah toleransi perifer adalah
ignorance, anergi dan konstimulasi, dan mekanisme regulasi oleh sel Treg.
1) Ignorance

Ignorance imunologis adalah keadaan bila antigen tidak


dihiraukan? Tidak kelihatan/ dikenal oleh sistem imun.

2) Sel T autoreaktif yang dipisahkan

Self-antigen dan limfosit juga dipisahka oleh jalur sirkulasi


limfosit yang terbatas. Sehingga membatasi limfosit naif yang tidak
bebas bergerak ke jaringan limfoid sekunder dah darah.

3) Anergi dan kostimulasi

Sel yang self-reaktif disingkirkan melalui apoptosis atau


induksi anergi/ keadaan tidak responsif.

E. Terminasi Toleransi

a)Berbagai cara manipulasi

Beberapa jenis toleransi dapat diakhiri dengan manipulasi melalui beberapa


cara sebagai berikut :

1) Suntikan dengan sel T normal dapat mengakhiri toleransi terhadap γ globulin


heterolog.

2) Suntikan sel alogenik dapat mengakhiri atau mencegah toleransi.


Mekanismenya tidak spesifik dan melibatkan faktor efek alogenik dengan
aktivasi populasi asal sel T yang tidak responsive.

3) Suntikan LPS, yan g merupakan activator sel B poliklonal dapat mengakhiri


toleransi sel B kompeten dan tidak melibatkan sel T.

b.) Komplek antigen-antibodi


Komplek antigen-antibodi kadang-kadang dapat menimbulkan toleransi
melalui blockade reseptor. Tetapi komplek imun dapat pula jadi sangat imunogenik,
tergantung dari sifat dan perbandingan antigen dan antibodi.

c.) Molekul Pembawa Non-imunogenik

Molekul pembawa nonimunogenik seperti molekul sendiri atau molekul yang


sulit dirusak dapat mengubah tolerogenisitas hapten yang pada keadaan biasa
antigenik.

d.) Peran Sel-sel Asesori Pada Toleransi

APC dan makrofag merupakan sel-sel pertama yang bekerja dalam respon
imun. Pada umumnya bila antigen sampai dikenal makrofag, imunitas akan diperoleh.
Bila makrofag dilewati, beberapa jenis toleransi dapat terjadi. Rusaknya makrofag
oleh berbagai bahan yang terjadi sebelum antigen diberikan, dapat menimbulkan
toleransi.

APC mempresentasikan antigen ke sel T naïf dan perkembangan sel T naïf


selanjutnya menjadi Th1, Th2, atau Th3 tergantung dari sitokin. Parasit intraseluler
menginduksi terutama produksi IL-12 dan Th1, sedangkan parasit ekstraseluler
menginduksi produksi IL-4 atau IL-13. Sel Th1 memproduksi IFN-γ yang
mengaktifkan makrofag dalam fase efektor. Toleransi bersifat epitope spesifik, tidak
ada respon terhadap semua atau hanya pada epitope dari antigen tertentu. Deviasi
imun (split tolerance) hanya mengenai respon humoral atau seluler saja, tetapi tidak
keduanya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Toleransi (imunologi) adalah tidak adanya imunologi spesifik, yakni reaksi


kekebalan terhadapantigen tertentu (atau epitop) tidak terjadi, meskipun sistem
kekebalan tubuh dinyatakanberfungsi normal. Secara umum, antigen yang hadir
selama kehidupan embrio dianggap"self" dan tidak merangsang sebuah imunologi
respon, yaitu, kita toleran terhadap antigentersebut. Tidak adanya respon kekebalan
janin disebabkan oleh penghapusan self-reactive T-cell precursors dalam thymus. Di
sisi lain, antigen yang tidak hadir selama prosespematangan, yaitu, yang dihadapi
pertama ketika tubuh imunologis matang, dianggap"nonself" dan biasanya
menimbulkan respons kekebalan. Meskipun kedua sel B dan sel Tberpartisipasi dalam
toleransi, itu adalah T-sel toleransi yang memainkan peran utama.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K., dkk. (2007). Cellular and Molecular Immunology.Sixth ed.


Philadelphia : W B Saunders Company.

Baratawidjaja, K.G dan Iris Rengganis. (2009). Imunologi Dasar ed. 8. Jakarta : UI
Press.

Cruse, J. M. & Lewis, R. E. (2003). Illustrated Dictionary of Immunology

Dahlan MS. (2011). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke 5.


Jakarta : Salemba Medika.

Ma’at S. (2010). Imunomodulator manfaat dan bahayanya. Dalam Kusmita ,L., dan
Djatmika. Imunomodulator dan Perkembangannya. Semarang: Penerbit
STIFAR Yayasan Farmasi; p. 14-43.

Anda mungkin juga menyukai