PENGENALAN
PENERANGAN JALAN UMUM
TEKNIK ELEKTRO, FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga Buku Pengenalan Penerangan Jalan Umum dapat
diselesaikan. Buku ini adalah salah satu syarat S1 Teknik Elektro Universitas
Singaperbangsa Karawang dalam menyelesaikan Kerja Praktik di dunia Kerja dan
sebagai pedoman bagi mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas
Singaperbangsa Karawang dalam mempelajari Penerangan Jalan Umum serta
memberikan petunjuk praktis agar mahasiswa dapat mendapat gambaran dengan
sangat jelas dalam pembelajaran.
Penulisan Buku Pengenalan Penerangan Jalan Umum ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan dari pembaca. Penulis berharap Buku ini dapat memberi manfaat bagi
para pembaca.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL..............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENGENALAN JALAN......................................................................................... 1
1.1 Definisi Jalan Umum .......................................................................................... 1
1.2 Peranan Jalan ...................................................................................................... 1
1.3 Klasifikasi Jalan .................................................................................................. 1
1.3.1 Klasifikasi Menurut Fungsi ......................................................................... 2
1.3.2 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan ................................................................. 7
1.3.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan ............................................................... 8
1.3.4 Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan ...................................... 8
1.4 Penampang Melintang Jalan ............................................................................... 8
BAB II PENGENALAN PENERANGAN JALAN UMUM ........................................... 16
2.1 Penerangan Jalan Umum................................................................................... 16
2.2 Dasar Perencanaan Penerangan Jalan ............................................................... 18
2.3 Klasifikasi Penerangan Jalan ............................................................................ 19
2.4 Fungsi Penerangan Jalan Umum ....................................................................... 21
BAB III JENIS ALAT PENERANGAN JALAN............................................................. 22
3.1 Lampu Penerangan Jalan .................................................................................. 22
3.2 Tata Letak Lampu Penerangan Jalan ................................................................ 32
3.1.1 Bentuk dan Dimensi Lampu Penerangan Jalan ......................................... 38
3.3 Simbol Perencanaan Penerangan Jalan ............................................................. 39
BAB IV JENIS PENERANGAN JALAN UMUM .......................................................... 40
4.1. Jenis Penerangan Jalan Umum.......................................................................... 40
4.1.1. Penerangan Jalan Umum Konvensional (Listrik PLN) ............................. 40
4.1.2. Penerangan Umum Tenaga Surya (PJUTS) .............................................. 54
BAB V PERANCANGAN PENERANGAN JALAN ...................................................... 69
4.1. Tiang Penerangan Jalan .................................................................................... 69
4.2. Panel Lampu Penerangan Jalan......................................................................... 71
4.3. Kabel Lampu Penerangan Jalan ........................................................................ 71
ii
4.4. Perhitungan Arus Nominal dan Arus Rating .................................................... 72
4.5. Perhitungan Energi dan Biaya Listrik Penerangan Jalan Umum ...................... 72
4.5.1. Perhitungan Energi Penerangan Jalan Umum Konvensional .................... 72
4.5.2. Perhitungan Energi Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) ..... 73
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 74
BIODATA PENULIS
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 4. 14 Baterai ..................................................................................................... 60
Gambar 4. 15 Panel surya .............................................................................................. 63
Gambar 4. 16 Solar Charge Control .............................................................................. 67
Gambar 5. 1 Penentuan sudut kemiringan stang ornamen terhadap lebar jalan .... 69
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENGENALAN JALAN
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat
oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya sehingga
dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan
yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah
dan cepat (Clarkson H.Oglesby,1999).
Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Jalan yang merupakan satu
kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah
Republik Indonesia. Mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta
lingkungan, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk
memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, membentuk struktur ruang
dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
2
Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
3
1. Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu, antar kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder
kesatu dengan kawasan sekunder kedua, dan jalan arteri/kolektor
primer dengan kawasan sekunder kesatu.
2. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 30 (tiga puluh) km/jam.
3. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
4. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu
oleh lalu lintas lambat.
5. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
6. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan
kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
7. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan
pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
8. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar
dari volume lalu lintas rata-rata.
9. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan
seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.
10. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti
rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-
lain.
11. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar
dari sistem sekunder yang lain.
12. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan
untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
13. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari
jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.
C. Jalan Kolektor Primer
Jalan Kolektor Primer Jalan kolektor primer adalah jalan yang
dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar
pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal dan atau kawasan-
kawasan berskala kecil dan atau pelabuhan pengumpan regional dan
4
pelabuhan pengumpan lokal. Karakteristik jalan Kolektor Primer adalah
sebagai berikut:
1. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan
kolektor primer luar kota.
2. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau
jalan arteri primer.
3. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 40 (empat puluh) km/jam.
4. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh)
meter.
5. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara
efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih
pendek dari 400 meter.
6. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan
melalui jalan ini.
7. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan
pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
8. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau
lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
9. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya
tidak diizinkan pada jam sibuk.
10. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu
lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas dan lampu penerangan
jalan.
11. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah
dari jalan arteri primer.
12. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan
untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
D. Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang
melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
5
masuk dibatasi, dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
masyarakat di dalam kota. Karakteristik Jalan Kolektor Sekunder adalah
sebagai berikut:
1. Jalan kolektor sekunder menghubungkan: antar kawasan
sekunder kedua, kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
2. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/jam.
3. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh)
meter.
4. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi
jalan ini di daerah pemukiman.
5. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
6. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
7. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah
dari sistem primer dan arteri sekunder.
E. Jalan Lokasi Primer
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan secara berdaya
guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat
kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan
lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta
antarpusat kegiatan lingkungan. Karakteristik Jalan Lokal Primer adalah
sebagai berikut:
1. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal
primer luar kota.
2. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau
jalan primer lainnya.
3. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 20 (dua puluh) km/jam.
4. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui
jalan ini.
5. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter.
6
6. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling
rendah pada sistem primer.
F. Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan
perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan. Karakteristik Jalan Lokal Sekunder adalah sebagai berikut:
1. Jalan lokal sekunder menghubungkan: antar kawasan sekunder
ketiga atau dibawahnya, kawasan sekunder dengan perumahan.
2. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 (sepuluh) km per jam.
3. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima)
meter.
4. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan
melalui fungsi jaIan ini di daerah pemukiman.
5. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling
rendah dibandingkan dengan fungsi jalan yang lain. (Listiyono
Budi, 2011)
1.3.2 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
7
1.3.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan
2. Berbukit B 3-25
3. Pegunungan G > 25
8
Bagian-bagian penampang melintang jalan ini dan kedudukannya pada
penampang melintang terlihat seperti pada Gambar 1.1
DAMAJA (Daerah Manfaat Jalan) adalah daerah yang dibatasi oleh batas
ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan, tinggi 5 meter di atas
permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan kedalaman ruang bebas 1,5 meter
di bawah muka jalan.
DAMIJA (Daerah Milik Jalan) adalah daerah yang dibatasi oleh lebar yang
sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan
tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter.
9
Jalan Kolektor minimum 15 meter
Jalan Lokal minimum 10 meter
Pada jalur lalu lintas di jalan lurus dibuat miring, hal ini diperuntukkan
terutama untuk kebutuhan drainase jalan dimana air yang jatuh di atas
permukaan jalan akan cepat mengalir ke saluran-saluran pembuangan.
Selain itu, kegunaan kemiringan melintang jalur lalu lintas adalah untuk
kebutuhan keseimbangan gaya sentrifugal yang bekerja terutama pada
tikungan.
2. Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh
marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu
kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana. Lebar lajur tergantung pada
kecepatan dan kendaraan rencana (Jotin Khisty, 2003).
10
Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat
diikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan tepat.
Lajur lalu lintas mungkin tepat sama degan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap
pengemudi membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
Lintasan kendaraan tidak mengkin dibuat tetap sejajar
sumbu lajur lalu lintas, karena selama bergerak akan
mengalami gaya – gaya samping seperti tidak ratanya
permukaan, gaya sentritugal ditikungan, dan gaya angin
akibat kendaraan lain yang menyiap.
11
jalan (Jotin Khisty, 2003). Air yang jatuh di atas permukaan jalan
supaya cepat dialirkan ke saluran – saluran pembuangan.
3. Bahu Jalan
Bahu jalan atau tepian jalan adalah bagian jalan yang terletak di antara
tepi jalan lalu lintas dengan tepi saluran, parit, kreb atau lereng tepi
(Clarkson H.Oglesby,1999).
Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari
material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat, bahu ini
dipergunakan untuk daerah – daerah yang tidak begitu penting,
dimana kendaraan yang berhenti dan mempergunakan bahu
tidak begitu banyak jumlahnya.
Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan
mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih
12
kedap air dari pada bahu yang tidak diperkeras. Bahu
dipergunakan untuk jalan – jalan dimana kendaraan yang akan
berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya.
13
Untuk itu, haruslah dibuat kemiringan bahu jalan yang sebesar –
besarnya tetapi aman dan nyaman bagi pengemudi kendaraan.
Kemiringan melintang jalur perkerasan jalan, yang dapat bervariasi
sampai 6 % tergantung dari jenis permukaan bahu, intensitas hujan, dan
kemungkinan penggunaan bahu jalan. Kemiringan bahu jalan normal
antara 3 - 5%.
4. Median
14
Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk
menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir
jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun menyeberang jalan.
Untuk melindungi pejalan kaki dalam berlalu lintas, pejalan kaki wajib
berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat penyeberangan
yang telah disediakan bagi pejalan kaki.
Fasilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu
lintas kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran
lalu lintas.Perlengkapan bagi para pejalan kaki sebagaimana pada
kendaraan bermotor sangat penting terutama di daerah perkotaan dan untuk
jalan masuk ke atau keluar dari tempat tinggal (Clarkson H.Oglesby,1999).
(Bina Marga, 1997).
15
BAB II
PENGENALAN PENERANGAN JALAN UMUM
16
a. Kuat rata-rata penerangan. Besarnya kuat penerangan didasarkan pada
kecepatan maksimal yang diizinkan terhadap kendaraan yang
melaluinya.
b. Distribusi cahaya. Kerataan cahaya pada jalan raya penting, untuk
ditentukan faktor kerataan cahaya yang merupakan perbandingan kuat
penerangan pada bagian tengah lintasan kendaraan dengan pada tepi
jalan. Sebagai acuan perbandingan tersebut tidak lebih dari 3:1.
c. Cahaya yang menyilaukan dapat menyebabkan: keletihan mata,
perasaan tidak nyaman, dan kemungkinan kecelakaan. Untuk
mengurangi silau digunakan akrilik atau gelas pada armatur yang
berfungsi sebagai filter cahaya.
d. Arah pancaran cahaya dan pembentukan bayangan. Sumber penerangan
untuk jalan raya dipasang menyusut 5° hingga 15°.
e. Warna dan perubahan warna. Warna cahaya lampu gas tekanan tinggi
(khususnya lampu merkuri) berpengaruh terhadap warna tertentu,
misalnya: warna merah.
f. Lingkungan. Berkabut maupun berdebu mempunyai faktor absorbsi
terhadap cahaya yang dipancarkan oleh lampu. Cahaya kuning
kehijauan mempunyai panjang gelombang paling sensitif terhadap mata
sehingga tepat digunakan pada daerah berkabut Lampu SON atau SOX
tepat untuk penerangan jalan pada daerah berkabut.
Lampu jalan umumnya di sebut juga PJU (Penerangan Jalan Umum) dalam
bahasa inggris biasa juga di sebut dengan Street Light.
17
(jalan) yang lebih baik akan menghalangi penyerang yang mengambil manfaat
dari kegelapan malam.
Jalan yang dimaksud dalam hal ini adalah seluruh bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas
umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan
jalan kabel.
Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan;
Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam;
Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
18
Jalan-jalan berpohon;
Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama
untukpemasangan lampu dibagian median;
Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah
(terowongan);
Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi
dengan jalannya.
Kuat penerangan pada persimpangan jalan umumnya lebih tinggi dari pada
kuat penerangan jalan standar.
19
cahayanya akan berkurang 1,5% setiap kenaikan atau penurunan 1°C)
penggunaan penerangan pada daerah pegunungan perlu memperhatikan faktor
tersebut, tenaga sumber listrik, depresiasi permukaan sumber penerangan
(plastic yang digunakan filter cahaya akan berubah atau makin buram ketika
digunakan pada waktu yang lama), dan faktor ballast (faktor ini terdapat pada
TL 0,5 hingga 0,9 sedangkan terhadap lampu pelepasan gas tekanan tinggi faktor
ini tidak diperhitungkan). (Muhaimin, 2001, hlm 180-182)
20
2.4 Fungsi Penerangan Jalan Umum
21
BAB III
JENIS ALAT PENERANGAN JALAN
Berdasarkan jenis sumber cahaya, lampu penerangan jalan umum dapat pula
dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu lampu mercuri dan lampu sodium yang dapat
dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.
22
Sistem IP merupakan penggolongan yang lebih awal terhadap penggunaan
peralatan yang tahan hujan dan sebagainya, dan ditandai dengan lambang.
Semakin tinggi indek perlindungan (IP), semakin baik standar perlindungannya.
Pada umumnya, indek perlindungan (IP) yang sering dipakai untuk klasifikasi
lampu penerangan adalah : IP 23, IP 24, IP 25, IP 54, IP 55, IP 64, IP 65, dan IP
66 adapun IP dapat dilihat pada table 2.5 dibawah ini.
23
Lanjutan :
24
Sehingga dapat dijadikan acuan dalam hal pemasangannya, di jalan biasanya
lampu penerangan jalan yang sering digunakan adalah lampu tipe SON dan SOX
karena pelepasan gas yang digunakan sangat sederhana sehingga mudah untuk
percepatan penerangan jalan. Akan tetapi banyak dari lampu penerangan jalan yang
tidak diketahui dan merupakan jenis lainnya.
Hal ini sangat penting agar lampu penerangan jalan lebih awet dan berumur
panjang mengingat lampu penerangan jalan merupakan sarana yang penting untuk
menunjang segala aktifitas di jalan raya. Lampu penerangan jalan memiliki banyak
jenis sehingga dapat diklasifikasikan untuk karakteristik penggunaan lampu
penerangan jalan. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam hal pemasangannya, di
jalan biasanya lampu penerangan jalan yang sering digunakan adalah lampu tipe
SON dan SOX karena pelepasan gas yang digunakan sangat sederhana sehingga
mudah untuk percepatan penerangan jalan. Akan tetapi banyak dari lampu
penerangan jalan yang tidak diketahui dan merupakan jenis lampu yang juga
terpasang pada penerangan jalan.
Klasifikasi dan kegunaan lampu penerangan jalan sudah tercantum pada SNI
No 7391 th 2008 yang berisi table dengan penjelasan tentang karakteristik lampu
penerangan jalan beserta penggunaannya, sehingga pemasangan lampu pada jalan
raya dapat diperhatikan melalui table tersebut. Adapun jenis-jenis lampu
penerangan jalan secara umum menurut karakteristik dan penggunaanya dapat
dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini :
25
- Untuk jalan
kolektror dan lokal ;
Lampu - Efisiensi cukup
tinggi tetapi berumur
tabung
8.000- 18-20; pendek ;
fluorescent 60 – 70 Sedang - Janis lampu ini
10.000 36-40
tekanan masih dapat
rendah digunakan untuk
hal-hal yang
terbatas.
- Untuk jalan
kolektor, lokal dan
Lampu gas persimpangan;
merkuri - Efisiensi rendah,
16.000 – 125; 250;
tekanan 50 – 55 Sedang umur panjang dan
24.000 400; 700 ukuran lampu kecil;
tinggi
(MBF/U) - Jenis lampu ini
dapat digunakan
secara terbatas.
- Untuk jalan
kolektor, lokal,
persimpangan,
penyebrangan,
terowongan, tempat
peristirahatan (rest
area);
- Efisiensi sangat
Lampu gas tinggi, umur cukup
panjang, ukuran
sodium
8.000 – Sangat lampu besar
bertekanan 100-200 90; 180 sehingga sulit untuk
10.000 Buruk
rendah mengontrol
(SOX) cahayanya dan
cahaya lampu sangat
buruk karena warna
kuning;
- Jenis lampu ini
dianjurkan
digunakan karena
faktor efisiensinya
yang sangat tinggi.
- Untuk jalan tol,
arteri, kolektor,
persimpangan
besar/luas dan
interchange;
Lampu gas - Efisiensi tinggi,
150; umur sangat
sodium
12.000- panjang, ukuran
tekanan 110 250; Buruk lampu kecil,
tinggi 20.000
400 sehingga mudah
(SON) pengontrolan
cahayanya;
- Jenis lampu ini
sangat baik dan
sangat dianjurkan
untuk digunakan.
Sumber : SNI 7391 Th 2008
26
Perusahaan Listrik Negara (PLN) menetapkan klasifikasi daya lampu dalam
beberapa kelas untuk jenis teknologi lampu pijar dan lampu pelepas gas.
Untuk penentuan daya yang digunakan dalam perhitugan biaya tenaga listrik
terpakai, Perusahaan Listrik Negara (PLN) menggunakan acuan sebagai berikut :
27
1. Daya untuk lampu pijar digunakan daya terbesar di kelasnya.
2. Daya untuk lampu pelepas gas digunakan 2x daya terbesar di kelasnya.
Dengan demikian standar jam operasi per titik lampu digunakan 375 jam per
bulan. Sehingga formula yang digunakan untuk menghitung daya yang telah
digunakan adalah sebagai berikut :
Biaya Tenaga Listrik PJU tidak berparameter = Daya lampu x 375 jam x Tarif
Dasar Listrik.
A. Lampu Merkuri
1. Lampu HPL – N
28
jenis cahaya yang diproduksi terdiri dari 2 tabung yaitu tabung gas atau arc
dan tabung luar atau bohlam. Tabung gas merupakan bahan tahan terhadap
uap sodium bertemperatur tinggi.
3. Lampu LVD
4. Lampu Neon TL
B. Lampu Natrium
29
Penampilan terbaik lampu Natrium tekanan rendah jika tabung
pelepasannya dipertahankan pada temperatur 300°C. Karena bekerja pada
temperatur tinggi, maka agar tahan terhadap panas maka tabung bagian dalam
lampu tersebut dibuat dari gelas ganda (bahan masing-masing produsen
mungkin beda).
Pada saat kerja awal selama 5 hingga 10 menit untuk SOX dan 5 hingga 7
menit untuk SON warna cahaya yang dihasilkan merah muda dan kemudian
setelah Natrium menguap semua warna cahaya yang dihasilkan kuning.
Cara pemasanggan lampu Natrium agak miring ke atas dengan maksud agar
pada kondisi dingin Natrium terkumpul dan lebih dekat dengan elektroda
sehingga pada proses penyalaan Natrium tersebut lebih awal terpanasi. Umur
lampu Natrium rata-rata 2500 jam dan efikesinya 40 hingga 50 lm/W.
30
Tegangan lampu (V) 245 100
Efisiensi visual radiasi yang bias
dilihat (pada panjag gelombang 77 57
555nm) (%)
Efeksi (Im/W) 200 108
Indeksi rendering warna (RA) -44 23
Sumber: Teknologi Pencahayaan, Muhaimin, hlm 68
31
3.2 Tata Letak Lampu Penerangan Jalan
Pemasangan lampu penerangan jalan di kiri kanan jalan baik yang berhadapan
maupun yang berselang seling atau pada median jalan tepat untuk jalan yang padat
dan kecepatan kendaraan tinggi (misalnya: jalan bebas hambatan, jalan utama).
Pemasangan lampu pada satu sisi jalan dipasang pada jalan yang lalu lintasnya
tidak padat, tidak lebar (misalnya: jalan local, jalan desa) atau jalan satu arah.
Pemasangan lampu pada median jalan disamping menghemat pemakaian tiang,
juga menghemat biaya instalasinya. Namun karena jalan yang mediannya dapat
digunakan memancangkan tiang lampu adalah lebar, maka kelemahannya system
penerangan yang tiangnya dipancang pada median rasio kerataan penerangannya
<1. (Muhaimin, 2001, hlm 184).
32
- kombinasi antara di kiri dan
kanan berhadapan dengan di
bagian tengah / median jalan;
- katenasi (di bagian tengah jalan
dg sistem digantung)
33
Tipikal lampu penerangan jalan berdasarkan pemilihan letak pada jalan dua
arah ditunjukkan pada gambar berikut:
Berikut adalah tata letak Lampu Penerangan Jalan pada kondisi tertentu atau
kondisi khusus yaitu :
34
A. Pada posisi jalan Tikungan/lengkung horisontal
35
D. Pada Posisi Lampu Pada Radius < 305 M Di Lengkung Dalam
36
F. Pada Posisi Penataan lampu penerangan pada persimpangan tidak
sebidang
37
3.1.1 Bentuk dan Dimensi Lampu Penerangan Jalan
38
Tiang Tipikal Lampu Tegak Tanpa Lengan ini diperlukan untuk menopang
lampu menara, yang pada umumnya ditempatkan di persimpangan-
persimpangan jalan ataupun tempat-tempat yang luas seperti interchange,
tempat parkir, dll. Jenis tiang lampu ini sangat tinggi, sehingga sistem
penggantian/perbaikan lampu dilakukan di bawah dengan menurunkan dan
menaikkan kembali lampu tersebut menggunakan suspension cable.
39
BAB IV
JENIS PENERANGAN JALAN UMUM
Dalam hal ini kita akan membahas satu persatu mengenai Jenis Penerangan
Jalan Umum (PJU) berdasarkan sumber energi yaitu sebagai berikut :
Lampu PJU Tenaga Listrik adalah Penerangan Jalan Umum (PJU) dimana
daya listrik untuk lampu masih disuplai oleh sistem distribusi Perusahaan Listrik
Negara (PLN) yang diperoleh dari pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN)
terdekat.
1. Tiang Lampu
Tiang merupakan komponen yang digunakan untuk menopang lampu.
Ada beberapa jenis tiang yang digunakan untuk lampu jalan yaitu tiang
40
besi dan tiang oktagonal.Berdasarkan jenis lengannya (stang ornament),
tiang lampu jalan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
3. Lampu
Lampu adalah hal yang sangat penting dalam perencanaan penerangan
jalan. Dalam hal ini lampu penerangan jalan berfungsi untuk menerangi
jalan di sekitar area titik dari Penerangan Jalan Umum (PJU). Untuk
spesifikasi lampu telah dijelaskan di bab sebelumnya. Yaitu:
A. Lampu HPM ( High Pressure Mercury )
Pada jenis lampu merkuri tekanan tinggi, pembatas arus
pelepasan menggunakan ballast, karena itu faktor dayanya relatif
rendah yaitu 0,5.Tabung dalam terbuat dari gelas keras sehingga
mampu digunakan pada temperatur relatif tinggi.
41
Cara kerja lampu merkuri terdiri dari 3 tahapan yaitu
pengapian, proses pencapaian stabil dan stabil. Pada saat suplai
tegangan diberikan terjadi medan listrik antara elektroda kerja
awal dengan salah satu elektroda utama. Hal ini menyebabkan
pelepasan muatan kedua elektroda dan memanaskan merkuri yang
ada di sekelilingnya. Untuk menguapkan merkuri tersebut
diperlukan waktu 4 hingga 8 menit. Setelah semua merkuri
menjadi gas, resistansi elektroda kerja awal naik karena panas dan
arus mengalir antar elektroda utama melalui gas. Warna kerja awal
kemerahan dan setelah kerja normal sinar yang dihasilkan
berwarna putih. Kelemahan lampu HPM adalah semakin sering
pensaklaran (switching) akan memperpendek umur lampu karena
pada awal penyalaan terjadi panas yang melebihi normal.
Contoh : Lampu HPL –N ( Produk dari Philips )
Dengan Spesifikasi :
Efficacy : 50 -60 lumens / Watt
Indeks Perubahan Warna : 3
Suhu Warna : Menengah
Umur Lampu : 16.000 –24.000 jam, perawatan
lumenBuruk.
Gir pengendali alat elektroda ketiga lebih sederhana dan
lebih mudah dibuat.
Tabung pemancar mengandung 100 mg gas merkuri dan
argon. Pembungkusnya adalah pasir kwarsa.
Tidak terdapat pemanas awal katoda, elektroda ketiga
dengan celahyang lebih pendek untuk memulai pelepasan.
Bola lampu bagian luar dilapisi fosfor. Hal ini akan
memberi cahayamerah tambahan dengan menggunakan
UV, untuk mengkoreksi bias pelepasan merkuri.
Pembungkus kaca bagian luar mencegah lepasnya radiasi
UV.
42
B. Lampu HPS ( High Pressure Sodium )
Lampu HPS lebih kecil dan mengandung unsure tambahan
seperti raksa, dan menghasilkan cahaya oranye kemerah jambuan.
Beberapa bola lampu juga menghasilkan cahaya putih kebiruan.
Ini mungkin dari cahaya raksa sebelum natrium menguap
sempurna. Jalur-D natrium adalah sumber cahaya utama dari
lampu HPS, dan spektrum sempit ini dilebarkan oleh natrium
tekanan tinggi dalam lampu, karena pelebaran ini dan pancaran
dari raksa, warna benda yang diterangi dapat dibedakan. Ini
membuatnya digunakan di tempat yang diinginkan pembedaan
warna yang baik. Lampu HPS disukai untuk penyinaran tumbuhan
dalam ruang karena lebarnya spektrum suhu warna yang
dihasilkan dan efisiensinya yang relatif tinggi.
Contoh : Lampu SON –T ( Produk dari Philips )
Spesifikasi :
Efficacy : 50 -90 lumens/Watt (CRI lebih baik, Efficacy
lebih rendah)
Indeks Perubahan Warna : 1 –2
Suhu Warna : Hangat
Umur Lampu : 24.000 jam, perawatan lumen yang luar
biasa
Pemanasan : 10 menit, pencapaian panas : dalam waktu 60
detik
Mengoperasikan sodium pada suhu dan tekanan yang lebih
tinggi menjadikan sangat reaktif.
Mengandung 1 -6 mg sodium dan 20 mg merkuri.
Gas pengisinya adalah Xenon. Dengan meningkatkan
jumlah gas akanmenurunkan merkuri, namun membuat
lampu jadi sulit dinyalakan.
Arc tube (tabung pemacar cahaya) didalam bola lampu
mempunyai lapisan pendifusi untuk mengurangi silau.
43
Makin tinggi tekanannya, panjang gelombangnya lebih
luas, dan CRInya lebih baik, efikasinya lebih rendah
C. Lampu Metal Halide
Lampu discharge dimana sebagian besar dari cahaya
dihasilkan oleh radiasi dari campuran uap logam (misalnya: air
raksa) dan penguraian (dissosiasi) halide (halide thallium, indium
atau natrium).
Contoh : Lampu HPI –T ( Produk dari Philips )
Spesifikasi :
Efficacy : 80 lumens / Watt
Indeks Perubahan Warna : 1A –2 tergantung pada
campuran halide
Suhu Warna : 3.000K –6.000K
Umur Lampu : 6.000 –20.000 jam, perawatan lumen buruk
Pemanasan : 2 –3 menit,
pencapaian panas : dalam waktu10 –20 menit.
Jenis ini merupakan versi yang dikembangkan dari dua
lampu pelepas dengan intensitas tinggi, dan cenderung
memiliki efficacy yang lebih baik.
Dengan menambahkan logam lain ke merkuri, spektrum
yang berbeda dapat dipancarkan.
D. Lampu LED ( Light Emiting Diode )
LED didefinisikan sebagai salah satu semikonduktor yang
mengubah energi listrik menjadi cahaya. Sebagaimana dioda
lainnya LED terdiri daribahan semikonduktor P dan N. Bila
sumber diberikan pada LED kutub negatif dihubungkan dengan N
dan kutub positif dengan P maka lubang( hole ) akan mengalir
kearah N dan elektron mengalir kearah P. LED merupakan
perangkat keras dan padat (solid-state component)sehingga
unggul dalam hal ketahanan ( durability ).
Umur Lampu LED dapat mencapai 50.000 jam, hal ini
dikarenakan tegangan kerja arus searah (VDC) konstan, meskipun
44
disuplai dari arus AC, namun di dalam LED terdapat stabilizer
yang menstabilkan suplai arus AC tersebut.
E. Ballast
Ballast sebagai komponen penting pada sistem penyalaan lampu
pelepas gas (gas discharge) berfungsi untuk membatasi arus melalui
lampu yang dilayani. Ballast induktif (inductive ballast) yang
berfungsi sebagai pembatas arus.
Konstruksi harus sedemikian hingga dapat terkunci pada dudukan
komponen dan mudah dirakit/proses penyambungan. Pada tiap ballast
harus diengkapi dengan marking petunjuk wiring, merk, model, arus
nominal. Ballast harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap
panas (heat) berlebih yang dapat mencegah terbakarnya sirkuit.
F. Ignitor
Ignitor digunakan untuk memanaskan elemen yang ada didalam
bohlam lampu HPI - T sehingga terjadi loncatan panas antara ujung +
dan - bohlam lampu HPI - T dan lampu dapat menyala. Ignitor
digunakan pada sistem tegangan 220 V -50 Hz dengan toleransi
tegangan +/-l0% untuk keperluan lampu pelepas gas seperti Sodium,
tegangan pulsa awal antara 2.8 –5 KV.b
Fungsi ignitor adalah sebagai super posisi dari satu atau lebih
tegangan pulsa yang diberikan pada suatu lampu dengan tegangan
beban nol sebelum lampu tersebut bekerja/menyala. Untuk lampu
dengan katode dingin maka penyalaannya (ignitor) setelah tegangan
45
pulsa terjadi. Untuk lampu dengan katoda panas bila lampu telah
menyala dan kemudian tiba-tiba kehilangan daya listrik maka lampu
akan padam, selanjutnya percepatan penyalaan (ignitor) akan terjadi
setelah lampu menjadi dingin.
Contoh :
Lampu sodium tekanan tinggi memerlukan waktu setelah +/-5
menit.
Elemen pensakelaran (switching elements) menggunakan
sistem elektronik.
Type: Serial atau superimposed.
Mempunyai tingkat isolasi yang baik agar mampu menahan
tegangan pulsa hingga maksimal 5 KV.
Jarak pemasangan ignitor dengan lampu harus dekat dan
dipasang dekat pemegang lampu (lamp holder).
G. Kapasitor
Berfungsi sebagai perbaikan faktor daya listrik yang disebabkan
oleh ballast. Digunakan pada sistem tegangan maksimal 400 V.
Dengan bahan pembungkus terbuat dari aluminium atau plastik.
Frekuensi nominal 50Hz batas toleransi nominal +/-l0%. Besar dan
jumlah kapasitansi kapasitor tidak ditentukan sepanjang dapat
menghasilkan cos-phi minimal 0.85 dalam suatu rangkaian listrik
luminer.
46
Gambar 4. 3 Contoh Kapasitor
Sumber : Gudang Listrik
H. Panel
Panel listrik dibedakan menjadi dua, yaitu panel daya dan panel
distribusi listrik.
A. Panel distribusi listrik berguna untuk mengalirkan energi dari
pusat/gardu induk step down.
B. Panel daya adalah tempat untuk menyalurkan dan
mendistribusikan energi listrik dari gardu induk step down
kepanel-panel distribusinya.
47
Gambar 4. 4 Box Panel
Sumber : Gudang Listrik
2. Busbar
Busbar merupakan komponen penghantar listrik yang dapat
memadai arus dan tegangan listrik kapasitas besar. Busbar memang
sudah lazim dipakai untuk perakitan panel terbuat dari tembaga,
dipilih tembaga karena tembaga memiliki tingkat korosi yang sangat
kecil atau bahkan 0% korosi, akan tetapi ada yang lebih baik dari
tembaga yaitu emas. Emas merupakan penghantar yang paling bagus
karena tingkat karat yang lebih rendah atau sama sekali tidak
memiliki tingkatan karat.
48
koil, beberapa kontak Normally Open (NO) dan beberapa Normally
Close (NC).
5. KWH
KWH meter adalah alat yang digunakan oleh pihak PLN untuk
menghitung besar pemakaian daya konsumen. Bagian utama dari
sebuah KWH adalah kumparan tegangan, kumparan arus, piringan
aluminium, magnet tetap yang tugasnya menetralkan piringan
49
aluminium dari induksi medan magnet dan gear mekanik yang
mencatat jumlah putaran piringan aluminium.
Alat ini bekerja menggunakan metode induksi medan magnet
dimana medan magnet tersebut menggerakan piringan yang terbuat
dari aluminium. Putaran piringan tersebut akan menggerakan
counter digit sebagai tampilan jumlah KWHnya.
KWH Meter terdiri dari sebuah kepingan berinduksi dan terbuat
dari alminium. Diatas kepingan tersebut tersebut terdapat sepasang
kumparan yang menimbulkan induksi. Kumparan tersebut terdiri 2
macam :
Kumparan Arus (Kawatnya besar)
Kumparan Tegangan (Kawatnya kecil)
Analog :
50
Mudah dalam pembayaran
Kelemahan :
51
hubung singkat dan beban lebih yang mana akan memutuskan secara
otomatis apabila melebihi dari arus nominalnya, dan MCB biasanya
dipakai PLN untuk pembatas daya pada pelanggan.
7. KABEL
Berikut adalah jenis-jenis kabel yang biasa digunakan pada
perencanaan penerangan jalan umum (PJU) :
1. Kabel LVTC / AAAC
Kabel ini terbuat dari aluminium-magnesium-silicon
campuran logam. Keterhantaran elektrik tinggi yang berisi
magnesium silicide, untuk memberi sifat yang lebih baik.
Kabel ini biasanya dibuat dari paduan aluminium 6201.
AAAC mempunyai bahan anti karat dan kekuatan yang baik,
sehingga daya hantar lebih baik.
2. Kabel NYCY
Kabel ini dirancang untuk jaringan listrik dengan
penghantar konsentris dalam tanah, dalam ruangan, saluran
kabel di alam terbuka. Kabel protodur dengan 2 (dua) lapis
pelindung pita CU kabel. Instalasi ini bisa ditempatkan di luar
atau di dalam bangunan, baik pada kondisi lembap maupun
kering
52
Gambar 4. 9 Kabel NYCY
3. Kabel NYFGBY
Kabel ini dirancang khusus untuk instalasi tetap dalam
tanah yang ditanam langsung tanpa memerlukan
perlindungan tambahan (kecuali harus crossing jalan) pada
kondisi normal pemasangan di bawah tanah adalah 80 cm.
4. Kabel NYM
Kabel jenis ini hanya direkomendasikan khusus untuk
instalasi tetap di dalam bangunan yang dimana
penempatannya biasa di luar/di dalam tembok ataupun di
dalam pipa (conduit). Kabel NYM berinti lebih dari 1 (satu),
memiliki lapisan isolasi PVC (biasanya warnanya putih atau
abu-abu) ada yang berinti 2, 3 atau 4. Kabel NYM memiliki
lapisan isolasi dua lapis,sehingga tingkat keamananannya
lebih baik dari kabel NYA. Kabel ini dapat dipergunakan di
lingkungan yang kering/basah namun tidak boleh ditanam.
53
Gambar 4. 11 Kabel NYM
5. Kabel NYY
Kabel ini dirancang untuk instalasi tetap didalam tanah
yang dimana harus tetap diberikan perlindungan khusus
(misalnya : subduct, pipa PVC atau pipa besi). Kabel protodur
tanpa sarung logam. Instalasi biasa ditempatkan di dalam dan
di luar ruangan dalam kondisi lembap ataupun kering,
memiliki lapisan isolasi PVC (biasanya warna hitam) ada
yang berinti 2, 3 atau 4. Dan memiliki lapisan isolasi yang
lebih kuat dari NYM. Kebel NYY memiliki isolasi yang
terbuat dari bahan yang tidak disukai oleh tikus.
PJU tenaga surya adalah penerangan jalan umum dimana daya listrik untuk
lampu disuplai oleh sistem mandiri yang diperoleh dari energi matahari. Banyak
istilah PJU tenaga surya yang dipakai. Ada yang menyingkatnya dengan istilah
PJUTS, ada juga yang menyebut dengan istilah PJU solar cell. Namun pada
54
intinya semua istilah itu akan mengacu pada komponen utama penghasil daya
yang ada dalam sistem supali daya dari PJU tersebut: pembangkit listrik tenaga
surya (PLTS).
- Lampu jalan, baik jalan umum, jalan tol maupun jalan lingkungan
- Lampu taman yang juga dapat berfungsi sebagai lampu hias / dekoratif
- Lampu fasilitas transportasi seperti, terminal bis, pelabuhan laut, bandar
udara
- Lapangan, sepeti lapangan parkir, lapangan olah raga, lapangan peti kemas
dll
- Penerangan kawasan seperti kawasan wisata, kawasan perkebunan,
kawasan pertambangan dll.
55
Tidak tergantung jaringan PLN. Suplai daya mandiri sehingga tidak
tergantung pada jaringan listrik konvensional (PLN). PJU yang satu
ini tidak akan berpengaruh jika ada masalah di jaringan listrik PLN
yang menyebabkan pemadaman. Dengan kata lain PJU yang satu ini
tidak membutuhkan adanya jaringan listrik PLN. Ini menjadi
keuntungan utama karena sesuai dengan namanya, PJU seharusnya
tetap menerangi lokasi dimana ia dipasang karena penerangan
tersebut melayani kepentingan umum. Kepentingan umum
dimaksud dapat berupa keamanan dan kenyamanan kelompok
masyarakat yang ada di lokasi maupun kelompok masyarakat yang
sedang/akan melewati lokasi tersebut.
Nihil biaya listrik PLN. Karena merupakan sistem mandiri yang
tidak tergantung dengan jaringan PLN tentunya akan menihilkan
biaya penggunaan listrik PLN. Sebagai informasi bahwa penerangan
jalan umum yang ada dan menggunakan jaringan listrik PLN
bukanlah fasilitas gratis yang diberikan oleh PLN. Penggunaan PJU
diperhitungkan PLN dan harus dibayarkan oleh pemerintah daerah
setempat. Untuk kepentingan pembayaran itu, pada lembar tagihan
listrik bulanan akan tertera komponen penerangan jalan umum
sebagai salah satu yang harus dibayarkan. Atau jika menggunakan
listrik prabayar, maka komponen PJU sudah diperhitungkan dalam
harga per KWh yang dtetapkan yang membentuk harga
voucher/token listrik prabayar.
Dapat dipasang dimana saja. Sifat mandiri dari jaringan listrik PLN
menjadikan keuntungan terbesar PJU ini. Dengan kemandirian
tersebut, maka PJU tenaga surya dapat dipasang dimana saja selama
panel surya sebagai penangkap sinar matahari tidak terhalangi oleh
bayangan benda apapun. Untuk jalan-jalan lintas yang tidak sejajar
dengan jaringan distribusi PLN, maka PJU ini menjadi pilihan yang
rasional.
Usia pakai yang sangat panjang. PJU tenaga surya mengadopsi
semangat efisiensi energi sehingga salah satu faktor utama dan
56
menjadi keuntungan PJU ini adalah usia pakai haruslah cukup
panjang sehingga tidak memberatkan dalam operasional terutama
perawatan rutin. Sebagai contoh, panel surya rata-rata memiliki usia
pakai sampai dengan 25 tahun dengan degradasi efisiensi hanya
10%. Contoh lainnya adalah penggunaan lampu LED dengan usia
pakai sampai dengan 50.000 jam atau jika PJU menyala selama 10
jam sehari, maka usia pakai maksimum lampu LED ini bisa
mencapai lebih dari 13 tahun. Bandingkan dengan penggunaan
lampu gas konvensional yang masih banyak digunakan PJU saat ini.
Perawatan rutin yang minimal. Banyak yang mengatakan PJU
tenaga surya bebas perawatan, namun saya tidak sepakat dengan
penggunaan istilah bebas tersebut. Akan lebih tepat menggunakan
istilah minim perawatan karena bagaimanapun sebuah sistem akan
membutuhkan perlakuan untuk menjamin keberlangsungan sistem
itu sendiri. Adapun perawatan PJU tenaga surya akan sangat
tergantung pada kondisi lokasi dan pemilihan komponen utama
yaitu baterai yang digunakan.
B. Kekurangan PJUTS
Biaya investasi awal yang relatif mahal. Harus diakui biaya
investasi awal PJU tenaga surya jika dibandingkan dengan PJU
konvensional akan terasa relatif mahal. Namun dengan skala
produksi massal yang dilakukan oleh China pada beberapa tahun
belakangan ini, secara perlahan namun pasti investasi
pembangkit listrik tenaga surya (termasuk PJU) mengalami
penurunan yang tajam jika dibandingkan 10 tahun lalu.
Menjawab pertanyaan mahalnya biaya investasi ini, bisa dijawab
dengan melakukan komparasi biaya dalam rentang waktu
tertentu antara PJU tenaga surya dan PJU konvensional. PJU
tenaga surya memang relatif mahal di awal, namun minim biaya
rutin. Sementara PJU konvensional relatif murah di awal, namun
57
dengan biaya rutin yang terus menerus setiap bulannya berupa
penggunaan daya dari PLN.
Tergantung cuaca. Saat cuaca hujan/mendung, kemampuan
panel surya menangkap sinar matahari tentu akan berkurang
yang berakibat pada tidak optimalnya konversi energi yang
terjadi. Untuk menghadapi hal tersebut, pemilihan panel surya
menjadi sesuatu yang perlu menjadi pertimbangan perencanaan
dengan juga mempertimbangkan posisi lokasi terhadap matahari
dan kekuatan radiasi matahari di lokasi tersebut. Dalam konteks
Indonesia, secara umum faktor matahari tidaklah terlalu
signifikan berpengaruh kecuali di beberapa daerah yang
memang radiasi mataharinya sangat kecil seperti di Bogor, Jawa
Barat yang radiasinya hanya sekitar 2,5 kWh/m2/hari
dibandingkan dengan radiasi rata-rata indonesia sebesar 4,8
kWh/m2/hari.
58
Komponen Beban
1. Lampu LED
59
E = energi beban
P = daya beban (watt)
T = jumlah waktu beban menyala dalam sehari
(hours). Satuan energi beban adalah Wh (watt
hours).
Komponen Pembangkit
1. Baterai
Gambar 4. 14 Baterai
60
dengan tegangan 12 V, dimana kita akan melakukan penghitungan
besar arah arus baterai yang dibutuhkan berdasarkan besar energi
beban dengan rumus :
𝐸 =𝑉×𝐼×𝑡
Dimana :
V = tegangan (Volt)
I = arus (Ampere)
t = waktu (hours)
Adapun arah arus merupakan hasil perkalian antara arus dan
waktu dengan rumus :
𝐴𝐻 = 𝐼 × 𝑡
Sehingga rumus sebelumnya disederhanakan menjadi :
𝐸 = 𝑉 × 𝐴𝐻
Dengan penyederhanaan rumus tersebut diperoleh rumus untuk
menentukan arah arus baterai sebagai berikut :
𝐸
𝐴𝐻 =
𝑉
Namun demikian, perhitungan kebutuhan baterai masih harus
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
A. Days Of Autonomy
Yaitu kemampuan sistem untuk memenuhi kebutuhan daya
beban dalam satuan hari untuk mengantisipasi kondisi cuaca
dimana sinar matahari tidak optimal sehingga proses pengisian
baterai juga menjadi tidak optimal. Days of autonomy dalam
konteks Indonesia dapat dipatok di 3 hari. Hal ini mengingat
karena kondisi cuaca yang menghalangi sinar matahari tidak
berlangsung terlalu lama karena Indonesia berada di garis
kathulistiwa dengan kondisi musim yang tidak seekstrim di
daerah empat musim.
B. Maximum Depth Of Discharge (DOD)
Yang merupakan maksimum penggunaan kapasitas baterai
yang direkomendasikan produsen baterai dalam satuan persen
61
terhadap kapasitas tertulis (rated capacity). Hal ini nantinya
akan terkait dengan usia pakai baterai. Pada umumnya DOD
berada pada kisaran 50% (baterai VRLA AGM) dan 80%
(baterai VRLA Gel).
Baterai otomotif sangat tidak disarankan karena baterai tipe
ini tidak mendukung penggunaan kapasitas baterai terus
menerus tanpa pengisian. Kalaupun dipakai, maka
penghitungan DOD baterai otomotif ada di kisaran 20%.
Faktor DOD di atas akan mempengaruhi jumlah baterai yang
akan digunakan pada kapasitas yang sama. Oleh karena PJU
tenaga surya akan menempatkan baterai pada kotak yang berada
pada tiang PJU, maka faktor berat baterai menjadi
pertimbangan.
C. Battery Temperature Derating
Penurunan kapasitas berdasarkan suhu. Baterai akan
mengalami penurunan kapasitas apabila temperatur turun.
Biasanya produsen baterai menetapkan angka pengujian
kapasitas 100% berada pada temperatur 20°c. Artinya baru pada
temperatur di bawah 20°c penurunan kapasitas akan terjadi.
Namun demikian kenaikan pada suhu yang sangat tinggi, bahan
kimia pada baterai bisa mengalami penurunan kemampuan atau
bahkan dapat merusak baterai,
Untuk meminimalkan hal tersebut maka ditambahkan faktor
5% menjadi 105% (1,05) untuk menjaga pada suhu relatif tinggi
kapasitas baterai tidak dipaksa untuk digunakan seperti pada
kondisi suhu normal.
Dengan demikian maka kapasitas baterai disesuaikan dengan
pertimbangan di atas. Adapun rumus perhitungannya adalah
sebagai berikut :
1.05 × 𝐴𝐻 × 𝐷
𝐴𝐻𝑎𝑑𝑗 =
𝐷𝑂𝐷
Dimana :
62
1.05 = Faktor temperature derating (105%)
D. Panel Surya
Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya yang
mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Mereka disebut
surya atau matahari atau "sol" karena matahari merupakan
sumber cahaya terkuat yang dapat dimanfaatkan. Panel surya
sering kali disebut sel photovoltaic, photovoltaic dapat diartikan
sebagai "cahaya listrik". Sel surya bergantung pada efek
photovoltaic untuk menyerap energi.
Energi beban juga akan digunakan dalam melakukan
perhitungan besar daya panel surya yang dibutuhkan. Kapasitas
panel merupakan besar daya maksimum yang dapat dihasilkan
oleh panel surya ketika disinari oleh matahari yang diukur
dalam satuan watt peak (Wp). Faktor utama yang menentukan
besar kapasitas panel surya adalah lamanya penyinaran
matahari yang optimal untuk mengisi baterai agar dapat
mensuplay energi sesuai dengan kebutuhan beban. Lamanya
penyinaran sering diistilahkan sebagai waktu ekivalen matahari
(equivalent sun hours, ESH atau peak sun hours, PSH).
63
Penentuan waktu ekivalen matahari ditentukan dari besarnya
radiasi rata-rata per m2 luas panel perhari. Untuk indonesia
secara rata rata besarnya radiasi adalah 4.8 kWH/m2/hari.
Sehingga jam ekivalen matahari adalah 4.8 jam.
Berikut adalah peta radiasi data dan data radiasi indonesia
(Sumber : LAPAN) :
64
Adapun kebutuhan daya panel surya dapat dihitung dengan
rumus :
𝐸
𝑃𝑝𝑣 =
𝑃𝑆𝐻
Dimana :
E = Energi beban (Wh)
PSH = Jam ekivalen matahari
Seperti halnya baterai, ada beberapa hal yang akan
menentukan kapasitas panel surya yang akan digunakan, yaitu:
1. Coulombic Effiiciency
Effisiensi coulomb didasari dari adanya rugi antar
charge dan discharge serta reaksi kimia dalam baterai
dimana efisiensi baterai baru rata-rata adalah 90% dari
kapasitasnya. Untuk memastikan kebutuhan energi harian
yang akan disuplai oleh panel surya ke baterai mencukupi,
maka perlu meningkatkan besar energi dari baterai untuk
efisiensi baterai. Peningkatan besar energi baterai ini akan
mempengaruhi besar daya panel yang akan dibutuhkan yang
dihitung dengan rumus :
𝑃𝑝𝑣
𝑃𝑝𝑣 1 =
90%
Dengan pertimbangan efisiensi coulumb, kebutuhan
kapasitas panel menjadi 92Wp.
2. Oversize factor
Ada tidaknya pasokan daya lain untuk pengisian
ekstra baterai menentukan besar oversize factor yang mesti
diperhitungkan untuk menyeimbangkan pengisian baterai.
Dalam PJU tenaga surya dimana tidak ada pasokan daya
lain, maka kapasitas panel surya harus ditingkatkan. Untuk
negara seperti Australia dan New Zealand, oversize factor
berkisar antara 30%-100%, sementara untuk kawasan
65
katulistiwa oversize factor di rekomendasikan sebesar 10%
menjadi 110% (1,1), sehingga kapasitas panel menjadi :
110%
𝑃𝑝𝑣 2 =
𝑃𝑝𝑣1
3. Module Efiiciency
Efisiensi panel surya yang ada saat masih di bawah
20%. Dan dalam jangka waktu beberapa tahun efisiensi
panel akan turun sampai dengan 20% dari efisiensi panel
baru. Sementara itu faktor rugi-rugi yang mempengaruhi
panel surya yang terdiri dari power tolerance (±5%) dan
faktor debu (±5%). Selain itu temperature koefisien berkisar
pada ±5,5%/°C dibandingkan dengan temperatur pengujian
25°C. Untuk memudahkan dalam penghitungan, maka
diambil nilai efisiensi panel surya sebesar 15%, sehingga
perhitungan kebutuhan kapasistas panel surya menjadi :
66
E = energi beban (Wh)
PSH = waktu ekivalen matahari (jam).
Dengan energi beban sebesar 330Wh dan waktu
ekivalen matahari adalah 4 jam, maka akan dibutuhkan
panel surya dengan kapasitas minimal sebesar 126Wp. Jika
dilihat dari panel surya yang ada maka panel yang akan
digunakan adalah 1 panel surya 145Wp.
67
Namun, penentuan kapasitas solar charge controller harus
juga memperhatikan faktor-faktor efisiensi, suhu dan menjaga
agar arus yang melewati solar charge controller tidak mendekati
nilai kapasitas arus solar charge controller itu sendiri sehingga
usia pakai solar charge controller akan lebih panjang. Untuk
mengantisipasi hal-hal di atas, maka kita perlu melakukan
peningkatan kapasitas secara penghitungan (oversize factor).
Dalam hal ini oversize factor yang moderat untuk solar charge
controller adalah 25% sehingga kebutuhan solar chargce
kontroller menjadi 125% dari Isc.
68
BAB V
PERANCANGAN PENERANGAN JALAN
Dalam menentukan jarak tiang faktor pemakaian dan faktor kehilangan sangat
berpengaruh. Faktor kehilangan cahaya adalah faktor–faktor yang menyebabkan
menurunnya kualitas pencahayaan pada suatu bidang sehingga memengaruhi
kualitas dari penerangan itu sendiri. Muhaimin dalam bukunya yang berjudul
teknologi pencahayaan menyatakan bahwa dalam mencari interval lampu
penerangan jalan harus mempertimbangkan faktor kehilangan cahaya dan
menyimpulkan bahwa :
Dari rumus di atas faktor pemakaian hanya terdiri atas lama penggunaan lampu
penerangan yaitu selama 12 jam.
𝑻 = √𝒉𝟐 + 𝒄𝟐 (2)
69
Sehingga :
Cos = h / t (3)
Dimana :
Jika lebar jalan dari bahu tiang PJU sudah diketahui dan lebar jalan untuk area
penerangan juga sudah diketahui selanjutnya perlu dilakukan analisis tinggi lampu
jalan yang akan digunakan. Serta menentukan faktor pengguna (utility faktor)
dengan rumus berikut:
UF2=w2/h (5)
Dimana :
ER = Besar rata-rata penerangan
(Lux) = Besar luminasi cahaya lampu yang digunakan (lumen)
UF = Faktor pengguna
W = Lebar jalan (m)
S = Jarak dari tiang ke tiang (m)
70
4.2. Panel Lampu Penerangan Jalan
𝑳 × 𝑰𝒓𝒂𝒕𝒊𝒏𝒈 × 𝒑 × 𝒄𝒐𝒔
𝑨=
∆𝒗
V = 220 x 5 %
√𝟑 × 𝑳 × 𝑰𝒓𝒂𝒕𝒊𝒏𝒈 × 𝝆 × 𝐜𝐨𝐬 𝝋
𝑨=
∆𝒗
71
4.4. Perhitungan Arus Nominal dan Arus Rating
𝐼𝑛 = 𝑃𝑉. cos
𝐼𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 = 𝐾 × 𝐼𝑛
𝑃𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐼𝑛 =
√3𝑉 cos 𝜑
𝐼𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 = 𝐾 × 𝐼𝑛
ФL . KP . FKC
𝐸𝑟 =
J.L
Dimana :
ФL = Arus cahaya lampu (lumen)
72
KP = Koefisien pemakaian.
FKC = Faktor kerugian Cahaya.
Er = Kuat Penerangan (lux)
J = Jarak antar lampu (m)
L = Lebar jalan (m). (Muhaimin, 2001:186).
Energi Listrik adalah jumlah daya listrik yang digunakan tiap satuan
waktu. Besaran energi listrik yang digunakan dapat dihitung dengan:
𝑃×𝑡
𝑊=
cos 𝜑
A. Total Beban
𝑑𝑎𝑦𝑎 ×𝑝𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑗𝑎𝑚×1.3
Dengan Rumus : 𝑛 = 5
Perhitungan Aki
Dengan Rumus : Aki = Jam penggunaan x arus aki
Maka dengan ini kita dapat memperoleh : Daya aki = lama pengecasan
73
DAFTAR PUSTAKA
Budi, Listiyono. 2011. Jenis-jenis Jalan Arteri, Kolektor, dan Jalan Lokal.
http://listiyonobudi.blogspot.co.id/2011/05/jenis-jenis-jalan-arteri-
kolektor-dan.html.
Syamsi, Ibnu. (2004). Efisiensi, Sistem, dan Proses Kerja. Jakarta: Bumi Aksara.
74
BIODATA PENULIS