Anda di halaman 1dari 154

COMMUNITY-BASED RESEARCH

Sebuah Pengantar
ii
COMMUNITY-BASED RESEARCH
Sebuah Pengantar

Tim Penyusun
Panduan CBR, UIN Sunan Ampel Surabaya

LP2M, UIN SUNAN AMPEL SURABAYA


2015

iii
COMMUNITY-BASED RESEARCH
Sebuah Pengantar

Hak Cipta ada pada Penerbit. Diterbitkan oleh LP2M


UIN Sunan Ampel Surabaya bekerjasama dengan
Dwiputra Pustaka Jaya. Penyusunan buku ini didukung
oleh SILE/LLD Project
13,5 x 20,5 cm, xvi + 136 hlm.
ISBN: 978-602-71375-8-5

Tim Penulis Mohammad Hanafi


Nabiela Naily
Nadhir Salahuddin
A. Kemal Riza
Luluk Fikri Zuhriyah
Muhtarom
Rakhmawati
Iskandar Ritonga
Abdul Muhid
Dahkelan

Penyunting Sulanam
Penyelaras Nadhir Salahuddin
Perancang Sampul Abdullah Mahfudz Nazal

Edisi I Agustus 2015

SILE/LLD (Supporting Islamic Leadership in Indonesia/Local Leader for


Development) adalah program bantuan yang didanai oleh DFATD (Department
of Foreign Affairs, Trade and Development), Pemerintah Kanada yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas UIN Sunan Ampel Surabaya dan UIN Alaudin
Makassar dalam melaksanakan fungsi Tri-Dharma Perguruan Tinggi melalui
kemitraan dengan masyarakat. Begitu pula program ini dimaksudkan agar dapat
meningkatkan kapasitas Kementrian Agama untuk memadukan urusan dan
praktek tata kelola yang demokratis ke dalam strategi, program dan
penganggaran yang mendukung fungsi pengabdian di lingkungan UIN.

iv
Kata Pengantar Rektor

Syukur Alhamdulillah kepada Allah Swt. atas lindungan dan


rahmat-Nya karena UIN Sunan Ampel Surabaya kembali
mampu menambah koleksi produk pengetahuan yang lebih
aplikatif, yakni pengantar penelitian berbasis masyarakat.
Buku yang dihasilkan dari serangkaian kajian tentang
Community-Based Research (CBR), ini diharapkan bisa
memperkaya khazanah pendekatan dan metode penelitian,
khususnya dalam penguatan visi kemitraan UIN Sunan
Ampel dengan masyarakat, dan bagi masyarakat secara
umum.
Buku ini selanjutnya juga melengkapi buku-buku penelitian
yang telah dikembangkan di lingkungan UIN Sunan Ampel
Surabaya. Semoga pencapaian ini bisa menjadi langkah baik
untuk menuju kampus UIN Sunan Ampel yang semakin

v
dekat dan berbaur dengan masyarakat sebagai ‘Community-
Engaged University’.
Kehadiran buku CBR ini juga merupakan perwujudan dari
penerjemahan rencana strategis kemitraan UIN Sunan
Ampel Surabaya dengan masyarakat. Dokumen yang lebih
akrab dikenal sebagai “Renstra UCE (University-Community
Engagement)” ini merupakan cikal bakal dan induk bagi
pengembangan kemitraan UIN Sunan Ampel Surabaya
dengan masyarakat. Melalui dokumen Renstra UCE ini pula,
UIN Sunan Ampel berupaya meneguhkan jatidirinya sebagai
kampus yang secara terus menerus mengawal dan
menyebarluaskan kekhasan Islam Indonesia, sebagai Islam
rahmatan li al-alamin.
Buku pengantar CBR ini diharapkan akan memperkuat dan
memperkaya ragam pendekatan penelitian dalam mengan-
tarkan masyarakat sebagai subyek yang aktif dan kreatif.
Dengan demikian kehadiran buku ini seyogyanya diapresiasi
agar dapat mendorong insan-insan kampus untuk terus
mengembangkan pendekatan dalam melakukan community
engagement.
Buku yang merupakan pengantar penelitian berbasis
masyarakat ini diharapkan dapat memberikan kerangkapikir
baru bagi dosen, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia
dalam memahami letak strategis penelitian bagi perubahan
sosial. Ini semua untuk mengantarkan terjadinya transformasi
sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang
senantiasa mengalami perubahan. Penelitian berbasis
masyarakat adalah sebuah komitmen moral dan intelektual
yang harus digalakkan.

vi
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Supporting
Islamic Leadership in Indonesia (SILE) atau Local Leadership for
Development (LLD) yang telah memberi dukungan penuh
atas lahirnya buku ini. Terimakasih disampaikan kepada
Center for Community-Based Research (CCBR) Kanada,
Institute for Community Engaged Scholarship, University of
Guelph dan Coady International Institute, St. Francis Xavier
University karena sebagian besar materi ini dikembangkan
dari hasil short course di lembaga tersebut. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang sudah
berkenan mengorbankan waktu, perhatian, dan sumberdaya
untuk kemajuan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, dan pengembangan ragam penelitian di Indonesia.

Surabaya, Agustus 2015


Rektor,

Prof. Dr. H. Abd. A’la, M.Ag.

vii
viii
Kata Pengantar LP2M

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha


Kuasa, atas terbitnya buku “Community-Based Research;
Sebuah Pengantar”. Penelitian yang merupakan salah satu
dari Tri dharma Perguruan Tinggi adalah bagian yang sangat
penting dan seharusnya lebih mendapat perhatian.
Peningkatan bantuan pendanaan pada dua tahun terakhir ini,
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
hasil penelitian, dan salah satu dari ikhtiar tersebut, Tim
LP2M UIN Sunan Ampel Surabaya yang didukung oleh
SILE/LLD Project menyusun buku penelitian dengan
pendekatan yang lebih berpihak kepada masyarakat.
Community-Based Research (CBR) sebagai pendekatan yang
dikembangkan di ranah akademik, menempatkan masyarakat
pada posisi yang seimbang (balance) dan setara (equal).
Masyarakat tidak lagi dijadikan sebagai obyek penelitian,
namun juga sebagai subyek atau mitra penelitian.
Keterlibatan masyarakat dalam penelitian sangat intensif. CBR

ix
menawarkan keterlibatan masyarakat pada berbagai level
partisipasi dan peran, serta berbagai proses penelitian mulai
dari tahap peletakan dasar (laying the foundation) hingga
penyusunan dan diseminasi hasil penelitian.
Fokus penelitian dengan metode ini adalah terjadinya
perubahan serta saling memberikan manfaat bagi para pihak
yang berkepentingan. Hal ini sejalan dengan pendekatan
yang dikembangkan dalam pengabdian masyarakat, yaitu
ABCD atau Asset-Based Community Development–yang lebih
mengedepankan aset yang dimiliki oleh masyarakat. Dua
pendekatan yang dikembangkan ini, mendukung tercapainya
visi LP2M; dekat dan saling memberi manfaat kepada
masyarakat.
Atas hadirnya buku ini, kami berharap dapat memperkaya
ragam penelitian yang mengintegrasikan pengabdian kepada
masyarakat sebagai bagian tak terpisahkan dalam proses
pengembangan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
misi tri dharma perguruan tinggi dan LP2M secara khusus.
Sebagai terbitan perdana, tentu masih terdapat beberapa
kekurangan. Oleh karenanya diperlukan revisi dan penyem-
purnaan secara berkelanjutan. Kritik dan saran konstruktif dari
semua pembaca dan pengguna sangat diharapkan.
Surabaya, Agustus 2015
Ketua,

Dr. H. Muh. Fathoni Hasyim, M.Ag.

x
Kata Pengantar Pusat Penelitian

Kehadiran buku ini, sebagai sebuah pendekatan penelitian


berbasis masyarakat, sejatinya turut memperkaya ragam
pendekatan dalam penelitian. CBR sebagai sebuah
pendekatan dengan sendirinya memayungi ragam penelitian
yang melibatkan dan atau dilaksanakan bersama-sama
dengan masyarakat. CBR berfokus pada terjadinya kolaborasi
antara peneliti dengan masyarakat. Kehadiran buku ini
merupakan langkah maju bagi UIN Sunan Ampel.
Kehadiran buku ini tak lepas dari hadirnya SILE/LLD Project di
kampus UIN Sunan Ampel. Melalui proyek ini, sejumlah
dosen dikursuskan baik di dalam negeri maupun ke luar
negeri untuk belajar secara khusus mengenai pendekatan
maupun cara dalam mengembangkan masyarakat. Salah
satunya adalah CBR.
Beberapa dosen yang dikursuskan tersebut, kemudian—dan
atas dukungan proyek—mengembangkan ilmu yang telah
didapat; mulai dari diseminasi, mempraktikkan hasil-hasil

xi
pengetahuan, sampai pada pengarusutamaan. Buku ini
menjadi bagian dari pengarusutamaan CBR di kampus UIN
Sunan Ampel Surabaya.
Buku ini ditulis bersama-sama melalui serangkaian kegiatan
yang didukung dan difasilitasi oleh SILE/LLD Project oleh
para dosen dan juga Civil Society Organization (CSO) mitra.
Dimulai dari FGD, penulisan, sampai pada review yang
melibatkan beberapa akademisi. Atas kerja keras dan
dedikasinya, saya mengucapkan terimakasih kepada para
penulis yang secara khusus berkontribusi pada terwujudnya
buku ini; A. Kemal Riza (Apa dan mengapa CBR penting;
sejarah dan asal usul CBR, menyusun laporan CBR); Nadhir
Salahuddin (Visi kemitraan dan kelahiran CBR di UIN Sunan
Ampel); Muhammad Hanafi (Konsep CBR); Luluk Fikri
Zuhriyah dan Rakhmawati (Tahapan CBR); Abdul Muhid
(Metode CBR); Nabiela Naily, Muhtarom, Iskandar Ritonga,
dan Dahkelan (Pengalaman CBR). Versi akhir buku ini juga
telah mendapat masukan dari Timothy G. Babcock, Rich
Janzen, Lota Bertulfo, Susan Wismer, Fatimah Husein, Jarot
Wahyudi, dan Theresia Erni.
Sebagai sebuah pengantar, jika isi buku ini secara teknis
kurang kaya, maka akan disempurnakan di kemudian hari.
Masukan-masukan dari para praktisi sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan selanjutnya.
Surabaya, Agustus 2015
Kepala,

Prof. Dr. H. Ali Mas’ud, M.Ag., M.Pd.I

xii
Daftar Isi

Kata Pengantar Rektor ........................................................ v


Kata Pengantar LP2M ........................................................ ix
Kata Pengantar Pusat Penelitian .......................................... xi
Daftar Isi .......................................................................... xiii
Daftar Tabel & Gambar .................................................... xv
Bab 1 - Pendahuluan .......................................................... 1
Visi Kemitraan dan Kelahiran CBR di UIN Sunan
Ampel Surabaya ............................................................ 3
Mengapa CBR Penting? ...............................................10
Sejarah dan Asal Usul CBR ..........................................13
Bab 2 - Konsep CBR ........................................................27
Landasan Filosofis CBR ................................................37
Paradigma CBR ...........................................................39
Prinsip CBR.................................................................48
Kriteria CBR ................................................................51
Tema dan Fokus CBR .................................................52
Bab 3 – Tahapan dan Metode CBR ..................................55
Tahapan CBR..............................................................55

xiii
Metode CBR...............................................................70
Peran dan Tanggungjawab Stakeholder dalam
CBR............................................................................81
Bab 4 - Pengalaman CBR .................................................83
CBR di Amerika Utara .................................................85
CBR di Afrika...............................................................98
CBR di Asia ...............................................................101
Bab 5 - Proposal CBR ....................................................115
Bab 6 - Penutup .............................................................123
Daftar Pustaka ................................................................127

xiv
Daftar Tabel & Gambar

Tabel 1: Istilah Penelitian yang Berhubungan


dengan CBR ............................................... 30
Tabel 2: Perbedaan Penelitian Tradisional dengan
CBR ........................................................... 34
Tabel 3: Pertanyaan Penelitian dan Contohnya ......... 61
Tabel 4: Tema dan Isu yang diteliti dalam CBR .......... 86
Gambar 1: Empat tahapan dalam CBR ...........................57
Gambar 2: Siklus Pengembangan Program Pendidikan
dalam melakukan fasilitasi hasil penelitian.......69

xv
xvi
Community-Based Research

Bab 1 - Pendahuluan

TIDAK butuh banyak alasan kenapa Community-Based


Research (CBR) dan penelitian-penelitian sejenis menjadi sangat
relevan dengan UIN Sunan Ampel Surabaya. Sebagai sebuah
lembaga keislaman yang menjunjung tinggi Islam sebagai
rahmatan lil alamin, kemanfaatan yang seharusnya ditularkan
oleh UIN Sunan Ampel tidak boleh terbatas pada fungsi-fungsi
utama yang diamanatkan oleh pemerintah. Perdebatan menge-
nai hal ini tidak pernah terjadi dan sudah disepakati seluruh
civitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya. Bahkan, CBR
dapat disebut sebagai salah satu cara UIN Sunan Ampel untuk
menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini
terlupakan atau bahkan tertindas tanpa harus kehilangan
jatidirinya sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi yang

-[ 1 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

mengedepankan produksi pengetahuan untuk kemanfaatan


bersama.
Dengan CBR, UIN Sunan Ampel Surabaya dapat mengab-
dikan dirinya kepada masyarakat melalui kegiatan penelitian yang
menempatkan masyarakat sebagai subyek dan bagian terpenting
dalam kehidupan. Bahkan untuk mendukung gagasan tersebut
upaya yang melakukan fungsi ketiga dharma perguruan tinggi
seharusnya dilaksanakan dengan baik lagi. Hal ini bisa diterima
jika kita mengingat bahwa dalam CBR semua proses dan hasil
aktifitas riset bersama masyarakat itu dapat diukur secara
empiris. Lagipula, hasil CBR harus berujung pada perubahan
sosial dan keadilan sosial sebagai tujuan akhir. Dalam prosesnya,
CBR juga harus memberdayakan dalam berbagai bentuknya.
Di lain pihak, CBR dapat mengurangi keangkuhan menara
gading perguruan tinggi yang mengklaim segala kebenaran dan
suci dari subyektifitas dan kepentingan. Dengan CBR, kebenaran
harus dinegosiasikan dengan kondisi-kondisi di komunitas. Butuh
lebih banyak waktu untuk mendengar, berdialog dan berdiskusi
untuk sebuah kebenaran yang adil di mata masyarakat.
CBR juga dapat menjadi salah satu wujud pertanggung-
jawaban UIN Sunan Ampel Surabaya kepada masyarakat.
Dengan memperbanyak kegiatan-kegiatan semacam CBR
diharapkan dapat mengasah kepekaan dan kepedulian sosial
akademisi dengan secara langsung berkolaborasi dengan
masyarakat menjawab berbagai tantangan hidup.
Dengan demikian, pelaksanaan penelitian CBR di UIN
Sunan Ampel bertujuan untuk: pertama, membentuk dan
mengembangkan model kolaborasi kegiatan penelitian antara
civitas akademika UIN Sunan Ampel dengan masyarakat

-[ 2 ]-
Community-Based Research

(komunitas); peneliti tidak saja merupakan peran para akademisi,


tetapi juga peran yang dimainkan oleh kelompok masyarakat
yang menginginkan peningkatan kualitas kehidupan.
Kedua, menguatkan, meng-update, serta mengkontekstua-
lisasikan khazanah keilmuan UIN Sunan Ampel dengan realitas
kekinian melalui penelitian guna menjawab persoalan riil di
tengah masyarakat; ketiga, memperkuat fungsi tri dharma secara
menyeluruh dengan mengintegrasikan hasil penelitian bagi
pembelajaran dan pengabdian kepada masyarakat.
Pada sisi pengajaran dan pembelajaran, CBR dapat menjadi
arena kontestasi keilmuan yang telah dilakukan di dalam kelas
dan sebaliknya dapat menjadi pengayaan keilmuan bagi
pembelajaran di kelas; dan keempat, meningkatkan fungsi
community engagement atau kemitraan antara UIN Sunan Ampel
dengan komunitas melalui kolaborasi untuk menjawab berbagai
isu dan mentransformasi realitas sosial yang dihadapi masyarakat.

Visi Kemitraan dan Kelahiran CBR di UIN


Sunan Ampel Surabaya
Tujuan keberadaan perguruan tinggi adalah memberikan
nilai kemanfaatan setinggi-tingginya kepada masyarakat. Melalui
fungsi pembelajaran, penelitian dan pengabdian, perguruan tinggi
menghasilkan lulusan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Berbagai cara ditempuh untuk memaksimalkan
dampak dan pengaruh sebuah perguruan tinggi. Termasuk
bagaimana sebuah perguruan tinggi menjadi wadah untuk
mengasah aspek kewargaan dari setiap individu. Perguruan tinggi
menjadi tempat yang cukup menjanjikan untuk sebuah proses

-[ 3 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

pendidikan menjadi warga yang baik dengan segala sikap yang


konstruktif.

Menerjemahkan istilah Community-based research tidaklah


semudah menerjemahkan istilah dari bahasa inggris ke bahasa
Indonesia. Upaya menerjemahkan tidak hanya
mempertimbangkan pertimbangan aspek bahasa, tapi juga
mempertimbangkan implikasi penggunaan istilah, misalnya
implikasi istilah berbasis dan istilah bersama dalam kaitannya
dengan prinsip penelitian.
Jika CBR diartikan sebagai penelitian bersama masyarakat,
maka prinsip kebersamaan menjadi lebih menonjol. Hal ini
tidak salah karena salah satu hallmark dari CBR adalah
participatory. Akan tetapi, sebagai sebuah continuum pola
hubungan, CBR dalam praktiknya sangat beragam dan
bervariasi, khususnya berkenaan dengan tingkat keiikutsertaan
berbagai pihak untuk meneliti. Tingkat participatory
(keikutsertaan atau kebersamaan) beragam dalam praktiknya.
Ada kalanya, partisipasi dan kebersamaan sangat intensif;
dalam berbagai tahapan, adakalanya partisipasi dan
kebersamaan tidak intensif. Akan tetapi, semua ragam
mekanisme ini berdasarkan kesepakatan. Pihak-pihak di sini
adalah pihak perwakilan kampus, pihak mitra komunitas dan
pihak lainnya yang terkait. Di sini, hallmark CBR yang lain
adalah community-relevance; untuk kepentingan dan manfaat
bagi masyarakat. Dalam hallmark ini, tidak ada ragam. Prinsip
ini merupakan ruh dari CBR. Karenanya, penerjemahan CBR
(community-based research) sebagai penelitian berbasis
komunitas menjadi lebih tepat daripada penelitian bersama
komunitas.

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menciptakan


suatu keterkaitan secara langsung di antara ketiga dharma
tersebut dengan kehidupan nyata keseharian. Berbagai proses
pembelajaran yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi menjadi
semakin relevan tatkala dilaksanakan melalui proses-proses yang

-[ 4 ]-
Community-Based Research

melibatkan masyarakat secara langsung. Proses belajar di kelas


tidak pernah menyamai proses pengalaman yang dirasakan
langsung oleh mahasiswa. Menghubungkan pembelajaran
dengan kehidupan berarti juga memberikan kesempatan
mahasiswa untuk melakukan pemahaman lebih dalam terhadap
apa yang telah dipelajari di kelas dengan realitas yang
sesungguhnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan
pembelajaran dari pengalaman bersama masyarakat, oleh
karenanya acapkali menggunakan metode pembelajaran
experiential learning, sebuah cara yang tidak saja membantu
murid memahami kehidupan, lebih dari itu, ia merupakan
metode menumbuhkembangkan cara berfikir yang kritis,
utamanya mengenai kehidupan.1
Demikian pula dengan dharma penelitian, ketika dilakukan
dengan mengikutsertakan masyarakat dalam prosesnya, maka
diyakini akan memberikan dampak kemanfaatan yang lebih.
Usaha-usaha menghasilkan gagasan-gagasan baru mengenai
kehidupan melalui penelitian tidak dipandang sebagai sebuah
usaha eksklusif sekelompok kecil manusia. Sejatinya usaha itu
merupakan usaha bersama bagi siapa saja yang memiliki minat
dan kepedulian untuk perbaikan kualitas kehidupan manusia.
Hanya segelintir orang yang tahu dan terpelajarlah yang paling
absah melakukan penelitian, sementara orang kebanyakan yang
kurang terdidik adalah obyek kajian semata, menjadi sebuah
pandangan yang tidak saja lemah, tetapi mengandung sikap
arogansi. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh perguruan
tinggi adalah ilmu yang hidup, demikian di berbagai perguruan
1
Andrew Furco, “Service-learning: a Balanced Approach to Experiential
Education,” B. Taylor, and Corporation for National Service (Eds.), Expanding
Boundaries: Serving and Learning (Washington, DC: Corporation for National
Service, 1996), 2-6.

-[ 5 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

tinggi di Eropa menyebut usaha ini sebagai proses menghasilkan


living knowledge.2 Ruang kerjasama penelitian oleh perguruan
tinggi bersama masyarakat menjadi sesuatu kebutuhan dengan
semangat menghasilkan perubahan dan ilmu pengetahuan yang
relevan serta kontekstual.
Menempatkan masyarakat sebagai mitra adalah bentuk
pengakuan akan keberadaan manusia dengan segala kompleksi-
tasnya. Upaya menyederhanakan kehidupan lewat berbagai
cara, justru tidak akan mampu menembus dan memahami
kehidupan yang kompleks, alih-alih menyelesaikan berbagai
tantangan yang ada. Hanya melalui kemitraan dimana terjadi
proses saling memberi dan menerimalah, kehidupan yang serba
kompleks ini dapat dijalani dan diupayakan perbaikan yang
berkelanjutan (sustainable). Melalui kerjasama berbagai aktor
kehidupan ini diyakini akan dapat diupayakan perbaikannya.
Lebih dari itu, membuka diri untuk kemitraan antara
universitas dengan masyarakat memiliki makna pengakuan atas
keterbatasan diri. Keistimewaan kehidupan tidak saja karena
kompleksitas yang terkandung di dalamnya, tetapi juga karena
adanya keterbatasan pada masing-masing, dan oleh karena itu
menumbuhkan semangat untuk bekerja bersama. Pola
hubungan kerjasama yang memungkinkan terjadinya hubungan
untuk berbagi atas apa yang dimiliki, juga menjadi alasan
mengapa perlu dilakukan penelitian-penelitian yang kolaboratif.
Upaya melakukan perbaikan yang didasarkan atas penelusuran
apa yang terjadi dan mencari peluang untuk perbaikan sangat
relevan dalam persoalan ini.

2
Lihat http://www.livingknowledge.org.

-[ 6 ]-
Community-Based Research

Penelitian adalah untuk perbaikan kehidupan. Apa yang


terbaik dalam kehidupan tidak saja ada di benak para akademisi,
melainkan ada di benak setiap orang. Sebuah penelitian untuk
memperbaiki kehidupan hanya dapat dilakukan melalui upaya-
upaya kolaboratif, baik bagi para akademisi maupun bagi
masyarakat secara umum. Kemampuan manusia untuk
menghadapi berbagai tantangan kehidupan akan meningkat
seiring dengan penguatan atas pola relasi sosial.
Menyadari akan berbagai hal positif dan peluang yang
konstruktif mengenai kemitraan universitas dan masyarakat inilah
UIN Sunan Ampel menetapkannya sebagai pilihan disain utama
untuk rencana strategis pengembangan. Kemitraan dengan
masyarakat dipandang sebagai sebuah disain yang akan
menyokong upaya penguatan fungsi perguruan tinggi melalui
keterpaduan (integrasi) di antara ketiganya.
Disain utama yang dirumuskan UIN Sunan Ampel dalam
rencana strategis bisnis 2014-2019 adalah terwujudnya
universitas Islam yang unggul dalam bidang pembelajaran,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat secara terpadu.
Keterpaduan ini dipahami sebagai upaya penguatan fungsi dari
masing-masing tri-dharma. Proses pembelajaran kepada
mahasiswa akan lebih bermakna tatkala dilaksanakan bersamaan
dengan pemanfaatan kaidah dan prosedur penelitian yang baik,
serta dalam rangka memberikan layanan (pengabdian) kepada
masyarakat. Demikian pula dengan kegiatan penelitian yang
memberikan ruang lebih besar kepada keterlibatan masyarakat
diyakini akan menghasilkan penelitian yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat sehingga merupakan perwujudan dari
pengabdian perguruan tinggi yang sesungguhnya karena berbasis
penelitian. Dalam naskah rencana strategi bisnis UIN Sunan

-[ 7 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Ampel 2014-2019, hal ini tertuang sebagai sebuah isu strategis


yang ingin dicapai dengan rumusan “Pengembangan sistem
pembelajaran berbasis riset dan pengabdian masyarakat”.3
Keterpaduan tri-dharma mensyaratkan bahwa operasio-
nalisasi fungsi dharma tersebut harus sesuai dengan konteks
kehidupan masyarakat yang sedang berlangsung. Hal ini sejalan
dengan karakter kajian keislaman yang dikembangkan di UIN
Sunan Ampel yang memiliki kekuatan pada kajian keislaman yang
aktual dan kontekstual menawarkan wajah Islam keindonesian
kepada dunia. Corak kajian keislaman ini hanya mungkin
diwujudkan tatkala operasionalisasi tri-dharma secara sistematis
didisain dan diselenggarakan atas dasar kemitraan dengan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan sebuah rencana
kemitraan universitas dengan masyarakat yang diharapkan
menjadi dasar pijakan penyelenggaraan UIN Sunan Ampel
sebagai sebuah dukungan untuk mewujudkan rencana strategis
bisnis UIN Sunan Ampel 2014-2019.
Kemitraan dengan masyarakat merupakan strategi penting
sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perguruan tinggi untuk
merespon kecenderungan terkini dan mengantisipasi
perkembangan masa depan kehidupan masyarakat. Maka,
kontribusi positif perguruan tinggi sebagai rumah pendidikan dan
produksi pengetahuan yang relevan dengan perkembangan
zaman akan dapat diwujudkan. Kemitraan UIN Sunan Ampel
dengan masyarakat merupakan komitmen bersama dalam
rangka menciptakan proses pendidikan dalam rangka menghasil-
kan pemimpin di masa yang akan datang untuk pembangunan
yang berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, penciptaan
3
UIN Sunan Ampel, Naskah Rencana Strategi Bisnis UIN Sunan Ampel 2014-
2019 (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014), 129.

-[ 8 ]-
Community-Based Research

perdamaian, dan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Sehingga


UIN Sunan Ampel diharapkan dapat berkontribusi secara
langsung, sesuai dengan wilayah kajian keilmuannya pada krisis
kemanusiaan terkini. Hal ini sejalan dengan perhatian dan
komitmen UNESCO berkaitan dengan bagaimana meningkat-
kan tanggungjawab sosial perguruan tinggi.
Kemitraan universitas dengan masyarakat didasarkan atas
pola hubungan yang bersifat saling memberi dan menerima. Hal
ini diterjemahkan ke dalam berbagai kepentingan. Pertama,
kemitraan merupakan pola hubungan atas dorongan saling
berbagi sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang
bermitra. Pola ini akan memberikan kesempatan di antara kedua
belah pihak atau lebih untuk saling mengisi dan menerima
kemanfaatan. Kedua, kemitraan merupakan pola hubungan
dimana diharapkan pengaruh kerjasama tersebut akan semakin
besar dan kuat pada kehidupan masyarakat. Melalui kemitraan
diharapkan, baik universitas maupun masyarakat dapat membe-
rikan dampak yang semakin bermakna bagi kehidupan. Hal ini
didasarkan atas pemahaman bahwa kemitraan merupakan
instrumen yang dianggap cukup efektif untuk memberikan
penguatan, baik pada level hubungan yang terjalin, termasuk
pada keluaran ataupun dampak yang dihasilkan. Atas dasar
berbagai pertimbangan strategis inilah, UIN Sunan Ampel
membangun kemitraan dengan masyarakat dan menganggap
sebagai sebuah terobosan dan keunggulan yang akan
dikembangkan.
Dalam bidang penelitian, konsekuensi dari upaya integrasi
di antara berbagai dharma tersebut serta strategi kemitraan
adalah lahirnya kegiatan penelitian yang bermitra dengan
masyarakat. Penelitian bersama masyarakat yang di dunia luas

-[ 9 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

dikenal dengan Community-Based Research (CBR) ini tidak


sekedar sebagai sebuah varian penelitian. Praktik CBR
merupakan sebuah komitmen untuk kehidupan yang lebih baik.
Pengalaman UIN Sunan Ampel dengan CBR telah
dilaksanakan sejak diterapkannya PAR pada KKN mahasiswa
program sarjana, pola pengabdian dosen, serta sebagai
pendekatan pengembangan masyarakat untuk program studi
Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. Pendekatan atas pengembangan masyarakat pada
PAR telah dirintis UIN Sunan Ampel sejak tahun 2006. Telah
banyak hasil tulisan yang dipublikasikan. Praktik PAR juga telah
memberikan perubahan pola berfikir tentang berbagai prinsip
penting dalam memahami dinamika kehidupan yang dipandang
sebagai sesuatu yang kompleks, dan oleh karena itu dibutuhkan
kolaborasi, partisipasi dan tindakan untuk perubahan. Kehadiran
CBR yang datang belakangan tidak saja memperkaya, lebih dari
itu menguatkan untuk memungkinkan diadopsinya berbagai
pendekatan pengembangan masyarakat melalui jalur penelitian.

Mengapa CBR Penting?


Singkat kata, CBR adalah penelitian bersama masyarakat
untuk mengatasi permasalahan yang dialami masyarakat. CBR
muncul dari berkembangnya koneksi antara para peneliti dan
organisasi berbasis komunitas yang secara bersama-sama
melakukan berbagai bentuk kegiatan penelitian, dengan
menggunakan metodologi ilmiah, yang menggunakan sebuah
pendekatan: pendekatan berbasis komunitas.4 Dalam definisi

4
E. Demange, E. Henry, A. Bekelynck, M. Préau, “A Brief History of
Community-Based Research,” Demange, E., Henry, E., Préau, M., From

-[ 10 ]-
Community-Based Research

yang lain, Community-Based Research didefinisikan sebagai


sebuah kerjasama dalam penelitian dan saling menguntungkan
antara peneliti kampus (dosen dan mahasiswa) dengan
komunitas yang bertujuan untuk sebuah gerakan sosial (social
action) dan perubahan sosial (social change) dengan tujuan akhir
untuk mencapai keadilan sosial.5 Dalam definisi yang lain, CBR
dinyatakan sebagai sebuah riset yang dilakukan komunitas dan
kepakaran akademis untuk mengeksplorasi dan menciptakan
peluang-peluang bagi terjadinya aksi sosial dan perubahan
sosial.6
Dari dua definisi sederhana ini, CBR minimal memiliki
beberapa elemen penting. CBR adalah sebuah penelitian
dengan segala ciri dan metodenya. CBR juga harus melibatkan
dua pihak secara setara dan saling menguntungkan di antara
peneliti kampus (dosen dan mahasiswa). CBR juga harus
bermaksud untuk melakukan gerakan sosial dan perubahan
sosial demi tercapainya keadilan sosial. Dari beberapa ciri ini,
CBR memiliki perbedaan dengan penelitian konvensional pada
umumnya. Perbedaan tersebut adalah adanya keterlibatan
komunitas dalam tim peneliti dan adanya tujuan akhir untuk
mencapai keadilan sosial.
Apapun definisinya, CBR menempatkan komunitas sebagai
aspek terpenting. Dalam CBR, komunitas bisa berupa kelompok

Collaborative Research to Community-Based Research; A Methodological Toolkit


(Paris: ANRS/Coalition PLUS. Coll. Sciences sosiales et sida, 2012).
5
Washburn University, Working Together: Forging Campus Community
Partnerships Through Community-Based Research
6
Brenda Roche, New Directions in Community-Based Research (Wellesley
Institute, 2008), http://www.wellesleyinstitute.com/wp-content/uploads/20-
11/11/newdirectionsincbr.pdf, h. 2

-[ 11 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

dengan identitas tertentu atau dalam pengertian yang luas dalam


bentuk organisasi-organisasi berbasis komunitas. Organisasi
berbasis komunitas ini bisa dipandang sebagai semakna dengan
“masyarakat yang di dalamnya terdapat orang-orang yang
memiliki kesamaan di aspek-aspek tertentu. Misalnya, mereka
mungkin hidup di wilayah geografis yang sama dan/atau
terdampak oleh permasalahan yang sama. Meskipun demikian,
komunitas lebih kompleks dan memiliki makna yang bermacam-
macam.
Mengingat komunitas adalah sekumpulan individu, maka
komunitas juga terdiri dari laki-laki dan perempuan, orang
dewasa dan anak-anak, kelompok mayoritas maupun minoritas
yang ada dalam komunitas tersebut, individu kaya dan miskin,
serta individu yang memiliki otoritas lebih maupun yang hanya
menjadi pengikut dalam komunitas.
Di akhir abad ke-19, komunitas dimaknai sebagai sebuah
entitas alami, yang merupakan hasil dari hubungan afektif,
emosional dan tradisional di antara anggota-anggotanya. Akan
tetapi, sejak pertengahan abad ke-20, persepsi ini berkembang
karena komunitas dianggap sebagai hasil dari konstruksi sosial
dimana individu-individu di dalamnya memiliki kesamaan
identitas yang membedakannya dengan khalayak umum di luar
komunitas tersebut. Atas dasar beberapa pengertian komunitas
di atas, komunitas bisa terbagi menjadi tiga bentuk.
Pertama, komunitas alami (natural community) yang
dibangun atas hubungan-hubungan yang sudah ada, baik atas
dasar kewilayahan ataupun sosial. Misalnya, sebuah komunitas
yang berisi semua orang yang memiliki perilaku yang sama
(misalnya: kelompok-kelompok profesi), atau individu-individu
yang memiliki kondisi yang sama (misalnya, perempuan korban

-[ 12 ]-
Community-Based Research

KDRT). Komunitas ‘alami’ ini tidak didefinisikan sendiri oleh


anggota-anggotanya, tetapi diklasifikasikan oleh pengamat luar.
Kedua, komunitas yang terbangun secara sosial (socially
constructed community) yang didasarkan atas rasa memiliki atau
identitas dan kesamaan norma, nilai dan kebutuhan. Misalnya,
kelompok-kelompok keagamaan. Terakhir adalah komunitas
terorganisir (organized community) yang dibangun di atas institusi
yang sama. Para anggotanya melakukan aksi bersama atas dasar
kehendak bersama.7 Misalnya, komunitas minoritas keagamaan
yang memperjuangkan hak-hak dasar mereka.

Sejarah dan Asal Usul CBR


Perkembangan Kemitraan Universitas-Masyarakat
Kritik yang saat ini berkembang terhadap dunia pendidikan
tinggi adalah terdapatnya hubungan yang tidak responsif
terhadap komunitas. Kritik ini sudah menggema dalam sejarah
sejalan dengan suara-suara yang mempertanyakan sifat dan
tujuan ilmu pengetahuan. Di antara suara yang menyampaikan
hal ini adalah Francis Bacon yang menyatakan bahwa tujuan
akhir ilmu pengetahuan adalah untuk kemanfaatan dan
kegunaannya bagi kehidupan. Selain itu, John Dewey juga
mengingatkan pentingnya merangkai ilmu pengetahuan dengan
kepedulian sosial.8 Ide-ide yag disampaikan ahli filsafat ilmu
tersebut nampaknya semakin relevan pada saat ini, ketika
lingkungan di sekitar kampus sedang berjuang dengan tantangan

7
Demange, dkk, “A Brief History of Community-Based Research.
8
Kerry Strand et. al., Community-Based Research and Higher Education:
Principles and Practices (San Francisco: Wiley Bass, 2003).

-[ 13 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

yang semakin berat, dimana sumber daya yang dimiliki


perguruan tinggi dapat membantu untuk mengatasinya.
Di antara permasalahan-permasalahan tersebut adalah
pembusukan kehidupan perkotaan, ancaman lingkungan,
melebarnya jurang kemiskinan, permasalahan keluarga seperti
pendidikan, kesehatan, perumahan, kriminalitas dan kenakalan
remaja, serta pengangguran. Beberapa pihak bahkan menye-
rukan kembalinya perguruan tinggi ke misinya yang dahulu
sebagai perguruan tinggi yang bertujuan untuk melayani
kebutuhan masyarakat setempat, atau institusi daerah yang
dibentuk untuk membantu kebutuhan setempat. Kelompok
pertama ini menganggap bahwa tujuan perguruan tinggi tidak
lain adalah untuk melayani dan menyediakan sesuatu yang
berguna untuk masyarakat, diawali dari masyarakat di sekitar
mereka.
Pada saat yang sama, kita juga mendengar tuntutan
pekerjaan bagi para akademisi untuk lebih responsif terhadap
kesejahteraan umum. Dalam kaitan dengan kelompok yang
kedua ini, Ernest Boyer mengkritisi definisi yang sempit terhadap
dunia akademis sebagai riset untuk mencari pengetahuan yang
baru dan membahas isu berkaitan tentang bagaimana
‘pengetahuan untuk penemuan’ berfungsi sebagai satu-satunya
kunci bagi kehidupan akademis bagi para akademisi, khususnya
di universitas-universitas riset. Padahal, menurut Boyer ada
beberapa jenis kehidupan akademis yang tidak kalah pentingya,
yaitu bidang integrasi keilmuan, aplikasi keilmuan, dan
pengajaran. Jenis-jenis kehidupan akademis tersebut seringkali
diabaikan atau paling tidak, dianggap sepele. Secara khusus, dia
beranggapan bahwa aplikasi keilmuan adalah yang paling cocok
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan masyarakat. Dia

-[ 14 ]-
Community-Based Research

menantang lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk memikir-


kan kembali sistem promosi akademisi dan merubah arah upaya
mereka, dengan cara mengembangkan sumber daya yang
dibutuhkan untuk menangani penyakit-penyakit yang mengge-
rogoti masyarakat.9
Kekuatan lain atau kekuatan ketiga untuk perubahan ini
adalah munculnya kesadaran di kalangan kampus bahwa mereka
gagal dalam mempersiapkan mahasiswa untuk hidup setelah
lulus dan untuk mampu bertanggungjawab secara sosial serta
mampu terlibat dalam kehidupan sipil dan politik. Secara
perlahan, kita mulai belajar bahwa lulusan perguruan tinggi pasti
akan terlibat dalam permasalahan politik dalam masyarakat.
Mereka juga pasti akan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang
berpotensi untuk menimbulkan perubahan yang positif. Mereka
juga pasti akan terlibat secara aktif dalam kehidupan sipil.
Mengutip pernyataan Dewey10 yang menyatakan bahwa
pendidikan adalah tempat terbaik untuk belajar partisipasi
demokratis, para pendidik mulai menantang perguruan tinggi
untuk bergerak di luar arah mata kuliah dan kurikulum tradisional
untuk mempersiapkan mahasiswa menuju kewargaan
demokratis. Secara bertahap, ada beberapa strategi untuk
pendidikan kewarganegaraan bagi mahasiswa, misalnya kegiatan
volunteering (suka rela) dan service learning (pembelajaran dan
pengabdian).11

9
Ernest Boyer, Scholarship Reconsidered: Priorities of the Proffessionate; A
Special Report (The Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching).
10
Strand, Community-Based Research and Higher Education.
11
Secara esensial service learning bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
pembelajaran pengalaman dimana mahasiswa berusaha mengintegrasikan
layanan pengabdian masyarakat dengan pembelajaran yang telah dirancang di

-[ 15 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Sebagai akibat tiga kekuatan di atas, di tahun-tahun akhir


pada abad ke-20 muncul sebuah peningkatan yang dramatis
dalam keterlibatan perguruan tinggi dalam komunitas mereka.
Pada periode ini, sejumlah perguruan tinggi kembali ke model
lama, yang merupakan bagian dari komunitas dengan cara
membangun koneksi dengan komunitas yang seringkali berada
di luar pagar kampus. Banyak perguruan tinggi kemudian
melakukan kemitraan dengan sekolah-sekolah, kantor pelayanan
sosial, dunia usaha, RT-RW, dan penyedia layanan kesehatan
baik dengan lembaga pemerintahan, perusahaan atau yayasan-
yayasan.
Kemitraan ini telah menghasilkan sejumlah kegiatan
outreach dimana ribuan mahasiswa dan dosen berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan untuk masyarakat, misalnya (1)
pemagangan di bidang pendidikan, kerja sosial, dan psikologi; (2)
proyek riset; (3) kegiatan-kegiatan layanan di komunitas lokal.
Keefektifitasan kegiatan kemitraan ini telah diperkuat dengan
didirikannya Campus Compact, yaitu sebuah organisasi yang
memiliki perhatian terhadap meningkatnya peluang layanan
untuk mahasiswa dan dosen dan juga program service learning
yang telah menjadi umum dilakukan di perguruan tinggi.12
Secara khusus, sebuah kegiatan yang sangat menjanjikan
yang dihasilkan dari kemitraan antara akademisi dan komunitas
adalah Community-Based Research (CBR). CBR adalah sebuah
kemitraan di antara mahasiswa, akademisi dan anggota

dalam perkuliahan untuk memperkaya materi perkuliahan. Lihat, Tim


Penyusun Panduan Service learning, Panduan Service Learning UIN Sunan
Ampel Surabaya (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015)
12
Lebih lanjut mengenai kegiatan Campus Compact dalam dilihat dalam
http://www.compact.org/

-[ 16 ]-
Community-Based Research

komunitas yang secara berkolaborasi terlibat dalam penelitian


dengan tujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan
mendesak yang dihadapi komunitas sehingga dapat mengarah
pada perubahan sosial. Komunitas dalam konteks ini—termasuk
lembaga pendidikan (termasuk di dalamnya sekolah-sekolah),
organisasi-organisasi berbasis masyarakat dengan berbagai jenis-
jenisnya, kantor-kantor pemerintah dan non-pemerintah yang
bertugas memberikan layanan (seperti Puskesmas, klinik), atau
sekelompok orang yang mungkin tidak tinggal bersama di suatu
wilayah tetapi memiliki kesamaan dalam aspek budaya, sosial,
politik, kesehatan, atau ekonomi (seperti persatuan buruh,
kelompok minoritas, dan kelompok-kelompok identitas seperti
gay, lesbian dan lain-lain).
Terkadang CBR juga berfokus pada permasalahan
setempat yang dihadapi oleh sebuah komunitas atau sebuah
organisasi. Fokus ini bersifat regional, nasional, ataupun global.
Dalam setiap kasus, komunitas terdiri dari orang-orang yang
tertindas, tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan ekonomi,
terpinggirkan, yaitu mereka yang tidak diuntungkan dengan
kondisi sosial, politik dan ekomoni yang ada saat ini.13
Jadi, dalam ungkapan yang luas akan tetapi penting, CBR
berarti berkarya untuk keadilan sosial dan ekonomi. Dengan
menempatkan pertanyaan sosial, politis dan tujuan moral dalam
pusaran utama bagi misi kesejarahan perguruan tinggi baik dalam
pengajaran, penelitian dan layanan, CBR memiliki peran penting
dalam menjalankan mandat perguruan tinggi dalam melayani
masyarakat sebagai warga negara.

13
Demange, et.al., “A Brief History of Community-Based Research.

-[ 17 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Pengaruh Kesejarahan terhadap CBR


Tidak dapat dipungkiri, CBR memiliki sejarah yang lama
dan beragam. Keragaman ini dicerminkan dalam berbagai
terminologi yang digunakan untuk riset jenis ini; action research,
participatory research, popular education, dan participatory action
research, yang kesemuanya menjelaskan perbedaan-perbedaan
kesejarahan terkait kondisi politik dari riset yang dilakukan dan
tingkat keterlibatan komunitas dalam riset tersebut. Apalagi,
praktisi riset partisipatoris dalam berbagai bidang di berbagai
belahan dunia memiliki akar sejarah yang berbeda-beda.
Tidak dapat dipungkiri bahwa jejak akar kesejarahan CBR
dapat ditemukan dalam berbagai disiplin ilmu sosial dan bidang-
bidang profesional, baik dalam dunia kampus atau di luar dunia
kampus. Asal-usul yang multi-disipliner ini menyulitkan dalam
merekonstruksi sejarah CBR yang tepat. Akan tetapi,
perbedaan-perbedaan ini sudah tidak kentara lagi dewasa ini.
Tanpa menghiraukan asal-usul disiplin keilmuannya atau istilah
yang digunakan, banyak peneliti berbasis masyarakat merujuk
beberapa aliran sejarah yang sama.
Di abad ke 20 yang lalu, paling tidak ada 3 (tiga) pengaruh
dasar yang telah bersinggungan dalam CBR: pertama, sebuah
model popular education, yang menekankan keterlibatan orang
dalam melatih diri mereka untuk perubahan sosial. Kedua,
sebuah model action research, yang digunakan para akademisi
yang berkaitan dengan lembaga-lembaga sosial utama. Ketiga,
sebuah model participatory research, yang menekankan
keterlibatan orang dalam melakukan riset mereka sendiri untuk
perubahan sosial.14

14
Kerry Strand et al, Community-Based Research and Higher Education:
Principles and Practices, (Wiley Bass, San Francisco, 2003)

-[ 18 ]-
Community-Based Research

Model Popular Education


Pengaruh model popular education terhadap CBR memiliki
banyak sumber penting. Di awal dekade abad ke-20, gerakan
rumah hunian (settlement house movement) marak di Amerika
Serikat. Dalam gerakan ini, banyak perempuan dari keluarga
kaya pindah ke kawasan kumuh perkotaan untuk memberikan
layanan bagi masyarakat miskin kota. Dalam beberapa kasus,
mereka juga berupaya melakukan perubahan sosial. Di antara
kelompok yang terkenal dalam model ini adalah Hull-House
yang didirikan oleh Jane Addams dan Ellen Gate Starr di tahun
1889. Karya penting yang sudah dihasilkan staf Hull-House
antara lain sebuah proyek riset pemetaan pola penggunaan
tanah yang dilakukan secara memikat dan proses popular
education yang menjadi layanan sosial dan agenda aksi sosial
yang dilakukan oleh Hull-House. Model yang dilakukan Hull-
House ini telah menjadi sebuah pengaruh yang penting dalam
bidang perencanaan pemberdayaan (empowerment planning).15
Pengaruh lain yang penting terhadap CBR adalah
Highlander Folk School, sekarang dikenal dengan Highlander
Research and Education Center yang didirikan oleh Myles
Horton.16 Highlander menjadi penting karena telah mengem-
bangkan sebuah model popular education yang menekankan
kemampuan masyarakat dalam memperoleh pengetahuan
mereka sendiri tanpa bantuan ahli dari luar. Kegiatan mereka
bertempat di Tennessee dan memiliki fokus bekerja untuk
kelompok Appalachia, yaitu salah satu kelompok yang tidak
memperoleh pendidikan formal dan kekuasaan.

15
Strand, Community-Based Research and Higher Education.
16
Ibid.

-[ 19 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Di antara perkembangan model popular education dan


participatory action yang dilakukan oleh Highlander adalah
sebuah proyek yang mendukung pemogokan yang dilakukan
oleh pekerja industri kayu di tahun 1933. Highlander membawa
pekerja dan keluarga mereka untuk bersama-sama melakukan
riset terhadap industri penebangan kayu di wilayah mereka.
Highlander juga mengembangkan sebuah model penebangan
kayu yang berkelanjutan, sehingga dapat melindungi hutan dan
pekerjaan para penebang kayu untuk jangka waktu yang lama.
Di era 1950an, Highlander juga terlibat dalam mengin-
tegrasikan organisasi-organisasi buruh yang berasal dari
kelompok ras yang berbeda-beda, termasuk di dalamnya
memperjuangkan pendidikan yang setara bagi kelompok Afro-
Amerika di tahun 1954. Setelah banjir besar melanda wilayah
Appalachia di tahun 1977, Highlander membantu penduduk
lokal, organisasi komunitas dan akademisi untuk melakukan
penyelidikan kondisi yang menghasilkan kemiskinan yang merata
di wilayah tersebut dengan tujuan untuk melakukan perubahan
melalui aksi komunitas. Dalam prosesnya, penduduk belajar
keahlian melakukan penelitian dan berpartisipasi aktif dalam
politik sipil untuk melakukan perubahan aturan pajak daerah—
yang ternyata telah menghancurkan ekonomi daerah tersebut,
dan hanya menguntungkan pemilik tanah asing yang kebanyakan
adalah perusahaan pertambangan batubara.
Highlander membangun sebuah model pendidikan orang
dewasa (adult education) yang berfokus pada kebutuhan-
kebutuhan yang dikumpulkan oleh komunitas yang menjadi
panutan peneliti-peneliti lain dalam CBR. Di antara peneliti
adalah mereka yang meneliti dalam proyek pajak di Iowa untuk
suku Indian yang melibatkan para anthropolog, yang

-[ 20 ]-
Community-Based Research

menggabungkan antara riset dengan aksi bersama suku


tersebut.17
Paulo Freire juga merupakan tokoh sentral dalam popular
education yang memiliki pengaruh pada CBR, terutama melalui
bukunya Pedagogy of the Oppressed.18 Buku tersebut dikem-
bangkan dari pengalamannya dalam pemberantasan buta huruf
di Brasil. Freire meyakini kekuatan pendidikan sebagai alat politik
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tertindas baik dalam
level setempat atau global. Dia mengaitkan pendidikan dengan
agenda perubahan sosial, dimana pendidikan disandingkan
dengan penyelidikan terhadap kondisi sosial dan kemudian
transformasi.
Tulisan Freire menjadi dasar bagi sebuah model riset
partisipatoris dari aspek teoritis dan praktisnya. Karyanya ini
memberikan inspirasi bagi para akademisi dan aktifis untuk
bekerjasama bersama anggota masyarakat dalam melakukan
riset, mendidik dan merencanakan proyek-proyek perubahan
sosial yang berkelanjutan dan dapat dikendalikan oleh komunitas.
Dalam proyek-proyek tersebut, pembelajaran melalui penyeli-
dikan menempati peran yang sentral.19

17
Lebih lanjut tentang highlander ini, lihat di websitenya: http://highlander-
center.org/about-us/
18
Paulo Freire, Pedagogy of the Oppressed (New York and London:
Continuum, 1970).
19
Strand, Community-Based Research and Higher Education.

-[ 21 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Model Action Research


Pengaruh kedua terhadap CBR adalah model aksi yang
mengakar pada karya Kurt Lewin di tahun 1948.20 Dia
menggunakan istilah action research untuk menggambarkan
sebuah pendekatan yang populer di dekade 1950an, sebagai
sebuah alat untuk meningkatkan produktifitas pekerja dan
kepuasan mereka melalui hubungan yang demokratis. Hasil kerja
Lewin ini dianggap sebagai pengaruh yang konservatif terhadap
CBR karena menempatkan penekanan yang kecil terhadap
partisipasi komunitas yang aktif dan tidak berusaha menentang
relasi kuasa yang sudah mapan. Meskipun demikian, model
action research ini berguna bagi mereka yang ingin memahami
perubahan, inovasi dan perbaikan organisasi dengan cara
menggabungkan teori dan praktik.
Pada dekade-dekade selanjutnya, sebuah model sejenis
juga muncul dalam karya yang ditulis oleh William Foote Whyte
(1991). Model Whyte, yang disebutnya sebagai Participatory
Action Research, mengikuti Lewin yang menitikberatkan pada
manajemen di tempat kerja. Demikian juga, PAR dianggap masih
mengabaikan konflik kelas, sehingga kembali memantik
perdebatan antara peneliti riset aksi, di satu pihak, dengan
mereka yang menekankan pentingnya melakukan riset untuk
melayani kelas yang lebih rendah dalam berjuang melawan
penindasan.21

20
E. Paradis, J. Mosher, Take the Story, Take the Needs, and Do Something:
Grassroots Women’s Priorites for CommunityBased Participatory Research and
Action on Homelessness (Toronto: The Canadian Homelessness Research
Network Press, 2012). Report housed on the Homeless Hub at
www.homelesshub.ca/Library/View.aspx?id=55138, 5.
21
Strand, Community-Based Research and Higher Education.

-[ 22 ]-
Community-Based Research

Model Participatory Research


Pengaruh ketiga terhadap CBR berasal dari model riset
partisipatoris yang lebih berorientasi pada konflik. Disini,
karakteristik krtitik sosial dan politis yang marak pada dekade
1960an – 1990an juga melihat pendekatan yang dominan dalam
riset sosial, khususnya asumsi-asumsinya terkait tujuan riset,
kemungkinan obyektifitas, hubungan antara peneliti dan yang
diteliti, etika pengumpulan data, kepemilikan hasil penelitian,
pelaporan hasil temuan, dan epistemologi.
Kekuatan yang muncul dari upaya-upaya pemberdayaan
komunitas yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga
menaikkan momentum terhadap kritik-kritik di atas. Misalnya, di
awal dekade 1970an, para pakar ilmu sosial di negara-negara
maju bekerja sebagai staf ahli bantuan untuk negara dunia ketiga
di Tanzania menjadi frustrasi dengan kekakuan metode
penelitian ilmu sosial yang berlaku di Barat untuk diterapkan di
setting Afrika.
Metode-metode ini didasarkan pada empirisme dan
positivisme yang kaku, lengkap dengan obsesinya terhadap
konstruksi instrumen dan kedalaman yang dibatasi dengan
ketepatan statistik dan kemungkinan replikasi. Para ahli ini
menemukan bahwa tim mahasiswa yang terlibat dan penduduk
desa setempat yang meneliti permasalahan seperti pengang-
guran di kalangan remaja dan kekurangan gizi yang disebabkan
oleh isu sosial ekonomi ternyata jauh lebih efektif dalam
menemukan informasi yang dibutuhkan dari masyarakat
dibanding dengan metode yang digunakan para pakar ilmu sosial
di Barat. Keberhasilan pengumpulan data ini lebih bertumpu

-[ 23 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

pada berbagi pengetahuan bersama penduduk setempat yang


mengetahui dan menggunakan budaya setempat. Pakar-pakar
ilmu sosial ini juga menyadari bahwa metode-metode penelitian
konvensional yang selama ini mereka gunakan—yang
menempatkan peneliti sebagai pihak yang mengendalikan
produksi dan distribusi pengetahuan—ternyata hanya dapat
menghasilkan sebuah model yang mengukuhkan dominasi Barat
terhadap negara-negara Afrika yang sedang berkembang.
Atas dasar pemikiran ini para pekerja pemberdayaan mulai
menggunakan pengetahuan setempat untuk memperoleh solusi
teknis atas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, dengan
cara diminta untuk menyampaikan pengalaman, keahlian,
kebijakan mereka sendiri untuk penelitian yang sedang
dilakukan.22
Praktik-praktik sejenis kemudian diadopsi untuk menangani
perubahan sosial di bagian-bagian Amerika Latin dan Asia. Kedua
wilayah tersebut juga mengalami pedihnya berjuang
memerdekakan diri dari dominasi diktator asing. Misalnya,
Orlando Fals-Borda yang bekerja dengan petani yang berjuang
memperoleh tanah di Kolumbia, perjuangan masyarakat untuk
mendapat perlindungan melawan penggundulan hutan di India,
dan upaya-upaya untuk mengamankan hak-hak bagi pemukim
petani di Filipina Selatan.23

22
L. Hall, “In the cold? Reflections on participatory research from 1970-
2005,” Convergence, 38, 1 (2005), 6-7. http://www.eslarp.uiuc.edu/PAR%20-
RG/Hall%20PAR%201970-2005%20Convergence.pdf (diakses pada tanggal
21 April 2015).
23
Meredith Minkler, “Community-Based Research Partnerships: Challenges
and Opportunities,” Journal of Urban Health: Bulletin of the New York Academy
of Medicine, Vol. 82, No. 2, Supplement 2 (2005), 114.

-[ 24 ]-
Community-Based Research

Kritik-kritik terhadap penelitian positivistik berlanjut


mengemuka dan sampai dengan akhir dekade 1970an proyek-
proyek riset partisipatoris sedang dilaksanakan di belahan Bumi
utama seperti Swiss, Kanada, Inggris, Belanda, Italia, dan
Amerika Serikat. Sampai awal dekade 1980an, kelompok-
kelompok internasional didirikan dan mulai menulis tentang riset
partisipatoris. Di antara organisasi-organisasi ini adalah Council for
Adult Education’s Participatory Research Group di Toronto
(Kanada) dan Society for Participatory Research di Asia. Proyek-
proyek riset partisipatoris juga dilakukan di kawasan perkotaan
dan pedesaan Amerika Utara (AS dan Kanada) dalam berbagai
disiplin, misalnya kesehatan masyarakat, sosiologi, antropologi,
psikologi masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.24
Di Amerika Utara, riset partisipatif sejak saat itu diadopsi
dalam proyek-proyek untuk kelompok-kelompok yang secara
tradisional tidak diuntungkan oleh kondisi yang ada seperti para
imigran Latin, penduduk asli Amerika (Suku Indian), orang
dengan keterbatasan fisik (penyandang cacat), isu-isu perem-
puan, dan isu-isu kesehatan mental masyarakat.
Meskipun buku-buku di bidang riset partisipatoris bermun-
culan, sebagian besarnya berasal dari kalangan organisasi riset
nirlaba, bukan dari lembaga pendidikan tinggi. Salah satu alasan
utamanya adalah karena di kalangan akademisi masih ada
ketegangan antara lembaga-lembaga riset tradisional dan
kebutuhan komunitas yang berada di luar kampus.
Atas dasar inspirasi-inspirasi kesejarahan di atas, CBR
(Community-Based Research) juga biasa disebut dengan istilah-
istilah lain. Di antara istilah-istilah lain tersebut adalah

24
Strand, Community-Based Research and Higher Education.

-[ 25 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Community-Based Participatory Research, Community Wide


Research, Community-Involved Research dan Community-
Centered Research.25 Tidak dapat dipungkiri bahwa CBR di
Amerika Utara saat ini dipakai untuk memayungi berbagai
pendekatan penelitian yang berorientasi pada aksi dan
partisipatoris (action and participatory research).26

25
Barbara A. Israel, Amy J. Schulz, Edith A. Parker, and Adam B. Becker,
Review Of Community-Based Research: Assessing Partnership, Approaches
to Improve Public Health (Annu. Rev. Public Health, 1998), 19, dan 177.
26
Catherine Etmanski, Teresa Dawson, dan Budd L. Hall, “Introduction,”
Catherine Etmanski, Teresa Dawson, dan Budd L. Hall, Learning and Teaching
Community-Based Research: Linking Pedagogy to Practice (Toronto: University
of Toronto Press, 2014), 5.

-[ 26 ]-
Community-Based Research

Bab 2 - Konsep CBR

TERDAPAT berbagai macam nama yang digunakan untuk


mengidentifikasi penelitian yang dikembangkan dari dua tradisi
besar, Action Research dan Participatory Research yang menolak
nilai-nilai Paradigma Positivistik. Action Research sendiri, yang
dipelopori oleh Kurt Lewin, berkembang menjadi beragam
bentuk dan nama penelitian dalam disiplin ilmu yang berbeda,
seperti Industrial Action Research, Practical Action Research,
Classroom Action Research, dan belasan nama lainnya. Begitu
juga dengan Participatory Research, penelitian ini dikenal dan
berkembang dengan bentuk dan nama yang berbeda, seperti
Emancipatory Research, Popular Education, Rapid Rural Appraisal,
Collaborative Research, dan berbagai nama lainnya pada disiplin
yang berbeda.
Adanya kesamaan sikap penolakan terhadap Paradigma
Positivistik dan penghargaan terhadap masyarakat sebagai co-

-[ 27 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

researcher yang selama ini dianggap sebagai subyek bahkan


seringkali obyek penelitian, mendorong beberapa upaya untuk
menggabungkan praktik dan nama kedua tradisi penelitian di atas
menjadi Participatory Action Research (PAR). Sebagai sebuah
istilah, PAR untuk pertama kalinya diperkenalkan dan digunakan
oleh Orlando Fals Borda. Istilah-istilah ini sering kali
dipertukarkan penggunaannya untuk menggambarkan pelbagai
penelitian yang dilakukan oleh, bersama, atau untuk masyarakat
yang biasanya dibedakan dengan penelitian pada atau tentang
masyarakat. Sejak saat itu, PAR menjadi istilah umum untuk
penelitian sejenis.
Pada perkembangan selanjutnya, istilah PAR lebih banyak
mengakomodasi pemikiran dan praktik penelitian yang mengu-
sung agenda perubahan masyarakat yang dikembangkan di
negara-negara Selatan yang bersifat revolutif, dan karena itu
kurang mewakili tradisi penelitian perubahan masyarakat yang
bersifat reformatif.1 Untuk kembali menampung dua tradisi besar
penelitian alternatif yang berorientasi pada perubahan sosial ini,
digunakan istilah baru yang lebih inklusif, yaitu Community-Based
Research (CBR). Secara bahasa, istilah ini bisa diterjemahkan
menjadi Penelitian Berbasis Masyarakat.
CBR sendiri didefinisikan beragam mulai dari sebagai
bentuk baru gerakan penelitian sampai pada model penelitian.2
Di sini, CBR didefinisikan sebagai model penelitian transformatif

1
R. Stoecker, “Community-based Research: From Practice to Theory and
Back Again,” Michigan Journal of Community Service Learning, 9, 2 (Winter,
2003), 35-46.
2
http://comm-org.wisc.edu/papers2004/tinkler/1.htm Establishing a Concep-
tual Model of Community-based Research through Contrasting Case Studies,
2004.

-[ 28 ]-
Community-Based Research

yang diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan


masyarakat, kolaborasi, dan perubahan sosial yang menempat-
kan masyarakat yang peduli berperan serta bukan sebagai
subyek penelitian tetapi sebagai mitra kerja sama dan agen
perubahan. Dalam CBR, penelitian dipandang sebagai alat untuk
memberdayakan anggota masyarakat sebagai mitra untuk
memproduksi pengetahuan (bersama kalangan akademik,
organisasi masyarkat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya)
yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan mengupa-
yakan perubahan untuk persoalan-persoalan penting masya-
rakat.
Istilah lain yang juga sering digunakan untuk model
penelitian ini adalah Community-Based Participatory Research
(CBPR). Dua istilah ini, CBR dan CBPR sering digunakan sebagai
wadah atau payung bagi berbagai macam pendekatan penelitian
yang berorientasi kepada aksi dan partisipatori masyarakat.3
Selain dua istilah di atas, Community-Led Research (CLR) juga
sesekali dipakai tetapi jarang digunakan kalangan akademik
karena community-based dianggap lebih identik dengan dunia
kampus.4 Begitu juga dengan pemakaian CBPR, istilah ini lebih
banyak digunakan untuk penelitian-penelitian dalam bidang
kesehatan.5 Berikut ini adalah berbagai nomenklatur penelitian
yang berhubungan dengan CBR:

3
Etmanski, Learning and Teaching Community-based Research, 5.
4
Ibid.
5
Nina Wallerstein dan Bonnie Duran, “The Theoretical, Historical, and
Practice Roots of CBPR dalam Community-Based Participatory Research for
Health,” dalam http://www.academia.edu/3713231/THE_THEORETICAL_-
HISTORICAL_AND_PRACTICE_ROOTS_OF_CBPR_Chapter_2_CBPR_for
_Health. 27 (diakses pada tanggal 21 April 2015).

-[ 29 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Tabel 1: Istilah Penelitian yang Berhubungan dengan CBR


No Istilah Referensi
1 Action Inquiry Argyris, Putnam, & Smith, 1985;
Torbert & Taylor, 2008
2 Action Learning Coghlan & Coughlan; Zuber-Skerrit,
(Research) 2002
3 Action Research Lewin, 1948; Reason &Bradbury;
Stringer, 2007
4 Arts-based Research Eisner, 1981, 1997; McNiff, 1998
5 Arts-informed Knowles & Cole, 2008
Research
6 Classroom Action Kemmis & McTaggart, 2000
Research
7 Collaborative Inquiry Bray, Lee, Smith, & York, 2000
8 Collaborative Action Fals-Borda & Rahman, 1991; Hall,
Research 1992; Hall, Gillette, & Tandon,
1982; Kemmis & McTaggart, 2000;
Park, Brydon-Miller, Hall, & Jackson,
1993
9 Community Action Brown & Reitsma-Street, 2003;
Research Reitsma-Street, 2002
10 Community-based Israel, Schultz, Parker, Becker, Allen,
Participatory Research & Guzman, 2003; Minkler &
Wallerstein, 2003
11 Community Ristock & Pennel, 1996
Empowerment
Research
12 Community Service Marullo, 1996; Mooney & Edwards,
Learning 2001; Strand, 2000
13 Community-partnered Jones & Wells, 2007

-[ 30 ]-
Community-Based Research

No Istilah Referensi
Participatory Research
14 Community-university Ball & Jansyt, 2008; Jansson, Benoit,
Partnership Casey, Philips, Burns, 2010
15 Constructivist or Lincoln, 2001
Fourth-Generation
Inquiry
16 Co-operative Inquiry Heron, 1996
17 Decolonizing Tuhiwai Smith, 1999
Methodology
18 Emancipatory or Fals-Borda & Rahman, 1991; Hall,
Liberatory Research 1992; Hall, Gillette, & Tandon,
1982; Kemmis & McTaggart, 2000;
Park, Brydon-Miller, Hall, & Jackson,
1993
19 Engaged Scholarship Fitzgerald, Burrack, & Seifer, 2010
20 Feminist Action Maguire, 2001
Research
21 Feminist Community Creese & Frisby, 2011
Research
22 Indigenous Kovach, 2009
Methodology
23 Knowledge Santos, 2012, 2007
Democracy
24 Knowledge Dobbins, Robeson, Ciliska, et.al.,
Mobilization 2009; Levin, 2008; Sá, Li & Faubert,
2001
25 Knowledge Translation Banister, Leadbeater, & Marshal,
2010; Jansson, Benoit, Casey,
Phillips, & Burns, 2010
26 Organizational Action Burke, Lake, & Paine, 2009; Coghlan

-[ 31 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

No Istilah Referensi
Research & Brannick, 2010
27 Participatory Research Fals Borda & Rahman, 1991; Hall,
1992; Hall, Gillette, & Tandon,
1982; Kemmis & McTaggart, 2000;
Park, Brydon-Miller, Hall, & Jackson,
1993
28 Participatory Action Fals Borda 2001; Fals Borda &
Research Rahman, 1991; Kemmis &
McTaggart, 2000; Selener, 1997
29 Participatory Campbell, 2002; Hayward, Simpson,
Development & Wood, 2004; Kothari, 2001;
Oakley, 1991
30 Participatory Evaluation Brunner & Guzman, 1989;
Chambers, Wedel, & Rodwell,
1992; Jackson & Kassam, 1998;
Wallerstein, 1999
31 Participatory Rural Chambers, 1994; 1997; Chambers
Appraisal & Blackburn, 1996
32 Popular Epidemiology Brown, 1992; Corburn, 2005; Wing,
1998
33 Research as Ceremony Wilson, 2008
34 Rapid Assessment De Koning & Martin, 1996
Procedures
35 Rapid Rural Appraisal De Koning & Martin, 1996
36 Reflective Practitioner Heron & Reason, 2006; Reason,
Inquiry 1994; Rowan, 2006
37 Scholarship for Boyer, 1990, 1996
Engagement
38 Science Shop Living Knowledge: The International
Science Shop Network, n.d.

-[ 32 ]-
Community-Based Research

No Istilah Referensi
39 Street Science Brown, 1992; Corburn, 2005; Wing,
1998
40 Tribal Participatory Fisher & Ball, 2003
Research

Dari sekian banyak jenis penelitian yang berhubungan


dengan partisipasi masyarakat dan tindakan, masing-masing, di
samping mempunyai perbedaan yang menjadi ciri khas, juga
mempunyai unsur kesamaan yang pada akhirnya penelitian itu
bisa diklasifikasi menjadi satu. Salah satu istilah yang bisa
digunakan untuk menggambarkan berbagai penelitian kemitraan
masyarakat dan kampus itu adalah CBR.6 Secara umum, unsur-
unsur kesamaan yang menjadi ciri-ciri CBR yang menjadi
pembeda dengan penelitian sosial lainnya antara lain:
1. Relevan dengan kehidupan masyarakat
Penelitian mempunyai keterkaitan dengan kepentingan
masyarakat termasuk isu-isu praktis yang sering dihadapi dan
selalu dibingkai dalam konteks masyarakat. Keterlibatan
masyarakat memberikan ruang terumuskannya focus kajian
sebuah peneliti dari kacamata kepentingan masyarakat itu
sendiri. Mengingat pada hakikatnya merekalah yang
menjalankan kehidupan.
2. Partisipatoris
Adanya kerja sama dalam melakukan setiap tahapan
penelitian mulai dari rancangan penelitian sampai diseminasi.
Peran dari berbagai pihak baik dari kalangan akademik atau
6
Margaret R. Boyd, “Community-based Research: Understanding the
Principles, Practices, Challenges, and Rationale,” The Oxford Handbook of
Qualitative Research (Oxford: Oxford University Press, 2014), 501.

-[ 33 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

anggota masyarakat bersifat resiprokal, timbal-balik yang


saling mengutungkan. Selain partisipatoris, ada istilah lain
juga digunakan untuk menggambarkan hubungan timbal
balik ini yaitu kolaboratif. Pola partisipatoris membawa
konsekuensi diperlukannya ketrampilan untuk memfasilitasi
berbagai pihak yang terlibat. Partisipatoris menunjukkan
semangat untuk memberikan kesempatakan kepada
berbagai kalangan yang selama ini hanya menjadi obyek
kajian belaka. Melalui partisipasi proses penelitian akan
menjadi hidup dan dekat dengan realitas yang
sesungguhnya.
3. Berorientasi pada tindakan
Proses penelitian yang dilakukan dengan cara kolaboratif-
partisipatoris berujung pada adanya perubahan positif yang
membawa manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat dan
mendorong terwujudnya kesetaraan sosial.7
Secara umum CBR bisa dibedakan dengan penelitian-
penelitan sebelumnya yang seringkali secara pejoratif diidentifikasi
dengan penelitian tradisional. Berikut ini adalah perbedaan
antara CBR yang juga seringkali dimanfaatkan sebagai bentuk
Service-learning dengan penelitian lainnya:
Tabel 2: Perbedaan Penelitian Tradisional dengan CBR
Aspek Penelitian Tradisional CBR
Tujuan utama Mengembangkan ilmu Mengupayakan
Penelitian pengetahuan sesuai perbaikan masyarakat;
disiplinnya perubahan sosial,

7
Joanna Ochocka, “Community-Based Research,” disampaikan dalam
Advanced CBR Training yang diselenggarakan oleh SILE/LLD UIN Sunan
Ampel Surabaya, di Hotel Singgasana Surabaya, 25-29 Agustus 2014.

-[ 34 ]-
Community-Based Research

Aspek Penelitian Tradisional CBR


keadilan sosial,
Sumber Karya teoritis dan Berangkat dari kepen-
pertanyaan empiris yang ada dalam tingan masyarakat dan
penelitian disiplin masing-masing mengoptimalkan po-
tensi, kemampuan,
pengetahuan, perha-
tian maupun kerangka
pikir masyarakat
Perancang dan Peneliti terlatih, yang Kolaborasi antara
pelaksana mungkin juga dibantu peneliti ahli, maha-
penelitian oleh asisten-asisten siswa, dan masyarakat
profesional
Peran peneliti Peneliti an-sich Kolaborator, mitra,
dan pembelajar
Peran masyarakat Obyek yang diteliti, Kolaborator, mitra,
masyarakat sebagai dan pembelajar
kelinci percobaan dan
laboratorium, atau
tanpa peran sama sekali
Mahasiswa Tidak ada atau hanya Kolaborator, mitra,
sebatas asisten dan pembelajar
Hubungan para Berjangka pendek, Berjangka panjang,
peneliti dengan berbasis tugas, dan multi dimensi, dan
responden terpisah terhubung
penelitian
Ukuran nilai Diterima dan ditentukan Kebermanfaatan
penelitian oleh peneliti sesama untuk masyarakat dan
lainnya (melalui kontribusi terhadap
publikasi) perubahan sosial
Pemilihan metode Sesuai dengan standar Berpotensi untuk
pengumpulan data baku penelitian, mendapatkan

-[ 35 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Aspek Penelitian Tradisional CBR


obyektifitas, dikendalikan informasi yang
peneliti ahli, cenderung dibutuhkan, kepekaan
berpendekatan terhadap
kuantitatif dan positivistik pengetahuan
eksperiensial, sesuai
dengan standar baku
penelitian, dan
aksesibilitas; terbuka
untuk beragam dan
gabungan pendekatan
Penerima manfaat Peneliti akademik Peneliti akademik,
penelitian mahasiswa,
masyarakat mitra
Kepemilikan data Peneliti akademik Masyarakat
Bentuk presentasi Laporan tertulis Sangat beragam,
kreatif, dan satu
penelitian bisa
dipresentasi lebih dari
satu bentuk (seperti
video, drama, tulisan
naratif).
Media diseminasi Presentasi di konferensi Berbagai forum yang
akademik dan diajukan bisa mendatangkan
ke jurnal pengaruh signifikan:
media massa, forum
publik, tempat-
tempat pertemuan
masyarakat, anggota
dewan.

-[ 36 ]-
Community-Based Research

Landasan Filosofis CBR


Lahir sebagai respon atas nilai-nilai filsafat Positivistik, CBR
berkembang dengan pemikiran filsafat kritis yang berakar dari
Pendidikan Kritis (Paulo Freire dan John Dewey), Teori Kritis
(Karl Marx dan C.W. Mills), Epistemologi Pengetahuan (Thomas
Kuhn), Teori Feminist (Jane Addams),8 Pengetahuan Kritis
Emansipatoris (Habermas), dan Filsafat Kearifan (Maxwell).
CBR merefleksikan perubahan paradigma dari pemikiran
positivistik ke arah pemikiran yang bersifat holistik, sinergetik,
dan berparadigma transdisipliner.9 Oleh karena itu juga, CBR
tidak diperlakukan sebagai sebuah metodologi penelitian; peneliti
tidak didikte oleh satu metode penelitian tertentu untuk
mengumpulkan data yang dikehendaki dan cara menganalisanya.
Faktor yang lebih menentukan adalah terwujudnya perubahan
sosial yang diupayakan.
Secara umum ada dua aliran pemikiran filsafat yang sering
dijadikan landasan filosofis CBR. Pertama adalah Filsafat
Pragmatisme yang dikembangkan John Dewey ke dalam teori
pendidikan eksperiensial, Learning by Doing dan Filsafat Kritis
yang dikembangkan Paulo Freire ke dalam teori pendidikan
kritis, Pedagogy of the Oppressed.10 Dua pemikiran ini yang
menandai dua model CBR, yang pertama dalam tradisi Amerika
Utara dianggap sebagai CBR mainstream, sementara yang kedua
dinilai sebagai CBR radikal.11

8
Boyd, “Community-based Research…”, 500.
9
Ibid., 503.
10
Stoecker, Community-based Research, 38
11
Ibid., 40.

-[ 37 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Kedua pemikiran menghendaki adanya perubahan sosial


dari kegiatan-kegiatan penelitian. Dengan kata lain, penelitian
dijadikan media perubahan dan keadilan sosial. Meskipun
demikian, teori sosial yang digunakan berbeda. Dewey dan
pendukung model Action Research banyak dipengaruhi oleh
teori Fungsionalis yang menyatakan bahwa "masyarakat
cenderung kepada keseimbangan alami dan pembagian peran
kerja berkembang melalui kebutuhan sosial dan kemampuan
individual.” Teori ini memandang perubahan mendadak dalam
masyarakat kurang menguntungkan karena mengganggu
keseimbangan masyarakat yang ada dan karena itu mendorong
adanya perubahan yang mantap meskipun terasa lamban dan
bertahap melalui kerjasama.12 Sementara itu, Freire dan
pendukung Participatory Research mendasarkan pemikirannya
pada Teori Konflik yang mempunyai asumsi bahwa masyarakat
terbagi atas, terutama perusahaan dan pekerja, laki dan
perempuan, kulit putih dan kulit hitam. Oleh karena itu,
ketidakseimbangan dibutuhkan dalam masyarakat terpetak-petak
seperti ini sehingga menutup peluang kalangan elit untuk
memperoleh dominasi absolut dan membuka kesempatan
kalangan bawah menciptakan perubahan melalui organisasi
tindakan kolektif dan konflik.13 Dengan kata lain, pemikiran yang
pertama menekankan pada integrasi sosial, sedangkan yang
kedua menfokuskan pada konflik sosial, untuk mewujudkan
tujuan perubahan dan keadilan sosial.
Kendati banyak upaya sudah dilakukan untuk mendamaikan
dua grand theory dalam ilmu sosial ini, hasil yang diharapkan
tetap nihil karena asumsi-asumsi dasarnya terlalu kontradiktif satu
12
Ibid.
13
Ibid.

-[ 38 ]-
Community-Based Research

sama lain. Meskipun demikian, kenyataannya sekarang


menunjukkan bahwa pertentangan kedua teori ini sudah
mereda, bukan karena kontradiksinya sudah berhasil didamaikan
melainkan disebabkan oleh terpinggirkannya grand theory itu,14
melalui banyaknya kritik terhadap kedua teori itu dan digantikan
dengan petit narrative (penjelasan-penjelasan singkat) dari
berbagai aliran pemikiran Post-strukturalisme, Post-kolonialisme,
dan Feminisme, yang hadir sebagai tantangan terhadap tata nilai
ilmu pengetahuan modern.15

Paradigma CBR
Paradigma adalah seperangkat keyakinan dasar yang
berhubungan dengan prinsip-prinsip utama. Keyakinan ini
menggambarkan pandangan dunia yang menentukan sifat atau
ciri dasar alam, manusia, dan berbagai pola hubungan antara
manusia dan alam. Guba dan Lincoln memberikan kontribusi
yang berharga dalam pemetaan aneka ragam paradigma dalam
penelitian, seperti positivistik, post-positivistik, kritik, dan
konstruktivistik yang memiliki pandangan dan asumsi ontologi,
epistemologi, dan metodologi yang berbeda.16 Sementara itu,
Heron dan Reason mengusulkan paradigma partisipatoris
sebagai pandangan dunia baru. Dari paradigma inilah, CBR
dikembangkan sebagai model penelitian yang memanfaatkan

14
Ibid.
15
Wallerstein, “The Theoretical, Historical, and Practice Roots of CBPR…,
35.
16
Egon G. Guba dan Yvonna S. Lincoln, “Paradigmatic Controversies,
Contradictions, and Emerging Confluences,” Norman K. Denzin dan Yvonna
S. Lincoln (ed.), Qualitative Research (London: Sage Publication 1994), 191.

-[ 39 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

berbagai metodologi penelitian yang teknik-teknik penggaliannya


berdasarkan Co-operative Inquiry.17
Paradigma partisipatoris berdiri di atas keyakinan bahwa
realitas adalah hasil intekasi antara alam, realitas primordial dan
pikiran. Pikiran secara kreatif terlibat dalam alam semesta dan
hanya bisa diketahui melalui construct-nya, abstraksi dari
fenomena yang diamati, baik yang bersifat afektif, imaginatif,
konseptual, dan praktis.18 Heron menggambarkan hubungan
antara pikiran dan alam sebagai dua entitas yang terlibat dalam
tarian kreatif yang menghasilkan apa yang dikenal dengan realitas.
Dengan kata lain, realitas merupakan buah interaksi dari alam
dan cara pikiran terlibat di dalamnya.19
Sebagaimana pernyataan Skolimowski, filosof Polandia
yang mengatakan bahwa “Kita selalu mengambil bagian dalam
apa yang kita deskripsikan, sehingga apa yang kita anggap sebagai
realitas sebetulnya adalah produk dari tarian antara pikiran
individual atau kolektif dengan apa yang di luar sana, alam
semesta yang primordial. Pandangan dunia partisipatif ini menjadi
jantung metodologi yang menekankan partisipasi sebagai strategi
intinya.20
CBR yang lahir dari paradigma partisipatoris memiliki ciri
utama pembentuk paradigma penelitian; ontologi, epistemologi,
aksiologi dan metodologi. Penjelasan mengenai keempat

17
John Heron, Co-operative Inquiry; Research into the Human Condition
(London: Sage Publication, 1996), 274.
18
Ibid., 10.
19
Heron, Co-operative Inquiry, 187.
20
J. Heron dan P. Reason, “A Participatory Inquiry Paradigm,” Qualitative
Inquiry, 3, 3 (1997): 274-294.

-[ 40 ]-
Community-Based Research

pembentuk paradigma CBR ini dapat disimak dalam penjelasan


berikut:

Ontologi Subyektif-Obyektif
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang
bentuk dan sifat realitas atau apa yang bisa diketahui darinya. Ada
berbagai aliran dan pemikiran dalam ontologi yang dijadikan
sebagai dasar penelitian. Satu paradigma penelitian mempunyai
keyakinan ontologi tersendiri yang berbeda dengan lainnya.
Berbeda dengan penelitian tradisional yang menggunakan
metode kuantitatif dengan klaim bebas nilainya dan
penghargaannya terhadap obyektifitas hasil penelitian dan
beberapa pendekatan kualitatif yang lebih menghargai nilai
subyektifitas, CBR mendukung posisi subyektif-obyektif secara
simultan.
Ontologi subyektif-obyektif menunjukkan bahwa ada
hubungan timbal balik dan partisipatoris di balik abstraksi
konseptual mengenai realitas. Hubungan ini juga bersifat
transaksional dan interaktif.21 Aktivitas indrawi yang menjadi pintu
masuk pengetahuan, seperti memegang, meraba, merasa,
mendengar, dan melihat sesuatu itu tidak sepenuhnya
menggambarkan tentang yang mengindra dan apa yang diindra.
Aktivitas itu menggambarkan bahwa orang yang mengindra
selalu dalam keadaan terhubung, terkait, dan sama-sama terlibat
dengan yang diindra. Kesadaran seseorang sebagai subyek
pengetahuan bisa merasakan partisipasi dan kontribusi dari apa
yang diketahui. Dengan keyakinan ontologis seperti ini, CBR
ingin meneliti masyarakat melalui pengalaman mereka secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari.

21
Ibid.

-[ 41 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Epistemologi yang Diperluas


Epistemologi mengacu pada sifat dasar hubungan antara
yang mengetahui dan apa yang bisa diketahui. Guba dan Lincoln
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan konvensional menuntut
adanya posisi obyektif orang yang mempelajari sesuatu dengan
melepaskan dirinya dari obyek yang diketahuinya supaya
menemukan bentuk realitas sebenarnya. Hal ini disebabkan oleh
keyakinan bahwa dunia yang sejati bisa diketahui secara utuh.22
Dalam keyakinan ini juga terdapat praduga bahwa hubungan
antara yang mengetahui dan yang diketahui itu terpisah dan
mandiri yang tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh
karena itu, usaha mencari kebenaran berupa fakta-fakta obyektif
dan terukur melalui data empiris sangat dijunjung tinggi.
Sebaliknya, CBR bertumpu pada epistemologi yang
diperluas yang lebih mendukung keutamaan pengetahuan praktis
dari pada empiris. Dalam CBR, peneliti terlibat secara aktif
dengan yang diteliti dan bukti-bukti yang didapatkan diperoleh
melalui paling tidak empat cara yang saling mendukung, yaitu
eksperiensial, presentasional, proposisional, dan praktis.23
Berikut ini adalah penjelasan dari keempat cara pengetahuan dari
epistemologi yang diperluas.
Pertama, pengetahuan eksperiensial. Cara ini mengacu
pada perjumpaan langsung dengan orang, tempat, waktu, atau
hal lainnya yang diteliti. Ini adalah cara mengetahui melalui
partisipasi dan rasa empati terhadap yang diteliti sehingga peneliti

22
Y. Lincoln dan E. Guba, “Paradigmatic Controversies, Contradictions, and
Emerging Confluences,” N. Denzin dan Y. Lincoln (eds), The Handbook of
Qualitative Research (London: Sage, 2000), 191.
23
Heron dan Reason, “A Participatory Inquiry Paradigm…”, 274-294

-[ 42 ]-
Community-Based Research

merasa menyatu dan sekaligus berbeda dengan yang diteliti. 24


Pengetahuan eksperiensial ini memaksimalkan sifat dasar
persepsi yang partisipatoris yang digagas oleh Husserl dan
Merleau-Ponty. Kekerasan dan kelembutan, kekasaran dan
kehalusan, sinar mentari dan rembulan hadir di hadapan kita
bukan semata sebagai obyek sensorik melainkan semacam
hubungan simbiosis benda luar yang merasuki diri kita dan kita
sendiri siap menyambutnya. Pengetahuan eksperiensial
merupakan bentuk pengalaman langsung dari seseorang dengan
dunianya yang saling menentukan.25
Kedua, pengetahuan presentasional. Cara pengetahuan ini
berdasarkan pengetahuan eksperiensial dan merupakan cara
menuangkan pengalaman melalui gambar ruang dan waktu
seperti, lukisan, tarian, tulisan, seni dan cerita. Bentuk-bentuk ini
melambangkan baik rasa harmoni dengan alam maupun makna
utama yang tertanam dalam simbol-simbol itu.26
Ketiga, pengetahuan proposisional. Pengetahuan ini identik
dengan pengetahuan empiris, yaitu cara mengetahui sesuatu
melalui fakta-fakta berdasarkan pemikiran konseptual. Jenis
pengetahuan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan,
fakta, dan teori. Ini adalah cara utama yang digunakan dalam ilmu
pengetahuan konvensional dan dipercaya sebagai satu-satunya
cara menemukan kebenaran. Dalam CBR, pengetahuan ini
diperlakukan sebagai salah satu cara mengetahui yang saling
tergantung dan mendukung ketiga cara lainnya.

24
Heron, Co-operative Inquiry, 281.
25
Ibid.
26
Ibid.

-[ 43 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Keempat, pengetahuan praktis. Ini adalah cara mengetahui


yang diprioritaskan dalam CBR. Pengetahuan praktis adalah
pengetahuan mengenai bagaimana melakukan sesuatu. Ini
adalah pengetahuan dalam tindakan. Pengetahuan praktis adalah
penyempurnaan dan pemenuhan usaha mencari pengetahuan.27
Bentuk pengetahuan ini mensintesakan kerja konseptualisasi dan
pengalaman kedalam tindakan.
Dalam batas-batas tertentu, masing-masing cara
pengetahuan di atas bisa berdiri sendiri dan digunakan untuk
kepentingan tertentu. Meskipun demikian, dalam tulisan ini
keempat cara pengetahuan itu digunakan secara bersamaan
untuk saling melengkapi hasil CBR. Sebagai konsekuensinya,
perubahan yang diharapkan melalui CBR itu berdasarkan bukti-
bukti yang didapatkan melalui keempat cara tersebut. Dalam
CBR, peneliti membangun teori melalui tindakan dan aksi; teori
dibangun berdasarkan praktik-praktik yang dianggap sebagai
praktik yang baik. Kelompok peneliti menguji teori ini dalam
kehidupan nyata dengan cara mempraktikkannya dan
merefleksikan dalam kaitannya dengan pengetahuan
proposisional. Semakin kongruen empat cara pengetahuan itu
maka semakin valid bukti-bukti untuk mempraktikkannya.

Aksiologi
Selain dari tiga ciri utama pembentuk paradigma penelitian,
ontologi, epistemologi, dan metodologi, terdapat ciri lain lain
yang tidak kalah pentingnya yaitu aksiologi. Ini adalah bagian
paradigma yang berhubungan dengan sifat dasar nilai dan
menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan apa yang

27
Ibid., 34.

-[ 44 ]-
Community-Based Research

dianggap secara intrinsik berharga.28 Paradigma partisipatoris


dipergunakan untuk menjawab pertanyaan semacam ini demi
mengembangkan kehidupan manusia. Pengembangan manusia
dilihat sebagai proses partisipasi sosial yang di dalamnya terdapat
unsur keseimbangan yang saling memungkinkan kehidupan
menjadi mandiri, bekerja sama, dan bekerjanya sistem sosial.
Pengembangan manusia dinilai secara intrinsik berharga dan
pengambilan keputusan secara partisipatoris dipandang sebagai
sarana untuk mencapai tujuan yang memungkinkan orang untuk
ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dalam setiap
konteks sosial yang bisa mengembangkan potensi mereka dalam
banyak hal.29

Metodologi
Istilah metodologi dan metode seringkali membingungkan.
Dalam tulisan ini, istilah metodologi dimaknai sebagai kerangka
konseptual untuk melakukan penelitian yang didasarkan pada
teori. Sementara itu, metode dipahami sebagai teknik dan
prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Salah satu metodologi yang sangat sesuai dengan CBR
adalah Co-operative inquiry. Metodologi ini bersifat tindakan
partisipatoris yang dimaksudkan untuk melakukan penelitian
bersama masyarakat dan bukan tentang atau di tengah-tengah
masyarakat. Metodologi ini melibatkan masyarakat dalam proses
transformatif perubahan dengan siklus melalui beberapa
pengulangan tindakan dan refleksi. Co-operative inquiry terdiri
atas serangkaian langkah-langkah logis yang meliputi identifikasi
masalah atau pertanyaan, pengembangan model atau kerangka

28
Heron dan Reason, “A Participatory Inquiry Paradigm…”, 287.
29
Heron, Co-operative Inquiry, 11.

-[ 45 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

penelitian, pelaksanaan model ke dalam penelitian dan


perekaman atau pencatatan apa yang terjadi, dan refleksi
pengalaman serta pemaknaan semua proses yang telah dilalui.
Oleh karena itu, bukti mengenai apa yang disebut praktik terbaik
dihasilkan oleh masyarakat yang menguji praktik mereka sendiri
serta merefleksikannya.
Sebagai sebuah model penelitian, CBR bukanlah penelitian
yang dikendalikan oleh metode. Dalam CBR, metode yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang masyarakat
beserta kondisinya berasal dan dikembangkan dari prinsip-
prinsip dasar CBR, metodologi Co-operative inquiry, dan
pertanyaan penelitian itu sendiri.
Pertanyaan penelitian selalu difokuskan pada keinginan
untuk mengetahui sesuatu tentang masyarakat atau kondisi
mereka. Kritik utama terhadap penelitian konvensional adalah
bahwa metode yang digunakan kurang memadai sekaligus
kurang tepat untuk penelitian sosial karena masyarakat adalah
entitas yang bisa menentukan diri sendiri. Metode penelitian
sosial konvensional, sesuai dengan dasar pemikirannya, seringkali
mengabaikan dan meninggalkan manusia sebagai subyek dari
entitas yang berpikir dan membuat keputusan yang mendorong,
merancang, mengelola, dan membuat kesimpulan dari sebuah
penelitian.
Pengabaian seperti itu memperlakukan subyek penelitian
sebagai entitas yang kurang bisa menentukan diri sendiri,
mengasingkan mereka dari proses penelitian dan dari
pengetahuan yang menjadi hasil penelitian itu, dan oleh karena
itu merendahkan bahkan menganulir hasil penelitian yang

-[ 46 ]-
Community-Based Research

menggunakan metode yang melibatkan masyarakat.30 Usaha-


usaha perubahan sosial, seperti pengembangan manusia, yang
diawali dengan menunjukkan bukti-bukti meyakinkan untuk
mempraktikkan gagasan-gagasan baru yang melibatkan masyara-
kat seharusnya dimulai dengan pelibatan mereka dalam
penentuan metode yang tepat untuk mengumpulkan data dan
cara memahaminya. Produksi pengetahuan tentang masyarakat
tanpa partisipasi penuh mereka dalam penentuan prosesnya
berarti menciderai keberadaan dan melanggar hak-hak mereka
karena mengabaikan kapasitas otonomi masyarakat. Hal ini jelas
tidak etis secara mendasar.31
Pertanyaan penelitian menjadi jantung penelitian itu sendiri
dan menjadi titik awal penelitian. Gadamer menyatakan bahwa
jika terlalu sibuk dengan tujuan penelitian beserta metode atau
tekniknya berarti mengkhianati jiwa penelitian sosial. Pertanyaan
penelitian itulah awal penting sebuah penelitian, dan bukan
metodenya.32 Dialektika muncul di antara peneliti dan perta-
nyaannya. Bagaimana seseorang mengkerangkai pertanyaan
penelitian itu mempengaruhi cara seseorang meneliti.
Dalam CBR, apapun metode yang dipilih harus bisa
mengakomodasi gagasan partisipasi penuh dari semua yang
terlibat. Oleh karena itu, metode kualitatif seperti interview,
penulisan jurnal, interaksi yang terekam, kejadian-kejadian
penting, laporan naratif, dan kelompok diskusi lebih diutamakan.
Tidak hanya itu, CBR mendorong peneliti untuk mengembang-

30
Peter Reason, Participation in Human Inquiry (London: Sage, 1994), 325.
31
Heron, Co-operative Inquiry, 21.
32
Max Van Manen, Researching Lived Experience: Human Science for an Action
Sensitive Pedagogy (New York: State University of New York Press, 1990), 1.

-[ 47 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

kan strategi-strategi inovatif untuk bisa menggali pengalaman


masyarakat dan memahaminya. Dengan cara berpikir demikian
dan metode inovatif sebagai hasilnya akan memberikan bukti-
bukti yang meyakinkan untuk bisa dipraktikkan dalam dunia
nyata.

Prinsip CBR
Untuk menyelenggarakan CBR dengan baik, beberapa
prinsip utama harus diperhatikan, di antaranya:33
1. Masyarakat dilihat sebagai satu kesatuan identitas
Kesatuan identitas itu menunjukkan entitas yang memiliki
keanggotaan, seperti keluarga, jaringan sosial, lingkungan
tempat tinggal, atau kelompok hobi yang mempunyai
kesamaan sistem, nilai, aturan, kepentingan, atau nasib.
2. Berdasarkan pada kekuatan dan sumber daya di dalam
masyarakat
Untuk membahas berbagai isu yang menjadi keprihatinan
masyarakat dapat dimulai dengan memperhitungkan dan
memanfaatkan kekuatan, sumber daya, dan aset yang
terdapat dalam suatu masyarakat, seperti keterampilan
individu, jaringan sosial, organisasi, sejarah kesuksesan masa
lalu, pengetahuan yang dimiliki, tradisi dan budaya lokal,
kemampuan finansial lokal. Pola identifikasi kekuatan dan
aset yang dapat dimanfaatkan seperti ini telah menjadi
pendekatan yang akhir-akhir ini digalakkan banyak penggiat
pembangunan, utamanya untuk kepentingan pencapaian

33
Barbara A. Israel, Eugina Eng, Amy J. Schulz, dan Edith A. Parker, Methods in
Community-Based Participatory Research for Health (San Fransisco: A Wiley
Imprint, 2005), 7.

-[ 48 ]-
Community-Based Research

pola pembangunan dimana warga masyarakatlah sebagai


penggerak utamanya.
3. Memfasilitasi kemitraan kolaboratif yang menjunjung nilai
kesetaraan dalam setiap tahap penelitian
Fasilitasi ini menyangkut proses pemberdayaan dan berbagi
kekuasaan kepada semua mitra penelitian yang terlibat
menentukan keputusan dan mengendalikan semua jenjang
proses penelitian, mulai dari penentuan masalah,
pengumpulan, analisa, dan interpretasi data, diseminasi hasil,
dan penerapan hasil untuk mengatasi permasalahan yang
dirasakan masyarakat. Prinsip ini juga menyangkut usaha
membangun komunikasi yang setara melalui pengembangan
hubungan yang saling mempercayai dan menghargai.
4. Mendorong terjadinya proses co-learning (belajar bersama)
dan pengembangan kapasitas semua mitra
Penelitian ini dimaknai sebagai proses belajar dan
berkembang bersama yang melestarikan hubungan timbal-
balik yang menguntungkan dalam hal tukar keterampilan,
pengetahuan, pengalaman, perspektif yang berbeda dari
mitra penelitian.
5. Memadukan dan mendapatkan keseimbangan antara
pengembangan pengetahuan dan tindakan untuk saling
memberikan manfaat
Penelitian dimaksudkan untuk memberikan kontribusi
kepada pengembangan ilmu pengetahuan dengan cara
memadukan dan menyelaraskan pengetahuan yang
diperoleh dengan tindakan dan kebijakan yang menyangkut
masyarakat mitra. Meskipun ada kemungkinan satu
penelitian tidak dirancang untuk memberikan komponen

-[ 49 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

tindakan, komitmen untuk menerjemahkan hasil penelitian


itu ke dalam tindakan harus diutamakan.
6. Menggunakan proses daur ulang untuk refleksi
Penelitian menggunakan sistem pengembangan dimana
masing-masing mitra penelitian meningkat kompetensinya
dalam daur/siklus penelitian. Sementara itu proses ulang
meliputi semua tahapan proses penelitian, seperti penilaian
masyarakat, penentuan masalah, rancangan penelitian,
pengumpulan dan analisa data, interpretasi hasil penelitian,
diseminasi, penentuan intervensi, kebijakan dan
pengambilan tindakan yang tepat.
7. Menangani isu-isu lokal mendesak yang dihadapi oleh
masyarakat dari berbagai perspektif
Setiap masyarakat mempunyai isu-isu permasalahan lokal
yang berbeda dan sering kali unik disamping ada juga isu
yang bersifat regional, nasional, bahkan global. Penelitian
terhadap isu yang dihadapi oleh masyarakat dilihat dan
ditangani melalui berbagai perspketif seperti agama, gender,
lingkungan, ekonomi, politik, dst. Pola penanganan yang
lintas disiplin keilmuan ini membawa proses pemahaman
dan penyelesaian berbagai isu secara holistic sebagaimana
ciri sesungguhnya dari kehidupan yang kompleks.
8. Diseminasi hasil penelitian kepada semua mitra dan berbagi
kesempatan untuk mendiseminasikan ke berbagai media
publik
Masyarakat mitra menjadi co-author untuk publikasi dan co-
presenter untuk berbagai seminar atau konferensi. Pola ini
adalah mensyaratkan adanya pola hubungan dalam produksi
pengetahuan yang sederajat dan saling menghormati.

-[ 50 ]-
Community-Based Research

9. Diorentasikan jangka panjang dan merawat komitmen untuk


keberlanjutan
Meskipun durasi waktu penelitian ditentukan oleh banyak
hal, penelitian ini diusahakan untuk dilakukan dalam jangka
waktu yang lama dan mungkin berkala. Disamping itu,
keberlanjutan penelitian ini juga perlu diperhatikan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.

Kriteria CBR
Kriteria CBR dalam poin ini mengacu pada bab
sebelumnya. Kriteria ini menjadi syarat mutlak, syarat yang harus
ada dalam penelitian CBR, yang antara lain:
1. Relevan dengan kehidupan masyarakat
Penelitian mempunyai keterkaitan dengan kepentingan
masyarakat termasuk isu-isu praktis yang sering dihadapi dan
selalu dibingkai dalam konteks masyarakat. Penelitian CBR
harus terkait dan dapat dijadikan modal bagi perubahan
perbaikan kehidupan masyarakat. Penelitian ini tidak boleh
di awang-awang, harus aplikatif dan hasilnya dapat dirasakan
serta bermanfaat bagi masyarakat.
2. Partisipatoris
Adanya kerja sama dalam melakukan setiap tahapan
penelitian mulai dari rancangan penelitian sampai diseminasi.
Peran dari berbagai pihak, baik dari kalangan akademik atau
anggota masyarakat bersifat resiprokal; timbal-balik yang
saling mengutungkan.
Selain partisipatoris, ada istilah lain yang juga digunakan
untuk menggambarkan hubungan timbal balik ini yaitu
kolaboratif. Sebagai bentuk partisipatori, para peneliti baik

-[ 51 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

dari kalangan akademisi maupun yang berasal dari


komunitas harus diberi peran yang setara. Peran ini merujuk
pada asas partisipatoris yang dibangun dalam penelitian
CBR.
Jika tidak ada pembagian peran, dan pihak akademisi lebih
dominan, maka kriteria CBR belum bisa dipenuhi. Kriteria
ini berlandaskan pada CBR lebih mementingkan hasil yang
bermanfaat bagi perubahan komunitas. Tak akan terjadi
perubahan yang hakiki, jika subyek atau komunitas yang
diajak untuk berubah tidak berperan secara signifikan dalam
proses penelitian.
3. Berorientasi pada tindakan
Proses penelitian yang dilakukan dengan cara kolaboratif-
partisipatoris berujung pada adanya perubahan positif yang
membawa manfaat yang bisa dirasakan oleh masyarakat dan
mendorong terwujudnya kesetaraan sosial.34 Karenanya,
CBR lebih menginginkan adanya rumusan-rumusan tindakan
nyata dalam penelitian. Tindakan nyata ini setidaknya dapat
dijadikan ukuran akan adanya perubahan setelah proses
penelitian CBR selesai.

Tema dan Fokus CBR


Tema dan fokus dalam CBR berkaitan dengan isu atau
persoalan mendesak untuk ditangani dan diselesaikan dalam
masyarakat mitra, yang berkisar mulai dari bidang sosial sampai

34
Joanna Ochocka, “Community-Based Research,” disampaikan dalam
Advanced CBR Training yang diselenggarakan oleh SILE/LLD UIN Sunan
Ampel Surabaya, di Hotel Singgasana Surabaya, 25-29 Agustus 2014.

-[ 52 ]-
Community-Based Research

keagamaan. CBR juga dapat diterapkan dalam mengidentifikasi


serta mengembangkan aset. Tema-tema CBR antara lain:
1. Keagamaan: toleransi intra dan antar pemeluk agama,
gerakan radikalisme Islam, kekerasan antar umat beragama,
pengembangan lembaga keberagamaan.
2. Pendidikan: kebijakan pendidikan nasional, kesempatan
pendidikan bagi kelompok tidak beruntung dan difabel,
pendampingan pengembangan kurikulum madrasah.
3. Gender: human trafficking (perdagangan manusia),
pernikahan usia dini, kebijakan jam kerja perempuan,
kesehatan reproduksi, kekerasan terhadap perempuan
dewasa (terutama KDRT) dan anak.
4. Lingkungan: pengelolaan limbah/sampah, pengelolaan air
bersih dan sanitasi, reklamasi pantai, pengembangan bio-
energi, deforestasi, perubahan iklim, pengembalian hak
kelola tanah, serta kesehatan masyarakat.
5. Tata kelola demokratis: kebijakan publik, transparansi dan
anti korupsi, penganggaran berbasis gender, demokrasi
lokal, dan pengembangan forum publik.

-[ 53 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

-[ 54 ]-
Community-Based Research

Bab 3 – Tahapan dan Metode CBR

Tahapan CBR
Tahapan penelitian dalam CBR ini secara garis besar
mengandung prinsip yang berakar pada pendapat Kurt Lewin,
yaitu sebagai prinsip siklikal spiral yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, refleksi.35 Beberapa pendapat lain
yang dikutip oleh Sukmadinata36 menunjukkan variasi para ahli
generasi berikutnya dalam merinci tahapan riset aksi seperti:

35
Wilfred Carr dan Stephen Kemmis, Becoming Critical Education Knowledge
and Action Research (New York: Routledge Farmer, 2004), 162.
36
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung:
Rosdakarya, 2013), 145-146.

-[ 55 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

1. Stephen Kemmis (1990): mengembangkan bagan spiral


Lewin meliputi, pengamatan, perencanaan, tindakan
pertama, monitoring, refleksi, berfikir ulang, evaluasi.
2. Richard Sagor (1992): menggambarkannya dalam lima
langkah berurutan, yaitu: perumusan masalah, pengumpulan
data, analisis data, pelaporan hasil dan perencanaan
tindakan.
3. Emily Calhoun (1994): menggambarkan mulai dari
pemilihan daerah (lokasi sasaran) atau masalah yang
menarik, kemudian melakukan pengumpulan data,
penyusunan data, analisis dan intrepretasi data, pelaksanaan
tindakan.
4. Gordon Wells (1994): mengembangkan penelitian dengan
tahapan pengamatan, interpretasi, perubahan rencana,
tindakan, dan teori.
5. Ernest Stinger (1996): menggambarkannya sebagai spiral
interaktif yang meliputi: mengamati, berfikir, dan bertindak
sebagai lingkaran kegiatan yang berkelanjutan.
6. Deborah South (2000): menggambarkan penelitian mulai
tahapan indentifikasi suatu daerah (lokasi sasaran), fokus
masalah, pengumpulan data, analisis dan intrepretasi data
serta perencanaan tindakan.
Keragaman ini tidak dapat dihindari karena memang
penelitian ini sangat terkait dengan penekanan konteks yang
menjadi tempat dipraktikannya.37

37
Stephen Kemmis dan Robin Mc. Taggart, “Participatory Action Research,”
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research
(California: Sage Publication, 2000).

-[ 56 ]-
Community-Based Research

Gambar 1: Empat tahapan dalam CBR

Peletakan dasar
(Laying the foundation)

4 2

Penentuan aksi atas Perencanaan penelitian


temuan (Research planning)
(Acting on findings)

Pengumpulan dan analisis data


(Information gathering and
analysis)

Seiring berkembangnya riset nuansa tindakan ini, Joanna


Ochocka dari Center for Community-Based Research membagi
tahapan CBR menjadi 4 yaitu: peletakan dasar (laying the
foundation), perencanaan penelitian (research planning),
pengumpulan dan analisis data (information gathering and
analysis) dan aksi atas temuan (acting on findings).38 Tahapan
CBR dapat dilihat pada gambar 1.

Peletakan Dasar (Laying the Foundation)


Kunci utama CBR adalah melibatkan komunitas dalam
keseluruhan proses penelitian. Oleh karena itu, sejak awal
mendesain penelitian, komunitas bersama-sama peneliti sudah
38
Joanna Ochocka, “Community-Based Research,” disampaikan dalam
Advanced CBR Training yang diselenggarakan oleh SILE/LLD UIN Sunan
Ampel Surabaya, di Hotel Singgasana Surabaya, 25-29 Agustus 2014.

-[ 57 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

harus mendiskusikan tujuan penelitian dan melakukan pem-


bagian peran masing-masing, baik dari unsur peneliti maupun
komunitas. Hal ini perlu dilakukan sampai terjadi kesepakatan.
Hal yang penting dipersiapkan pada tahap ini adalah pengenalan
terhadap gambaran umum kehidupan dan kondisi komunitas
mitra penelitian melalui proses inkulturasi sebagai upaya trust
building masing-masing pihak yang terlibat. Untuk itu, imple-
mentasi prinsip jalinan kemitraan menjadi sesuatu yang tak
terelakkan. Bagi CBR pengelolaan dan keberlanjutan kemitraan
diasumsikan sebagai hal yang penting karena proses riset
membutuhkan pemahaman yang lebih baik atas perubahan
sosial pada komunitas.39
Aktifitas yang terkait negotiating goals and roles tersebut
dapat dilakukan melalui teknik mengorganisir stakeholders (para
pemangku kepentingan) serta memperjelas perannya masing-
masing, mengorganisir dan mengidentifikasi asumsi yang
berkembang dalam komunitas untuk diteliti, memperjelas
konteks penelitian, serta menentukan tujuan akhir dari
penelitian.
Hal penting yang perlu dilakukan dalam mengorganisir
stakeholder adalah identifikasi terhadap individu-individu yang
termasuk dalam stakeholder secara rinci menurut kelompok
umur, jenis kelamin, peran gender, status sosial-ekonomi
(tingkat pendidikan, penghasilan/kekayaan, jenis pekerjaan), serta
tingkat kekuatan politik. Hal tersebut perlu dilakukan karena
keragaman karakteristik stakeholder berbeda dalam kaitan
dengan isu-isu yang sedang diteliti. Misalnya, pada suatu
penelitian tentang air bersih dan sanitasi, perempuan dewasa
39
Kerry Strand et. al, Community-Based Research and Higher Education:
Principles and Practices (San Francisco: Wiley Bass, 2003), 199.

-[ 58 ]-
Community-Based Research

dan anak perempuan bisa saja mempunyai pandangan dan


kebutuhan yang berbeda dengan kaum laki-laki terhadap air
bersih dan sanitasi. Peran domestik kaum perempuan sebagai
pihak yang menyiapkan makan bagi keluarga dan dominan dalam
mengasuh anak, orang tua serta orang sakit, maka perempuan
merupakan pengguna air yang utama dalam rumah tangga.
Dengan demikian, bila pendekatan CBR digunakan untuk
mengetahui kebutuhan di bidang air bersih dan sanitasi, dan juga
untuk mengidentifikasi tindakan atau bantuan yang efektif untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka mutlak mendata
pandangan kaum perempuan—sebagai stakeholder—mengenai
hal ini. Anak perempuan, bahkan yang masih muda sekali, dididik
dan (dalam banyak kasus) diharapkan akan memainkan peran
untuk melakukan hal-hal yang sama seperti ibu mereka. Maka
sangat penting untuk menggolongkan anak perempuan juga
sebagai stakeholder dalam kaitannya dengan masalah air bersih
dan sanitasi.
Penjelasan di atas menekankan bahwa stakeholder adalah
orang atau sekelompok orang yang terlibat dan memiliki
kepentingan secara langsung maupun tidak atas isu yang diteliti.
Kedudukan stakeholder dalam CBR sangat penting karena
dengan pelibatan stakeholder ini maka riset dapat didiskusikan
bersama, pengetahuan stakeholder akan bertambah, masyarakat
dapat menemukan sesuatu, tujuan dan prinsip riset menjadi jelas
dan relevan bagi masyarakat, pengumpulan data dan refleksi
menjadi alamiah dan menyatu dalam riset. Kemungkinan yang
dapat terjadi adalah pengembangan stakeholder dalam sebuah
penelitian berbasis komunitas, sehingga perlu ada kesepakatan
untuk menentukan pengarah (steering committee) dari unsur
stakeholders. Kesepakatan dan harapan dilakukan untuk

-[ 59 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

menemukan kesepahaman antara peneliti dengan stakeholders.


Termasuk didalamnya adalah pembagian peran dan tugas dalam
seluruh proses penelitian. Keragaman keterlibatan stakeholder
dalam CBR mengindikasikan adanya keragaman tugas dan peran
dalam penelitian
Selain itu hal yang penting dalam rangka koordinasi dengan
pengarah adalah memastikan kapan pertemuan-pertemuan
antara peneliti dengan pengarah maupun stakeholder dilakukan.
Komunikasi yang setara menjadi penting untuk diterapkan dalam
setiap pertemuan.
Sebuah usaha melakukan perubahan sosial, termasuk
melalui CBR, tidak mungkin dilaksanakan tanpa melibatkan
perempuan. Hal ini mengingat keterlibatan laki-laki dan
perempuan untuk perubahan adalah sederajat dan sama-sama
memiliki kontribusi penting. Oleh sebab itu perlu memastikan
keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan pada
seluruh tahapan penelitian.

Perencanaan Penelitian (Research Planning)


Tahap ini adalah tahap “negotiating perspectives to
illuminate” yang berarti ada kesepahaman perspektif untuk
mencerahkan. Pada tahap ini beberapa asumsi yang berhasil
diidentifikasi pada tahap awal ditentukan dan dipilih mana yang
menjadi prioritas utama untuk dijadikan pertanyaan penelitian,
metode apa yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian, bagaimana menampung pendapat stakeholder,
mempertimbangkan kendala waktu, biaya dan merencanakan
teknik analisisnya.
Sebelum menentukan pertanyaan penelitian, maka hal
yang dipertimbangkan adalah, pertama, isu penelitian harus jelas

-[ 60 ]-
Community-Based Research

terlebih dahulu bagi semua pihak yang terlibat; apakah


kemungkinan dipersempit atau diperluas, bagaimana efeknya
untuk komunitas, siapa yang menjadi sasaran, siapa yang terlibat,
kontribusi apa yang dapat diberikan. Kedua, tujuan penelitian
harus terdefinisikan; siapa yang menginginkan riset ini, mengapa,
siapa yang terlibat, apa batasan riset, apa keuntungannya.
Sedangkan pertanyaan penelitian hendaknya dibuat
sehingga dapat disebut sebagai “powerful question”. Eric E. Vogt
dkk., memberi ancangan powerful question sebagai berikut:
menimbulkan rasa ingin tahu orang yang mendengarnya,
merangsang pembicaraan reflektif, gagasan yang memancing
untuk berfikir, mendasari asumsi, mengundang kreativitas dan
kemungkinan baru, menimbulkan energi dan gerakan untuk
maju, menjadi saluran yang diperhatikan dan berfokus pada
penyelidikan, selalu bersama partisipan, menyentuh makna yang
dalam, membangkitkan banyak pertanyaan.”40 Sedangkan
kategori pertanyaan penelitian dapat berbentuk deskriptif,
hubungan antar variabel, sebab akibat, kekuatan hubungan,
deskripsi proses, keanggotaan dalam kelompok dan
hubungannya dengan proses. Contoh kategori tersebut dapat
dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3: Pertanyaan Penelitian dan Contohnya
Kategori Pertanyaan Contoh Pertanyaan
Deskriptif Apa yang terjadi jika tingkat
partisipasi masyarakat terhadap
aktifitas keagamaan menurun?
Hubungan antar variabel Bagaimana korelasi antara

40
Eric E. Vogt, et. al., The Art of Powerful Questions: Catalyzing Insight,
Innovation and Action (USA: Whole System Associates, 2003), 4.

-[ 61 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Kategori Pertanyaan Contoh Pertanyaan


tingginya tingkat pendidikan agama
dengan perilaku keagamaan?
Sebab akibat Apakah pengaruh tingginya
penggunaan pupuk organik
terhadap hasil pertanian?
Kekuatan hubungan Apakah ada hubungan yang kuat
antara tingginya jumlah imigran
dengan kesadaran memelihara
lingkungan kampung?
Deskripsi tentang proses Bagaimana masyarakat
mengupayakan agar kepedulian
remaja terhadap agama
meningkat?
Bagaimana masyarakat memiliki
pengalaman menyelesaikan
perbedaan dalam paham
keagamaan?
Bagaimana keterlibatan
masyarakat dalam memutuskan
berbagai perkara menyangkut
kepentingan bersama?
Keanggotaan dalam kelompok Siapa yang terlibat dalam upaya
dan hubungannya dengan penyelesaian konflik antar umat
variabel, proses beragama?

Selain itu, pada tahap ini juga ditentukan desain penelitian.


Desain penelitian maksudnya adalah bingkai dalam mengumpul-
kan dan menganalisis data. Hal ini bergantung pada tujuan dan
pertanyaan penelitian, termasuk keputusan tentang apa yang
ingin dicapai melalui penelitian ini, dan seberapa besar sumber
daya yang dicurahkan untuk itu. Desain yang dapat digunakan

-[ 62 ]-
Community-Based Research

untuk merencanakan riset di antaranya experimental, quasi


experimental, atau naturalistic descriptive. Ketika menentukan
metode riset perlu diindentifikasi batasan riset, penetapan fokus
dan prioritas, mempertimbangkan level, unit dan analisis,
mempertimbangkan keluasan dan kedalaman yang ingin dicapai
serta melakukan review literatur.

Pengumpulan dan Analisis Data (Information


Gathering and Analysis)
Tahap ini disebut juga negotiating meaning and learning,
merupakan proses pemaknaan dan pembelajaran melalui
mengumpulkan, menganalisis dan mengintrepretasi data.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara dan
alat misalnya dengan melakukan depth interview, observasi,
dokumentasi, FGD, story telling, mapping komunitas, kalender
musim, trend change, dan matriks ranking. Perlu dipahami bahwa
sebelum mengumpulkan data hendaknya ada kepastian tentang
rencana instrumen (tools) penelitian yang akan digunakan,
memikirkan beberapa alternatif instrumen, mendiskusikannya
dengan pengarah, serta hal yang terkait dengan etika penelitian.
Pengumpulan dan analisis data adalah proses mencari dan
menyusun data secara sistematis dengan cara mengorganisasikan
data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola. Bogdan dan Biklen
menjelaskan bahwa analisis data adalah proses pencarian dan
penyusunan secara sistematis terhadap transkripsi wawancara,
catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan
yang memungkinkan peneliti menghadirkan temuan.41

41
Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education:
an Introduction to Theories and Methods (New York: Pearson, 2007), 159.

-[ 63 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Berbarengan dengan analisis data, analisis yang tak kalah


pentingnya adalah analisis gender. Sebagai sebuah penelitian,
CBR perlu melakukan analisis gender. Hal ini berguna untuk
melengkapi keseimbangan partisipasi maupun hasil dalam
penelitian CBR. Analisis gender merupakan metode yang perlu
dipadukan kedalam semua pendekatan tersebut. Analisis gender
mencakup beragam metode yang digunakan untuk memahami
hubungan antar laki-laki dan perempuan, akses masing-masing
terhadap sumberdaya, kegiatan masing-masing, serta hambatan-
hambatan (constraints) yang dihadapi masing-masing dalam
hubungan tersebut.42 Analisis gender merupakan analisis situasi
laki-laki dibandingkan dengan situasi perempuan (atau
sebaliknya) serta perbedaan dan kesamaan antara kedua
kelompok tersebut dalam hal pengetahuan dan keterampilan,
peran, aspirasi, serta kebutuhan berkaitan dengan akses
terhadap sumberdaya dan juga kesejahteraan. Analisis gender
juga mencakup analisis implikasi atau dampak setiap
kegiatan/tindakan pada laki-laki dan perempuan.
Analisis gender mencakup verifikasi atas perbedaan dan
kesamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal:
1. Partisipasi, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan
partisipasi perempuan dan laki-laki dalam kegiatan yang akan
dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
monitoring dan evaluasi.
2. Akses, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan perempuan
dan laki-laki dalam mengakses sumber daya (rumah, tanah,

42
Government of Canada, Department of Foreign Affairs, Trade and
Development. Lihat http://www.international.gc.ca/development-developpe-
ment/priorities-priorites/ge-es/gender_analysis-analyse_comparative.aspx?lan-
g=eng

-[ 64 ]-
Community-Based Research

peralatan, modal, transportasi), kesempatan/peluang (pe-


kerjaan, usaha, pelatihan).
3. Manfaat, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan manfaat
yang diterima oleh perempuan dan laki-laki sesuai kebu-
tuhannya.
4. Kontrol, ditujukan untuk mengetahui kesenjangan perem-
puan dan laki-laki dalam menentukan keputusan baik dalam
rumah tangga maupun masyarakat.
Dalam menganalisis data perlu dilanjutkan dengan intrepre-
tasi dengan baik dan penuh kehati-hatian guna mendapatkan
temuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Interpretasi merujuk pada kegiatan mengembangkan ide dan
pandangan tentang temuan dan menghubungkannya dengan
literatur dan konsep yang lebih luas dari sekedar data mentah.
“Interpretasi dapat dipahami sebagai proses memberikan makna
dan signifikansi ke dalam pola dan kategori, termasuk menje-
laskan pola deskriptif dan mencari dimensi hubungan antar
deskripsi.43 Koshy menyarankan tiga proses analisis yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yakni: (1) data
reduction, (2) data display, dan (3) conclusion drawing/ve-
rification.44

43
Joanna Ochocka, “Community-Based Research,” disampaikan dalam
Advanced CBR Training yang diselenggarakan oleh SILE/LLD UIN Sunan
Ampel Surabaya, di Hotel Singgasana Surabaya, 25-29 Agustus 2014.
44
Valsa Koshy, Action Research for Improving Practice: A Practical Guide
(London: Sage Publication Ltd).

-[ 65 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Penentuan Aksi atas Penemuan (Acting on


Findings)
Tahap ini merupakan tahap memobilisasi pengetahuan dan
masyarakat terhadap hasil riset. Tahapan ini adalah menindak-
lanjuti hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan
baru. Selain itu agar hasil-hasil penelitian dapat digunakan sebagai
alat perubahan sosial. Untuk itu, temuan dan hasil penelitian
cukup penting untuk diketahui oleh masyarakat secara luas
sehingga dapat menggerakan publik, terutama para pemangku
kepentingan sesuai dengan isu yang dihadapi. Misalnya pada hasil
penelitian CBR yang merupakan hasil penelitian kolaborasi
antara kegiatan ilmiah dan kegiatan advokasi bersama kelompok-
kelompok sosial di masyarakat untuk mendorong terjadinya
perubahan sosial, seyogyanya juga didiseminasikan untuk
menggerakkan perubahan sosial. Oleh karena itu hasil-hasil
penelitian CBR sudah semestinya diketahui dan digunakan
bersama masyarakat terutama masyarakat yang menjadi mitra
dalam penelitian. CBR tak akan bermakna dan atau dianggap
gagal jika hasilnya tidak dapat dimanfaatkan oleh komunitas untuk
perubahan.
Kegiatan diseminasi adalah langkah-langkah yang dilakukan
untuk menyebarluaskan informasi dan hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan. Kegiatan ini dapat ditujukan kepada kelompok
mitra atau individu agar memperoleh informasi dari hasil
penelitian, timbul kesadaran, menerima dan akhirnya dapat
memanfaatkan informasi serta hasil penelitian sebagaimana
disebutkan diatas. Melalui diseminiasi ini hasil penelitian
kemudian didiskusikan, diidentifikasi peluang apa yang dapat
diterapkan dari hasil penelitian tersebut untuk kepentingan
merubah kebijakan, dan mendapatkan keadilan keadaan sosial.

-[ 66 ]-
Community-Based Research

Banyak bentuk diseminiasi yang dapat dilakukan. Kegiatan


ini tergantung pada sasaran atau target yang diharapkan. Salah
satu bentuk diseminasi dengan sasaran dan target sangat luas,
misalnya dengan mengadakan pameran hasil penelitian. Produk-
produk yang bisa dipamerkan seperti buku hasil penelitian, policy
brief, ataupun paper ringkasan penelitian. Dalam pameran
tersebut juga dapat disampaikan latar belakang penelitian dengan
menggunakan media foto untuk menarik perhatian publik.
Selain bentuk diatas, diseminasi hasil penelitian dapat
diinformasikan kepada masyarakat melalui beberapa format
penulisan seperti buletin, artikel, newsletter, news releases,
kesenian rakyat, teater, drama, poster, film dan lain sebagainya.
Sebelum menentukan format informasi yang diberikan kepada
masyarakat, perlu dipertimbangkan tentang tujuan diseminasi,
melakukan mapping stakeholder45, pesan inti, penyampai pesan
dan aktivitas lain yang diperlukan.
Ketika menyampaikan hasil riset, maka perlu dipastikan
bahwa: (1) hasil riset itu bermanfaat dan relevan bagi semua
stakeholder, (2) diperlukan pelibatan semua stakeholder dalam
proses fasilitasi, (3) hasil penelitian dapat menginspirasi
masyarakat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik,
serta (4) mengevaluasi semua proses dan hasil pembelajaran.
Tindak lanjut penelitian juga dapat dilakukan melalui
beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengaplikasikan hasil
penelitian agar terjadi perubahan dalam masyarakat sesuai
dengan harapan yang sudah dilakukan dalam research planning.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu:

45
Eileen Alma, “Communicating Research Findings,” materi Research for
Citizen-Led Change Training, Canada, October 2014.

-[ 67 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

1. Pelatihan (Training)
Langkah ini bisa dilakukan antara komunitas dengan
universitas beserta pihak-pihak yang terlibat dalam CBR
untuk mengadakan pelatihan hasil penelitian. Pelatihan yaitu
suatu upaya untuk individu, kelompok atau institusi untuk
memperjelas tujuannya dan menganalisa siapa, dimana,
kapan, apa yang dimiliki dan apa yang diinginkan.
2. Fasilitasi (Facilitation)
Fasilitasi adalah ketrampilan teknis yang bisa dipelajari.
Komunitas akan difasilitasi oleh fasilator untuk memastikan
tindakan yang akan dilakukan sebagai hasil penelitian. Ada
beberapa hal yang penting untuk melakukan fasilitasi. Dalam
proses ini harus ada yang berperan sebagai fasilitator,
trainer, teacher dan juga animator. Model dari fasilitasi bisa
mengikuti beberapa aktifitas dan model, tergantung pada
kegiatan apa serta hasil penelitian apa yang menjadi harapan
dari proses ini.
3. Mengkomunikasikan dengan adult learning
Komunitas adalah pebelajar dewasa, sehingga cara-cara
mengkomunikasikan harus sesuai prinsip-prinsip pembelajar
orang dewasa.
4. Mengkomunikasikan dengan berbagi pengalaman (expe-
riental learning)
Ada beberap hal yang bisa dilakukan untuk menfasilitasi
komunitas. Langkah-langkah yang dilakukan adalah membagi
pengalaman mereka, melakukan refleksi atas apa yang sudah
dilakukan, melakukan generalisasi terhadap hal-hal apa yang
sudah dilakukan, kemudian mengaplikasikan hal-hal yang
sudah ada.

-[ 68 ]-
Community-Based Research

5. Pengembangan program pendidikan (Educational Program


Development)
Pengembangan program pendidikan juga digunakan sebagai
salah satu alat untuk mendiseminasikan hasil-hasil penelitian.
Teknik fasilitasi hasil penelitian yang dapat digunakan untuk
mengembangkan program pendidikan dapat dilihat
sebagaimana gambar di bawah:
Gambar 2: Siklus Pengembangan Program Pendidikan dalam
melakukan fasilitasi hasil penelitian46
6.
Evaluation
1.
Need and capacity
assessment
5
Facilitation

2.
4. Objective
Learning design

3.
Evaluation strategy

Acting on finding, sesuai dengan namanya, dapat dipahami


sebagai rencana kerja sebagai bentuk tindak lanjut dari temuan.
Tahap ini sangat penting dalam CBR mengingat tujuan utama
adanya kegiatan penelitian adalah sebuah perubahan. Perubahan
tidak mungkin dapat diwujudkan tatkala hasil penelitian tidak

46
David Fletcher dan Sam Madesi, “Participant Manual for Facilitation and
Training Approaches for Community Change”, Diploma and Fall Certificate
2014, Coady International Institute (Antigonish: Coady International Institute,
2014), 17.

-[ 69 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

ditindak lanjuti berbagai kegiatan yang dianggap penting untuk


mencapai kondisi kehidupan yang dingingkan.
Dalam tradisi penelitian aksi partisipatoris atau yang
seringkali disingkat PAR, tahap ini adalah yang cukup dikenal
dengan LFA (logical framework approach). Sebuah pendekatan
pencapaian tujuan (perubahan) yang disusun secara logis.
Kerangka kerja ini banyak sekali digunakan pada program
pembangunan untuk memastikan mudahnya pencapaian tujuan,
dan terukur. LFA pada kegiatan CBR dikembangkan secara
partisipatoris. Sebagai sebuah alat dalam manajemen program
atau proyek, LFA banyak digunakan oleh lembaga-lembaga
donor untuk memastikan apakah perencanaan yang dibuat telah
dilaksanakan.

Metode CBR
Community-Based Research (CBR) merupakan salah satu
metode penelitian dengan pendekatan berbasis komunitas
(community-based approach) dan dengan konsekuensi paradig-
matik bertumpu pada partisipasi aktif komunitas. Pendekatan ini
menitik beratkan peran aktif komunitas dalam menyusun
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil riset. Dalam hal ini,
peneliti berperan utama sebagai fasilitator atau pendamping atau
narasumber, yang bersama-sama masyarakat merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program-program riset.
Community-Based Research (CBR) tidak memiliki kekhu-
susan metode yang digunakan, sebab yang menjadi ukuran uta-
manya adalah kemanfaatan data yang diperoleh bagi masyarakat.
Hal ini berarti CBR bisa menggunakan metode pengumpulan
data kualitatif, kuantitatif, dan metode-metode lainnya yang rele-

-[ 70 ]-
Community-Based Research

van dengan konteks penelitian. Jadi, metode CBR ditentukan


oleh tiga prinsip: (1) adanya kolaborasi antara peneliti dan komu-
nitas; (2) validasi terhadap pengetahuan yang dimiliki komunitas
dan adanya berbagai cara utuk mengumpulkan dan menyebar-
kan informasi; dan (3) adanya perubahan sosial sebagai sarana
utama untuk mencapai keadilan sosial atau apapun yang menjadi
visi dan cita-cita keinginan masyarakat. Metode CBR tersebut
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.
Meskipun Community-Based Research (CBR) tidak
membatasi terhadap metode tertentu, CBR tetap mengikuti
tahap-tahap penelitian konvensional pada umumnya yang diawali
dengan merumuskan pertanyaan penelitian, mengembangkan
desain penelitian, mengumpulkan data, analisis data, menulis
hasil penelitian, melakukan refleksi terhadap pengalaman yang
diperoleh, serta menyimpulkan dan mengambil pelajaran dari
keseluruhan proses yang dilakukan. Ciri utama CBR adalah
peneliti berkolaborasi dengan komunitas di setiap tahap
penelitian. Peneliti juga terus memainkan peran di tahap akhir
dengan membantu komunitas dalam menerapkan solusi untuk
menciptakan perubahan.
Karena peneliti berperan sebagai fasilitator atau pendam-
ping, maka dalam proses penggalian data digunakan metode
atau teknik (tools) yang biasa digunakan dalam tradisi penelitian
partisipatif (participatory research). Metode pengumpulan data—
dengan menggunakan metode atau instrumen sebagai alat (tools)
atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan
data—bertujuan agar proses penelitian lebih mudah dan hasilnya
lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah dan dianalisis.

-[ 71 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Gambar 3: Metode Community-Based Research (CBR)47

Participatory
Kalender musim Mapping komunitas
Kajian mata pencaharian Transektoral
Penulusuran sejarah komunitas Bagan arus masukan & keluaran
Forum rembug komunitas (Musrembang) Matriks ranking
Fokus Group Discussion (FGD) Sketsa lahan
Trend & change
Diagram venn
Survei partisipatif
Studi Pelacakan (tracing)
Observasi partisipan Angket/Kuesioner
Wawancara mendalam Survei
Qualitative Quantitative
Participatory
Observation
Studi kasus Statistical analysis
Eksperimen
Existing Data:
1. Public social indicators
2. Agency records:
Service utilizations reports
Lembaga Survei GO/NGO
Lembaga Riset Universitas
Data Kabupaten/Kota dalam Angka
Laporan Hasil Kajian Bappeda
BPS/Sensus
Laporan Dinas Pemerintahan

Traditional Extractive

Ada dua sumber data dalam Community-Based Research


(CBR) yaitu data primer dan data sekunder. Kedua sumber data
tersebut berdampak pada penggunaan metode pengumpulan
data secara variatif. Metode-metode pengumpulan data yang

47
Hasil adaptasi dari short course “Research for Citizen-Led Change” pada
Oktober 2014 di Coady international Institute, Canada, yang disampaikan oleh
Allison Mathie.

-[ 72 ]-
Community-Based Research

digunakan disesuaikan dengan sumber data. Berikut ini dijelaskan


macam-macam metode dalam CBR, yaitu sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang utama dan pertama
yang diperoleh dalam proses penelitian. Data primer
diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengumpulkan
dan mengolah data untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Data primer ini diperoleh melalui tiga metode, yaitu:
a. Metode kuantitatif. Metode ini meliputi:
1) Metode survei
2) Metode angket (kuesioner)
3) Metode pelacakan
4) Metode eksperimen
5) Survei partisipatif (seperti survei belanja rumah
tangga)
b. Metode kualitatif. Metode ini meliputi:
1) Wawancara mendalam (In-depth interview)
2) Observasi partisipan
3) Fokus Group Discussion (FGD)
4) Forum rembug komunitas
5) Studi kasus
c. Metode partisipatif. Metode ini meliputi:
1) Penulusuran sejarah
2) Trend & change
3) Kalender musim
4) Mapping komunitas
5) Transektoral
6) Sketsa lahan
7) Diagram Venn
8) Kajian mata pencaharian
9) Bagan arus masukan & keluaran
10) Matriks ranking

-[ 73 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penelitian pendukung yang
diperoleh dari sumber kedua. Biasanya data ini diperoleh
dari dokumentasi suatu lembaga baik pemerintah maupun
non pemerintah. Data sekunder diperoleh dari lembaga-
lembaga antara lain:
a. Biro Pusat Statistik (BPS);
b. Dokumen lembaga pemerintah;
c. Laporan lembaga pelayanan umum;
d. Laporan riset evaluasi lembaga riset/perguruan tinggi.
Metode partisipatif (participatory method) digunakan untuk
memahami kondisi lapangan penelitian secara utuh dan
menyeluruh tentang aset sumber daya alam, sumber daya
manusia, kondisi sosial, dan lain sebagainya. Metode partisipatif
memungkinkan peneliti bersama komunitas secara bersama-
sama menganalisis isu yang dihadapi serta ketersediaan aset dan
pemanfaatannya dalam komunitas. Hal tersebut dibutuhkan
untuk merumuskan perencanaan dan tindakan/aksi untuk
menyelesaikan masalah atau untuk menggapai kondisi dan situasi
yang dinginkan oleh masyarakat.
Tujuan menggunakan metode partisipatif dalam Commu-
nity-Based Researh (CBR) dikarenakan seluruh kegiatan proses
penelitian melibatkan partisipasi komunitas. Oleh karena itu,
penerapan metode ini senantiasa mengacu pada siklus yang
secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengenalan kondisi saat ini dan isu yang dihadapi
masyarakat. Termasuk didalamnya mengungkap sejarah
keberhasilan, menganalisis faktor yang membuat keber-
hasilan tersebut serta peran berbagai pihak didalamnya.
2. Perumusan visi dan situasi yang dinginkan masyarakat
melalui penetapan prioritas.

-[ 74 ]-
Community-Based Research

3. Identifikasi ketersediaan aset dan potensi untuk mewujudkan


visi dan situasi yang dinginkan.
4. Perencanaan pemanfaatan aset sebagai rencana aksi sesuai
dengan keterjangkauan masyarakat.
5. Pelaksanaan dan pengorganisasian komunitas sesuai dengan
rencana aksi yang telah dirumuskan.
6. Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat
kesesuaiannya dengan rencana yang telah disusun.
7. Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil, sesuai
yang diharapkan.
Pada intinya metode partisipatif ini memungkinkan
komunitas untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis
pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupannya, serta
membuat rencana dan tindakan/aksi nyata. Tujuan metode
partisipatif yang utama adalah untuk menghasilkan rancangan
program aksi sesuai dengan cita-cita masyarakat.
Terlebih dari itu, dengan metode partisipatif ini diharapkan
komunitas secara mandiri mengembangkan kemampuan dalam
menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan peren-
canaan melalui kegiatan aksi. Secara lebih terperinci prinsip-
prinsip metode partisipatif ini sebagaimana model penelitian-
penelitian partisipatif (participatory research) pada umumnya,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman
dengan komunitas.
Prinsip dasarnya, metode partisipatif adalah proses
penelitian yang berangkat dari, oleh, dan untuk komunitas.
Ini berarti bahwa partisipasi dibangun dari pengakuan serta
kepercayaan komunitas yang meliputi pengetahuan
tradisional dan kemampuan komunitas untuk memecahkan
persoalannya sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari

-[ 75 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari


komunitas.
Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkemba-
ngannya pengalaman dan pengetahuan tradisional
komunitas tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi,
sementara itu pengetahuan modern yang diperkenalkan
orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh
karenanya diperlukan ajang dialog di antara keduanya untuk
melahirkan sesuatu program yang lebih baik.
Partisipatif bukanlah suatu perangkat teknik tunggal
yang telah selesai, sempurna, dan pasti benar. Oleh
karenanya metode ini selalu harus dikembangkan yang
disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang
dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses
pengembangan partisipatif. Bukannya kesempurnaan
penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-
baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada dan
mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya
menjadi lebih baik. Namun partisipatif bukan kegiatan coba-
coba (trial and error) yang tanpa perhitungan kritis untuk
meminimalkan kesalahan.
2. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai
perbedaan, dan informal.
Komunitas bukan kumpulan orang yang homogen,
namun terdiri dari berbagai individu yang mempunyai
masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya, keterli-
batan semua golongan yang ada di komunitas adalah sangat
penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang
paling sedikit memiliki akses dalam kehidupan sosial
komunitasnya (kelompok marjinal seperti orang miskin,

-[ 76 ]-
Community-Based Research

perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, orang lanjut


usia, dan lain-lain).
Komunitas heterogen memiliki pandangan pribadi dan
golongan yang berbeda. Oleh karenanya semangat untuk
saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting
artinya. Yang terpenting adalah pengorganisasian massalah
dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan
sendiri oleh komunitas sebagai pemiliknya. Kegiatan pene-
litian partisipatif dilaksanakan dalam suasana yang luwes,
terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut
akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang
luar akan berproses masuk sebagai anggota, bukan sebagai
tamu asing yang harus disambut secara protokoler. Dengan
demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong
kegiatan penelitian partisipatif berjalan dengan baik.
3. Orang luar sebagai fasilitator dan komunitas sebagai pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar
(peneliti) hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku,
guru, kyai, da’i, penyuluh, instruktur, dan lain-lain. Perlu
bersikap rendah hati untuk belajar dari komunitas dan
menempatkannya sebagai narasumber utama. Bahkan
dalam penerapannya, komunitas dibiarkan mendominasi
kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan
teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya
banyak ditentukan oleh komunitas.
4. Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang mendalam
dan dapat diandalkan kebenarannya (valid), maka perlu
digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk
pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck).

-[ 77 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Triangulasi dilakukan melalui penganeka-ragaman keang-


gotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang
golongan komunitas, tempat), dan variasi teknik. Caranya
adalah misalnya: (1) Penggunaan variasi dan kombinasi
berbagai metode (teknik), yaitu bersama komunitas bisa
diputuskan variasi dan kombinasi teknik-teknik yang ada dan
paling tepat sesuai dengan proses belajar yang diinginkan
dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengem-
bangan program; (2) Menggali berbagai jenis dan sumber
informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan
informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan
sumbernya dengan menggunakan teknik lain; dan (3) Tim
fasilitator yang multidisipliner, dengan maksud sudut pan-
dang yang berbeda dari anggota tim akan memberi
gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian
informasi dan memberi pengamatan mendalam dari
berbagai sisi.
5. Optimalisasi hasil
Pelaksanaan penelitian dengan metode partisipatif
memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang
terampil, dan partisipasi komunitas yang semuanya terkait
dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan
yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh
karenanya kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan
agar jangan sampai ada kegiatan yang berskala besar namun
biaya yang tersedia tidak cukup.
6. Berorientasi pada pencapaian tujuan praktis
Orientasi metode partisipatif adalah pelibatan
masyarakat secara aktif dalam pengembangan program.
Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi yang

-[ 78 ]-
Community-Based Research

tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik
daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah, atau lebih baik
mencapai perkiraan yang hampir salah daripada kesimpulan
yang hampir benar.
7. Keberlanjutan program
Masalah dan kepentingan komunitas selalu berkem-
bang sesuai dengan perkembangan komunitas itu sendiri.
Karenanya, pengenalan komunitas bukan usaha yang sekali
dilakukan kemudian selesai, namun merupakan usaha yang
berkelanjutan. Bagaimanapun juga program yang mereka
kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar dalam
penelitian partisipatif yang digerakkan dari potensi komunitas
itu sendiri.
8. Mengutamakan yang terabaikan (marjinal)
Prinsip ini dimaksudkan agar anggota masyarakat yang
terabaikan (marjinal) dapat memperoleh kesempatan untuk
berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program
pembangunan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk
mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai
golongan dan lapisan yang ada di masyarakat.
9. Pemberdayaan (penguatan) komunitas
Kemampuan komunitas ditingkatkan melalui proses
pengkajian keadaan, pengambilan keputusan, penentuan
kebijakan, penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang
dilakukan. Dengan demikian komunitas memiliki akses
(peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan
memberikan keputusan dan memilih berbagai keadaan yang
terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan “orang luar” menuju
kepada kemandirian dan keberdayaan.

-[ 79 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

10. Informal
Proses kegiatan penelitian dengan metode partisipatif
(participatory methods) harus bersifat luwes, tidak memaksa,
dan informal sehingga antara orang luar (peneliti/fasilitator)
dan komunitas terjalin hubungan yang akrab, orang luar
(peneliti/fasilitator) akan berproses masuk sebagai anggota
komunitas. Dengan demikian kedatangan orang luar
(peneliti/fasilitator) tidak perlu disambut atau dijamu secara
adat oleh komunitas dan tokohnya maupun oleh pemerin-
tah setempat. Orang luar (peneliti/fasilitator) yang masuk
harus memperhatikan jadwal atau waktu kegiatan komunitas
(daily routine), sehingga penerapan metode ini tidak
mengganggu kegiatan rutin komunitas.
11. Keterbukaan
Keterbukaan diantara berbagai pihak untuk melakukan
penelitian sangat dibutuhkan untuk membangun rasa saling
percaya. Melalui keterbukaan prinsip kemitraan dalam CBR
akan dapat diwujudkan.
Metode-metode yang dapat digolongkan sebagai metode
penelitian partisipatif (participatory research) dipandang telah
memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasional dengan
konsep bahwa keterlibatan komunitas sangat diperlukan dalam
seluruh kegiatan. Pendekatan partisipatif memang bercita-cita
menjadikan komunitas sebagai peneliti, perencana, dan
pelaksana pembangunan dan bukan sekedar obyek pemba-
ngunan. Tekanan aspek penelitian bukan pada validitas data yang
diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan
program itu sendiri. Penerapan pendekatan dan teknik partisi-
patif dapat memberi peluang yang lebih besar dan lebih terarah
untuk melibatkan komunitas. Selain itu melalui pendekatan

-[ 80 ]-
Community-Based Research

partisipatif akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepat-gunaan


program dengan kebutuhan komunitas sehingga keberlanjutan
(sustainability) program dapat terjamin.
Supaya mendapatkan hasil optimal dalam upaya mema-
hami kondisi komunitas secara menyeluruh melalui metode
partisipatif ini, maka dalam proses penelitian seperti penyusunan
rencana program aksi dan pengembangannya, fasilitator/peneliti
harus mampu melibatkan diri secara benar dalam komunitas
agar informasi yang dibutuhkan dapat ditemukan secara mudah,
bersifat komprehensif dan representatif. Demikian halnya
komunitas sebagai mitra dampingan agar tidak merasa jenuh,
maka diperlukan penerapan berbagai variasi metode partisipatif
ini.
Sedangkan penjelasan secara detail metode-metode
partisipatif dapat dibaca dalam literatur-literatur penelitian
partisipatif (participatory research) seperti Participatory Action
Research (PAR), Community Development Research (CDR), Asset
Based Community Development (ABCD), Community-based
Participatory Research (CBPR), dan lain sebagainya.

Peran dan Tanggungjawab Stakeholder dalam CBR


Sebagai sebuah penelitian yang dirancang, dilaksanakan,
dan didiseminasikan secara bersama antara akademisi dengan
komunitas, selayaknya terdapat pembagian peran yang seimbang
diantara para pihak yang berkepentingan tersebut.
Kolaborasi ini tidak saja terbatas antara akademisi (sebagai
pihak pertama) dengan komunitas (sebagai pihak kedua),
melainkan juga dapat terjadi kolaborasi dengan pihak ketiga,
keempat atau kelima sekalipun. Kesemua bentuk kolaborasi ini

-[ 81 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

sangat tergantung pada tujuan penelitian yang dirancang. Jika


melibatkan lebih dari dua pihak dalam penelitian, pembagian
peran dan tanggungjawab juga perlu dipikirkan secara matang,
agar tidak ada pihak yang seolah hanya menjadi penonton atau
penikmat hasil penelitian belaka. Pembagian peran dan
tanggungjawab ini dapat diklasifikasi berdasarkan tahapan
penelitian CBR.
Pembagian peran dan tanggungjawab harus dituangkan
secara jelas sejak saat tahapan pertama sampai tahapan
keempat. Baik pihak akademisi maupun pihak komunitas harus
mengetahui masing-masing peran dan tanggungjawabnya; siapa
mengerjakan apa? Dengan cara apa harus dikerjakan? Berapa
besaran biaya yang harus ditanggung? Lalu keuntungan-
keuntungan apa saja yang akan diterima oleh masing-masing
pihak?. Kesepakatan-kesepakatan peran ini perlu dijelaskan guna
menjamin transparansi dan tercapainya tujuan penelitian.
Meski demikian, penelitian CBR menawarkan berbagai
level partisipasi dan peranan yang akan dilakukan oleh komu-
nitas; (1) komunitas bisa hanya berperan dalam tahapan
mendefinisikan penelitian serta turut terlibat dalam proses
komunikasi intensif dengan peneliti untuk mengetahui perkem-
bangan penelitian; (2) komunitas turut terlibat dari perumusan
penelitian, desain penelitian sampai penggalian data tetapi tidak
terlibat dalam analisa dan penyusunan laporan; atau (3)
komunitas terlibat dalam keseluruhan proses penelitian:
komunitas terlibat sampai pada analisa data, penyusunan laporan
dan dalam diseminasi hasilnya.

-[ 82 ]-
Community-Based Research

Bab 4 - Pengalaman CBR

SEBAGAI sebuah usaha perbaikan kualitas kehidupan


manusia, CBR umumnya menyangkut persoalan hajat hidup,
kebutuhan serta hak-hak mendasar manusia. Penelitian tidak lagi
dipahami hanya sebatas untuk memahami dan membangun
konsep serta pemikiran yang abstrak, melainkan menjadi sebuah
cara untuk merubah kehidupan. Oleh karena itu, kegiatan CBR
sangat berkaitan dengan konteks penyelesaian masalah yang
dihadapi masyarakat. Sebagai contoh, di banyak negara di Asia,
utamanya di Asia Tenggara pasca krisis moneter 1997, salah satu
tema besar yang mengalir kala itu adalah bagaimana agar
masyarakat terlibat langsung dalam pembangunan.
Untuk membuat CBR semakin mudah dipahami dalam
tataran operasional; setelah berbagai penjelasan tentang aspek-
aspek konseptual terkait CBR meliputi teori, paradigma dan
metodologi, sampai pada tahapan dan cara pelaksanaan, maka

-[ 83 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

dibutuhkan juga paparan tentang beberapa contoh dari berbagai


pengalaman praktis CBR di lapangan. Dalam memberikan
penjelasan tentang bagaimana sebenarnya CBR dalam tataran
praktis, sub bab ini akan memberikan berbagai contoh
pengalaman dari riset CBR di berbagai tempat. Contoh
pengalaman praktik CBR yang dipaparkan dalam sub bab ini
dihasilkan dari berbagai sumber baik itu studi literatur; data yang
tersedia di internet maupun dari pengalaman magang para civitas
akademika UIN Sunan Ampel. Selain itu, data dalam sub-bab ini
juga dihasilkan dari wawancara dengan berbagai praktisi.
Praktik pengalaman CBR dalam bagian ini dijabarkan
berdasarkan pertimbangan geografis. Mula-mula dipaparkan
bagaimana CBR dikembangkan di tanah leluhurnya, Kanada dan
sebagian di Amerika. Kemudian dipaparkan bagaimana CBR
dipakai untuk mengembangkan masyarakat di negara-negara
yang membutuhkan. Pilihan kedua ini dipaparkan dengan
memilih wilayah Afrika. Sebetulnya, Afrika sendiri merupakan
akar kelahiran CBR. Di wilayah ini telah banyak praktik-praktik
kolaborasi pengembangan masyarakat. Sederhananya, wilayah
Afrika adalah negara yang mempraktikkan, dan wilayah Amerika
adalah negara yang memformulasi dan kemudian memuncul-
kannya menjadi suatu konsep.
Beberapa contoh yang dipaparkan sebagai pelengkap
bagian ini merupakan praktik dan pengalaman CBR. Sistematika
pemaparan pengalaman ini diurutkan menjadi (1) gambaran
umum CBR, (2) model kolaborasi atau kemitraan, (3) metode
yang digunakan, (4) hasil yang didapat, serta (5) dampak yang
terjadi.

-[ 84 ]-
Community-Based Research

CBR di Amerika Utara


Contoh-contoh pengalaman CBR di Amerika Utara
meliputi wilayah Kanada dan Amerika Serikat. Sebagaimana
diketahui, melalui dukungan SILE/LLD project, beberapa dosen
UIN Sunan Ampel mendapatkan kesempatan internship
(magang) dan belajar tentang CBR di Kanada. Ada beberapa
yang belajar ke the Institute for Community Engaged Scholarship
(ICES) atau Research Shop di Guelph University, Coady
International Institute dan juga Center for Community-Based
Research (CCBR) di Kitchener. Banyak contoh pengalaman dari
berbagai kegiatan CBR yang telah dilakukan dan dipelajari oleh
para dosen tersebut selama belajar di berbagai tempat di
Kanada. Karenanya, contoh-contoh yang akan dipaparkan di sub
bab ini juga akan banyak mengambil berbagai kisah pengalaman
tersebut.
Sebagai contoh, Research Shop, Guelph University, sejak
pendiriannya pada tahun 2009, yang bertempat di the Institute
for Community Engaged Scholarship (ICES) telah banyak
memfasilitasi mahasiswa dalalam riset bersama dengan
masyarakat. Melalui kolaborasi dengan komunitas, ada banyak
varian penelitian yang dikembangkan. Dari aspek komunitas
mitra, Research Shop telah bekerjasama dengan banyak mitra
dari berbagai tempat di kota Guelph-Wellington.
Dari kompilasi beberapa CBR project oleh Research Shop,
berikut adalah daftar topik dan isu-isu signifikan yang diteliti oleh
Research Shop (Tabel 4).

-[ 85 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Tabel 4: Tema dan Isu yang diteliti dalam CBR


Tema Isu yang diteliti
Food insecurity o Penggunaan layanan makanan
darurat;
o Kriteria kelayakan layanan
makanan;
o Isu kadaluarsa dan kelayakan
tanggal pada makanan darurat
Housing and homelessness o Perumahan dan tunawisma
o Bank furniture
o Kemiskinan
Income insecurity o Jaminan pendapatan tahunan
o Transportasi
o Ketidaksetaraan kesehatan.

Di bawah ini merupakan contoh konkret praktik


pengalaman CBR yang ada di Amerika Utara. Keseluruhan
contoh CBR menunjukkan bahwa penelitian ini, semuanya
berkontribusi positif bagi perubahan kondisi sosial kemasyarakat;
berkontribusi mengangkat taraf hidup masyarakat yang menjadi
mitra dalam penelitian ini.

Praktik dan Tema CBR 1: Exploring Economic


Hardship
Gambaran Umum
Menurut Research Shop, laporan penelitian ini adalah
contoh kuat CBR; penelitian yang dilakukan dengan
masyarakat dan untuk masyarakat. Untuk penelitian ini,
pelatihan penelitian diberikan kepada anggota
masyarakat yang selama ini hidup dalam kondisi miskin.
Masyarakat miskin yang sudah dilatih tersebut kemudian
melakukan penelitian untuk mengidentifikasi kesen-

-[ 86 ]-
Community-Based Research

jangan dalam layanan/program bagi masyarakat.


Penelitian juga dilakukan untuk mengidentifikasi masalah
aksesibilitas bagi kaum miskin.
Kolaborasi
Para pihak yang berkolaborasi dalam penelitian ini
bekerja secara timbal balik, di antaranya terdapat pihak
Research Shop, the Poverty Task Force (PTF/Gugus
tugas untuk pengentasan kemiskinan), the United Way
of Guelph-Wellington, dan komunitas. Semua pihak
saling mendukung dan melakukan penelitian dengan
kemitraan sejajar untuk memperoleh peta data dan
informasi yang sangat relevan dan diperlukan untuk
peningkatan layanan dan program bagi individu dan
keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode focus group
discussion (FGD). Metode ini digunakan untuk
memfokuskan penelitian pada masalah-masalah khusus
yang dialami oleh komunitas.
Hasil
Kelompok khusus terfokus mengungkapkan berbagai
kesenjangan dan masalah aksesibilitas layanan/program
yang terkait dengan transportasi, rekreasi, pakaian/ke-
butuhan dasar, masalah hukum, pendapatan, peru-
mahan, perawatan kesehatan/kesehatan mental, dan
makanan. Beberapa tema menyeluruh meliputi isu-isu
seputar staf dan relawan, informasi dan komunikasi,
serta interaksi masyarakat dan dukungan.

-[ 87 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Dampak
CBR ini telah dapat menyediakan baseline data yang
sangat informatif untuk PTF dan United Way of
Guelph-Wellington dalam memahami dan menyikapi
kesenjangan, masalah aksesibilitas dalam layanan, dan
program bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan.
Selain itu, keterlibatan peneliti dan masyarakat dalam
proyek ini telah mempromosikan minat dan
keterlibatan komunitas ini, sehingga berkesan positif dan
dampaknya bertahan lama bagi warga Guelph-
Wellington.

Praktik dan Tema CBR 2; Emergency Food


Systems
Gambaran Umum
Salah satu penelitian CBR lain yang juga bisa dikatakan
bagian dari kebanggaan Research Shop ICES adalah
tentang ketahanan pangan. CBR yang berjudul
emergency food systems ini mengeksplorasi sistem
ketahanan pangan di Geulph-Wellington. Kolaborasi di
dalam CBR ini adalah antara Research Shop dan PTF.
Proyek CBR dengan tema ketahanan pangan ini
dilakukan karena, pada konteks Guelph-Wellington,
memang masih ada isu sosial terkait ketahanan pangan
bagi komunitas-komunitas tertentu yang miskin.
Bahkan, CBR ini kemudian ditindaklanjuti dengan
berbagai penelitian lainnya hingga menjadi program
multi years. Para peneliti berkolaborasi dengan mitra
komunitas dan berupaya memetakan pandangan dari
para pengguna tentang layanan yang selama ini ada,

-[ 88 ]-
Community-Based Research

kemungkinan perbaikan yang diperlukan—termasuk


kemungkinan solusi alternatif bagi penyediaan pangan
darurat.
Kolaborasi
Riset ini adalah kolaborasi antara komite ad hoc layanan
darurat pangan, PTF dengan Research Shop.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
focus groups (kelompok khusus terfokus) dan survei.
Hasil
Dalam penelitian ini, para peneliti bersama warga
berhasil mengidentifikasi dan mengenali berbagai stigma
dan stereotype negatif sebagai hambatan untuk akses
pangan darurat. Penelitian ini juga menyarankan
sejumlah perbaikan potensi sistem yang ada. Sebagai
contoh, sebagian masyarakat menginginkan adanya
fleksibilitas dan pilihan dalam layanan makanan darurat.
Orang-orang ini juga berhasil mengidentifikasi kebu-
tuhan dan kriteria yang jelas bagi pengguna layanan
makanan darurat. Hasil lainnya adalah masyarakat perlu
diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam menen-
tukan bagaimana, kapan, dan dimana makanan darurat
disediakan. Hasil akhirnya, penelitian ini juga berhasil
mengidentifikasi sistem yang mencakup layanan
pelengkap, seperti kebun masyarakat dan berbagai
resep sehat, mudah, dan terjangkau.

-[ 89 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Dampak
PTF menggunakan hasil penelitian ini untuk mendukung
pembentukan solusi baru untuk penyediaan makanan
darurat di wilayah tersebut. Pada Mei 2013, Komite ad-
hoc layanan darurat pangan dalam PTF menerbitkan
laporan rekomendasi untuk memperbaiki penggunaan
layanan makanan darurat di Guelph-Wellington. Selain
itu, para pemangku kepentingan masyarakat lainnya,
termasuk jejaring PTF yang lebih luas dan Kelompok
Kerja Akses Pangan, telah mendukung rekomendasi ini.
Secara keseluruhan, rekomendasi ini telah banyak di
didiseminasikan dan disosialisasikan secara bersama;
salah satu strateginya melalui presentasi ke komunitas
Kota Guelph dan Komite Sosial pada bulan Juli 2013.
Rekomendasi ini membantu dalam memandu kebijakan
dan penyediaan jasa Layanan Makanan Darurat. PTF
terus bercita-cita untuk memenuhi kebutuhan
pengguna jasa yaitu masyarakat tidak mampu.

Praktik dan Tema CBR 3: Isu Demokrasi


Gambaran Umum
Ada cukup banyak penelitian CBR yang mencoba
menguatkan demokrasi dan tata kelola yang baik di
Guelph & Wellington. Salah satunya adalah “Examining
Organizations Supporting Positive Social Change”.
Penelitian ini mengupas "cara kerja" yang dilaksanakan
oleh organisasi non-profit (NGO/CSO) di Kanada.
Aspek-aspek yang diteliti adalah mekanisme pengam-
bilan keputusan dan pembagian struktur kekuasaan,
keanggotaan, dan tata kelola. Tujuan dari laporan ini

-[ 90 ]-
Community-Based Research

adalah untuk menginformasikan pekerjaan yang sedang


berlangsung yang dilakukan oleh 10 Carden, sebuah
organisasi berbasis inovasi sosial di Guelph.
Melalui CBR ini, 10 Carden berharap untuk memper-
baiki strategi pertumbuhan dan perkembangannya,
karena terus bekerja menuju pemenuhan kebutuhan
anggotanya, serta mencapai visi melayani sebagai
"hub/penghubung masyarakat." Hal menarik dari CBR
ini adalah penelitian ini bisa dikatakan sebagai penelitian
evaluasi (developmental evaluation), yang dilakukan
bersama oleh pihak Research Shop dan 10 Carden
(sebagai pihak yang dievaluasi). Model yang demikian
bisa jadi belum populer di Indonesia.
Kolaborasi
Pekerjaan ini melibatkan para peneliti Research Shop
yang terdiri dari mahasiswa magang dan manajer riset
dengan beberapa anggota tim dari 10 Carden. Tingkat
kolaborasi cukup tinggi dimana mereka bersama-sama
merancang dan melaksanakan kegiatan dalam banyak
tahap; mulai dari mengidentifikasi masalah penelitian,
memastikan mana organisasi yang akan disertakan
dalam wawancara informan kunci, dan meringkas
literatur yang relevan.
Metode
Review literatur terhadap hasil kajian akademik dan
artikel bebas dari riset online serta wawancara pada
informan kunci.

-[ 91 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Hasil
Informan kunci mengidentifikasi sejumlah prinsip untuk
menjadi panduan dalam meningkatkan kinerja dan
inovasi-inovasi mereka. Hasil penelitian menunjukkan
pentingnya aspek pembagian kekuasaan dan pengam-
bilan keputusan.
Organisasi juga mencatat pentingnya memperluas
jejaring dan menambah keragaman jejaring serta
pelibatan sektor publik. Hal-hal tersebut seringkali
efektif dalam menciptakan ruang untuk inovasi dan
perubahan di tingkat masyarakat. Hasil lain dari evaluasi
dalam bentuk CBR ini juga menunjukkan bahwa
pemanfaatan inovasi teknologi untuk mendukung upaya
berbagi di luar organisasi itu diidentifikasi sebagai
metode utama yang tetap terbuka dan transparan. Pada
akhirnya, hasil penelitian juga melaporkan berbagai cara
mengelola berbagai jenis keterlibatan: pekerjaan
sukarela, dengan memberikan kesempatan bagi anggota
untuk menentukan derajat partisipasi mereka sendiri.
Dampak
Salah satu dampak terbesar, yang dinyatakan sendiri
oleh Research Shop/ ICES, adalah kemitraan yang saling
memberi manfaat dan harmonis, berjangka panjang
antara Research Shop dan 10 Carden. Berbagai proyek
lain muncul sebagai akibat tidak langsung. Dampak inti
adalah bahwa 10 Carden dapat melakukan peningkatan
dan perbaikan tata kerja mereka berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan bersama.

-[ 92 ]-
Community-Based Research

Praktik dan Tema CBR 4: Dating and Domestic


Violence
Gambaran Umum
CBR ini adalah kemitraan antara Cabrini College dan
Laurel House, tempat penampungan korban kekerasan
dalam rumah tangga lokal. CBR ini tidak semata berdiri
sebagai penelitian an sich, tapi juga sebagai CBR dalam
mata kuliah. Selama satu semester, siswa menjadi
pekerja sementara yang kemudian mendapat sertifikat
di bidang penanganan KDRT dan konseling bagi orang
yang berada dalam situasi krisis menurut standar acuan
Koalisi Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PCADV/The Pennsylvania Coalition Against Domestic
Violence) Pennsylvania. PCADV adalah organisasi yang
menyediakan pengawasan (monitoring) dari semua
program pelatihan di bidang KDRT dan penampungan
para korban. Langkah ini adalah opsional, dan
merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan untuk
mengukur komitmen siswa.
Dalam mata kuliah ini, mahasiswa diwajibkan untuk
merancang dan melakukan penelitian tentang kekerasan
dalam pacaran di kalangan mahasiswa perguruan tinggi
dan siswa sekolah menengah atas. Tujuan dari
penelitian berbasis masyarakat ini ada dua: Untuk
mensosialisasikan ke khalayak luas tentang upaya
pendidikan terkait kekerasan domestik di Laurel House
sekaligus memperkuat data statistik tentang tingkat
kejadian di kalangan perguruan tinggi dan SMA.
Kemitraan dengan perguruan tinggi ini diharapkan dapat
melahirkan duta yang sadar akan gejala kekerasan

-[ 93 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

domestik. Dalam CBR ini, juga dibuka kesempatan


untuk mengembangkan keterampilan konseling atau
membantu korban dari lingkungan terdekat dalam
keadaan darurat.
Bagi para mahasiswa di kampus Cabrini, mereka akan
mendapatkan banyak keterampilan baru dan dipastikan
akan berguna terlepas dari bidang apapun yang mereka
pilih sebagai mata kuliah utama.. Mereka juga akan
dapat lebih berkembang ketika berperan sebagai orang
dewasa di komunitas.
Dari perspektif Laurel House, mereka memiliki
kesempatan untuk bekerjasama dengan siswa dari
Cabrini yang akhirnya bisa membantu jejaring ke depan.
Diharapkan bahwa mereka nantinya akan menjadi duta
untuk mendorong kesadaran masyarakat tentang KDRT
dan menjadi advokat (baca: fasilitator) atau pihak yang
menggerakan perubahan sosial dalam berbagai bidang,
khususnya bidang kekerasan domestik.
Kolaborasi
Dalam CBR ini, komunitas mitra juga terlibat dalam
pengembangan mata kuliah atau kegiatan. Bentuk
keterlibatan di sini meliputi pelatihan (capacity building),
pendampingan, dan penyusunan agenda riset.
Metode
CBR ini menggunakan metode survei untuk menggali
data kuantitatif. Strategi pengumpulan data dalam
penelitian ini cukup unik, mengingat kegiatan CBR ini
adalah mata kuliah. Di dalamnya ada proses bertahap,
para mahasiswa saling bertanya tentang pengalamannya

-[ 94 ]-
Community-Based Research

terkait kekerasan domestik. Model saling bertanya ini


dikembangkan dan diperluas ke berbagai komunitas
lainnya seperti para siswa SMA dan setingkat.
Tahapan selanjutnya adalah pihak peneliti mengiden-
tifikasi saat atau masa rawan dan kritis dimana para
siswa mengalamai kekerasan domestik, termasuk saat
kencan. Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data
bersama dengan para komunitas (komunitas siswa),
menganalisa pandangan dan persepsinya tentang
kekerasan domestik; apakah hal tersebut merupakan
persoalan bagi mereka. Mereka juga meneliti lebih
dalam tentang pandangan dan saran tentang strategi
penyelesaian dan pencegahan yang efektif.
Pada akhirnya, penelitian ini juga mencoba melihat
bagaimana program terkait isu ini di sekolah; apakah
para guru sadar akan persoalan ini; bagaimana
penanganan mereka jika menemukan kasus-kasus ini di
kelas. Di sini, Laurel House menyusun semua
pertanyaan penelitian dengan berdiskusi dan
berkolaborasi bersama dengan pihak akademisi dari
kampus.
Hasil
Kekerasan dalam pacaran menjadi persoalan serius di
antara para siswa SMA dan mahasiswa.
Dampak
Setiap akhir semester, mahasiswa mempresentasikan
hasil penelitian ke mitra yaitu Laurel House dan
berbagai pihak yang relevan. Data yang dihasilkan selain
menggambarkan bagaimana dating and violence

-[ 95 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

(kekerasan dalam pacaran) di tingkat siswa/mahasiswa


serta program pendidikan pencegahan yang ada, juga
menjadi baseline data program pendidikan terkait di
negara bagian tersebut. PCADV sedang mengem-
bangkan rencana strategis tiga tahunan.
PCADV bekerja keras untuk memastikan bahwa
kebijakan dapat muncul untuk memastikan bahwa
pihak-pihak yang selama ini bekerja menangani
kekerasan domestik dan telah bersertifikat dilibatkan
dalam pengembangan dan sekaligus pelaksanaan
kurikulum terkait kekerasan domestik di sekolah.
PCADV bekerjasama dengan mahasiswa untuk
mengevaluasi lagi strategi paling efektif dalam melakukan
kampanye kesadaran anti kekerasan domestik. Pada
akhirnya, Laurel House bekerja sama dengan Cabrini
College untuk pendidikan kesadaran anak muda di
komunitas. Hasil riset juga akhirnya didiseminasikan dan
disosialisasikan ke masyarakat lebih luas.
Evaluasi untuk mahasiswa dilakukan mengingat CBR ini
adalah sebuah mata kuliah. Pada proses evaluasi, yang
dinilai dan dievaluasi adalah review literatur,
penyelesaian modul pelatihan anti kekerasan domestik,
dan presentasi.
Pada akhirnya, baik mahasiswa dan dosen dari pihak
kampus maupun komunitas mitra mendapatkan
pengalaman yang berharga dari kerjasama ini. Mereka
juga memberikan kontribusi terhadap aksi penanganan
sekaligus pendidikan pencegahan kekerasan domestik,
khususnya pada kalangan anak muda di sekolah dan
kampus. Lebih jauh, proyek CBR ini juga menum-

-[ 96 ]-
Community-Based Research

buhkan kesadaran, kepekaan serta tanggung jawab


sosial para anak muda di lingkungan kampus.
Beberapa praktik CBR, sebagaimana dipaparkan diatas,
bukanlah menyangkut praktik-praktik yang umum dan luas,
melainkan berkaitan dengan hal-hal spesifik dan untuk
memenuhi hajat hidup komunitas. CBR datang sebagai suatu
pendekatan penyelesaian masalah komunitas. Praktik-praktik
sebagaimana contoh diatas merupakan isu sederhana dan
memiliki aspek faktual serta menjangkau hajat hidup manusia
pada umumnya. CBR didesain untuk memecahkan isu-isu yang
berhubungan langsung dengan kepentingan komunitas.
Isu lain yang juga terjadi dalam praktik CBR di Amerika
Utara adalah berkaitan dengan layanan publik. CBR yang
dilakukan di sini juga berkaitan dengan isu tentang standar
kelayakan hidup (living wage), keterjangkauan harga angkutan
umum (affordable bus pass), dan akses pada rekreasi yang layak
dan terjangkau. Dalam kasus lain, pengalaman CCBR (Center for
Community-Based Research, Canada) dalam penelitian CBR juga
tidak jauh dari isu yang dekat dengan komunitas, misalnya
tentang isu migran dan kesehatan.
Dari keempat contoh dan praktik diatas, contoh terakhir
merupakan contoh yang paling unik, mengingat isu kekerasan
dalam pacaran merupakan isu yang umumnya luput dari
perhatian. Betapa tidak, hampir di negeri ini tak banyak
ditemukan aduan yang berkaitan dengan kekerasan dalam
pacaran (kekerasan domestik). Namun, melalui CBR—dengan
prinsip kolaborasinya—isu ini dapat ditelaah secara baik dan
berdampak positif pula. CBR hadir membedah masalah ini dan
bisa jadi menjadi salah satu strategi yang tepat. Apalagi,
sebagaimana isu sensitif lainnya, seringkali ketika peneliti datang

-[ 97 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

untuk meneliti, kemungkinan banyak pihak (khususnya korban


atau pihak lainnya) yang cenderung menutup diri karena “malu”.
Di Indonesia sendiri, persoalan gender juga masih banyak
dan masih memerlukan perhatian. Kekerasan dalam rumah
tangga atau kekerasan domestik, atau juga seperti isu dalam
contoh di atas, kekerasan dalam masa pacaran masih
memprihatinkan. Sudah saatnya, kajian-kajian dan penelitian
berpikir untuk dapat memulai dan menggalakkan penelitian
penelitian CBR dalam isu gender.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa ada banyak ragam
pengalaman dan contoh praktik CBR yang telah sangat sering
dilakukan di berbagai tempat di Kanada dan Amerika. Kalau bisa
ditinjau dari aspek tema, maka tema yang beragam itu ada cukup
banyak yang terkait kesehatan, kemiskinan dan juga tata kelola
demokratis. Tema-tema lainnya seperti hukum dan pendidikan
jelas juga banyak dilakukan. Seringkali juga, tema besar didekati
dengan berbagai perspektif baik itu dari perspektif hukum atau
kebijakan, ekonomi dan lainnya. Karena CBR pada prinsipnya
bertujuan mendorong keadilan sosial dan memberdayakan pihak
marjinal dan lemah, termasuk isu-isu gender seperti kekerasan
domestik.

CBR di Afrika
Praktik CBR di Afrika sejatinya jauh lebih dulu ada. Praktik-
praktik ini sejalan dengan iklim pembangunan manusia yang
terjadi di Afrika. Justru keberadaan CBR di benua ini lebih
variatif. Namin demikian, fakta-fakta tersebut kurang bisa
ditelusuri sebagai suatu kajian, karena keberadaan CBR di Afrika
lebih banyak dilakukan sebagai praktik yang tak terlaporkan.

-[ 98 ]-
Community-Based Research

CBR di Afrika berproses sangat menarik. Sebelum benar-


benar menjadi CBR, kebanyakan mereka melakukan Community
Based Participatory Research (CBPR). Mereka mendefinisikan
bahwa CBPR lebih pada riset berkesinambungan dalam batas
akademika dan dilakukan secara kolaborasi antar disiplin ilmu.
Di Afrika Selatan orang tidak gampang meyakinkan
masyarakat untuk mendukung CBR, terutama penelitian yang
dilakukan orang kulit putih. Masyarakat sudah berasumsi lebih
dahulu akan adanya eksploitasi. Maksudnya adalah para peneliti
melakukan penelitian hanya mengharapkan dana dari peme-
rintah tanpa adanya konstribusi yang berarti bagi masyarakat. Hal
ini diperkuat dengan adanya problem penelitian yang berkisar
pada culture, race, and poverty.
Akhirnya kalau memang perlu dilakukan penelitian, peneliti
di Negara Afrika Selatan harus mendapat ijin dari stakeholder
lokal yang akan memberi garansi bahwa riset tersebut harus
sangat etis, terhormat, normatif, tidak mengeksploitasi, dan akan
memberikan kesejahteraan pada masyarakat.
Dengan perkembangan politik di Afrika, CBPR yang
kemudian berpayung pada CBR sangatlah cocok diterapkan,
karena adanya rambu-rambu: orientasi problem masyarakat,
keterlibatan masyarakat dan diterapkan dalam masyarakat.
Tidak banyak contoh yang dapat diketengahkan guna
menjelaskan praktik CBR di negeri ini. Namun, ada satu contoh
konkret pelaksanaan CBR yang berujung pada penyelesaian
masalah komunitas seperti tergambar dalam penjelasan ini.

-[ 99 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Praktik dan Tema CBR: Hubungan antara Buta


Huruf dengan Kepatuhan Resep Dokter
Gambaran Umum
CBR yang dilaksanakan merupakan proyek penelitian
tertua tentang bagaimana mahasiswa menggunakan
metode mengkomunikasikan informasi tentang
resep obat pada wanita buta huruf Somali.
Kolaborasi
CBR dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa
kampus Bates dengan B Street Health Center,
Bedard Pharmacy, St. Mary‘s Regional Medical
Center. CBR ini menjawab persoalan-persoalan
tentang pelaksanaan proyek (apakah terjadi
kolaborasi atau tidak); apakah pelaksanaan dilakukan
dengan komunitas partner atau tidak, bagaimana
pertanyaan-pertanyaan kunci, dan bagaimana peran
mahasiswanya dan masing-masing stake holder.
Metode
Metode yang digunakan adalah dengan mengkomu-
nikasikan informasi tentang resep obat pada wanita
buta huruf Somali.
Dalam implementasinya, CBR ini lebih menekankan
pada berapa lama pelaksanaannya, apakah metode
sudah sesuai, apakah hasilnya merevisi proyek
terdahulu, bagaimana menginterpretasikan data,
serta bagaimana pengaturan komponen proyek.

-[ 100 ]-
Community-Based Research

Hasil
Lebih banyak memberi informasi akan hasil
penelitian, bagaimana komunitas partner meman-
faatkan hasil tersebut, bagaimana pengalaman
penelitian mahasiswa ini dievaluasi, sharing dengan
lembaga yang lebih berpengalaman dan bagaimana
akibat yang ditimbulkan dari hasil ini.
Dampak
Dampak dari CBR ini adalah terjadinya kegiatan
follow up terhadap apa yang bisa diteliti dengan
orang-orang Somali di kemudian hari.

CBR di Asia
Salah satu alasan utama mengapa penelitian bermitra
dengan masyarakat adalah karena kehidupan yang serba
kompleks. Pada titik tertentu, kompleksitas ini juga menyentuh
pada suatu tatanan kehidupan yang terjangkiti sebuah penyakit
tertentu. Upaya untuk mengatasi penyakit tertentu itu, membu-
tuhkan kerjasama berbagai pihak secara luas, sebagai peneliti.
Contoh yang cukup menarik dari persoalan ini adalah upaya
mengatasi perluasan korban HIV/AIDS di India. Penelitian yang
di koordinasikan oleh tiga orang dalam bidang kesehatan ini
(Schensul SL, Nastasi BK, Verma RK),1 adalah contoh bahwa
penanganan pandemi HIV/AIDS tidak dapat dilakukan melalui

1
Schensul SL, Nastasi BK, dan Verma RK, “Community-Based Research in
India; a Case Example of International and Transdisciplinary Collaboration,”
AM Journal of Community Psychology, 2006.

-[ 101 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

penelitian konvensional. Hanya dengan kerjasama berbagai


sektor dan lintas disiplinlah, persoalan ini dapat diatasi.
Penelitian ini mencakup berbagai aspek upaya-upaya untuk
mengatasi meluasnya jumlah penderita HIV/AIDS. Keterlibatan
korban dan keluarganya dalam ikut serta merumuskan berbagai
faktor penularan sangat bermanfaat untuk mengetahui bagai-
mana proses penularan, serta langkah yang diperlukan untuk
mencegah penularan tersebut.
CBR mengupayakan terjadinya perubahan pada tatanan
kehidupan bersama. Sebagaimana diasumsikan bahwa
kehidupan berjalan atas keterlibatan berbagai pihak, maka
demikian pula dengan masyarakat. CBR menjadi sebuah
mekanisme bagaimana warga masyarakat dapat melakukan
upaya bersama, merubah dan berusaha memperbaiki kehidupan
mereka melalui penelitian. Isu perluasan korban HIV/AIDS di
India diatas membuktikan hal ini; bahwa segala sesuatu yang
membawa dampak pada kehidupan bersama, maka penyele-
saiannya pun perlu melibatkan berbagai pihak sebagai aktor
perubahan.
Penelitian bersama masyarakat di atas memberikan
gambaran keiikutsertaan warga dalam menentukan instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data serta kegiatan untuk
mengurangi resiko menyebar luasnya HIV/AIDS adalah mutlak
diperlukan. Pelajaran berharga dari penelitian bersama masya-
rakat ini adalah bahwa persoalan kesehatan menjadi persoalan
bersama yang harus diupayakan secara bekerjasama.
CBR dapat menjadi sebuah mekanisme untuk pemenuhan
kebutuhan pokok secara berkelanjutan. Sebagaimana penga-
laman Jitti Mongkolnchaiarunya, seorang dosen di Universitas

-[ 102 ]-
Community-Based Research

Thammasat, Thailand. Jitti melakukan CBR pada komunitas di


desa Klong-Rua Village, Thailand Selatan.2 Kebutuhan masyara-
kat kala itu adalah bagaimana masyarakat yang tinggal di desa
yang tergolong terasing tersebut mendapatkan aliran listrik.
Kegiatan yang dilakukan bisa dikatakan sebagai sebuah proyek
pemenuhan kebutuhan aliran listrik. Warga masyarakat terlibat
pada setiap tahapan dalam proyek, mulai dari mendisain apa saja
yang harus dilakukan, melakukan assessment pada aset yang
tersedia sampai dengan pembuatan alat pembangkit listrik tenaga
air. Tidak hanya terhenti pada pembuatan alat, tetapi berbagai
isu seputar keberlanjutan juga menjadi agenda penelitian yang
dikaji dan dikukuhkan menjadi pola pengelolaan ala desa Klong-
Rua.
Penelitian yang dilaksanakan selama 2 tahun ini melibatkan
banyak pihak. Masyarakat, universitas, dan penyedia layanan
listrik pemerintah setempat. Keterlibatan berbagai pihak ini
diwujudkan dari pola hubungan yang saling memberikan
dukungan dan didasarkan atas pembagian kerja serta sumber
daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Berbagai faktor
yang membuat kegiatan ini dapat mengatasi persoalan krisis
energi adalah kekuatan warga masyarakat dalam hal persatuan,
kesabaran dan mental kemandirian. Kemudian adalah
keberhasilan warga masyarakat mengembangkan hutan yang
membawa dampak tersedianya air terjun yang melimpah
sebagai sumber energi bagi penyediaan listrik (energi air). Peran
lembaga donor dan media massa dalam menyebarluaskan

2
Jitti Mongkolnchaiarunya, “Establishing and Sustaining a Micro Hydropower
Plant at Klong-Rua Village, Southern Thailand,” paper presented at
International Conference on Envisioning New Social Development Strategies
Beyond Millenium Development Goals, Yogyakarta, 2012.

-[ 103 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

capaian-capaian membuat dukungan dari berbagai pihak untuk


keberhasilan program ini semakin menguat.
Masyarakat menjadi pusat dalam sebuah community-based
research. Apapun yang dilakukan adalah kepentingannya kepada
masyarakat. Pertanyaan berikutnya adalah masyarakat yang
mana? Masyarakat dipahami sebagai bentuk kehidupan bersama
yang menyangkut berbagai persoalan kehidupan serta keraga-
man yang ada. Suatu perubahan pada masyarakat tidak
senantiasa memberikan dampak yang sama bagi seluruh warga
anggota masyarakat. Hal ini utamanya mengacu kepada
masyarakat yang heterogen, maka penelitian berbasis masya-
rakat harus dapat mengungkap sejauhmana persoalan
perbedaan ini mempengaruhi berbagai aspek mendasar di
masyarakat. Perubahan, oleh karena itu, tidak memberikan
dampak yang sama. Oleh karena itu setiap penelitian berbasis
masyarakat harus dilaksanakan secara hati-hati, dan lebih penting
dari itu semua adalah sebuah usaha untuk memberdayakan
pihak-pihak yang selama ini tidak diuntungkan atau malah
ditindas oleh suatu tatanan yang timpang.
Kegiatan penelitian bersama masyarakat, karenanya sangat
kental dengan kegiatan pemberdayaan. Sebuah kegiatan yang
memberikan peluang berkembangnya daya kemampuan
masyarakat untuk menghadapi problem kehidupan. CBR, oleh
karenanya, menyangkut sebuah kegiatan-kegiatan tidak sekedar
penelitian untuk memahami kehidupan, tetapi lebih dari itu,
merupakan proses pemberdayaan masyarakat. Sebuah proses
bagaimana warga masyarakat dapat memanfaat semua resources
yang mereka miliki, termasuk resources peneliti untuk melakukan
perubahan-perubahan sesuai dengan yang direncanakan.

-[ 104 ]-
Community-Based Research

Dalam konteks masyarakat perkotaan terdapat sebuah


CBR yang menarik untuk dibahas. Di India, upaya yang dilakukan
oleh PRIA (Participatory Research in Asia) adalah mencoba
memberikan kesempatan kepada warga masyarakat menya-
lurkan aspirasi dan kepentingannya, serta mencoba memberikan
pemahaman kepada pemberi layanan untuk mendengarkan apa
yang menjadi pikiran warga dalam sebuah kegiatan survei yang
partitipatif. Penelitian dilaksanakan di tiga kota, Uttar-Pradesh3,
Rae-Barelli, dan Varanasi.4
Tujuan dari penelitian yang dilaksanakan oleh Sharmila Ray
adalah peningkatan kualitas layanan dan pembangunan yang
tepat sasaran. Menurut peneliti, kunci dari kesemua itu adalah
adanya ruang yang terbuka di antara penyaluran aspirasi
masyarakat, dan serapan serta upaya mewujudkan aspirasi
tersebut oleh pemerintah.
CBR bisa menjadi mekanisme yang cukup efektif untuk
tujuan tersebut. Terbukti dalam kasus di tiga kota di atas.
Sharmila Ray yang merupakan Senior Program Officer di PRIA
berfungsi utama sebagai fasilitator dan katalisator dalam proses
penelitian tersebut. Data-data dikumpulkan oleh Tim tetapi
sepenuhnya dilaksanakan oleh warga dan setiap warga memiliki
kepentingan untuk memastikan bahwa data tersebut valid, dari
perspektif mereka.
Temuan di lapangan kemudian dikomparasikan dengan
data-data yang dimiliki oleh pemerintah. Hasilnya tentu saja
terjadi kesenjangan. Data pemerintah dikumpukan oleh para

3
Merupakan Negara bagian terbesar di India
4
Lihat http://www.terraurban.wordpress.com/2015/02/20/stories-hidden-
behind-percentages/

-[ 105 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

pegawai pemerintah dengan metodologi yang mereka pakai


sendiri. Sementara data yang dikumpulkan oleh Tim PRIA,
dikumpulkan dari masukan-masukan yang diberikan oleh warga
masyarakat. Gap ini kemudian menjadi bahan analisis, dan
dikomunikasikan kepada pembuat kebijakan, untuk kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan kebijakan yang lebih responsif.
Proses CBR yang dilakukan dengan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku bagi penelitian tersebut, menghasil-
kan sebuah input data yang valid, dan ketika dianalisis secara
partisipatoris, hasilnyapun benar-benar menggambarkan apa
yang sesungguhnya terjadi. Tidak saja itu, tetapi berbagai pola
kehidupan keseharian dapat direpresentasikan pada hasil
penelitian tersebut, sesuai dengan apa yang sesungguhnya
terjadi. Hal ini menjadi isu utama dalam setiap pengambilan
kebijakan pembangunan di India, mengingat negara tersebut
memiliki tingkat kemajemukan yang cukup tinggi.
Asumsi-asumsi yang bersifat menggeneralisir potret
kehidupan warganya dari satu wilayah ke wilayah lain, bukan saja
menjadi tidak akurat, tetapi juga menyengsarakan rakyat.
Mengingat akibat dari input yang tidak tepat, akan menghasilkan
keluaran produk kebijakan dan program pembangunan yang
tidak tepat pula. Penelitian selayaknya merupakan upaya yang
tidak saja menghasilkan input dari kebijakan, tetapi upaya yang
dapat dilakukan untuk merubah kebijakan. Muatan advokasi
dalam kegiatan penelitian CBR nampaknya menjadi salah satu
ciri tersendiri dibandingkan dengan penelitian konvensional.

-[ 106 ]-
Community-Based Research

CBR di Indonesia
Ada banyak praktik CBR yang sudah dilakukan di Indonesia.
Salah satunya adalah “Kasus Penggunaan Indeks Pengaduan
Masyarakat di Desa Parak, Kab. Selayar, Sulawesi Selatan”.5
Desa Parak di kabupaten kepulauan Selayar, propinsi
Sulawesi Selatan dihuni oleh sekitar 1300 keluarga dengan mata
pencaharian utama penanaman kelapa. Sejak tahun 2013,
empat dosen dari UIN Alauddin di Makassar bersama dengan
dua staf KOPEL (Komite Pemantau Legislatif), sebuah LSM yang
berkedudukan di kota yang sama, telah membentuk kelompok
kerja (pokja) untuk bermitra dengan Desa Parak dalam rangka
bersama-sama bereksperimen dengan sebuah model baru
untuk kegiatan kemitraan universitas-masyarakat (dulunya
disebut “pengabdian”). Model baru itu berfokus pada identifikasi
dan pengembangan berbagai aset-aset yang ada di masyarakat,
bukan pada “masalah” atau “kekurangan” atau “gap”. Tema
utama dari program kemitraan ini adalah penguatan tatakelola
kehidupan publik yang demokratis (good democratic governance).
Dalam berbagai diskusi awal anggota masyarakat
mengemukakan keinginan untuk meningkatkan berbagai
pelayanan publik, terutama layanan yang dikelola kantor/ad-
ministrasi desa. Untuk membantu masyarakat mewujudkan
keinginan ini, pokja memperkenalkan suatu alat atau teknik
bernama “Indeks Pengaduan Masyarakat” (atau Index of
Community Concerns). Dalam pelaksanaan IPM ini, masyarakat
menentukan topik-topik atau aspek-aspek dari pelayanan publik
5
Irvan Muliyadi, “A Citizen Charter for Parak Village: Putting the into Practice
The New UCE Model At Alauddin State Islamic University, Makassar,
Indonesia (Makalah disampaikan pada C2U Expo, Ottawa, Canada, Juni
2015).

-[ 107 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

yang ingin disurvei. Melalui sebuah lokakarya desa, sejumlah


anggota masyarakat dilatih untuk menjadi pengumpul data
(surveyor), kemudian survei dilaksanakan dengan jumlah
responden sebanyak 400 orang. Keuntungan survei dilaksanakan
oleh warga masyarakat cukup banyak, antara lain penguasaan
atas bahasa setempat.
Contoh-contoh aspek pelayanan publik yang tercakup di
dalam survei antara lain tidak ada fasilitas sanitasi (toilet) di kantor
BPD, staf kantor desa sering tidak berada di tempat atau
terlambat datang, proses pengurusan dokumen sangat lamban,
distribusi bantuan pada keluarga miskin kurang adil, dan ‘insentif’
bagi tenaga Posyandu sangat kecil.
Kemudian para surveyor dibantu untuk menginput data
dalam program komputer, menganalisanya serta membuat
laporan. Temuan-temuan utama dibahas dalam sebuah forum
publik yang dihadiri pejabat-pejabat desa. Temuan kemudian
diranking menurut tingkat prioritas atau urgensinya, lalu dibahas
tentang tindaklanjut yang diperlukan. Kepala Desa menawarkan
solusi atas sejumlah isu yang diidentifikasi, misalnya akan dibuat
jadwal “bergilir” yang menjamin bahwa setiap saat akan ada staf
di Kantor Desa. Kemudian disepakati untuk membawa
beberapa pengaduan kepada instansi-instansi tingkat kabupaten
yang mempunyai wewenang.
Hasil utama dari proses IPM ini adalah dibuatlah sebuah
“Piagam Warga” yang berisikan komitmen rinci serta rencana
tindak dari perangkat desa untuk melakukan perbaikan pada
sistim pelayanan dan administrasi, baik yang dapat dilakukan oleh
desa sendiri maupun yang akan dibawa ke tingkat pemerintahan
yang lebih tinggi.

-[ 108 ]-
Community-Based Research

Pada hakekatnya, kasus yang diuraikan di atas merupakan


contoh murni penelitian berbasis masyarakat (CBR)—walaupun
istilah “CBR” tidak pernah dipakai dalam pelaksanaaannya. Sudah
jelaslah bahwa mulai dari penentuan topik penelitian sampai
pada penentuan (dan pelaksanaan) berbagai tindakan yang
berdasarkan atas hasil penelitian semuanya berada di tangan
masyarakat. Mitra dari luar lebih bertindak sebagai fasilitator,
sambil belajar dari pengalaman ini dan kemudian memanfaat-
kannya dalam kegiatan pengajaran, penelitian serta
pengembangan masyarakat.
Selain contoh diatas, praktik yang tak kalah pentingnya
dalam CBR adalah diseminasi. Dalam hal ini ditampilkan
berbagai upaya yang dilakukan oleh FITRA6 dalam usaha
advokasi merubah kebijakan dan program pemerintah. Upaya
yang dilakukan FITRA ini sengaja ditampilkan untuk fokus
pembahasan kepada bagaimana ciri penting CBR yang
membedakan dengan penelitian konvensional membawa peran
penting, yaitu diseminasi. Untuk proses inipun dalam pelaksa-
naannya dapat dilakukan dengan ragam kegiatan. Melalui
berbagai media, dan memanfaatkan berbagai pihak. Berbagai
bentuk diseminasi misalnya adalah lembar fakta hasil temuan
yang menjadi dasar untuk mengadvokasi kebijakan yang
berdampak negatif kepada masyarakat.
Model diseminasi yang dilakukan oleh FITRA ini dikemas
dalam seminar dengan peserta terbatas, seperti melibatkan
masyarakat, media massa, maupun pengambil kebijakan yang
relevan dengan isu yang telah diteliti. Kegiatan ini adalah untuk
menyampaikan hasil penelitian secara langsung kepada
6
FITRA adalah CSO mitra UIN Sunan Ampel Surabaya dalam implementasi
proyek SILE/LLD.

-[ 109 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

kelompok sasaran dari isu atau kondisi yang akan dirubah sesuai
dengan tujuan penelitian. Seperti hasil riset terhadap tata kelola
Corporate Sosial Responsibility (CSR) industri ekstratif, yang
merupakan penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat penerima manfaat CSR. Diseminasi model seminar
yang dilakukan pada penelitian ini menghadirkan pihak
perusahaan, pemerintah daerah serta masyarakat. Hasilnya, ada
perubahan kebijakan CSR yang berpihak pada masyarakat.
Penelitian tata kelola CSR industri ekstratif berangkat dari
keprihatinan atas kondisi kemiskinan yang dialami oleh warga di
sekitar daerah beroperasinya perusahaan tambang minyak JOB
PPEJ di Kabupaten Tuban. Berdasarkan data PPLS tahun 2011
jumlah RTM (Rumah Tangga Miskin) mengalami kenaikan
sebesar 104% (13,209 RTM), tertinggi se-Kabupaten Tuban.
Sementara rumah tidak layak huni di kecamatan tersebut
mencapai 9,646 rumah, tertinggi se-kabupaten. Kondisi ketidak-
berdayaan secara ekonomi tersebut, memunculkan asumsi ada
yang kurang efektif dalam pemanfaatan sumber daya untuk
meningkatkan kesejahteraan. Padahal jika dilihat, salah satu
potensi sumber daya dari CSR cukup besar. Secara keseluruhan
CSR di Kabupaten Tuban mencapai Rp. 168.417.590.500 atau
setara dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)7. Dalam
konteks itulah yang kemudian mendorong FITRA Jatim,
bersama-sama masyarakat sekitar untuk melakukan kajian secara
mendalam terhadap apa dan bagaimana sebenarnya yang terjadi
dengan pengelolaan CSR di Tuban.8

7
LKPJ Bupati Tuban tahun 2011.
8
Dokumen Aksi Sosial FITRA JATIM.

-[ 110 ]-
Community-Based Research

Kegiatan penelitian ini, selain untuk menggali data terkait


tata kelola juga untuk mendorong peningkatan peran
pengawasan warga serta untuk memastikan kualitas dan
akuntabilitas pelaksanaan CSR industri ekstratif Migas. Penelitian
ini mulai dirancang dengan melibatkan masyarakat penerima
manfaat CSR, CSO yang peduli CSR dan pembangunan,
Perusahaan dan Pemerintah Daerah. Masyarakat terlibat sejak
awal penyusunan instrumen penelitian, pengalian data, bahkan
penyampaian hasil-hasil penelitian lapangan juga dilakukan oleh
masyarakat sendiri.
Hasil-hasil penelitian tersebut kemudian dikomunikasikan
kepada beberapa stakeholders seperti pihak perusahaan, peme-
rintah daerah, dan SKK Migas. Kegiatan untuk mengkomunikasi-
kan hasil tersebut berupa FGD dan seminar yang dihadiri oleh
perusahaan dan pemerintah daerah serta stakeholders lainnya.
Dalam kegiatan tersebut masyarakat sekaligus peneliti menyam-
paikan atau mempresentasikan hasil penelitian yang kemudian
ditanggapi oleh para stakeholders. Desiminasi selanjutnya adalah
mengadakan diskusi publik di tingkat nasional dengan melibatkan
SKK Migas sebagai leading sector urusan Migas di Indonesia.
Pada awal-awal pelaksanaan penelitian, terdapat resistensi
dari pihak perusahaan karena dianggap akan mencari-cari
kesalahan dan ketakutan akan memberikan citra buruk bagi
perusahaan. Untuk mengatasi kekhawatiran perusahaan
tersebut, FITRA Jatim bersama-sama dengan warga
mengadakan dialog dengan perusahaan, menjelaskan bagaimana
penelitian ini akan dilakukan dan menyampaikan juga manfaat
yang akan diperoleh perusahaan dengan data yang nanti
didapatkan, antara lain dapat membantu perusahaan untuk
melakukan evaluasi terhadap tata kelola CSR selama ini. Hasil

-[ 111 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

dari proses diseminasi yang dilakukan adalah terakomodasinya


hasil-hasil penelitian dalam pengambilan kebijakan terkait dengan
CSR, seperti penerbitan Permen ESDM tentang pedoman
pelaksanaan CSR Migas. Selain itu, rumusan hasil penelitian juga
masuk dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang CSR di
Kabupaten Tuban.9
Untuk mempengaruhi stakeholders, diseminasi yang cukup
efektif adalah dengan mengadakan press cenference. Berdasarkan
pengalaman, kegiatan ini cukup efektif untuk mendapatkan
dukungan publik dan mempengaruhi pengambil kebijakan atas
suatu kondisi tertentu. Seperti misalnya, press conference hasil
survei dengan metode Citizen Report Card (CRC) terhadap
kualitas layanan Puskesmas. dengan adanya publikasi melalui
press conference, telah berhasil mempengaruhi kebijakan
perbaikan layanan Puskesmas.
CRC atau laporan penilaian masyarakat sendiri merupakan
survei tentang bagaimana warga menilai kepuasan layanan
umum yang diterimanya. Cakupan dalam survei CRC ini adalah
melingkupi kualitas, efesiensi, dan masalah-masalah penyeleng-
garaan layanan. Dalam CRC, kepuasan layanan Puskesmas di
Kota Surabaya, misalnya menilai kualitas layanan yang meliputi
waktu pendaftaran untuk mendapatkan layanan, waktu
pemberian layanan seperti Poli Gigi, Poli Umum. CRC ini juga
menilai bagaimana kualitas petugas dalam memberikan layanan,
seperti keramahan. CRC juga menilai bagaimana fasilitas dan
sarana dan prasarana Puskesmas, termasuk bagaimana
kemudahan pengguna layanan untuk mengakses pengaduan
ketika merasa tidak puas terhadap layanan.

9
Ibid.

-[ 112 ]-
Community-Based Research

Tujuan utama CRC ini adalah untuk melakukan penelitian


kualitas pelayanan kuratif yang diselengarakan oleh Puskesmas di
Kota Surabaya. Bagi Puskesmas, hasil survei ini merupakan alat
untuk menjaring umpan balik yang dapat dijadikan sebagai instru-
men untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Beberapa hal
yang dilihat dari hasil CRC ini diantaranya, profil pengguna
layanan Puskesmas yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendi-
dikan, dan penghasilan. Sementara dari sisi layanan, CRC
memotret beberapa layanan yang diselenggarakan Puskesmas
diantaranya, layanan pendaftaran, Unit Layanan Kesehatan
Umum, Unit Layanan Obat, dan Unit Layanan Pengaduan.
Dari beberapa Unit yang dipotret dalam CRC ini dilihat
bagaimana proses warga untuk mengakses unit layanan tersebut,
misalnya syarat yang dibutuhkan, lama pelayanan, sikap petugas,
serta sarana dan prasarana yang disediakan. Dari hasil survei
yang dilakukan kepada 200 responden, terungkap bahwa
sebagian besar pengguna layanan Puskesmas adalah kelompok
perempuan yang rata-rata tidak memiliki penghasilan yang tetap.
Temuan selanjutnya adalah untuk mendapatkan pelayanan
terutama pada saat pendaftaran pengguna layanan masih ditarik
biaya rata-rata Rp. 5.000.
Sementara untuk sarana dan prasarana pelayanan, dalam
CRC ini pengguna layanan masih menganggap kurang
memadahi terutama untuk ruangan yang dianggap masih sempit
dan tempat parkir masih dianggap kurang memadai. Dari sikap
petugas pemberi layanan, sebagian besar sudah cukup ramah
kepada pengguna Puskesmas meski demikian masih didapati
sikap petugas yang tidak ramah atau cemberut. Dari sisi lamanya
waktu mendapatkan pelayanan, dari survei ini menunjukkan
bahwa rata-rata waktu pelayanan relatif cepat yaitu antara 10-15

-[ 113 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

menit, meski masih ada waktu pelayanan mencapai diatas 20


menit.
Sementara itu dari CRC ini juga diketahui bahwa unit
layanan pengaduan merupakan unit layanan yang paling banyak
tidak dimanfaatkan oleh pengguna Puskesmas. Hal ini
disebabkan diantaranya, pengguna cukup puas dengan
pelayanan yang diberikan, kemudian ada pengguna layanan yang
merasa takut untuk mengadu, sementara sebagian responden
menyatakan tidak mengetahui sarana pengaduan tersebut.
Hasil-hasil temuan CRC tersebut selanjutnya disampaikan
kepada pihak-pihak terkait seperti Puskemas, Dinas Kesehatan
dan stakeholders yang lain seperti LSM, Ombudsman, dan
Komisi Pelayanan Publik. Penyampaian tersebut dipresentasikan
melalui forum FGD pada tanggal 11 Juli 2014, yang dihadiri oleh
Dinas Kesehatan, perwakilan Puskesmas, dan pihak RSUD.
Dalam kesempatan tersebut, perwakilan dari dinas
kesehatan mengapresiasi hasil temuan CRC ini, dan akan
menindaklanjuti beberapa temuan seperti peningkatan sarana
dan prasarana, serta meningkatkan fasilitas pengaduan supaya
masyarakat menjadi nyaman dalam menyampaikan pengaduan.
“Kita sangat terbantu dengan hasil survei ini untuk mengevaluasi
penyelenggaraan Puskesmas, dan kami akan menindaklanjuti
terutama mengenai pengaduan.” Dian W (Perwakilan Dinkes
Surabaya) 10.

10
Pernyataan disampaikan pada saat FGD Hasil CRC pada tanggal 11 Juli 2014
di RM. Agis Surabaya.

-[ 114 ]-
Community-Based Research

Bab 5 - Proposal CBR

SEBAGAIMANA halnya sebuah penelitian pada umumnya


yang membutuhkan pendanaan, CBR juga tidaklah sebuah
pengecualian. Dengan demikian, peneliti CBR harus membuat
sebuah usulan penelitian yang meyakinkan kepada penyandang
dana agar proposalnya bisa didanai. Tentunya, proposal CBR
berbeda dengan proposal penelitian konvensional karena
peneliti CBR haruslah berkolaborasi dengan komunitas dengan
tujuan akhir pada perubahan sosial. Secara umum, sebuah
proposal penelitian CBR terdiri dari Letter of Intent, Abstract,
Background/Rationale, Research Objectives, Research Question(s),
Literature Review, Research Methods, Ethical Considerations,
Human Resources & Team Skills, Community Involvement,
Dissemination, Budget, Timeline.1
Letter of Intent ini biasanya digunakan oleh pemberi dana
sebagai review awal dalam menilai sebuah proposal CBR.

1
Komposisi proposal seperti ini sudah digunakan Puslitpen UIN Sunan Ampel
Surabaya sejak tahun 2014 melalui guideline yang disusun tim CBR pada tahun
2014.

-[ 115 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Keberadaanya tergantung oleh pemberi dana, dengan kata lain,


jika pemberi dana tidak membutuhkan letter of intent, maka
bagian ini tidak perlu disiapkan. Letter of intent haruslah
informatif, menyampikan tujuan secara jelas, menunjukkan
adanya ikatan dengan komunitas yang kuat, relevan dengan
kebutuhan komunitas, menyampaikan strategi kolaboratif dan
menunjukkan bagaimana kegiatan penelitian memiliki implikasi
terhadap kebijakan, perubahan sosial dan manfaat-manfaat
lainnya.
Sedangkan abstrak harus mencantumkan latar belakang,
tujuan, metodologi dan hasil yang diharapkan. Latar
belakang/rationale harus ditulis cukup panjang (beberapa
paragraf) karena memuat beberapa hal yang harus dijelaskan
secara baik. Bagian ini harus memuat konteks penelitian,
memiliki konektifitas dengan prioritas pemberi dana dan
penggunaan hasil penelitian yang nanti akan diperoleh. Sebuah
latar belakang yang baik harus mampu membuat reviewer
mengikuti jalan pikiran pengusul proposal CBR dan harus
dengan jelas menyampaikan bagaimana masyarakat terlibat
dalam menentukan kebutuhan mereka sendiri dalam penelitian
yang diusulkan tersebut.
Setelah menyampaikan latar belakang secara detil, tujuan
penelitian harus diutarakan dengan lebih sederhana, tidak lebih
dari dua paragraf. Tujuan penelitian juga dapat didesain dalam
statement yang terpisah satu dengan lainnya. Tujuan penelitian
harus dibangun atas latar belakang yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Ia juga harus jelas, realistis dan empiris (terukur dan
bisa dilihat). Tujuan-tujuan penelitian ini kemudian dijabarkan
dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian. Yang perlu
diingat dalam membuat pertanyaan penelitian CBR ini adalah

-[ 116 ]-
Community-Based Research

bagaimana komunitas terlibat dan menjawab pertanyaan-


pertanyaan tersebut.
Bagian selanjutnya adalah Literature review. Literatur bisa
berupa tulisan ilmiah berkala, laporan penelitian (baik yang sudah
dipublikasikan atau yang tidak), buku, presentasi dalam
konferensi, sumber-sumber internet dan seterusnya. Adanya
literature review ini dimaksudkan untuk menunjukkan
pengetahuan yang telah tersedia ataupun terbangun bagi
pengusul CBR tentang topik yang diusulkan. Bagian ini juga
berfungsi untuk menunjukkan bahwa usulan penelitian tersebut
memiliki aspek penting dalam kaitannya dengan praktik yang ada
di lapangan, ilmu pengetahuan, stakeholder dan kebijakan.
Kajian kepustakaan (literature review) tidak sekedar menya-
jikan penjelasan secara teoritik atas fenomena atau isu yang
sejenis saja. Ia seharusnya dapat memberikan gambaran menge-
nai usaha-usaha yang dilakukan untuk menjawab berbagai
pertanyaan dan kepentingan adanya perubahan sosial (termasuk
kebijakan, jika tergolong usaha advokasi) yang dikehendaki.
Tujuan dan arti penting adanya literature review adalah
untuk mengetahui penelitian apa saja yang sudah pernah
dikerjakan dengan topik tersebut, menempatkan usulan
penelitian tersebut di antara penelitian-penelitian yang sudah
ada, belajar kelebihan dan kekurangan dari penelitian lain, dan
yang paling penting adalah memberi kredibilitas terhadap
pengusul CBR. Literature review biasanya relatif panjang, kira-kira
sepertiga dari keseluruhan proposal. Untuk meyakinkan
pemberi dana, literature review harus ditulis dengan logis, ringkas
dan terarah. Bisa saja dibagi menjadi sub-sub bagian jika relevan.
Review ini juga harus fokus terhadap temuan-temuan yang sudah
ada terkait topik yang diusulkan. Ada baiknya dalam review ini

-[ 117 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

juga menelaah metode yang digunakan penelitian sebelumnya.


Literature review harus ditulis dengan persuasif dan yang paling
penting adalah pengusul harus mengambil posisi dalam
permasalahan yang dibahas dalam review ini. Di akhir bagian
review ini, pengusul harus menunjukkan adanya gap/kesenjangan
yang muncul dalam literatur, kemudian mengaitkan dan
mengarahkan latar belakang dengan gap dalam literatur.
Penyampaian metode penelitian dalam proposal CBR
harus berdasarkan pertanyaan penelitian yang sudah diidentifikasi
sebelumnya. Bisa jadi, ada beberapa metode penelitian yang
akan digunakan. Tiap-tiap metode yang dipilih harus diberi
alasan pemilihan metode tersebut secara jelas dan lugas.
Sebagaimana diuraikan dalam bagian metodologi, CBR dapat
menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif ataupun
kualitatif. Dalam proses analisis data, proposal CBR harus
menjelaskan cara menggunakan data yang sudah terkumpul dan
bagaimana memaknainya.
Bagian selanjutnya adalah pertimbangan etika. Bagian ini
memang belum banyak diperhatikan secara mendalam pada
penelitian di Indonesia. Minimal, yang harus dilakukan pengusul
adalah menyampaikan aspek etika ini secara sederhana.
Misalnya, selama penelitian tidak akan menyakiti pihak lain,
menjunjung tinggi prinsip kerahasiaan, adanya persetujuan yang
jelas dari responden, dan adanya penghargaan dan
penghormatan terhadap komunitas. Prinsip-prinsip ini harus
disampaikan dengan mengaitkannya dalam hal pengumpulan
data, proses kolaborasi dengan komunitas, dan kepemilikan hasil
penelitian (ownership). Secara sederhana, pertimbangan etika
harus mampu mengantisipasi aspek etis apa saja yang akan

-[ 118 ]-
Community-Based Research

dihadapi dan langkah apa saja yang perlu disiapkan untuk


menghindari permasalahan etis ini.
Human resources & team skills, sumber daya manusia
dalam penelitian CBR terdiri dari peneliti kampus, peneliti
komunitas dan anggota komunitas yang memiliki peran masing-
masing. Yang jelas, dalam bagian ini harus digambarkan keahian
apa yang dibutuhkan dan siapa yang memiliki keahlian tersebut.
Dengan demikian, segala keahlian yang dibutuhkan dalam
penelitian CBR ini harus bisa dilakukan oleh peneliti yang
diusulkan. Jika masih diperlukan keahlian lain yang belum dimiliki,
perlu dijelaskan bagaimana cara memperoleh keahlian tersebut.
Isu penting dalam persoalan ini yang harus disadari adalah
mekanisme untuk menentukan siapa saja yang terlibat, serta
peran apa yang akan dimainkan. Hal ini sangat bergantung,
tentunya, dengan tujuan dari penelitian itu sendiri. Keterlibatan
berbagai pihak dalam cbr adalah suatu keharusan.
Selain sebagai peneliti, komunitas juga harus menjadi titik
tumpu dalam penelitian CBR ini. Komunitas harus terlibat secara
aktif dalam setiap tahap penelitian, dalam menentukan prioritas
penelitian, dalam keterlibatan mereka selama penelitian, dalam
menentukan peningkatan kapasitas yang akan dilakukan untuk
komunitas, dan akhirnya bagaimana komunitas memperoleh
manfaat dari penelitian tersebut.
Diseminasi adalah tahapan di mana hasil dari penelitian
disebarluaskan ke berbagai pihak yang relevan sehingga tercapai
knowledge translation atau penerjemahan hasil penelitian menjadi
sebuah tindak lanjut yang memberi manfaat riil pada perubahan
sosial dan kebaikan bagi semua.

-[ 119 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Setelah memahami beberapa komponen yang ada dalam


proposal, contoh berikut merupakan proposal yang pernah
didanai dalam penelitian CBR. Proposal berjudul “Taking Action:
Using Arts-Based Approaches to Develop Aboriginal Youth
Leadership in HIV Prevention” (Pendekatan Berbasis Seni untuk
Mengembangkan Kepempimpinan Para Kaum Muda Aborigin
Dalam Pencegahan HIV). Penyusun proposal ini adalah Sarah
Flicker dan Randy Jackson.
Komponen-komponen yang ada dalam proposal ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan spesifik (specific aim)
2. Review literatur (literature review)
3. Riset awal (preliminary research)
4. Metode, pendekatan dan desain penelitian (Dalam bab ini,
terdapat sub bab berikut: Arts-based approaches to
Participatory Action Research (PAR), data collection, methods
and analysis, quality control, recruitment, ethics)
5. Tim Riset (research team)
6. Diseminasi: Translasi kebermanfaatan pengetahuan, rencana
pertukaran data dan sosialiasi hasil penelitian (Dissemination:
Knowledge Translation & Exchange Plan). Dalam bab ini juga
dijelaskan tentang siapa yang menjadi sasaran dari berbagai
kegiatan diseminasi. Dalam contoh proposal ini audiensi
KTE-nya terdiri dari local community/komunitas lokal,
reaching other youth/ menjangkau kelompok muda dan
remaja lainnya, komunitas lain, stakeholders/pihak-pihak
terkait, academic audiences/kalangan akademisi, dan policy
makers/pembuat kebijakan)
7. signifikansi atau urgensi penelitian (Significance).

-[ 120 ]-
Community-Based Research

Proposal ini mengajukan dana sebesar 100.000 dolar atau


1,3 milyar rupiah per tahun untuk tiga tahun penelitian.
Kekuatan proposal ini terletak pada beberapa hal, salah satunya
adalah urgensi penelitian yang jelas. Tema atau isu yang diangkat
jelas merupakan persoalan rill yang cukup meresahkan dan
membutuhkan penanganan segera yang efektif.
Dalam menegaskan urgensi ini, para pengaju proposal,
Sarah Flicker dan Randy Jackson, menunjukkan data yang cukup
akurat (dihasilkan dari preliminary research) tentang statistik
penderita HIV di kalangan kaum muda aborigin di Kanada. Lebih
lanjut, mereka juga menjelaskan bahaya yang akan terjadi jika
persoalan ini tidak segera ditanggapi dengan baik dan bijak.
Selain itu, mereka juga menekankan kesesuaian antara penelitian
yang akan dilakukan dengan agenda yang sudah dicanangkan
oleh pemerintah. Dan, karena penelitian ini merupakan
penelitian berbasis komunitas yang memang memiliki beberapa
berbedaan dengan penelitian konvensional lainnya, maka
ditegaskan juga oleh Flicker dan Jackson kenapa pendekatan atau
model penelitian CBR lah yang paling tepat untuk digunakan
untuk memahami persoalan ini.
Kelebihan lain dalam penelitian ini adalah bagaimana
rencana dan tahapan kegiatan dipaparkan dengan jelas dan runut
sehingga benar-benar tergambarkan bagaimana nantinya proses
penelitian akan berjalan. Ada penjelasan tentang tahapan besar
dan ada juga paparan yang cukup detil tentang day to day work
dalam FGD misalnya. Begitu baiknya, paparan rencana kerja ini
ilustrasinya benar-benar persuasif dan self-explanatory; Dari

-[ 121 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

paparan ini, kami (reviewer) bahkan benar benar merasakan


seolah terlibat dalam proses pelaksanaan. 2

2
Lebih lanjut mengenai versi lengkap proposal ini dapat lihat di
https://depts.washington.edu/ccph/pdf_files/Taking_Action.pdf (diakses pada
tanggal 12 Agustus 2015.

-[ 122 ]-
Community-Based Research

Bab 6 - Penutup

COMMUNITY-Based Research (CBR) merupakan salah satu


pendekatan penelitian yang berbasis komunitas (community-
based approach). Pendekatan ini memiliki tiga hallmark atau
karakter utama yang menjadikan sebuah penelitian bisa dikatakan
berbasis masyarakat atau tidak. Tiga karakter utama tersebut
adalah Community relevance (relevan dengan kepentingan dan
manfaat bagi masyarakat), Participatory (bertumpu pada
partisipasi aktif semua pihak termasuk masyarakat sebagai aktor
utama dalam penelitian) dan action oriented (berorientasi pada
aksi untuk memaksimalkan dampak atau manfaat riil). Tiga hall
mark inilah yang membedakan CBR dengna penelitian atas
komunitas atau research on community. Dalam pendekatan
CBR, masyarakatlah yang menjadi subjek mulai dari menyusun

-[ 123 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil riset. Dalam hal ini,


peneliti berperan utama sebagai fasilitator atau pendamping atau
narasumber, yang bersama-sama komunitas merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi program-program riset.
Kemitraan merupakan kata kunci dalam setiap kegiatan
penelitian berbasis masyarakat atau CBR.
CBR tidak memiliki kekhususan metode yang digunakan,
sebab yang menjadi ukuran utamanya adalah kemanfaatan yang
diperoleh komunitas. Hal ini berarti Community-Based Research
(CBR) bisa menggunakan metode pengumpulan data kualitatif,
kuantitatif, dan metode-metode lainnya yang relevan dengan
konteks penelitian. Jadi, metode Community-Based Research
(CBR) ditentukan oleh tiga prinsip: (1) adanya kolaborasi antara
peneliti dan komunitas; (2) validasi terhadap pengetahuan yang
dimiliki komunitas dan adanya berbagai cara utuk
mengumpulkan dan menyebarkan informasi; dan (3) adanya
perubahan sosial sebagai sarana utama untuk mencapai keadilan
sosial. Tahap-tahap pelaksanaan CBR meliputi (1) peletakan
dasar (laying the foundation), perencanaan penelitian (research
planning), pengumpulan dan analisis data (information gathering
and analysis) dan aksi atas temuan (acting on findings).
Sebagai sebuah pendekatan penelitian yang memang
memiliki tujuan tegas dan idealisme yang kuat akan tanggung
jawab sosial lembaga pendidikan, ada beberapa prinsip-prinsip
utama dalam CBR, yaitu (1) masyarakat dilihat sebagai satu
kesatuan identitas; (2) berdasarkan pada kekuatan dan sumber
daya di dalam masyarakat; (3) memfasilitasi kemitraan kolaboratif
yang menjunjung nilai kesetaraan dalam setiap tahap penelitian;
(4) mendorong terjadinya proses co-learning (belajar bersama)
dan pengembangan kapasitas semua mitra; (5) memadukan dan

-[ 124 ]-
Community-Based Research

mendapatkan keseimbangan antara pengembangan pengeta-


huan dan tindakan untuk saling memberikan manfaat; (6)
menggunakan proses daur ulang untuk refleksi; (7) menangani
isu-isu lokal mendesak yang dihadapi oleh masyarakat dari
berbagai perspektif; (8) diseminasi hasil penelitian kepada semua
mitra dan berbagi kesempatan untuk mendiseminasikan ke
berbagai media publik; dan (9) diorentasikan jangka panjang dan
merawat komitmen untuk keberlanjutan.
Pada akhirnya, pendekatan CBR ini sangat ideal baik dari
aspek akademik dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu
pengetahuan maupun dari aspek kontribusi sosial bagi
terwujudnya keadilan sosial dan kebaikan bersama. []

-[ 125 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

-[ 126 ]-
Community-Based Research

Daftar Pustaka

Alma, Eileen. “Communicating Research Findings.” Materi


Research for Citizen Led Change Training, Canada,
October 2014.
Biel, Anders, Daniel Eek, Tommy Garling, and Mathias
Gustafsson. New Issues and Paradigms in Research on
Sosial Dilemmas. [New York, N.Y.]: Springer, 2008.
Bogdan, Robert C. dan Sari Knopp Biklen. Qualitative Research
for Education: an Introduction to Theories and Methods.
New York: Pearson, 2007.
Boyd, Margaret R. “Community-based Research: Under-
standing the Principles, Practices, Challenges, and
Rationale.” The Oxford Handbook of Qualitative Research.
Oxford: Oxford University Press, 2014.
Boyer, Ernest. Scholarship Reconsidered: Priorities of the
Proffessionate; A Special Report. The Carnegie Foundation
for the Advancement of Teaching.

-[ 127 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Bray, John N. Collaborative Inquiry in Practice: Action, Reflection,


and Meaning Making. Thousand Oaks, Calif.: Sage
Publications, 2000.
Brown, Leslie, and Marge Reitsma-Street. “THE VALUES OF
COMMUNITY ACTION RESEARCH.” canasociworkrevi
Canadian Social Work Review / Revue canadienne de
service social 20, no. 1 (2003): 61–78.
Burke, W. Warner, Dale G Lake, and Jill Waymire Paine.
Organization Change: A Comprehensive Reader. San
Francisco: Jossey-Bass, 2009.
Carr, Wilfred dan Stephen Kemmis. Becoming Critical Education
Knowledge and Action Research. New York: Routledge
Farmer, 2004.
Creese, Gillian Laura, and Wendy Mae Frisby. Feminist
Community Research: Case Studies and Methodologies.
Vancouver: UBC Press, 2011.
De Sousa Santos, Boaventura. Cognitive Justice in a Global World
Prudent Knowledges for a Decent Life. Lanham: Lexington
Books, 2007.
Demange, E., E. Henry, A. Bekelynck, M. Préau. “A Brief
History of Community-Based Research.” Demange, E.,
Henry, E., Préau, M. From Collaborative Research to
Community-Based Research; A Methodological Toolkit.
Paris: ANRS/Coalition PLUS. Coll. Sciences sosiales et
sida, 2012.
Denzin, Norman K, and Yvonna S Lincoln. The SAGE Handbook
of Qualitative Research. Thousand Oaks: Sage
Publications, 2005.

-[ 128 ]-
Community-Based Research

Dokumen Aksi Sosial FITRA JATIM.


Etmanski, Catherine, Teresa Dawson, dan Budd L. Hall.
“Introduction.” Catherine Etmanski, Teresa Dawson, dan
Budd L. Hall, Learning and Teaching Community-Based
Research: Linking Pedagogy to Practice. Toronto:
University of Toronto Press, 2014.
FGD Hasil CRC pada tanggal 11 Juli 2014 di RM. Agis Surabaya.
Fitzgerald, Hiram, Cathy Burack, and Sarena D Seifer.
Handbook of Engaged Scholarship Contemporary
Landscapes, Future Directions, Volume 2: Community-
Campus Partnerships. East Lansing: Michigan State
University Press, 2010.
Freire, Paulo. Pedagogy of the Oppressed. New York and
London: Continuum, 1970.
Furco, Andrew. “Service-learning: a Balanced Approach to
Experiential Education.” B. Taylor, and Corporation for
National Service (Eds.). Expanding Boundaries: Serving and
Learning. Washington, DC: Corporation for National
Service, 1996.
Guba, Egon G. dan Yvonna S. Lincoln. “Paradigmatic
Controversies, Contradictions, and Emerging
Confluences.” Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln
(ed.), Qualitative Research. London: Sage Publication
1994.
Hall, Bud L. “In form the cold? Reflections on participatory
research from 1970-2005.” Convergence, 38, 1 (2005).
http://www.eslarp.uiuc.edu/PAR%20RG/Hall-

-[ 129 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

%20PAR%201970-2005%20Convergence.pdf (diakses
pada tanggal 21 April 2015).
Heron, J. dan P. Reason. “A Participatory Inquiry Paradigm.”
Qualitative Inquiry, 3, 3 (1997): 274-294.
Heron, John. Co-Operative Inquiry Research into the Human
Condition. London; Thousand Oaks: Sage Publications,
1996.
Heron, John. Co-operative Inquiry; Research into the Human
Condition. London: Sage Publication, 1996.
http://comm-org.wisc.edu/papers2004/tinkler/1.htm
Establishing a Conceptual Model of Community-based
Research through Contrasting Case Studies, 2004.
http://highlandercenter.org/about-us/
http://www.compact.org/
http://www.livingknowledge.org.
http://www.terraurban.wordpress.com/2015/02/20/stories-
hidden-behind-percentages/
Israel, Barbara A. Methods in Community-Based Participatory
Research for Health. San Francisco, CA: Jossey-Bass,
2005.
Israel, Barbara A., Amy J. Schulz, Edith A. Parker, and Adam B.
Becker. Review Of Community-Based Research: Assessing
Partnership, Approaches to Improve Public Health. Annu.
Rev. Public Health, 1998.
Israel, Barbara A., Eugina Eng, Amy J. Schulz, dan Edith A.
Parker. Methods in Community-Based Participatory

-[ 130 ]-
Community-Based Research

Research for Health. San Fransisco: A Wiley Imprint,


2005.
Jansson SM, Benoit C, Casey L, Phillips R, and Burns D. “In for
the Long Haul: Knowledge Translation between
Academic and Nonprofit Organizations.” Qualitative
health research 20, no. 1 (2010): 131–43.
Kemmis, Stephen dan Robin Mc. Taggart. “Participatory Action
Research.” Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln.
Handbook of Qualitative Research. California: Sage
Publication, 2000.
Knowles, J. Gary, and Ardra L Cole. Handbook of the Arts in
Qualitative Research: Perspectives, Methodologies,
Examples, and Issues. Los Angeles: Sage Publications,
2008.
Koshy, Valsa. Action Research for Improving Practice: A practical
Guide. London: Sage Publication Ltd.
Kovach, Margaret. Indigenous Methodologies: Characteristics,
Conversations and Contexts. Toronto: University of
Toronto Press, 2009.
Leavy, Patricia. The Oxford Handbook of Qualitative Research,
2014.
Lewin, Kurt, and Gertrud Weiss Lewin. Resolving Social Conflicts:
Selected Papers on Group Dynamics. New York: Harper,
1948.
Lewin, Kurt. “Action Research and Minority Problems.” JOSI
Journal of Social Issues 2, no. 4 (1946): 34–46.
LKPJ Bupati Tuban tahun 2011.

-[ 131 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

McNiff, Shaun. Art-Based Research. Philadelphia: Jessica


Kingsley, 1998.
McTaggart, Robin, ed. Participatory Action Research:
International Contexts and Consequences. Albany: State
University of New York Press, 1997.
Minkler, Meredith, and Nina Wallerstein. Community Based
Participatory Research for Health. San Francisco, CA:
Jossey-Bass, 2003.
Minkler, Meredith. “Community-Based Research Partnerships:
Challenges and Opportunities.” Journal of Urban Health:
Bulletin of the New York Academy of Medicine, Vol. 82,
No. 2, Supplement 2 (2005).
Mongkolnchaiarunya, Jitti. “Establishing and Sustaining a Micro
Hydropower Plant at Klong-Rua Village, Southern
Thailand.” paper presented at International Conference on
Envisioning New Social Development Strategies Beyond
Millenium Development Goals, Yogyakarta, 2012.
Ochocka, Joanna. “Community-Based Research,” disampaikan
dalam Advanced CBR Training yang diselenggarakan oleh
SILE/LLD UIN Sunan Ampel Surabaya, di Hotel
Singgasana Surabaya, 25-29 Agustus 2014.
Paradis, E., J. Mosher. Take the Story, Take the Needs, and Do
Something: Grassroots Women’s Priorites for
CommunityBased Participatory Research and Action on
Homelessness. Toronto: The Canadian Homelessness
Research Network Press, 2012.. Report housed on the
Homeless Hub at www.homelesshub.ca/Library/-
View.aspx?id=55138.

-[ 132 ]-
Community-Based Research

Rancangan Kode Etik Peneliti UIN Sunan Ampel Surabaya ini


disusun sebagai bagian dari kegiatan “Worksession
Penyusunan Panduan Community-Based Research” yang
diselenggarakan oleh SILE/LLD Project UIN Sunan Ampel
Surabaya, bertempat di SILE/LLD Meeting Room, Wisma
Transit Dosen, Lt. III, UIN Sunan Ampel, tanggal 31
Maret – 2 April 2015. Draft secara khusus disiapkan oleh
Iskandar Ritonga.
Reason, Peter, and Hilary Bradbury. Handbook of Action
Research: Participative Inquiry and Practice. London;
Thousand Oaks, Calif.: SAGE, 2001.
Reason, Peter. Participation in Human Inquiry. London: Sage,
1994.
Ristock, Janice L, and Joan Pennell. Community Research as
Empowerment: Feminist Links, Postmodern Interruptions.
Toronto: Oxford University Press, 1996.
Roche, Brenda. New Directions in Community-Based Research.
Wellesley Institute, 2008. http://www.wellesley-
institute.com/wp-content/uploads/2011/11/newdirec-
tionsincbr.pdf.
Schensul SL, Nastasi BK, dan Verma RK. “Community-Based
Research in India; a Case Example of International and
Transdisciplinary Collaboration.” AM Journal of
Community Psychology, 2006.
Smith, Linda Tuhiwai. Decolonizing Methodologies: Research and
Indigenous Peoples. London; New York; Dunedin, N.Z.;
New York: Zed Books ; University of Otago Press ;
Distributed in the USA exclusively by St. Martin’s Press,
1999.

-[ 133 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

Stoecker, R. “Community-based Research: From Practice to


Theory and Back Again.” Michigan Journal of Community
Service Learning, 9, 2 (Winter, 2003).
Stoecker, Randy, University of Toledo, and Department of
Sociology and Anthropology. COMM-ORG the on-Line
Conference on Community Organizing and Development.
[Toledo, Ohio]: University of Toledo, 1994.
Strand, Kerry et. al. Community-Based Research and Higher
Education: Principles and Practices. San Francisco: Wiley
Bass, 2003.
Strand, Kerry, et. Al. Community-Based Research and Higher
Education: Principles and Practices. San Francisco: Wiley
Bass, 2003.
Stringer, Ernest T. Action Research. Los Angeles: Sage
Publications, 2007.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode penelitian Pendidikan.
Bandung: Rosdakarya, 2013.
UIN Sunan Ampel. Naskah Rencana Strategi Bisnis UIN Sunan
Ampel 2014-2019. Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2014.
Van Manen, Max. Researching Lived Experience: Human Science
for an Action Sensitive Pedagogy. New York: State
University of New York Press, 1990.
Van Manen, Max. Researching Lived Experience: Human Science
for an Action Sensitive Pedagogy. [Albany, N.Y.]: State
University of New York Press, 1990

-[ 134 ]-
Community-Based Research

Vogt, Eric E. et. al. The Art of Powerful Questions Catalyzing


Insight, Innovation and Action. USA: Whole System
Associates, 2003.
Wallerstein, Nina, Bonnie Duran. “The Theoretical, Historical,
and Practice Roots of CBPR.” Community-Based
Participatory Research for Health. http://www.acade-
mia.edu/3713231/THE_THEORETICAL_HISTORICAL-
_AND_PRACTICE_ROOTS_OF_CBPR_Chapter_2_-
CBPR_for_Health. 27 (diakses pada tanggal 21 April
2015).
Washburn University, Working Together: Forging Campus
Community Partnerships Through Community-Based
Research
Wilson, Shawn. Research Is Ceremony: Indigenous Research
Methods. Fernwood Pub., 2008.
Zuber-Skerritt, Ortrun, and Richard Teare. Lifelong Action
Learning for Community Development: Learning and
Development for a Better World. Springer Science &
Business Media, 2013

-[ 135 ]-
Penelitian berbasis Komunitas

-[ 136 ]-

Anda mungkin juga menyukai