Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

BAHAN KOMPOSIT UNTUK BANGUNAN

Jurusan : Teknik Material


Mata Kuliah : Material Polimer
KELOMPOK 1
Putri Novi Yanti : 190190001
Vujiani Syafitri : 190190024
Fitria Ayunita : 190190034
Khairunnisa : 190190031
Ratna Maulida : 190190029

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
KATA PENGANTAR

Material beton merupakan material yang sangat banyak digunakan didunia konstruksi. Pembangunan
gedung, jalan, jembatan maupunsarana infrastruktur lainnya sebagian besar menggunakan material
dasar beton. Beton sendiri merupakan campuran dari semen, pasir,kerikil, serta air yang berguna sebagai
pereaksi semen. Sebagai material konstruksi beton memiliki kelebihan dan kekurangan. Berbagai
macam inovasi dilakukan oleh para peneliti untuk mendapatkan sifat beton yang handal.
Buku ini merupakan tulisan yang didapatkan dari hibah penelitian yang diperoleh penulis. Topik yang
hendak diangkat adalah berupa pemanfaatan plastik sebagai campuran dalam beton. Seperti
diketahui bersama plastik adalah material yang sangat banyak dijumpai dewasa ini. Namun plastik yang
sudah tidak terpakai akan menjadi limbah berbahaya bagi lingkungan hidup karena tidak mudah
terurai. Untuk mengantisipasi hal ini maka limbah plastik perlu diberdayakan menjadi material yang
lebih berguna, dalam hal digunakan sebagai campuran dalam pembuatan campuran beton.
Dua jenis plastik dikaji pemanfaatannya dalam suatu uji eksperimental, yaitu plastik dalam bentuk
butiran epoxy polystyrene serta plastik dalam bentuk serat/fiber spanduk polyvynil chloride
(PVC).Penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian
MasyarakatDirektorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi, sesuai dengan Kontrak Penelitian No. 1598/K4/KM/2017.

Buku ini disusun sebagai bagian tanggung jawab penulis atas hibah yang telah diterima. Akhir kata
penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan buku ajar ini, dan semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada Bapak/Ibu serta seluruh pembaca.

Lhokseumawe, 10 Juni 2021

Penulis.
Bab I
Material Konstruksi

1.1. Pendahuluan

Perkembangan pembangunan infrastruktur terutama di negara Indonesia pada beberapa tahun belakang
ini terus mengalami peningkatan. Dari data Kementrian Keuangan Indonesia terlihat bahwa anggaran
pembangunan infrastruktur terus meningkat baik dalam jumlah maupun dilihat dari sisi persentasenya
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini menunjukkan fokus pembangunan
infrastruktur mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Untuk mendukung pertumbuhan
proyek infrastruktur maka tidak dapat dipungkuri bahwa pengadaan material konstruksi menjadi salah
satu hal utama yang tidak dapat diabaikan begitu saja.Beberapa jenis bahan bangunan yang sering
dijumpai dalam suatu proyek konstruksi seperti beton, baja, kayu, batu bata, aspal, gipsum, aluminium
dan sebagainya. Ada beberapa faktor umum yang mempengaruhi dalam pemilihan bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan proyek infrastuktur, antara lain jenis proyek yang akan dibangun, lokasi
proyek ataupun juga bahkan pertimbangan keekonomisan. Sebagai contoh untuk proyek pembuatan
jalan, maka pemilihan jenis perkerasan kaku dari beton bertulang merupakan pilihan yang baik
mengingat umur layannya yang panjang serta ketahanannya (durabilitas) yang tinggi. Namun pada
proyek pembuatan bandara udara, mungkin lebih tepat apabila menggunakan material berbahan baja
untuk menyediakan struktur dalam bentang-bentang yang panjang dan lebar. Selain material-material
dasar yang sudah banyak dijumpai, hasilhasil penelitian menunjukkan adanya material-material
alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk meningkatkan kualitas dari material dasar
yang sudah ada tersebut. Inovasi tersebut antara lain adalah penggunaan bahan limbah plastik yang
sudah tidak terpakai sebagai bahan campuran dalam material beton. Limbah plastik dalam bentuk Epoxy
Polystyrene (atau dikenal sebagai styrofoam dalam dunia perdagangan), dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pengganti agregat halus/pasir dalam pembuatan beton.Sedangkan limbah spanduk yang berbahan
dasar polyvinyl chlorida (PVC) dapat dimanfaatkan menjadi serat dalam campuran beton.

1.2. Sifat Fisik Material Konstruksi

Material konstruksi sebagian besar berasal dari bahan


alam, seperti batu, pasir, tanah, kapur dan sebagainya.
Selain itu juga terdapat material-material yang berasal
dari logam seperti besi, baja, alumnium, seng dan
lainnya. Masing-masing material tersebut memiliki
sifat-sifat fisik tertentu. Beberapa sifat fisik yang
diperlukan untuk mengidentifikasi material tersebut
antara lain :
a. Massa Jenis (density) menyatakan tingkat
kerapatan suatu benda dilihat dari molekul
pembentuknya atau sebagai nilai perbandingan antara massa per satuan volume. Semakin tinggi
nilai massa jenis suatu benda menunjukkan semakin besar pula massa setiap pembentuk. Untuk
menentukan massa jenis suatu benda dapat menggunakan rumus :
𝑚
𝜌= 𝑔𝑟/𝑐𝑚3 …………………………………………………………………………………..…. (1.1)
𝑉
Dengan m adalah massa (gr) dan V adalah volume (𝑐𝑚3 ) Pengukuran kerapatan suatu benda sangat
penting untuk kebutuhan industri, termasuk konstruksi, hal ini karena kerapatan suatu benda dapat
membantu engineer untuk mengetahui karakteristik material
b. Berat volume (Unit weight) merupakan berat per satuan volume suatu material yang disimbolkan
dengan dengan notasi “γ” (gamma). Sebagai contoh nilai berat volume air yang digunakan secara
umum adalah 9.806 kN/m3. Hubungan antara massa jenis dan berat volume dinyatakan dengan
menggunakan rumus :

𝛾 = 𝜌 . 𝑔………………………………………………………………………………………….(1.2)

sebagai contoh apabila suatu tanah memiliki berat volume 1,8 t/𝑚3 maka massa jenisnya adalah 18 t/
𝑚.3
c. Specific Gravity,merupakan ukuran kerapatan relatif terhadap kerapatan zat yang digunakan
sebagai standar acuan, umumnya digunakan air pada suhu 4⁰C. Berbeda dengan massa jenis,
specific gravity (Gs) tidak memiliki satuan.
d. Konduktivitas thermal, merupakan kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan panas (thermal) ,
nilai konduktivitas termal menyatakan laju perpindahan panas yang mengalir dalam suatu bahan
yang bersuhu tinggi ke suhu yang lebih rendah.
e. Porositas, merupakan ukuran dari ruang kosong di antara uatu material yang merupakan fraksi dari
volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1, atau sebagai persentase
antara 0-100%. Porositas dipengaruhi jenis bahan, ukuran bahan, distribusi pori, sementasi dan
komposisinya. Porositas banyak diaplikasikan pada ilmu tanah, geologi, material konstruksi sebagai
bagan padat yang terisi oleh udara dan cairan
f. Penyerapan air (water absorption), merupakan kemampuan suatu material untuk dapat menyerap
air.
g. Permeabilitas, merupakan kemampuan material untuk dapat mengalirkan air atau udara melalui
pori-porinya, dimana nilai tersebut dapat ditentukan berdasarkan tingkat aliran air yang melewati
benda tersebut yang dinyatakan sebagai nilai koefisien permeabilitas (cm/detik). Semakin tinggi
nilai permeabilitas suatu material menunjukkan bahwa semakin mudah mengalirkan air.

1.3. Sifat Mekanik Material Konstruksi

Agar dapat digunakan sebagai suatu material konstruksi maka suatu material konstruksi harus
memiliki sifat-sifat mekanik tertentu yang dapat menjamin suatu ditentukan bagi suatu material
konstruksi adalah kekuatan (strength) meliputi kekuatan tekan (compressive strength), kekuatan tarik
(tensile strength), kekuatan lentur (bending strength), elastisitas (Modulus Elastisitas), plastisitas.
Kekuatan (strength)adalah kemampuan dari material untuk memikul tegangan yang timbul akibat
beban, seperti beban tekan, tarik, lentur dan beban kejut (impact).Material seperti batuan dan beton
memiliki kekuatan tekan yang tinggi namun lemah dalam hal tarik atau lentur. Kekerasan (hardness)
adalah kemampuan material untuk menahan benturan dari benda yang lebih keras. Biasanya digunakan
skala Mohs untuk mengukur kekerasan material. Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan material
untuk kembali ke bentuk atau dimensi awalnya setelah beban yang bekerja dilepaskan dari material
tersebut. Dalam batas elastis, deformasi yang terjadi pada material adalah proporsional terhadap
tegangan. Rasio antara tegangan dan deformasi yang terjadi dinamakan sebagai modulus elastisitas.
Plastisitas (plasticity) adalah kemampuan material untuk berubah bentuk akibat beban yang bekerja
tanpa mengalami retakan dantetap berada dalam bentuknya yang terakhir setelah beban
dilepaskan.Beberapa material yang memiliki sifat plastis seperti bajam tembaga dan aspal panas.
struktur untuk tidak mengalami kegagalan dalam masa layannya.

1.4 Semen
Semen merupakan bahan utama dalam pembuatan beton. Terdapat beberapa jenis semen yang sering
digunakan di dunia konstruksi, tergantung jenis dan permasalahan yang dihadapi selama masa7
konstruksi. Beton yang terbuat dari semen Portland biasa memerlukan waktu sekitar duapuluh delapan
hari untuk memperoleh kekuatan maksimalnya. Namun dalam beberapa hal khusus, sering dibutuhkan
beton yang memiliki kuat tekan awal yang tinggi, sehingga diperlukan semen – semen jenis khusus.
Semakin cepat beton mengeras, maka semakin efisien pula proses konstruksi yang sedang berjalan.
Untuk struktur – struktur berukuran massif seperti bendungan dan pilar jembatan, panas hidrasi yang
terjadi di dalam beton akan terdisipasi secara lambat, dan hal ini akan mengakibatkan permasalahan
yang serius. Hal ini akan mengakibatkan beton berekspansi selama hidrasi sehingga akan menimbulkan
retakan – retakan pada beton. Untuk mengatasi hal tersebut makan dapat digunakan jenis semen yang
memiliki panas hidrasi rendah. Pada struktur – struktur yang dituntut memiliki ketahanan yang tinggi
terhadap bahan – bahan kimia seperti sulfat, misalnya pada bangunan bawah laut, maka harus
digunakan jenis semen yang tahan terhadap serangan sulfat dan klorida.

Secara umum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia, SNI 2049:2015 tentang Semen Portland, jenis
semen yang ada dapat dikategorikan menjadi lima jenis sebagai berikut :
 Jenis I yaitu jenis semen biasa yang dapat digunakan pada pekerjaan konstruksi umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus sepertI yang disyaratkan pada jenis lain.
 Jenis II, merupakan modifikasi dari semen tipe I, yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang.
 Jenis III, merupakan tipe semen yang dapat menghasilkan kuat tekan beton awal yang tinggi.
Setelah 24 jam proses pengecoran semen tipe ini akan menghasilkan kuat tekan dua kali lebih
tinggi daripada semen tipe biasa, namun panas hidrasi yang dihasilkan semen jenis ini lebih tinggi
daripada panas hidrasi semen tipe I.
 Jenis IV merupakan semen yang mampu menghasilkan panas hidrasi yang rendah, sehingga cocok
digunakan pada proses pengecoran struktur beton yang massif.
 Jenis V cocok digunakan untuk struktur-struktur beton yang memerlukan ketahanan yang tinggi
dari serangan sulfat.

1.5 Reaksi Hidrasi Semen


Reaksi hidrasi semen terjadi pada saat terjadi pencampuran antara air dengan semen. Reaksi hidrasi
semen merupakan reaksi yang cukup kompleks, karena butiran semen sangat bervariasi dalam ukuran
dan komposisi. Sebagai konsekuensinya, produk hidrasi yang dihasilkan juga tidak seragam dalam hal
komposisi kimia dan karakteristik mikrostrukturnya. Produk utama dalam reaksi hidrasi adalah calsium
silikat hidrat yang menjadi penentu kekuatan beton yang dihasilkan. Calsium silikat hidrat terbentuk
dari reaksi antara dua senyawa calsium dengan air, yang reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
2C3S + 11H → C3S2H8 + 3CH (2.1)
2C2S + 9H → C3S2H8 + CH (2.2)
Pada kenyataannya, kalsium silikat hidrat adalah bahan yang sebagian besar amorf, yang tidak
memiliki komposisi yang tepat seperti ditunjukkan dalam Persamaan 2.1. Dengan demikian lebih sering
disebut hanya sebagai C-S-H. Reaksi Persamaan 1.1 sangat eksotermik. Reaksi ini, dan reaksi lainnya
(persamaan 2.2), mula-mula terjadi pada permukaan semen,air akan terus berdifusi untuk mencapai
material yang belum terhidrasi. Reaksi akan berlanjutsampai semua air yang ada habis atau semua ruang
yang tersedia untuk produk hidrasi terisi.

1.6 Metode Perancangan Campuran Beton


Material dasar penyusun beton adalah semen, agregat (pasir dan kerikil) serta air sebagai pereaksi
semen. Masing-masing unsur penyusun beton harus dirancang dengan tepat komposisinya sehingga
dapat menghasilkan kualitas beton yang diinginkan. Dalam hal ini kualitas beton pada umumnya diukur
berdasarkan nilai kuat tekannya, f’c. Untuk melakukan perancangan campuran beton yang tepat maka
diperlukan suatu tata cara perancangan campuran beton. Salah satu standar yang dapat digunakan dalam
merancang campuran beton adalah SNI 03-2834-2000, mengenai “Tata Cara Pembuatan Rencana
Campuran Beton Normal”. Langkah-langkah perancangan campuran beton dalam SNI 03-2834-2000
diuraikan sebagai berikut :

a. Penetapan Kuat Tekan Beton


Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f'c) pada umur tertentu, umumnya ditentukan pada
umur 28 hari. Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan
struktur dan kondisi setempat.
b. Penetapan Nilai Deviasi Standar (s)
Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di lapangan. Makin baik
mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini
berdasarkan atas hasil perancangan pada pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan
dasar yang sama pula.
c. Penetapan Jenis Semen Portland
Menurut SII 0013-18 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu jenis I, II,
III, IV, dan V.
d. Penetapan Jenis Agregat
jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami (tak terpecahkan) ataukah jenis
agregat batu pecah (crushed aggregate).
e. Penetapan Faktor Air Semen
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar dan kuat tekan rata-rata silinder beton
yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air semen.
BAB II
PENUTUP

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, tampaknya sampah plastik yang
pada awalnya merupakan sumber bahaya yang mengancam kelestarian lingkungan ternyata dapat
dimanfaatkan dengan baik menjadi material konstruksi, terutama untuk digunakan sebagai material
komposit bersama beton. Baik dalam bentuk butiran styrofoam maupun dalam bentuk serat, plastik
dapat digunakan untuk memperbaiki sifat mekanik beton yang pada dasarnya tidak cukup kuat dalam
menahan tarik, atau juga dapat diaplikasikan untuk mengurangi berat jenis beton.
Masih banyak sisi lain dari plastik yang dapat dimanfaatkan di bidang konstruksi. Oleh karena itu
studi maupun riset tentang plastik masih harus terus ditingkatkan agar plastik benar-benar dapat berdaya
guna dengan baik setelah tidak dibutuhkan kembali sesuai fungsi awalnya.
DAFTAR PUSTAKA

ACI 318M-11. (2011) Building Code Requirements for Structural


Concrete. American Concrete Institute
ASCE. (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other
Structures, ASCE 7-10. American Society of Civil Engineers.
Babu, K.G., Babu, D.S. (2003). Behaviour of Lightweight Expanded
Polystyrene Concrete Containing Silica Fume. Cement and
Concrete Research. Vol. 33. Pp 755 – 762
Badan Standarisasi Nasional (2008). Tata Cara Perencanaan dan
Pelaksanaan Bangunan Gedung Menggunakan Panel Jaring
Kawat Baja Tiga Dimensi (PJKB-3D) Las Pabrikan, SNI
7392.2008, Bandung: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton, SNI 03-28467-2002, Bandung: Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Balaguru, P.N., Shah, S.P. (1992). Fiber Reinforced-Cement
Composites. Mc Graw Hill.
Cormack, J. C. (2004). Desain Beton Bertulang, Jakarta: Erlangga
Gonzales-Fonteboa, B., and Martinez-Abella, F. (2008). Concretes
With Aggregates From Demolition Waste and Silica Fume,
Materials and Mechanical Properties. Building and
Environment. Vol. 43. Pp 429 – 437.
Hassan, H.F. (2015). Experimental Study of Fibrous High Strength SelfCompacting Concrete One
Way Slabs. Journal of Engineering
and Development. Vol. 19. No. 1. January 2015. pp.50-67
Hasooun, M. N., and Manaseer A. A. (2005). Structure Concrete
Theory and Design, Canada: John Wiley & Sons Inc.
Katkhuda, H., Hanayneh, B., and Shatarat, N. (2009). Influence of
Silica Fume on High Strength Lighweight Concrete. World
Academy of Science, Engineering and Technology, Vol.58. pp
781 – 788.
Kuhail, Z. (2001). Polystyrene Lightweight Concrete (Polyconcrete).
An-Najah University Journal Research, Vol.15. pp 41 – 61
Momtazi, A.S., Langrudi, A.M., Haggi, A.K., and Atigh, H.R. (2010).
Durability of Lightweight Concrete Containing EPS In Salty59
Exposure Conditions. Ancona, Italy. Proceedings of Second
International Conference on Sustainable Construction
Materials and Technologies

Anda mungkin juga menyukai