Anda di halaman 1dari 13

MODUL AJAR IV

MATA KULIAH BAHAN BANGUNAN


Penyusun:
Prof. Dr. Ir. Victor Sampebulu, M. Eng.
Pratiwi Mushar, ST., MT.
Dr. Eng. Nasruddin, ST., MT.
Ir. H.Dahri Kuddu, MT.
Imriyanti, ST., MT.
Ir. H. Samsuddin, MT.

Mata Kuliah : Bahan Bangunan


Kode Mata Kuliah / SKS : 104D5102
Semester : I
Program Studi : Arsitektur
Mata Kuliah Prasyarat : -
Dosen Penanggung Jawab : Imriyanti, ST., MT.

Tim Dosen 1. Prof. Dr. Ir. Victor Sampebulu, M. Eng.


2. Pratiwi Mushar, ST., MT.
: 3. Dr. Eng. Nasruddin, ST., MT.
4. Ir. H.Dahri Kuddu, MT.
5. Ir. H. Samsuddin, MT.

Sasaran Belajar/Learning Mampu menjelaskan beton sebagai bahan


: untuk konstruksi bangunan
outcome
Matakuliah ini membahas tentang jenis-jenis
serta sifat-sifat dari bahan bangunan, baik
bahan bangunan yang termasuk dalam
ketegori bahan bangunan structural
maupun pada bahan bangunan
: Kuliah
Deskripsi Mata
nonstructural atau bahan finishing. Bahan
bangunan struktural adalah bahan bangunan
yang terdapat pada sebuah bangunan pada
bagian bangunan yang bersifat struktural.

1
I. PENDAHULUAN
Sub pokok bahasan ini akan menguraikan sistematika mata kuliah, tahapan
pembelajaran, sasaran belajar yang ingin dicapai

1. Garis Besar Materi Pokok Bahasan IV:

Pokok bahasan keempat ini terkait dengan menjelaskan beton sebagai bahan untuk
konstruksi bangunan.

2. Sasaran Pembelajaran/Learning objective

Mahasiswa Mampu menjelaskan beton sebagai bahan untuk konstruksi bangunan.

3. Perilaku Awal/Entry behavior:

Mahasiswa mampu mengetahui definisi beton sebagai bahan untuk konstruksi


bangunan.

4. Manfaat Pokok Bahasan:

Setelah mahasiswa mengikuti dan memahami materi pada pembahasan ini maka
mahasiswa mampu menjelaskan pengertian beton, bahan dan proses pembuatan
beton.

5. Urutan Pembahasan:
Pendahuluan secara berurutan akan meliputi:
- Pengertian beton
- Bahan-bahan pembentuk beton
- Proses pembuatan beton

6. Petunjuk Belajar/instructional orientation:

Pada materi bahasan keempat ini sebagai pemahaman pada mata kuliah ini adalah
mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang beton, bahan dan proses dari
pembuatan beton.

2
II. MATERI PEMBELAJARAN

1. Uraian Materi bahasan

DEFINISI BETON

Pengertian beton menurut SK-SNI 03-2847-2000 didefinisikan sebagai campuran


antara semen 3embrane/semen hidrolik yang lain, agregat kasar (split), agregat
halus, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat.
Beton adalah suatu material yang secara harfiah merupakan bentuk dasar dari
kehidupan 3embra modern. Karakteristik beton adalah mempunyai tegangan
hancur tekan yang tinggi serta tegangan hancur tarik yang rendah. Seiring dengan
penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan
rencana (f’c) pada usia 28 hari.

Istimawan Dipohusodo (Struktur Beton Bertulang,1999) mendefinisikan beton


sebagai bahan konstruksi yang didapat dari pencampuran bahan – bahan agregat
halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu
guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton
berlangsung.

Adapun, menurut Nawy (1985:8), beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi


mekanis dan kimia sejumlah material pembentuknya. Sedangkan DPU-LPMB
(SK.SNI T-15-1990-03:1) memberikan definisi tentang beton sebagai campuran
antara semen 3embrane atau semen hidrolik yang lainnya, agregat halus, agregat
kasar dan air,dengan atau tanpa bahan tambahan membentuk massa padat.

1. Jenis-Jenis Beton
Ada beberapa jenis beton antara lain yaitu :
a) Beton Siklop : Beton jenis ini sama dengan beton normal biasa,
perbedaannya ialah pada beton ini digunakan ukuran agregat yang 3embrane
besar-besar. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan, pangkal
jembatan,dan sebagainya. Ukuran agregat kasar dapat sampai 20 cm, namun

3
proporsi agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari
20 persen dari agregat seluruhnya.
b) Beton Ringan : Beton jenis ini sama dengan beton biasa perbedaannya hanya
agregat kasarnya diganti dengan agregat ringan. Selain itu dapat pula dengan
beton biasa yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung
udara waktu pengadukan beton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai
banyak pori sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa.
c) Beton Non Pasir (No-Fines Concrete) : Beton jenis ini dibuat tanpa pasir ,
jadi hanya air, semen, dan kerikil saja. Karena tanpa pasir maka rongga-
rongga kerikil tidak terisi. Sehingga beton berongga dan berat jenisnya lebih
rendah daripada beton biasa. Selain itu Karena tanpa pasir maka tidak
dibutuhkan pasta untuk menyelimuti butir pasir sehingga kebutuhan semen
relative lebih sedikit.
d) Beton Hampa : Seperti yang telah diketahui bahwa kira-kira separuh air
yang dicampurkan saja yang bereaksi dengan semen, adapun separuh sisanya
digunakan untuk mengencerkan adukan. Beton jenis ini diaduk dan dituang
serta dipadatkan sebagaimana beton biasa, namun setelah beton tercetak padat
kemudian air sisa reaksi disedot dengan cara khusus seperti cara vakum.
Dengan demikian air yang tertinggal hanya air yang digunakan untuk reaksi
dengan semen,sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.
e) Beton Bertulang : Beton ini biasanya sangat lemah dengan gaya tarik,
namun sangat kuat dengan gaya tekan, batang baja dapat dimasukkan pada
bagian beton yang tertarik untuk membantu beton. Beton yang dimasuki
batang baja pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang.
f) Beton Pra Tegang : Jenis beton ini sama dengan beton bertulang,
Perbedaannya adalah batangnya baja yang dimasukkan ke dalam beton
ditegangkan dahulu. Batang baja ini tetap mempunyai tegangan sampai beton
yang dituang mengeras, bagian balok beton ini walaupun menahan lenturan
tidak akan terjadi retakan.
g) Beton Pra Cetak : Beton ini biasa dicetak /dituang di tempat. Namun dapat
pula dicetak di tempat lain, fungsinya di cetak di tempat lain agar

4
memperoleh mutu yang lebih baik.selain itu dipakai jika tempat pembuatan
beton sangat terbatas.sehingga sulit menyediakan tempat percetakan
perawatan betonnya.
h) Beton Massa : Beton yang dituang dalam volume besar yaitu perbandingan
antara volume dan permukaannya besar. Bila dimensinya lebih besar dari 60
cm. Untuk pondasi besar, pilar, dan bendungan. Maka harus diperhatikan
perbedaan temperaturnya.
i) Ferro Semen : Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara
memberikan ortar semen suatu tulangan yang berupa suatu anyaman kawat
baja.
j) Beton Serat (Fibre Concrete) : Beton komposit yang terdiri dari beton biasa
dan bahan lain yang berupa serat. Serat berupa batang-batang 5-500 mm,
panjang 25-100 mm. Terdiri dari serat asbatos, tumbuh2an , serat 5embran,
dan kawat baja.
k) Beton Mortar : adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air. Mortar
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: mortar lumpur, mortar kapur,
dan mortar semen.
l) Lain-Lain : Beton mutu tinggi, polimer beton, beton modifikasi blok,
polimer impregnated concrete, beton kinerja tinggi, dll.

BAHAN-BAHAN PEMBENTUK BETON

1. Semen (Bahan Perekat)


Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik di 5embra konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan
menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi
mortar, sedangkan jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran
beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (hardened concrete).
2. Agregat (Bahan Pengisi)
Agregat merupakan salah satu komponen yang dapat membuat beton menjadi
kompak. Kekuatan dan elastisitas agregat tergantung dari jenis batuan yang
dipakai. Susunan agregat dapat diperiksa menggunakan analisa saringan (sieve

5
analysis). Dengan analisa saringan akan didapatkan kurva susunan butir dari
agregat tersebut. Gradasi pada agregat yang didapatkan dari hasil analisa saringan
sangat besar perannya dalam membuat beton bermutu.Pada beton biasanya
terdapat sekitar 70% sampai 80 % volume agregat terhadap volume keseluruhan
beton, karena itu agregat mempunyai peranan yang penting dalam 6embrane6r
suatu beton (Mindess et al., 2003). Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa
sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh,
6embrane, rapat, dan variasi dalam perilaku (Nawy, 1998). Dua jenis agregat
adalah :
a. Agregat halus (pasir) : adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm
atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus
(pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan
yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher). Pasir umumnya
terdapat disungai-sungai yang besar. Akan tetapi sebaiknya pasir yang
digunakan untuk bahan-bahan bangunan dipilih yang memenuhi syarat.
Macam-macam pasir
b. Pasir Galian : Pasir golongan ini diperoleh langsung dari permukaan tanah atau
dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut,
berpori dan bebas dari kandungan garam. Pada kasus tertentu, agregat yang
terletak pada lapisan paling atas harus dicuci terlebih dahulu sebelum
digunakan.
c. Pasir sungai : Pasir ini diperoeh langsung dari dalam sungai, yang pada
umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekat antar
butir-butirnya agak kurang karena butir yang bulat. Karena ukuran butirannya
kecil, maka baik dipakai untuk memplester tembok juga untuk keperluan yang
lain.
d. Pasir laut : pasir yang di ambil dari pantai. Butirannya halus dan bulat karena
gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang paling jelek karena banyak
mengandung garam-garaman. Garam-garaman ini menyerap kandungan air
dari udara dan ini mengakibatkan pasir selalu agak basah dan juga

6
menyebabkan pengembangan bila sudah menjadi bangunan. Karena itu,
sebaiknya pasir pantai (laut) tidak dipakai dalam campuran beton.
3. Air (Bahan Pemersatu)
Air digunakan sebagai bahan pencampur dan pengaduk beton untuk
mempermudah pekerjaan. Air sebagai bahan dasar dalam pembuatan beton
diperlukan dalam proses hidrasi semen dan berfungsi sebagai pelumas antar
agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan Menurut PBI 1971, pemakaian
air untuk beton tersebut sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mengandung Lumpur ( benda melayang lainnya ) lebih dari 2 gr / liter.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
7embran dan sebagainya ) lebih dari 15 gr / liter.
c. Tidak mengandung klorida ( CL ) lebih dari 0,5 gr / liter.
d. Tidak mengandung senyawa – senyawa sulfat lebih dari 1 gr / liter.
4. Bahan Tambahan (Addmixture dan Addictive)
Bahan tambah atau yang biasa disebut dengan admixture adalah bahan-bahan
yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama pencampuran
beton berlangsung. Fungsi bahan ini adalah mengubah sifat-sifat beton agar
menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu atau untuk menghemat biaya.
Menurut ASTM C.125-1995:61 ”Standard Definition of Terminology Relating
to Concrete and Concrete Agregates ” dan dalam ACI SP-19 ”Cement and
Concrete Terminology ”, admixture didefinisikan sebagai material selain air,
agregat dan semen yang dicampur dengan beton yang ditambahkan sebelum atau
selama pengadukan berlangsung. Di Indonesia, bahan tambah telah banyak
digunakan. Bahan tambah yang digunakan harus memenuhi ketentuan yang
diberikan SNI. Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat
dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi ( chemical
admixture ) dan bahan tambah yang bersifat mineral ( additive ).

7
PROSES PEMBUATAN BETON

1. Persiapan
Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal-hal berikut ini harus terlebih dahulu
harus diperhatikan (PB,:1989:27).
a. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.
b. Ruang yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran-kotoran yang
mengganggu.
c. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi
dengan bahan khusus, antara lain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia
(form release agent) atau lembaran polyurenthene.
d. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus
dibasahi air sampai jenuh.
e. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup
yang dapat merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan
tulangan.
f. Air yang terdapat pada ruang yang akan diisi beton harus dibuang, kecuali
apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli,
selain itu semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada
permukaan beton yang telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru
dituangkan pada permukaan beton yang telah mengeras tersebut.
Pada kasus-kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan.
Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan akan bahan-bahan
kimia sepertibonding agent untuk perekat antara lapisan beton yang baru dengan
beton yang lama, ataupun cement grouting untuk memperbaiki bagian-bagian
yang keropos akibat kurangnya pemadatan atau karena terjadinya segregasi harus
dilakukan.

2. Penakaran
Penakaran bahan-bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan
harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam Pasal 9 (3.3.2.) SK.SNI.T-28-
1991-03 tentang Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton dan ASTM

8
C.685 Standard Made By Volumetric Batching and Continuous Mixing serta
ASTM.94 sebagai berikut:
a. Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) ≥ 20 Mpa, proporsi penakarannya
harus didasarkan atas penakaran berat.
b. Beton yang mempunyai tekan (f’c) < 20 Mpa, proporsi penakarannya boleh
menggunakan teknik penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas
penakaran berat yang dikonversikan kedalam penakaran volume untuk setiap
campuran bahan penyusunannya.

3. Pengadukan
Setelah didapatkan komposisi yang direncanakan untuk kuat tekan tertentu, maka
proses selanjutnya adalah pencampuran di lapangan. Komposisinya disesuaikan
dengan kapasitas alat aduk. Secara umum pengadukan dilakukan sampai
didapatkan suatu sifat yang plastis dalam campuran beton segar. Indikasinya
adalah warna adukan merata, kelecakan yang cukup, dan tampak 9embrane.
Selama proses pengadukan, harus dilakukan pendataan rinci mengenai :
a. Jumlahbatch-aduk yang dihasilkan,
b. Proporsi material,
c. Perkiraan lokasi dari penuangan akhir pada struktur, dan
d. Waktu dan tanggal pengadukan serta penuangan.
Metode pengadukan dapat dibedakan menjadi dua yaitu manual dan dengan
mesinal. Pengadukan manual dilakukan dengan tangan, sedangkan pengadukan
dengan mesin memanfaatkan bantuan alat aduk seperti molen atau batching plant.
Pengadukan dengan tangan biasanya dilakukan jika kebutuhan akan beton lebih
kecil dari 10 m³ dalam satu periode yang pendek. Menurut SNI, jika kebutuhan
adukan lebih kecil dari 10, dapat digunakan campuran dengan perbandingan 1 : 2 :
3, tetapi untuk kebutuhan beton lebih besar dari 10 m³, desain campurannya harus
direncanakan.
1. Pengadukan Manual
Berikut ini adalah tata cara pengadukan manual :

9
a. Pasir dengan semen dicampur (dalam keadaan kering) dengan komposisi
tertentu, diatas tempat yang datar dan kedap air.
b. Pencampuran dilakukan sampai didapatkan warna yang 10embrane.
c. Tambahkan kerikil, kemudian lakukan pencampuran lagi.
d. Alat Bantu yang digunakan dapat berupa sekop, cangkul, ataupun alat gali
lainnya.
e. Buat lubang di tengah adukan, tambahkan kira-kira 75% dari kebutuhan air.
f. Aduk hingga rata dan tambahkan sedikit-demi sedikit air yang tersisa.
2. Pengadukan Dengan Mesin
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton
yang besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan
pun biasanya akan bersifat lebih 10embrane dan plastis. Pengadukan dengan
mesin ini dilakukan sesuai dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai
(PB,1989:27) pengadukan dan pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari
“Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM C.94 atau “Specification for
Concrete Made by Volumetric Batching and Continuous Mixing” ASTM C.685.
Secara umum, pengadukan dengan mesin harus dilakukan menggunakan mesin-
mesin yang telah disetujui penggunaannya (PB,1989:27). Mesin pengaduk harus
diputar sesuai dengan kecepatan yang direkomendasikan oleh pabrik pembuatnya.
Setelah pencampuran seluruh bahan dalam batching, harus dilakukan pengadukan
kembali minimal selama 1.5 menit, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa
pengadukan yang lebih pendek mampu memberikan hasil yang memuaskan dan
memenuhi pengujian keseragaman pengadukan yang ditetapkan dalam ASTM
C.94. ketentuan mengenai waktu pengadukan minimal dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Waktu pengadukan bahan beton

Kapasitas dari Mixer (m³) ASTM C.94 dan ACI 318


0.8-3.1 1 menit
3.8-4.6 2 menit
7,6 3 menit
(Menurut: SK.SNI.T-28-1991-03)

10
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar
percampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan-bahan beton
akan berkurang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan :
Naiknya suhu beton, Keausan pada agregat sehingga agregat pecah, Terjadinya
kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, Bertambahnya nilai slump
dan, Menurunnya kekuatan beton.
Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus
dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan.
Pengontrolan dan pencatatan data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi :
Waktu dan tanggal pengadukan dan pengecoran, Proporsi bahan yang digunakan,
Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau
alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat
dipindah-pindahkan) dan mempunyai kapasitas yang kecil (dinamakan mixer atau
molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar
(dinamakan batching plant).
Jika dilihat dari arah perputaran batch-nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3
yaitu, alat aduk yang berputar 11embrane (vertical mixing or reversing drum
mixer), alat aduk yang berputar mendatar (horizontal mixing or pan drum mixer).
Mesin pengaduk 11embrane dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk
pengerjaan di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di
laboratorium

2. Pembahasan:
Setelah pemaparan materi dari pokok bahasan sesi 4, mahasiswa diberi
kesempatan bertanya secara induvidu. Selanjutnya dapat membentuk kelompok
diskusi atau kegiatan brainstorming dengan tetap berada dalam kendali atau
pengawasan fasilitator yang berperan dalam memberi arahan/expert jugments
sebagai narasumber dari sudut pandang kecakapan dan filosofi keilmuan terkait.

11
3. Penerapan:
Fasilitator menguraikan tentang penerapan materi pembahasan dalam Arsitektur..
Fasilitator memberi contoh-contoh kasus. Mahasiswa secara terbuka dapat
bertanya atau menyapaikan tanggapan di kelas.

4. Latihan:
Mahasiswa dalam bentuk grup kecil mempresentasikan hasil kajian pustaka dan
literaturnya mengenai Beton, bahan dan proses pembentukan.

5. Tugas Mandiri:
Dapat diberikan dalam bentuk grup kecil mahasiswa mencari literatur dan kajian
pustaka tentang beton sebagai bahan untuk konstruksi bangunan khususnya
pengerjaan beton, sifat dan perawatan beton, untuk persiapan materi selanjutnya.

III. PENUTUP

1. Rangkuman
Fasilitator merangkum materi kuliah ini dengan memberikan esensi dari materi
bahasan dan menguraikan hubungan materi dengan pokok bahasan selanjutnya.

2. Tes Formatif:

Fasilitator mengevaluasi tingkat pemahaman mahasiswa dengan pertanyaan


sederhana yang dijawab secara lisan oleh mahasiswa. Pertanyaannya terkait
dengan:

1) Pengertian beton
2) Bahan-bahan pembentuk beton
3) Proses pembentukan beton

3. Umpan Balik:
Mahasiswa dapat mengajukan hal tentang kondisi yang diketahui dan
diharapkannya untuk memahami materi bahasan terkait.

12
IV. DAFTAR PUSTAKA

Heinz Frick, Ilmu Bahan Bangunan jilid I dan II


Heinz Frick1981, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, Yoyakarta Kanisius
Jacson N., 1 978, Civil engineering Materials, English Language Book Society and mac
Milan, Hongkong
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 1982, Persyaratan Umum Bahan
Bangunan di Indonesia (PUBI), Bandung, Badan Penelitian dan Pengembangan
DPU
Leaftlet /Brosur bahan bangunan

13

Anda mungkin juga menyukai