Anda di halaman 1dari 16

Tingkat Kesiapan Implementasi Learning Management

System Di SMA Pasundan Majalaya Menggunakan


Technology Readiness Index
1
Iwa Kurniawan*, 2Lia Marliani*, 3Muhamad ilfan S
Manajemen Pendidikan Islam, Tarbiyah, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
*email: iwa.kurniawan14@gmail.com, liamarliani4444@gmail.com, mh.ilfan96@gmail.com

Abtstrak
SMA Pasundan Majalaya merupakan salah satu unit Lembaga Pendikan yang telah menggunakan
LMS (Learning Management System). Namun, permasalahan yang terjadi adalah belum maksimalnya
Implementasi LMS di lapangan. Untuk itu SMA Pasundan Majalaya bisa dikatakan masih sangat
membutuhkan persiapan secara matang agar Implementasi LMS dapat berjalan maksimal. Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesiapan SMA Pasundan Majalaya dalam Implementasi LMS.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kesiapan
Implementasi LMS di SMA Pasundan Majalaya menggunakan Technology Readiness Index (TRI).
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan angket atau kuisioner sebagai alat penelitian. Data dianalisis menggunakan aplikasi
SPSS. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kesiapan Implemetasi LMS di SMA Pasundan
Majalaya masih berada pada kategori yang tergolong sedang atau Medium Technology Readiness ini
dikarenakan total nilai TRI adalah 2,99 berada diantara 2,90 sampai 3,51 (2,90 =< TRI =< 3,51),
dengan nilai optimism sebesar 0,77 nilai innovativeness sebesar 0,78, nilai discomfort sebesar 0,70
dan nilai insecurity sebesar 0,73 hal ini berarti bahwa SMA Pasundan Majalaya belum sepenuhnya
memiliki kemampuan yang memadai dan persiapan yang matang dalam implemetasi atau penerapan
LMS. Berdasarkan hasil analisis tersebut, peneliti memberikan rekomendasi atau usulan kepada pihak
sekolah yang berwenang supaya memberikan pelatihan kepada para guru selaku pengguna LMS agar
dapat lebih mengoptimalkan penggunaan teknologi yang ada – yakni LMS dalam proses
pembelajaran.
Kata kunci : Learning Management System, Technology Readiness Index, pembelajaran.

Abstract
SMA Pasundan Majalaya is one of the educational institutions that has used the LMS (Learning
Management System). However, the problem that occurs is that the LMS implementation in the field
has not been maximized. For this reason, it can be said that Pasundan Majalaya High School still
really needs careful preparation so that LMS implementation can run optimally. This study aims to
measure the level of readiness of SMA Pasundan Majalaya in LMS implementation. The results of
this study are expected to provide recommendations to improve the readiness of LMS implementation
in SMA Pasundan Majalaya using the Technology Readiness Index (TRI). This study uses a survey
research type, namely research conducted using a questionnaire or questionnaire as a research tool.
The data were analyzed using the SPSS application. The results of the analysis show that the level of
readiness for LMS implementation at SMA Pasundan Majalaya is still in the category classified as
medium or Medium Technology Readiness because the total TRI value is 2.99 which is between 2.90
to 3.51 (2.90 =< TRI =< 3.51), with an optimism value of 0.77, an innovativeness value of 0.78, a
discomfort value of 0.70 and an insecurity value of 0.73 this means that Pasundan Majalaya High
School does not yet fully have adequate capabilities and thorough preparation in implementation or
implementation of LMS. Based on the results of the analysis, the researcher provides
recommendations or suggestions to the school authorities in order to provide training to teachers as
LMS users in order to further optimize the use of existing technology – namely LMS in the learning
process.
Keywords: Learning Management System, Technology Readiness Index, learning.

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
1. Pendahuluan
Dunia telah masuk pada era revolusi industry 4.0. Dimana semua sector melakukan pembaruan
terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Salah satunya bidang Pendidikan yang sudah mulai
melakukan modernisasi pembelajaran dengan menggunakan sistem pembelajaran berbasis teknologi.
Pembelajaran berbasis teknologi dituangkan dalam sebuah sistem manjemen pembelajaran atau
learning management system.
Di Indonesia pada umumnya learning manajemen system belum di terapkan secara maksimal
karena masih menjadi alat pelengkap pembelajaran konvensional. Masih banyak sekolah yang masih
menerapkan pembelajaran konvensioanal dengan berbasis pulpen dan kertas. Namun saat dunia
diguncangkan oleh pandemi covid-19 maka pembelajaran di Indonesia dipaksa beralih dari
pembelajaran konvensional menuju pembelajaran berbasis online.
Pembelajaran berbasis online tidak mudah digunakan tanpa adanya sebuah sistem manajemen
yang mengatur pembelajaran tersebut. Menurut Jerry Fitz Gerald, dalam bukunya yang berjudul
“Fundamentals of System Analysis” menjabarkan bahwa “sistem adalah kumpulan dari elemen-
elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu” [1]. Pendapat ini lebih menekankan
pada komponennya, sehingga cakupannya lebih luas. Komponen sistem pembelajaran online sangat
berhubungan dengan learning management system (LMS), disebut juga dengan platform e-learning
atau Learning Content Management System (LCMS). Intinya LMS adalah aplikasi yang megotomasi
dan mem-virtualisasi proses belajar mengajar secara elektronik. [2].
Implementasi pembelajaran dengan menggunakan LMS membutuh fungsi manajemen sebagai
mana manajemen pembelajaran pada umumnya. Meskipun komponen manajemen pembelajaran pada
LMS berbeda dengan manajemen pembelajaran konvensional namun semuanya dapat disesuaikan
oleh guru untuk mendukung pembelajaran. Proses penyesuaian inilah yang menjadi permasalahan
yang banyak muncul dilapangan, salah satunya di SMA Pasundan Majalaya
SMA Pasundan Majalaya terletak di jalan leuwidulang No 22 Ds Sukamaju Kec Majalaya.
Sekolah yang besar dibawah binaan Yayasan Pendidikan dasar dan Menengah Pasundan ini telah
berdiri sejak tahun 1984. Dan menjadi salah satu sekolah menengah atas tertua di daerah majalaya dan
sekitarnya.
SMA Pasundan majalaya terus berupaya untuk mengikuti perkembangan zaman agar tidak
tertinggal dengan perubahan teknologi yang terus melesat. Pemanfaatan LMS sebagai salah satu
upaya menjalankan pembelajarn berabasis teknologi informasi telah diterapkan. Namun pada
penerapannya masih belum maksimal, dikarenakan kesiapan SDM dilingkungan SMA Pasundan
Majalaya yang belum 100% memadai. Berdasarkan studi awal mengenai kesiapan Learning
management system (LMS) di SMA Pasundan Majalaya, ada beberapa hal yang penulis temukan.
Diantaranya:
1) Dari 44 guru yang terdaftar baik Guru tetap
Yayasan maupun Guru tidak tetap Yayasan berkisar hanya 55% atau 30 orang yang dapat
menggunakan LMS berbasis IT.
2) Dari 30 guru yang menggunakan LMS hanya
ada sekitar 10 guru yang selalu mengemabangkan LMS nya agar mudah dipahami dan
diminati oleh siswa
3) Partisipasi Siswa dalam pembelajaran
dengan menggunakan LMS kurang begitu diminati
4) Ketidak seragaman LMS membuat
controlling dari kepala sekolah sulit dilakukan Ketika supervise pembelajaran daring
5) Masih kurangnya pemahaman guru terhadap
LMS yang digunakan membuat hasil akhir yang kurang maksimal dalam penilaian evaluasi
maupun pelaoporan pembelajaran
6) Karena tidak sama nya LMS yang digunakan
membuat siswa menampung banyak aplikasi LMS di HP yang membuat kinerja gadgetnya
menurun

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
7) Penanganan terhadap siswa yang tidak
terjaring pembelajaran daring masih kurang dilakukan
8) Masih ada Sebagian guru yang merasa tidak
nyaman menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran
9) Masih ada juga Sebagian guru yang lebih
suka menggunakan media sederhana seperti WA untuk pembelajaran daring
10) Banyak guru beranggapan LMS itu ribet
Pembelajaran berbasis LMS membutuhkan kesiapan baik dari infrastruktur maupun struktur
dan kultur organisasi. Istilah kesiapan ini dikenal dengan e-learning readiness. Pengukuran e learning
rediness dilakukan agar organisasi atau lembaga dapat mengetahui tingkat kesiapannya, dengan ini
organisasi dapat menentukan kebijakan atau strategi apa yang akan ditentukan[3] System manajemen
pembelajarn online disebut juga learning management system dibuat untuk melengkapi pembelajaran
konvensional yang mengharuskan adanya tatap muka dalam prosesnya, dengan adanya LMS ini maka
selain penugasan bentuk tatap muka secara virtual juga dapat digunakan. Konstruk ini dapat
dipandang sebagai keseluruhan keadaan pikiran dan penghambat yang secara kolektif menentukan
predisposisi seseorang untuk menggunakan teknologi baru.[4]
E-readiness Technology Readiness mengacu pada kecenderungan masyarakat untuk merangkul
dan menggunakan teknologi baru untuk mencapai tujuan dalam kehidupan rumah dan di tempat kerja.
Untuk memulai suatu system pembelajaran yang baru perlu adanya proses dan evaluasi agar
sistem pembelajaran tersebut dapat di terapkan dengan maksimal, oleh karena itu penelitian ini
disusun untuk mengukur tingkat kesiapan implementasi Learning Manajemen System di SMA
Pasundan Majalaya dengan metode analisis technology readiness Indeks.
Frame Work Technologi Readiness Indeks ini dipilih karena memiliki domain-domain yang
merupakan integrasi dari berbagai factor yang pernah digunakan untuk pengukuran tingkat kesiapan.
Framework ini juga telah digunakan dan dikembangkan untuk mengevaluasi berbagai permasalahan
teknologi informasi[5]

2. Tinjauan Literatur
a. Manajemen Pendidikan
b. Learning Management system
Istilah e-Learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang
diterapkan di bidang pendidikan yaitu suatu sistem pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang
memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan
pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik
pergi mengikuti pelajaran atau perkuliahan di kelas. Salah satu perangkat e-learning yang sangat
penting peranannya adalah Learning Management System (LMS). LMS merupakan sebuah paket
solusi yang dirancang untuk penyampaian, pelacakan, pelaporan dan pengelolaan materi belajar, serta
memantau kemajuan dan interaksi dari peserta didik.[2] Learning Management System adalah suatu
aplikasi perangkat lunak (software) untuk keperluan kegiatan proses belajar mengajar dan kegiatan
secara online (terhubung ke internet), misalnya administrasi, dokumentasi, pembuatan laporan dari
sebuah kegiatan proses belajar mengajar, materi yang diajarkan disediakan secara online berbasis web
dan dapat diakses melalui internet. Intinya LMS merupakan aplikasi yang mengotomasi dan mem-
virtualisasi proses belajar mengajar secara elektronik (Romi,2008).
c. Tecnology Readiness Indeks
Technology Readiness (TR)[6] merupakan kecenderungan seseorang untuk menggunakan dan
menerima teknologi untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya, tidak melihat apakah teknologi tersebut
dikuasai atau tidak. Sedangkan Technology Readiness Index (TRI) adalah indeks yang digunakan
untuk mengukur kesiapan pengguna terhadap teknologi baru yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan.[7]
Merujuk penelitian yang dilakukan Parasuraman[8], TRI dapat digunakan untuk mengukur
kesiapan pengguna dalam menggunakan teknologi baru dengan menggunakan empat variabel
kepribadian yaitu:

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
1. Optimism (optimisme) yaitu sikap pandang positif terhadap teknologi dan percaya bahwa
teknologi akan meningkatkan kontrol, fleksibilitas, dan efisiensi dalam kehidupan.
2. Innovativeness (inovasi) yaitu sikap tedensi untuk menggunakan pertama kali sebuah produk
maupun teknologi baru. Inovasi merupakan tingkat dimana pengguna menggunakan ide-ide
baru yang relative lebih awal dibanding dengan pengguna lain dari sistem tersebut.
3. Discomfort (ketidaknyamanan) adalah sikap sulit mengontrol dan cenderung kewalahan atau
tidak percaya diri saat berhadapan dengan teknologi baru.
4. Insecurity (ketidakamanan) yaitu sikap curiga terhadap keamanan teknologi dan alasan
kemanan data pribadi.
Technology Readiness Index (TRI) memiliki tiga kategori dalam penerapannya.[9]
1. Low Technology Readiness Index Kesiapan pengguna dianggap rendah jika nilai TRI sama
atau kurang dari 2.89 (TRI =< 2.89).
2. Medium Technology Readiness Index Kesiapan pengguna dianggap pada tahap medium jika
nilai TRI ada diantara 2.90 sampai 3.51 (2.90 =< TRI =< 3.51).
3. High Technology Readiness Index Kesiapan pengguna dikatakan tinggi apabila nilai TRI lebih
dari 3.51 (TRI > 3.51).
Beberapa penelitian tentang technologi readiness telah banyak dilakukan, diataranya 1)
Penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman dengan penelitian berjudul Technology Readiness Index
(TRI) : A Multiple-Item Scale to Measure Readiness to Embrace New Technologies [7]Pada penelitian
ini Parasuraman melakukan penelitian untuk menemukan empat faktor psikologis dalam
pengadopsian teknologi yaitu optimsm, innovativeness, discomfort, insecurity dan kemudian faktor
tersebut dinilai kedalam Teachnology Readiness Index (TRI). 2) Tacbir Hendro Pudjiantoro Dkk [10]
mengasilkan Pengukuran pengetahuan dan kemampuan teknologi informasi atau biasa dikatakan
tingkat kesiapan yang dimiliki oleh sumberdaya yang ada di UNJANI, dapat dilakukan dengan
menggunakan framework STOPE (Strategy, Technology, Organization, People, dan Environtment).
3) Rida Indah Fariani [11] Hasil penelitian menunjukkan perguruan tinggi ABC mempunyai indeks e-
Learning Readiness sebesar 3.07 dari 3.40 yang diharapkan sebagai standar dari sebuah organisasi,
yang berarti bahwa perguruan tinggi tersebut belum siap dalam melakukan implementasi -Learning
dan membutuhkan beberapa improvement. 4) Sri Widiastuti [12] Hasil analisis menunjukkan bahwa
tingkat kesiapan Knowledge Management di Pusdatin berada pada kategori tinggi, hal ini berarti
bahwa organisasi telah memiliki kemampuan yang memadai, dan karenanya telah matang
kesiapannya untuk menerapkan Knowledge Management. 5) R. Ramadan [13] Hasil penelitian ini
menunjukan guru memperoleh skor =3,35<=3,41 termasuk dalam katagori tidak siap dan
membutuhkan sdikit peningkatan, siswa memperoleh skor =3,20<=3,41 termasuk dalam katagori
tidak siap dan membutuhkan sdikit peningkatan dan sekolah memperoleh skor=3,27<=3,41 termasuk
dalam katagori tidak siap dan membutuhkan sedikit peningkatan. 6) Tri Nita Dewi Cahyani (Nita
Dewi Cahyani et al., n.d. 2020) hasil penelitiannya menunjukan bahwa berdasarkan kategori TRI,

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
tingkat kesiapan pengguna dapodik di Sekolah Dasar Kecamatan Sukasada berada pada kategori
Sedang atau Medium Technology Readiness. 7) Ramazan Yilmaz[14] dengan menggunakan analisa
Structural Equation Modelling (SEM), hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan e-learning siswa
merupakan prediktor signifikan dari kepuasan dan motivasi mereka dalam pembelajaran model
Flipped Classroom. 8) Ghulam [15] dengan menggunakan analisis konfirmatori menunjukan bahwa
selama pandemi COVID-19, siswa LIS tidak banyak berpartisipasi pembelajaran online mereka;
Namun, mereka termotivasi untuk belajar di lingkungan elearning ini. 9) Yuk Ming Tang [16] dengan
melakukan analisa konfirmatori menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifakan antara pria
dan wanita saat hidup dalam pembelajaran online dimasa covid-19.
Berdasarkan beberpa penelitian diatas maka penulis dapat memposisikan penelitian ini dengan
beberapa kebaruan penelitian. Penelitian yang penulis lakukan berfokus pada kesiapan implemnetasi
LMS dengan menggunakan metode analisis Technology Readiness Index. Adapun focus penelitian
difokuskan pada empat indicator yaitu optimism, innovativness, discomport dan insecurity. Untuk
mendeskripsikan kategori tingkat kesiapan, pada penelitian ini menggunakan skala Analisa aydin dan
tasci[13].
a. Not Ready Perlu persiapan yang banyak untuk mengimplementasikan LMS di SMA
Pasundan Majalaya (indeks 1-2.59).
b. Not Ready Tetapi hanya perlu beberapa persiapan untuk mengimplementasikan LMS di
SMA Pasundan Majalaya (indeks 2.6- 3.39)
c. Ready tetapi butuh improvement dalam mengimplementasikan LMS di SMA Pasundan
Majalaya (indeks 3.4 – 4.19)
d. Ready untuk mengimplementasikan LMS di SMA Pasundan Majalaya (indeks 4.2 -5).

1. Analisa responden berdasarkan jenis kelamin

jenis kelamin

laki-laki
40% perempuan

60%

Gambar 1 Keadaan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin responden yang mengisi questioner sebanyak 30 orang. Dengan
persentase 60% atau 18 orang laki-laki dan 40% atau 12 orang perempuan.

3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan angket sebagai alat penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi
data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan
kejadian relative, distribusi, dan hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis [17]. Hasil
data survey yang didapatkan dari penelitian ini kemudian dianalisis untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kesiapan penggunaan LMS di Lingkungan SMA Pasundan Majalaya.
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Pasundan Majalaya yang sudah menerapkan
Aplikasi Learning Management System (LMS) dalam pembelajaran dan sistem informasinya. Waktu
penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2021.

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
b. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generilisasi yang terdiri atas subyek atau obyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2015;118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
penelitidapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Adapun penentuan jumlah sampel
yang dikembangkan oleh Roscoe dalam Sugiyono [17]adalah ukuran sampel yang layak dalam
penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. Maka jumlah sampel yang menjadi subyek
penelelitian kali ini adalah sebanyak 30 orang. Subjek penelitian ini adalah guru yang bertindak
sebagai pengguna LMS di lingkungan SMA Pasundan Majalaya. Berikut adalah daftar guru yang
menjadi responden pada penelitian ini:
Tabel 1 Daftar Responden
NO
Nama Lengkap Gender Platform LMSYang Sering Digunakan
1. Aang Irawan, S.Pd Laki-laki WhatsApp
2. Aji Solehudin Laki-laki WhatsApp, Clasroom
3. Ambar NUswantara Laki-laki WhatsApp
4. Ari Sonjaya Laki-laki Clasroom
5. Aris Kharisma
Permana Laki-laki Clasroom
6. Asep Wahyu
Budiman Laki-laki WhatsApp, Clasroom
7. Dadan Mujahidin,
S.Ag Laki-laki WhatsApp
8. Desi Purwatesa Perempuan WhatsApp
9. Dewi Yuliati Perempuan Clasroom
10. Dra.Ai Rosiah Perempuan Clasroom
11. Dudu Abdulah Laki-laki lainnya
12. E. Shobirin Laki-laki WhatsApp, Clasroom
13. Erlangga Laki-laki Clasroom
14. Iceu Cucu Lesmana Perempuan WhatsApp, Clasroom, QUIZZ
15. iim sukmawanti Perempuan WhatsApp
16. iwa kurniawan Laki-laki WhatsApp, Clasroom, Moodle
17. Iwan Hermawan S.
Pd Laki-laki WhatsApp, Clasroom
18. Lani Apriliani, S.Pd Perempuan WhatsApp
19. Lussy Karlita Perempuan WhatsApp, lainnya
20. Nina Adriani Perempuan WhatsApp, Clasroom
21. Rina Nuryanti Perempuan WhatsApp, Clasroom
22. ROCKY
PURNAMA Laki-laki WhatsApp, Clasroom, lainnya
23. Siti Hani Perempuan WhatsApp, Clasroom
24. Syarip hidayat Laki-laki WhatsApp
25. Toto Utari Perempuan WhatsApp, Clasroom
26. Wiwin windiawati Perempuan WhatsApp, Clasroom, lainnya
27. Yanto Suryanto, S.Pd Laki-laki WhatsApp, Clasroom
28. yaya komarudin,
S.Pd.I Laki-laki Clasroom
29. yusef ariesda Laki-laki Clasroom

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
30. Zulian deris Laki-laki Clasroom

c. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Prosedur Penelitian

1) Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah langkah awal dalam penelitian dimana pada penelitian ini
dimulai.
2) Studi Literatur
Studi literatur disini peneliti mencari informasi tentang penelitian terkait agar masalah dari
penelitian itu menjadi jelas kedudukannya. Informasi yang di dapatkan bias dari buku, artikel,
jurnal, dan lain-lain.
3) Perancangan Instrumen
Kuesioner diberikan kepada responden berupa pernyataan tertulis yang mengacu pada
keempat factor pada metode TRI untuk mengukur penerapan pengguna aplikasi LMS. Dalam
perancangan instrument ini dilakukan uji validitas instrument dan reliabilitas sebelum
dilanjutkan ke tahap penyebaran instrument.
4) Penyebaran Instrumen
Pada tahap ini penyebaran kuisioner dilakukan pada sampel di SMA Pasundan Majalaya
5) Analisis Data
Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data yaitu proses rekapitulasi hasil dari pilihan
responden terhadap jawaban yang ada di pernyataan kuisioner menggunakan aplikasi SPSS.
Selanjutnya hasil dari rekapitulasi data kuisioner dilakukan perhitungan tingkat kesiapan
pengguna teknologi menggunakan rumus yang ada pada metode TRI yang telah dipaparkan
pada bab sebelumnya.
6) Laporan Penelitian
Laporan ditulis dalam bentuk laporan penelitian agar diketahui orang lain disesuaikan dengan
template yang tersedia.

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
d. Instrument Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan - pertanyaan berdasarkan model
TRI untuk empat faktor, yaitu Optimis, Inovatif, Discomfort, dan Insecurity. Dalam penelitian ini
terdapat variabel-variabel yang akan dijelaskan dalam table definisi operasional variabel. Definisi
operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk yang
dapat diukur [17].Tabel definisi operasional pada penelitian ini dirancang oleh Parasuraman dimana
pernyataan yang disusun bersifat psikologikal. Adapun pernyataan pada form kuesioner merujuk pada
penelitian [7]sebagai berikut:

Tabel 3 Form Kuesioner

N Optimisme (Optimism) Sanga Setuj Netral Tida Sangat


o. t u (N) k Tidak
Setuju (S) Setuj Setuju
(SS) u (STS)
(TS)
1 LMS dapat membuat saya lebih mudah dalam
mendesain RPP dan RPS
2 Layanan LMS nyaman untuk digunakan
3 Saya lebih suka membuat RPP dan RPS
menggunakan LMS, karena saya tidak perlu
terpaku pada buku pedoman
4 Saya lebih suka menggunakan LMS dalam
merancang RPP dan RPS
5 Saya suka menggunakan tools dan fitur LMS
yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
saya
6 LMS membuat saya lebih efisien dalam
merancang RPP dan RPS
7 Saya merasa LMS dapat mendorong untuk
mengerjakan tugas saya
8 LMS memberikan saya lebih banyak
kebebasan dalam beraktifitas
9 Dengan mempelajari LMS, saya jadi tidak
ketinggalan informasi

10 Saya merasa yakin bahwa LMS akan


mengikuti instruksi yang saya berikan
N Inovasi (innovativeness) Sanga Setuj Netral Tida Sangat
o t u (N) k Tidak
Setuju (S) Setuj Setuju
(SS) u (STS)
(TS)
1 Saya sangat nyaman dengan bentuk
pembalajaran menggunakan LMS
2 Teman teman saya lebih paham dengan LMS
dari pada Saya
3 Saya selalu belajar untuk terus melakukan
inovasi dalam penggunaan LMS
4 Saya dapat mengetahui perkembangan LMS
dan layanan terbarunya tanpa bantuan dari
orang lain

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
5 Saya mengikuti perkembangan LMS di
bidang minat saya
6 Saya menikmati tantangan untuk mencari
tahu tentang fitur LMS terbaru
7 Saya merasa mampu dan tidak mengalami
banyak masalah dalam menggunakan LMS

N Ketidaknyamanan (Discomfort) Sanga Setuj Netral Tida Sangat


o t u (N) k Tidak
Setuju (S) Setuj Setuju
(SS) u (STS)
(TS)
1 Dukungan teknis terkadang tidak banyak
membantu karena mereka tidak menjelaskan
hal-hal yang dapat saya mengerti
2 Saya berpikir bahwa sistem LMS tidak
dirancang untuk digunakan oleh orang biasa
3 Tidak ditemukan panduan dalam layanan
yang mudah dimengerti
4 Ketika saya mendapat dukungan teknis dari
penyedia layanan LMS, saya terkadang
merasa seolah-olah saya dimanfaatkan oleh
seseorang yang lebih tahu daripada saya.
5 Pada saat saya membeli layanan LMS, saya
lebih memilih model dasar daripada yang
memiliki fitur ekstra
6 Sangat memalukan bagi saya ketika memiliki
masalah dengan LMS dan orang-orang
mengetahuinya
7 Harus ada kehati-hatian dalam mengganti
buku panduan dari Permendikbud dengan
LMS karena LMS dapat merusak peran
penting pada buku panduan
8 LMS bisa memiliki risiko kesehatan atau
keselamatan yang tidak terlihat sampai orang
selesai menggunakannya
9 LMS membuat terlalu mudah bagi
pemerintah dan perusahaan untuk mengetahui
aktifitas orang lain
10 LMS terlalu sulit untuk digunakan
N Ketidakamanan (Insecurity) Sanga Setuj Netral Tida Sangat
o t u (N) k Tidak
Setuju (S) Setuj Setuju
(SS) u (STS)
(TS)
1 Saya merasa tidak aman jika data yang saya
simpan dapat dilihat oleh orang lain
2 Saya merasa tidak aman jika data yang saya
buat dapat dirubah oleh orang lain tanpa

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
seizin dari saya
3 Saya khawatir jika informasi yang saya
terima tidak asli.
4 Saya merasa khawatir jika informasi atau
data yang saya butuhkan tidak

e. Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukkur sah atau valid tidaknya suatu kuesioer [ CITATION
Gho11 \l 1033 ]. Apabila pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan
diukur oleh kuesioner, maka kuesioner tersebut dikatakan valid. Validitas ini mempunyai tujuan yaitu
mengukur apakah pernyataan dalam kuesioner yang dibuat benar-benar dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Ada dua jenis uji validitas kuesioner dalam penelitian ini, berikut adalah uji-uji
tersebut.
a) Uji Validitas Isi
Uji validitas isi dilakukan untuk mengetahui layak atau tidaknya angket digunakan dalam
penelitian, tujuan dilakukannya uji validitas isi adalah melihat kesepakatan dari 2 pakar dalam menilai
keseluruhan konten. Salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan uji validitas isi yaitu dengan
menggunakan formula Gregory. Untuk menentukan koefisien validitas isi, hasil penilaian dari kedua
pakar dimasukkan ke dalam tabulasi silang 2 X 2 yang terdiri dari kolom A, B, C, dan D seperti pada
gambar 5. Kolom A adalah sel yang menunjukkan ketidaksetujuan kedua penilai. Kolom B dan C
adalah sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai pertama dan kedua (penilai
pertama setuju penilai kedua tidak setuju, atau sebaliknya). Kolom D adalah sel yang menunjukkan
persetujuan antara kedua penilai. Validitas isi adalah banyaknya butir soal pada kolom D dibagi
dengan banyaknya butir soal kolom A + B + C + D.
Tabel 4 Tabulasi Penilaian Pakar
Rater Rater 1
Tidak Relevan Relevan
Rater II Tidak Relevan A B
Relevan C D

Dari tabel diatas dapat dicari validitas isi atau konten dengan menggunakan rumus Gregory,
dapat dilihat pada persamaan ini:
Keterangan :
V 1= Validitas isi
A = Kedua rater (penilai) tidak setuju
B = Rater I setuju, Rater II tdak setuju
C = Rater I tidak setuju, Rater II setuju
D = Kedua rater setuju
Kriteria Validitas Konten atau Isi dapat dilihat pada tabel dibawah

Tabel 5 Kriteria Validitas Konten


Koefisien Validitas Tingkat Validitas
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Sedang
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat Rendah

b) Uji Validitas Konstruk


Menurut validitas adalah suatu ukuran yang dapat menunjukkan kevalidan dari instrument.
dalam pengujian validitas ini dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen yang dibuat sudah tepat

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
dan sesuai dengan penelitian yang kita lakukan. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.
Perhitungan validitas dari sebuah instrumen dapat menggunakan rumus korelasi product moment atau
dikenal juga dengan Korelasi Pearson dapat dilihat pada persamaan dibawah ini.

Keterangan:
rxy = Koefisien correlation product moment (r hitung)
X = Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Y = Skor total yang diperoleh seluruh item
= Jumlah skor dalam distribusi x
= Jumlah skor dalam distribusi y
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi x
= Jumlah kuadrat dalam skor distribusi y
Dalam uji validitas, menurut [17]nilai r hitung (correlation product moment) menjadi dasar
pengambilan keputusannya dengan aturan sebagai berikut :
1. Jika nilai rhitung > nilai rtabel , maka instrument dinyatakan valid.
2. Jika nilai rhitung < nilai rtabel , maka instrument dinyatakan tidak valid.
Nilai r tabel merupakan ketetapan berdasarkan angka derajat kebebasan (degress of freedom). Degress
of freedom diartikan sebagai jumlah total pengamatan dalam sampel (=N) dikurangi banyaknya
kendali (linier) bebas atau pembatasan yang diletakkan atas pengamatan. Angka degres of freedom
didapatkan dari jumlah responden penelitian dikurangi dua (df = N-2).

f. Uji Reliabilitas
Selanjutnya yaitu uji reliabilitas, menurut [12], Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana kuisioner atau alat ukur yang dibuat dapat dipercaya dan diandalkan. Reliabilitas
digunakan untuk menguji konsistensi kuisioner apakah dapat menghasilkan data yang sama apabila
digunakan berkali-kali. Semakin kecil kesalahan pengukuran semakin reliabel pengukuran tersebut.
Dalam penelitian ini dipakai rumus cronbach’s alpha (α) seperti persamaan dibawah ini.

4. Hasil dan Pembahasan


A. Hasil
1) Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan bantuan kuesioner sebagai instrumen penelitian.
Sebelum dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, item atau keseluruhan pernyataan
dalam kuesioner harus lolos uji validitas dan uji reliabilitas. Setelah kuesioner lolos uji
validitas dan uji reliabilitas barulah data dapat diuji menggunakan metode TRI. Banyaknya
sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 responden, dengan sampel yang diambil dari
populasi jumlah guru di SMA Pasundan Majalaya.
2) Hasil Uji Coba Instrumen
a) Hasil Uji Validitas Isi
Agar validitas isi instrument terpenuhi, peneliti menggunakan dua pakar atau penilai yang
dianggap menguasai variabel yang akan diteliti. Pakar pertama yang dipilih peneliti

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
merupakan guru Bahasa Indonesia dan pakar yang kedua merupakan pengguna atau guru
pengguna LMS. Pakar pertama menguji tentang tata tulis dan makna dari butir pernyataan
oleh karena itu hal tersebut yang mendasari pemilihan guru Bahasa Indonesia yang dipilih
sebagai penilai pertama, sedangkan pakar kedua menguji tentang butir-butir pernyataan
mengenai LMS dengan keadaan di lapangan. Dari hasil uji Gregory yang dilakukan, pakar 1
dan pakar 2 hanya merevisi pernyataan pada no 8 dan 9 dan peneliti langsung memberikan
hasil revisian kepada penilai sehingga instrumen dapat diuji, didapatkan hasil seperti
berikut:

Tabel 6 Tabulasi hasil penilaian Pakar


Rater Rater 1
Tidak Relevan Relevan
Rater II Tidak Relevan A B
(4) (0)
Relevan C D
(0) (31)
V D V 35
1= 1=
A +B +C+ D 4 +0+0 +31
V 31 V 1= 0,885714286
1=
35
Jadi koefisien validitas isi instrument yang sudah diuji bernilai 0,885714286 artinya
tingkat validitas tinggi. Instrument yang tidak relevan peneliti perbaiki agar menjadi relevan,
jadi semua pernyataan layak diuji coba ke lapangan.
Uji coba ke lapangan dilakukan untuk mengetahui hasil pengujian validitas dan
reliabilitas. Pengujian lapangan dilakukan dengan 30 responden.

b) Hasil Uji Validitas Konstruk


Pada Uji Validitas Konstruk dilakukan untuk kevalidan instrumen penelitian. Uji
validitas ini dilakukan dengan menggunakan 30 responden yang dijadikan responden
penelitian. 30 responden ini peneliti diambil secara acak di SMA Pasundan Majalaya.
Dengan menggunakan standar defiasi signifikasi 0,5 dan rTabel N-2 maka untuk rTabel
dengan 30 responden berada pada 0,361. Untuk lebih jelasnya berikut adalah hasil uji
validitas yang dibantu dengan aplikasi SPSS versi 23 untuk Windows.

Tabel 7 Hasil Uji Validitas Instrumen


Keputusa
Variabel
Item rhitung rtabel n
OPS 1 0,616 0,361 Valid
OPS 2 0,71 0,361 Valid
OPS 3 0,847 0,361 Valid
OPS 4 0,713 0,361 Valid
OPS 5 0,705 0,361 Valid
Optimism OPS 6 0,747 0,361 Valid
OPS 7 0,796 0,361 Valid
OPS 8 0,493 0,361 Valid
OPS 9 0,438 0,361 Valid
OPS 10 0,671 0,361 Valid
OPS TOTAL 1 0,361 Valid
INV 1 0,648 0,361 Valid
INV 2 0,583 0,361 Valid
Innovativness
INV 3 0,438 0,361 Valid
INV 4 0,507 0,361 Valid

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
INV 5 0,64 0,361 Valid
INV 6 0,572 0,361 Valid
INV 7 0,515 0,361 Valid
INV 8 0,756 0,361 Valid
INV 9 0,641 0,361 Valid
INV TOTAL 1 0,361 Valid
DIS 1 0,635 0,361 Valid
DIS 2 0,453 0,361 Valid
DIS 3 0,645 0,361 Valid
DIS 4 0,485 0,361 Valid
DIS 5 0,415 0,361 Valid
Discomport DIS 6 0,66 0,361 Valid
DIS 7 0,677 0,361 Valid
DIS 8 0,532 0,361 Valid
DIS 9 0,569 0,361 Valid
DIS 10 0,546 0,361 Valid
DIS TOTAL 1 0,361 Valid
INS 1 0,769 0,361 Valid
INS 2 0,753 0,361 Valid
INS 3 0,747 0,361 Valid
Insecurity
INS 4 0,788 0,361 Valid
INS 5 0,756 0,361 Valid
INS TOTAL 1 0,361 Valid

Pada tabel 7 diatas terlihat bahwa seluruh nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel ,
maka seluruh item dalam instrument dinyatakan valid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
seluruh item dalam intrumen lolos uji validitas.

c) Hasil Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas digunakan untuk melihat konsistensi kuisioner yang disebarkan oleh
peneliti. Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas ini adalah Cronbach’s alpha , data
akan dinyatakan reliabel atau konsisten jika koefisien Cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6.
Berikut ini merupakan ringkasan dari hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan.

Tabel 8 Uji Reliabilitas


Cronbach's Alpha
Based on
Cronbach's Alpha Standardized Items N of Items
.808 .797 34

Maka dapat disimpulkan bahwa berdsaarkan tabel diatas seluruh item dalam setiap
variabel lolos uji reliabilitas karena masing-masing item variabel dalam instrument
menunjukan nilai ri yang lebih besar dari 0,60 (ri > 0,60). Dengan lolosnya instrumen dari
dua uji yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, maka instrumen tersebut layak digunakan
sebagai instrumen dalam penelitian ini, dan data yang diperoleh dapat digunakan dalam uji
TRI.

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
d) Uji TRI
Uji TRI digunakan untuk menganalisis sejauh mana kesiapan seseorang dalam
mengadopsi teknologi terbaru yang ada di sekitar mereka. Untuk mengukur seberapa jauh
tingkat kesiapan seseorang dengan teknologi yang ada saat ini, maka dapat digunakan empat
variabel pengukuran yaitu Optimism, Inovative, Discomfort, dan Insecurity. Dengan
menggunakan empat variabel tersebut maka akan mempermudah dalam menilai kesiapan
seseorang dengan teknologi baru yang ada saat ini. Dalam penelitian ini tingkat kesiapan
pengguna atau guru terhadap penggunaan LMS dalam Pembelajaran di Lingkungan SMA
pasundan Majalaya.
Metode perhitungan nilai TRI dihitung dari nilai mean dari masing-masing kuisioner
yang dikaitkan dengan bobot tiap pernyataan. Tiap variabel mempunyai bobot terhadap total
sebesar 25%. Bobot terhadap total tersebut kemudian dibagi dengan jumlah pernyataan dari
masing-masing variabel. Setelah mendapatkan bobot masing-masing pernyataan n, lalu nilai
mean dari pernyataan tersebut dikalikan dengan bobot masing-masing pernyataan untuk
mendapatkan skor total untuk tiap pernyataan. Skor variabel didapatkan dari jumlah total
skor pernyataan yang ada pada variabel tersebut. Skor total TRI didapatkan dari jumlah nilai
seluruh variabel. Setelah dilakukan pengumpulan dan pengujian maka didapat hasil-hasil
sebagai berikut:
Tabel 9 Hasil Uji TRI
NO Variabel Nilai TRI
1 Optimism 0,770000
2 Innovativness 0,787037
3 Discomport 0,708333
4 Insecurity 0,733333
Jumlah 2,998704

Terlihat dari Tabel 9. menunjukkan bahwa statistik dari instrumen yang telah
dikelompokkan kedalam masing-masing variabel penelitian. Total skor nilai TRI yang
didapatkan dalam penelitian ini adalah 2.99, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
kesiapan pengguna LMS masih berada di tingkat sedang atau Medium Technology
Readiness. Hal ini dikarenakan total nilai TRI berada diantara dari 2,90 sampai 3,51,
kategori TRI sudah dijelaskan pada bagian Kajian Teori. Nilai Optimism dan Innovativeness
memberikan kontribusi terbesar untuk total nilai TRI yaitu 0,77 dan 0,78. Ini menunjukkan
bahwa pengguna LMS di SMA Pasundan Majalaya memiliki pandangan yang positif
terhadap teknologi, dimana teknologi memiliki manfaat yang positif terhadap pekerjaan
mereka, dan pengguna juga memiliki sifat inovatif dalam mengadopsi teknologi serta
memanfaatkan teknologi yang ada disekitar mereka. Itu bisa dilihat dari pernyataan nomer
1,2, dan 10 yaitu LMS dapat membantu meringankan atau memudahkan pekerjaan serta
dengan LMS mereka juga dapat mengirim data dengan cepat secara online. Sedangkan
Nilai Discomfort dan Insecurity memiliki nilai yang hampir sama namun lebih kecil jika
dibandingkan dengan nilai Optimism dan Innovativeness yaitu 0,70 dan 0,73.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan tingkat kesiapan pengguna LMS di SMA Pasundan Majalaya
bernilai sedang atau medium technology readiness. Dimana pada pernyataan di variabel
optimis dan innovativeness, LMS memberikan dampak yang positif bagi penggunanya yaitu
dengan menggunakan LMS dapat membantu pekerjaan karena dalam proses pengerjaan dan
pengiriman data bisa dilakukan melalui daring atau online sehingga dapat mempersingkat
waktu dan biaya pengerjaan, tidak perlu menggunakan banyak berkas karena data guru,
pegawai dan siswa dapat dengan mudah dicek di LMS. Selain kelebihan LMS adapun
beberapa hal yang tidak dapat dipungkiri pada variabel discomfort dan insecurity, terdapat
ketakutan dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pengguna dapat dilihat dari data yang
sudah dikumpulkan bahwa dalam penyimpanan data secara cloud di LMS dihawatirkan akan
bocor dan disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan juga LMS sampai

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
saat ini masih mengalami pembaharuan yang mengharuskan pengguna untuk menginstal
ulang aplikasi LMS agar tidak tertinggal dengan kemajuan teknologi.
Jika dilihat dari kategori yang dilakukan oleh pengguna LMS di SMA Pasundan Majalaya
memiliki tingkat kesiapan yang sedang dengan nilai 2.99 karena berada diantara nilai 2,90
sampai 3,51. Pada nilai total variabel optimism dan innovativeness memberikan kontribusi
terbesar terhadap nilai total TRI yaitu sebesar 0,78 itu membuktikan bahwa para responden
memiliki pandangan positif terhadap Dapodik karena dapat membantu meringankan dan
mempermudah pengguna dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan nilai total pada variabel
discomfort dan insecurity mendapat nilai 0,70 dan 0,73. Ini membuktikan bahwa masalah
ketidaknyamanan dan ketidakamanan dinilai tidak berkonribusi banyak dalam total nilai TRI.
Jika dilihat dari masing-masing variabel untuk mencari nilai TRI, terlihat bahwa setiap orang
memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai optimism, innovativeness, discomfort, dan
insecurity.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Dari uji TRI yang telah dilakukan, maka didapat hasil dimana tingkat kesiapan pengguna atau
operator LMS di SMA Pasundan Majalaya dalam hal ini masih tergolong sedang atau Medium
Technology Readiness, hal ini dikarenakan total nilai TRI adalah 2,99 berada diantara 2,90 sampai
3,51 (2,90 =< TRI =< 3,51), dengan nilai optimism sebesar 0,77 nilai innovativeness sebesar 0,78,
nilai discomfort sebesar 0,70 dan nilai insecurity sebesar 0,73.
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan intrumen penelitian, peneliti ingin memberikan
rekomendasi atau usulan kepada sekolah agar pihak sekolah dapat memberikan pelatihan kepada guru
selaku pengguna LMS agar dapat lebih mengoptimalkan teknologi yang ada dalam pembelajaran, dan.

6. Referensi
[1] J. F. Gerald, Fundamentals of System Analysis, vol. 05. Yogyakarta: Genius, 2009.
[2] “Darmawan-Pemilihan Sistem Learning Management ….” [Online]. Available: http://www.atutor.ca
[3] F. Ahmad, E. Pudjiarti, and P. Sari, “Penerapan Metode Technology Readiness Index Untuk
Mengukur Tingkat Kesiapan Anak Sekolah Dasar Melakukan Pembelajaran Berbasis Online Pada SD
Muhammadiyah 09 Plus Teknik Informatika, Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer
Nusa Mandiri,” vol. 3, no. 1, pp. 2715–2529, 2021.
[4] T. H. Pudjiantoro, I. Santikarama, and H. Ashaury, “PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN
TEKNOLOGI INFORMASI PADA UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI,” Sebatik, vol.
23, no. 1, pp. 158–164, Jun. 2019, doi: 10.46984/sebatik.v23i1.462.
[5] M. S. Summak, M. Baǧlibel, and M. Samancioǧlu, “Technology readiness of primary school teachers:
A case study in Turkey,” in Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2010, vol. 2, no. 2, pp. 2671–
2675. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.03.393.
[6] R. D. Kristy, E. Dwi Wahyuni, and N. Hayatin, “Analisis Tingkat Kesiapan Pengguna Ensiklopedia
Anak Dengan Menggunakan Metode Technology Readiness Index,” REPOSITOR, vol. 2, no. 2, pp.
129–136, 2020, [Online]. Available: www.anapedia.org.
[7] A. (2000). Parasuraman, “technology readiness index(tri) : A Multiple-Item Scale to measure
readiness to embrace new technologies. J. Serv. ,” vol. 02, pp. 307–320, 2000.
[8] M. S. Summak, M. Baǧlibel, and M. Samancioǧlu, “Technology readiness of primary school teachers:
A case study in Turkey,” in Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2010, vol. 2, no. 2, pp. 2671–
2675. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.03.393.
[9] T. Nita Dewi Cahyani, I. Made Ardwi Pradnyana, and N. Sugihartini, “PENGUKURAN TINGKAT
KESIAPAN PENGGUNA SISTEM INFORMASI DATA POKOK PENDIDIKAN DASAR
MENGGUNAKAN TECHNOLOGY READINESS INDEX (TRI) (STUDI KASUS : SEKOLAH
DASAR DI KECAMATAN SUKASADA)”, [Online]. Available:
http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190
[10] T. H. Pudjiantoro, I. Santikarama, and H. Ashaury, “PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN
TEKNOLOGI INFORMASI PADA UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI,” Sebatik, vol.
23, no. 1, pp. 158–164, Jun. 2019, doi: 10.46984/sebatik.v23i1.462.
[11] S. Kasus et al., “Pengukuran Tingkat Kesiapan E-Learning (E-Learning Readiness).”
[12] S. Widiastuti and I. Budi, “Analisis Pengukuran Tingkat Kesiapan Knowledge Management: Studi
Kasus Pusat Pengolahan Data dan Informasi Badan Koordinasi Penanaman Modal,” 2016.
[13] R. Ramadan, M. A. Pradnyana, and W. A. Suyasa, “PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN
IMPLEMENTASI E-LEARNING (E-LEARNING READINESS) DI SMA N 2 SINGARAJA
MENGGUNAKAN MODEL CHAPNICK,” Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, vol. 16, no.
2, 2019, [Online]. Available: www.smanda-singaraja.sch.id.
[14] R. Yilmaz, “Exploring the role of e-learning readiness on student satisfaction and motivation in
flipped classroom,” Computers in Human Behavior, vol. 70, pp. 251–260, May 2017, doi:
10.1016/j.chb.2016.12.085.
[15] G. M. Rafique, K. Mahmood, N. F. Warraich, and S. U. Rehman, “Readiness for Online Learning
during COVID-19 pandemic: A survey of Pakistani LIS students,” Journal of Academic
Librarianship, vol. 47, no. 3, May 2021, doi: 10.1016/j.acalib.2021.102346.
[16] Y. M. Tang et al., “Comparative analysis of Student’s live online learning readiness during the
coronavirus (COVID-19) pandemic in the higher education sector,” Computers and Education, vol.
168, Jul. 2021, doi: 10.1016/j.compedu.2021.104211.
[17] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.
[18] Kountur, Metode Penulisan untuk Skripsi dan Thesis. Jakarta: PT. Gramedia Press,., 2007.
 

https://youtu.be/kk65lVKApJw?t=190

Anda mungkin juga menyukai