Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KARAKTERISTIK SISTEM SOSIAL


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
Psikologi Organisasi
Dosen Pengampu: Dr. Fenti Hikmawati, M.Si

Oleh:

Iwa Kurniawan
NIM. 2200060066

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
A. Pendahuluan
Struktur sosial merupakan hubungan – hubungan yang terus bertahan, teratur dan
terpola di antara unsur-unsur dalam masyarakat. Konsep ini mendasari para sosiolog abad 19
membandingkan masyarakat dengan mesin atau organisme (makhluk hidup).1 Struktur sosial
merupakan bagian yang esensial dalam studi sosiologi hingga saat ini, persebarannya sangat
dipengaruhi oleh lokus para sosiolognya. Sebagai kajian esensial sosiologi struktur sosial
dipahami pada aras teoretik dan praktis. Bagi kelompok teoretik memposisikan struktur sosial
merupakan titik lokus dari komitmen teoretik mereka. Sementara kelompok praktisi
memahami struktur sosial sebagai sebuah asumsi latar belakang yang keberadaannya sebagai
akibat dari adanya proses penelitian mendalam secara teoritis dan empiris.2
Sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya saling ketergantungan
antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan
tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu sistem yaitu bahwa sistem sosial
cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan melalui katup pengaman AGIL yaitu
Adaptation, Goal attainment, Integration, dan Latent pattern maintenance.
Memahami konsep sistem sosial tidak bisa lepas dari pemahaman akan pengertian
sistem dan sosial. Sementara untuk memahami sistem sosial itu sendiri tidak bisa lepas
pemahaman akan budaya. Karena manusia adalah makhluk sosial, yang secara kodratnya
selalu hidup bersama dalam suatu ikatan lingkungan sosial budaya. Manusia dengan
kodratnya sebagai makhluk sosial, tidak dapat hidup seorang diri. Manusia memiliki
kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Adapun firman Allah SWT dalam Al-
Qur’an mengenai manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial tertera dalam Al-
Qur’an surat At-Taubah ayat 71:

ِ ‫ض يأْمرو َن بِالْمعر‬
‫وف َو َيْن َه ْو َن َع ِن‬ ٍ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫اء‬ ‫ي‬ِ‫والْمؤ ِمنو َن والْمؤ ِمنات بعضهم أَول‬
ُْ َ ُُ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ ُ ْ ُ َ
ِ
َ ِ‫الز َكا َة َويُ ِطيعُو َن اللّهَ َو َر ُسولَهُ أ ُْولَـئ‬
‫ك َسَي ْرمَحُ ُه ُم‬ َّ ‫الصالََة َويُ ْؤتُو َن‬
َّ ‫يمو َن‬ ُ ‫الْ ُمن َك ِر َويُق‬
ِ ِ
-٧١-‫يم‬ ٌ ‫اللّهُ إ َّن اللّهَ َع ِز ٌيز َحك‬
Artinya: Dan orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan, sebagian
mereka menjadi para penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang

1
Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, dan Bryan S. Turner. 2010. Kamus Sosiologi, terjemahan Desi Noviyani,
dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h. 525.
2
Adam Kuper dan Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, terjemahan Munandar Haris, dkk., Jakarta :
RajaGrafindo Persada, h. 1004.
ma’ruf, mencegah yang munkar, dan melaksanakan shalat secara berkesinambungan,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
dirahmati Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana {71}.

Ayat ini menerangkan bahwa orang mukmin, pria maupun wanita saling menjadi
pembela di antara mereka. Selaku mukmin ia membela mukmin lainnya karena hubungan
agama. Wanita pun selaku mukminah turut membela saudara-saudaranya dari kalangan laki-
laki mukmin karena hubungan seagama sesuai dengan fitrah kewanitaannya. Akhir ayat ini
menegaskan bahwa Allah pasti akan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada orang-
orang yang dikehendaki sesuai dengan amalan-amalan yang telah dikerjakannya.
Pemahaman lingkungan hidup tidak akan sempurna bila tidak dilengkapi dengan
pemahaman tentang manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang mempunyai peran lebih
besar dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, karena manusia mempunyai akal budi.
Dengan akalnya manusia mampu mengubah lingkungan alam menjadi lingkungan buatan
sebagai habitat manusia, sehingga manusia dapat tersebar di seluruh permukaan bumi.
Oleh karena itu, manusia menjadi fokus penting dalam pemahaman sistem sosial dan
lingkungan sosial budaya. Sistem sosial merupakan hubungan sosial, kelompok atau
masyarakat sebagai seperangkat unsur yang saling berhubungan yang berfungsi untuk
mempertahankan batas-batas atau kesatuan bagian-bagiannya. Oleh karenanya sistem sosial
seiring waktu memiliki kecenderungan untuk menuju suatu keseimbangan atau
“homeostasis”.3
Sistem sosial merupakan kesatuan atau keutuhan suatu entitas sosial yang dibangun
melalui organisasi relasi dari komponen-komponen. Tidak ada suatu sistem tanpa kesatuan
dan setiap kesatuan selalu dapat dilihat sebagai sistem. Lawan dari sistem sosial adalah
kumpulan atau kerumunan yang merupakan komponen-komponen yang kebetulan berada
pada ruang yang sama atau kebetulan berdekatan.4
Sistem sosial merupakan interdependensi fungsional unsur-unsur suatu sistem dalam
bentuk gejala-gejala sosial. Struktur sosial merupakan aspek statis dari sistem sosial. Aspek
dinamisnya adalah proses sosial yang berupa interaksi sosial.5
Dalam prakteknya system social memiliki karakteristik structural tersendiri.
diantaranya Sistem Batas, Keterkaitan, dan "Terbuka" dan "Tertutup", hirarki dan autonomy.

3
Ibid. h. 526 - 527.
4
M. Husni Muadz. 2014. Anatomi sistem sosial, Mataram : Institut Pembelajaran Gelar Hidup, h.1.
5
Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta : Radja Grafindo, h. 52-
53.
Maka dalam penulisan makalah ini penulis bermaksud untuk membahas tentang karakteristik
structural system social.

B. Karakteristik struktur system social


Pembentukan struktur sosial tidak berlangsung secara instan dalam suatu masyarakat.
proses evolutif merupakan pembentukan struktur sosial yang bertahap. Ada beberapa unsur
sosial penting yang menentukan pembentukan struktur sosial tersebut:
1. Sistem Batas, Keterkaitan, dan "Terbuka" dan "Tertutup"
Dalam perspektif sirkularitas sistem memiliki mekanisme untuk memberikan
informasi pada dirinya dalam bentuk feedback loop, negatif maupun positif, sehingga
mampu mengoreksi diri agar ia selalu berada dalam keseimbangan (balancing feedback).6
Sistem memiliki otonomi penuh karena mekanisme kerjanya dalam bentuk interkoneksi
komponen yang terus menerus di dalam batasan (boundary) tertentu melahirkan struktur
tertentu dan struktur tersebut selanjutnya mempengaruhi dan membatasi perilaku dan pola-
pola hubungan antar komponen.7
Batas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan interaksi bagian-bagian dari sistem
dan lingkungan. Beberapa batasan terlihat karena sifatnya yang tidak dapat ditembus,
misalnya, kepribadian kaku yang memungkinkan sedikit pertukaran dengan lingkungan.
Penting untuk membedakan antara lokasi batas dan sifatnya. Batas tidak selalu berarti
penghalang. Sebuah sistem sosial mungkin memiliki batas yang mudah terlihat namun
sangat terbuka untuk transferenergi melintasi batasnya (misalnya, batas laki-laki-
perempuan). Contoh lain adalah batas antar generasi yang telah menjadi prinsip penting
dalam pendekatan sistem untuk terapi keluarga (Bowen, 1978; Minu chin, 1974).
Contoh Batasan struktur social yang terdapat dalam agama seperti contoh Batasan
aurat baik bagi laki-laki maupun perempuan. Aurat laki-laki adalah dari pusar hingga lutut.
Tidak boleh menampakkan maupun memperlihatkannya pada orang asing. Berdasarkan
hadits dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu,

ٍ ِّ‫ف فَ ِخ َذ َك واَل َتْنظُر إِىَل فَ ِخ ِذ حي واَل مي‬


‫ت‬ ْ ِ ‫اَل تَ ْك‬
‫ش‬
َ َ َ ٍّ ْ َ
“Jangan engkau perlihatkan pahamu, dan janganlah engkau lihat paha orang yang masih
hidup maupun yang sudah meninggal.” (HR. Abu Dawud, Abu Daud berkata, “Dalam
hadits ini terdapat sesuatu yg diingkari.”)
6
Ibid. h.73.
7
Ibid. h. 74.
Sedangkan aurat wanita di hadapan lelaki ialah seluruh anggota badan kecuali wajah dan
telapak tangan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

‫ين ِزينََت ُه َّن إِاَّل َما ظَ َهَر ِمْن َها‬ ِ


َ ‫َواَل يُْبد‬
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat.” (QS. An Nur : 31). Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Yaitu wajah dan kedua telapak tangan”.
Demikian pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Asma’ binti Abu
Bakr radhiyallahu ‘anhum,

‫صلُ ْح أَ ْن يَُرى ِمْن َها إِاَّل َه َذا َو َه َذا‬ ِ ِ


َ ‫يَا أَمْسَاءُ إِ َّن الْ َم ْرأَةَ إِذَا َبلَغَت الْ َمح‬
ْ َ‫يض مَلْ ي‬
“Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari
anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak
tangan).” (HR. Abu Dawud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan
oleh syaikh al-Albâni rahimahullah)
Adapun aurat wanita di hadapan sesama wanita lainnya adalah dari pusar hingga lutut,
dengan syarat aman dari fitnah dan tidak disertai dorongan syahwat.

Pembentukan sistem sosial akan menciptakan suatu pola yang bersifat sistemik. Suatu
sistem atau sistem lingkungannya yang signifikan dapat menerima atau tidak menerima
pergerakan energi melintasi batas Prosesnya ditentukan dinamika individu (aktor) dalam
kehidupan masyarakat. Pola – pola sistem sosial berkembang secara dinamis ditentukan
posisi individu dalam hubungannya sebagai komponen sistem dalam masyarakat.
Berdasarkan pola hubungan tersebut terbagi meliputi8;
1. Pola hubungan interpersonal; pola interaksi antar individu dan peranannya dalam
menciptakan ketertiban sosial mikro.
2. Pola kelompok; hubungan interpersonal dalam suatu kelompok atau organisasi
sehingga mampu menciptakan ketertiban sosial mikro dan makro.
3. Pola tertib sosial; interaksi secara komprehensif organisasi sosial, komunitas, dan
masyarakat sehingga menciptakan ketertiban sosial makro.
Sistem sosial memiliki kecenderungan menuju keseimbangan atau memiliki sifat
“homeastasis” dan bersifat fungsional sehingga hadir dalam rangka memenuhi sejumlah
8
Soerjono Soekanto, op. cit. 53
maksud atau tujuan.9 Dinamika sistem sosial ditentukan oleh cara-cara yang digunakan dalam
mencapai sejumlah tujuannya. Setiap sistem sosial memiliki tujuannya sendiri-sendiri
sehingga cara mencapainya pun berkembang sesuai tujuannya tersebut.
Pelestarian batas (boundary maintenance); merupakan konsep dalam fungsionalisme
Parsons (1951) yang menjelaskan bahwa suatu sistem sosial bersifat memelihara batas dalam
kaitannya dengan lingkungannya untuk melestarikan keteraturan atau pola tertentu. Diantara
upaya mewujudkan kondisi tersebut, sistem sosial kadang - kadang melakukan proses
pertukaran sumber daya dengan melintasi perbatasan dengan sistem yang lain.10 Kondisi
tersebut menjadi proses yang tidak bisa dihindari dalam masyarakat yang terbuka. Diantara
satu sistem bersinggungan dan berkaitan membentuk sistem yang lebih luas. Kebutuhan
melintas batas suatu sistem, diperlukan untuk mempertahankan eksistensi dan kebutuhan
elemen-elemen sistem yang terus berubah dan bertambah.
Pembentukan sistem sosial sebagai proses standarisasi perilaku dalam ruang dan waktu,
yang mencakup rekonstruksi terus menerus dalam konteks potensial aktivitas sosial sehari-
hari (Giddens, 2009). Konteks waktu (temporalitas) merekonstruksi sistem sosial melalui tiga
cara, yang meliputi11;
1. Dalam jalinan interaksi langsung, yang secara potensial dicapai atau dihadirkan oleh
para pelaku, sebagai reproduksi sosial dalam pengertiannya yang paling mendasar.
2. Dalam reproduksi anggota sistem sosial, sebagai makhluk dengan rentang waktu
yang terbatas, yang tentunya ditanamkan ke dalam reproduksi biologis.
3. Dalam reproduksi institusi, yang diendapkan dalam durasi panjang (long duree)
waktu historis.
Ada beberapa unsur sosial penting yang menentukan pembentukan struktur sosial
tersebut. unsur – unsur tersebut meliputi;12
1. Hubungan timbal balik satuan atau suatu kelompok dengan satuan atau kelompok
lainnya.
2. Pola – pola yang abadi dari tingkah laku partisipan dalam sebuah sistem sosial dalam
kaitannya dengan yang lain.

9
Abercrombie, dkk. op. cit. 256.
10
Ibid. h. 49.
11
Anthony Giddens. 2009. Problematika Utama dalam Teori Sosial, terjemah Daryatna, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, h. 180 -181.
12
Edy Susilo. 2010. Dinamika Struktur Sosial Dalam Ekosistem Pesisir, Malang : UB Press, h. 28.
3. Norma – norma yang telah terinstitusionalisasi atau kerangka – kerangka
pengetahuan yang terstruktur yang mendasari tindakan – tindakan para pelaku dalam
sistem sosial. (h. 28)

2. Hirarki Dan Otonomi


Bagian-bagian dari sistem terkait satu sama lain dalam berbagai cara. Salah satu jenis
hubungan ini adalah vertikal atau hierarkis, artinya bagian-bagian diatur dalam urutan
distribusi energi. Misalnya, orang tua dalam sebuah keluarga memiliki akses yang lebih
besar terhadap pendapatan keluarga daripada anak-anak. Karena mereka menerima bagian
yang lebih besar dari niat baik publik dan sumber daya publik, universitas negeri memiliki
keunggulan dibandingkan lembaga kesejahteraan dan pemasyarakatan dalam menerima
dana public.
Hirarki Sosial merupakan pengelompokan ataupun urutan dari tingkatan abstraksi
menjadi seperti satu struktur dalam satu tatanan kelompok masyarakat. Hirarki sosial ada
karena setiap orang atau kelompok orang mempunyai tingkatan-tingkatan kemampuan,
kecerdasan, kebutuhan dan ketertarikan terhadap sesuatu yang berbeda-beda.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bertanya-tanya mengapa setiap orang
memiliki ketertarikan terhadap sesuatu yang berbeda-beda, mengapa ada orang yang
memiliki cita-cita sangat tinggi, sedangkan ada juga yang hanya menjadi orang yang biasa-
biasa saja. Ada yang sudah puas menjadi dirinya sendiri, tetapi di sisi lain ada juga yang
ingin menjadi presiden.
Apa yang membuat mereka termotivasi, dan apa yang membuat mereka tidak
termotivasi. Pertanyaan-pertanya semacam itu sudah ada sejak beberapa puluh tahun silam,
kebutuhan manusia meningkat terus ke atas apabila jenis kebutuhan yang dasar sudah
terpenuhi. Tingkatan kebutuhan manusia: 1) Kebutuhan fisiologis, 2) Kebutuhan akan
keamanan (safety), 3) Kebutuhan dicintai (Love/belonging), 4) Kebutuhan untuk rasa
percaya diri (Esteem), dan 5) Kebutuhan puncak, yaitu aktualisasi diri (self-actualization)
a. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan paling landasan pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yaknik kebutuhan
untuk mempertahankan hidupnya secara fisik.13 Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan
akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen.14 Pada hirarki yang paling
bawah ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum, seks, dan hal-hal
13
(Indonesia)Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm. 331.
ISBN 978-602-8555-18-0.
14
G. Goble, Frank (1987). In A. Supratiknya. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius. hlm. 71.
lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi,
maka manusia akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang
mengalami kesulitan untuk mendapatkan makanan, sehingga ia menderita kelaparan, maka ia
tidak akan mungkin mampu untuk memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun
kebutuhan aktualisasi diri. Logika sederhananya yakni bagaimana seseorang dapat
memikirkan prestasi atau aktualisasi diri, bila dirinya terus menerus dihantui rasa ketakutan
akan kelaparan
b. Kebutuhan Akan Rasa Lepas dari bahaya
Sesudah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang
dinamakan Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa lepas dari bahaya.15 Kebutuhan-
kebutuhan akan rasa lepas dari bahaya ini ditengahnya adalah rasa lepas dari bahaya fisik,
stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam
seperti perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana dunia.
Kebutuhan akan rasa lepas dari bahaya berlainan dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan
ini tidak mampu terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah mampu dijaga sepenuhnya dari
ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak lepas dari bahaya akan bertingkah laku sama
seperti anak-anak yang tidak lepas dari bahaya. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan
selalu dalam kondisi terancam agung. Seseorang yang tidak lepas dari bahaya memiliki
kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berelebihan serta akan berupaya keras
menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.16
c. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang
Bila kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa lepas dari bahaya sudah terpenuhi,
karenanya muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-
dimiliki. Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi desakan untuk berteman, hasrat memiliki
pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi
seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya
sudah relatif terpenuhi semenjak kanak-kanak tidak akan merasa panik ketika menolak
cinta.17 Beliau akan memiliki keyakinan agung bahwa dirinya akan diterima orang-orang
yang memang penting untuk dirinya. Ketika ada orang lain menolak dirinya, beliau tidak
akan merasa hancur. Untuk Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh

15
G. Goble, Frank (1987). In A. Supratiknya. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius. hlm. 71.
16
https://setionojeany.blogspot.com/2016/04/hirarki-sosial.html
17
Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm. 331. ISBN 978-
602-8555-18-0.
kasih mesra selang dua orang, termasuk sikap saling percaya. Sering kali cinta dibuat menjadi
rusak bila salah satu pihak merasa takut bila kelemahan-kelemahan serta kesalahan-
kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang
memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu
mengajarkannya, membikinnya dan meramalkannya. Bila tidak, dunia akan hanyut ke dalam
gelombang permusuhan dan kebencian.
d. Kebutuhan Akan Penghargaan
Sesudah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, manusia akan lepas untuk mengejar
kebutuhan akan penghargaan.18 Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua
kategori tentang kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi.
Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan
status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat,
bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk
perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali
manusia mampu memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki
gerbang aktualisasi diri, kebutuhan paling tinggi yang ditemukan Maslow.
e. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan landasan Maslow adalah aktualisasi diri.19 Kebutuhan
aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tapi melibatkan hasrat
yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai
hasrat untuk makin dibuat menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, dibuat menjadi apa
saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk
aktualisasi diri langsung muncul sesudah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tapi
selama tahun 1960-an, beliau menyadari bahwa banyak anak muda di Brandeis memiliki
pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan
harga diri, tapi mereka belum juga mampu sampai aktualisasi diri.

C. Kesimpulan
Struktur sosial merupakan hubungan-hubungan yang terus bertahan, teratur dan terpola
di antara unsur-unsur dalam masyarakat. Konsep ini mendasari para sosiolog abad 19
membandingkan masyarakat dengan mesin atau organisme (makhluk hidup). Manusia
18
Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba Humanika. hlm. 331. ISBN 978-
602-8555-18-0.
19
Rahmat Hidayat, Deden (2011). In Zaenudin A. Naufal. Teori dan Aplikasi Psikologi Kepribadian dalam Konseling.
Ghalia Indonesia. hlm. 165–166. ISBN 978-979-450-654-7.
memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Adapun firman Allah SWT
dalam Al-Qur’an mengenai manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial tertera
dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 71. Oleh karena itu, manusia menjadi fokus penting
dalam pemahaman sistem sosial dan lingkungan sosial budaya. Sistem sosial merupakan
hubungan sosial, kelompok atau masyarakat sebagai seperangkat unsur yang saling
berhubungan yang berfungsi untuk mempertahankan batas-batas atau kesatuan bagian-
bagiannya. Oleh karenanya sistem sosial seiring waktu memiliki kecenderungan untuk
menuju suatu keseimbangan atau “homeostasis.
Dalam perspektif sirkularitas sistem memiliki mekanisme untuk memberikan informasi
pada dirinya dalam bentuk feedback loop, negatif maupun positif, sehingga mampu
mengoreksi diri agar ia selalu berada dalam keseimbangan (balancing feedback). Sistem
memiliki otonomi penuh karena mekanisme kerjanya dalam bentuk interkoneksi komponen
yang terus menerus di dalam batasan (boundary) tertentu melahirkan struktur tertentu dan
struktur tersebut selanjutnya mempengaruhi dan membatasi perilaku dan pola-pola hubungan
antar komponen.
Hirarki Sosial merupakan pengelompokan ataupun urutan dari tingkatan abstraksi
menjadi seperti satu struktur dalam satu tatanan kelompok masyarakat. Hirarki sosial ada
karena setiap orang atau kelompok orang mempunyai tingkatan-tingkatan kemampuan,
kecerdasan, kebutuhan dan ketertarikan terhadap sesuatu yang berbeda-beda. Tingkatan
kebutuhan manusia: 1) Kebutuhan fisiologis, 2) Kebutuhan akan keamanan (safety), 3)
Kebutuhan dicintai (Love/belonging), 4) Kebutuhan untuk rasa percaya diri (Esteem), dan 5)
Kebutuhan puncak, yaitu aktualisasi diri (self-actualization)
DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, Nicholas, Stephen Hill, dan Bryan S. Turner. 2010. Kamus Sosiologi,
terjemahan Desi Noviyani, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Carter, Irl. 2011. Human Behavior in the social environment. USA: Aldine transaction.
Feist, Jess; Gregory J. Feist (2010). Teori Kepribadian : Theories of Personality. Salemba
Humanika. hlm. 331. ISBN 978-602-8555-18-0.
G. Goble, Frank (1987). In A. Supratiknya. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham
Maslow.
Giddens, Anthony. 2009. Problematika Utama dalam Teori Sosial, terjemah Daryatna,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hamilton, Peter. editor. 1990. Talcot Parsons dan Pemikirannya Sebuah Pengantar,
terjemahan Hartono Hadikusumo, Yogyakarta : Tiara Wacana.
Kuper, Adam, dan Jesica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, terjemahan Munandar
Haris, dkk., Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Leuer, Robert H. 1989. Perspektif tentang Perubahan Sosial, terjemahan Alimandan,
Jakarta : Bina Aksara.
Muadz , M. Husni. 2014. Anatomi sistem sosial, Mataram : Institut Pembelajaran Gelar
Hidup.
Rahmat Hidayat, Deden (2011). In Zaenudin A. Naufal. Teori dan Aplikasi Psikologi
Kepribadian dalam Konseling. Ghalia Indonesia. hlm. 165–166. ISBN 978-979-450-
654-7.
Soerjono Soekanto. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta :
Radja Grafindo.
Susilo, Edy. 2010. Dinamika Struktur Sosial Dalam Ekosistem Pesisir, Malang : UB Press.
Turner, Jonathan H. dan Alexandra Maryanski. 2010. Fungsionalisme, terjemah Anwar
Effendi, dkk., Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai