Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

COMMUNICATION THEORY OF SELF AND MESSAGES

Disusun Untuk Tugas Kelompok Mata Kuliah “Filsafat dan Teori Komunikasi”

Dosen Pengampu : Dr. Aep Wahyudin, M.Ag., M.I.Kom

Disusun oleh :

Fauzan Nurcholish – 2210100042

Gitalis Dwi Natarina – 2210100043

Mega Febrianti – 2210100050

PASCASARJANA KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah. Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Communication Theory of Self and
Messages” dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Filsafat dan Teori Komunikasi serta memakai
rujukan dari beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka dan media internet.

Tidak lupa shawalat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Agung
Rasulullah SAW yang telah membimbing kita menuju jalan yang lurus.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah Filsafat dan Teori Komunikasi, Bapak Dr. Aep Wahyudin, M.Ag, M.I.Kom yang telah
membimbing dan memberi motivasi dalam penyelesaian makalah. Kami juga berterima kasih
kepada para pihak yang mendukung penulisan Harapan kami, makalah ini mampu memberikan
sudut pandang baru , informasi dan bermanfaat bagi pembaca.

Demikianlah makalah ini kami buat, deengan kerendahan hati kami memohon maaf apabila ada
kesalahan dalam proses pembuatan makalah. Kami terbuka pada kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Wassalamualaikum wr.wb

Bandung, 17 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Interaksi Simbolik


B. Teori Fenommenologi
C. Teori Etnografi
D. Teori Makna Terkoordinasi
E. Teori Disonanti Kognitif
F. Teori Pelanggaran Harapan
G. Teori Johari Window

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai penyampaina informasi antara dua orang atau
lebih. Komunikasi merupakan suatu proses yang vital dalam organisasi karena komunikasi
diperlukan bagi evektifitas kepemimpinan, perencanaan, pengendalian, koordinasi, latihan ,
manajemen konfilk, serta proses-proses organisasi lainnya.
Kegiatan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan sehari-hari yang paling banyak
dilakukan oleh manusia sebagai mahluk sosial. Sejak bangun tidur di pagi hari sampai tidur lagi
di larut malam, sebagian besar dari waktu kita digunakan untuk berkomunikasi dengan manusia
yang lain. Dengan demikian kemampuan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang
paling dasar. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengalami perbedaan
pendapat, ketidaknyamanan situasi atau bahkan terjadi konflik yang terbuka yang disebabkan
adanya kesalahfahaman dalam berkomunikasi. Menghadapi situasi seperti ini, manusia baru akan
menyadari bahwa diperlukan pengetahuan mengenai bagaimana cara berkomunikasi yang baik
dan efektif.yang harus dimiliki seorang manusia.
Efektifitas seorang komunikator dapat dievaluasi dari sudut sejauhmana tujuan-tujuan
tersebut dicapai. Persyaratan untuk keberhasilan komunikasi adalah mendapat perhatian. Jika
pesan disampaikan tetapi penerima mengabaikannya, maka usaha komunikasi tersebut akan
gagal. Keberhasilan komunikasi juga tergantung pada pemahaman pesandan penerima. Jika
penerima tidak mengerti pesan tersebut,maka tidaklah mungkin akan berhasil dalam memberikan
informasi atau mempengaruhinya. Bahkan jika suatu pesan tidak dimengerti, penerima mungkin
tidak meyakini bahwa informasinya benar, sekalipun komunikator benar-benar memberikan arti
apa yang dikatakan.
Kemampuan berkomunikasi interpersonal yang baik dan efektif sangat diperlukan oleh
manusia agar dia dapat menjalani semua aktivitasnya dengan lancar. Terutama ketika seseorang
melakukan aktivitas dalam situasi yang formal, misal dalam lingkungan kerja. Lebih penting lagi
ketika aktivitas kerja seseorang adalah berhadapan langsung dengan orang lain dimana sebagian
besar kegiatannya merupakan kegiatan komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal adalah termasuk pesan pengiriman dan penerimaan pesan
antara dua atau lebih individu. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi seperti
mendengarkan, membujuk, menegaskan, komunikasi nonverbal , dan banyak lagi. Sebuah konsep
utama komunikasi interpersonal terlihat pada tindakan komunikatif ketika ada individu yang
terlibat tidak seperti bidang komunikasi seperti interaksi kelompok, dimana mungkin ada
sejumlah besar ind ividu yang terlibat dalam tindak komunikatif. Deddy Mulyana (2005)
menyatakan: “komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara
orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang
lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.” (Mulyana, 2005:73).
Individu juga berkomunikasi pada tingkat interpersonal berbeda tergantung pada siapa
mereka terlibat dalam komunikasi dengan. Sebagai contoh, jika seseorang berkomunikasi dengan
anggota keluarga, bahwa komunikasi akan lebih dari mungkin berbeda dari jenis komunikasi
yang digunakan ketika terlibat dalam tindakan komunikatif dengan teman atau penting lainnya.
Secara keseluruhan, komunikasi interpersonal dapat dilakukan dengan baik dan tidak langsung
media komunikasi langsung seperti tatap muka interaksi, serta komputer-mediated-komunikasi.
Sukses mengasumsikan bahwa baik pengirim pesan dan penerima pesan akan menafsirkan dan
memahami pesan-pesan yang dikirim pada tingkat mengerti makna dan implikasi.
Konsep diri dan Persepsi interpersonal sangat dibutuhkan untuk pencapaian dalam
kelancaran komunikasi. Orang yang lancar dalam berkomunikasi berarti orang tersebut
mempunyai keahlian dalam berkomunikasi. Persepsi interpersonal besar pengaruhnya bukan saja
pada komunikasi interpersonal, tetapi juga pada hubungan interpersonal. Karena itu kecermatan
persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi
interpersonal kita. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi nterpersonal diantaranya
adalah pengalaman, motivasi, kepribadian, stereotyping,atribusi.
Konsep diri diperlukan agar kita bisa mengamati diri dan sampailah pada gambaran dan
penilaian diri kita. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan
perassan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Teori Interaksi Simbolik?


2. Apa yang dimaksud dengan Teori Fenomenologi?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori Etnografi?
4. Apa yang dimaksud dengan Teori Makna Terkoordinasi?
5. Apa yang dimaksud dengan Teori Disonanti Kognitif?
6. Apa yang dimaksud dengan Teori Pelanggaran Harapan?
7. Apa yang dimaksud dengan Teori Johari Window?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Teori Makna Terkoordinasi?


2. Untuk mengetahu Teori Disonanti Kognitif?
3. Untuk mengetahui Teori Etnografi?
4. Untuk mengetahui Teori Makna Terkoordinasi?
5. Untuk mengetahui Teori Disonanti Kognitif?
6. Untuk mengetahui Teori Pelanggaran Harapan?
7. Untuk mengetahui Teori Johari Window?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Interaksi Simbolik

Salah satu kebutuhan manusia, seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan
simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan
lambang, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Ernest Cassier
mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka
sebagai animal symbolicium.

Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang, benda,
dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk
berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa
memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi
dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan
masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-
tema teori ini dan dalam prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini.

Inti pandangan pendekatan ini adalah individu. Para ahli di belakang perspektif ini
mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka
melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui
interaksinya dengan individu yang lain.

Dalam perspektif ini dikenal nama sosiolog George Herbert Mead (1863-1931 yang
memusatkan perhatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok. Mereka menemukan
1
bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang di
dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-kata.

Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi simbolik pada intinya
menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan
orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran
manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan
bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society)
dimana individu tersebut menetap.

 Pikiran (mind)
Mead mendefinisikan pikiran (mind) sebagai kemampuan untuk menggunakan
simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dan Mead percaya bahwa manusia
harus mengembangkan pikiran melalui interaksi dengan orang lain. Mead menyatakan
bahwa esensi pemikiran merupakan perbincangan pengalaman isyarat makna yang
terinternalisir di mana kita juga dapat melakukannya atas dasar eksternal, yakni pengaruh
dari orang lain.

 Kedirian (self)
Menurut Mead, kedirian itu merupakan suatu entitas sosial yang berbeda dengan
organisme fisik, meskipun kedirian itu tidak akan muncul kecuali melalui organisme fisik
tersebut. Kedirian itu muncul dalam konteks pengalaman dan interaksi sosial secara
spesifik, dan ia akan terus berkembang berhubungan dengan proses sosial dan
berhubungan dengan individu yang ada didalamnya. Seringkali kedirian itu menjadi objek
bagi dirinya sendiri dan juga menjadi pusat bagi seluruh bentuk-bentuk pengalaman yang
telah diorganisir.

 Masyarakat (society)
Individu-individu lahir dalam konteks sosial yang sudah ada. Mead
mendefinisikan masyarakat (society) sebagai jejaring hubungan sosial yang diciptakan
oleh manusia. Individu-individu terlibat di dalam masyarakat keterhubungan yang mereka
pilih secara aktif dan sukarela. Jadi masyarakat menggambarkan keterhubungan beberapa
perangkat perilaku yang terus disesuaikan oleh individu-individu. Masyarakat ada
sebelum individu tetapi juga diciptakan dan dibentuk oleh individu, dengan
e melakukan
sejalan dengan orang lainnya.

Kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara


serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal bahasa dan simbol.
Fokus pengamatannya tidak terhadap struktur saja, tetapi tentang bagaimana bahasa
digunakan untuk membentuk struktur sosial serta bagaimana bahasa dan simbol-simbol
lainnya direproduksi, dipelihara, serta diubah dalam penggunaannya.

Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi simbolik pada
intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia,
bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia
membentuk perilaku manusia. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam
membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan
hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta
menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut
menetap.
B. Teori Fenomenologi
a. Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi secara etimologi berasal dari kata “phenomenon” yang berarti realitas yang
tampak, dan “logos” yang berarti ilmu. Sehingga secara Tujuan utama fenomenologi adalah
mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran dan dalam tindakan, seperti
bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis. Fenomologi mencoba mencari
pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep-konsep penting, dalam
kerangka intersubjektivitas.
Secara terminologi fenomenologi adalah ilmu berorientasi untuk dapat mendapatkan
penjelasan tentang realitas yang tampak.Fenomena yang tampak adalah refleksi dari realitas yang
tidak berdiri sendiri karena ia memiliki makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut.
Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui makna (hakikat) terdalam dari
fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang
sudah menjadi, atau disiplin, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan
fenomena, atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena
yang tampak di depan kita, dan bagaimana penampakannya.
b. Sejarah Fenomenologi
Ahli matematika Jerman Edmund Husserl, dalam tulisannya yang berjudul Logical
Investigations (1900) mengawali sejarah fenomenologi. Fenomenologi sebagai salah satu cabang
filsafat, pertama kali dikembangkan di universitas-universtas Jerman sebelum Perang Dunia I,
khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian di lanjutkan oleh Martin Heidehher dan yang
lainnya, seperti Jean Paul Sartre. Selanjutnya Sartre, Heidegger, dan Merleau-Ponty memasukkan
ide-ide dasar fenomenologi dalam pandangan eksistensialisme. Adapun yang menjadi fokus dari
eksistensialisme adalah eksplorasi kehidupan dunia mahluk sadar, atau jalan kehidupan subjek-
subjek sadar.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa fenomenologi tidak dikenal setidaknya
sampai menjelang abad ke-20. Abad ke-18 menjadi awal digunakannya istilah fenomenologi
sebagai nama teori tentang penampakan, yang menjadi dasar pengetahuan empiris (penampakan
yang diterima secara inderawi). Istilah fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann
Heinrich Lambert, pengikut Christian Wolff. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali
menggunakan istilah fenomenologi dalam tulisannya, seperti halnya Johann Gottlieb Fichte dan
G.W.F.Hegel. Pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi
deskriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Hesserl mengambil istilah fenomenologi untuk
pemikirannya mengenai “kesengajaan”.
c. Teori Fenomenologi
Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi
transsendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial
yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz dari dua garis besar tersebut (Husserl dan
Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni Pertama  dan
prinsip yang paling dasar dari fenomenologi – yang secara jelas dihubungkan dengan idealism
Jerman – adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi
dalam diri kesadaran individu.  Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek
atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang beraal dari suatu
objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam
hidup. Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami dan makna dibangun melalui
bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung
pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas. 
d. Jenis-Jenis Tradisi Fenomenologi
Inti dari tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam
suasana yang alamiah. Tradisi memandang manusia secara aktif mengintrepretasikan pengalaman
mereka sehingga mereka dapat memahami lingkungannya melalui pengalaman personal dan
langsung dengan lingkungannya. Titik berat tradisi fenomenologi adalah Pada bagaimana
individu mempersepsi serta memberikan interpretasi pada pengalaman subyektifnya. Adapun
varian dari tradisi Fenomenologi ini adalah :

1. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan
pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri
atau obyektif.
2. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang
yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa
dikatakan lebih subyektif.
3. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek
obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu
kesimpulan.
4. Fenomena Klasik, percaya pada kebenaran hanya bisa didapatkan melalui pengarahan
pengalaman, artinya hanya mempercayai suatu kebenaran dari sudut pandangnya tersendiri
atau obyektif.
5. Fenomenologi Persepsi, percaya pada suatu kebenaran bisa di dapatkan dari sudut pandang
yang berbeda – beda, tidak hanya membatasi fenomenologi pada obyektifitas, atau bisa
dikatakan lebih subyektif.
6. Fenomenologi Hermeneutik, percaya pada suatu kebenaran yang di tinjau baik dari aspek
obyektifitas maupun subyektifitasnya, dan juga disertai dengan analisis guna menarik suatu
kesimpulan.

e. Prinsip Dasar Fenomenologi


Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologis:
 Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. Kita akan mengetahui
dunia ketika kita berhubungan dengan pengalaman itu sendiri.
 Makna benda terdiri dari kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Bagaimana kita
berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi kita.
 Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang
digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu.

C. Teori Etnografi
Etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa atau suku bangsa, dan graphy yang
berarti tulisan. Jadi, etnografi berasal tulisan atau deskripsi mengenai kehidupan soial budaya
suatu suku bangsa. Spradley menyatakan bahwa etnografi adalah menjelaskan suatu kebudayaan.
Adapun Spindler, menyatakan bahwa etnografi adalah kegiatan antropologi di lapangan. Lebih
lanjut ia menyatakan apabila seorang antropolog tidak memiliki pengalaman lapangan, ibarat
seorang ahli bedah tidak memiliki pengalaman membedah.
Etnografi, diinjau secara harfiah, berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa, yang
ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan ( field work ) selama sekian bulan,
ataau sekian tahun. Penelitian antropologis untuk menghasilkan laporan tersebut begitu khas,
sehingga kemudian istilah etnografi juga digunakan untuk mengacu pada metode penelitian untuk
menghasilkan laporan tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnografi bukan sekedar
mengumpulkan data tentang orang atau kebudayaan, melainkan menggalinya lebih dalam lagi.
Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelititan, dapat dianggap
sebagai dasar dan asal-usul ilmu antropologi. Kutipan-kutipan kalimat dari beberapa tokoh besar
antropologi seperti di bawah ini akan meyakinkan kita tentang kebenaran pernyataan di atas.
Margaret mead berkata,” Anthropology as a science is entirely dependent upon field work
records made by individuals within living societies ” ( Antropologi sebagai sebuah ilmu
pengetahuan secara keseluruhan tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang dilakukan
oleh indiviu-individu dalam masyarakat-masyarakat yang nyata hidup )
James Spradley mengatakan bahwa “ Ethnograpic fieldwork is the hallmark of cultural
anthropology “ ( Kajian lapangan etnografi adalah tonggak antropologi cultural ). Jadi
singkatnya, belajar tentang etnografi berarti belajar tentang jantung dari ilmu antropologi,
khususnya antropologi sosial.
Ciri-ciri khas dari metode penelitian lapangan etnografi ini adalah sifatnya yang holistic-
integratif, thick description, dan analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan native’points of
view ( bersifat holistic atau menyeluruh ). Artinya, kajian etnografi tidak hanya mengarahkan
perhatiannya pada salah satu variable tertentu saja. Bentuk holistic didasarkan pada pandangan
bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan system yang terdiri dari satu kesatuan yang utuh.
Teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi-partisipasi dan wawancara terbuka dan
mendalam, yang dilakukan dalam jangka waktu yang relative lama, bukan kunjungan singkat
dengan daftar pertanyaan yang terstruktur seperti pada penelitian survey.
Jadi, etnografi adalah upaya untuk mendeskripsikan kebudayaan. Kebudayaan baik secara
implicit maupun secara eksplisit terungkap melalui bahasa. Bahasa merupakan alat utama untuk
menyebarkan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang ditulis dalam bentuk
linguistic. Sehingga, dalam studi etnografi, ethnolinguistik berfungsi untuk menggali
kebudayaan.
Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi
merupkan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan
berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi berulang kali bermakna untuk membangun
suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari perspektif orang
yang telah mempelajari kebudayaan itu. Etnografi didasarkan pada asumsi berikut : pengetahuan
dari semua kebudayaan sangat tinggi nilainya. Asumsi ini membutuhkan pengujian yang cermat.
Untuk tujuan apa etnografer mengumpulkan informasi? Untuk alasan apakah kita berusaha
menemukan apa yang harus diketahui orang untuk melintasi salju di kutub dengan kereta luncur
yang ditarik dengan anjing, hidup di desa Malenesia yang jauh, atau bekerja diberbagai pencakar
langit di New York? Siapa saja harus melakukan etnografi?
Kita mulai dengan tujuan antropologi sosial, yaitu untuk mendeskripsikan dan
menerangkan keteraturan serta berbagai variasi tingkah laku sosial. Mungkn gambaran paling
menonjol dari manusia adalah divertasinya. Mengapa suatu rumpun ini menunjukkan suatu
variasi semacam itu, menciptakan pola perkawinan yang berbeda, meengkonsumsi makanan yang
berbeda, mempercayai tuhan yang berbeda?dsb.. jika kita harus memahami diversitas ini maka
kita harus mulai dengan mendeskripsikannya secara hati-hati. Kebanyakan diversitas dalam rum
harus memahami divertasi ini maka kita harus mulai dengan mendeskripsikannya secara hati-hati.
Kebanyakan diversitas dalam rumpun manusia muncul, karena diversitas suatu generasi ke
generasi berikutnya. Deskripsi kebudayaan, sebagai tugas utama dari etnografi, merupakan
langkah pertama dalam memahami rumpun manusia.
Oleh karena itu, dalam pengertian yang paling umum, etnografi memberikan sumbangan
secara langsung dalam deskripsi dan penjelasan keteraturan serta evaluasi dalam tingkah laku
sosial manusia. Banyak ilmu sosial memiliki tujuan yang lebih terbatas. Dalam studi tingkah laku
manapun, etnografi mempunyai peranan penting. Kita dapat mengidentifikasikan beberapa
sumbangannya yang khas.
Menginformasikan teori-teori ikatan budaya. Masing-masing kebudayaan memiliki cara
untuk melihat dunia. Kebudayaan memmberikan kategori, tanda, dan juga mendefinisikan dunia
dimana orang itu hidup. Kebudayaan mengandung berbagai asumsi mengenai sifat dasar realitas
dan juga informasi yang spesifik mengenai realitas itu. Kebudayaan mencakup nilai-nilai yang
menspesifikasikan hal yang baik, benar, dan bisa dipercaya.. apabila orang mempelajari
kebudayaan, maka sanpai batas-batas tertentu dai terpenjara tanpa mengetahuinya. Para ahli
antropologi mengatakan ha ini sebagai “ikatan budaya” ( culture bond ), yaitu hidup dalam
realitas tertentu yang dipandang sebagai “ realitas “ yang benar.
Etnografi sendiri tidak lepas dari ikatan budaya. Namun, etnografi memberikan deskripsi
yang mengungkapkan berbagai model penjelasan yang diciptakan oleh manusia. Etnografi dapat
berperan sebagai penunjuk yang menunjukkan sifat dasar ikatan budaya teori-teori ilmu sosial.
Memahami masyarakat yang kompleks. Sampai sekarang ini, etnografi umumnya diturunkan ke
berbagai kebudayaan kecil, non barat. Nilai untuk mempelajari masyarakat seperti ini sudah
dapat diterima. Bagaimanapun, kita tidak banyak tahu tentang mereka, kita tidak dapat
melakukan melakukan survey atau eksperimen, sehing etnografi tampaknya tepat. Tapi nilai
etnografi dalam memahami kebudayaan kita sendiri sering kali diabaikan.
D. Teori Makna Terkoordinasi
Teori manajemen makna koordinasi dikembangkan oleh Bernett Pearce dan Vernon
Cronen pada tahun 1980. Berdasarkan teori manajemen koordinasi makna, dua orang yang
berinteraksi secara sosial akan membentuk makna dalam percakapan yang mereka lakukan.
Setiap individu juga terdiri dari sebuah sistem interpersonal yang membantu menjelaskan aksi
dan reaksi mereka. Teori manajemen koordinasi makna berkaitan dengan beberapa teori lain
seperti teori speech act, teori interaksi simbolik, dan teori sistem.

 Teori tindak tutur (speech act) – teori yang menyatakan bahwa makna sebuah percakapan
tidak terbatas pada makna kata-kata. Kata-kata dapat menambah makna baru bergantung pada
situasi dan bagaimana kata-kata digunakan. Bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah
tindakan lebih dari sekedar berbagi informasi.
 Teori interaksi simbolik – teori atau perspektif yang memiliki pengaruh dalam sosiologi
yang mengenalkan berbagai tindakan manusia yang dipandu oleh bagaimana mereka menilai
berbagai hal yang pada akhirnya dipengaruhi oleh masyarakat mereka.
 Teori sistem – sebuah studi lintas disiplin tentang berbagai fenomena organisasi.

Manajemen makna terkoordinasi secara umum merujuk pada bagaimana individu-individu


menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, dan bagaimana aturan-
aturan terjalin dalam sebuah percakapan di mana makna senantiasa dikoordinasikan. Dalam hal
ini, teori manajmemen makna terkoordinasi menggambarkan manusia sebagai actor yang
berusaha untuk mencapai koordinasi dengan mengelola cara-cara pesan dimaknai. Hidup ini
diibaratkan sebagai “teater tanpa sutradara”. Manusia di dalam teater (hidup) tersebut berperan
sebagai aktor-aktor yang mengikuti semacam perilaku dramatis. Drama yang dimainkan adalah
realitas hidup mereka. Sehingga, manusia dalam hidupnya secara tidak sadar seakan-akan
menyutradarai hidupnya sendiri bagai sebuah teater disamping mereka menjadi aktor utama
dalam hidupnya tersebut. Dan kemudian mereka memaknai drama yang dimainkan tersebut
dengan mengkoordinasikan makna yang dimiliki masing-masing individu menjadi makana yang
sama merujuk pada naskah drama yang dimainkan.
 Asumsi-asumsi Manajemen Makna Terkoordinasi
1. Manusia hidup dalam komunikasi.
Asumsi ini maksudnya komunikasi adalah, dan akan selalu, menjadi lebih penting bagi manusia
seharusnya. Hal ini didasari bahwa situasi sosial diciptakan melalui interaksi manusia. Dari
interaksi tersebut akan memunculkan percakapan-percakapan untuk menciptakan realitas. Jadi,
asumsi ini menolak jenis komunikasi tradisional (komunikasi linier).
2. Manusia saling menciptakan realitas sosial.
Asumsi ini menjelaskan bahwa dasar yang dipelajari dari teori ini adalah percakapan. Dengan
percakapan manuasia akan saling menciptakan realitas sosial dalam percakapaan tersebut
(konstruksionisme sosial). Ketika dua orang terlibat dalam pembicaraan, masing-masing telah
memilki banyak sekali pengalaman bercakap-cakap di masa lalu dari realitas-realitas sosial
sebelumnya. Kemudian yang terjadi sekarang, percakapan akan memunculkan realitas baru
karena dua orang dating dengan sudut pandang yang berbeda. Melalui cara ini manusia saling
menciptakan realitas sosial yang baru.
3. Transaksi informasi bergantung kepada makna pribadi dan interpersonal.
Asumsi ini menekankan pengendalian percakapan. Dalam suatu percakapan sesorang pasti
memiliki makna pribadi dalam menginterpretasikan percakapan yang dilakukannya. Dan
kemudian makna pribadi ditransaksikan hingga para peserta percakapan menyepakati mengenai
interpretasi satu sama lain hingga membentuk makna interpersonal.
 Hierarki dari Makna yang Terorganisasi
Para teoritikus manajemen makna terkoordinasi mengemukakan enam elemen makna,
yaitu:
1. Isi (content), merupakan langkah awal di mana data mentah dikonversikan menjadi makna.
2. Tindak tutur (speech act), merujuk pada tindakan-tindakan yang kita lakukan dengan cara
berbicara termasuk memuji, menghina, berjanji, mengancam, menyatakan dan bertanya.
3. Episode (episode), merujuk pada rutinitas komunikasi memiliki awal, pertengahan dan akhir
yang jelas.
4. Hubungan (relationship), dapat diartikan sebagai kontrak kesepakatan dan pengertian antara
dua orang di mana terdapat tuntunan dalam berperilaku.
5. Naskah kehidupan (life scripts), merujuk pada kelompok-kelompok episode masa lalu atau
masa kini yang menciptakan suatu system makna yang dapat dikelola bersama dengan orang lain.
6. Pola budaya (cultural pattern), merujuk pada gambaran mengenai dunia dan bagaimana
berhubungan seseorang dengan hal tersebut.
 Proses Manajemen Koordinasi Makna
Dalam perspektif komunikasi, teori manajemen koordinasi makna memandang komunikasi
sebagai obyek komunikasi dalam dunia sosial. Teori manajemen koordinasi makna
menngusulkan tiga istilah sebagai cara untuk menerapkan perspektif komunikasi tentang berbagai
kejadian dan obyek dunia sosial kita yaitu koordinasi, koheren, dan misteri.

1. Koordinasi
Perhatian kita kepada cara-cara dimana perhatian kita bersatu untuk menghasilkan pola-
pola. Pola-pola ini meliputi berbagai kejadian dan obyek dunia sosial dimana kita tinggal.
Koordinasi menyarankan bahwa semua kejadian dan obyek di dunia sosial dibentuk oleh jalinan
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang.
2. Koheren
Perhatian kita kepada berbagai kisah yang kita ceritakan dan membuat hidup kita menjadi
penuh makna. Pembentukan makna adalah bagian inheren yang dimaknai oleh manusia.
Sedangkan kisah adalah sebuah bentuk primer dari proses ini. Teori manajemen koordinasi
makna menyarankan bahwa kita menceritakan kisah kita tentang berbagai hal termasuk
didalamnya diri kita sendiri, identitas kolektif serta dunia di sekitar kita. Selalu ada tekanan
antara berbagai kisah yang kita ceritakan untuk membuat dunia koheren. Kisah dimana kita hidup
seperti kita berkoordinasi dengan orang lain. Teori manajemen koordinasi makna
menitikberatkan pada dinamika kekuatan yang mencakup kebahagiaan, frustrasi, berbagai kejutan
dan tragedi dalam hidup.

3. Misteri

Perhatian kita kepada fakta bahwa alam semesta jauh lebih besar dibandingkan dengan
sekumpulan kisah yang dapat dibuat koheren. Hal ini membuatnya mudah untuk ditanyakan
bagaimana hal tersebut dibuat dan bagaimana kemungkinan kita membuatnya kembali secara
berbeda.

E. Disonanti Kognitif

Teori disonansi kognitif diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 (Shaw &
Contanzo, 1985) dan berkembang pesat sebagai sebuah pendekatan dalam memahami area umum
dalam komunikasi dan pengaruh social (Festinger, 1957) terdapat beberapa teori dalam
menjelaskan konsistenesi atau keseimbangan, diantaranya adalah teori ketidakseimbangan
Kognitif (cognitive imbalance) oleh Heider (1946), teori Asimetri (asymmetry) oleh Newcomb
(1953), dan teori ketidakselarasan (incongruence) oleh Osgood dan Tannembaum (1952). Namun
Shaw & Contanzo (1985) mengatakan bahwa teori disonansi kognitif berbeda dalam dua hal
penting:
1.      Tujuannya untuk memahami hubungan tingkah laku (behavior) dan kognitif (cognitive) secara
umum, tidak hanya merupakan sebuah teori dari tingkah laku sosial.
2.      Pengaruhnya dalam penelitian psikologi social telah menjadi suatu hal yang sangat besar
dibandingkan teori konsistensi lainnya.
Teori disonansi kognitif menjadi salah satu penjelasan yang paling luas yang diterima
terhadap perubahan tingkah laku dan banyak perilaku social lainnya. Teori ini telah digeneralisir
pada lebih dari seribu penelitian dan memiliki kemungkinan menjadi bagian yang terintegrasi
dari teori psikologi social untuk bertahun-tahun (Cooper & Croyle, 1984, dalam Vaughn & Hogg,
2005).
Festinger (1957) menjelaskan bahwa disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan
yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan
psikologis. Hal ini didukung oleh Vaughan & Hogg (2005) yang menyatakan bahwa disonansi
kognitif adalah suatu kondisi tidak nyaman dari tekanan psikologis ketika seseorang memiliki
dua atau lebih kognisi (sejumlah informasi) yang tidak konsisten atau tidak sesuai satu sama lain.
Festinger (1957) menyatakan bahwa kognitif menunjuk pada setiap bentuk pengetahuan,
opini, keyakinan, atau perasaan mengenai diri seseorang atau lingkungan seseorang. Elemen-
elemen kognitif ini berhubungan dengan hal-hal nyata atau pengalaman sehari-hari di lingkungan
dan hal-hal yang terdapat dalam dunia psikologi seseorang.
Terdapat dua macam hubungan antar elemen (Festinger, 1957 dalam Shaw & Contanzo,
1982), yaitu :
1.      Hubungan tidak relevan (irrelevant), yaitu tidak adanya kaitan antara dua elemen kognitif,
misalnya pengetahuan bahwa merokok buruk bagi kesehatan dan pengetahuan bahwa di
Indonesia tidak pernah turun salju
2.      Hubungan relevan, yaitu hubungan yang terkait sehingga salah satu elemen mempunyai
dampak terhadap elemen yang lainnya. Hubungan ini terdiri dari dua macam, yaitu :
a.       Disonan, jika dari kedua elemen kognitif, satu elemen diikuti penyangkalan (observe) dari
yang elemen lainnya.
Contoh : seseorang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah mengalami disonan
ketika pada suatu hari ia ternyata mendapati dirinya tidak basah saat ia terkena hujan.
b.      Konsonan, terjadi ketika dua elemen bersifat relevan dan tidak disonan, dimana satu kognisi
diikuti secara selaras.
Contoh: seseorang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah dan memang selalu
basah bila terkena hujan.
Dua orang individu yang memiliki situasi yang sama memiliki kemungkinan berbeda
dalam kondisi disonan. Aronson (dalam Shaw & Contanzo, 1985) menyatakan bahwa perbedaan
individu berperan dalam proses disonansi kognitif. Perbedaam ini terjadi dalam kemampuan
subyek dalam mentoleransi disonansi, cara yang dipilih subyek untuk mengurangi kondisi
disonan, dan cara subyek memandang suatu masalah sebagai kosonan atau disonan.
Menurut Festinger, teori disonansi kognitif memiliki implikasi penting dalam banyak
situasi spesifik (dalam Shaw & Constanzo, 1982). Festinger menjabarkan implikasi dalam
keputusan (decisions), Forced Compliance, pencarian informasi (Exposure to information), dan
dukungan social (social support). Dari situasi tersebut dapat diketahui besarnya kekuatan
disonansi.
1.   Keputusan (Decisions)
Festinger (1957) menyatakan bahwa disonansi merupakan konsekuensi yang tidak dapat
dihindarkan dari keputusan. Hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa seorang individual harus
berhadapan dengan sebuah situasi konflik sebelum sebuah keputusan dapat dibuat. Pada
umumnya, elemen disonan adalah aspek negatif dari alternatif yang dipilih dengan aspek positif
dari alternatif yang ditolak. Disonansi akan semakin kuat jika keputusan semakin penting dan jika
ketertarikan dari alternative yang tidak dipilih semakin besar. Contoh dari munculnya disonansi
dari keputusan yang diambil adalah perokok berat yang memutuskan untuk tetap merokok
mengalami disonan ketika ia mengalami sakit kanker paru-paru akibat merokok (hal negative dari
alternative yang dipilih) dengan hal positif yang akan ia dapat bila ia merokok, yaitu sehat
(alternatif yang ditolak).
2.    Forced Compliance
Forced Compliance merupakan suatu permintaan dari luar diri seseorang yang dipaksakan
kepada seorang individu. Aplikasi dari teori disonansi pada Forced Compliance  terbatas pada
permintaan public (Compliance) tanpa disertai oleh perubahan pendapat pribadi.     
Sumber disonansi adalah kesadaran seseorang dari tingkah laku yang diharuskan publik yang
tidak konsisten dengan pendapat pribadi .Forced Complience ini memengaruhi
individu  misalnya perokok berat) yang membuat berhasil mengubah ( berhenti merokok ),
merubah perilaku atau ucapan yang terlihat merubah opini dan keyakinan mereka dengan tetap
memegang keyakinan sebelumnya (merokok sembunyi-sembunyi ), atau justru membuat mereka
mencari dukungan sosial yang mendukung pendapatnya ( bergabung dengan klub penggemar
rokok ).
3.   Pencarian informasi ( Exposure to Information )
            Festinger memberikan hipotesis bahwa pencarian informasi aktif berkorelasi dengan
kekuatan disonansi. Disonansi menyebabkan pencarian informasi menjadi selektif, yaitu individu
akan lebih mencari informasi yang menyebabkan konsonan dan menghindari informasi yang
menyebabkan disonansi.
4.   Dukungan sosial ( Social Support )
            Dukungan sosial (social support) berperan dalam mengurangi kondisi disonan
(Festinger,1957). Disonansi kognitif akan dihasilkan oleh seserang yang mengetahui bahwa
orang lain memiliki opini yang berlawanan dengan opininya.
            Festinger menunjukkan bahwa kita akan mencari keselarasan dalam tingkah  laku dan
keyakinan serta mencoba untuk menurunkan tekanan dari inkosistensi dari elemen yang ada
Vaughan & Hogg (2005) .
Ketika terjadi disonansi kognitif, Festinger (1957) menyatakan bahwa terdapat konsekuensi
ketika seseorang mengalami disonansi yang ditunjukkan melalui 2 hipotesis dasarnya ,yaitu :
a.       Terjadi ketidaknyamanan psikologis yang  mendorong seseorang untuk mengurangi disonansi
ini dan mencapai kondisi yang  konsonan (relevan antar elemen kognitif).
b.      Seseorang tidak hanya berusaha untuk menguranginya tetapi juga akan menghindari situasi dan
informasi yang dapat meningkatkan disonansi.Dari dua hipotesis ini, lebih lanjut Festinger
menjelaskan mengenai upaya yang mungkin dilakukan oleh individu yaitu dengan :
1.      Pengurangan disonansi, melalui 3 kemungkinan cara :
a.       Mengubah elemen tingkah laku
Misalnya : seseorang yang ingin piknik di luar ruangan tetapi ternyata hujan, memilih untuk
mencari kegiatan lain di dalam rumah.
b.      Mengubah elemen kognitif lingkungan
Misalnya : seseorang  perokok berat yang mempercayai bahwa merokok tidak mengganggu
kesehatan dan mengetahui orang lain berpendapat berbeda, berusaha mempengaruhi orang lain
yang berbeda pendapat tersebut untuk mendukung pendapatnya.
Festinger ( 1957 ) menyatakan bahwa umumnya orang yang sangat merasa yakin akan opininya
akan mencari orang lain yang setuju an mendukung dengan opininya. Cara tersebut adalah cara
yang paling banyak dilakukan untuk mengurangi tekanan untuk merubah kognisi yang dimiliki
seseorang, dengan kata lain disinilah dukungan sosial dibutuhkan.
c.       Menambah elemen kognitif baru
Misalnya : seorang perokok berat diatas, meyakinkan dirinya sendiri bahwa merokok masih lebih
baik daripada mengkonsumsi alkohol atau narkoba yang jauh lebih merusak kesehatan.
2.      Penghindaran disonansi
Misalnya : seorang perokok berat berusaha tidak mendengarkan atau mengacuhkan orang lain
dan hal-hal lain ( misalnya iklan ) yang menginformasikan tentang bahaya rokok bagi kesehatan .
Festinger (1957) menyatakan bila seseorang mengetahui bahwa oprang lain memiliki opini
yang  berlawanan dengan opininya, maka individu tersebut akan berupaya mengurangi disonansi
dengan merubah opini yang dimilikinya dengan mempengaruhi mereka yang tidak setuju dengan
opininya atau membuat mereka tidak setuju untuk tidak membandingkan dengan dirinya .

F. Teori Pelanggaran Harapan

Teori pelanggaran harapan atau expectancy violations theory adalah salah satu teori


komunikasi khususnya teori komunikasi interpersonal yang dikenalkan pertama kali oleh Judee
K.Burgoon dan kawan-kawan pada sekitaran tahun 1970an. Teori ini berbicara tentang
pengaruh komunikasi nonverbal dan pengaruh perilaku manusia. Di tahun 1980an dan tahun
1990an, teori pelanggaran harapan kemudian berkembang menjadi teori pelanggaran harapan
nonverbal yaitu sebuah teori yang juga dikemukakan oleh Judee K. Burgoon. Teori pelanggaran
harapan nonverbal merupakan teori yang menjelaskan pelanggaran ruang pribadi yang diciptakan
oleh manusia bagi diri mereka sendiri.
Teori pelanggaran harapan berpendapat bahwa penafsiran sebuah pesan tidak sesederhana
seperti yang dikatakan atau bagaimana pesan dikatakan. Lebih dari itu, penafsiran sebuah pesan
ditentukan oleh situasi, nilai ganjaran orang lain, dan bagaimana pesan-pesan memenuhi harapan
seseorang atau tidak. Ketika apa yang kita harapkan terjadi dalam suatu interaksi tidak terjadi,
maka kita akan mencatat seberapa sering hal itu terjadi dan memberi perhatian lebih terhadap
berbagai kejadian yang ada.
Pelanggaran harapan terjadi ketika seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan verbal
dan nonverbal seperti berdiri terlalu dekat atau mengatakan hal-hal yang tidak sesuai.
Pelanggaran tidak selamanya bersifat negatif. Pelanggaran dapat menjadi positif manakala 
tindakan dapat diterima atau para pelaku memiliki nilai ganjaran positif.
Teori pelanggaran harapan bersifat sosiopsikologis dan menekankan pada berbagai kode
sosial baik komunikasi intrapersonal maupun komunikasi interpersonal atau komunikasi antar
pribadi. Teori pelanggaran harapan didasarkan pada  teori pengurangan ketidakpastian yang
menyatakan bahwa ketidakjelasan dalam perilaku orang lain dapat dikurangi melalui interaksi. 
Teori lain yang juga berkaitan dengan teori pelanggaran harapan adalah teori disonansi kognitif.
Kedua teori tersebut termasuk ke dalam teori-teori komunikasi antar pribadi.
 Sejarah
Teori pelanggaran harapan awalnya dibentuk untuk menjelaskan efek komunikatif dari
pelanggaran proksemik selama terjadinya interaksi interpersonal dan kelompok. Proksemik
merujuk pada pengaturan, penggunaan, dan penafsiran ruang dan jarak. Istilah proksemik pertma
kali dikenalkan oleh seorang antropologis bernama Edward T. Hall. Ia menjelaskan proksemik
sebagai sebuah dimensi budaya tersembunyi atau sekumpulan bahasa diam yang digunakan
secara universal, lintas budaya, dan mengekspresikan pemahaman pesan dalam sebuah budaya.
 Zona dalam Komunikasi
Menurut Edward T. Hall, terdapat empat zona proksemik, yaitu zona intim, zona pribadi, zona
sosial, dan zona publik.

1. Zona intim (0 – 18 inci) – zona intim adalah jarak dekat biasanya dilakukan oleh keluarga
inti, teman dekat, kekasih, dan pasangan hidup.
2. Zona pribadi (18 inci – 4 kaki) – disediakan untuk percakapan dengan teman, keluarga
besar, rekan kerja, dan diskusi kelompok.
3. Zona sosial (4 – 10 kaki) – diperuntukkan bagi kelompok yang baru terbentuk atau orang-
orang baru.
4. Zona publik (10 kaki – atau lebih) – diperuntukkan bagi khalayak luas, orang asing, dan
lain-lain.

Terkait dengan proksemik, Judee K. Burgoon menyatakan bahwa manusia memiliki


kebutuhan akan afiliasi dan ruang pribadi. Kita juga sekaligus ingin tetap dekat dengan orang lain
namun dengan jarak tertentu. Berbagai literatur menyatakan bahwa adanya pelanggaran ruang
pribadi menunjukkan bahwa orang membutuhkan sejumlah isolasi spasial antara mereka dengan
orang lain untuk mencapai privasi dan perlindungan dari ancaman yang datang. Pelanggaran
terhadap ruang pribadi orang lain merupakan pelanggaran harapan. Pelanggaran ruang pribadi
atau wilayah memprovokasi sejumlah tanggapan negatif yang berasal dari kedekatan yang
berlebihan sehingga menimbulkan stress dan gairah.

Berbagai penelitian yang menekankan pada proksemik atau pengaturan jarak telah
dikembangkan oleh para ahli selama bertahun-tahun.  Pada tahun 1970an, sebagian penelitian
tentang proksemik menekankan pada norma-norma sosial bagi ruang personal, jarak percakapan,
dan pengaturan wilayah. Lebih lanjut Judee K. Burgoon menjelaskan bahwa berbagai penelitian
tentang norma dan reaksi proksemik terhadap pelanggaran ruang pribadi dan pelanggaran
teritorial menggambarkan ketidaksesuaian antara jarak dekat yang diinginkan dengan hasil positif
yang ditimbulkan. Atau jarak dekat yang tidak diharapkan dengan konsekuensi negatif yang
ditimbulkan.

Teori pelanggaran harapan diformulasikan untuk mengatasi kemungkinan konfilk ini


dengan melakukan sintesis penelitian dari sudut pandang komunikasi dengan mempertimbangkan
apa yang diharapkan komunikator, makna apa yang mereka berikan pada pola proksemik, dan
konsekuensi apa yang terkait dengan jarak dan pengaturan spasial alternatif.

Teori pelanggaran harapan dibingkai dalam bentuk proposisi yang menyatakan sebuah
hubungan empiris antara dua atau lebih variabel dan diberi tingkat abstraksi yang cukup tinggi
untuk menghasilkan banyak hipotesis yang dapat diuji. Perancah proposisi ini adalah asumsi yang
diterima secara luas tentang perilaku manuisa dan komunikasi interpersonal.
 Asumsi

Teori pelanggaran harapan memiliki tiga asumsi utama, yaitu :

1. Harapan mendorong interaksi manusia


Asumsi pertama menyatakan bahwa orang membawa harapan dalam interaksi mereka dengan
orang lain ditentukan oleh beberapa faktor yaitu faktor komunikator, faktor relasional, dan faktor
konteks. Para pencetus teori pelanggaran harapan berpendapat bahwa orang-orang yang
berinteraksi dengan orang lain memiliki sejumlah harapan tentang bagaimana sebuah pesan harus
disampaikan dan bagaimana pembawa pesan harus mengirimkannya.

Bagi Judee K. Burgoon dan Jerold Hale, terdapat dua jenis harapan yaitu harapan pra-interaksi
dan harapan interaksi. Yang dimaksud dengan harapan pra-interaksi adalah meliputi pengetahuan
dan keterampilan interaksi yang dimiliki komunikator sebelum ia memasuki percakapan.
Sementara itu, yang dimaksud dengan harapan interaksi adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan interaksi.

2. Harapan bagi perilaku manusia dapat dipelajari


Asumsi kedua teori pelanggaran harapan, orang dapat mempelajari harapan mereka secara luas
dari budaya dan individu yang berada dalam budaya tersebut. Harapan perilaku manusia dapat
dipelajari  misalnya dari guru, orang tua, masyarakat, televisi, dan media online.

3. Orang membuat prediksi tentang perilaku nonverbal


Asumsi ketiga teori pelanggaran harapan adalah bahwa orang dapat membuat prediksi terkait
dengan komunikasi nonverbal seperti kontak mata, sentuhan, bahasa tubuh, dan lain-lain.

Menurut Judee K. Burgoon, L. A Stern, dan L. Dillman, terdapat  6 (enam)  proposisi utama
yang dikemukakan oleh teori pelanggaran harapan, yaitu :

1. Orang mengembangkan harapan tentang perilaku komunikasi verbal dan komunikasi


nonverbal dari orang lain. (Baca juga : Perbedaan Komunikasi Verbal dan Nonverbal)
2. Pelanggaran harapan menyebabkan distraksi yang mengarahkan penerima pesan lebih
jauh untuk mengalihkan perhatian mereka kepada yang lain, hubungan, dan makna pelanggaran.
3. Valensi ganjaran komunikator menentukan penafsiran ambigu komunikasi.
4. Valensi ganjaran komunikator menentukan bagaimana evaluasi perilaku.
5. Valensi pelanggaran ditentukan oleh tiga faktor yaitu evaluasi perilaku, apakah perilaku
lebih disukai atau kurang disukai dibandingkan harapan, dan magnitud pelanggaran. Pelanggaran
positif terjadi saat perilaku lebih disukai dibandingkan dengan harapan. Pelanggaran negatif
terjadi ketika perilaku kurang disukai.
6. Pelanggaran positif menghasilkan lebih banyak keluaran yang disukai dibandingkan
dengan perilaku yang sesuai dengan harapan. Sementara itu, pelanggaran negatif menghasilkan
lebih banyak keluaran yang tidak disukai dibandingkan dengan perilaku yang sesuai dengan
harapan.

 Konsep Dasar

Sebagai makhluk sosial yang memiliki ruang pribadi sendiri, tentunya kita tidak ingin ruang
pribadi kita dilanggar oleh orang lain. Kita hanya akan memberikan kebebasan hanya kepada
orang-orang terdekat dan tersayang untuk bisa dekat dengan kita. Suatu hubungan dapat
mempengaruhi interaksi dan kebebasan ruang pribadi. Menurut teori pelanggaran harapan, kita
cenderung untuk memperlihatkan perilaku yang tidak diharapkan ketika ruang pribadi kita atau
perilaku yang diharapkan mengalami pelanggaran.

Terkait dengan hal ini, menurut Judee K. Burgoon, dalam teori pelanggaran harapan memiliki
beberapa konsep dasar, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Expectations – Harapan

Sebagai sebuah teori komunikasi, teori pelanggaran harapan secara khusus menekankan
pada harapan seseorang terkait dengan apa yang dilakukan dalam interaksi interpersonal.
Harapan adalah kognisi abadi tentang perilaku yang diantisipasi.  Terdapat dua macam harapan
yaitu prediktif dan preskriptif.

 Predictive expectations – perilaku dan komunikasi terjadi berdasarkan harapan-harapan


dalam sebuah lingkungan, situasi, atau konteks tertentu.
 Prescriptive expectations – cara yang dilakukan orang lain memperlihatkan perilaku dan
berkomunikasi dalam lingkungan, situasi, atau konteks.

Dari berbagai jenis harapan di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi harapan seseorang, yaitu variabel interaktan atau aktor, variabel lingkungan, dan
variabel yang berhubungan dengan sifat interaksi.

 Variabel aktor – merujuk pada karakteristik individu seperti jenis kelamin, umur, ras,
budaya, dan status.
 Variabel lingkungan – merujuk pada jumlah ruang yang tersedia dan sifat wilayah yang
ada saat interaksi berlangsung.
 Variabel interaksi – merujuk pada norma-norma sosial, tujuan interaksi, dan keformalan
situasi.

Ketiga faktor tersebut nantinya berkembang menjadi karakteristik komunikator,


karakteristik hubungan, dan konteks. Yang termasuk ke dalam karakteristik komunikator adalah
usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, penampilan individu, kepribadian, dan gaya
komunikasi. Sementara itu, yang termasuk ke dalam karakteristik hubungan adalah kesamaan,
kekeluargaan, status,  kesukaan, jenis hubungan yang dijalin oleh seseorang dengan yang lain,
pengalaman yang dibagi dengan orang lain, dan kedekatan antara seseorang dengan orang lain.
Terakhir, konteks merujuk pada karakteristik lingkungan dan interaksi.  Jika seseorang memiliki
kemampuan untuk memberikan ganjaran atau hukuman kepada individu lainnya di masa
mendatang maka orang tersebut memiliki valensi ganjaran positif.

2. Communicator reward valence – valensi ganjaran komunikator

Istilah valensi ganjaran komunikator digunakan untuk menggambarkan hasil penilaian.


Dapat dikatakan bahwa valensi ganjaran komunikator adalah sebuah evaluasi yang dibuat oleh
seseorang tentang orang lain yang melakukan pelanggaran harapan. Adapun konsep dibalik
valensi ganjaran komunikator menurut Em Griffin adalah jumlah atribusi positif dan negatif
yang dibawa oleh individu lainnya ditambah dengan potensi untuk memberi ganjaran atau
menghukum individu lain sebagai penerima pesan di masa mendatang.
Terkait dengan ganjaran dan hukuman, dalam teori pertukaran sosial telah dijelaskan bahwa
setiap individu akan mencari ganjaran dan berupaya untuk menghindari hukuman. Ketika
individu berinteraksi dengan individu lainnya, maka ia akan menilai berbagai atribusi baik positif
maupun negatif yang dibawa oleh individu lainnya.

3. Violation valence – valensi pelanggaran


Judee K. Burgoon meyakini bahwa deviasi atau penyimpangan atau pelanggaran dari
harapan memiliki nilai gairah. Istilah nilai gairah digunakan untuk menggambarkan konsekuensi
deviasi atau penyimpangan dari harapan. Ketika harapan seseorang dilanggar, akan
membangkitkan minat atau perhatian seseorang dan kemudian ia akan menggunakan mekanisme
tertentu untuk mengatasi pelanggaran tersebut. Saat gairah terjadi, minat atau perhatian seseorang
terhadap penyimpangan atau deviasi akan meningkat dan seseorang menjadi kurang
memperhatikan pesan dan lebih memperhatikan sumber gairah.

Seseorang mungkin saja akan mengalami peningkatan gairah kognitif dan gairah fisik. Yang
dimaksud dengan gairah kognitif adalah kewaspadaan atau orientasi terhadap pelanggaran
dimana indera intuitif kita semakin meningkat. Gairah fisik mencakup perilaku yang dimiliki
komunkator saat berinteraksi. Begitu ada gairah maka ancaman bisa terjadi.

G. Teori Johari Window

Johari Window merupakan sebuah teori atau model komunikasi yang sederhana, dan
sangat bermanfaat untuk menggambarkan kesadaran diri ( self-awareness), Pengembangan diri
(Self Development), Group Development, dan Understanding Realtionship . Teori ini dapat
digunakan untuk meningkatkan komunikasi,hubungan antarpersonal, dan dinamika suatu
kelompok.  Teori Johari Window dikembangkan oleh seorang psikologi yang berasal dari
Amerika, yakni Joseph Luft dan Harrington Ingham pada 1955. Nama Johari berasal dari
gabungan nama depan  keduanya, yakni Joe dan Harry (Joe-Harry).
 Kemudian kata “Window”  yang artinya jendela. Penggunaan kata Window karena
dalam teori Johari memiliki 4 sel, keempat sel tersebut tersusun dan membentuk layaknya
jendela. Dari pertama teori ini diperkenalkan pada tahun 1955, kemudian pada tahun 1984 teori
ini menjadi sangat popular, karena teori ini mudah dipahami dan diaplikasikan,sehingga banyak
yang menggunakan teori/model ini.
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Newstrom & Rubenfeld
(1983:117), terdapat model permainan dalam teori Johari Window yang dapat digunakan untuk
membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman individu. Menurut Newstrom & Rubenfeld
(1983:117), model permainan Johari Window dapat digunakan untuk menggambarkan interaksi
antara apa yang diketahui atau tidak diketahui untuk diri sendiri dan orang lain. Menurut
Newstrom & Rubenfeld (1983:118), model permainan Johari Window dapat diaplikasikan atau
diterapkan di pelatihan, konseling atau di ruang kelas.
“The Johari Window actually represents information – feelings, experience, views, knowledge,
attitudes, skills, intentions, motivation, etc. within or about a person – in relation to their group,
from four perspectives.”
Teori Johari Window memberikan berbagai informasi mengenai perasaan,
pengalaman,pengetahuan,sikap,kemampuan,intensi,motivasi,dan hal-hal lainnya. Dalam teori ini
menjelaskan bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain yang digambarkan sebagai
sebuah jendela . “jendela” tersebut terdiri dari 4 area diantaranya Free Area,Hidden area, Blind
Area, dan Unknown Area.
a.    Kuadran Tempat Terbuka /Free Area/Open Area
Dalam kuadran open area ini dijelaskan bahwa informasi-informasi pribadi yang bersifat
umum dan diketahui oleh orang lain,seperti nama,jabatan,lulusan dari mana,status ,dan
sebagainya.Kuadran ini merujuk pada informasi-informasi pribadi yang diketahui diri sendiri dan
juga diketahui oleh orang lain. Contohnya, motivasi diri sendiri yang diberitahukan kepada orang
lain,berbagi perasaan yang sedang dirasakan, saling mengetahui nama ,jabatan,dan tempat asal.
Contoh kedua, pada saat pertama kali mengenal seseorang maka, akan saling memberi tahu
mengenai nama, alamat , dan bahkan alamat.
Ruang Free Area dalam jendela (4 sel) dapat bertambah besar apabila seorang individu
bertanya (memberi) atau mendapatkan feedback (bertukar informasi). Apabila ruang freea area
semakin besar maka, ruang blind area akan semakin sempit. Contohnya, ketika seseorang yang
saling berkenalan , saling bertukar informasi.
Menyempitnya blind area akan mengakibatkan “ketidak tahuan terhadap diri sendiri”
semakin kecil,karena adanya proses pertukaran feedback.
b.        Hidden Area /Area tersembunyi/Facade
Kuadran atau area ini menjelaskan tentang sebuah rahasia atau informasi pribadi yang tidak
ingin orang lain mengetahui informasi tersebut dapat juga merujuk pada ketakutan,niat, perasaan,
atau segala sesuatu yang diketahui oleh individu, namaun enggan untuk memberitahukan atau
mengungkapkannya kepada orang lain. Informasi yang disimpan terkadang informasi yang
negative sehingga tidak ingin orang lain mengetahui tentang informasi tersebut.. Contohnya
adalah si A tidak bisa membaca huruf latin, karena dia merasa malu,dia akhirnya
menyembunyikan hal tersebut dan tidak ingin orang lain mengetahui hal tersebut. Dalam Area
Tersembunyi ini terkadang membuat tumbuh rasa ingin tahu orang lain. Contoh selanjutnya,
Sebuah keabiasaan buruk seseorang cenderung akan disembunyikan dan tidak ingin orang lain
mengetahuinya.
Seseorang cenderung merasa takut untuk menyampaikan perasaan, dan pendapat kepada
seseorang karena merasa takut ditolak ataupun sakit hati sehingga lebih memilih untuk
menyimpan hal tersebut sebagai rahasia. Sebelum membagikan informasi tertentu kepada orang
lain, individu tersebut harus memperhatikan respon yang akan muncul, apakah respon positive
atau negative.
Hidden area sendiri dapat dikurangi dengan cara memindahkan informasi atau perasaan
(yang belum diungkapkan) ke sel Open Area,sehingga terjadi pertukaran feedback, dan individu
lain dapat mengetahui informasi apa yang selama ini belum diungkapkan.Contohnya seseorang
yang mengungkapkan hal ia sembunyikan kepada sahabat dekatnya atau kepada  orang tuanya
atau yang biasa disebut dengan Curhat.
c.    Blind Area/ Area Buta.
Dalam blind area merujuk pada sikap,perasaan,dan dorongan yang diketahui oleh orang
lain tetapi tidak diketahui oleh diri sendiri atau istilah yang sering digunakan “unaware
self.”maksudnya adalah seseorang yang tidak menyadari atau tidak mengetahui tentang dirinya
sendiri. Dalam melakukan hubungan interpersonal ,orang lain lebih memahami diri kita,
Contohnya adalah ketika seorang wanita memakai kerudung , namun  kerudung tersebut  kurang
pas/miring dari posisinya dan wanita tersebut tidak mengetahui tentang hal tersebut. Kemudian,
yang mengetahuinya adalah orang lain. Contoh kedua, Sindy meruapakan wanita yang suka
berbicara berlebihan, kemudian teman-temannya mencap dirinya sebagai seorang yang cerewet.
Padahal sebelumnya Sindy tidak pernah menganggap dirinya cerewet.
d.    Unknown Area/ Area yang tidak diketahui.
Dalam Unknown Area dijelaskan bahwa terdapat informasi-informasi yang tidak
diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri. Maksudnya, kedua belah pihak tersebut sama-
sama tidak paham, sehingga mengakibatkan terhambatnya proses komunikasi,dan terjadi
komunikasi tidak efektif. Contohnya si A dan si B ingin pergi ke rumah si C tetapi A dan B tidak
tahu alamat rumah si C.Hal ini dapat diatasi dengan berbagi informasi/feedback. Sehingga
masing-masing individu mengetahui informasi yang ada. Contoh kedua, sebuah restaurant ingin
mengeluarkan sebuah menu baru yakni seblak , namun mereka belum mengetahui resep,
kemudian mereka mencari tahu dengan cara mencari di internet atupun mencarinya dengan cara
bertanya pada orang yang sudah ahli membuatnya.
Dari masing-masing Area/Kuadran memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Dari
masing-masing area juga dapat mengecil ukurannya (berkurang). Misalnya Blind Zone (BZ) yang
akan mengecil ketika mendapatkan dorongan dari arah sampingnya yaitu Open Area (OA).
Kemudian OA dan Façade (F) akan mendapatkan ruang yang lebih besar.Sedangkan BZ dan
Unknown (U) akan mengecil ruangnya. BZ dapat diperkecil dengan cara meminta
informasi/feedback dari individu lain.
Kemudian untuk mengurangi area Façade (F) adalah dengan mengungkapkan
pendapat,informasi,dan emosi. Sehingga orang lain akan mengetahui tentang informasi yang ada
dan Façade akan mengecil. Hal ini hampir sama dengan open area yang diharuskan untuk saling
memberitahu agar area buta dapat menyempit.Contohnya orang-orang yang saling bertukar
informasi.
 Tipe-tipe Window
a.   The ideal Participant
Disebut dengan Ideal Participant karena pada area A dapat mengecilkan area BZ dan juga area F
yang artinya seorang individu dapat memberi informasi kepada orang sekaligus dapat meminta
informasi. Contohnya pada saat melakukan belajar kelompok, terdapat suatu titik ketika si A
memberi informasi  dan juga mendapat informasi.
b.   The Interrogator
Hampir sama dengan Ideal Participant, yang memberikan serta meminta informasi, namun
interrogator tidak memberikan feedback. Interrogator lebih cenderung menannyakan pendapat
orang lain, seperti “Bagaimana pendapatmu tentang ini”, “apa yang kamu pikirkan”. Contohnya,
seseorang yang baru saja memasak, kemudian ia meminta orang lain untuk mencicipi rasa
masakannya, contoh kedua, Yusty sedang sakit, sehingga ia hanya terlihat duduk seharian di
kursi, kemudian, Sindy yang melihat hal itu bertanya kepada Yusti, “ Yusti apa kamu baik-baik
saja?”
c.    The Arrogant
Model jendela the arrogant menitik beratkan pada  memberikan informasi namun tidak terlalu
focus dengan   meminta informasi, Sehingga yang perubahan yang terjadi pada area BZ dan F
tidak terlalu kentara.Contohnya, seseorang yang introvert, ia tidak mau mendengarkan orang lain
maupun memberi informasi kepada orang lain, sehingga yang terjadi adalah BZ dan F tidak dapat
dihilangkan sampai 100%
d.   The Secretive
      Tipe ini menggambarkan orang yang hanya mengamati suatu kegitan, karena tidak
mempunyai begitu banyak informasi. Biasanya orang orang yang termasuk dalam tipe jendela ini
adalah orang-orang yang pendiam. Contohnya, Yuna hanya berdiam diri ketika berada di kelas,
di sangat jarang berkomunikasi dengan teman-temannya, ia cenderung mengamati dan melihat
kegiatan yang ada.
 Pemahaman Diri.
Dalam teori Johari Window, terdapat bagian dimana kita harus memahami diri agar kita
mengetahui apa kelebihan dan kelemahan di dalam diri kita, sehingga kita dapat
berkerja/melakukan hal-hal dengan optimal. Menurut Desmita (2010:180) pemahaman diri
(sense of self) adalah suatu struktur yang membantu individu mengorganisasikan dan memahami
tentang siapa dirinya, yang didasarkan atas pandangan orang lain, pengalaman-pengalamannya
sendiri, dan atas dasar penggolongan budaya, seperti gender, ras, dan sebagainya.
Remaja membutuhkan kawan-kawannya untuk memperoleh dukungan dan penjelasan
mengenai dirinya, termasuk mendengarkan pendapat kawan-kawannya dalam proses
mendefinisikan siapakah dirinya itu . Hal ini diperkuat oleh pendapat Friedman & Schustack
(2008:342) yang menyatakan bahwa orang mendapatkan pemahaman diri melalui lingkungan
psikososial yang suportif.

 Teori Johari Window memiliki hubungan dengan Emotional Intelligence (EQ)


Dalam teori Johari window, terdapat aspek-aspek yang mempelajari sikap
seseorang,kebiasaan,keahlian,dan potensi.Dengan mengembangkan EQ ,kita dapat lebih
productive dan berhasil dalam kegiatan /pekerjaan yang kita lakukan.EQ dapat mengurangi rasa
stress dengan cara mengurasi permasalahan,meningkatkan suatu hubungan,dan saling
mengerti. Hal ini sangat berkaitan dengan Teori Johari Window yang menjelaskan mengenai
hubungan antarpersonal dan juga pemahaman terhadap diri sendiri.

Teori komunikasi Johari Window yang yang diungkapkan oleh Joseph Luft dan
Harrington Ingham. Teori ini memiliki 4 area, yaitu blind area, hidden area, Open area, dan
unknown area. Keempat Area tersebut apabila disusun dapat membentuk sebuah kotak-kotak
yang terlihat seperti jendela.
Dari setiap Area memiliki peran masing-masing. Yang mana area tersebut dapat
berhubungan satu sama lain, seperti Blind area yang dapat dihilangkan dengan cara lebih
menekankan pada open Area.Jadi keempat area tersebut dapat berpengaruh dan mempengaruhi
satu sama lainnya.
BAB III
PENUTUP

1. Teori Interaksi Simbolik Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) interaksi
simbolik menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia,
bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia
membentuk perilaku manusia. Salah satu simbolik manusia adakah akal yang menjadi
perbedaannya dengan makhluk lainnya, dengan akal menghasilkan suatu pemikiran atau
ide-ide yang mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
2. Teori fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran,
pikiran dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima
secara estetis. Salah satu contoh fenomenologi dalam kehidupan sehari-hari yang dinilai
negatif Saat ini sepasang pemuda-pemudi tidak lagi mempunyai rasa malu melakukan hal
tidak senonoh di tempat umum. Hal itu merupakan suatu fenomena atau suatu realitas
yang nampak pada saat ini dan menjadi suatu yang tidak di anggap tabuh lagi.
3. Etnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Kebudayaan baik
secara implicit maupun secara eksplisit terungkap melalui bahasa. Bahasa merupakan alat
utama untuk menyebarkan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang
ditulis dalam bentuk linguistic.
4. Teori Manajemen makna terkoordinasi merujuk pada bagaimana individu-individu
menetapkan aturan untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna, teori manajemen
koordinasi makna, dua orang yang berinteraksi secara sosial akan membentuk makna
dalam percakapan yang mereka lakukan.
5. Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika
keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Melalui teori ini, Festinger
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki dorongan batin untuk menjaga semua sikap
dan perilaku tetap selaras serta menghindari ketidakharmonisan (disonansi). Bila
disonansi ini terjadi, sesuatu harus berubah untuk menyelaraskan kembali situasi tersebut.
6. Teori pelanggaran harapan berbicara tentang pengaruh komunikasi nonverbal dan
pengaruh perilaku manusia. Teori pelanggaran harapan nonverbal merupakan teori yang
menjelaskan pelanggaran ruang pribadi yang diciptakan oleh manusia bagi diri mereka
sendiri.
7. Teori Johari Window merupakan sebuah teori atau model komunikasi yang sederhana,
dan sangat bermanfaat untuk menggambarkan kesadaran, pengembangan diri. Teori ini
dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi, hubungan antarpersonal, dan dinamika
suatu kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, H.M Burhan. Sosiologi Komunikasi. Teori paradigma, dan diskursus teknologi
komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group.
Fiske, John. 2006. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar paling komprehensif..
Yogyakarta dan Bandung : Jalasutra.

Mulyana, Dedi. 2009. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2009. Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta : Salemba
Humanika.

James P.Spradley, metode etnografi (Jakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm. Xv
James P.Spradley, metode etnografi (Jakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm. xv
Brouwer, M.A.W, 1984, Psikologi Fenomenologis, Jakarta: Gramedia.
Lathief, Supaat I, 2010, Psikologi Fenomenologi Eksistensialisme, Jakarta: Pustaka Pujangga.
Poloma, Margaret M, 2010, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers

Ritzer, George, 2005, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana.

Zeitlin, Irving M, 1995, Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soekanto, Soerdjono.1993, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Zeitlin. Irving M. 1998. Memahami Kembali Sosiologi. Kritik terhadap teori Sosiologi
Kontemporer. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Jones & Pfieffer,Ed. (1975). The 1975 Annual Handbook for Group Facilitator. San Diego:
Pfieffer and Co.

Luft,J.,(1970) Group Processes :An Introduction to Group Dynamics, 2nd Edition,Palo Alto,


California, National Press Books.
Luft,J.,(1984) Group Processes :An Introduction to Group Dynamics, Myfield Publishing Co.

Patricia.K.U.K.  An investigation of self-communications role and implications in human


life. Sweden: University of Gothenburg

S. L. John and K. Fuchs (2009), Human Communication Theory: Ninth Edition, Beijing:
Tsinghua University press.

Wang,Congying.et al. (2017) Information Flow Model in Recruitment and Interview Based on


Johari Window Theory.

Anda mungkin juga menyukai