Anda di halaman 1dari 163

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI TANAH LADA


KARYA ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE:
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
.

Oleh
LIVIA FLORENCIA ANGELICA
164114038

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skripsi
KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL Dl TANAH LADA
KARYA ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE:
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh:
Livia Eiorencia Angelica
NIM: 164114038

':t
j)
elah disetujui oleh 1;0

~<!'
Yt=lKP.~

S.E. Peni Adji, S.S., M. Hum Tanggal7Januari2020


Pembimbing

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skripsi
KONFLIK HATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI TANAH LADA
KARYA ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE:
KA~PSIKOLOGISASTRA

Dipersiapkan dan ditulis oleh


Livia Florencia Angelica
NIM: 164114038

Telah dipertahankan di depan Pamtia Penguji


Pada tanggal 16 Januari 2020
Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Pamtia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua S. E. Pem Adji S.S., M.Hum. ~

.~
Sekretaris Dr. Yoseph Yapi Taum.
Anggota Drs.B. Rahmanto M.Hum.
S.E. Pem Adji S.S., M.Hum
.. ~~?
Dr. Yoseph Yapi Taum
r·~G

Yogyakarta, 16 Januari 2020


Fakultas Sastra
L-6,
{l~~i~~
~ .~. atang Iskarna, M.Hum
".. <I
~an

iii

••
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Januari 2020

Penulis

Livia Floren a Angelica

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya I1miah untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Livia Florencia Angelica
NIM : 164114038
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang beIjudul "Konflik Batin Tokoh
Utama dalam Novel Di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie: Kajian
Psikologi Sastra" beserta perangkat yang diperlukan (hila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam
bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di
internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin
dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 7 Januari 2020

Livia Flo encia Angelica

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupesembahkan untuk:

Papa tercinta, Lie Tek Njan


Mama tercinta, Tjhin Lie Kian
Adik-adik terkasih, Albert Hansen dan Steven
Nelsen
Kekasih hati, Tian Nuriandha

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Jadi, semua orang adalah satu orang. Kata Mas


Alri, makanya setiap kamu melukai orang, kamu
melukai diri sendiri juga. Dan, setiap kamu membuat
orang senang, kamu membuat kamu sendiri senang.”
– Di Tanah Lada oleh Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kekuatan, rahmat, berkat, serta kasih-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
Papa dan Mama, Lie Tek Njan dan Tjhin Lie Kian, serta kedua adik lelakiku,
Albert Hansen dan Steven Nelsen yang sudah sangat banyak memberikan
dorongan semangat, doa dan dukungan kepadaku selama penulisan skripsi.
S. E. Peni Adji, S.S., M. Hum. selaku dosen pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran membimbing peneliti selama proses penulisan skripsi ini
hingga selesai.
Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku dosen pembimbing akademik
yang juga dengan penuh kesabaran membimbing peneliti selama proses
kegiatan belajar di Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Staf perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan
pelayanan peminjaman buku bagi peneliti sebagai kebutuhan penyusunan
skripsi.
Sahabat-sahabat Geng Cantik, Theresia Alexa Charintha Guru (Alex), Marta
Kaka Daha (Marde), Ria Violetta (Ria), dan Juwita Purba (Juju) yang tetap
berjuang bersama-sama di sisiku. Menjadi sahabat di saat suka dan duka,
bahkan di saat diriku mengalami saat-saat tersulit dan dimusuhi berbagai
pihak.
Kekasihku, Tian Nuriandha, yang mendapat ucapan terima kasih paling
banyak dariku atas cintanya dan berbagai pengorbanannya terhadapku. Aku

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan yang sudah mempertemukan


kita.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan dalam bentuk apapun kepada penulis selama proses
penulisan skripsi. Untuk semua hal itu, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis meyakini bahwa tulisan sederhana ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulis

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI TANAH LADA
KARYA ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE:
KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA
Livia Florencia Angelica
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta

Penelitian ini mengkaji konflik batin yang dialami oleh tokoh Ava yang
merupakan tokoh utama dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
tokoh dan penokohan serta latar yang terjalin dalam membentuk konflik batin, serta
analisis konflik batin itu sendiri yang dialami tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada
karya Ziggy Z. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
objektif dan pendekatan psikologis. Pendekatan objektif digunakan untuk
mendeskripsikan tokoh dan penokohan serta latar sehingga membentuk konflik batin
tokoh Ava. Pendekatan psikologis digunakan untuk mendeskripsikan konflik-konflik
batin yang terjadi pada tokoh Ava. Melalui pendekatan psikologis, peneliti
menganalisis kebutuhan-kebutuhan dasar yang tak terpenuhi pada tokoh Ava
sehingga menimbulkan terjadinya konflik batin.
Hasil analisis tokoh dan penokohan pada novel Di Tanah Lada menunjukkan
bahwa tokoh utama pada novel ini adalah tokoh Ava yang masih berumur 6 tahun.
Sedangkan tokoh tambahan yang dianalisis oleh peneliti terdiri dari tokoh Pepper,
Mama Ava, Papa Ava, Kakek Kia, Kak Suri, dan Mas Alri. Latar dalam penelitian
ini meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat dalam novel ini
meliputi latar Jakarta dan Bandar Lampung. Latar waktu dalam novel ini meliputi
Rabu, 26 Juni 2013 dan Kamis, 4 Juli 2013. Terakhir, latar sosial dalam novel ini
meliputi kehidupan masyarakat metropolitan Jakarta.
Hasil analisis psikologis menunjukkan bahwa tokoh Ava mengalami
ketidakterpenuhinya beberapa kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut terdiri dari
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki-
dimiliki dan akan kasih sayang, serta kebutuhan akan penghargaan.
Ketidakterpenuhinya kebutuhan dasar tersebut mengakibatkan terjadinya konflik
batin pada diri Ava. Konflik batin pada diri Ava juga dibagi ke dalam beberapa jenis,
yaitu konflik mendekat-mendekat, konflik menjauh-menjauh, dan konflik mendekat-
menjauh. Di atas jenis-jenis konflik batin tersebut, peneliti menemukan bahwa Ava
sebagai tokoh utama kadangkala mengalami konflik batin yang disebabkan oleh
harapan yang berbeda dengan kenyataan. Konflik-konflik batin yang dialami Ava
terbentuk karena ketidakterpenuhinya beberapa kebutuhan dasar.
ketidakterpenuhinya kebutuhan dasar tersebut menciptakan sebuah ketakutan,
kecemasan, dan kesedihan pada diri tokoh Ava. Perasaan itu terbentuk seringkali
karena disebabkan hal-hal kecil yang dapat dianggap remeh oleh orang-orang
dewasa, namun tidak oleh tokoh Ava yang masih berumur 6 tahun.

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
THE INTERNAL CONFLICT OF THE MAIN CHARACTER IN DI TANAH
LADA’S NOVEL BY ZIGGY ZEZSYAZEOVIENNAZABRIZKIE:
PSYCHOLOGY OF LITERATURE STUDY
Livia Florencia Angelica
Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research discusses the internal conflict that happens to Ava, the main
character in Di Tanah Lada's novel by Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. The main
purpose of this research is to describe the character and characterization and the
background that involved to create the internal conflict, and then an analysis of the
internal conflict that happens to Ava in Di Tanah Lada’s novel by Ziggy Z. The
approach that used in this research is an objective approach and a psychological
approach. The objective approach is used to describe the character and
characterization and the background that makes the internal conflict to Ava. Then,
the psychological approach is used to describe the internal conflicts that happen to
Ava. The psychological approach is used to analyze the basic needs that don’t fulfill
in Ava that makes the internal conflict on herself begin.
The analysis result of the character and characterization in Di Tanah
Lada’s novel shows that the main character in this novel is Ava, the 6 years old kid.
Then the figure character that analyzed by the researcher is Pepper, Mama Ava, Papa
Ava, Kakek Kia, Kak Suri, and Mas Alri. The background analysis result is consists
of a background scene, time setting, and social background. The background scene in
this novel is consists of Jakarta and Bandar Lampung. The time setting on this novel
is consists of Wednesday, 26th June 2013 and Thursday, 4th July 2013. And the last,
the social background in this novel is telling about the life of Jakarta’s metropolitan
society.
The psychological analysis result shows that Ava has some basic needs that
don’t fulfill. That basic need is consists of physiological needs, safety needs, love
and belongingness needs, and esteem needs. The basic needs that don’t fulfill in Ava
make the internal conflict on herself begin. The internal conflict in Ava is consists of
several types, there are approach-approach conflict, avoidance-avoidance conflict,
and approach-avoidance conflict. Besides that internal conflict types, the researcher
finds that Ava as the main character sometimes has an internal conflict caused by a
different expectation from reality. The internal conflicts that experienced by Ava are
formed because she has some basic needs that don’t fulfill. The basic needs that
don’t fulfill create the fear, worry, and sadness in Ava. This feeling happens often
because of some little things that underestimated by adults, but not to Ava that still a
6 years old kid.

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................... i


Halaman Persetujuan Pembimbing ......................................................................... ii
Halaman Pengesahan .............................................................................................. iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya ..................................................................... iv
Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ............................................................ v
Halaman Persembahan ........................................................................................... vi
Halaman Wejangan ............................................................................................... vii
Kata Pengantar ..................................................................................................... viii
Abstrak .................................................................................................................... x
Abstract .................................................................................................................. xi
Daftar Isi ................................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Hasil Penelitian .............................................................................. 5
1.5 Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 5
1.6 Landasan Teori ........................................................................................... 12
1.6.1 Teori Struktur ............................................................................................ 12
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan ............................................................................... 12
1.6.1.2 Latar .......................................................................................................... 18
1.6.2 Teori Psikologi ........................................................................................... 20
1.6.2.1 Kebutuhan Dasar Menurut Abraham Maslow ........................................... 20
1.6.2.2 Konflik Batin .............................................................................................. 24
1.7 Metodologi Penelitian ................................................................................ 27

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.7.1 Pendekatan ................................................................................................. 27


1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 29
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data .............................................................. 29
1.7.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .................................... 29
1.8 Sumber Data ............................................................................................... 30
1.9 Sistematika Penyajian ................................................................................ 30

BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR DALAM NOVEL


DI TANAH LADA KARYA ZIGGY Z.
2.1 Pengantar .................................................................................................... 32
2.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh Utama ......................................................... 33
2.3 Tokoh dan Penokohan Tokoh Tambahan ................................................... 45
2.3.1 Tokoh dan Penokohan Si Anak Pengamen/ P/ Pepper ............................... 45
2.3.2 Tokoh dan Penokohan Mama Ava ............................................................. 49
2.3.3 Tokoh dan Penokohan Papa Ava ............................................................... 52
2.3.4 Tokoh dan Penokohan Kakek Kia .............................................................. 56
2.3.5 Tokoh dan Penokohan Kak Suri................................................................. 59
2.3.6 Tokoh dan Penokohan Mas Alri................................................................. 61
2.4 Latar ........................................................................................................... 64
2.4.1 Latar Tempat .............................................................................................. 65
2.4.2 Latar Waktu ................................................................................................ 80
2.4.3 Latar Sosial ................................................................................................. 82
2.5 Rangkuman ................................................................................................. 86

BAB III KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI


TANAH LADA KARYA ZIGGY Z.
3.1 Kebutuhan Dasar ........................................................................................ 96
3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis ................................................ 96
3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman ..................................... 99

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.1.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Memiliki-dimiliki dan Kasih


Sayang ...................................................................................................... 103
3.1.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan ................................. 105
3.2 Konflik Batin Tokoh Utama ..................................................................... 108
3.2.1 Konflik Mendekat-Mendekat (Approach-Approach Conflict) ................. 110
3.2.2 Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidace Conflict) .................... 112
3.2.3 Konflik Mendekat-Menjauh (Approach-Avoidance Conflict) ................. 115
3.2.4 Konflik yang Disebabkan oleh Harapan yang Berbeda dengan
Kenyataan ................................................................................................. 118
3.3 Rangkuman ............................................................................................... 123

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan............................................................................................... 129
4.2 Saran ......................................................................................................... 143

Daftar Pustaka ...................................................................................................... 144


Lampiran Sinopsis................................................................................................ 146
Daftar Riwayat Hidup .......................................................................................... 149

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata

śās-, dalam kata kerja turunan berarti ‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk

atau instruksi’. Akhiran -tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu, sastra

dapat berarti ‘alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’

(Teeuw, 1984:23).

Novel merupakan salah satu dari sekian banyak jenis karya sastra. Minderop

(2010:1) menyebutkan bahwa dalam novel, para tokoh rekaan buatan sang penulis

menampilkan berbagai watak dan perilaku yang terkait dengan kejiwaan dan

pengalaman psikologis atau konflik-konflik sebagaimana dialami oleh manusia di

dalam kehidupan nyata. Problem-problem kejiwaan tersebut dapat disebut sebagai

konflik-konflik psikologis atau konflik batin. Kondisi psikologis maupun kelainan

perilaku para tokoh dapat memicu terjadinya kesulitan dan tragedi.

Berkaitan dengan pernyataan di atas, penelitian ini membahas novel Di

Tanah Lada karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie (selanjutnya akan ditulis Ziggy

Z). Objek formal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah konflik psikologis

atau konflik batin yang dialami oleh tokoh utama dalam novel Di Tanah Lada, yakni

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ava. Alasan pemilihan topik penelitian ini adalah karena peneliti hendak

mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh Ava. Konflik batin tersebut

akan dikaji dalam pendekatan psikologi sastra menurut teori kebutuhan dasar

manusia oleh Abraham Maslow. Pembentukan konflik batin sangat tergantung dari

penokohan dan latar. Maka dari itu, penelitian ini juga mengkaji kedua unsur tersebut

sebelum merumuskan konflik batin dari sudut pandang psikologi sastra.

Novel Di Tanah Lada (2015) karya Ziggy Z menceritakan tentang kehidupan

tokoh Ava, gadis kecil berumur 6 tahun yang tinggal dalam keluarga yang broken

home. Tokoh Ava mengalami banyak konflik batin yang sebagian besarnya

disebabkan oleh ayahnya yang kerap kali melakukan kekerasan terhadap ia dan

ibunya. Konflik batin pada diri Ava sering terjadi saat ayahnya yang temperamental

melakukan kekerasan kepadanya secara fisik maupun verbal. Setelah kepindahan

keluarga Ava di Rusun Nero, Ava bertemu dengan Pepper, anak lelaki berumur 10

tahun, yang senasib dengannya. Dikatakan senasib karena ayah Pepper juga kerap

kali melakukan penyiksaan terhadapnya. Karena itu, mereka menjadi teman baik.

Konflik batin kembali terjadi pada Ava saat ibunya ingin bercerai dari ayahnya dan

hendak pindah dari Rusun Nero. Konflik batin itu terjadi karena Ava mengerti bahwa

dengan kepindahan ia dan ibunya dari Rusun Nero, ia akan berpisah dari Pepper.

Suatu hari, Ava kabur dari ibunya dan kembali ke Rusun Nero untuk bertemu dengan

Pepper. Ketika Ava ingin tidur bersama Pepper, Ava menyaksikan langsung

penyiksaan Ayah Pepper terhadap temannya. Sekali lagi, pertentangan batin terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada diri Ava. Setelah Pepper dilarikan ke rumah sakit dan pulih, mereka berdua

memutuskan untuk melarikan diri. Pelarian mereka didasarkan dari sebuah keputusan

setelah ada pertentangan batin di antara mereka, bahwa mereka perlu menghindar

dari ayah mereka yang jahat demi untuk mencari kedamaian. Dari Jakarta, mereka

hendak menuju rumah Nenek Isma, nenek dari Ava, yang ada di Bandar Lampung.

Tokoh yang memegang peranan penting dalam berjalannya alur cerita disebut

sebagai tokoh utama. Tokoh utama juga dapat disebut sebagai tokoh sentral karena

memegang kendali penuh dalam pusat sorotan cerita. Dalam novel Di Tanah Lada,

tokoh yang memegang peran sebagai tokoh utama adalah tokoh Ava. Selain sebagai

tokoh yang mengalami konflik batin, keseluruhan alur dengan konflik-konflik yang

ada pada cerita terpusat pada tokoh Ava.

Konflik batin atau pertentangan batin terjadi jika seseorang mengalami dua

macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain, dan

tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang bersamaan (Daradjat, 1986:26).

Seseorang akan mengalami konflik batin yang berat jika konflik tersebut tidak

menemui jalan keluar. Hal itu akan mengakibatkan terjadinya gangguan jiwa bahkan

penyakit jiwa. Pembentukan konflik batin dapat disangkutpautkan terhadap tokoh

dan penokohan serta latar dalam sebuah karya sastra. Maka, sebelum merumuskan

konflik-konflik batin yang terjadi, peneliti terlebih dahulu mengkaji psikologi

Abraham Maslow tentang kebutuhan-kebutuhan dasar pada diri seorang manusia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Setelah mengkaji ketidakterpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar, peneliti akan

merumuskan jenis-jenis konflik batin yang terjadi menurut Kurt Lewis.

Novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z ini ditulis dengan tokoh dan penokohan

serta latar yang memicu banyak persoalan di kehidupan tokoh Ava sehingga banyak

menimbulkan konfik dan persoalan batin pada diri Ava. Dengan begitu, peneliti

termotivasi untuk meneliti persoalan kondisi psikologis yang dialami oleh tokoh

Ava. Di sisi lain, belum banyak diadakannya penelitian terhadap objek material ini,

terutama yang mengkaji persoalan konflik batin pada diri tokoh utama.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan permasalahan sebagai

berikut.

1) Bagaimana tokoh dan penokohan serta latar yang terjalin sehingga membentuk

konflik batin pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z?

2) Bagaimana konflik batin tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mendeskripsikan tokoh dan penokohan serta latar yang terjalin dalam membentuk

konflik batin pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

2) Mendeskripsikan konflik batin tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy

Z.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1.4 Manfaat Hasil penelitian

Penelitian ini menghasilkan sebuah deskripsi yang berisi tentang tokoh dan

penokohan serta latar yang terjalin dalam membentuk konflik batin, dan juga

deskripsi tentang konflik batin yang dialami oleh tokoh Ava dalam novel Di Tanah

Lada karya Ziggy Z.

Selain itu, manfaat hasil penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini memberikan

ilmu dan pengetahuan baru terhadap bidang psikologi sastra berkaitan dengan konflik

batin dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

Di sisi lain, manfaat secara praktis dalam hasil penelitian ini adalah hasil

penelitian dapat dijadikan acuan terhadap penelitian lebih lanjut, khususnya bidang

psikologi perihal konflik batin yang terdapat dalam suatu karya sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian yang mendeskripsikan penerapan teori konflik

batin dalam psikologi sastra. Penulis menemukan lima penelitian tersebut yang

ditulis oleh Nurhandayani (2005), Kristiawan (2006), Ngadiyono (2006), Wati

(2007), dan Rumpaka (2005).

Penelitian pertama dilakukan oleh Nurhandayani (2005) dengan judul

“Unsur-unsur Pembentuk Konflik Batin Tokoh Lasih dalam Novel Belantik Karya

Ahmad Tohari (Suatu Pendekatan Psikologi Sastra)” ini membahas unsur tokoh dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penokohan serta latar yang membentuk konflik batin serta deskripsi konflik batin

yang dialami tokoh Lasi dalam novel Belantik karya Tohari. Data yang dikumpulkan

dalam penelitian ini terdiri dari deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Lasi, latar

cerita yang dialami tokoh Lasi, ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia oleh

tokoh Lasi, serta konflik batin yang dialami tokoh Lasi. Hasil penelitian ini adalah

deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Lasi yang adalah tokoh berwatak lugu,

sederhana, bersikap pasrah, penurut, nrimo, memiliki sifat tegas dalam memegang

komitmen pada kesetiaan, sangat menjaga harga dirinya, tidak tega melihat orang

lain kesulitan, seorang beragama, beriman pada Tuhan serta bermoral luhur,

walaupun ia hanya seorang perempuan desa yang kurang berpengalaman. Adapun

latar tempat yang digambarkan ialah Jakarta, Singapura, Karangsoga, dan Surabaya.

Serta latar sosial masyarakat Jawa. Tiga kebutuhan dasar yang tak dimiliki tokoh

Lasi ialah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki-dimiliki dan kasih

sayang, serta kebutuhan akan penghargaan. Konflik batin terjadi dalam hal

pertentangan keinginan hati dan realitas yang dihadapi sehingga menyebabkan rasa

cemas, takut, dan pikiran yang kalut. Adapun konflik batin berupa kebingungan

antara dua pilihan yang berbeda sehingga mengakibatkan rasa bimbang dan rasa

takut dalam memilih pilihan yang salah. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan psikologis. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode deskripsi. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penelitian kedua dilakukan oleh Kristiawan (2006) dengan judul “Konflik

Batin Tokoh Sokrasana dalam Novel Di Batas Angin Karya Yanusa Nugroho

Tinjauan Psikologi Sastra” ini membahas penyebab konflik batin Sokrasana dalam

novel Di Batas Angin karya Yanusa Nugroho. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini terdiri dari penyebab konflik batin tokoh Sokrasana versi Maslow dan

versi Freud, serta perbedaan teori Maslow dan Freud. Hasil penelitian ini adalah dari

sudut pandang Maslow, tokoh Sokrasana mengalami ketidak terpenuhinya kebutuhan

dasar yang terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, dan

kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan akan rasa kasih sayang. Dari sudut

pandang Freud, konflik batin tokoh Sokrasana terjadi saat (1) ditinggal pergi

Sumantri, (2) diterkam harimau, (3) konflik batin dengan orang lain saat di

perkampungan, (4) Sumantri menolak diajak pulang, dan (5) mengalami kematian.

Dalam perbedaan teori Maslow dan Freud, Maslow menciptakan teori lima

kebutuhan dasar yaitu, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan

aktualisasi diri, kebutuhan rasa dimiliki-memiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan

akan penghargaan. Sedangkan Freud menciptakan tiga sistem dasar psikologi

manusia, yaitu id¸ ego, dan super ego. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik catat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penelitian ketiga dilakukan oleh Ngadiyono (2006) dengan judul “Konflik

Batin Tokoh Kabul dalam Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad Tohari Sebuah

Pendekatan Psikologi Sastra” ini membahas tokoh dan penokohan, latar, serta konflik

batin yang dialami tokoh Kabul dalam Novel Orang-orang Proyek karya Ahmad

Tohari. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari deskripsi tokoh dan

penokohan tokoh Kabul, latar cerita yang dialami tokoh Kabul, serta konflik batin

yang dialami tokoh Kabul. Hasil penelitian ini adalah deskripsi tokoh dan penokohan

tokoh Kabul yang dilukiskan sebagai insinyur muda yang jujur, bertanggung jawab,

tegar, idealis, dan setia kawan. Adapun latar tempat yang digambarkan adalah di

daerah perbatasan desa, sungai Cibawor, lokasi proyek, perkemahan pekerja, warung

makan, dan rumah-rumah penduduk. Latar sosial dibangun dengan masyarakat yang

majemuk dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Masyarakat di sana sudah

terbiasa dengan perilaku edan dan sering merugikan pelaksanaan proyek. Kadar

animisme para masyarakat juga tinggi. Konflik batin yang dialami tokoh Kabul

disebabkan oleh: (1) karena berada dalam lingkungan proyek yang korup dan curang,

(2) karena diajak korup, (3) karena tekanan, (4) karena tuduhan pelaksanaan proyek

memakai tumbal, (6) karena harus memendam cinta terhadap Wati, dan (7) karena

keluar dari proyek. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan secara psikologi dan sastra. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik catat.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penelitian keempat dilakukan oleh Wati (2007) dengan judul “Konflik Batin

Tokoh Midah dalam Novel Midah Simanis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta

Toer (Suatu Pendekatan Psikologis Sastra)” ini membahas hubungan unsur tokoh dan

penokohan dan latar, serta konflik batin yang dialami Midah dalam novel Midah

Simanis Bergigi Emas. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari

deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Midah, latar cerita yang dialami tokoh Midah,

ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar tokoh Midah, serta konflik batin yang dialami

tokoh Midah. Hasil penelitian ini adalah deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Midah

yang bersifat kuat, tegar, tidak memegang komitmen pada kesetiaan, sangat menjaga

harga dirinya, tahu diri, dan tak dapat melupakan masa lalunya. Adapun latar tempat

yang digambarkan ada pada daerah Jakarta yang meliputi Kampung Duri, restoran-

restoran, Glodok, di rumah Riah, Daerah Jatinegara, dan di Depot-depot. Latar

waktunya menggambarkan era 50-an. Serta latar sosialnya yang terlihat pada status

keluarga Midah yang adalah keluarga kaya dan terpandang, serta taat beragama.

Kebutuhan dasar yang tak dialami oleh tokoh Midah adalah kebutuhan fisiologis,

kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang.

Konflik batin yang dialami tokoh Midah adalah perasaan bimbang dan takut karena

mengalami ketidakadilan saat berada di Jakarta karena harus mencari nafkah untuk

kebutuhan dan calon anaknya setelah lari meninggalkan suaminya. Tokoh Midah

mampu melewati ini semua dengan ketegaran. Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan secara psikologi dan sastra. Metode penelitian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat.

Penelitian terakhir dilakukan oleh Rumpaka (2005) dengan judul “Konflik

Batin Tokoh Tris dalam Novel Tikungan Karya Achmad Munif Suatu Tinjauan

Psikologi Sastra” ini membahas unsur tokoh dan penokohan dan latar yang

membentuk konflik batin, serta usaha-usaha Tokoh Tris dalam menyelesaikan

berbagai konflik batin yang dialaminya dalam novel Tikungan karya Achmad Munif.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari deskripsi tokoh dan

penokohan tokoh Tris, latar cerita yang dialami tokoh Tris, konflik batin yang

dialami tokoh Tris, serta empat mekanisme pertahanan yang diciptakan oleh tokoh

Tris dalam menghadapi konflik batinnya. Hasil penelitian ini adalah deskripsi tokoh

dan penokohan tokoh Tris merupakan orang yang rajin dan semangat bekerja, suka

memberi pertolongan kepada orang lain, bimbang dalam menentukan sikapnya,

mawas diri, mempunyai rasa marah, serba salah, memiliki loyalitas tinggi, ramah,

mempunyai rasa kepedulian terhadap sesama, tidak mudah putus asa, mengalami

tekanan batin, cerdas, dan suka membaca. Adapun latar tempat yang digambarkan

didominasi di Kota Yogyakarta. Sedangkan latar sosial dilihat dari perilaku

masyarakatnya dengan sifat sosial yang menurun, gaya hidup praktis, budaya

refresing, kehidupan berorganisasi, dan sifat kritis. Konflik batin yang dialami oleh

tokoh Tris terjadi: (1) karena Gepeng adalah seorang pencopet, (2) karena gagal

dalam kehidupan rumah tangga, (3) karena Den Mas Soro mendambakan Surti, (4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

karena desakan Ibramsyah, Pakdhe Nugroho, dan Busro untuk menolak peraturan

kota. Untuk menghilangkan kecemasan, tokoh Tris membentuk empat mekanisme

pertahanan, yaitu rasionalisasi, pelarian, kompensasi, dan sublimasi. Selain

kecemasan, gangguan jiwa yang dialami Kang Tris adalah sentimentil, trauma, putus

asa, dan rendah diri. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan psikologi sastra. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik catat.

Keseluruhan penelitian di atas membahas konflik batin yang terjadi pada diri

tokoh. Dalam penelitian Nurhandayani (2005), hasil penelitiannya berupa deskripsi

tokoh dan penokohan tokoh Lasi, latar cerita yang dialami tokoh Lasi, ketidak

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia oleh tokoh Lasi, serta konflik batin yang

dialami tokoh Lasi. Dalam penelitian Kristiawan (2006), hasil penelitiannya berupa

penyebab konflik batin tokoh Sokrasana versi Maslow dan versi Freud, serta

perbedaan teori Maslow dan Freud. Dalam penelitian Ngadiyono (2006), hasil

penelitiannya berupa deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Kabul, latar cerita yang

dialami tokoh Kabul, serta konflik batin yang dialami tokoh Kabul. Dalam penelitian

Wati (2007), hasil penelitiannya berupa deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Midah,

latar cerita yang dialami tokoh Midah, ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar tokoh

Midah, serta konflik batin yang dialami tokoh Midah. Kemudian penelitian Rumpaka

(2005), hasil penelitiannya berupa deskripsi tokoh dan penokohan tokoh Tris, latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

cerita yang dialami tokoh Tris, konflik batin yang dialami tokoh Tris, serta empat

mekanisme pertahanan yang diciptakan oleh tokoh Tris dalam menghadapi konflik

batinnya. Kelima penelitian ini membahas konflik batin yang terjadi pada tokoh-

tokoh di dalam suatu karya sastra. Untuk itu, penelitian-penelitian ini akan dijadikan

acuan oleh peneliti untuk mengkaji tokoh dan penokohan serta latar yang

menyebabkan konflik batin, serta konflik-konflik batin yang terjadi pada tokoh Ava

di dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

1.6 Landasan Teori

Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan teori-teori yang telah

dikumpulkan untuk mendukung data-data lapangan sehingga dapat memperkuat teori

serta keakuratan data. Dengan demikian, teori yang akan digunakan adalah (1) teori

struktur dan (2) teori psikologi.

1.6.1 Teori Struktur

1.6.1.1 Teori Tokoh dan Penokohan

Menurut Nurgiyantoro, watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat

dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada

kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan sering juga disamakan artinya dengan

perwatakan karena menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-

watak tertentu dalam sebuah cerita. Seperti yang dijelaskan oleh Jones yang dikutip
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

oleh Nurgiyantoro (1995:165) bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Karakter menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-

tokoh yang cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan,

emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam

Nurgiyantoro, 1995:165).

Tokoh cerita (character) menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165-

166) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Seorang

tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan penerimaan pembaca. Dalam

hal ini, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya.

Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada

“tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita,

bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam

sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca

(Nurgiyantoro, 1995:166).

Masalah penokohan sebuah karya tak hanya berhubungan dengan perwatakan

para tokoh, namun juga cara pelukisan kehadiran dan penghadirannya secara tepat

sehingga mampu mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. Teknik


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

pelukisan tokoh dibedakan ke dalam dua teknik, yaitu teknik ekspositori dan teknik

dramatik (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiyantoro, 1995:194).

a. Teknik Ekspositori

Menurut Nurgiyantoro (1995:195), teknik ekspositori sering disebut sebagai

teknik analitis, yang merupakan teknik pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan

memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita

dihadirkan secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai

deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau

bahkan juga ciri fisiknya.

b. Teknik Dramatik

Sedangkan teknik dramatik mirip dengan yang ditampilkan dalam drama,

yaitu dilakukan secara tak langsung. Pengarang tak mendeskripsikan secara eksplisit

sifat dan sikap para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui

berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal

lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa (Nurgiyantoro,

1995:198).

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik.

Biasanya pengarang menggunakan berbagai teknik itu secara bergantian dan saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

mengisi, walau ada perbedaan frekuensi penggunaan masing-masing teknik. Berikut

penjabarannya.

1) Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh untuk menggambarkan sifat-sifat

tokoh yang bersangkutan. Tidak semua percakapan mampu mencerminkan kedirian

tokoh. Namun, percakapan yang baik, efektif, dan lebih fungsional mampu

menunjukkan perkembangan plot sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh

pelakunya.

2) Teknik Tingkah Laku

Teknik ini menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang

dilakukan orang dalam tingkah laku dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi,

tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan kediriannya.

3) Teknik Pikiran dan Perasaan

Keadaan pikiran dan perasaan yang dirasakan oleh tokoh dalam banyak hal

akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya juga. Bahkan, tingkah laku pikiran dan

perasaan yang kemudian diejawentahkan menjadi tingkah laku verbal dan non-verbal

itu. Perbuatan dan kata-kata merupakan perwujudan tingkah laku pikiran dan

perasaan. Di samping itu, dalam bertingkah laku secara fisik atau verbal, orang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

berpura-pura. Namun, orang tak mungkin dapat berlaku pura-pura terhadap pikiran

dan hatinya sendiri.

4) Teknik Arus Kesadaran

Teknik arus kesadaran berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan.

Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena

menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Dalam fiksi modern, arus kesadaran

banyak dipergunakan untuk melukiskan sifat-sifat kedirian tokoh (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1995:206). Arus kesadaran sering disamakan dengan monolog batin,

yaitu percakapan yang hanya terjadi pada diri sendiri. Penggunaan teknik arus

kesadaran atau monolog batin ini dianggap sebagai usaha untuk mengungkapkan

informasi yang “sebenarnya” tentang kedirian tokoh karena tak sekedar

menunjukkan tingkah laku di indra saja.

5) Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh adalah reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah,

keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa

“rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan. Reaksi tokoh terhadap hal

tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-

sifat kediriannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

6) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain

terhadap tokoh utama berupa pandangan, pendapat, sikap, dan lain-lain. Penilaian

kedirian tokoh utama oleh tokoh-tokoh lain. Tokoh lain pada hakekatnya melakukan

penilaian atas tokoh utama untuk pembaca.

7) Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya.

Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh. Keadaan

latar tertentu dapat menentukan kesan tertentu pula di pihak pembaca.

8) Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau

paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan

itu. Pelukisan keadaan fisik tokoh terasa penting terutama jika ia memiliki bentuk

fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif. Di samping

itu, ia juga dibutuhkan untuk mengefektifkan dan mengkonkretkan ciri-ciri kedirian

tokoh yang telah dilukiskan dengan teknik lain (Meredith & Fitzgerald dalam

Nugiyantoro, 1995:210). Jadi, pelukisan wujud fisik tokoh berfungsi untuk lebih

mengintensifkan sifat kedirian tokoh (Nurgiyantoro, 1995:201-210).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

1.6.1.2 Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, merujuk pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216).

Stanton yang juga dikutip dalam Nurgiyantoro (1995:216) mengelompokkan latar,

bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah yang

akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca

cerita fiksi.

Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan, atau

penunjukkan latar agar pijakan cerita dapat semakin konkret dan jelas. Hal ini

penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana

tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca dipermudah untuk

“mengoperasikan” daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 1995:217).

Unsur latar menurut Nurgiyantoro (1995:227-237) dibagi kedalam tiga unsur

pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Berikut penjabarannya.

a. Latar Tempat

Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat

dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.

Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan sifat

dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Deskripsi tempat secara teliti dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

realistis penting untuk memberi kesan pembaca seolah-olah hal yang diceritakan

sungguh-sungguh ada dan terjadi. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas,

tipikal, dan fungsional. Ia akan mempengaruhi pengaluran dan penokohan, dan

karenanya menjadi koheren dengan cerita secara keseluruhan.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-

peristiwa dalam karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan

waktu faktual yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

Unsur waktu dapat mempengaruhi perkembangan plot dan cerita. Dengan demikian,

latar aktu bersifat fungsional.

c. Latar Sosial

Latar sosial merujuk pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu

tempat dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat yang kompleks

dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, padangan hidup, cara

berpikir dan bersikap, serta status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

menengah, atau atas. Latar sosial memiliki peranan yang cukup menonjol. Latar

sosial menentukan apakah sebuah latar tempat menjadi khas dan tipikal atau bersifat

netral. Dengan kata lain, untuk menjadi tipikal dan lebih fungsional, deskripsi latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

tempat harus disertai deskripsi latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat

di tempat yang bersangkutan.

1.6.2 Teori Psikologi

1.6.2.1 Kebutuhan Dasar Menurut Abraham Maslow

Menurut Goble (1987:69-70), teori Abraham Maslow tentang motivasi

manusia dapat diterapkan pada hampir seluruh aspek kehidupan pribadi serta

kehidupan sosial. Sebagian besar hasrat dan dorongan pada seseorang saling

berhubungan. Hal ini berlaku untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti cinta

selayaknya antar pasangan, antar sahabat maupun saudara. Manusia dimotivasikan

oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak

berubah dan naluriah. Kebutuhan dasar tersebut, bersifat psikologis.

Maslow yang dikutip dari Goble (1987:71-77), berpendapat bahwa ada

kebutuhan-kebutuhan dasar yang tersusun atas lima jenis kebutuhan, yaitu (1)

kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan akan rasa

memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, (4) kebutuhan akan penghargaan, dan (5)

kebutuhan akan aktualisasi diri. Berikut penjabarannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan paling dasar dari antara kebutuhan manusia adalah

mempertahankan hidup secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman,

tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen. Seseorang yang mengalami kekurangan

makanan, harga diri, dan cinta akan memburu makanan terlebih dahulu. Ia akan

menekan kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya terpuaskan.

Maslow berpendapat bahwa kebutuhan-kebutuhan fisiologis memiliki

pengaruh besar pada tingkah laku manusia sejauh kebutuhan-kebutuhan tersebut

tidak dipuaskan. Namun, kebutuhan-kebutuhan yang lain dan yang lebih tinggi akan

muncul setelah kebutuhan fisiologis terpuaskan. Kemudian akan muncul kebutuhan

lain yang lebih tinggi lagi setelah kebutuhan ini terpuaskan. Selama hidupnya praktis,

manusia selalu mendambakan sesuatu dan jarang mencapai taraf kepuasan yang

sempurna (Goble, 1987:72).

b. Kebutuhan Akan Rasa Aman

Menurut Maslow, setelah kebutuhan fisiologis terpuaskan, munculah

kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan jenis ini dapat diamati pada anak-anak atau

orang dewasa yang mengalami gangguan neurotik. Anak-anak membutuhkan suatu

dunia yang dapat diramalkan, konsistensi, dan kerutinan sampai batas-batas tertentu.

Jika unsur-unsur ini tidak ditemukan, ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman.

Orang-orang dewasa neurotik bertingkah laku seperti anak-anak yang tidak aman. Ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

akan bertingkah laku seakan-akan dalam keadaan terancam bencana besar dan

darurat. Ia akan memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan

dan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak

diharapkannya (Goble, 1987:73).

c. Kebutuhan Akan Rasa Memiliki-dimiliki dan Akan Kasih Sayang

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi, muncullah kebutuhan akan

cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki-dimiliki. Carl Rogers yang dikutip oleh Goble

(1987:74) menyebutkan bahwa kebutuhan jenis ini adalah kebutuhan di mana

seseorang merasa ingin dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh

hati. Maslow menemukan bahwa tanpa cinta, pertumbuhan dan perkembangan

kemampuan orang akan terhambat. Terhalangnya pemuasan kebutuhan akan cinta

sebagai penyebab utama salah penyesuaian. Menurutnya, haus cinta merupakan

sejenis penyakit kekurangan seperti kekurangan garam atau kekurangan vitamin.

Cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang,

termasuk sikap saling percaya. Dalam hubungan yang sejati, tidak akan ada rasa

takut. Di sisi lain, Maslow mengatakan bahwa cinta meliputi cinta yang memberi dan

cinta yang menerima. Orang-orang harus memahami cinta. Karena jika tidak, dunia

akan hanyut dalam gelombang permusuhan dan kebencian (Goble, 1987:75-76).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

d. Kebutuhan Akan Penghargaan

Kebutuhan ini menurut Maslow dibagi menjadi dua kategori, yaitu harga diri

dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan

diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan dan

kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan,

perhatian, kedudukan, nama baik serta penghargaan. Maslow berteori bahwa

kemerdekaan merupakan kebutuhan psikologi dasar. Alfred Alder (Goble, 1987:76)

menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki harga diri akan merasa percaya diri,

lebih mampu dan juga produktif. Sebaliknya, jika harga dirinya kurang ia kan diliputi

rasa rendah diri, tidak berdaya, dapat menimbulkan rasa putus asa serta tingkah laku

neurotik. Seseorang yang telah mencapai kemerdekaan sejati (bukan kemerdekaan

yang dibayar dengan lenyapnya rasa aman, melainkan kemerdekaan yang tumbuh

dari rasa aman) tidak akan dengan sukarela membiarkan kemerdekaannya itu

direngut dari tangannya (Goble, 1987:76-77).

e. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri

Menurut Maslow yang dikutip dari Goble (1987:77), kebutuhan akan

aktualisasi diri merupakan kebutuhan di mana seseorang ingin menumbuhkan,

mengembangkan, dan menggunakan kemampuan yang ada pada dirinya. Kebutuhan

ini membuat seseorang merasa bahwa dirinya harus berkembang sepenuh

kemampuannya. Terdapat hasrat pada diri seseorang untuk semakin menjadi apa saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

dengan sepenuh kemampuannya sendiri. Kebutuhan ini biasanya muncul sesudah

kebutuhan akan cinta dan kasih sayang serta kebutuhan akan penghargaan terpenuhi

secara memadai.

1.6.2.2 Konflik Batin

Menurut Sunendar, konflik adalah percekcokan; perselisihan; pertentangan;

ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama. Pertentangan

tersebut dapat berupa dua kekuatan yang beradu, pertentangan dalam diri satu tokoh,

maupun pertentangan antara dua tokoh (2018:864).

Sunendar (2018:864) juga kemudian mendefinsikan bahwa konflik batin

adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan

yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga memengaruhi tingkah laku.

Konflik batin atau pertentangan batin menurut Daradjat (1986:26) terjadi jika

seseorang mengalami dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau

bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang

bersamaan. Seseorang akan mengalami konflik batin yang berat jika konflik tersebut

tidak menemui jalan keluar. Hal itu akan mengakibatkan terjadinya gangguan jiwa

bahkan penyakit jiwa.

Menurut Maslow yang dikutip dari Minderop (2010:48), konflik batin terjadi

pada mulanya disebabkan karena manusia berusaha untuk memenuhi potensi dan

bakatnya yang kerap kali terhambat oleh masyarakat yang menghambatnya. Kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

ini membuat seseorang menyangkal keberadaan dirinya untuk mencapai real self

atau dirinya yang sesungguhnya. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan

seseorang mengalami problem kejiwaan atau konflik batin. Mereka memerlukan

suatu terapi agar dapat mengekspresikan dirinya secara bebas dan berupaya

melepaskan perasaan dan pikiran yang disembunyikan dan dihindarinya.

Menurut Kurt Lewis (dalam Walgito, 2010:261), konflik batin dibagi ke

dalam tiga jenis, yaitu:

a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)

Adalah jenis konflik yang timbul apabila seseorang menghadapi dua motif atau

lebih yang sama-sama bernilai positif bagi seseorang yang bersangkutan. Seseorang

tersebut harus memilih salah satu di antara motif-motif yang ada. Misalnya saja ada

seorang anak perempuan yang ditawari kedua jenis makanan yang disukai anak

tersebut oleh ibunya. Makanan pertama yang ditawarkan adalah es krim, sementara

makanan lain ialah permen lolipop. Anak tersebut diminta untuk memilih satu saja

jenis makanan yang akan dimakan. Pernyataan di atas adalah contoh konflik

mendekat-mendekat, di mana anak tersebut menghadapi dua macam motif yang

sama-sama bernilai positif bagi dirinya. Ia diminta untuk memilih es krim atau

permen lolipop yang sama-sama menjadi makanan kesukaannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

b. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)

Adalah jenis konflik yang timbul apabila seseorang menghadapi dua motif atau

lebih yang sama-sama bernilai negatif bagi seseorang yang bersangkutan. Seseorang

tersebut juga tidak boleh menolak keduanya, dan harus memilih salah satu di antara

motif-motif yang ada. Misalnya saja ada seorang remaja yang dijadwalkan pergi ke

tempat kursus belajar. Karena saat itu ia terserang oleh rasa malas, anak tersebut

bimbang oleh dua pilihan. Pilihan pertama adalah tetap pergi ke tempat kursus dan

bertahan melewati jam-jam yang membosankan dalam pelajaran, atau tetap bertahan

di rumah dan tidak pergi ke mana-mana dengan resiko dimarahi oleh kedua orang

tuanya. Pernyataan di atas adalah contoh konflik menjauh-menjauh, di mana remaja

tersebut menghadapi dua macam motif yang sama-sama bernilai negatif bagi

dirinya. Ia harus memilih di antara pilihan untuk tetap pergi ke tempat kursus yang

membosankan, atau tetap diam di rumah dengan resiko dimarahi oleh kedua orang

tuanya.

c. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict)

Adalah jenis konflik yang timbul apabila seseorang menghadapi motif yang

mengandung nilai positif, namun juga mengandung nilai negatif. Motif ini dapat

menimbulkan konflik pada seseorang yang bersangkutan. Misalnya saja, ada

seorang pria bersepeda motor yang tiba-tiba diguyur hujan. Ia bimbang antara dua

pilihan. Pilihan pertama adalah berhenti sebentar di sebuah teras toko untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

berteduh, atau tetap melanjutkan perjalanan karena sudah kepalang basah.

Pernyataan di atas adalah contoh konflik mendekat-menjauh, di mana pria tersebut

menghadapi dua macam motif yang bernilai positif dan negatif. Pilihan untuk

berteduh sebentar adalah pilihan yang bernilai positif bagi dirinya, sementara pilihan

untuk tetap melanjutkan perjalanan karena sudah kepalang basah adalah pilihan

yang bernilai negatif.

1.7 Metodologi Penelitian

Terdapat empat tahap metodologi penelitian yang dilakukan oleh peneliti,

yaitu (a) pendekatan, (b) metode dan teknik pengumpulan data, (c) metode dan

teknik analisis data, dan (d) metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Berikut

penjelasannya.

1.7.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan

objektif dan psikologis. Ratna (2004:73) mendefinisikan pendekatan objektif sebagai

pendekatan yang dilakukan dengan bertumpu di atas karya sastra itu sendiri.

Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur, yang

dikenal dengan analisis intrinsik. Pemahaman pada pendekatan ini dipusatkan

analisisnya terhadap unsur-unsur dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan

antar unsur di satu pihak, dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Pendekatan objektif digunakan peneliti untuk mendeskripsikan penokohan

dan latar yang terjalin sehingga membentuk konflik batin pada tokoh Ava di dalam

novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z. Unsur-unsur intrinsik ini akan menjelaskan

tentang apa yang terjadi pada tokoh Ava sehingga ia bisa memiliki pertentangan

batin. Peneliti akan menjabarkan penokohan tokoh Ava maupun orang-orang di

sekitarnya, serta latar-latar yang terbentuk di sekitar tokoh Ava dalam novel Di

Tanah Lada.

Sedangkan pendekatan psikologis menurut Ratna (2004:62-63), merupakan

suatu pendekatan yang berfungsi untuk mengkaji suatu karya sastra dengan

berdasarkan pada segi psikologi. Kondisi batin tokoh-tokoh yang terdapat pada karya

sastra tergambar dari tingkah lakunya. Kondisi batin tersebut maupun faktor-faktor

yang mempengaruhi konflik-konflik pada kejiwaannya dapat dikaji melalui

psikologi.

Pendekatan psikologis digunakan peneliti untuk mendeskripsikan konflik-

konflik batin yang terjadi pada tokoh Ava di dalam novel Di Tanah Lada karya

Ziggy Z. Melalui pendekatan psikologis, peneliti menganalisis kebutuhan-kebutuhan

dasar yang tak terpenuhi pada tokoh Ava sehingga menimbulkan terjadinya konflik

batin. Konflik batin yang terjadi pada diri Ava sebagian besar disebabkan oleh

kekerasan fisik maupun verbal dari sosok ayahnya. Hal itu menyebabkan Ava

melarikan diri bersama Pepper guna menghindari ayahnya yang dianggap jahat

seperti setan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan penelitian studi

pustaka (library research). Data-data yang didapatkan berasal dari buku dan artikel

untuk mendukung permasalahan yang dibahas.

Untuk teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik catat selama

proses penelitian berlangsung. Teknik catat adalah pencatatan yang dilakukan pada

kartu data yang telah disediakan atau akan disediakan. Teknik ini diterapkan

langsung menggunakan alat tulis tertentu (Sudaryanto dalam Muhammad, 2014:214).

Melalui teknik catat, peneliti mendata seluruh data konkret yang ditemukan dalam

novel Di Tanah Lada dan buku-buku acuan lain yang berkaitan terhadap penelitian

ini.

1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode

analisis isi. Menurut Ratna (2004:48), metode analisis isi adalah metode yang

menganalisis isi karya sastra, seperti pesan-pesan yang sesuai dengan hakikat sastra.

Dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan.

1.7.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah

metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif (Moleong, 2006:6)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

merupakan metode untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll yang kemudian

dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

1.8 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari novel Di Tanah

Lada karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie. Berikut perinciannya.

Novel : Di Tanah Lada

Pengarang : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Tahun Terbit : Agustus 2015

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Halaman : 244 halaman

Cetakan : Pertama

1.9 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dalam penelitian yang berjudul “Konflik Batin Dalam

Novel Di Tanah Lada Karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie Pendekatan Psikologi

Sastra” ini terbagi menjadi empat bab. Berikut penjabarannya.

Bab pertama berisikan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah

dalam penelitian, rumusan masalah yang berupa pertanyaan yang akan dibahas dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

bagian pembahasan, tujuan penelitian yang hendak dicapai, manfaat hasil penelitian,

tinjauan pustaka yang berisi penelitian terdahulu berkaitan dengan objek penelitian

yang sama, landasan teori, metodologi penelitian, sumber data, dan sistematika

penyajian.

Bab kedua berisi analisis penokohan dan latar yang terjalin dalam membentuk

konflik batin pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

Bab ketiga berisi analisis penyebab konflik batin karena ketidakterpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan dasar manusia serta konflik batin itu sendiri yang terjadi pada

tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

Bab keempat atau terakhir berisi kesimpulan dan saran penelitian yang

sekaligus menjadi penutup penelitian ini.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TOKOH DAN PENOKOHAN SERTA LATAR DALAM NOVEL DI TANAH

LADA KARYA ZIGGY Z

2.1 Pengantar

Pada bab ini, peneliti akan menganalisis unsur-unsur intrinsik berupa tokoh

penokohan dan latar yang memiliki keterkaitan langsung dalam membentuk konflik

batin pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada. Terkait dengan landasan teori

yang sudah dijelaskan pada bab pertama, permasalahan dalam penelitian ini akan

berfokus pada dua sudut, yaitu sudut sastra dan juga sudut psikologi. Untuk sudut

sastra, penelitian berfokus pada penokohan dan latar yang terjalin dalam membentuk

konflik batin pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada. Sedangkan untuk sudut

psikologi, penelitian berfokus pada teori kebutuhan dasar manusia menurut Abraham

Maslow yang menjadi dasar untuk menganalisis konflik batin.

Ziggy Z dalam novelnya yang berjudul Di Tanah Lada menggambarkan

tokoh Ava dengan berbagai macam pertentangan batin. Konflik batin yang

dialaminya sebagian besar disebabkan oleh kondisi keluarganya yang broken home.

Kondisi broken home dalam keluarganya terjadi karena tindak kekerasan yang

dilakukan oleh ayahnya kepada tokoh Ava dan ibunya. Karena banyaknya kekerasan

yang dilakukan oleh ayahnya, ada suatu gagasan yang dipercayai oleh Ava (terbentuk

oleh pola pikiran khas anak kecil berumur 6 tahun) bahwa seluruh ayah di

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

dunia ini memiliki sifat yang jahat. Salah satu pertentangan batin yang dialaminya

adalah sebenci apapun Ava terhadap ayahnya yang seperti iblis, bagaimana pun

sosok “iblis” tersebut adalah ayahnya sendiri.

Untuk menjawab berbagai macam permasalahan di atas, peneliti pada bab ini

akan menganalisis sikap ataupun penokohan yang digambarkan oleh pengarang, yang

dilanjutkan dengan analisis penggambaran latar yang mendukung penokohan

tersebut. Analisis pertama-tama akan dimulai dengan analisis penokohan, analisis

latar, dan analisis konflik batin yang dialami tokoh dan penokohan Ava dalam novel

Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

2.2 Tokoh dan Penokohan Tokoh Utama

Jones menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1995:165).

Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan

bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995:166).

Penokohan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu tokoh protagonis dan tokoh

antagonis. Tokoh protagonis atau biasa disebut sebagai tokoh utama atau sentral

adalah jenis tokoh yang mendukung jalannya cerita, sedangkan tokoh antagonis

adalah tokoh yang berpotensi memicu konflik dengan tokoh protagonis (Waluyo,

1994:168).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

Tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada memegang peranan sebagai tokoh

yang paling banyak diceritakan oleh pengarang. Oleh karena itu, tokoh protagonis

atau tokoh sentral dalam novel ini adalah tokoh Ava. Sebagai tokoh sentral, tokoh

Ava bertindak sebagai pelaku kejadian di sepanjang alur cerita dan juga mengalami

berbagai konflik. Berikut adalah beberapa kutipan yang mendukung tokoh Ava

sebagai tokoh sentral dalam novel Di Tanah Lada.

Pada bagian awal cerita, pengarang menggunakan sudut pandang orang

pertama sebagai tokoh Ava. Secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa tokoh sentral

dalam novel Di Tanah Lada adalah tokoh Ava. Di sisi lain, kutipan ini menunjukkan

betapa sukanya Ava terhadap kehidupan di sekolah. Salah satu dari alasan sukanya

tersebut adalah ketiadaan sang ayah di sekolah. Berikut kutipannya.

(1) Hari ini, aku bangun pagi-pagi sekali. Biasanya, aku bangun pagi karena
harus pergi ke sekolah. Tapi hari ini aku bangun pagi meskipun aku tidak
harus sekolah. Karena, aku suka sekolah. Kata Bu Guru, aku anak baik. Dan
kata Bu Guru, aku anak pintar. Aku punya banyak teman di sekolah. Dan, di
sekolah, tidak ada Papa. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:9)

Pertentangan batin pada tokoh Ava juga mula-mula diperkenalkan oleh

pengarang pada awal cerita. Pengarang menggambarkan bagaimana penggambaran

sosok ayah dalam imajinasi Ava. Perlu dilihat bahwa imajinasinya tentang sosok

ayahnya sangat menyeramkan sehingga hal itu menjadi sebuah konflik batin

tersendiri bagi Ava. Berikut kutipannya.

(2) Nama hantunya Papa.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Kurasa Mama tidak akan senang kalau aku bilang Papa mirip hantu. Tapi
kurasa Mama tidak akan senang kalau aku bicara bohong. Jadi, kurasa lebih
baik aku jujur.
Menurutku, Papa mirip hantu. Papa mirip hantu karena aku takut hantu, dan
aku tahu Mama takut hantu. Dan aku takut Papa. Dan aku tahu kalau Mama
juga takut Papa. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:2)

Pada bagian tengah cerita, peneliti melihat bahwa tokoh Ava semakin

ditonjolkan keberadaannya sebagai pusat pelaku kejadian yang membuktikan bahwa

tokoh Ava memanglah tokoh yang berperan sebagai tokoh sentral. Keberadaan tokoh

Ava sebagai tokoh sentral dibuktikan dari kutipan berikut yang menceritakan Ava

yang sudah cukup mengenal P atau Pepper. Ava melakukan percakapan di telepon

bersama Pepper yang sudah ia miliki nomornya. Berikut kutipannya.

(3) Kubuka mataku dan membaca layar ponsel. Cuma ada dua nama yang
kusimpan dalam ponselku: Mama, dan P Si Anak Pengamen. Aku dihubungi
P Si Anak Pengamen.
“Halo,” sapaku, lewat telepon.
“Halo,” balasnya. “Kamu di mana?”
“Tidak tahu,” kataku pelan. Aku mengusap mata. “Di atas tempat tidur. Hei,
kamu benar. Aku dapat kasur baru hari ini.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:76)

(4) Kukeluarkan ponsel dari sakuku. Kuputuskan untuk menghubungi P Si Anak


Pengamen. Aku kan selalu bersama dia kalau aku ditinggal Mama-Papa di
rusun. Jadi, karena sekarang aku sedang sendirian lagi, lebih baik aku
hubungi dia.
“Halo,” sapa P Si Anak Pengamen di ponselku.
“Halo,” aku menyapa balik. “Ini Ava.”
“Ini P.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:85)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Pada akhir cerita, Ava sebagai tokoh sentral pelaku kejadian semakin

diperkuat dari kutipan berikut. Di mana Ava dan Pepper sudah berenang-renang di

laut dan terbawa oleh arus. Berikut kutipannya.

(5) Badanku terbawa arus, terapung ke atas. Tapi aku tidak mau ke atas.
Kupandang P di sampingku. Dia juga memandangiku. Kami sama-sama tidak
mau ke atas. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:237)

Dari penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Ava merupakan tokoh

utama dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z ini. Sebagai seorang tokoh utama,

Ava mengambil banyak peranan sebagai pelaku kejadian dalam cerita maupun peran

yang dikenai banyak kejadian. Tokoh Ava mengalami berbagai konflik batin dari

awal hingga akhir cerita.

Selain itu, teknik pelukisan tokoh Ava oleh pengarang dibagi ke dalam dua

teknik, yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori adalah teknik

pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau

penjelasan secara langsung (Nurgiyantoro, 1995:195). Sedangkan teknik dramatik

adalah teknik penggambaran tokoh secara tidak langsung mengenai sifat dan sikap

para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya (Nurgiyantoro, 1995:198).

Terkadang, pengarang mendeskripsikan tokoh Ava secara langsung dengan teknik

ekspositori, namun terkadang juga menggunakan teknik dramatik. Oleh karena itu,

peneliti akan mendeskripsikan kedirian tokoh utama yang dibagi ke dalam kedua

teknik tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Sebagai seorang anak kecil, Ava digambarkan kediriannya sebagai anak yang

sering berpikiran meracau. Kegiatan meracau tersebut biasanya disebabkan karena

banyaknya ide-ide atau gagasan yang bermunculan di kepalanya. Hal ini dapat

dibuktikan pada halaman 1-2. Di mana pertama-tama, Ava membicarakan cuaca di

dunia, suhu di rumahnya, boneka penguin yang dimilikinya selama 6 tahun, serta

wujud hantu berbadan besar yang disebutnya sebagai Papa. Pengarang juga

menggunakan teknik ekspositori untuk menggambarkan penokohan tersebut dalam

kutipan berikut.

(6) Aku harus bertanya berkali-kali pada Mama kenapa dia menyiksa tanaman-
tanaman tertentu dengan cairan yang baunya seperti tahi kerbau. Aku tahu
bau tahi kerbau karena Mama pernah membawaku ke tempat Nenek Isma,
dan Nenek Isma tinggal di dekat kandang kerbau. Kerbau dalam kandang
kerbau itu milik Nenek Isma. Nenek Isma punya kerbau.
Aku meracau lagi. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:4)

Pengarang juga menggambarkan tokoh Ava sebagai seorang anak yang

sangat suka berbahasa Indonesia. Bentuk cintanya pada Bahasa Indonesia dibuktikan

dari perbuatannya yang selalu membawa kamusnya kemana pun ia pergi di dalam tas

ranselnya. Ava akan membolak-balikkan setiap lembaran dalam kamus jika ada

kosakata yang tidak dimengerti. Selain mencintai Bahasa Indonesia, peneliti

menyimpulkan bahwa Ava adalah anak yang teliti. Ia tidak ingin keliru dalam

menafsirkan sebuah kata. Sehingga setiap ada kata yang tak dimengerti, ia akan

langsung mencari definisinya di dalam kamus. Hal ini dibuktikan pada kutipan

dengan teknik ekspositori dan dramatik berikut. (Pada kutipan no 8, definisi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

kamus yang ditulis dengan font Courier New tetap dipertahankan seperti yang tertulis

dalam novel).

(7) Aku diam saja. Aku memang membawa kamus di dalam tasku. Makanya
tasku berat. Tapi, kamus itu selalu ada bersamaku. Itu hadiah dari kakek Kia.
Katanya, karena aku anak baik yang bertutur kata manis, dia mau aku belajar
bahasa dengan baik. Kakek Kia suka mengajariku bahasa yang baik. Aku jadi
suka belajar bahasa. Makanya, aku selalu membawa kamus dan selalu
mencari kata di dalam kamus. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:44)

(8) Aku tidak mengerti kenapa Papa bilang Mama berbuat tolol. Aku mencari
dua kata itu di buku kamus punya Mama dan menemukan ini :

1. Berbuat (kk.): mengerjakan (melakukan) sesuatu.


2. Buat (kk.): (1) kerjakan, lakukan; (2) bikin.
3. Tolol (ks.): sangat bodoh; bebal.

Lalu karena aku tidak yakin apa arti ‘bebal’, aku cari lagi, dan menemukan
ini:
4. Bebal (ks.): sukar mengerti; tidak cepat menanggapi
sesuatu; bodoh.

Dan supaya lebih yakin, aku mencari arti kata ini :


5. Bodoh (ks.): (1) tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu
atau tidak dapat (mengerjakan dsb); (2) tidak memiliki
pengetahuan (pendidikan, pengalaman).

Jadi, kurasa ‘berbuat tolol’ berarti: mengerjakan sesuatu yang sangat tidak
mudah dimengerti. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:3)

Dengan teknik ekspositori, pengarang juga menggambarkan tokoh Ava

sebagai anak yang sangat takut menyuarakan keinginannya. Ketakutannya itu

disebabkan oleh sang ayah yang selalu memarahi atau memaki Ava sesudah memberi

tahu apa pun keinginannya. Berikut kutipannya.

(9) Aku, sebenarnya, mau makan sate. Tapi itu tidak ditawarkan. Jadi, aku tidak
berani bilang. Soalnya, kalau aku bilang aku mau sesuatu ke Papa, Papa akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

mulai marah-marah dan bilang kalau ‘si cecodot culun itu harus diajari
supaya berhenti kurang ajar’. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:159)
Karena apapun yang dilakukan Ava selalu salah di mata sang ayah, ia pun

menjadi anak yang sangat tidak menyukai ayahnya sendiri. Dengan teknik

ekspositori, pengarang menggambarkan penokohan tersebut pada halaman 6.

Keluarga Ava yang baru saja menerima warisan dari Kakek Kia. Hal itu membuat

Ava berpikir betapa menyenangkannya setelah mempunyai banyak uang. Uang

tersebut bisa ia pakai untuk bersenang-senang, seperti membeli banyak permen dan

es krim. Ia juga akan senang untuk memiliki banyak ibu meskipun tidak akan senang

sama sekali jika memiliki banyak ayah.

Dari teknik ekspositori yang telah digunakan pengarang, peneliti dapat

menyimpulkan beberapa sifat atau pun penokohan yang dimiliki oleh tokoh Ava

pada novel Di Tanah Lada. Ava adalah anak kecil yang sangat suka berpikiran

meracau. Segala ide-ide atau gagasan yang menarik banyak bermunculan di dalam

kepalanya. Ava juga digambarkan sebagai anak kecil yang sangat suka berbahasa

Indonesia. Bentuk rasa sukanya itu ditunjukkan dari buku kamus yang selalu

dibawanya kemana-mana. Ava juga adalah seorang anak yang sangat takut

menyuarakan keinginannya. Ketakutannya sebagian besar disebabkan oleh sang ayah

yang selalu memarahinya setiap kali Ava meminta sesuatu. Terakhir, Ava pun

menjadi seorang anak yang sangat tidak menyukai ayahnya. Ketidaksukaannya pada

sang ayah terjadi karena tindakan atau keberadaan Ava selalu salah di mata ayahnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Selain teknik ekspositori, peneliti menemukan bahwa pengarang juga

menggunakan teknik dramatik untuk menggambarkan kedirian tokoh Ava. Teknik

dramatik yang digunakan Ziggy Z mencakup teknik pikiran dan perasaan, teknik

tingkah laku, dan teknik cakapan. Menurut Nurgiyantoro (1995:198), teknik tingkah

laku adalah tindakan nonverbal atau fisik yang dapat dipandang sebagai cerminan

kediriannya. Sedangkan teknik cakapan adalah percakapan yang dilakukan oleh

tokoh untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.

Ziggy Z melukiskan tokoh Ava sebagai anak yang masih berumur enam

tahun. Penggambaran ini oleh penulis dibuat dengan teknik dramatik berupa teknik

cakapan. Berikut kutipannya. (Pada kutipan no 10, kutipan langsung yang ditulis

dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti yang tertulis dalam novel).

(10) Mama langsung melompat berdiri dan balik berteriak, “MASIH INGAT KAU
PUNYA ANAK!? MASIH INGAT?!”
Papa balik berteriak lagi, “MASIH INGAT! KARENA KERJAAN DIA CUMA
MALAS-MALASAN MENGHABISKAN UANGKU! COBA KAU DIDIK DIA
UNTUK BEKERJA! BUKAN UNTUK JADI PEMALAS SEPERTIMU!”
“KAU MAU MENYURUH ANAK KITA BEKERJA!? DIA ENAM TAHUN!”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:16)

Selayaknya anak berumur enam tahun, kedirian Ava digambarkan sebagai

anak yang penuh rasa ingin tahu. Apa pun yang tidak dimengerti, akan langsung

ditanyakan pada orang dewasa atau siapa pun yang berada di sekitarnya.

Penggambaran ini juga dibuat dengan teknik dramatik berupa teknik cakapan.

Berikut kutipannya.

(11) “Halo,” sapanya sambil menepuk-nepuk kepalaku. “Ava ya?”


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Aku mengangguk. “Mas juga bukan pengamen, kan?” tanyaku, sambil


menunjuk gitarnya. “Itu dibawa untuk main saja, ya? Bukan untuk cari
uang?” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:95)

(12) Mas Alri sudah meninggalkan kami. Jadi, aku dan Pepper diam saja di pintu
masuk. Berpegangan tangan. Bengong.
“Kenapa, sih, Mas Alri bilang kamu nggak pernah ketemu orang normal?”
tanyaku kepada Pepper. “Kamu kan ketemu aku dan Mama. Kamu juga
ketemu Papa. Orang jahat itu normal, kan? Kan, ada banyak orang jahat.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:101)

(13) “Kenapa kamu cuma main lagu itu?” tanyaku.


Pepper menjawab tanpa menghentikan permainannya. “Soalnya, aku cuma
tahu lagu ini.”
“Memangnya, nggak diajari yang lain sama Mas Alri?”
Pepper menggeleng. “Baru yang ini.”
“Kamu sudah belajar gitar berapa lama?”
“Lama. Dari Mas Alri pindah. Tapi, karena Mas Alri suka pergi, aku
belajarnya jarang.”
“Oh. Mas Alri pindahnya kapan?”
Pepper berpikir lagi, agak lama. “Tahun lalu,” katanya. “Akhir tahun.”
“Oh.”
Lalu aku memanggil namanya lagi; “Pepper?”
“Hmm?”
“Kalau kamu bereinkarnasi jadi hewan, kamu mau jadi hewan apa?”
“Hmm,” gumamnya. “Badak bercula satu.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:215-216).

Selain penuh rasa ingin tahu, pikiran khas anak umur enam tahun yang masih

murni membuat Ava selalu berkata jujur dan apa adanya. Apa pun yang terlintas

dalam benaknya maupun bentuk kekaguman apa pun yang dirasakannya akan selalu

ia utarakan. Penggambaran tokoh Ava ini sekali lagi menggunakan teknik dramatik

berupa teknik cakapan. Penokohan ini dapat dibuktikan pada halaman 97-98 di mana

Ava sedang berbincang-bincang dengan Mas Alri yang baru saja dikenalnya. Apapun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

pertanyaan yang diutarakan oleh Mas Alri akan dijawab secara jujur dan apa adanya

oleh Ava. Kedirian penokohan ini juga dapat dilihat pada kutipan berikut.

(14) “Oh” kata Pepper. “Berarti Papa nggak elok.”


Aku mengangguk setuju. “Papaku juga nggak elok.”
“Tapi Mama kamu elok.”
Aku mengangguk setuju lagi. “Kamu juga elok.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:120)

Teknik dramatik juga digunakan penulis untuk melukiskan sifat kedirian

tokoh Ava yang lain, yaitu penurut akan segala nasihat dari orang tua. Tokoh Ava

digambarkan dengan kedirian yang sangat menuruti nasihat atau pun perintah dari

sang ibu dan kakeknya. Nasihat-nasihat kecil apapun yang diucapkan tak pernah ia

lupakan. Penokohan ini digambarkan dengan menggunakan teknik tingkah laku oleh

pengarang. Berikut kutipannya.

(15) Aku agak kesal lagi. Tapi karena dia baru menghidupkan lampu, jadi tidak
apa-apa. Aku menutup pintu, karena kata Mama, kalau sedang tidak ada dia,
aku harus selalu menutup pintu. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:42-43)

(16) “Terima kasih,” aku mengoreksinya. “Kata Kakek Kia, harus bilang begitu.
Katanya, ‘makasih’ itu bukan kata yang bagus.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:43)

(17) “Itu bintang, ya?” tanyaku pelan-pelan. Mama bilang, kalau sudah gelap,
tidak boleh bicara keras-keras. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:123)

Sejak kecil Ava didik oleh Kakek Kia untuk selalu berbicara dengan Bahasa

Indonesia yang baik. Nasihat tersebut pun dituruti oleh Ava. Penokohan ini dapat

dilihat pada halaman 24 ketika Pepper menganggap Ava seperti orang aneh karena

terus-terusan berbicara dengan bahasa yang baik seperti orang dewasa. Ava justru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

sebaliknya mengatakan bahwa ia harus berbicara seperti ini atas suruhan Kakek Kia

dan sang ibu. Pada halaman 66, Ava kemudian bertemu dengan Kak Suri di Rusun

Nero. Di sana, ia diajari untuk berbicara Bahasa Indonesia dengan tepat kepada

orang-orang dalam kehidupan nyata. Maksudnya, Ava harus menyesuaikan cara

bicara dengan lawan bicaranya. Penokohan ini diceritakan oleh pengarang dengan

menggunakan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan.

Nama Ava adalah nama panggilan dari nama Salva. Ketika masih kecil, sang

ayah ingin memberikan Ava dengan nama ‘saliva’ yang berarti ludah. Namun, sang

ibu kemudian diam-diam menggantinya dengan nama ‘salva’. Dari sini peneliti

melihat bahwa sedari kelahirannya, Ava memang tak pernah dicintai oleh ayahnya.

Kelahirannya sangat tidak diharapkan, dianggap sampah dan tak berguna. Penokohan

ini sekali lagi digambarkan dengan menggunakan teknik dramatik yang mencakup

teknik cakapan. Berikut kutipannya. (Pada kutipan no 18, kutipan langsung yang

ditulis dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti yang tertulis dalam novel).

(18) Aku mengangguk.”Nama lengkap aku Salva. Mama yang beri nama. Soalnya,
kata Papa, tadinya Papa mau memberiku nama ‘saliva’ yang artinya ludah.
Soalnya, waktu aku lahir, aku kelihatan seperti berlumuran ludah. Tapi,
Mama bilang, Mama tidak mau anaknya diberi nama ‘ludah’. Jadi, waktu
mendaftarkan namaku, dia diam-diam menggantinya. Mama dan Papa
bertengkar soal namaku setidak-tidaknya satu kali setiap tahun. Kata Papa,
‘HARUSNYA BIAR SAJA KITA NAMAI DIA LUDAH! MEMANG
BEGITU KAN DIA?! TIDAK BERGUNA SEPERTI LUDAH!’, dan Mama
akan bilang, ‘HANYA ORANG SINTING TIDAK BERHATI YANG
MENAMAI ANAKNYA LUDAH!’” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:64)

(19) “.... Papa bukan orang tua yang baik, jadi dia mencoba menamaiku ‘ludah’.
Dia memperlakukan aku seperti ‘ludah’ karena menurut dia, namaku ‘ludah’
dan dia mendoakan agar aku hidup seperti ludah. Tapi Mama mencoba jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

orang tua yang baik, makanya namaku ‘Salva’.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,


2015:232)

Dari teknik dramatik yang telah digunakan pengarang, peneliti dapat

menyimpulkan beberapa sifat atau pun penokohan yang dimiliki oleh tokoh Ava

pada novel Di Tanah Lada. Ava adalah anak kecil yang masih berumur enam tahun.

Selain itu, kedirian Ava juga digambarkan sebagai anak yang penuh rasa ingin tahu.

Apa pun yang tidak dimengerti, akan langsung ditanyakan pada orang dewasa atau

siapa pun yang berada di sekitarnya. Kedirian Ava juga digambarkan dengan selalu

berkata jujur dan apa adanya. Apa pun yang terlintas dalam benaknya maupun

bentuk kekaguman apa pun yang dirasakannya akan selalu ia utarakan. Ava adalah

anak yang penurut. Ia sangat menuruti nasihat atau pun perintah dari sang ibu dan

kakeknya. Di sisi lain, Ava dididik untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia

yang baik oleh Kakek Kia. Lalu kemudian juga dididik untuk berbicara dengan

Bahasa Indonesia yang tepat oleh Kak Suri. Terakhir, sejak dulu kelahiran Ava tidak

diharapkan oleh sang ayah. Hal itu terlihat dari nama yang dulu ingin diberikan sang

ayah kepada dirinya, yaitu ‘saliva’ yang berarti ludah. Ava dianggap seperti sampah

dan tidak berguna.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

2.3 Tokoh dan Penokohan Tokoh Tambahan

2.3.1 Tokoh dan Penokohan Si Anak Pengamen/ P/ Pepper

Tokoh Pepper digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan juga mencakup

kedua teknik, yaitu teknik cakapan dan teknik tingkah laku.

Dengan teknik ekspositori, fisik Pepper dideskripsikan dengan rambut dan

mata yang berwarna coklat. Pepper juga berperawakan kurus dan membawa-bawa

gitar. Fisik Pepper memiliki kemiripan dengan fisik Mas Alri. Berikut kutipannya.

(20) Sebenarnya, kalau dilihat-lihat, Mas Alri dan Pepper mirip sekali. Soalnya,
rambut dan mata mereka sama-sama agak berwarna cokelat. Terus, mereka
juga sama-sama kurus dan membawa gitar. Mungkin, kalau Pepper sudah
besar, dia akan kelihatan seperti Mas Alri. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:95)

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan sifat atau pun penokohan

yang dimiliki oleh tokoh Pepper pada novel Di Tanah Lada. Pepper memiliki bentuk

fisik yang hampir-hampir mirip dengan Mas Alri. Pepper berambut dan bermata

cokelat, berperawakan kurus dan membawa gitar kemana-mana.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Pepper. Pepper memiliki nama asli dengan

satu abjad saja, yaitu P. Dengan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan,

pengarang menggambarkan hal tersebut seperti pada halaman 60-61. Pada halaman

tersebut, Ava menanyakan nama asli Pepper yang kemudian dijawab olehnya bahwa

namanya hanyalah berabjad “P”.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Pepper jugalah anak kecil yang masih berumur 10 tahun. Penokohan ini juga

digambarkan dengan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan. Berikut

kutipannya.

(21) “Kamu berapa tahun?” Aku bertanya kepada anak itu.


“10 tahun.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:23)

Meski masih kecil, Pepper adalah anak yang terkadang berprasangka buruk

kepada orang lain maupun dirinya yang di masa depan. Ia dilukis dengan sikap yang

skeptis dan pesimis. Dengan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan, penulis

menggambarkan kedirian tersebut seperti pada kutipan berikut.

(22) “Nggak akan ketahuan,” katanya. “Kalau sudah main judi, orang nggak ingat
apa-apa lagi. Tadi juga, Mama kamu pergi dari Papa kamu, tapi Papa kamu
nggak sadar. Berarti, dia bisa pergi dari Papa kamu dari tadi. Kalau kata aku
sih, Mama kamu aja yang lupa sama kamu.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:37)

(23) “Aku nggak tahu kenapa, kalau begitu.” Dia berpikir-pikir sebentar.
“Mungkin karena nanti aku juga akan jadi papa. Kalau aku jadi papa, kan,
aku juga jadi jahat. Tapi, kalau sudah jadi papa, nggak ada yang bisa
menghukum aku. Makanya, Papa menghukum aku dari sekarang. Mumpung
masih bisa.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:160)

Di sisi lain, Pepper adalah anak yang cukup di kenal di Rusun Nero. Banyak

orang-orang dewasa yang menyukainya dan senang akan kehadirannya. Keadaan ini

digambarkan dengan teknik dramatik yang mencakup teknik tingkah laku dan teknik

cakapan. Pada halaman 25, Pepper dikenal oleh Mbak-mbak Penjaga Rumah Makan

pada halaman 25. Dikenal oleh salah seorang ibu di Rusun Nero pada halaman 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Dikenal oleh beberapa orang di tempat perjudian dekat Rusun Nero pada halaman

35. Juga dikenal oleh Bapak dan Ibu Penjaga Rusun pada halaman 40

Sama seperti Ava, Pepper juga tumbuh menjadi anak yang tidak pernah

merasakan cinta kasih sang ayah. Hal itu digambarkan pengarang dengan teknik

dramatik yang mencakup teknik cakapan. Berikut kutipannya.

(24) “Kenapa kamu tidak boleh masuk ke kamar kalau ada Papa kamu?”
“Soalnya, nanti dia marah.”
“Kenapa? Kamu berisik, ya?”
Si Anak Pengamen menggeleng. “Nggak, kok. Papa kesal aja kalau lihat
aku.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:39)

(25) “Kok, Papa kamu suka pukul, sih? Pakai setrikaan, lagi,” tanyaku. “Papa aku
juga jahat. Tapi nggak pakai setrikaan pukulnya.”
“Soalnya, Papa nggak sayang aku.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:160)

Ketiadaan cinta kasih sang ayah kepada Pepper dibuktikan dari perlakuan

kasar yang seringkali dirasakan Pepper. Kondisi ini digambarkan penulis

menggunakan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan dan tingkah laku pada

halaman 130-132. Di mana pada halaman tersebut, Ava menyaksikan dengan mata

kepalanya sendiri bagaimana ayah Pepper menyiksa anaknya sendiri. Dengan

menggunakan setrika panas, ayah Pepper membakar lengan Pepper.

Selain tidak dicintai dan sering mendapat perlakuan kasar, Pepper yang masih

kecil bahkan juga dipaksa untuk menjadi tulang punggung bagi dirinya dan ayahnya.

Ia membeli sendiri sepeda dan ponselnya, bahkan membayar biaya sewa rusun yang

seharusnya menjadi kewajiban ayahnya. Kedirian ini dilukis dengan teknik dramatik

yang mencakup teknik cakapan seperti pada halaman 115-116.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

Penderitaan yang dialami Pepper tidak hanya selesai sampai di situ. Sejak

kecil, Pepper sudah ditinggalkan begitu saja oleh ibunya. Ibunya melarikan diri dari

perlakuan kejam sang ayah dan meninggalkan Pepper yang masih kecil. Dengan

teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan, pengarang menggambarkan kedirian

tokoh seperti kutipan berikut.

(26) “Soalnya, buku ini dari Mama aku,” kata Pepper. “Cuma ini yang dia kasih
untuk aku sebelum dia pergi.”
“Mama kamu pergi? Ke mana?”
“Nggak tahu. Tapi dia nggak pernah balik lagi.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:128)

(27) P mengangkat kakinya dan duduk bersila menghadapku. Dia menunduk.


“Kata Mas Alri, Kak Suri ngelahirin aku waktu dia 17 tahun,” katanya.
“Terus, aku dibawa kakaknya Kak Suri yang sudah menikah sama Papa aku.
Tapi, terus kakaknya Kak Suri kabur dari Papa aku.”
“Karena Papa kamu jahat, ya?”
P mengangguk. “Kayaknya begitu,” katanya. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:220)

Di atas segala yang pernah terjadi, Pepper tetap kuat dan tegar menghadapi

segala cobaan dalam hidupnya. Ia tumbuh menjadi anak yang tahan banting terhadap

berbagai masalah meskipun hal itu pedih bagi dirinya. Kedirian ini dilukiskan oleh

pengarang dengan teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan dan teknik

tingkah laku. Berikut kutipannya.

(28) Mas Alri mengangkat bahu. “Di Belanda, ada dinding yang, di sana, tertulis
puisi ini. Puisi ini secantik itu, sampai bangsa lain menuliskannya di tanah
mereka,” katanya. “Sedih. Penuh penderitaan. Tapi, tegar. Persis seperti
kamu.”
Dia menepuk bahu Pepper. “Baca,” katanya. “Nanti kamu paham, betapa
kuatnya kamu selama ini.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:185)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Pepper pada novel Di Tanah Lada. Pepper

memiliki nama asli dengan satu abjad saja, yaitu P. Selain itu, Pepper jugalah anak

kecil yang masih berumur 10 tahun. Meskipun Pepper merupakan anak yang masih

kecil, ia tumbuh menjadi anak yang berprasangka buruk. Di sisi lain, Pepper adalah

anak yang cukup di kenal di Rusun Nero. Banyak orang-orang dewasa yang

menyukainya dan senang akan kehadirannya. Sama seperti Ava, Pepper juga tidak

pernah merasakan cinta kasih sang ayah. Bahkan, ketiadaan cinta kasih sang ayah

kepada Pepper dibuktikan dari perlakuan kasar yang seringkali dirasakan Pepper.

Selain tidak dicintai dan sering mendapat perlakuan kasar, Pepper yang masih kecil

juga dipaksa untuk menjadi tulang punggung bagi dirinya dan ayahnya. Di sisi lain,

Pepper sudah ditinggalkan begitu saja oleh ibunya sejak masih kecil. Di atas segala

yang pernah terjadi, Pepper tetap kuat, tegar, dan tahan banting menghadapi segala

cobaan dalam hidupnya.

2.3.2 Tokoh dan Penokohan Mama Ava

Tokoh Mama Ava digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan juga mencakup

kedua teknik, yaitu teknik cakapan dan teknik tingkah laku.

Dengan teknik ekspositori, Mama Ava digambarkan dengan penokohan yang

selalu mengalah terhadap suami. Setiap keputusan apa pun yang dilontarkan sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

suami tak pernah ia tentang. Dari penokohan yang digambarkan, penulis

menyimpulkan bahwa Mama Ava adalah sosok yang sedikit pengecut. Ia tak

memiliki keberanian untuk melawan suaminya yang jelas-jelas sering melakukan

perbuatan yang salah. Ia bahkan memilih untuk tak melakukan apapun. Berikut

kutipannya.

(29) Tapi Mama bilang kalau Papa tidak pernah mau terima kalau dia salah. Dan,
biasanya, Mama tidak melakukan apa-apa. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:11)

Karena tak memiliki keberanian untuk menentang, Mama Ava selalu

menuruti apa pun yang diperintahkan oleh sang suami. Ia menjadi sosok yang sangat

penurut terhadap suaminya yang bejat. Dengan teknik ekspositori, penulis

menggambarkan kedirian tersebut dalam kutipan berikut.

(30) Kurasa, sebenarnya, bukan aku yang penurut, tapi Mama. Kuharap Mama
tidak terlalu penurut, jadi dia tidak menuruti Papa terus. Papa tidak boleh
dituruti. Kata Kakek Kia, tidak boleh menuruti setan. Papa kan setan.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:79)

Karena selalu mengalah dan menuruti apa pun keputusan sang suami, Mama

Ava pun seringkali menangis. Di mata Ava, sang ibu menangis karena memang

dibuat begitu oleh sang suami. Namun, penulis justru menyimpulkan bahwa Mama

Ava seringkali menangis bukan karena disebabkan oleh sang suami. Ia justru

menangis karena luka batin di dalam perasaannya akibat tidak mampu menolak

apapun kehendak sang suami, serta tak mampu melakukan apa-apa untuk melindungi

dirinya dan Ava dari perlakuan kasar suaminya. Dengan teknik ekspositori dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

teknik dramatik yang mencakup teknik cakapan, penulis menggambarkan kedirian

tersebut seperti pada kutipan berikut.

(31) Mama menangis karena banyak hal. Biasanya, karena Papa.


(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:5)

(32) Sebelum aku menoleh, aku bisa melihat Mama mulai menangis.
“Mama kamu nangis ya, tadi?” kata Si Anak Pengamen.
“Iya. Papa sering membuat Mama menangis.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:37)

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Mama Ava pada novel Di Tanah Lada. Mama

Ava memiliki penokohan yang selalu mengalah terhadap suami. Keputusan apapun

tak berani ia tentang. Ketidakberanian tersebut membuat Mama Ava pun menjadi

tokoh yang selalu menuruti apa pun kehendak suaminya. Segala hal itu pun

menjadikannya tokoh yang selalu menangis. Sebagian besar tangisannya disebabkan

oleh sang suami maupun luka batinnya karena tak mampu menolak apapun kehendak

sang suami, serta tak mampu melakukan apa-apa untuk melindungi dirinya dan Ava

dari perlakuan kasar suaminya.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Mama Ava. Dengan teknik cakapan dan

tingkah laku, Mama Ava dilukis dengan sifat yang sangat menyayangi Ava. Hal itu

dapat dibuktikan pada halaman 6-9. Di mana Mama Ava memiliki kebiasaan untuk

selalu mengantarkan Ava ke tempat tidur setiap malam, menjawab setiap pertanyaan

anaknya yang penuh rasa ingin tahu, mengecup kening anaknya untuk ungkapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

cinta, dan bahkan menyambut anaknya di pagi hari dengan senyuman, kecupan, dan

sapaan selamat pagi.

Selain menyayangi Ava, Mama Ava juga selalu mendukung keputusan

anaknya. Dengan teknik cakapan pada halaman 78-79, pengarang menggambarkan

kedirian tersebut. Di mana saat itu Ava sedang berbicara kepada ibunya untuk

berhenti berbicara menggunakan tata bahasa yang bagus seperti orang besar dan akan

belajar bilang “nggak”. Setelah mendengar hal itu, sang ibu menyetujui keputusan

Ava, mendukungnya, dan bahkan ikut-ikutan untuk berbicara menggunakan bahasa

sehari-hari kepada Ava.

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Mama Ava pada novel Di Tanah Lada. Mama

Ava memiliki sifat yang sangat menyayangi Ava. Bentuk cintanya dilihat dari

tingkah lakunya kepada Ava selayaknya bagaimana seorang ibu memperlakukan

anaknya. Mama Ava juga digambarkan kediriannya sebagai tokoh yang selalu

mendukung keputusan anaknya.

2.3.3 Tokoh dan Penokohan Papa Ava

Tokoh Papa Ava digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan juga mencakup

kedua teknik, yaitu teknik cakapan dan teknik tingkah laku.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Dengan teknik ekspositori, Papa Ava diimajinasikan oleh Ava seperti sosok

hantu, monster, dan setan. Hal ini dapat dibuktikan pada halaman 2-3. Di mana Ava

memandang ayahnya seperti hantu karena sangat menakutkan, juga memandangnya

seperti monster karena bertampang seram, bersikap seperti monster dan sangat kuat.

Pada halaman 33 dan 79, pengarang juga menggambarkan kedirian Papa Ava seperti

setan karena senang melakukan perbuatan yang berdosa, seperti berjudi.

Seperti hantu, monster, dan setan, Papa Ava juga digambarkan sebagai tokoh

yang suka berbuat jahat dan membuat menangis. Dengan teknik ekspositori, kedirian

tokoh ini digambarkan seperti kutipan berikut.

(33) Namanya sama seperti Papa. Dan, seperti Papa, dia juga jahat. Suka membuat
orang menangis. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:9)

Selain itu, Papa Ava juga merugikan keluarganya dengan melakukan

perjudian. Dengan teknik ekspositori dan teknik dramatik yang mencakup teknik

cakapan, pengarang menggambarkan kedirian tersebut seperti pada kutipan berikut.

(34) Papa sih, sudah pasti akan ada di sana. karena dia tidak baik. Jadi, dia akan
berbuat segala hal yang tidak baik, termasuk judi. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:33)

(35) “Papa kamu suka judi, ya?”


Aku mengangguk. “Kata Mama, Papa suka judi. Katanya, itu bukan cara
menghabiskan uang yang baik.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:22)

Terhadap istri dan anaknya, Papa Ava digambarkan kediriannya sebagai

orang yang suka memaksakan kehendak. Segala hal yang ia inginkan harus dituruti.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Jika tak dituruti, dirinya akan mengamuk dan mencelakai orang lain. Kedirian ini

sekali lagi juga digambarkan dengan teknik ekspositori. Berikut kutipannya.

(36) Atau, kalau ada Mama, itu pasti karena Mama terpaksa menemani Papa. Papa
suka memaksa Mama menemani Papa. Bahkan, meskipun Mama tidak mau.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:33)

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Papa Ava pada novel Di Tanah Lada. Tokoh

Papa Ava diimajinasikan oleh Ava seperti hantu, monster, dan setan. Imajinasi

tersebut terbentuk karena ayahnya menakutkan, bertampang seram, bersikap seperti

monster, sangat kuat, dan senang berjudi. Seperti tokoh jahat, Papa Ava dilukis

dengan kedirian yang jahat dan suka membuat orang menangis. Tokoh ini juga

memiliki penokohan yang senang merugikan keluarganya dengan melakukan

perjudian. Terakhir, Papa Ava adalah orang yang suka memaksanakan kehendak.

Karena itu, ia menginginkan agar semua perintahnya harus dituruti.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Papa Ava. Tokoh ini digambarkan

penokohannya sebagai seseorang yang pemarah. Ia tidak hanya marah pada hal-hal

besar, tapi juga pada hal-hal yang kecil. Pelukisan sifat ini menggunakan teknik

dramatik yang mencakup teknik tingkah laku. Berikut kutipannya.

(37) Itu pernah terjadi sekali, dan Papa marah sekali. Dia membanting meja dan
semua makanan di piring kami jadi berantakan. Jadinya, tidak ada yang
makan pada malam itu. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Selain pemarah, Papa Ava juga tidak bisa menghargai orang lain dengan baik.

Hal ini dibuktikan oleh pengarang dengan teknik dramatik berupa teknik cakapan

seperti pada kutipan berikut.

(38) “Misalnya, dulu, Om Ari kerja siang-malam untuk Papa, tapi Papa hanya
memberinya uang sedikit sekali. Harusnya tidak boleh begitu.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:8)

Karena tidak pernah menghargai orang lain, lontaran pernyataan kasar dapat

begitu saja keluar dari mulutnya. Istri maupun anaknya tak pernah luput dari caci

makinya. Pengarang menggambarkan penokohan ini dengan menggunakan teknik

dramatik berupa teknik cakapan. Berikut kutipannya. (Pada kutipan no 39 dan 40,

kutipan langsung yang ditulis dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti yang

tertulis dalam novel).

(39) “MASIH INGAT! KARENA KERJAAN DIA CUMA MALAS-MALASAN


MENGHABISKAN UANGKU! COBA KAU DIDIK DIA UNTUK BEKERJA!
BUKAN UNTUK JADI PEMALAS SEPERTIMU!”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:16)

(40) “HEI! SI PEMALAS ITU KABUR KE KAMAR KITA! KELUAR KAU!”


(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:17)

(41) “Hei! Anak sialan itu masih di pintu! Menguping, dia! Itulah hasil
didikanmu!” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:17)

Sifat Papa Ava yang tak pernah menghargai orang lain membuatnya selalu

memutuskan sesuatu yang melibatkan orang lain secara mendadak tanpa berdiskusi

dengan orang tersebut. Hal ini dapat dibuktikan pada halaman 10-11. Di mana Papa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

Ava yang telah menerima warisan membuat keputusan mendadak untuk pindah

rumah. Ia membuat keputusan tersebut demi kepentingannya sendiri, tak peduli

apakah keputusannya tersebut berdampak buruk pada istri dan anaknya. Di halaman

15-16, Papa Ava mempertegas keputusan mendadaknya itu dengan mengatakan

sudah menjual rumah lamanya dan akan tinggal di Rusun Nero yang berlokasi dekat

dengan rumah perjudian yang disebut kasino.

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Papa Ava pada novel Di Tanah Lada. Papa Ava

adalah tokoh yang digambarkan sebagai sosok yang pemarah. Ia mudah marah

bahkan pada hal-hal kecil sekalipun. Ia juga bukanlah seseorang yang menghargai

orang lain. Tidak menghargai orang lain membuat Papa Ava juga sering

mengucapkan perkataan kasar bahkan caci maki kepada istri dan anaknya. Terakhir,

sifatnya yang tak menghargai orang lain juga membuatnya sering membuat

keputusan mendadak yang melibatkan orang lain tanpa mendiskusikannya pada

orang tersebut. Ia tak pernah peduli bahkan jika keputusan tersebut membawa

dampak buruk terhadap orang yang dilibatkan dalam rencananya.

2.3.4 Tokoh dan Penokohan Kakek Kia

Tokoh Kakek Kia digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan juga mencakup

kedua teknik, yaitu teknik cakapan dan teknik tingkah laku.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

Dengan teknik ekspositori, Kakek Kia pertama-tama digambarkan

kediriannya sebagai orangtua dari pihak Papa Ava. Bagi Ava, Kakek Kia justru

adalah orang yang baik, tidak seperti ayahnya. Berikut kutipannya.

(42) Kakek Kia adalah papanya Papa. Dia baik, tidak seperti Papa.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:5)
Kakek Kia adalah tokoh yang pintar di mata Ava. Karena hal itu, Kakek Kia

menjadi sosok idola bagi Ava. Ia mengagumi Kakek Kia karena kepintarannya.

Dengan teknik ekspositori, pengarang menggambarkan kedirian tersebut seperti pada

kutipan berikut.

(43) Udara malam hari sudah terasa dingin. Kalau di Jakarta, itu artinya, sudah
sekitar tengah malam. Aku tahu itu dari Kakek Kia. Soalnya, kata Kakek Kia,
dia bisa mengetahui saat itu jam berapa dari seberapa dingin udaranya. Aku
sih melihat jam saja, kadang masih tidak bisa tahu saat itu jam berapa. Kakek
Kia pintar sekali. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:168)

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Kakek Kia pada novel Di Tanah Lada. Kakek

Kia adalah ayah dari pihak Papa Ava. Menurut Ava, Kakek Kia adalah orang yang

baik padanya, tidak seperti ayahnya. Selain itu, tokoh ini memiliki penokohan yang

sangat pintar di mata Ava. Karena itu, Ava menganggapnya seperti idola. Ava

mengagumi Kakek Kia karena kepintarannya.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Kakek Kia. Tokoh ini digambarkan

kediriannya sebagai sosok pengajar pribadi Bahasa Indonesia bagi Ava. Ia


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

membimbing Ava mempelajari kosakata ataupun pribahasa simpel yang tidak

dimengerti oleh Ava. Dengan teknik dramatik berupa teknik tingkah laku, pengarang

menggambarkan penokohan ini seperti pada halaman 2, 5, dan 19. Di mana Ava

mengingat setiap ajaran Kakek Kia tentang ‘terang yang menandakan panas’, ‘ambil

bagian’ yang berarti ‘turut serta dalam suatu kejadian’, dan juga ‘butuh angin’ yang

berarti ‘sedang butuh jalan-jalan’.

Selain mengajari Ava tentang kosakata ataupun pribahasa, Ava juga diajari

untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut

Kakek Kia, berbicara dengan baik artinya berbicara dengan sopan. Dengan teknik

dramatik berupa teknik cakapan, pengarang menggambarkan kedirian tersebut seperti

pada kutipan berikut.

(44) “Mama dan Kakek Kia selalu menyuruhku bicara seperti ini. Katanya aku
tidak boleh bicara seperti anak-anak di sekolah, karena cara bicara mereka
kurang baik.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:24)

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Kakek Kia pada novel Di Tanah Lada. Bagi

Ava, Kakek Kia adalah sosok pengajar pribadi yang selalu mengajarkan Bahasa

Indonesia kepadanya. Kakek Kia membimbing Ava dalam mempelajari banyak

kosakata maupun pribahasa Bahasa Indonesia. Selain itu, Kakek Kia juga

digambarkan penokohannya sebagai orang yang selalu mengajari Ava untuk

berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurutnya,

berbicara dengan baik artinya berbicara dengan sopan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

2.3.5 Tokoh dan Penokohan Kak Suri

Tokoh Kak Suri digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan hanya berupa

teknik cakapan.

Dengan teknik ekspositori, gambaran fisik Kak Suri digambarkan secara

gamblang oleh pengarang. Hal ini dapat dibuktikan pada halaman 63 dan 69. Di

mana Kak Suri memiliki rambut hitam yang panjang dan berponi, berparas cantik,

dan berkulit putih dengan mata yang menyipit saat sedang tersenyum. Selain

gambaran fisik, pengarang juga menggambarkan karakteristik lain pada tokoh Kak

Suri, yaitu bahwa ia pintar berbahasa Inggris, mengajari Pepper Bahasa Inggris setiap

hari Jumat, tidak bisa memasak, dan masih kuliah.

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan sifat atau pun penokohan

yang dimiliki oleh tokoh Kak Suri pada novel Di Tanah Lada. Kak Suri memiliki

fisik dengan rambut hitam panjang dan berponi, berparas cantik, berkulit putih

dengan mata yang menyipit saat tersenyum. Ia juga pintar berbahasa Inggris,

mengajari Pepper Bahasa Inggris setiap Jumat, tidak bisa memasak, dan masih

kuliah.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Kak Suri. Tokoh ini kemudian menjadi

seorang yang mengajari Ava untuk berbicara Bahasa Indonesia dengan tepat. Dengan

teknik dramatik berupa teknik cakapan, pengarang membuktikan hal ini pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

halaman 66. Menurutnya, Ava harus berbicara dengan menyesuaikan cara bicara

lawan bicara. Ava tidak harus menggunakan tata bahasa yang benar karena tidak

semua orang bisa mengikuti tata bahasa yang benar. Itulah yang disebut-sebut Kak

Suri sebagai berbicara Bahasa Indonesia dengan tepat.

Tokoh Kak Suri juga adalah sosok yang digambarkan sangat peduli pada

Pepper. Ia peka dan mengetahui jika ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada diri

Pepper. Hal ini dapat dibuktikan di halaman 67-68. Dengan menggunakan teknik

dramatik berupa teknik cakapan, Kak Suri menyadari bahwa Pepper sudah

menggunakan perekat luka baru. Di sana, Kak Suri terus mendesak Pepper untuk

menceritakan apa yang terjadi sehingga ia bisa mendapat luka. Dari penokohan

tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa tindakan Kak Suri tersebut merupakan salah

satu bentuk kepedulian dirinya kepada Pepper.

Di sisi lain, Kak Suri juga adalah seorang anak muda yang memiliki serta

terlibat dalam pergaulan bebas. Ia bahkan melakukan seks bebas bersama laki-laki

yang berlainan. Pengarang menggambarkan penokohan ini dengan menggunakan

teknik dramatik berupa teknik cakapan dan teknik tingkah laku. Berikut kutipannya.

(45) “Kamu mana bisa membesarkan anak sementara kerjaan kamu setiap hari
gonta-ganti teman tidur!” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:138)

(46) “Siapa, nih?” Ada seorang laki-laki yang keluar dari kamar Kak Suri. Aku
tidak pernah melihatnya. Dan, dari tampangnya, sepertinya Pepper juga tidak
mengenalnya. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:133)

Di akhir cerita, diketahuilah sebuah fakta mengejutkan bahwa Kak Suri

adalah ibu kandung Pepper yang sebenarnya. Hal ini dibuktikan oleh pengarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

dengan menggunakan teknik dramatik berupa teknik cakapan seperti pada kutipan

berikut.

(47) Sekarang P memandangku lagi. Dia bilang, “Mama aku Kak Suri.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:220)

(48) “Kata Mas Alri, Kak Suri ngelahirin aku waktu dia 17 tahun,” katanya.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:220)

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Kak Suri pada novel Di Tanah Lada. Kak Suri

adalah tokoh yang mengajarkan Ava untuk berbicara menggunakan Bahasa

Indonesia secara tepat. Maksudnya, Ava harus berbicara dengan menyesuaikan cara

bicara lawan bicara. Selain itu, Kak Suri memiliki penokohan yang sangat peduli

kepada kondisi P. Ia peka dan mengetahui jika ada sesuatu yang tidak beres terjadi

pada diri Pepper. Di sisi lain, Kak Suri juga digambarkan kediriannya sebagai orang

yang memiliki pergaulan yang sangat bebas. Ia bahkan melakukan seks bebas

bersama laki-laki yang berlainan. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan

bahwa sebenarnya Kak Suri adalah ibu kandung Pepper yang sebenarnya. Ia

melahirkan Pepper pada saat ia berusia 17 tahun.

2.3.6 Tokoh dan Penokohan Mas Alri

Tokoh Mas Alri digambarkan kediriannya dengan menggunakan teknik

ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik yang digunakan hanya berupa

teknik cakapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

Dengan teknik ekspositori, gambaran fisik Mas Alri digambarkan secara

gamblang oleh pengarang. Hal ini dapat dibuktikan pada halaman 95. Di mana Mas

Alri digambarkan kedirinnya sebagai seseorang yang kurus, tinggi, bermata dan

berambut coklat yang berantakan. Seperti Pepper, ia juga membawa gitar di

punggungnya.

Selain itu, pengarang juga menggambarkan penokohan Mas Alri sebagai

sosok yang baik dan disukai Ava. Menurut Ava, permainan gitar yang dimainkan

juga bagus didengar. Dengan teknik ekspositori, hal ini dibuktikan pada kutipan

berikut.

(49) Aku suka sekali dengan Mas Alri. Dia baik, dan dia tidak punya nama
pasangan dengan Pepper. Main gitarnya juga bagus sekali. Aku tidak bisa
main gitar, sih, tapi kurasa dia mainnya bagus. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:98)

Melalui teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Mas Alri pada novel Di Tanah Lada. Mas Alri

adalah seseorang dengan fisik yang kurus, tinggi, bermata dan berambut coklat yang

berantakan. Seperti Pepper, ia juga membawa gitar di punggungnya. Di sisi lain, Mas

Alri adalah tokoh yang baik dan disukai Ava. Permainan gitar yang dimainkan juga

bagus didengar.

Selain itu, pengarang juga menggunakan teknik dramatik untuk

menggambarkan kedirian lain dari tokoh Mas Alri. Mas Alri adalah orang yang

menyayangi Pepper. Sikap maupun tindakannya menunjukkan rasa sayang dan

kepedulian pada Pepper. Hal ini dapat dilihat penokohannya dengan teknik dramatik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

berupa teknik cakapan pada halaman 25. Di mana Mas Alri sudah menitipkan uang

kepada Mbak-mbak Penjaga Rumah Makan sebagai bayaran atas makan siang

Pepper. Jadi, Pepper yang sudah makan di rumah makan itu tidak perlu membayar

makanannya sendiri.

Selain itu, Mas Alri juga mempunyai pekerjaan sebagai penyanyi lokal. Ia

bernyanyi di tempat-tempat tertentu yang mengundangnya untuk bernyanyi, seperti

tempat makan ataupun hotel. Dengan teknik dramatik berupa teknik cakapan,

pengarang menggambarkan kedirian tokoh ini pada halaman 96.

Di tengah cerita, Ava dan Pepper yang sedang melalang buana di area stasiun

pun ditemukan oleh Mas Alri. Secara tidak langsung, Mas Alri merupakan tokoh

yang digambarkan kediriannya sebagai sosok “penyelamat” bagi Ava dan Pepper

yang hendak melakukan perjalanan yang berbahaya. Penyelamatan ini tentunya

disadari oleh Mas Alri karena tidak ingin membiarkan mereka yang masih kecil

melakukan perjalanan menyebrang pulau hanya berdua saja. Akhirnya, Mas Alri

memutuskan untuk mengantarkan Ava dan Pepper menuju rumah Nenek Isma.

Pelukisan penokohan ini dibuktikan dengan teknik dramatik berupa teknik cakapan

dan tingkah laku pada halaman 180-185.

Di akhir cerita, diketahuilah sebuah fakta mengejutkan bahwa Mas Alri

adalah ayah kandung yang sebenarnya dari Pepper. Hal ini dibuktikan oleh

pengarang dengan menggunakan teknik dramatik berupa teknik cakapan seperti pada

kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

(50) “Papa aku Mas Alri,” kata P. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:221)

Melalui teknik dramatik, peneliti menyimpulkan beberapa sifat atau pun

penokohan yang dimiliki oleh tokoh Mas Alri pada novel Di Tanah Lada. Mas Alri

adalah orang yang menyayangi Pepper. Sikap dan tindakannya mencerminkan rasa

sayangnya. Selain itu, Mas Alri adalah seorang penyanyi lokal. Ia melakukan

pekerjaannya di rumah makan ataupun di hotel yang mengundangnya. Tokoh ini juga

merupakan sosok “penyelamat” bagi Ava dan Pepper yang hendak melakukan

perjalanan yang berbahaya. Ava dan Pepper yang hendak menuju rumah Nenek Isma

pun diantarkan oleh Mas Alri. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan

bahwa sebenarnya Mas Alri adalah ayah kandung Pepper yang sebenarnya

Kehadiran para tokoh tambahan dalam novel Di Tanah Lada ini sebagian

besar menyebabkan terjadinya konflik batin pada diri tokoh utama. Untuk itu,

melalui penokohan-penokohan para tokoh tambahan ini pula, peneliti akan

menganalisis apa saja penokohan pada kedirian tokoh tambahan tersebut yang

membuat tokoh utama tidak mendaparkan kebutuhan-kebutuhan dasar sehingga ia

mengalami konflik batin pada hidupnya.

2.4 Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, merujuk pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:216). Tahap


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan, atau penunjukkan

latar agar pijakan cerita dapat semakin konkret dan jelas. Hal ini membuat pembaca

mudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya (Nurgiyantoro, 1995:217).

Unsur latar menurut Nurgiyantoro (1995:227-237) dibagi kedalam tiga unsur

pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan

dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya fiksi. Latar

sosial merujuk pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat dalam

karya fiksi.

2.4.1 Latar Tempat

Latar tempat yang mendominasi cerita sekaligus yang berkaitan pada diri

tokoh utama terdiri dari dua, yaitu latar Jakarta dan Bandar Lampung.

a. Latar Jakarta

Latar Jakarta yang dilalui oleh tokoh Ava terdiri Rusun Nero, Tempat Judi,

Hotel Kristal, Rumah Sakit, Rumah Bapak dan Ibu Tukang Sate, Stasiun Dekat

Monas, hingga Pelabuhan dan Kapal.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

1) Rusun Nero

Rusun Nero digambarkan oleh pengarang sebagai tempat tinggal yang

mengerikan. Hal itu dikarenakan memang terdapat banyak hal-hal buruk di Rusun

Nero. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut.

(51) Tante Lisa bilang, seharusnya aku senang, karena Rusun Nero mengerikan.
Ada banyak hantu, orang jahat (termasuk Papa), dan serigala di Rusun Nero.
Rusun Nero bisa roboh kapan saja. Rusun Nero kotor dan bikin sakit.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:92)

(52) Kami kembali ke Rusun Nero. Aku tak percaya betapa mengerikannya tempat
ini. Sepertinya, setiap retakan di dinding itu mengeluarkan kutu. Selokan bau
di pinggirnya, tumpukan sampah di sana-sini, lalat yang berdenging...
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:101)

Rusun Nero juga digambarkan oleh pengarang sebagai tempat tinggal yang

akan dihuni oleh Ava sekeluarga setelah menerima warisan dari kematian kakeknya.

Sang ayah menyeret secara paksa istrinya dan Ava untuk tinggal di Rusun Nero.

Alasan yang membuat sang ayah ingin tiba-tiba tinggal di tempat ini hanyalah karena

lokasinya yang dekat dengan kasino atau tempat perjudian. Pengarang melukiskan

hal ini seperti pada halaman 13-17.

Selain itu, Rusun Nero juga merupakan tempat di mana Ava sering

ditinggalkan sendirian oleh kedua orangtuanya. Papa Ava biasanya memaksa Mama

Ava untuk menemaninya ke mana pun ia pergi. Tentunya Papa Ava hanya ingin

ditemani oleh istrinya saja, tidak dengan Ava. Karena ketidak kuasaan Mama Ava

untuk menolak paksaan sang suami, Ava pun akhirnya selalu sendirian di Rusun

Nero. Pada halaman 27-28, Ava yang baru saja pulang dari mencari makan siang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

menemukan pintu kamarnya sudah terkunci dan tidak ada Mama Ava yang

menjawab panggilannya. Belakangan baru diketahui bahwa Mama Ava sedang

menemani suaminya di tempat judi. Pada halaman 57, Papa Ava kembali memaksa

Mama Ava untuk menemaninya mencari makan. Ava sekali lagi ditinggalkan begitu

saja.

Karena beberapa kali ditinggalkan sendirian, Rusun Nero juga menjadi saksi

bisu dari pertemuan pertama Ava dan Pepper. Pertemuan pertama itu dimulai di

rumah makan yang terletak persis di sebelah Rusun Nero. Ava yang saat itu sedang

makan bertemu dengan Pepper yang kala itu juga ingin makan. Ava tidak bisa

memakan makanannya sendiri karena ketidakmampuannya untuk memisahkan

daging ayam dan tulangnya. Pepper yang kemudian menyadari hal itu pun

meninggalkan makanannya sendiri dan membantu Ava untuk makan. Di sana,

mereka berkenalan dan akhirnya menjadi teman. Pengarang menggambarkan latar

tersebut seperti pada halaman 20-26.

Rusun Nero juga disebut-sebut oleh Mas Alri sebagai tempat di mana orang-

orang tak waras berkumpul. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut.

(53) “Nggak tahu,” katanya. “Tinggalnya di Rusun Nero, sih.”


Mas Alri mengangguk dan tertawa lagi. “Tempat orang-orang nggak waras
berkumpul.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:100)

Terakhir, Rusun Nero juga menjadi tempat di mana Ava melihat dengan mata

kepalanya sendiri penyiksaan ayah Pepper kepada diri Pepper. Pepper saat itu disiksa

oleh ayahnya dengan menggunakan setrika panas. Setelah itu, Ava dan Pepper
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

dengan cepat melarikan diri ke kamar Kak Suri. Ava bersama Kak Suri, kemudian

membawa Pepper ke rumah sakit. Pengarang menggambarkan latar tersebut seperti

pada halaman 130-136.

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Ava memandang Rusun

Nero sebagai tempat mengerikan karena memang terdapat banyak hal-hal buruk di

sana. seperti hantu, orang jahat, serigala, berpotensi roboh, kotor dan membuat sakit,

retakan dinding yang mengeluarkan kutu, selokan bau, tumpukan sampah di sana-

sini, serta lalat-lalat yang berdenging di sekitar tempat itu. Rusun Nero juga

merupakan tempat tinggal yang akan dihuni oleh Ava sekeluarga setelah menerima

warisan dari kematian kakeknya. Selain itu, Rusun Nero juga merupakan tempat di

mana Ava sering ditinggalkan sendirian oleh kedua orangtuanya. Karena beberapa

kali ditinggalkan sendirian, Rusun Nero juga menjadi saksi bisu dari pertemuan

pertama Ava dan Pepper. Rusun Nero juga disebut-sebut oleh Mas Alri sebagai

tempat di mana orang-orang tak waras berkumpul. Terakhir, Rusun Nero juga

menjadi tempat di mana Ava melihat dengan mata kepalanya sendiri penyiksaan

ayah Pepper kepada diri Pepper.

2) Tempat Judi

Tempat Judi dalam novel Di Tanah Lada digambarkan sebagai tempat

perjudian di mana orang-orang melakukan dua jenis permainan, yaitu judi kartu dan

judi ayam. Pengarang menggambarkan hal ini seperti pada kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

(54) “Tergantung kamu mau main yang mana. Bisa pakai ayam. Seringnya sih
pakai kartu. Kalau jam segini, biasanya mereka lagi main yang pakai ayam,
tuh. Kalau yang pakai kartu, biasanya malam-malam banget mainnya.”
“Oh ya? Kalau pakai ayam, bagaimana mainnya?”
“Kamu nggak main, sih. Cuma ngeliatin ayam berantem saja.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:31)

Selain itu, Tempat Judi adalah tempat di mana Ava menemukan ayah dan

ibunya. Saat itu, Ava tidak dapat menemukan orangtuanya di Rusun Nero (hlm 27-

28), sehingga Pepper mengusulkan untuk mencari kedua orangtua Ava di Tempat

Judi. Di sana, Ava menemukan ayahnya yang sedang asyik berjudi dan ibunya yang

terpaksa menemaninya. Ava sempat bercakap-cakap sebentar bersama ibunya. Mama

Ava mengatakan bahwa ia tidak bisa meninggalkan Papa Ava. Karena jika Mama

Ava meninggalkan suaminya begitu saja di Tempat Judi, Papa Ava akan mengamuk

dan memukul mereka berdua. Ava pun diminta untuk menunggu di Rusun Nero

sampai kedua orangtuanya kembali. Ava menurut dan pulang kembali ke Rusun Nero

bersama Pepper. Latar ini digambarkan oleh pengarang pada halaman 34-37.

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Tempat Judi digambarkan

sebagai tempat perjudian di mana orang-orang melakukan dua jenis permainan, yaitu

judi kartu dan judi ayam. Selain itu, Tempat Judi adalah tempat di mana Ava

menemukan ayah dan ibunya


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

3) Hotel Kristal

Hotel Kristal dalam novel Di Tanah Lada merupakan tempat di mana Ava

dan ibunya melarikan diri dari ayahnya di Rusun Nero. Pengarang menggambarkan

hal ini seperti pada kutipan berikut.

(55) Aku bertanya lagi pada Pak Koki yang Sedang Masak Telur (ada banyak
sekali telur yang harus dia masak hari itu). Pak Koki menjawab, “Ini Hotel
Kristal.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:86).

Selain itu menjadi tempat tujuan Ava dan Mama Ava setelah melarikan diri

dari Papa Ava, Hotel Kristal juga menjadi tempat di mana Ava dan ibunya bertemu

dengan Tante Lisa dan Om Ari. Tante Lisa adalah kakak dari Papa Ava, sementara

Om Ari adalah adik dari Mama Ava. Ava mendengar bahwa Tante Lisa dan Om Ari

menyarankan Mama Ava untuk menceraikan Papa Ava saja. Ketika Ava

“disingkirkan” dari pembicaraan orang dewasa, Ava menelpon Pepper, memberitahu

di mana posisinya pada Pepper, serta memutuskan untuk memanggil nama Pepper

dengan “Pepper”. Ketika Mama Ava sedang tidur siang, Ava keluar kamar diam-

diam untuk turun ke lobi hotel. Di sana, ia bertemu dengan Pepper dan Mas Alri

yang datang mengunjunginya. Ketika Pepper akan kembali ke Rusun Nero, Ava

mengalami pertentangan batin melihat ia akan berpisah dari Pepper. Ava ingin

bermain bersama Pepper, tapi ia tidak bisa meninggalkan ibunya begitu saja.

Akhirnya, Ava memutuskan untuk ikut Pepper pulang ke Rusun Nero. Setelah

memberitahu ke mana ia akan pergi lewat SMS, Ava meninggalkan Mama Ava di

Hotel Kristal. Latar ini digambarkan oleh pengarang pada halaman 75-99.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Hotel Kristal merupakan

tempat di mana Ava dan ibunya melarikan diri dari ayahnya di Rusun Nero. Selain

itu, Hotel Kristal merupakan tempat di mana Ava bertemu dengan Tante Lisa dan

Om Ari, juga bertemu dengan Pepper dan Mas Alri. Ava mengalami konflik batin

karena harus memilih untuk mengikuti Pepper atau tetap bersama ibunya di hotel.

Akhirnya, Ava memutuskan untuk ikut pulang bersama Pepper ke Rusun Nero

meninggalkan Mama Ava di hotel.

4) Rumah Sakit

Rumah Sakit dalam novel Di Tanah Lada merupakan tempat tujuan Ava dan

Kak Suri untuk mendapat pengobatan bagi Pepper setelah disiksa oleh ayahnya.

Pepper yang mengalami luka bakar akibat tangannya disetrika oleh ayahnya langsung

dilarikan ke Rumah Sakit oleh Ava dan Kak Suri. Pengarang menggambarkan hal ini

seperti pada kutipan berikut.

(56) Taksi datang sekitar satu jam kemudian. Kami berangkat ke rumah sakit.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:136)

(57) Aku tidak boleh masuk UGD. Katanya, hanya dokter dan perawat yang boleh
masuk. Karena aku bukan dokter dan perawat, aku tidak boleh masuk.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:137)

Di Rumah Sakit, Ava yang sedang menunggu Pepper menyaksikan

pertengkaran Mas Alri dan Kak Suri. Mereka memperdebatkan apa yang terjadi pada

Pepper jika ayah Pepper diringkus oleh polisi. Di tengah-tengah pertengkaran,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

Pepper yang sudah mendapatan perawatan mengajak Ava pergi ke kantin rumah sakit

meninggalkan Mas Alri dan Kak Suri. Di kantin, Ava diberitahu oleh Pepper bahwa

ia tidak akan pernah lagi kembali ke Rusun Nero. Pepper akan melakukan perjalanan

ke tempat berbintang di mana harapan akan terkabul. Untuk melakukan perjalanan

tersebut, Pepper akan menjual ponselnya. Setelah mendengar hal itu, Ava merasakan

sebuah pertentangan batin. Ava harus kembali menemui ibunya, tapi ia juga tidak

mau berpisah dengan Pepper. Apalagi Pepper akan semakin susah dicari setelah

menjual ponselnya. Ava pun akhirnya memutuskan untuk pergi bersama Pepper

menuju rumah Nenek Isma di Bandar Lampung. Mereka pergi ke rumah Nenek Isma

karena di sana terdapat banyak bintang yang bisa mengabulkan harapan. Latar ini

digambarkan oleh pengarang pada halaman 137-156.

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Rumah Sakit merupakan

tempat tujuan Ava dan Kak Suri untuk mendapat pengobatan bagi Pepper setelah

disiksa oleh ayahnya. Selain itu, Ava kemudian menyaksikan pertengkaran Mas Alri

dan Kak Suri mengenai diri Pepper. Pepper yang sudah mendapat perawatan

mengajak Ava ke kantin rumah sakit. Di sana, Ava dan Pepper memutuskan untuk

bersama-sama melakukan perjalanan ke rumah Nenek Isma di Bandar Lampung di

mana terdapat banyak bintang yang bisa mengabulkan harapan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

5) Rumah Pak dan Bu Tukang Sate

Rumah Pak dan Bu Tukang Sate dalam novel Di Tanah Lada merupakan

tempat peristirahatan pertama Ava dan Pepper setelah melarikan diri bersama dari

rumah sakit. Rumah tersebut memiliki dua kamar. Satu kamar untuk ditinggali Pak

dan Bu Tukang Sate, satunya lagi untuk kamar tamu. Berikut kutipannya.

(58) Sepanjang jalan, dia menceritakan soal rumahnya. Katanya, rumahnya tidak
besar, tapi nyaman. Kamarnya ada dua. Satu ditempati Pak dan Bu Tukang
Sate. Satunya untuk anak mereka. Tapi, karena anak mereka sudah tidak
tinggal bersama mereka lagi, sekarang kamar itu dipakai untuk kamar tamu.
Sekarang, tidak ada tamu. Jadi, kamarnya kosong.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:165)

Pak dan Bu Tukang Sate melihat bahwa Ava dan Pepper hendak tidur di

masjid. Maka, Pak dan Bu Tukang Sate menawarkan tempat untuk tidur bagi mereka.

Pengarang menggambarkan hal ini seperti pada kutipan berikut.

(59) “Suruh tidur di rumah saja, Bu,” saran Pak Tukang Sate.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:163)

(60) Kami, akhirnya, masuk ke dalam rumah. Aku baru sadar kalau aku
kedinginan. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:168)

Dini hari setelah tidur, Pepper memberitahu Ava bahwa ia mendengar Pak

dan Bu Tukang Sate akan melaporkan Ava dan Pepper kepada polisi. Karena takut

dimasukkan ke penjara, Ava dan Pepper memutuskan untuk kembali melarikan diri

pada jam 6 pagi saat Ibu berangkat ke pasar. Pengarang menggambarkan latar

tersebut seperti pada kutipan berikut.

(61) “Mungkin,” kata Pepper pelan. “Tapi, kayaknya kita nggak bakal bisa ke
rumah Nenek Isma.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

“Kenapa?”
“Soalnya, si Ibu mau melapor ke polisi,” kata Pepper. “Kalau kita dilaporkan
ke polisi, berarti kita harus masuk penjara.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:169)

(62) “Kita bisa pergi nanti,” kata Pepper, buru-buru. Sepertinya, dia tahu kalau
aku mengantuk. “Nanti, sekitar jam 6, waktu Ibu pergi ke pasar, kita kabur.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:171)

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Rumah Pak dan Bu Tukang

Sate merupakan tempat peristirahatan pertama Ava dan Pepper setelah melarikan diri

bersama dari rumah sakit. Rumah tersebut memiliki dua kamar. Kamar pertama

ditinggali Pak dan Bu Tukang Sate, sementara kamar lain dipakai sebagai kamar

tamu. Rumah Pak dan Bu Tukang Sate juga menjadi tempat penawaran dari mereka

untuk ditinggali satu malam oleh Ava dan Pepper. Kemudian, Pepper dan Ava

ketakutan untuk dimasukkan ke penjara oleh polisi karena Pak dan Bu Tukang Sate

akan melaporkan mereka. Untuk itu, mereka melarikan diri dari rumah tersebut pada

jam 6 pagi saat Ibu berangkat ke pasar.

6) Stasiun Dekat Monas

Stasiun Dekat Monas dalam novel Di Tanah Lada merupakan tempat tujuan

Ava dan Pepper setelah melarikan diri dari rumah Pak dan Bu Tukang Sate. Di sana,

mereka langsung memesan tiket kereta untuk keberangkatan. Berikut kutipannya.

(63) Kami masuk ke dalam stasiun. Sepertinya, Pepper sudah tahu betul jalan di
dalamnya. Soalnya, dia langsung ke tempat penjualan tiket.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:177)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Selain itu, Stasiun Dekat Monas juga merupakan tempat di mana Mas Alri

menemukan Ava dan Pepper. Pengarang menggambarkan kondisi tersebut seperti

pada kutipan berikut.

(64) Kami berdua mengangkat kepala. Di belakang kami, Mas Alri berdiri.
Kelihatan menjulang. Wajahnya merah. Seperti Pepper, waktu kecapekan
mengayuh sepeda. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:179)

Stasiun Dekat Monas juga merupakan tempat di mana Mas Alri melarang

Ava dan Pepper melanjutkan perjalanan. Tiket yang sudah dibeli oleh Pepper pun

dikembalikan oleh Mas Alri. Pada mulanya, Mas Alri mengatakan akan

mengantarkan Ava ke rumah Om Ari. Mas Alri juga mendesak Pepper untuk tinggal

bersama-sama dengannya di Bandung. Ada pertentangan batin yang terjadi pada diri

Ava setelah mendengar hal itu. Ava merasa sedih karena ia akhirnya akan berpisah

dengan Pepper, namun ia juga merasa senang karena Pepper akan tinggal bersama

Mas Alri yang akan menjaganya dengan baik. Meski begitu, Pepper menolak tawaran

Mas Alri karena dirinya masih ingin ke rumah Nenek Isma menemani Ava agar

dapat melihat bintang yang dapat mengabulkan permohonan. Mendengar hal itu, Mas

Alri pun setuju untuk mengantarkan mereka berdua ke rumah Nenek Isma.

Penggambaran kejadian pada latar ini dapat dibuktikan pada halaman 180-183.

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Stasiun Dekat Monas adalah

tempat tujuan Ava dan Pepper setelah melarikan diri dari rumah Pak dan Bu Tukang

Sate. Di tempat yang sama, Mas Alri menemukan Ava dan Pepper. Stasiun Dekat

Monas juga adalah tempat di mana Mas Alri melarang Ava dan Pepper melanjutkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

perjalanan. Mas Alri akan mengantar Ava ke rumah Om Ari sementara Pepper akan

dibawanya untuk tinggal bersama di Bandung. Pepper menolak hal itu karena ia

masih ingin menemani Ava ke rumah Nenek Isma. Akhirnya, Mas Alri pun setuju

untuk mengantarkan mereka berdua ke rumah Nenek Isma.

7) Kapal

Kapal dalam novel Di Tanah Lada adalah kendaraan yang digunakan oleh

Ava, Pepper, dan Mas Alri menuju rumah Nenek Isma. Pengarang menggambarkan

latar ini seperti pada kutipan berikut.

(65) “Di mana?” katanya pelan, dengan suara mengantuk.


“Di kapal,” sahut Mas Alri. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:190)

Setelah Mas Alri tertidur dalam kapal, Ava dan Pepper ke lantai atas. Lantai

atas hanya diisi ruangan yang digunakan sebagai mushola. Di sana, Ava dan Pepper

bersama-sama mengartikan makna dari puisi Aku karya Chairil Anwar. Pemahaman

makna puisi dibantu oleh kamus Bahasa Indonesia milik Ava. Penggambaran kondisi

dalam latar ini dapat dibuktikan pada halaman 191-194.

Setelah Pepper tertidur, Ava selanjutnya menghabiskan waktu bersama

dengan Mas Alri yang sudah terbangun. Ava mengajak Mas Alri untuk mencari

nama sungguhan yang dapat disandang sebagai nama Pepper kelak. Pengarang

menggambarkan hal ini seperti pada kutipan berikut.

(66) “Mas Alri,” kataku, “kita cari nama untuk Pepper, yuk.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Dia tersenyum, mengangguk, dan menhabiskan sisa waktu sisa waktu kami
mengapung-ngapung di atas lautan sambil membaca buku kamus untuk
mencari nama. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:200)

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Kapal adalah kendaraan yang

digunakan oleh Ava, Pepper, dan Mas Alri menuju rumah Nenek Isma. Di kapal,

Ava dan Pepper sempat bersama-sama mengartikan makna dari puisi Aku karya

Chairil Anwar. Pemahaman makna puisi dibantu oleh kamus Bahasa Indonesia milik

Ava. Setelah Pepper tertidur, Ava selanjutnya mengajak Mas Alri untuk mencari

nama sungguhan yang dapat disandang sebagai nama Pepper kelak.

b. Latar Bandar Lampung

Latar Bandar Lampung merupakan tempat tujuan akhir dari perjalanan Ava,

Pepper, dan Mas Alri. Latar Bandar Lampung hanya meliputi latar Pantai Kiluan.

1) Pantai Kiluan

Pantai Kiluan dalam novel Di Tanah Lada adalah tempat pertama yang dituju

oleh Ava, Pepper dan Mas Alri di Bandar Lampung, sekaligus menjadi latar terakhir

yang menjadi ending cerita. Berikut kutipannya.

(67) Sesuai janji, Mas Alri berhenti sekitar 1-2 jam kemudian. Saat itu, sudah sore.
Kami berhenti di pantai, dan Mas Alri mengajak kami turun.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:210)

Selain itu, Pantai Kiluan digambarkan sebagai pantai yang sangat indah. Ada

berbagai macam orang yang berwisata di pantai tersebut, mulai dari turis lokal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

sampai turis asing. Ava terpana melihat semua hal itu. Pengarang menggambarkan

hal tersebut seperti pada kutipan berikut.

(68) Pantai itu indah sekali. Ada banyak orang di sana. Mereka semua memakai
kaos, celana pendek, dan sandal jepit. Anak-anak seusiaku naik sepeda.
Mereka telanjang kaki. Telapak kaki mereka dipenuhi pasir. Ada banyak
orang bule juga. Aku terbengong-bengong melihat rambut mereka yang
sewarna pasir. Ada juga yang rambutnya cokelat, seperti Mas Alri dan
Pepper. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:210-211)

Di dermaga Pantai Kiluan, Ava memberikan nama sungguhan yang telah

dibuatnya khusus untuk Pepper. Pengarang menggambarkan keadaan ini seperti pada

kutipan berikut.

(69) “Ya sudah. Apa namanya?”


Aku membuka halaman paling belakang, tempat aku menuliskan namanya
dengan pena di halaman kosong.
“Patibrata Praharsa,” bacanya. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:231)

Selain itu, dermaga Pantai Kiluan juga menjadi tempat di mana Ava

diberitahu fakta yang mengejutkan dari Pepper. Yaitu bahwa ayah dan ibu kandung

Pepper yang sebenarnya adalah Mas Alri dan Kak Suri. Setelah mengetahui fakta

tersebut, ada konflik batin yang terjadi pada diri Ava. Ia berpikir bahwa seharusnya

Mas Alri memberitahu hal ini pada Pepper lebih cepat agar Pepper tidak terlantar

sedemikian lama. Tapi, jika Mas Alri memberitahu hal ini lebih cepat, Ava mungkin

tidak akan pernah bertemu dan berteman dengan Pepper di Rusun Nero. Kondisi ini

digambarkan oleh pengarang seperti pada halaman 220-222.

Akhir dari cerita ini ditutup di latar yang sama di mana Ava dan Pepper ingin

bersama-sama menuju bintang di langit. Meski begitu, bintang-bintang di langit juga


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

berada di bawah kaki mereka karena lautan pun berisi bintik-bintik yang

memantulkan bintang-bintang. Maka, Ava dan Pepper melompat menuju lautan

pantulan bintang yang dingin, gelap, dan hitam. Ending cerita ini digambarkan oleh

pengarang seperti pada kutipan berikut.

(70) Aku memandang ke bawah. Lautan yang tadi sore berwarna biru, sekarang
berwarna hitam. Ada bintik-bintik putih yang bersinar. Pantulan bintang.
Lautan tampak seperti langit cair (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:234)

(71) Jadi, aku mengambil tangan yang dia ulurkan. Aku tersenyum. Mengangguk
balik. Bergandengan tangan, kami berdua menjejakkan kaki dan melompat
meninggalkan ujung jembatan kayu yang mengubungkan kami dengan tanah
itu.
Kupejamkan mataku. Langit yang memantul di permukaan laut menelanku
bulat-bulat. Dingin. Hitam. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:236-237)

(72) Gelap. Di sini dingin dan gelap. Tapi kami masih berpegangan tangan.
Mengarungi langit di dasar laut bersama.
Sehidup semati. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:240)

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan Pantai Kiluan adalah tempat

pertama yang dituju oleh Ava, Pepper dan Mas Alri di Bandar Lampung. Ava

melihat bahwa Pantai Kiluan adalah pantai yang sangat indah. Ada berbagai macam

orang yang berwisata di pantai tersebut, mulai dari turis lokal sampai turis asing. Ava

terpana melihat semua hal itu. Pantai Kiluan juga adalah tempat di mana Ava

memberikan nama sungguhan yang telah dibuatnya khusus untuk Pepper. Selain itu,

dermaga Pantai Kiluan juga menjadi tempat di mana Ava diberitahu fakta yang

mengejutkan dari Pepper. Yaitu bahwa ayah dan ibu kandung Pepper yang

sebenarnya adalah Mas Alri dan Kak Suri. Akhir dari cerita ini ditutup di latar yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

sama di mana Ava dan Pepper ingin bersama-sama menuju bintang di langit. Mereka

melompat menuju lautan pantulan bintang yang dingin, gelap, dan hitam.

2.4.2 Latar Waktu

Latar waktu yang berkaitan pada diri tokoh utama terdiri dari dua, yaitu Rabu,

26 Juni 2013 serta Kamis, 4 Juli 2013

a. Rabu, 26 Juni 2013

Latar waktu ini adalah momen di mana Kakek Kia meninggal dunia. Ava

melihat bahwa Mama Ava menangis karena berita duka ini. Berikut kutipannya.

(73) Tapi hari ini Mama tidak menangis dengan sembunyi-sembunyi. Dia
menangis di depan banyak orang hari ini. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:4)

(74) Mama menangis karena banyak hal. Biasanya, karena Papa. Tapi, hari ini, dia
menangis karena kami mendengar berita menyedihkan: Kakek Kia
meninggal. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:5)

Latar waktu ini juga adalah momen di mana kematian Kakek Kia membuat

sibuk banyak orang. Ava dioper ke sana-kemari karena Mama Ava tidak sempat

mengurusinya. Papa Ava juga memarahi lebih banyak orang. Ketika prosesi

pemakaman, Ava ditinggal di rumah. Pengarang melukis kondisi ini seperti pada

kutipan berikut.

(75) Sejak hari Rabu itu, ada banyak hal yang dikerjakan Mama dan Papa. Rumah
kami mendadak dikelilingi banyak orang. Aku dioper ke sana-kemari karena
Mama terlalu sibuk untuk mengurusiku. Papa memarahi lebih banyak orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Orang-orang pergi ke kuburan, dan aku ditinggal di rumah.


(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:5)

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa latar waktu ini menceritakan

tentang momen di mana tokoh Kakek Kia sudah meninggal dunia. Karena berita

duka ini, Ava melihat bahwa Mama Ava menangis di depan banyak orang. Latar

waktu ini juga menceritakan tentang momen di mana kematian Kakek Kia membuat

sibuk banyak orang. Ava dioper ke sana-kemari dan bahkan ditinggal di rumah

ketika prosesi pemakaman.

b. Kamis, 4 Juli 2013

Latar waktu ini adalah momen di mana Ava sekeluarga berpindah dari rumah

lamanya menuju Rusun Nero. Mereka pertama-tama keluar dari bandara, lalu

melakukan perjalanan dengan mobil taksi, hingga akhirnya sampai di depan

bangunan tinggi dan suram dengan papan nama berbunyi “Rusun Nero”. Ada konflik

batin yang terjadi pada diri Ava saat melihat isi kamar yang akan menjadi rumah

mereka di Rusun Nero. Ava tidak menyukai Rusun Nero, namun ia tak berani

mengatakannya karena akan membuat ayahnya marah. Kondisi ini digambarkan

pengarang pada halaman 11-15.

Dari latar di atas, peneliti menyimpulkan bahwa latar waktu ini menceritakan

tentang momen di mana Ava sekeluarga berpindah dari rumah lamanya menuju

Rusun Nero. Ava mengalami konflik batin saat melihat isi kamar yang akan menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

rumah mereka di Rusun Nero. Ava tidak menyukai Rusun Nero, namun ia tak berani

mengatakannya karena akan membuat ayahnya marah.

2.4.3 Latar Sosial

Latar sosial merujuk pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu

tempat dalam karya fiksi. Latar sosial yang terdapat dalam novel Di Tanah Lada

adalah kehidupan masyarakat metropolitan Jakarta. Berikut analisisnya.

Kota Jakarta memiliki predikat sebagai kota dengan kepadatan penduduk

tertinggi di Indonesia. Karena itu, kemacetan di jalan raya merupakan hal yang

umum di ibukota tersebut. Hal ini digambarkan oleh pengarang dengan

menggunakan teknik ekspositori berikut.

(76) Rasanya lama sekali kami di dalam mobil. Ada kemacetan hebat di jalan. aku
tidur lama sekali, dan begitu terbangun, kami belum juga sampai. Papa mulai
marah-marah dan mencoba merenggut setir dari Pak Sopir Taksi. Pak Sopir
Taksi mulai balas membentak. Mama tampak hampir menangis.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:12)

Latar sosial lain yang terjadi dalam novel ini adalah masih terjadinya budaya

berjudi dalam sebagian masyarakat. Hal ini terjadi pada masyarakat yang tinggal di

sekitar Rusun Nero yang masih ikut dalam permainan judi di rumah perjudian.

Pengarang menggambarkan kondisi ini dengan menggunakan teknik dramatik berupa

teknik cakapan dan tingkah laku seperti pada kutipan berikut.

(77) “Tergantung kamu mau main yang mana. Bisa pakai ayam. Seringnya sih
pakai kartu. Kalau jam segini, biasanya mereka lagi main yang pakai ayam,
tuh. Kalau yang pakai kartu, biasanya malam-malam banget mainnya.”
“Oh ya? Kalau pakai ayam, bagaimana mainnya?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

“Kamu nggak main, sih. Cuma ngeliatin ayam berantem saja.”


(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:31)

(78) Kami berjalan sedikit lebih jauh lagi. Aku sudah bisa melihat cahaya lampu
redup menyala-nyala beberapa langkah dari tempatku sekarang. Ada banyak
sekali orang di sana. Dan berisik sekali. Aku juga bisa mendengar suara
ayam.
“Itu tempatnya.”
Kami berdiri beberapa jauh dari kerumunan. Ada banyak sekali bapak-bapak
kerempeng berkerumun di sana. hanya mengenakan celana pendek atau
sarung atau celana panjang kedodoran yang warnanya sudah pudar.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:34)

Selain itu, melihat apa yang dilakukan tokoh Papa Ava dan Papa Pepper,

peneliti melihat bahwa masih saja terdapat tindakan KDRT yang terjadi pada istri

maupun anak-anak. Pengarang menggambarkan kondisi ini dengan menggunakan

teknik dramatik berupa teknik cakapan dan tingkah laku seperti pada kutipan berikut.

(79) Papa berusaha menutup koper sementara aku masih terbaring di dalamnya,
tapi Mama terus-terusan berusaha mendorongnya. Papa mendorong Mama
sebagai balasan. Mama terjatuh di lantai. Papa menamparnya, lalu berusaha
menutup koperku lagi. Mama menarik-narik kaki Papa sambil menangis
keras-keras. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:75)

(80) Lalu, kulihat itu: luka bakar mengerikan di lengan Pepper. Luka itu tidak ada
ketika kami berada di dalam kamar kardus. Berarti, si Tangan Gorila yang
melakukannya. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:132)

Tidak hanya KDRT, kota metropolitan Jakarta juga sarat akan pergaulan

bebas di antara kehidupan remaja. Hal inilah yang terjadi pada tokoh Kak Suri yang

sering tidur bersama lelaki yang berlainan. Pengarang menggambarkan penokohan

ini dengan menggunakan teknik dramatik berupa teknik cakapan dan teknik tingkah

laku. Berikut kutipannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

(81) “Kamu mana bisa membesarkan anak sementara kerjaan kamu setiap hari
gonta-ganti teman tidur!” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:138)

(82) “Siapa, nih?” Ada seorang laki-laki yang keluar dari kamar Kak Suri. Aku
tidak pernah melihatnya. Dan, dari tampangnya, sepertinya Pepper juga tidak
mengenalnya. (hlm. Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:133)

Akibat dari menjamurnya budaya pergaulan bebas, banyak anak-anak yang

kemudian lahir dari hubungan di luar pernikahan. Anak-anak hasil hubungan di luar

pernikahan pun tak jarang ditelantarkan dan tak terurus. Hal ini tergambar dari

pengakuan Mas Alri terhadap Pepper di akhir cerita, yaitu bahwa ayah dan ibu

kandung Pepper yang sebenarnya adalah Mas Alri dan Kak Suri. Pengakuan yang

terlambat dari Mas Alri ini membuktikan bahwa Pepper adalah anak di luar

hubungan nikah Mas Alri dan Kak Suri, serta bukti penelantaran mereka terhadap

Pepper. Pengarang menggambarkan latar ini dengan menggunakan teknik dramatik

berupa teknik cakapan seperti pada kutipan berikut.

(83) “Kata Mas Alri, Kak Suri ngelahirin aku waktu dia 17 tahun,” katanya.
“Terus, aku dibawa kakaknya Kak Suri yang sudah menikah sama Papa aku.
Tapi, terus, kakaknya Kak Suri kabur dari Papa aku.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:220)

(84) “Papa aku Mas Alri,” kata P. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:221)

Di atas itu semua, masyarakat Jakarta masih mempunyai rasa kepedulian

antar sesama. Kesulitan apa pun yang terjadi pada Ava dan Pepper, selalu akan ada

bala bantuan yang datang. Dalam novel Di Tanah Lada rasa kepedulian itu

ditunjukkan oleh beberapa tokoh, yaitu Mama Ava, Mas Alri, Bapak dan Ibu Penjaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

Rusun, masyarakat penghuni Rusun Nero, dan Pak dan Bu Tukang Sate. Berikut

kutipannya.

(85) “Dia bilang, ada banyak yang tidak dia mengerti.”


Mama mengangguk lagi. “Kalau ada yang tidak dia mengerti, dia boleh
datang ke kamar. Nanti kita pahami sama-sama.” (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:54)

(86) Sekali lagi, Mas Alri menghela napas. Tapi, kali ini, dia mengangguk.
“Mas antar kalian sampai ke rumah Nenek Isma,” katanya. “Dengan begitu,
seenggaknya, Mas tahu kamu selamat. Mas nggak perlu bertanya-tanya kamu
mati di mana.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:183)

(87) Jadi, kami memutuskan untuk makan pindang ikan Ibu Penjaga Rusun. Dia
memberi kami nasi dan minum air putih juga. Ibu Penjaga Rusun
menyuapiku, dan Si Anak Pengamen makan sendiri pakai tangan.
Kami berdua diperbolehkan nonton televisi dulu sebelum pulang. Ketika
adzan Isya, kami berdua baru keluar dari rumah Bapak dan Ibu Penjaga
Rusun. Mereka bilang, kalau aku terkunci di luar lagi, aku boleh datang
kapan saja. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:41-42)

(88) Banyak orang yang memperhatikan keributan yang dibuat Mama dan Papa.
Ada juga yang berusaha melerai keduanya. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:57)

(89) Beberapa orang sepertinya menggedor pintu sampai akhirnya seseorang


berhasil membuka pintu kami. Orang-orang berhamburan masuk dan
menjauhkan Papa dari koperku. Mereka menenangkan Mama yang menangis
menjerit-jerit. Ada juga yang menarik tanganku dan membawaku ke Mama.
Mama langsung memelukku dan menangis terisak-isak di belakang bahuku.
Mama dan orang-orang membawaku keluar dari kamar dan mengantar kami
sampai ke depan Rusun Nero. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:75)

(90) “Suruh tidur di rumah saja, Bu,” saran Pak Tukang Sate. “Nanti besok pagi,
Bapak antar ke pasar buat beli sepeda.”
“Ya sudah,” katanya. “Kalian berdua habiskan makanannya. Nanti, Ibu antar
ke rumah. Rumah Ibu ‘ndak jauh, kok. Tangan kamu ‘ndak apa-apa, Dek?
Mau Ibu suapinin aja?” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:163)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

Pada latar sosial ini, peneliti menyimpulkan bahwa kehidupan masyarakat

yang mendominasi cerita pada novel Di Tanah Lada adalah kehidupan masyarakat

metropolitan Jakarta. Kota Jakarta memiliki predikat sebagai kota dengan kepadatan

penduduk tertinggi di Indonesia. Karena itu, kemacetan di jalan raya merupakan hal

yang umum. Selain itu, masih terjadinya budaya berjudi dalam sebagian masyarakat.

Hal ini terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar Rusun Nero yang masih ikut

dalam permainan judi di rumah perjudian. Selain berjudi, tindakan KDRT juga masih

terjadi pada istri maupun anak-anak. Tidak hanya KDRT, kota metropolitan Jakarta

juga sarat akan pergaulan bebas di antara kehidupan remaja. Hal inilah yang terjadi

pada tokoh Kak Suri yang sering tidur bersama lelaki yang berlainan. Akibat dari

menjamurnya budaya pergaulan bebas, banyak anak-anak yang kemudian lahir dari

hubungan di luar pernikahan. Anak-anak hasil hubungan di luar pernikahan pun tak

jarang ditelantarkan dan tak terurus. Pepper adalah anak di luar hubungan nikah Mas

Alri dan Kak Suri, serta bukti penelantaran mereka terhadap Pepper. Di atas itu

semua, masyarakat Jakarta masih mempunyai rasa kepedulian antar sesama.

Kesulitan apa pun yang terjadi pada Ava dan Pepper, selalu akan ada bala bantuan

yang datang.

2.5 Rangkuman

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh utama

dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z bernama Salva atau yang biasa dipanggil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Ava. Sebagai seorang tokoh utama, Ava mengambil banyak peranan sebagai pelaku

kejadian dalam cerita maupun peran yang dikenai banyak kejadian. Tokoh Ava

mengalami berbagai konflik batin dari awal hingga akhir cerita.

Dalam novel Di Tanah Lada, Ziggy Z sebagai pengarang melukiskan para

tokoh dengan menggunakan dua teknik pelukisan tokoh, yaitu teknik ekspositori dan

teknik dramatik. Dari teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa penokohan

yang dimiliki oleh tokoh Ava. Ava adalah anak kecil yang sangat suka berpikiran

meracau. Segala ide-ide atau gagasan yang menarik banyak bermunculan di dalam

kepalanya. Ava juga digambarkan sebagai anak kecil yang sangat suka berbahasa

Indonesia. Bentuk rasa sukanya itu ditunjukkan dari buku kamus yang selalu

dibawanya kemana-mana. Ava juga adalah seorang anak yang sangat takut

menyuarakan keinginannya. Ketakutannya sebagian besar disebabkan oleh sang ayah

yang selalu memarahinya setiap kali Ava meminta sesuatu. Terakhir, Ava pun

menjadi seorang anak yang sangat tidak menyukai ayahnya. Ketidaksukaannya pada

sang ayah terjadi karena tindakan atau keberadaan Ava selalu salah di mata ayahnya.

Sedangkan dari teknik dramatik, peneliti menyimpulkan bahwa Ava adalah

anak kecil yang masih berumur enam tahun. Selain itu, kedirian Ava juga

digambarkan sebagai anak yang penuh rasa ingin tahu. Apa pun yang tidak

dimengerti, akan langsung ditanyakan pada orang dewasa atau siapa pun yang berada

di sekitarnya. Kedirian Ava juga digambarkan dengan selalu berkata jujur dan apa

adanya. Apa pun yang terlintas dalam benaknya maupun bentuk kekaguman apa pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

yang dirasakannya akan selalu ia utarakan. Ava adalah anak yang penurut. Ia sangat

menuruti nasihat atau pun perintah dari sang ibu dan kakeknya. Di sisi lain, Ava

dididik untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik oleh Kakek Kia.

Lalu kemudian juga dididik untuk berbicara dengan Bahasa Indonesia yang tepat

oleh Kak Suri. Terakhir, sejak dulu kelahiran Ava tidak diharapkan oleh sang ayah.

Hal itu terlihat dari nama yang dulu ingin diberikan sang ayah kepada dirinya, yaitu

‘saliva’ yang berarti ludah. Ava dianggap seperti sampah dan tidak berguna.

Selain tokoh utama, peneliti juga menemukan bahwa pengarang juga

melukiskan para tokoh-tokoh tambahan dalam cerita dengan menggunakan teknik

ekspositori dan juga teknik dramatik. Tokoh-tokoh tambahan tersebut terdiri dari

Pepper, Mama Ava, Papa Ava, Kakek Kia, Kak Suri, dan Mas Alri,

Pepper dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai sosok

yang memiliki bentuk fisik mirip dengan Mas Alri. Pepper berambut dan bermata

cokelat, berperawakan kurus dan membawa gitar kemana-mana. Sedangkan dengan

teknik dramatik, Pepper dilukiskan sebagai tokoh yang memiliki nama asli dengan

satu abjad saja, yaitu P. Selain itu, Pepper jugalah anak kecil yang masih berumur 10

tahun. Meskipun Pepper merupakan anak yang masih kecil, ia tumbuh menjadi anak

yang berprasangka buruk. Di sisi lain, Pepper adalah anak yang cukup di kenal di

Rusun Nero. Banyak orang-orang dewasa yang menyukainya dan senang akan

kehadirannya. Sama seperti Ava, Pepper juga tidak pernah merasakan cinta kasih

sang ayah. Bahkan, ketiadaan cinta kasih sang ayah kepada Pepper dibuktikan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

perlakuan kasar yang seringkali dirasakan Pepper. Selain tidak dicintai dan sering

mendapat perlakuan kasar, Pepper yang masih kecil juga dipaksa untuk menjadi

tulang punggung bagi dirinya dan ayahnya. Di sisi lain, Pepper sudah ditinggalkan

begitu saja oleh ibunya sejak masih kecil. Di atas segala yang pernah terjadi, Pepper

tetap kuat, tegar, dan tahan banting menghadapi segala cobaan dalam hidupnya.

Mama Ava dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

sosok yang selalu mengalah terhadap suami. Keputusan apapun tak berani ia tentang.

Ketidakberanian tersebut membuat Mama Ava pun menjadi tokoh yang selalu

menuruti apa pun kehendak suaminya. Segala hal itu pun menjadikannya tokoh yang

selalu menangis. Sebagian besar tangisannya disebabkan oleh sang suami maupun

luka batinnya karena tak mampu menolak apapun kehendak sang suami, serta tak

mampu melakukan apa-apa untuk melindungi dirinya dan Ava dari perlakuan kasar

suaminya. Sedangkan dengan teknik dramatik, Mama Ava digambarkan memiliki

sifat yang sangat menyayangi Ava. Bentuk cintanya dilihat dari tingkah lakunya

kepada Ava selayaknya bagaimana seorang ibu memperlakukan anaknya. Mama Ava

juga digambarkan kediriannya sebagai tokoh yang selalu mendukung keputusan

anaknya.

Papa Ava dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

sosok yang diimajinasikan oleh Ava seperti hantu, monster, dan setan. Imajinasi

tersebut terbentuk karena ayahnya menakutkan, bertampang seram, bersikap seperti

monster, sangat kuat, dan senang berjudi. Seperti tokoh jahat, Papa Ava dilukis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

dengan kedirian yang jahat dan suka membuat orang menangis. Tokoh ini juga

memiliki penokohan yang senang merugikan keluarganya dengan melakukan

perjudian. Terakhir, Papa Ava adalah orang yang suka memaksanakan kehendak.

Karena itu, ia menginginkan agar semua perintahnya harus dituruti. Sedangkan

dengan teknik dramatik, Papa Ava dilukiskan sebagai sosok yang pemarah. Ia mudah

marah bahkan pada hal-hal kecil sekalipun. Ia juga bukanlah seseorang yang

menghargai orang lain. Tidak menghargai orang lain membuat Papa Ava juga sering

mengucapkan perkataan kasar bahkan caci maki kepada istri dan anaknya. Terakhir,

sifatnya yang tak menghargai orang lain juga membuatnya sering membuat

keputusan mendadak yang melibatkan orang lain tanpa mendiskusikannya pada

orang tersebut. Ia tak pernah peduli bahkan jika keputusan tersebut membawa

dampak buruk terhadap orang yang dilibatkan dalam rencananya.

Kakek Kia dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

ayah dari pihak Papa Ava. Menurut Ava, Kakek Kia adalah orang yang baik

padanya, tidak seperti ayahnya. Selain itu, tokoh ini memiliki penokohan yang sangat

pintar di mata Ava. Karena itu, Ava menganggapnya seperti idola. Ava mengagumi

Kakek Kia karena kepintarannya. Sedangkan dengan teknik dramatik, Kakek Kia

digambarkan sebagai sosok pengajar pribadi yang selalu mengajarkan Bahasa

Indonesia kepadanya. Kakek Kia membimbing Ava dalam mempelajari banyak

kosakata maupun pribahasa Bahasa Indonesia. Selain itu, Kakek Kia juga adalah

orang yang selalu mengajari Ava untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

yang baik dan benar. Menurutnya, berbicara dengan baik artinya berbicara dengan

sopan.

Kak Suri dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

tokoh yang memiliki fisik dengan rambut hitam panjang dan berponi, berparas

cantik, berkulit putih dengan mata yang menyipit saat tersenyum. Ia juga pintar

berbahasa Inggris, mengajari Pepper Bahasa Inggris setiap Jumat, tidak bisa

memasak, dan masih kuliah. Sedangkan dengan teknik dramatik, Kak Suri dilukiskan

sebagai tokoh yang mengajarkan Ava untuk berbicara menggunakan Bahasa

Indonesia secara tepat. Maksudnya, Ava harus berbicara dengan menyesuaikan cara

bicara lawan bicara. Selain itu, Kak Suri adalah tokoh yang sangat peduli kepada

kondisi P. Ia peka dan mengetahui jika ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada diri

Pepper. Di sisi lain, Kak Suri juga digambarkan sebagai orang yang memiliki

pergaulan yang sangat bebas. Ia bahkan melakukan seks bebas bersama laki-laki

yang berlainan. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan bahwa

sebenarnya Kak Suri adalah ibu kandung Pepper yang sebenarnya. Ia melahirkan

Pepper pada saat ia berusia 17 tahun.

Mas Alri dengan teknik ekspositori digambarkan sebagai seseorang dengan

fisik yang kurus, tinggi, bermata dan berambut coklat yang berantakan. Seperti

Pepper, ia juga membawa gitar di punggungnya. Di sisi lain, Mas Alri adalah tokoh

yang baik dan disukai Ava. Permainan gitar yang dimainkan juga bagus didengar.

Sedangkan dengan teknik dramatik, Mas Alri dilukiskan sebagai tokoh yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

menyayangi Pepper. Sikap dan tindakannya mencerminkan rasa sayangnya. Selain

itu, Mas Alri adalah seorang penyanyi lokal. Ia melakukan pekerjaannya di rumah

makan ataupun di hotel yang mengundangnya. Tokoh ini juga merupakan sosok

“penyelamat” bagi Ava dan Pepper yang hendak melakukan perjalanan yang

berbahaya. Ava dan Pepper yang hendak menuju rumah Nenek Isma pun diantarkan

oleh Mas Alri. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan bahwa

sebenarnya Mas Alri adalah ayah kandung Pepper yang sebenarnya.

Dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z, peneliti menyimpulkan bahwa

terdapat latar tempat, latar waktu, dan latar sosial yang dialami oleh tokoh Ava.

Dalam latar tempat, peneliti pun membaginya ke dalam latar Jakarta dan latar Bandar

Lampung. Latar Jakarta pun kembali di bagi ke dalam beberapa tempat, yaitu Rusun

Nero, Tempat Judi, Hotel Kristal, Rumah Sakit, Rumah Pak dan Bu Tukang Sate,

Stasiun Dekat Monas, dan Kapal. Rusun Nero merupakan tempat tinggal yang akan

dihuni oleh Ava sekeluarga setelah menerima warisan dari kematian kakeknya.

Rusun Nero juga menjadi saksi bisu dari pertemuan pertama Ava dan Pepper.

Tempat Judi merupakan tempat di mana Ava menemukan ayah dan ibunya yang

pergi meninggalkan Ava sendirian. Hotel Kristal merupakan tempat di mana Ava dan

ibunya melarikan diri dari ayahnya di Rusun Nero. Hotel ini juga merupakan tempat

di mana Ava memutuskan untuk ikut pulang bersama Pepper ke Rusun Nero

meninggalkan Mama Ava di hotel. Selain itu, terdapat Rumah Sakit di mana Ava dan

Kak Suri mencari pengobatan bagi Pepper setelah disiksa oleh ayahnya. Di sana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

jugalah tempat di mana Ava dan Pepper bersama-sama melarikan diri demi

menempuh perjalanan ke rumah Nenek Isma. Rumah Pak dan Bu Tukang Sate

merupakan tempat peristirahatan pertama Ava dan Pepper setelah melarikan diri

bersama dari rumah sakit. Stasiun Dekat Monas merupakan tempat di mana Mas Alri

menemukan Ava dan Pepper. Dari sana, Mas Alri pun setuju untuk mengantarkan

mereka berdua ke rumah Nenek Isma. Kapal merupakan kendaraan yang digunakan

oleh Ava, Pepper, dan Mas Alri menuju rumah Nenek Isma. Itulah latar yang dilalui

oleh tokoh Ava pada latar Jakarta

Sedangkan untuk latar Bandar Lampung, tokoh Ava hanya sampai kepada

latar Pantai Kiluan. Pantai Kiluan adalah tempat di mana Ava memberikan nama

sungguhan yang telah dibuatnya khusus untuk Pepper. Selain itu, dermaga Pantai

Kiluan juga menjadi tempat di mana Ava diberitahu fakta yang mengejutkan dari

Pepper. Yaitu bahwa ayah dan ibu kandung Pepper yang sebenarnya adalah Mas Alri

dan Kak Suri. Akhir dari cerita ini ditutup di latar yang sama di mana Ava dan

Pepper ingin bersama-sama menuju bintang di langit. Mereka melompat menuju

lautan pantulan bintang yang dingin, gelap, dan hitam.

Untuk latar waktu, peneliti membaginya ke dalam Rabu, 26 Juni 2013 dan

Kamis, 4 Juli 2013. Rabu, 26 Juni 2013 adalah momen di mana Kakek Kia sudah

meninggal dunia. Latar waktu ini juga menceritakan tentang momen di mana

kematian Kakek Kia membuat sibuk banyak orang. Ava dioper ke sana-kemari dan

bahkan ditinggal di rumah ketika prosesi pemakaman. Sedangkan pada Kamis, 4 Juli
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

2013 adalah momen di mana Ava sekeluarga berpindah dari rumah lamanya menuju

Rusun Nero.

Untuk latar sosial, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat kehidupan

masyarakat metropolitan Jakarta. Kota Jakarta memiliki predikat sebagai kota dengan

kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Karena itu, kemacetan di jalan raya

merupakan hal yang umum. Selain itu, masih terjadinya budaya berjudi dalam

sebagian masyarakat. Hal ini terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar Rusun

Nero yang masih ikut dalam permainan judi di rumah perjudian. Selain berjudi,

tindakan KDRT juga masih terjadi pada istri maupun anak-anak. Tidak hanya

KDRT, kota metropolitan Jakarta juga sarat akan pergaulan bebas di antara

kehidupan remaja. Hal inilah yang terjadi pada tokoh Kak Suri yang sering tidur

bersama lelaki yang berlainan. Akibat dari menjamurnya budaya pergaulan bebas,

banyak anak-anak yang kemudian lahir dari hubungan di luar pernikahan. Anak-anak

hasil hubungan di luar pernikahan pun tak jarang ditelantarkan dan tak terurus.

Pepper adalah anak di luar hubungan nikah Mas Alri dan Kak Suri, serta bukti

penelantaran mereka terhadap Pepper. Di atas itu semua, masyarakat Jakarta masih

mempunyai rasa kepedulian antar sesama. Kesulitan apa pun yang terjadi pada Ava

dan Pepper, selalu akan ada bala bantuan yang datang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DI TANAH LADA

KARYA ZIGGY Z

Pada bab ini, peneliti akan menganalisis konflik batin pada tokoh utama

dengan menggunakan pendekatan Abraham Maslow. Dengan pendekatan ini, peneliti

mencoba menganalisis aspek-aspek kebutuhan dasar manusia yang tak terpenuhi

pada diri tokoh Ava.

Maslow yang dikutip dari Goble (1987:71-77), berpendapat bahwa ada

kebutuhan-kebutuhan dasar yang tersusun atas lima jenis kebutuhan, yaitu (1)

kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan akan rasa

memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, (4) kebutuhan akan penghargaan, dan (5)

kebutuhan akan aktualisasi diri. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan

dasar manusia menurut Maslow yang akan dijabarkan berikut ini adalah kebutuhan

dasar yang tak terpenuhi pada tokoh Ava. Ketidak terpenuhinya kebutuhan dasar

tersebut mengakibatkan konflik batin pada diri Ava. Adapun kebutuhan dasar yang

tak terpenuhi tersebut berupa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman,

kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, serta kebutuhan akan

penghargaan.

Berikut akan dipaparkan hasil analisis dari keempat kebutuhan dasar manusia

yang tidak terpenuhi yang membuat tokoh Ava mengalami konflik batin.

95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

3.1 Kebutuhan Dasar

Menurut Goble (1987:69-70), Abraham Maslow berpendapat bahwa

motivasi manusia dapat diterapkan pada hampir seluruh aspek kehidupan pribadi

serta kehidupan sosial. Manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang

bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan naluriah. Kebutuhan dasar

tersebut, bersifat psikologis. Dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z, tokoh Ava

yang merupakan tokoh utama yang mengalami ketidakterpenuhinya berbagai

kebutuhan dasar. Untuk menjawab permasalahan di atas, peneliti pada bab ini akan

menganalisis kebutuhan-kebutuhan dasar menurut teori Abraham Maslow yang tidak

terpenuhi pada tokoh Ava.

3.1.1 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan paling dasar dari antara kebutuhan manusia adalah

mempertahankan hidup secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman,

tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen. Dalam novel Di Tanah Lada, tokoh Ava

mengalami sejumlah ketidak terpenuhinya beberapa kebutuhan fisiologis seperti

makanan, tempat berteduh serta tempat tidur yang layak, juga oksigen. Pada kutipan

berikut, tokoh Ava tidak mendapat makan malam dikarenakan amukan Papa Ava

yang menghancurkan isi meja makan. Berikut kutipannya.

(91) Itu pernah terjadi sekali, dan Papa marah sekali. Dia membanting meja dan
semua makanan di piring kami jadi berantakan. Jadinya, tidak ada yang
makan pada malam itu. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Selain tidak mendapat makan malam, tokoh Ava juga tidak diberikan makan

siang oleh orang tuanya. Hal itu dikarenakan Ava sekeluarga saat itu tengah terjebak

dalam kemacetan. Berikut kutipannya.

(92) Soalnya, aku memang lapar. Aku tidak mendapat makan siang tadi, soalnya
kami terjebak kemacetan. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:23)

Adapun kebutuhan fisiologis lain yang tak terpenuhi dengan baik pada tokoh

Ava. Hal itu terdapat pada tempat tinggal Ava sekeluarga yang tidak layak untuk

dihuni. Tempat yang dimaksud adalah Rusun Nero. Berikut kutipannya.

(93) “Soalnya, tempatnya jelek. Kadang-kadang nggak ada air. Suka mati lampu.
Terus, gelap. Suka ada bau tikus mati juga. Pernah, suatu hari ada tikus mati
yang jatuh dari atap dan masuk ke bak mandi. Pokoknya, jelek, deh. Terus,
ada banyak cerita hantunya, lagi.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:24)
(94) Tante Lisa bilang, seharusnya aku senang, karena Rusun Nero mengerikan.
Ada banyak hantu, orang jahat (termasuk Papa), dan serigala di Rusun Nero.
Rusun Nero bisa roboh kapan saja. Rusun Nero kotor dan bikin sakit.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:92).

Karena tinggal di tempat yang tidak layak, tokoh Ava kemudian juga

mendapat tempat untuk tidur yang sangat tidak layak bagi anak kecil sepertinya.

Dalam novel Di Tanah Lada, tokoh Ava yang belum mendapat kasur terpaksa tidur

di dalam kamar mandi dan di dalam koper. Berikut kutipannya.

(95) Aku bangun di kamar mandi. Aku sudah tahu kalau aku tidak akan berada di
kamarku yang lama karena kami sudah pindah ke Rusun Nero. Tapi aku tidak
tahu aku akan bangun di tempat yang bahkan bukan kamar tidur. Soalnya,
ternyata aku bangun di kamar mandi. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:49)

(96) Aku melepaskan sepatuku dan mencoba tidur di dalam koper. Memang
lumayan muat. “Tapi aku tidak mau tidur di dalam koper,” protesku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

“Ya, cukup, kan, sampai kamu dapat kasur? Daripada kamu harus tidur di
dalam kamar mandi.”
Tapi aku terus memprotes. Soalnya, anak-anak kan tidak seharusnya tidur di
dalam koper. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:71)

Di akhir cerita, Ava dan Pepper bersama-sama menenggelamkan diri ke dalam

lautan. Kondisi tersebut membuat tokoh Ava lama-kelamaan kesulitan untuk

bernapas. Karena itu, kebutuhan fisiologis berupa kebutuhan oksigen tidak terpenuhi

oleh tokoh Ava dalam penggambaran ini. Berikut kutipannya.

(97) Rasanya semakin sulit. Semakin menyakitkan. Tapi tidak apa-apa. Aku
bersamanya. Kututup mulut dan hidungnya. Dia menutup mulut dan
hidungku. Bintang-bintang berputar di depan mataku. Di matanya. Dan langit
di sekeliling kami semakin gelap. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:239)

Pada kebutuhan ini, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa

kebutuhan fisiologis yang tidak terpenuhi dengan baik oleh tokoh Ava. Kebutuhan

tersebut berupa makan malam yang tidak dikonsumsi karena amukan sang Papa.

Adapun makan siang yang ridak diperoleh Ava karena terjebak kemacetan. Tempat

tinggal berupa Rusun Nero yang tidak layak untuk dihuni bagi Ava sekeluarga.

Karena tinggal di tempat yang tidak layak, tokoh Ava kemudian juga mendapat

tempat untuk tidur yang sangat tidak layak bagi anak kecil sepertinya, yaitu kamar

mandi dan koper. Di akhir cerita, Ava yang menenggelamkan diri bersama Pepper ke

dalam lautan membuatnya kesulitan untuk bernapas. Karena itu, kebutuhan fisiologis

berupa kebutuhan oksigen tidak terpenuhi oleh tokoh Ava dalam penggambaran ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

3.1.2 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Aman

Setelah kebutuhan fisiologis, terdapat pula kebutuhan akan rasa aman.

Kebutuhan ini adalah kebutuhan bagi seseorang untuk akan keteraturan dan stabilitas

dan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak

diharapkannya. Ketidak terpenuhinya kebutuhan ini akan membuat seseorang

mendapat gangguan neurotik, yaitu rasa cemas dan merasa tidak aman. Dalam novel

Di Tanah Lada, tokoh Ava mengalami sejumlah ketidak terpenuhinya beberapa

kebutuhan akan rasa aman. Ketidak terpenuhinya kebutuhan ini acap kali

membuatnya merasa ketakutan, cemas, dan sedih. Pada kutipan berikut, tokoh Ava

mengalami kesiagaan bahwa ia akan dimarahi dan dipukuli karena menguping

pembicaraan orang tuanya. Karena tindakan menguping itu, Ava kerap kali

menerima kekerasan dari Papa Ava. Berikut kutipannya.

(98) Kurasa aku akan kena marah Papa begitu pulang nanti. Papa benci aku. Tapi
dia lebih benci lagi kalau aku menguping. Aku sudah berusaha tidak
menguping, tapi ternyata menguping itu asyik. Papa sudah berkali-kali
menangkapku menguping. Setiap kali aku tertangkap, Papa akan menjewer
telingaku dan memukul pantatku dengan sisir. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:19)

Selain itu, tokoh Ava juga mengalami kesiagaan untuk dipukuli ketika

membayangkan jika Papa Ava memiliki gitar. Asumsinya tersebut membuktikan

bahwa Ava akan selalu menerima hukuman berupa kekerasan dari sang ayah

sehingga kebutuhan akan rasa aman tidak terpenuhi sama sekali pada diri tokoh Ava.

Berikut kutipannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

(99) (Untungnya, Papa tidak bisa main gitar. Kalau dia bisa main gitar, dia pasti
akan punya gitar. Dan dia akan menggunakannya untuk mementungku).
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:21)

Saking cemasnya akan menerima kekerasan, tokoh Ava bahkan sama sekali

tidak dapat mengungkapkan emosinya lewat tangisan. Ia menyadari bahwa

tangisannya tersebut justru akan mengundang kekerasan lain terjadi pada dirinya oleh

Papa Ava. Kecemasan tersebut dapat terlihat pada kutipan berikut.

(100) Aku tidak suka tikus. Aku juga tidak suka hantu. Aku mau menangis, tapi aku
ingat kalau Papa benci sekali kalau aku menangis. Mungkin, bukan cuma
sisir, aku juga akan dipukul pakai sapu kalau ketahuan menangis.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:24)

Bukti lain dari ketidak terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada diri

tokoh Ava juga dapat dilihat dari ketakutannya akan dipukul ketika pintu kamar

mandi diketuk oleh seseorang. Ia menangis dan menjerit meminta maaf karena

mengompol, dan bahkan sampai memohon agar jangan dipukul oleh sang ayah.

Berikut kutipannya.

(101) Kukira, Papa yang mengetuk pintu karena dia tahu aku mengompol. Jadi, aku
langsung menangis dan menjerit: “Maaf! Maaf! Aku yang salah! Jangan
pukul aku!” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:49)

Ketakutan dan kecemasan dipukul membuat Ava menjadi pribadi yang tidak

bebas menikmati apa pun. Hal ini terlihat dari kehati-hatian Ava dalam menonton

televisi. Kehati-hatiannya disebabkan karena ketakutan akan dimarahi oleh Papa Ava

jika ia ketahuan menonton televisi. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

(102) Di rumah, aku selalu berhati-hati kalau mau menonton televisi. Soalnya, Papa
bisa masuk dan marah kalau aku ‘membuat mahal biaya listrik’. Jadi, aku
agak takut setiap kali menonton televisi. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:93)

Di sisi lain, kekerasan paling parah juga terjadi pada diri Ava ketika Ava

sedang tertidur di dalam koper. Papa Ava yang mengamuk berusaha menjepit tubuh

Ava dengan menutup koper ketika Ava dalam keadaan masih tertidur di dalam koper.

Kekerasan ini juga membuktikan ketiadaan kebutuhan akan rasa aman yang

seharusnya dimiliki oleh anak sekecil Ava. Peristiwa kekerasan ini dapat dibuktikan

pada halaman 74-75.

Selain merasa tidak aman dan terancam oleh perbuatan kekerasan sang ayah,

tokoh Ava juga pernah merasa terancam dan ketakutan oleh tindakan kekerasan dari

orang lain. Dalam novel Di Tanah Lada, Ava merasa terancam melihat perlakuan

kasar yang dilakukan oleh Papa Pepper terhadap diri Pepper. Ava yang saat itu

berada di dekat Pepper juga ikut-ikutan merasa cemas dan ketakutan. Berikut

kutipannya.

(103) Kupeluk Pe erat-erat. Biasanya, aku memeluk Mama ketika aku sedang
ketakutan. Tapi, kadang-kadang, Mama tidak ada di dekatku untuk dipeluk.
Kalau Mama sedang tidak ada, aku memeluk Pe. Sekarang Mama tidak ada.
Jadi, aku memeluk Pe. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:131)

Pada kebutuhan ini, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa

kebutuhan akan rasa aman yang tidak terpenuhi dengan baik oleh tokoh Ava.

Kebutuhan tersebut berupa kesiagaan bahwa tokoh Ava akan dimarahi dan dipukuli
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

karena menguping pembicaraan orang tuanya. Ava juga berasumsi bahwa ia akan

dipukuli jika ayahnya mempunyai gitar yang akan digunakan untuk mementungnya.

Saking cemasnya akan menerima kekerasan, tokoh Ava bahkan sama sekali tidak

dapat mengungkapkan emosinya lewat tangisan. Ia menyadari bahwa tangisannya

tersebut justru akan mengundang kekerasan lain terjadi pada dirinya oleh Papa Ava.

Ava juga merasa ketakutan akan dipukul ketika pintu kamar mandi diketuk oleh

seseorang. Ia menangis dan menjerit meminta maaf karena mengompol, dan bahkan

sampai memohon agar jangan dipukul oleh sang ayah. Ketakutan dan kecemasan

dipukul membuat Ava menjadi pribadi yang tidak bebas menikmati apa pun. Ava

tidak dapat dengan bebas menonton televisi karena takut akan dimarahi. Di sisi lain,

kekerasan paling parah juga terjadi pada diri Ava ketika Papa Ava berusaha menjepit

tubuh Ava dengan menutup koper ketika Ava masih tertidur di dalam koper. Selain

merasa tidak aman dan terancam oleh perbuatan kekerasan sang ayah, tokoh Ava

juga pernah merasa terancam dan ketakutan oleh tindakan kekerasan dari orang lain.

Ava merasa terancam melihat perlakuan kasar yang dilakukan oleh Papa Pepper

terhadap diri Pepper. Ava yang saat itu berada di dekat Pepper juga ikut-ikutan

merasa cemas dan ketakutan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

3.1.3 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Rasa Memiliki-dimiliki dan Kasih

Sayang

Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang adalah kebutuhan

di mana seseorang merasa ingin dimengerti secara mendalam dan diterima dengan

sepenuh hati. Tanpa cinta, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan seseorang

akan terhambat. Dalam novel Di Tanah Lada, tokoh Ava mengalami sejumlah

ketidak terpenuhinya beberapa kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih

sayang. Pada kutipan berikut, tokoh Ava menganggap bahwa bentuk kekerasan yang

dilakukan oleh ayahnya merupakan ‘bentuk kasih sayang’ Papa. Karena asumsi itu,

Ava justru tidak ingin merasa disayang oleh ayahnya. Berikut kutipannya.

(104) Tapi Papa kan suka mencari alasan untuk memarahiku. Mungkin itu yang
katanya ‘bentuk kasih sayang’ Papa? Kalau itu benar, aku tidak suka disayang
Papa. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:19-20)

Selain itu, ketiadaan cinta kasih dari ayahnya seringkali membuat tokoh Ava

menangis. Tokoh Ava sering menangis karena mendapat perlakuan kasar dari Papa

Ava. Berikut kutipannya.

(105) “Iya. Papa sering membuat Mama menangis. Aku juga sering dibuat Papa
menangis.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:37)

Perlakuan kasar maupun ketiadaan cinta kasih sang ayah membuat tokoh Ava

menyadari bahwa dirinya memang dibenci oleh ayahnya. Berikut kutipannya.

(106) Kak Suri merengut. “Kok, Papa kamu mau kasih nama kamu ‘ludah’, sih?”
Aku mengangkat bahu. “Soalnya, Papa benci aku.”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:64)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

Tokoh Ava pun tumbuh menjadi seorang anak yang sangat kekurangan kasih

sayang. Ia sangat ingin disayangi dan membutuhkan perhatian Mama Ava, bahkan

ketika Ava ingin tidur. Berikut kutipannya.

(107) Aku mulai menangis. Aku benar-benar tidak mau tidur di dalam koper. Aku
mau kamar lamaku. Dan aku mau Mama mengantarkan aku tidur.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:71)

Ketiadaan kasih sayang dari Papa Ava juga terlihat dari tindakan sang ayah

yang tidak mau digandeng tangannya oleh Ava. Jika Ava mencoba menggandeng

tangan ayahnya, tangan Ava terancam diludahi. Berikut kutipannya.

(108) Kalau aku menggandeng tangan Papa, Papa bilang dia akan meludahi
tanganku kalau tidak melepasnya. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:81)

Pada kebutuhan ini, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa

kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang yang tidak terpenuhi dengan

baik oleh tokoh Ava. Kebutuhan tersebut berupa tokoh Ava yang menganggap bahwa

bentuk kekerasan yang dilakukan ayahnya merupakan ‘bentuk kasih sayang’ Papa.

Ava pun justru tidak ingin disayang oleh ayahnya. Selain itu, ketiadaan cinta kasih

dari ayahnya seringkali membuat tokoh Ava menangis. Perlakuan kasar maupun

ketiadaan cinta kasih sang ayah juga membuat tokoh Ava menyadari bahwa dirinya

memang dibenci oleh ayahnya. Tokoh Ava pun tumbuh menjadi seorang anak yang

sangat kekurangan kasih sayang. Ia sangat ingin disayangi dan membutuhkan

perhatian Mama Ava, bahkan ketika Ava ingin tidur. Terakhir, ketiadaan kasih

sayang dari Papa Ava juga terlihat dari tindakan sang ayah yang tidak mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

digandeng tangannya oleh Ava. Jika Ava mencoba menggandeng tangan ayahnya,

tangan Ava terancam diludahi.

3.1.4 Tidak Terpenuhinya Kebutuhan akan Penghargaan

Kebutuhan ini dibagi menjadi harga diri dan penghargaan dari orang lain.

Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan,

kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan dan kebebasan. Penghargaan dari orang

lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik serta

penghargaan. Dalam novel Di Tanah Lada, tokoh Ava mengalami sejumlah ketidak

terpenuhinya beberapa kebutuhan akan penghargaan. Pada kutipan berikut, tokoh

Ava yang masih merupakan anak kecil, sama sekali tak diperlakukan dan dihargai

seperti anak kecil pada umumnya. Papa Ava menganggap bahwa Ava yang masih

berumur 6 tahun seharusnya sudah bekerja. Berikut kutipannya. (Pada kutipan no

109, kutipan langsung yang ditulis dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti

yang tertulis dalam novel).

(109) Papa balik berteriak lagi, “MASIH INGAT! KARENA KERJAAN DIA CUMA
MALAS-MALASAN MENGHABISKAN UANGKU! COBA KAU DIDIK DIA
UNTUK BEKERJA! BUKAN UNTUK JADI PEMALAS SEPERTIMU!”
“KAU MAU MENYURUH ANAK KITA BEKERJA!? DIA ENAM TAHUN!”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:16)

Karena terlalu sering dicap sebagai seorang pemalas, Ava bahkan

memandang rendah harga dirinya sendiri. Ava menganggap bahwa satu-satunya hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

yang bisa dilakukannya hanyalah menghabiskan uang orang tuanya. Berikut

kutipannya.

(110) Papa melemparkan sejumlah uang dari dompetnya dan menyuruhku keluar,
mencari makan, karena ‘satu-satunya yang bisa kulakukan hanya
menghabiskan uangnya’. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:17)

Tidak hanya dianggap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan juga dihargai

sebagai seorang jalang oleh ayahnya sendiri. Hal ini dikarenakan sang ayah melihat

Ava sedang bermain bersama-sama dengan Pepper di dalam kamar. Melihat hal itu,

Papa Ava langsung berkata kasar pada Ava. Berikut kutipannya. (Pada kutipan no

111, kutipan langsung yang ditulis dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti

yang tertulis dalam novel).

(111) “MASIH KECIL SUDAH BERANI BAWA ANAK LAKI-LAKI KE KAMAR!”


seru Papa.
Lalu, Mama yang wajahnya sudah pucat (berarti: tidak berwarna), langsung
memekik dari belakang: “ANAK UMUR ENAM TAHUN SUDAH KAU
TUDUH YANG TIDAK-TIDAK!”
Dan, Papa membalas lagi:
“ITU ANAK DIDIKANMU! DARI KECIL SUDAH JADI JALANG!”
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:48)

Selain dicap pemalas dan jalang, tokoh Ava bahkan juga dianggap seperti

sampah, menjijikkan dan tidak berguna oleh ayahnya. Hal ini tercermin dari tingkah

laku Papa Ava yang ingin memberi nama Ava ‘saliva’ yang berarti ludah. Peneliti

kemudian menyimpulkan bahwa Ava kekurangan kebutuhan akan penghargaan

karena sedari awal, kelahiran Ava sama sekali tidak diharapkan oleh ayahnya. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

dapat dilihat pada kutipan berikut. (Pada kutipan no 112, kutipan langsung yang

ditulis dengan huruf kapital tetap dipertahankan seperti yang tertulis dalam novel).

(112) Soalnya, kata Papa, tadinya Papa mau memberiku nama ‘saliva’ yang artinya
ludah. Soalnya, waktu aku lahir, aku kelihatan seperti berlumuran ludah.
Tapi, Mama bilang, Mama tidak mau anaknya diberi nama ‘ludah’. Jadi,
waktu mendaftarkan namaku, dia diam-diam menggantinya. Mama dan Papa
bertengkar soal namaku setidak-tidaknya satu kali setiap tahun. Kata Papa,
‘HARUSNYA BIAR SAJA KITA NAMAI DIA LUDAH! MEMANG
BEGITU KAN DIA?! TIDAK BERGUNA SEPERTI LUDAH!’, dan Mama
akan bilang, ‘HANYA ORANG SINTING TIDAK BERHATI YANG
MENAMAI ANAKNYA LUDAH!’” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:64)

(113) “Kakek Kia pernah bilang,” kataku, pelan-pelan, “kalau orang-orang di sini
pikir, nama adalah doa. Jadi, orang tua yang baik memikirkan nama dengan
arti yang bagus untuk anak-anak mereka. Papa bukan orang tua yang baik,
jadi dia mencoba menamaiku ‘ludah’ dan dia mendoakan agar aku hidup
seperti ludah. Tapi Mama mencoba jadi orang tua yang baik, makanya
namaku ‘Salva’.” (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:232)

Ketiadaan kebutuhan akan penghargaan sebagai seorang anak pada diri Ava

semakin diperkuat pada kondisi ketika Ava diabaikan sama sekali oleh ayahnya. Ava

seringkali ditinggal pergi begitu saja oleh kedua orang tuanya. Mama Ava yang tidak

bisa menolak ajakan paksa suaminya terpaksa meninggalkan Ava sendirian di Rusun

Nero. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

(114) Mungkin Mama pergi dan melupakanku. Mungkin Papa membawa Mama
pergi. Mungkin keduanya pulang ke rumah asli kami dan tidak mengajakku
ikut serta. Dan aku harus tinggal di sini, sendirian. Dan tidak ada kunci. Aku
akan tinggal di lorong yang penuh kecoa. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:28)

(115) Lama, tapi akhirnya Mama dan Papa masuk ke dalam bajaj yang lewat dan
pergi entah ke mana diikuti kepulan asap hitam.
Aku tidak tahu harus pergi ke mana setelah Mama dan Papa pergi. Kurasa,
aku seharusnya masuk ke dalam. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:57)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

Pada kebutuhan ini, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat beberapa

kebutuhan akan penghargaan yang tidak terpenuhi dengan baik oleh tokoh Ava.

Kebutuhan tersebut berupa tokoh Ava yang sama sekali tidak diperlakukan dan

dihargai seperti anak kecil pada umumnya. Selain itu, karena terlalu sering dicap

sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan memandang rendah harga dirinya sendiri dengan

menganggap bahwa satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah menghabiskan

uang orang tuanya. Tidak hanya dianggap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan juga

dihargai sebagai seorang jalang oleh ayahnya sendiri. Selain dicap pemalas dan

jalang, tokoh Ava juga dianggap seperti sampah, menjijikkan dan tidak berguna. Hal

ini tercermin dari tingkah laku Papa Ava yang ingin memberi nama Ava ‘saliva’

yang berarti ludah. Ava tumbuh menjadi anak yang seringkali diabaikan. Tokoh Ava

sering ditinggal pergi begitu saja oleh kedua orang tuanya.

3.2 Konflik Batin Tokoh Utama

Konflik batin atau pertentangan batin menurut Daradjat (1986:26) terjadi

jika seseorang mengalami dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau

bertentangan satu sama lain, dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang

bersamaan. Dalam novel Di Tanah Lada, tokoh Ava yang merupakan tokoh utama

mengalami berbagai macam konflik batin. Konflik batin yang terjadi dalam dirinya

sebagian besar disebabkan oleh dua keinginan atau lebih yang bertentangan satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

sama lain. Dua keinginan atau lebih pada diri Ava juga terjadi karena tidak

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar.

Tokoh Ava kerap kali menerima perlakuan kasar dari sang ayah, terutama

setelah pindah ke Rusun Nero. Di sana, Ava yang masih berumur 6 tahun itu sering

ditinggalkan sendiri di rumah tanpa diberi makan. Ava bahkan tidur di sebuah koper

beralaskan tumpukan-tumpukan baju karena belum memiliki kasur sejak

kepindahannya ke rusun tersebut. Melihat Ava yang sedang tidur di koper, sang ayah

justru murka dan menendang-nendang koper serta menjepit Ava di dalam koper

dengan memaksa menutup koper tersebut. Ava juga sering menerima teriakan

dengan sebutan “anak setan” di depan wajahnya setiap kali sang ayah murka.

Perlakuan-perlakuan yang diterima Ava membuatnya menyadari bahwa ia sama

sekali tak pernah dicintai oleh sang ayah, bahkan dibenci. Dari begitu banyak

peristiwa yang terjadi pada tokoh Ava, peneliti melihat bahwa teori Maslow

mengenai kebutuhan dasar fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan

rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang, serta kebutuhan akan penghargaan tak

pernah dimiliki tokoh Ava. Keempat kebutuhan dasar yang tak terpenuhi tersebut

mengakibatkan banyaknya permasalahan batin pada diri tokoh Ava.

Konflik batin yang dialami oleh tokoh Ava dikaji oleh peneliti dengan

menggunakan teori Kurt Lewis yang dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu (a) konflik

mendekat-mendekat (approach-approach conflict) di mana seseorang menghadapi

dua motif atau lebih yang sama-sama bernilai positif, (b) konflik menjauh-menjauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

(avoidance-avoidance conflict) di mana seseorang menghadapi dua motif atau lebih

yang sama-sama bernilai negatif, dan (c) konflik mendekat-menjauh (approach-

avoidance conflict) di mana seseorang menghadapi motif yang mengandung nilai

positif, namun juga mengandung nilai negatif.

Tokoh Ava mengalami berbagai konflik batin yang dapat dikategorikan

sebagai konflik mendekat-mendekat, konflik menjauh-menjauh, dan konflik

mendekat-menjauh. Berikut adalah analisis peneliti mengenai konflik batin yang

terjadi pada tokoh Ava dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z.

3.2.1 Konflik Mendekat-Mendekat (Approach-Approach Conflict)

Ada beberapa konflik batin berupa konflik mendekat-mendekat yang terjadi

pada diri Ava. Konflik batin ini terjadi ketika tokoh Ava merasa bimbang untuk

menuruti nasehat Mama Ava agar tidak ikut-ikutan pergi bersama orang lain dengan

sembarangan. Sementara di sisi lain, tokoh Ava saat itu tidak tahu lagi harus pergi ke

mana karena Papa dan Mama Ava sedang meninggalkan dirinya sendirian di Rusun

Nero. Konflik batin ini terjadi karena disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan

akan penghargaan pada Ava. Tokoh Ava tidak dianggap sebagai anak semata

wayangnya sendiri jika melihat tindakan kedua orangtuanya yang tega

meninggalkannya sendirian begitu saja di Rusun Nero. Berikut kutipannya.

(116) Dia memperhatikanku. Lalu, katanya, “Kamu mau ikut?”


Aku buru-buru mengangguk. Aku tidak tahu siapa Kak Suri. Dan kata Mama,
jangan suka ikut-ikut orang sembarangan. Tapi, aku tidak tahu harus ke mana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

lagi. Lagi pula, Mama dan Papa juga sering membawaku menemui orang
yang tidak kukenal. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:59)

Selain itu, tokoh Ava juga mengalami konflik batin lain yang masih dapat

dikategorikan sebagai konflik mendekat-mendekat. Konflik tersebut terjadi ketika

tokoh Ava ingin cepat-cepat pergi dari rumah Pak dan Bu Tukang Sate saat hari

masih sangat pagi. Hal itu dilakukan agar dirinya dan Pepper tidak dibawa ke kantor

polisi sekaligus dapat cepat-cepat bertemu dengan Nenek Isma. Sementara di sisi

lain, tokoh Ava masih sangat mengantuk karena terbangun saat waktu masih sangat

pagi bagi dirinya untuk bangun. Konflik batin ini terjadi karena disebabkan

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Ava merasa ketakutan

ketika mendengar bahwa dirinya dan Pepper akan dibawa ke kantor polisi. Baginya,

dibawa ke kantor polisi berarti ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal itu

menjadi momok yang menakutkan bagi dirinya. Berikut kutipannya.

(117) Beberapa lama kemudian, baru dia bilang: “Kita harus pergi.”
Aku diam. Lalu, pelan-pelan, bilang, “Pergi sekarang?”
“Kan, sepedanya sudah dapat. Ada di teras. Kita pergi ke stasiun sekarang.
Beli tiket. Terus, langsung naik bus ke pelabuhan. Semakin cepat sampai ke
rumah Nenek, semakin baik, kan?”
“Iya, sih,” gumamku. Aku diam saja. Aku tidak mau bilang kalau aku masih
mau tidur. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:170)

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Ava

mengalami dua macam konflik batin yang dikategorikan sebagai konflik mendekat-

mendekat pada novel Di Tanah Lada. Konflik pertama, tokoh Ava ingin menuruti

nasehat Mama Ava berupa tidak ikut-ikutan pergi bersama orang dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

sembarangan. Sementara dirinya tidak tahu harus pergi ke mana lagi karena Papa dan

Mama Ava meninggalkan dirinya sendirian. Konflik ini merupakan perwujudan dari

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan penghargaan pada diri Ava. Konflik kedua,

tokoh Ava ingin cepat-cepat pergi dari rumah Pak dan Bu Tukang Sate saat hari

masih sangat pagi agar tidak dibawa ke kantor polisi sekaligus cepat bertemu dengan

nenek. Sementara dirinya masih ingin tidur karena ngantuk dan terbangun saat waktu

masih sangat pagi. Konflik ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya

kebutuhan akan rasa aman.

3.2.2 Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)

Ada beberapa konflik batin berupa konflik menjauh-menjauh yang terjadi

pada diri Ava. Konflik batin ini terjadi ketika tokoh Ava merasa khawatir bahwa

Mama Ava akan tidak senang pada dirinya yang berkata jujur dengan mengatakan

bahwa Papa Ava mirip hantu. Sementara di sisi lain, Mama Ava akan lebih tidak

senang lagi jika Ava berkata bohong. Konflik batin ini terjadi karena disebabkan

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Tokoh Ava meyakini

bahwa Papa Ava adalah sosok yang menyeramkan bagi dirinya sehingga

membuatnya ketakutan. Karena hantu itu menyeramkan, Ava menganggap ayahnya

sama seperti hantu. Berikut kutipannya.

(118) Kurasa Mama tidak akan senang kalau aku bilang Papa mirip hantu. Tapi
kurasa Mama tidak akan senang kalau aku bicara bohong. Jadi, kurasa lebih
baik aku jujur. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

Selain itu, terdapat konflik batin lain ketika Ava tiba di rumah barunya di

Rusun Nero. Melihat rumahnya yang baru, Ava langsung merasa tidak suka pada

suasana dan kondisinya yang gelap, kumuh, dan kotor. Sementara di sisi lain, Ava

tidak berani mengatakan apa yang dipikirkannya soal rumah baru tersebut karena

khawatir akan membuat Papa Ava marah. Konflik batin ini juga terjadi karena

disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Tokoh Ava

tidak berani mengutarakan apapun perasaan dan pikirannya karena sudah tahu bahwa

dirinya pasti akan dimarahi begitu melakukannya. Berikut kutipannya.

(119) Papa berkacak pinggang di tengah-tengah ruangan. “Nah!” serunya lantang.


Kalau Papa bicara selalu lantang, itu membuatku kaget, kemudian takut. Papa
bilang, “Kuharap kalian suka!”
Kurasa aku tidak suka. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa karena itu akan
membuat Papa marah. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:15)

Adapun konflik batin lain terjadi pada diri Ava ketika secara tiba-tiba,

makanan yang sedang dimakan Ava ditarik oleh Pepper. Ava yang saat itu belum

mengenal Pepper merasa cemas karena berpikir bahwa makanannya telah direbut dan

akan dimakan oleh Pepper. Sementara di sisi lain, Ava tidak berani melawan dan

menentang karena takut terhadap Pepper. Konflik batin ini juga terjadi karena

disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Tokoh Ava

yang saat itu belum mengenal Pepper tentunya tidak mengetahui sifat Pepper yang

sebenarnya. Sehingga ketika Ava mengalami suatu kejadian tidak terduga, Ava yang

masih kecil mudah merasa ketakutan. Berikut kutipannya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

(120) Dia menarik piringku. Kupikir, dia mau memakan makananku. Tapi karena
aku takut pada anak pengamen, aku tidak berani menentangnya. Bisa saja dia
memukul kepalaku dengan gitarnya. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:21)

Di sisi lain, terdapat konflik batin lain yang terjadi ketika tokoh Ava

diceritakan tentang hal-hal mengerikan yang pernah terjadi di Rusun Nero oleh

Pepper. Ava yang merasa ketakutan dan cemas terhadap cerita tersebut membuatnya

merasakan dorongan ingin menangis. Sementara di sisi lain, Ava memaksa dirinya

agar tidak menangis karena takut dipukul oleh ayahnya. Sang ayah membenci

tangisan yang dikeluarkan oleh Ava, sehingga membuat Ava akan menerima

hukuman jika menangis. Konflik batin ini juga terjadi karena disebabkan

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Ava merasa ketakutan dan

cemas terhadap sesuatu, tetapi dirinya tidak serta merta dapat mengungkapkan

bentuk ekspresinya lewat tangisan karena tahu bahwa dirinya akan menerima

kekerasan dari Papa Ava jika menangis. Berikut kutipannya.

(121) Aku tidak suka tikus. Aku juga tidak suka hantu. Aku mau menangis, tapi aku
ingat kalau Papa benci sekali kalau aku menangis. Mungkin, bukan cuma
sisir, aku juga akan dipukul pakai sapu kalau ketahuan menangis.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:24)

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Ava

mengalami empat macam konflik batin yang dikategorikan sebagai konflik menjauh-

menjauh pada novel Di Tanah Lada. Konflik pertama, tokoh Ava khawatir bahwa

Mama Ava tidak akan senang jika Ava berkata jujur tentang ayahnya yang mirip

hantu. Sementara Mama Ava justru lebih tidak senang jika Ava berkata bohong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Konflik kedua, tokoh Ava merasa tidak suka pada kondisi rumah barunya di Rusun

Nero yang gelap, kumuh, dan kotor. Sementara, Ava tidak berani mengutarakan

pikiran dan perasaannya tentang Rusun Nero karena khawatir akan membuat Papa

Ava marah padanya. Konflik ketiga, ketika makanannya ditarik oleh Pepper, tokoh

Ava merasa cemas karena berpikir bahwa makanannya telah direbut dan akan

dimakan oleh Pepper. Sementara, Ava tidak berani melawan dan menentang karena

takut pada Pepper. Konflik terakhir, tokoh Ava yang telah mendengar cerita seram

mengenai Rusun Nero merasakan dorongan ingin menangis karena merasa cemas

dan ketakutan. Sementara, Ava juga menahan diri untuk tidak menangis karena takut

dipukul oleh ayahnya jika ketahuan menangis. Keseluruhan konflik yang terjadi pada

kategori konflik menjauh-menjauh pada tokoh Ava ini merupakan perwujudan dari

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman.

3.2.3 Konflik Mendekat-Menjauh (Approach-Avoidance Conflict)

Ada beberapa konflik batin berupa konflik mendekat-menjauh yang terjadi

pada diri Ava. Konflik batin ini terjadi ketika tokoh Ava mengetahui bahwa dirinya

akan dimarahi dan dijewer karena melakukan perbuatan menguping. Kondisi ini

bernilai negatif pada dirinya. Sementara di sisi lain, tokoh Ava tetap ingin melakukan

perbuatan menguping karena merasa bahwa perbuatan itu terasa menyenangkan bagi

dirinya. Kondisi ini bernilai positif bagi dirinya. Konflik batin ini terjadi karena

disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Tokoh Ava
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

mengetahui bahwa dirinya akan mendapat hukuman jika ketahuan menguping,

namun ia tak dapat menahan keinginan untuk menguping karena dirasa

menyenangkan baginya. Berikut kutipannya.

(122) Kurasa aku akan kena marah Papa begitu pulang nanti. Papa benci aku. Tapi
dia lebih benci lagi kalau aku menguping. Aku sudah berusaha tidak
menguping, tapi ternyata menguping itu asyik. Papa sudah berkali-kali
menangkapku menguping. Setiap kali aku tertangkap, Papa akan menjewer
telingaku dan memukul pantatku dengan sisir. (Zezsyazeoviennazabrizkie,
2015:19)

Selain itu, terdapat konflik batin lain yang terjadi pada tokoh Ava ketika ia

merasa gelisah karena tidak mempunyai tempat yang layak bagi dirinya untuk tidur.

Kondisi ini bernilai negatif bagi dirinya. Sementara di sisi lain, tokoh Ava disarankan

untuk tidur di dalam koper. Sayangnya, Ava tidak ingin tidur di dalamnya.

Keinginannya untuk tidak tidur dalam koper bernilai positif bagi diri Ava. Konflik

batin ini terjadi karena disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan fisiologis pada

Ava. Konflik batin ini disebabkan oleh kondisinya yang tidak mempunyai tempat

yang benar-benar layak untuk tidur. Berikut kutipannya.

(123) Aku melepaskan sepatuku dan mencoba tidur di dalam koper. Memang
lumayan muat. “Tapi aku tidak mau tidur di dalam koper,” protesku.
“Ya, cukup, kan, sampai kamu dapat kasur? Daripada kamu harus tidur di
dalam kamar mandi.”
Tapi aku terus memprotes. Soalnya, anak-anak kan tidak seharusnya tidur di
dalam koper. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:71)

Terakhir, konflik batin ini terjadi ketika Ava mempunyai keinginan untuk

makan makanan sate. Keinginan ini bernilai positif bagi dirinya. Sementara di sisi

lain, Ava tidak berani mengutarakan keinginannya tersebut, karena biasanya Ava
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

akan mendapat amarah dan amukan dari sang ayah jika mengutarakan keinginannya.

Sejak saat itu, Ava terbiasa untuk memendam sendiri dan tidak mengutarakan apa

yang ia inginkan. Kondisi ini bernilai negatif bagi dirinya. Konflik batin ini terjadi

karena disebabkan ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Tokoh

Ava telah belajar bahwa ia akan menerima amukan dari Papa Ava jika mengutarakan

keinginannya. Belajar dari hal itu, Ava terpaksa melindungi dirinya sendiri dengan

cara tidak mengutarakan keinginannya dan memilih untuk memendamnya sendiri.

Berikut kutipannya.

(124) Aku, sebenarnya, mau makan sate. Tapi itu tidak ditawarkan. Jadi, aku tidak
berani bilang. Soalnya, kalau aku bilang aku mau sesuatu ke Papa, Papa akan
mulai marah-marah dan bilang kalau ‘si cecodot culun itu harus diajari
supaya berhenti kurang ajar’. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:159)

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Ava

mengalami tiga macam konflik batin yang dikategorikan sebagai konflik mendekat-

menjauh pada novel Di Tanah Lada. Konflik pertama, tokoh Ava mengetahui bahwa

dirinya akan dimarahi dan dijewer karena melakukan perbuatan menguping.

Sementara, tokoh Ava tetap ingin melakukan perbuatan menguping karena merasa

bahwa perbuatan itu terasa menyenangkan bagi dirinya. Konflik ini merupakan

perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Konflik

kedua, tokoh Ava merasa gelisah karena tidak mempunyai tempat yang layak bagi

dirinya untuk tidur. Sementara, tokoh Ava disarankan untuk tidur di dalam koper.

Sayangnya, Ava tidak ingin tidur di dalamnya. Konflik ini merupakan perwujudan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

dari ketidakterpenuhinya kebutuhan fisiologis pada Ava. Konflik ketiga, tokoh Ava

mempunyai keinginan untuk makan makanan sate. Sementara, Ava tidak berani

mengutarakan keinginannya tersebut, karena biasanya Ava akan mendapat amarah

sang ayah jika mengutarakan keinginannya. Sejak saat itu, Ava terbiasa untuk

memendam sendiri dan tidak mengutarakan apa yang ia inginkan. Konflik ini

merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada

Ava.

3.2.4 Konflik yang Disebabkan oleh Harapan yang Berbeda dengan Kenyataan

Selain konflik batin menurut Kurt Lewis yang dialami tokoh Ava, peneliti

juga menemukan bahwa Ava sebagai tokoh utama kadangkala mengalami konflik

batin yang disebabkan oleh harapannya yang berbeda dengan kenyataan. Maka dari

itu, peneliti juga akan menjabarkan secara singkat konflik batin yang dialami oleh

tokoh Ava karena disebabkan oleh harapannya yang berbeda dengan kenyataan.

Tokoh Ava mengalami konflik batin saat ia ingin bertanya tentang keadaan

Pepper yang sedang bersedih pada Pepper sendiri. Sementara di sisi lain, Ava tidak

ingin terus-terusan bertanya pada Pepper karena takut dapat membuat Pepper yang

sedang bersedih menjadi menangis. Ava tak ingin membuat Pepper menangis. Dalam

konflik batin ini, peneliti melihat bahwa ada harapan yang berbeda dengan

kenyataan. Ava memiliki harapan bahwa ia dapat mengetahui keadaan atau pun

kondisi Pepper tanpa membuat Pepper menangis sama sekali. Namun kenyataannya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

jika Ava terus-terusan bertanya pada Pepper, hal itu justru bisa membuat Pepper

yang sedih malah menjadi menangis. Hal ini terbukti pada kutipan berikut.

(125) Tapi, aku lebih cemas soal Pepper. Dia kelihatannya ingin menangis.
“Nggak apa-apa?” tanyaku, pelan-pelan. Aku takut. Kalau aku bicara banyak,
mungkin dia akan menangis. Aku tidak mau buat dia menangis.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:181).

Selain itu, tokoh Ava juga mengalami konflik batin lain ketika dirinya

mencari ibunya lalu kemudian menemukan Mama Ava di tempat judi. Di sana, Ava

diminta untuk pulang kembali dan menunggu kepulangan kedua orangtuanya di

rumah makan. Ava sebenarnya tidak ingin menunggu di sana. Sementara di sisi lain,

Ava terpaksa menuruti dan patuh terhadap permintaan sang ibu karena tidak ingin

membuat ibunya bersedih. Dalam konflik batin ini, peneliti melihat bahwa ada

harapan yang berbeda dengan kenyataan. Ava memiliki harapan bahwa Mama Ava

akan ikut pulang bersama dirinya ke Rusun Nero sehingga tokoh Ava tidak perlu

menunggu sendirian di rumah makan. Namun kenyataannya, Mama Ava tetap

bersama dengan Papa Ava di tempat judi, sehingga Ava tetap harus menunggu di

rumah makan agar tak membuat ibunya bersedih. Hal ini terbukti pada kutipan

berikut.

(126) Aku mengangguk patuh. Aku tidak mau menunggu di rumah makan, tapi
kalau aku tidak patuh, mungkin Mama akan jadi lebih sedih lagi. Padahal,
sekarang dia sudah sangat sedih. Dan aku tidak mau membuat Mama sedih.
Itu cukup jadi kerjaannya Papa saja. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:36)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

Adapun konflik batin lain yang terjadi pada diri Ava ketika dirinya merasa

sangat membuat repot Pepper. Sementara di sisi lain, Ava yang masih sangat kecil

tidak dapat membantu apa-apa. Dalam konflik batin ini, peneliti melihat bahwa ada

harapan yang berbeda dengan kenyataan. Ava memiliki harapan agar dirinya dapat

membantu Pepper sehingga tidak merepotkan temannya tersebut. Namun

kenyataannya, Ava tidak bisa melakukan apa-apa. Hal ini terbukti pada kutipan

berikut.

(127) Aku diam saja. Sepertinya, aku sangat merepotkan Pepper. Dia sudah
mengayuh sepeda sampai ke sini, menjual ponselnya, menjagaku dari
ancaman polisi, dan membawaku jauh dari Papa. Sementara, aku tidak
membantu apa-apa. Kerjaannya minta ini-itu terus.
(Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:177-178)

Terjadi konflik batin lain terhadap diri Ava ketika dirinya sangat ingin

memakan makanan sate. Sementara di sisi lain, Ava kemudian merasa sedih karena

dirinya tidak bisa memakan sate tanpa disuapi oleh Mama Ava. Ia juga menjadi lebih

sedih karena dirinya yang sudah berpisah dengan Mama Ava, tidak akan pernah bisa

makan sate lagi. Dalam konflik batin ini, peneliti melihat bahwa ada harapan yang

berbeda dengan kenyataan. Ava memiliki harapan bahwa dirinya dapat memakan

sate sekaligus dengan disuapi oleh sang ibu. Namun kenyataannya, Mama Ava

sedang tidak bersama dengan dirinya sehingga tentunya tidak akan ada yang

menyuapinya dengan makanan sate. Berikut kutipannya.

(128) Aku baru ingat kalau aku tidak bisa makan sate sendiri. Biasanya, aku disuapi
Mama. Aku jadi sedih, karena sepertinya aku tidak akan pernah bisa makan
sate lagi. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:161)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

Tokoh Ava kemudian mengalami konflik batin lain ketika dirinya merasa

sedih karena Pepper tidak dapat tinggal bersama-sama dengan Ava di rumah Nenek

Isma. Sementara di sisi lain, Ava berlapang dada dan merelakan Pepper yang akan

tinggal bersama dengan Mas Alri yang baik hati. Dalam konflik batin ini, peneliti

melihat bahwa ada harapan yang berbeda dengan kenyataan. Ava memiliki harapan

bahwa Pepper dapat tinggal bersama dengan dirinya. Namun kenyatannya, Pepper

tidak tinggal bersama dirinya karena akan tinggal bersama dengan Mas Alri. Hal ini

terbukti pada kutipan berikut.

(129) Aku mengangguk. Aku sedih karena Pepper tidak jadi tinggal bersama Nenek
Isma dan aku, tapi tidak apa-apa. Dia tinggal bersama Mas Alri. Dan, Mas
Alri baik. Jadi, tidak apa-apa. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:182)

Terakhir, konflik batin sekali lagi terjadi pada tokoh Ava ketika ia sangat

ingin memakan soto yang beraroma wangi. Sementara di sisi lain, perut Ava sudah

terasa kenyang dan dirinya menjadi sedih karena tidak bisa makan lagi. Dalam

konflik batin ini, peneliti melihat bahwa ada harapan yang berbeda dengan

kenyataan. Ava memiliki harapan bahwa dirinya dapat makan soto beraroma wangi

tersebut. Namun kenyataannya, perutnya yang sudah kenyang tidak dapat lagi

menerima makanan. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut.

(130) Setelah kami selesai mandi, Mas Alri membawa kami ke warung soto. Aku
masih kenyang, tapi sotonya wangi sekali sehingga aku sedih karena tidak
bisa makan. (Zezsyazeoviennazabrizkie, 2015:186)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Ava

mengalami enam macam konflik batin yang dikategorikan sebagai konflik yang

disebabkan oleh harapan yang berbeda dengan kenyataan pada novel Di Tanah Lada.

Konflik pertama, Ava ingin bertanya tentang keadaan Pepper yang sedang bersedih

pada Pepper sendiri. Sementara, Ava tidak ingin terus-terusan bertanya pada Pepper

karena takut dapat membuat Pepper yang sedang bersedih menjadi menangis. Ava

tak ingin membuat Pepper menangis. Konflik kedua, Ava diminta untuk pulang

kembali dan menunggu kepulangan kedua orangtuanya di rumah makan. Ava

sebenarnya tidak ingin menunggu di sana. Sementara, Ava terpaksa menuruti dan

patuh terhadap permintaan sang ibu karena tidak ingin membuat ibunya bersedih.

Konflik ketiga, Ava merasa sangat membuat repot Pepper. Sementara, Ava yang

masih sangat kecil tidak dapat membantu apa-apa. Konflik keempat, Ava sangat

ingin memakan sate. Sementara, Ava merasa sedih karena tidak bisa memakan sate

tanpa disuapi oleh Mama Ava. Ia juga menjadi lebih sedih karena dirinya yang sudah

berpisah dengan Mama Ava, tidak akan pernah bisa makan sate lagi. Konflik kelima,

Ava merasa sedih karena Pepper tidak dapat tinggal bersama-sama dengannya di

rumah Nenek Isma. Sementara, Ava merelakan Pepper yang akan tinggal bersama

dengan Mas Alri yang baik hati. Konflik terakhir, Ava sangat ingin memakan soto

yang beraroma wangi. Sementara, perut Ava sudah terasa kenyang dan dirinya

menjadi sedih karena tidak bisa makan lagi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

3.3 Rangkuman

Berdasarkan analisis di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tokoh Ava

seringkali mengalami kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, serta ketakutan. Hal itu

sebagian besar disebabkan karena ketidakterpenuhinya beberapa kebutuhan dasar

menurut Abraham Maslow pada dirinya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kebutuhan

fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan

akan kasih sayang, serta kebutuhan akan penghargaan.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan fisiologis pada tokoh Ava terjadi ketika Ava

sekeluarga tidak mengonsumsi makan malam karena amukan sang Papa. Adapun

makan siang yang ridak diperoleh Ava karena terjebak kemacetan. Tempat tinggal

berupa Rusun Nero yang tidak layak untuk dihuni bagi Ava sekeluarga. Tempat

untuk tidur yang sangat tidak layak bagi anak kecil sepertinya, yaitu kamar mandi

dan koper. Hingga d akhir cerita, Ava yang menenggelamkan diri bersama Pepper ke

dalam lautan membuatnya kesulitan untuk bernapas. Karena itu, kebutuhan fisiologis

berupa kebutuhan oksigen tidak terpenuhi oleh tokoh Ava dalam penggambaran ini.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada tokoh Ava terjadi ketika

dirinya bersiaga akan dimarahi dan dipukuli karena menguping pembicaraan orang

tuanya. Ava juga berasumsi bahwa ia akan dipukuli jika ayahnya mempunyai gitar

yang akan digunakan untuk mementungnya. Saking cemasnya akan menerima

kekerasan, tokoh Ava bahkan sama sekali tidak dapat mengungkapkan emosinya

lewat tangisan. Ia menyadari bahwa tangisannya tersebut justru akan mengundang


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

kekerasan lain terjadi pada dirinya oleh Papa Ava. Ava juga merasa ketakutan akan

dipukul ketika pintu kamar mandi diketuk oleh seseorang. Ia menangis dan menjerit

meminta maaf karena mengompol, dan bahkan sampai memohon agar jangan

dipukul oleh sang ayah. Ketakutan dan kecemasan dipukul membuat Ava menjadi

pribadi yang tidak bebas menikmati apa pun. Ava tidak dapat dengan bebas

menonton televisi karena takut akan dimarahi. Di sisi lain, kekerasan paling parah

juga terjadi pada diri Ava ketika Papa Ava berusaha menjepit tubuh Ava dengan

menutup koper ketika Ava masih tertidur di dalam koper. Selain merasa tidak aman

dan terancam oleh perbuatan kekerasan sang ayah, tokoh Ava juga pernah merasa

terancam dan ketakutan oleh tindakan kekerasan dari orang lain. Ava merasa

terancam melihat perlakuan kasar yang dilakukan oleh Papa Pepper terhadap diri

Pepper. Ava yang saat itu berada di dekat Pepper juga ikut-ikutan merasa cemas dan

ketakutan.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang

pada tokoh Ava terjadi ketika ia menganggap bahwa bentuk kekerasan yang

dilakukan ayahnya merupakan ‘bentuk kasih sayang’ Papa. Di situ Ava justru tidak

ingin disayang oleh ayahnya. Selain itu, ketiadaan cinta kasih dari ayahnya seringkali

membuat tokoh Ava menangis. Perlakuan kasar maupun ketiadaan cinta kasih sang

ayah juga membuat tokoh Ava menyadari bahwa dirinya memang dibenci oleh

ayahnya. Tokoh Ava pun tumbuh menjadi seorang anak yang sangat kekurangan

kasih sayang. Ia sangat ingin disayangi dan membutuhkan perhatian Mama Ava,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

bahkan ketika Ava ingin tidur. Terakhir, ketiadaan kasih sayang dari Papa Ava juga

terlihat dari tindakan sang ayah yang tidak mau digandeng tangannya oleh Ava. Jika

Ava mencoba menggandeng tangan ayahnya, tangan Ava terancam diludahi.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan penghargaan pada tokoh Ava terjadi

ketika ia sama sekali tidak diperlakukan dan dihargai seperti anak kecil pada

umumnya. Selain itu, karena terlalu sering dicap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan

memandang rendah harga dirinya sendiri dengan menganggap bahwa satu-satunya

hal yang bisa dilakukannya adalah menghabiskan uang orang tuanya. Tidak hanya

dianggap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan juga dihargai sebagai seorang jalang

oleh ayahnya sendiri. Selain dicap pemalas dan jalang, tokoh Ava juga dianggap

seperti sampah, menjijikkan dan tidak berguna. Hal ini tercermin dari tingkah laku

Papa Ava yang ingin memberi nama Ava ‘saliva’ yang berarti ludah. Ava tumbuh

menjadi anak yang seringkali diabaikan. Tokoh Ava pun sering ditinggal pergi begitu

saja oleh kedua orang tuanya.

Karena begitu banyak kebutuhan-kebutuhan dasar yang tak terpenuhi pada

diri Ava, tokoh Ava sering kali mengalami berbagai macam pertentangan yang

terjadi dalam batinnya. Dua pertentangan batin yang terjadi pada diri Ava

disimpulkan oleh peneliti sebagai konflik-konflik batin. Konflik-konflik batin pada

tokoh Ava dibagi ke dalam tiga jenis menurut Kurt Lewis, yaitu konflik mendekat-

mendekat, konflik menjauh-menjauh, dan konflik mendekat-menjauh.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

Pada konflik mendekat-mendekat, tokoh Ava mengalami dua macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava ingin menuruti nasehat Mama Ava berupa tidak

ikut-ikutan pergi bersama orang dengan sembarangan. Sementara dirinya tidak tahu

harus pergi ke mana lagi karena Papa dan Mama Ava meninggalkan dirinya

sendirian. Konflik ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan

akan penghargaan pada diri Ava. Konflik kedua, tokoh Ava ingin cepat-cepat pergi

dari rumah Pak dan Bu Tukang Sate saat hari masih sangat pagi agar tidak dibawa ke

kantor polisi sekaligus cepat bertemu dengan nenek. Sementara dirinya masih ingin

tidur karena ngantuk dan terbangun saat waktu masih sangat pagi. Konflik ini

merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman.

Pada konflik menjauh-menjauh, tokoh Ava mengalami empat macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava khawatir bahwa Mama Ava tidak akan senang jika

Ava berkata jujur tentang ayahnya yang mirip hantu. Sementara Mama Ava justru

lebih tidak senang jika Ava berkata bohong. Konflik kedua, tokoh Ava merasa tidak

suka pada kondisi rumah barunya di Rusun Nero yang gelap, kumuh, dan kotor.

Sementara, Ava tidak berani mengutarakan pikiran dan perasaannya tentang Rusun

Nero karena khawatir akan membuat Papa Ava marah padanya. Konflik ketiga,

ketika makanannya ditarik oleh Pepper, tokoh Ava merasa cemas karena berpikir

bahwa makanannya telah direbut dan akan dimakan oleh Pepper. Sementara, Ava

tidak berani melawan dan menentang karena takut pada Pepper. Konflik terakhir,

tokoh Ava yang telah mendengar cerita seram mengenai Rusun Nero merasakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

dorongan ingin menangis karena merasa cemas dan ketakutan. Sementara, Ava juga

menahan diri untuk tidak menangis karena takut dipukul oleh ayahnya jika ketahuan

menangis. Keseluruhan konflik yang terjadi pada kategori konflik menjauh-menjauh

pada tokoh Ava ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan

rasa aman.

Pada konflik mendekat-menjauh, tokoh Ava mengalami tiga macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava mengetahui bahwa dirinya akan dimarahi dan

dijewer karena melakukan perbuatan menguping. Sementara, tokoh Ava tetap ingin

melakukan perbuatan menguping karena merasa bahwa perbuatan itu terasa

menyenangkan bagi dirinya. Konflik ini merupakan perwujudan dari

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Konflik kedua, tokoh Ava

merasa gelisah karena tidak mempunyai tempat yang layak bagi dirinya untuk tidur.

Sementara, tokoh Ava disarankan untuk tidur di dalam koper. Sayangnya, Ava tidak

ingin tidur di dalamnya. Konflik ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya

kebutuhan fisiologis pada Ava. Konflik ketiga, tokoh Ava mempunyai keinginan

untuk makan makanan sate. Sementara, Ava tidak berani mengutarakan

keinginannya tersebut, karena biasanya Ava akan mendapat amarah sang ayah jika

mengutarakan keinginannya. Sejak saat itu, Ava terbiasa untuk memendam sendiri

dan tidak mengutarakan apa yang ia inginkan. Konflik ini merupakan perwujudan

dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Selain konflik batin menurut Kurt Lewis yang dialami tokoh Ava, peneliti

juga menyimpulkan bahwa Ava sebagai tokoh utama kadangkala mengalami konflik

batin yang disebabkan oleh harapannya yang berbeda dengan kenyataan. Pada

konflik ini, tokoh Ava mengalami enam macam konflik batin. Konflik pertama, Ava

ingin bertanya tentang keadaan Pepper yang sedang bersedih pada Pepper sendiri.

Sementara, Ava tidak ingin terus-terusan bertanya pada Pepper karena takut dapat

membuat Pepper yang sedang bersedih menjadi menangis. Ava tak ingin membuat

Pepper menangis. Konflik kedua, Ava diminta untuk pulang kembali dan menunggu

kepulangan kedua orangtuanya di rumah makan. Ava sebenarnya tidak ingin

menunggu di sana. Sementara, Ava terpaksa menuruti dan patuh terhadap permintaan

sang ibu karena tidak ingin membuat ibunya bersedih. Konflik ketiga, Ava merasa

sangat membuat repot Pepper. Sementara, Ava yang masih sangat kecil tidak dapat

membantu apa-apa. Konflik keempat, Ava sangat ingin memakan sate. Sementara,

Ava merasa sedih karena tidak bisa memakan sate tanpa disuapi oleh Mama Ava. Ia

juga menjadi lebih sedih karena dirinya yang sudah berpisah dengan Mama Ava,

tidak akan pernah bisa makan sate lagi. Konflik kelima, Ava merasa sedih karena

Pepper tidak dapat tinggal bersama-sama dengannya di rumah Nenek Isma.

Sementara, Ava merelakan Pepper yang akan tinggal bersama dengan Mas Alri yang

baik hati. Konflik terakhir, Ava sangat ingin memakan soto yang beraroma wangi.

Sementara, perut Ava sudah terasa kenyang dan dirinya menjadi sedih karena tidak

bisa makan lagi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis pada bab-bab sebelumnya, peneliti menyimpulkan

bahwa tokoh utama dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z bernama Salva atau

yang biasa dipanggil Ava. Sebagai seorang tokoh utama, Ava mengambil banyak

peranan sebagai pelaku kejadian dalam cerita maupun peran yang dikenai banyak

kejadian. Tokoh Ava mengalami berbagai konflik batin dari awal hingga akhir cerita.

Dalam novel Di Tanah Lada, Ziggy Z sebagai pengarang melukiskan para

tokoh dengan menggunakan dua teknik pelukisan tokoh, yaitu teknik ekspositori dan

teknik dramatik. Dari teknik ekspositori, peneliti menyimpulkan beberapa penokohan

yang dimiliki oleh tokoh Ava. Ava adalah anak kecil yang sangat suka berpikiran

meracau. Segala ide-ide atau gagasan yang menarik banyak bermunculan di dalam

kepalanya. Ava juga digambarkan sebagai anak kecil yang sangat suka berbahasa

Indonesia. Bentuk rasa sukanya itu ditunjukkan dari buku kamus yang selalu

dibawanya kemana-mana. Ava juga adalah seorang anak yang sangat takut

menyuarakan keinginannya. Ketakutannya sebagian besar disebabkan oleh sang ayah

yang selalu memarahinya setiap kali Ava meminta sesuatu. Terakhir, Ava pun

menjadi seorang anak yang sangat tidak menyukai ayahnya. Ketidaksukaannya pada

sang ayah terjadi karena tindakan atau keberadaan Ava selalu salah di mata ayahnya.

129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

Sedangkan dari teknik dramatik, peneliti menyimpulkan bahwa Ava adalah

anak kecil yang masih berumur enam tahun. Selain itu, kedirian Ava juga

digambarkan sebagai anak yang penuh rasa ingin tahu. Apa pun yang tidak

dimengerti, akan langsung ditanyakan pada orang dewasa atau siapa pun yang berada

di sekitarnya. Kedirian Ava juga digambarkan dengan selalu berkata jujur dan apa

adanya. Apa pun yang terlintas dalam benaknya maupun bentuk kekaguman apa pun

yang dirasakannya akan selalu ia utarakan. Ava adalah anak yang penurut. Ia sangat

menuruti nasihat atau pun perintah dari sang ibu dan kakeknya. Di sisi lain, Ava

dididik untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang baik oleh Kakek Kia.

Lalu kemudian juga dididik untuk berbicara dengan Bahasa Indonesia yang tepat

oleh Kak Suri. Terakhir, sejak dulu kelahiran Ava tidak diharapkan oleh sang ayah.

Hal itu terlihat dari nama yang dulu ingin diberikan sang ayah kepada dirinya, yaitu

‘saliva’ yang berarti ludah. Ava dianggap seperti sampah dan tidak berguna.

Selain tokoh utama, peneliti juga menemukan bahwa pengarang juga

melukiskan para tokoh-tokoh tambahan dalam cerita dengan menggunakan teknik

ekspositori dan juga teknik dramatik. Tokoh-tokoh tambahan tersebut terdiri dari

Pepper, Mama Ava, Papa Ava, Kakek Kia, Kak Suri, dan Mas Alri,

Pepper dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai sosok

yang memiliki bentuk fisik mirip dengan Mas Alri. Pepper berambut dan bermata

cokelat, berperawakan kurus dan membawa gitar kemana-mana. Sedangkan dengan

teknik dramatik, Pepper dilukiskan sebagai tokoh yang memiliki nama asli dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

satu abjad saja, yaitu P. Selain itu, Pepper jugalah anak kecil yang masih berumur 10

tahun. Meskipun Pepper merupakan anak yang masih kecil, ia tumbuh menjadi anak

yang berprasangka buruk. Di sisi lain, Pepper adalah anak yang cukup di kenal di

Rusun Nero. Banyak orang-orang dewasa yang menyukainya dan senang akan

kehadirannya. Sama seperti Ava, Pepper juga tidak pernah merasakan cinta kasih

sang ayah. Bahkan, ketiadaan cinta kasih sang ayah kepada Pepper dibuktikan dari

perlakuan kasar yang seringkali dirasakan Pepper. Selain tidak dicintai dan sering

mendapat perlakuan kasar, Pepper yang masih kecil juga dipaksa untuk menjadi

tulang punggung bagi dirinya dan ayahnya. Di sisi lain, Pepper sudah ditinggalkan

begitu saja oleh ibunya sejak masih kecil. Di atas segala yang pernah terjadi, Pepper

tetap kuat, tegar, dan tahan banting menghadapi segala cobaan dalam hidupnya.

Mama Ava dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

sosok yang selalu mengalah terhadap suami. Keputusan apapun tak berani ia tentang.

Ketidakberanian tersebut membuat Mama Ava pun menjadi tokoh yang selalu

menuruti apa pun kehendak suaminya. Segala hal itu pun menjadikannya tokoh yang

selalu menangis. Sebagian besar tangisannya disebabkan oleh sang suami maupun

luka batinnya karena tak mampu menolak apapun kehendak sang suami, serta tak

mampu melakukan apa-apa untuk melindungi dirinya dan Ava dari perlakuan kasar

suaminya. Sedangkan dengan teknik dramatik, Mama Ava digambarkan memiliki

sifat yang sangat menyayangi Ava. Bentuk cintanya dilihat dari tingkah lakunya

kepada Ava selayaknya bagaimana seorang ibu memperlakukan anaknya. Mama Ava
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

juga digambarkan kediriannya sebagai tokoh yang selalu mendukung keputusan

anaknya.

Papa Ava dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

sosok yang diimajinasikan oleh Ava seperti hantu, monster, dan setan. Imajinasi

tersebut terbentuk karena ayahnya menakutkan, bertampang seram, bersikap seperti

monster, sangat kuat, dan senang berjudi. Seperti tokoh jahat, Papa Ava dilukis

dengan kedirian yang jahat dan suka membuat orang menangis. Tokoh ini juga

memiliki penokohan yang senang merugikan keluarganya dengan melakukan

perjudian. Terakhir, Papa Ava adalah orang yang suka memaksanakan kehendak.

Karena itu, ia menginginkan agar semua perintahnya harus dituruti. Sedangkan

dengan teknik dramatik, Papa Ava dilukiskan sebagai sosok yang pemarah. Ia mudah

marah bahkan pada hal-hal kecil sekalipun. Ia juga bukanlah seseorang yang

menghargai orang lain. Tidak menghargai orang lain membuat Papa Ava juga sering

mengucapkan perkataan kasar bahkan caci maki kepada istri dan anaknya. Terakhir,

sifatnya yang tak menghargai orang lain juga membuatnya sering membuat

keputusan mendadak yang melibatkan orang lain tanpa mendiskusikannya pada

orang tersebut. Ia tak pernah peduli bahkan jika keputusan tersebut membawa

dampak buruk terhadap orang yang dilibatkan dalam rencananya.

Kakek Kia dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

ayah dari pihak Papa Ava. Menurut Ava, Kakek Kia adalah orang yang baik

padanya, tidak seperti ayahnya. Selain itu, tokoh ini memiliki penokohan yang sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

pintar di mata Ava. Karena itu, Ava menganggapnya seperti idola. Ava mengagumi

Kakek Kia karena kepintarannya. Sedangkan dengan teknik dramatik, Kakek Kia

digambarkan sebagai sosok pengajar pribadi yang selalu mengajarkan Bahasa

Indonesia kepadanya. Kakek Kia membimbing Ava dalam mempelajari banyak

kosakata maupun pribahasa Bahasa Indonesia. Selain itu, Kakek Kia juga adalah

orang yang selalu mengajari Ava untuk berbicara menggunakan Bahasa Indonesia

yang baik dan benar. Menurutnya, berbicara dengan baik artinya berbicara dengan

sopan.

Kak Suri dengan teknik ekspositori digambarkan penokohannya sebagai

tokoh yang memiliki fisik dengan rambut hitam panjang dan berponi, berparas

cantik, berkulit putih dengan mata yang menyipit saat tersenyum. Ia juga pintar

berbahasa Inggris, mengajari Pepper Bahasa Inggris setiap Jumat, tidak bisa

memasak, dan masih kuliah. Sedangkan dengan teknik dramatik, Kak Suri dilukiskan

sebagai tokoh yang mengajarkan Ava untuk berbicara menggunakan Bahasa

Indonesia secara tepat. Maksudnya, Ava harus berbicara dengan menyesuaikan cara

bicara lawan bicara. Selain itu, Kak Suri adalah tokoh yang sangat peduli kepada

kondisi P. Ia peka dan mengetahui jika ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada diri

Pepper. Di sisi lain, Kak Suri juga digambarkan sebagai orang yang memiliki

pergaulan yang sangat bebas. Ia bahkan melakukan seks bebas bersama laki-laki

yang berlainan. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan bahwa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

sebenarnya Kak Suri adalah ibu kandung Pepper yang sebenarnya. Ia melahirkan

Pepper pada saat ia berusia 17 tahun.

Mas Alri dengan teknik ekspositori digambarkan sebagai seseorang dengan

fisik yang kurus, tinggi, bermata dan berambut coklat yang berantakan. Seperti

Pepper, ia juga membawa gitar di punggungnya. Di sisi lain, Mas Alri adalah tokoh

yang baik dan disukai Ava. Permainan gitar yang dimainkan juga bagus didengar.

Sedangkan dengan teknik dramatik, Mas Alri dilukiskan sebagai tokoh yang

menyayangi Pepper. Sikap dan tindakannya mencerminkan rasa sayangnya. Selain

itu, Mas Alri adalah seorang penyanyi lokal. Ia melakukan pekerjaannya di rumah

makan ataupun di hotel yang mengundangnya. Tokoh ini juga merupakan sosok

“penyelamat” bagi Ava dan Pepper yang hendak melakukan perjalanan yang

berbahaya. Ava dan Pepper yang hendak menuju rumah Nenek Isma pun diantarkan

oleh Mas Alri. Di akhir cerita, diketahui sebuah fakta mengejutkan bahwa

sebenarnya Mas Alri adalah ayah kandung Pepper yang sebenarnya.

Dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z, peneliti menyimpulkan bahwa

terdapat latar tempat, latar waktu, dan latar sosial yang dialami oleh tokoh Ava.

Dalam latar tempat, peneliti pun membaginya ke dalam latar Jakarta dan latar Bandar

Lampung. Latar Jakarta pun kembali di bagi ke dalam beberapa tempat, yaitu Rusun

Nero, Tempat Judi, Hotel Kristal, Rumah Sakit, Rumah Pak dan Bu Tukang Sate,

Stasiun Dekat Monas, dan Kapal. Rusun Nero merupakan tempat tinggal yang akan

dihuni oleh Ava sekeluarga setelah menerima warisan dari kematian kakeknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

Rusun Nero juga menjadi saksi bisu dari pertemuan pertama Ava dan Pepper.

Tempat Judi merupakan tempat di mana Ava menemukan ayah dan ibunya yang

pergi meninggalkan Ava sendirian. Hotel Kristal merupakan tempat di mana Ava dan

ibunya melarikan diri dari ayahnya di Rusun Nero. Hotel ini juga merupakan tempat

di mana Ava memutuskan untuk ikut pulang bersama Pepper ke Rusun Nero

meninggalkan Mama Ava di hotel. Selain itu, terdapat Rumah Sakit di mana Ava dan

Kak Suri mencari pengobatan bagi Pepper setelah disiksa oleh ayahnya. Di sana

jugalah tempat di mana Ava dan Pepper bersama-sama melarikan diri demi

menempuh perjalanan ke rumah Nenek Isma. Rumah Pak dan Bu Tukang Sate

merupakan tempat peristirahatan pertama Ava dan Pepper setelah melarikan diri

bersama dari rumah sakit. Stasiun Dekat Monas merupakan tempat di mana Mas Alri

menemukan Ava dan Pepper. Dari sana, Mas Alri pun setuju untuk mengantarkan

mereka berdua ke rumah Nenek Isma. Kapal merupakan kendaraan yang digunakan

oleh Ava, Pepper, dan Mas Alri menuju rumah Nenek Isma. Itulah latar yang dilalui

oleh tokoh Ava pada latar Jakarta

Sedangkan untuk latar Bandar Lampung, tokoh Ava hanya sampai kepada

latar Pantai Kiluan. Pantai Kiluan adalah tempat di mana Ava memberikan nama

sungguhan yang telah dibuatnya khusus untuk Pepper. Selain itu, dermaga Pantai

Kiluan juga menjadi tempat di mana Ava diberitahu fakta yang mengejutkan dari

Pepper. Yaitu bahwa ayah dan ibu kandung Pepper yang sebenarnya adalah Mas Alri

dan Kak Suri. Akhir dari cerita ini ditutup di latar yang sama di mana Ava dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

Pepper ingin bersama-sama menuju bintang di langit. Mereka melompat menuju

lautan pantulan bintang yang dingin, gelap, dan hitam.

Untuk latar waktu, peneliti membaginya ke dalam Rabu, 26 Juni 2013 dan

Kamis, 4 Juli 2013. Rabu, 26 Juni 2013 adalah momen di mana Kakek Kia sudah

meninggal dunia. Latar waktu ini juga menceritakan tentang momen di mana

kematian Kakek Kia membuat sibuk banyak orang. Ava dioper ke sana-kemari dan

bahkan ditinggal di rumah ketika prosesi pemakaman. Sedangkan pada Kamis, 4 Juli

2013 adalah momen di mana Ava sekeluarga berpindah dari rumah lamanya menuju

Rusun Nero.

Untuk latar sosial, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat kehidupan

masyarakat metropolitan Jakarta. Kota Jakarta memiliki predikat sebagai kota dengan

kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia. Karena itu, kemacetan di jalan raya

merupakan hal yang umum. Selain itu, masih terjadinya budaya berjudi dalam

sebagian masyarakat. Hal ini terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar Rusun

Nero yang masih ikut dalam permainan judi di rumah perjudian. Selain berjudi,

tindakan KDRT juga masih terjadi pada istri maupun anak-anak. Tidak hanya

KDRT, kota metropolitan Jakarta juga sarat akan pergaulan bebas di antara

kehidupan remaja. Hal inilah yang terjadi pada tokoh Kak Suri yang sering tidur

bersama lelaki yang berlainan. Akibat dari menjamurnya budaya pergaulan bebas,

banyak anak-anak yang kemudian lahir dari hubungan di luar pernikahan. Anak-anak

hasil hubungan di luar pernikahan pun tak jarang ditelantarkan dan tak terurus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

Pepper adalah anak di luar hubungan nikah Mas Alri dan Kak Suri, serta bukti

penelantaran mereka terhadap Pepper. Di atas itu semua, masyarakat Jakarta masih

mempunyai rasa kepedulian antar sesama. Kesulitan apa pun yang terjadi pada Ava

dan Pepper, selalu akan ada bala bantuan yang datang.

Dalam novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z, peneliti menyimpulkan bahwa

tokoh Ava seringkali mengalami kesedihan, kecemasan, kekhawatiran, serta

ketakutan. Hal itu sebagian besar disebabkan karena ketidakterpenuhinya beberapa

kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow pada dirinya. Kebutuhan dasar tersebut

berupa kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa

memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang, serta kebutuhan akan penghargaan.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan fisiologis pada tokoh Ava terjadi ketika Ava

sekeluarga tidak mengonsumsi makan malam karena amukan sang Papa. Adapun

makan siang yang ridak diperoleh Ava karena terjebak kemacetan. Tempat tinggal

berupa Rusun Nero yang tidak layak untuk dihuni bagi Ava sekeluarga. Tempat

untuk tidur yang sangat tidak layak bagi anak kecil sepertinya, yaitu kamar mandi

dan koper. Hingga d akhir cerita, Ava yang menenggelamkan diri bersama Pepper ke

dalam lautan membuatnya kesulitan untuk bernapas. Karena itu, kebutuhan fisiologis

berupa kebutuhan oksigen tidak terpenuhi oleh tokoh Ava dalam penggambaran ini.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada tokoh Ava terjadi ketika

dirinya bersiaga akan dimarahi dan dipukuli karena menguping pembicaraan orang

tuanya. Ava juga berasumsi bahwa ia akan dipukuli jika ayahnya mempunyai gitar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

yang akan digunakan untuk mementungnya. Saking cemasnya akan menerima

kekerasan, tokoh Ava bahkan sama sekali tidak dapat mengungkapkan emosinya

lewat tangisan. Ia menyadari bahwa tangisannya tersebut justru akan mengundang

kekerasan lain terjadi pada dirinya oleh Papa Ava. Ava juga merasa ketakutan akan

dipukul ketika pintu kamar mandi diketuk oleh seseorang. Ia menangis dan menjerit

meminta maaf karena mengompol, dan bahkan sampai memohon agar jangan

dipukul oleh sang ayah. Ketakutan dan kecemasan dipukul membuat Ava menjadi

pribadi yang tidak bebas menikmati apa pun. Ava tidak dapat dengan bebas

menonton televisi karena takut akan dimarahi. Di sisi lain, kekerasan paling parah

juga terjadi pada diri Ava ketika Papa Ava berusaha menjepit tubuh Ava dengan

menutup koper ketika Ava masih tertidur di dalam koper. Selain merasa tidak aman

dan terancam oleh perbuatan kekerasan sang ayah, tokoh Ava juga pernah merasa

terancam dan ketakutan oleh tindakan kekerasan dari orang lain. Ava merasa

terancam melihat perlakuan kasar yang dilakukan oleh Papa Pepper terhadap diri

Pepper. Ava yang saat itu berada di dekat Pepper juga ikut-ikutan merasa cemas dan

ketakutan.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang

pada tokoh Ava terjadi ketika ia menganggap bahwa bentuk kekerasan yang

dilakukan ayahnya merupakan ‘bentuk kasih sayang’ Papa. Di situ Ava justru tidak

ingin disayang oleh ayahnya. Selain itu, ketiadaan cinta kasih dari ayahnya seringkali

membuat tokoh Ava menangis. Perlakuan kasar maupun ketiadaan cinta kasih sang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

ayah juga membuat tokoh Ava menyadari bahwa dirinya memang dibenci oleh

ayahnya. Tokoh Ava pun tumbuh menjadi seorang anak yang sangat kekurangan

kasih sayang. Ia sangat ingin disayangi dan membutuhkan perhatian Mama Ava,

bahkan ketika Ava ingin tidur. Terakhir, ketiadaan kasih sayang dari Papa Ava juga

terlihat dari tindakan sang ayah yang tidak mau digandeng tangannya oleh Ava. Jika

Ava mencoba menggandeng tangan ayahnya, tangan Ava terancam diludahi.

Ketidakterpenuhinya kebutuhan akan penghargaan pada tokoh Ava terjadi

ketika ia sama sekali tidak diperlakukan dan dihargai seperti anak kecil pada

umumnya. Selain itu, karena terlalu sering dicap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan

memandang rendah harga dirinya sendiri dengan menganggap bahwa satu-satunya

hal yang bisa dilakukannya adalah menghabiskan uang orang tuanya. Tidak hanya

dianggap sebagai pemalas, tokoh Ava bahkan juga dihargai sebagai seorang jalang

oleh ayahnya sendiri. Selain dicap pemalas dan jalang, tokoh Ava juga dianggap

seperti sampah, menjijikkan dan tidak berguna. Hal ini tercermin dari tingkah laku

Papa Ava yang ingin memberi nama Ava ‘saliva’ yang berarti ludah. Ava tumbuh

menjadi anak yang seringkali diabaikan. Tokoh Ava pun sering ditinggal pergi begitu

saja oleh kedua orang tuanya.

Karena begitu banyak kebutuhan-kebutuhan dasar yang tak terpenuhi pada

diri Ava, tokoh Ava sering kali mengalami berbagai macam pertentangan yang

terjadi dalam batinnya. Dua pertentangan batin yang terjadi pada diri Ava

disimpulkan oleh peneliti sebagai konflik-konflik batin. Konflik-konflik batin pada


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

tokoh Ava dibagi ke dalam tiga jenis menurut Kurt Lewis, yaitu konflik mendekat-

mendekat, konflik menjauh-menjauh, dan konflik mendekat-menjauh.

Pada konflik mendekat-mendekat, tokoh Ava mengalami dua macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava ingin menuruti nasehat Mama Ava berupa tidak

ikut-ikutan pergi bersama orang dengan sembarangan. Sementara dirinya tidak tahu

harus pergi ke mana lagi karena Papa dan Mama Ava meninggalkan dirinya

sendirian. Konflik ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan

akan penghargaan pada diri Ava. Konflik kedua, tokoh Ava ingin cepat-cepat pergi

dari rumah Pak dan Bu Tukang Sate saat hari masih sangat pagi agar tidak dibawa ke

kantor polisi sekaligus cepat bertemu dengan nenek. Sementara dirinya masih ingin

tidur karena ngantuk dan terbangun saat waktu masih sangat pagi. Konflik ini

merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman.

Pada konflik menjauh-menjauh, tokoh Ava mengalami empat macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava khawatir bahwa Mama Ava tidak akan senang jika

Ava berkata jujur tentang ayahnya yang mirip hantu. Sementara Mama Ava justru

lebih tidak senang jika Ava berkata bohong. Konflik kedua, tokoh Ava merasa tidak

suka pada kondisi rumah barunya di Rusun Nero yang gelap, kumuh, dan kotor.

Sementara, Ava tidak berani mengutarakan pikiran dan perasaannya tentang Rusun

Nero karena khawatir akan membuat Papa Ava marah padanya. Konflik ketiga,

ketika makanannya ditarik oleh Pepper, tokoh Ava merasa cemas karena berpikir

bahwa makanannya telah direbut dan akan dimakan oleh Pepper. Sementara, Ava
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

tidak berani melawan dan menentang karena takut pada Pepper. Konflik terakhir,

tokoh Ava yang telah mendengar cerita seram mengenai Rusun Nero merasakan

dorongan ingin menangis karena merasa cemas dan ketakutan. Sementara, Ava juga

menahan diri untuk tidak menangis karena takut dipukul oleh ayahnya jika ketahuan

menangis. Keseluruhan konflik yang terjadi pada kategori konflik menjauh-menjauh

pada tokoh Ava ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan

rasa aman.

Pada konflik mendekat-menjauh, tokoh Ava mengalami tiga macam konflik

batin. Konflik pertama, tokoh Ava mengetahui bahwa dirinya akan dimarahi dan

dijewer karena melakukan perbuatan menguping. Sementara, tokoh Ava tetap ingin

melakukan perbuatan menguping karena merasa bahwa perbuatan itu terasa

menyenangkan bagi dirinya. Konflik ini merupakan perwujudan dari

ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava. Konflik kedua, tokoh Ava

merasa gelisah karena tidak mempunyai tempat yang layak bagi dirinya untuk tidur.

Sementara, tokoh Ava disarankan untuk tidur di dalam koper. Sayangnya, Ava tidak

ingin tidur di dalamnya. Konflik ini merupakan perwujudan dari ketidakterpenuhinya

kebutuhan fisiologis pada Ava. Konflik ketiga, tokoh Ava mempunyai keinginan

untuk makan makanan sate. Sementara, Ava tidak berani mengutarakan

keinginannya tersebut, karena biasanya Ava akan mendapat amarah sang ayah jika

mengutarakan keinginannya. Sejak saat itu, Ava terbiasa untuk memendam sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

dan tidak mengutarakan apa yang ia inginkan. Konflik ini merupakan perwujudan

dari ketidakterpenuhinya kebutuhan akan rasa aman pada Ava.

Selain konflik batin menurut Kurt Lewis yang dialami tokoh Ava, peneliti

juga menyimpulkan bahwa Ava sebagai tokoh utama kadangkala mengalami konflik

batin yang disebabkan oleh harapannya yang berbeda dengan kenyataan. Pada

konflik ini, tokoh Ava mengalami enam macam konflik batin. Konflik pertama, Ava

ingin bertanya tentang keadaan Pepper yang sedang bersedih pada Pepper sendiri.

Sementara, Ava tidak ingin terus-terusan bertanya pada Pepper karena takut dapat

membuat Pepper yang sedang bersedih menjadi menangis. Ava tak ingin membuat

Pepper menangis. Konflik kedua, Ava diminta untuk pulang kembali dan menunggu

kepulangan kedua orangtuanya di rumah makan. Ava sebenarnya tidak ingin

menunggu di sana. Sementara, Ava terpaksa menuruti dan patuh terhadap permintaan

sang ibu karena tidak ingin membuat ibunya bersedih. Konflik ketiga, Ava merasa

sangat membuat repot Pepper. Sementara, Ava yang masih sangat kecil tidak dapat

membantu apa-apa. Konflik keempat, Ava sangat ingin memakan sate. Sementara,

Ava merasa sedih karena tidak bisa memakan sate tanpa disuapi oleh Mama Ava. Ia

juga menjadi lebih sedih karena dirinya yang sudah berpisah dengan Mama Ava,

tidak akan pernah bisa makan sate lagi. Konflik kelima, Ava merasa sedih karena

Pepper tidak dapat tinggal bersama-sama dengannya di rumah Nenek Isma.

Sementara, Ava merelakan Pepper yang akan tinggal bersama dengan Mas Alri yang

baik hati. Konflik terakhir, Ava sangat ingin memakan soto yang beraroma wangi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

Sementara, perut Ava sudah terasa kenyang dan dirinya menjadi sedih karena tidak

bisa makan lagi

4.2 Saran

Novel Di Tanah Lada karya Ziggy Z ini merupakan novel yang sangat

menarik untuk dibaca. Hal yang paling menarik bagi peneliti adalah penggunaan

sudut pandang dari tokoh Ava yang masih merupakan anak kecil berumur 6 tahun.

Peneliti menganalisis terbentuknya konflik batin pada tokoh Ava dengan terlebih

dahulu meneliti unsur-unsur intrinsik pada cerita ini seperti penokohan dan latar.

Maka dari itu, konflik batin pada tokoh Ava juga dapat dianalisis kembali pada

penelitian lain dengan mencoba mengkaji unsur-unsur ekstrinsik. Unsur-unsur

ekstrinsik tersebut dapat berupa unsur psikologis para tokoh, maupun unsur

sosiologis pada pengarang itu sendiri.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah. 1986. Kesehatan Mental. Jakarta: PT Gunung Agung.

Goble, Frank G. 1987. Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kristiawan, Andi. 2006. “Konflik Batin Tokoh Sokrasana dalam Novel Di Batas
Angin Karya Yanusa Nugroho Tinjauan Psikologi Sastra”. Skripsi pada
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan
Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ngadiyono. 2006. “Konflik Batin Tokoh Kabul dalam Novel Orang-orang Proyek
Karya Ahmad Tohari Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra”. Skripsi pada
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Nugiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Nurhandayani, Fenty Indah. 2005. “Unsur-unsur Pembentuk Konflik Batin Tokoh


Lasi dalam Novel Belantik Karya Ahmad Tohari (Suatu Pendekatan Psikologi
Sastra)”. Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Rumpaka, Yohanes Gandar. 2005. “Konflik Batin Tokoh Tris dalam Novel Tikungan
Karya Achmad Munif Suatu Tinjauan Psikologi Sastra”. Skripsi pada
Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.

Sunendar dkk. 2018. Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Kelima. Jakarta: Balai
Pustaka.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

Wati, Linda. 2007. “Konflik Batin Tokoh Midah dalam Novel Midah Simanis
Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Pendekatan Psikologis
Sastra)”. Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Waluyo, Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret


University Press.

Zezsyazeoviennazabrizkie, Ziggy. 2015. Di Tanah Lada. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

LAMPIRAN
SINOPSIS DI TANAH LADA

Novel ini mengangkat kisah seorang anak kecil berumur 6 tahun yang
bernama Ava. Ava adalah seorang anak yang sangat suka berbahasa Indonesia.
Kecintaannya ini dibuktikan dari tindak tuturnya yang selalu menggunakan Bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Ava bahkan membawa kamus Bahasa Indonesia ke
mana pun ia pergi. Hal itu agar Ava dapat mencari arti dari kata-kata yang tidak ia
mengerti ketika dirinya berbicara dengan orang lain.
Ava hidup dalam keluarga yang mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT). Perlakuan kekerasan yang diterima Ava disebabkan oleh sang ayah. Ava
dan juga ibunya kerap kali mendapat kekerasan fisik dan verbal dari ayahnya.
Perlakuan KDRT ini membuat Ava tumbuh menjadi anak yang takut pada sang ayah.
Ia bahkan menganggap ayahnya seperti hantu dan monster karena menyebarkan
ketakutan dengan sering berteriak-teriak dan mengamuk seperti seekor monster.
Kisah bermula ketika keluarga Ava mendapat kabar kematian Kakek Kia.
Kematian Kakek Kia memberikan sedikit warisan kepada Ava sekeluarga.
Mengetahui bahwa keluarganya mendapat warisan, Ayah Ava semakin dilanda
ketamakan sehingga membuatnya menjual rumah tanpa persetujuan istrinya. Hal itu
dilakukan agar dirinya memiliki lebih banyak uang yang dapat digunakannya untuk
berjudi. Dengan alasan tersebut, Ava dan Mama Ava terpaksa mengikuti paksaan
Papa Ava untuk pindah ke Rusun Nero yang berlokasi dekat dengan kasino atau
rumah judi.
Di Rusun Nero, Ava berkenalan dengan seorang anak lelaki berumur 10
tahun yang bernama P. Ava kemudian memanggilnya dengan sebutan Pepper. Di
Rusun Nero, Ava yang sering ditinggal sendirian oleh kedua orangtuanya
membuatnya sering bermain bersama Pepper. Pepper bahkan juga mengenalkan Ava
pada Kak Suri, seorang gadis yang tinggal di kamar lain di Rusun Nero. Kak Suri
biasanya mengajarkan Bahasa Inggris pada Pepper.
Suatu hari, Papa Ava mengamuk habis-habisan karena menemukan Ava
sedang tertidur dalam koper. Ia berusaha mengunci dan menjepit Ava yang masih di
dalam koper, bahkan memukul istrinya yang telah mencoba menghentikannya.
Setelah kejadian itu, Mama Ava langsung membawa kabur Ava ke sebuah hotel. Di
sana, Ava dan ibunya dikunjungi oleh sanak saudara lain, yaitu Tante Lisa dan Om
Ari. Ava yang saat itu sudah mempunyai ponsel mengabari Pepper bahwa dirinya
sedang berada di hotel. Karena telah mengabari Pepper, Ava pun juga dikunjungi
oleh Pepper yang membawa serta Mas Alri.
Setelah bertemu kembali dengan Pepper di hotel, Ava menjadi tidak ingin
berpisah dengannya. Hal ini pun membuat Ava ikut bersama Pepper dan Mas Alri
kembali ke Rusun Nero tanpa ibunya. Ava dapat pergi tanpa Mama Ava karena saat
itu Mama Ava sedang tertidur di kamar hotel. Di Rusun Nero, Ava dan Pepper
menghabiskan waktu bersama-sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

Saat malam tiba, Ava ditawarkan untuk menginap di kamar Pepper. Di sana,
Ava melihat bahwa tempat tidur Pepper sangatlah tidak layak. Tanpa kasur, setiap
harinya Pepper hanya tidur beralaskan rumah kardus. Saat mereka berdua sudah
berada di rumah kardus, Papa Pepper kembali ke rumah. Ava melihat bahwa Pepper
juga menjadi sasaran kekerasan dari sang ayah. Tangan Pepper dikenai setrika panas
sampai mendapat luka bakar yang serius. Ava menyelamatkan Pepper dengan
memukul bagian belakang kepala Papa Pepper. Kemudian, mereka bersama-sama
lari menuju kamar Kak Suri. Setelah itu, Pepper pun kemudian dilarikan ke rumah
sakit bersama Ava dan Kak Suri.
Setelah mendapat perawatan, Pepper mengajak Ava untuk makan mie instan
di kantin rumah sakit. Di sana, mereka pun memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya
menghindari ayah mereka yang jahat. Mereka berencana untuk menuju rumah Nenek
Isma, nenek dari Ava yang berada di Bandar Lampung. Setelah Ava memberitahu
ibunya untuk menemui dirinya di rumah Nenek Isma, Ava dan Pepper pun pergi
secara diam-diam dari rumah sakit. Mereka pun langsung menjual ponsel untuk
mendanai perjalanan mereka.
Di tengah perjalanan, Ava dan Pepper makan di sebuah warung makan sate.
Warung sate tersebut dijaga oleh pasangan suami istri. Pasangan suami istri tersebut
menyadari bahwa Ava dan Pepper adalah anak-anak yang minggat dari rumah.
Setelah makan, Ava dan Pepper ditawari untuk tidur di rumah Pak dan Bu Tukang
Sate. Ava dan Pepper dengan senang hati menerima tawaran tersebut.
Esok paginya, Ava dan Pepper kembali melanjutkan perjalanan secara diam-
diam tanpa memberitahu Pak dan Bu Tukang Sate. Dari sana, mereka langsung
menuju Stasiun Dekat Monas. Rencananya, mereka akan memesan tiket bus dan
melakukan perjalanan dengan bis bersama-sama. Setelah memesan tiket dan
menunggu keberangkatan, Ava dan Pepper tiba-tiba ditemukan oleh Mas Alri. Tiket
yang telah dipesan oleh Pepper dengan segera dikembalikan oleh Mas Alri. Mas Alri
pun kemudian memaksa untuk mengantar Ava dan Pepper sampai ke tujuan dengan
selamat, yaitu rumah Nenek Isma di Bandar Lampung. Mereka bertiga pun
melakukan perjalanan bersama-sama menuju pelabuhan menggunakan mobil milik
Mas Alri.
Singkat cerita, Ava, Pepper, dan Mas Alri telah sampai ke pelabuhan dan
menyebrang pulau dengan kapal. Setelah sampai ke daratan, mereka kembali
melanjutkan perjalanan dengan mobil hingga akhirnya sampai ke Pantai Kiluan. Mas
Alri mengatakan bahwa mereka akan menginap di penginapan selama satu malam
sampai esok untuk melanjutkan perjalanan kembali ke rumah Nenek Isma.
Akhir cerita ditutup ketika Ava terbangun di pagi hari dan tidak mendapati
Pepper di sampingnya. Akhirnya, Ava berinisiatif pergi mencari Pepper dan
menemukannya di daerah dermaga. Di sana, Pepper tengah merenungi beberapa hal.
Pepper kemudian memberitahu Ava bahwa ayah dan ibu kandungnya yang
sebenarnya ialah Mas Alri dan Kak Suri. Akhirnya, Ava dan Pepper ingin bersama-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

sama menuju bintang di langit. Mereka melompat menuju lautan pantulan bintang
yang dingin, gelap, dan hitam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Livia Florencia Angelica

Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 9 Oktober 1998

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Gejayan Gg. Narada No. 4C, Sleman, Yogyakarta

Telepon (WA) : 0896 5805 7737

Alamat Asal : Jl. Purnama Gg. Purnama Agung 3 Blok N6, Pontianak

Pendidikan

2016-2020 Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia

Universitas Sanata Dharma

2013-2016 SMA Kristen Immanuel Pontianak

2010-2013 SMP Kristen Immanuel Pontianak

2004-2010 SD Kristen Immanuel Pontianak

Anda mungkin juga menyukai