Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Keperawatan Dasar II
Dosen Pengampu : Haerati, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun oleh :

Kelompok VII
1. Budi Prawira Dinata 6. Megawati putri
2. Dian Islamiati 7. Nur Azizah
3. Ebby Azhari 8. Nur Mulidya Anwar
4. Emy Sri Wahyuni 9. Nur Fadillah Syam
5. Evy Rahaman 10. Nur Hidayah Syam
11. Rasman Azwari
Prodi S-1keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Panrita Husada Bulukumba
2018
KATA PENGANTAR

   Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas
rahmat dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
  
Makalah ini merupakan hasil dari tugas kelompok bagi para mahasiswa, untuk belajar
dan mempelajari lebih lanjut tentang prinsip pemberian medikasi. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar kepada mahasiswa, agar kreativitas dan
penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.
  
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
mengetahui tentang Peran Perawat Terhadap Pemberian Obat.
   
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar
untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah dan
juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam belajar
pada masa mendatang.

Bulukumba, 09 Mei 2018

Penyusun
Kelompok I
DAFTAR ISI
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Konsep Enam Benar Dalam Pemberian Obat
2.1.1 Prinsip Enam Benar
Prinsip enam benar merupakan serangkaian langkah atau tindakan yang dijadikan pedoman
sebelum obat diberikan kepada pasien yang mengedepankan keamanan demi kesembuhan
pasien (Kee dan Hayes, 2000). Menurut Kuntarti (2005) menyebutkan prinsip enam benar
merupakan prinsip yang harus diperhatikan oleh perawat dalam pemberian obat untuk
menghindari kesalahan pemberian obat dan keberhasilan pengobatan perawat bertanggung
jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua komponen
dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau
tidak jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Supaya dapat
tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus melakukan prinsip enam
benar yang meliputi: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute
pemberian, dan benar dokumentasi (Kee J. L & Hayes E.R, 2000).
Pemberian obat yang dilakukan oleh perawat adalah suatu bentuk pendelegasian terhadap
pemberian terapi obat kepada pasien dari dokter. Perawat yang dapat melakukan tindakan
invasif dan pemberian obat adalah perawat yang telah mendapat ijin terdaftar atau register
nurse. Penerima delegasi mendapat tanggung jawab untuk 11
melakukan tugas atau prosedur tersebut, yang dilaksanakan dengan tanggung gugat dan
tanggung jawab yang diterimanya (Kozier, 2004)
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat
adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki
masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat
dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang
berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan
efek samping yang ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan
membantu klien menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan (Potter &
Perry, 2005).
Menurut Kozier (2004) dan Potter & Perry (2009) menyebutkan upaya dalam menghindari
kesalahan dalam pemberian obat dapat dilaksanakan dengan mengidentifikasi indikator
terhadap prosedur-prosedur yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pemberian obat. Pemberian obat harus diperhatikan prinsip enam benar pemberian
obat yaitu:
a. Benar Pasein

Obat diberikan kepada pasien yang tepat dengan memastikan gelang identifikasi sesuai
prosedur yang berlaku pada institusi tersebut . Kejadian kesalahan pemberian obat terhadap
pasien yang berbeda kadang-kadang bisa terjadi. Sangat penting mengikuti langkah-langkah
atau prosedur sehingga memberikan obat kepada pasien yang tepat. Sebelum memberikan
obat, 12
gunakan paling sedikit dua identifikasi kapanpun pemberian obat akan diberikan (TJC, 2008)
dalam Potter & Perry (2009).
Mengidentifikasi pasien yang dilakukan yaitu: nama klien, nomor telepon atau identitas
pribadi pasien. Jangan menggunakan identifikasi kamar atau ruangan pasien. Melakukan
identifikasi dilakukan pada saat berhadapan dengan pasien. Mengidentifikasi pasien dapat
dilakukan dengan memberikan tanda di lengan pasien, kemudian menanyakan nama lengkap
pasien dan agency nya sehingga yakin bahwa perawat sudah berhadapan dengan pasien yang
benar. Beberapa rumah sakit menggunakan barcode sehingga perawat akan terhindar dari
kesalahan identifikasi pasien.
b. Benar Obat

Benar obat adalah obat yang diberikan sesuai dengan yang diresepkan. Kadang-kadang
perawat harus menuliskan resep yang ada dalam catatan medical record pasien. Pada saat
akan mempersiapkan obat, harus diperiksa sesuai dengan catatan yang ada dalam medical
record pasien. Hal yang dilakukan dalam upaya mencegah kesalahan terhadap pemberian
obat harus diperiksa ulang tiga kali, yaitu: sebelum memasukkan dari kontainer, dan pada
saat sebelum disimpan di kontainer. Persiapan pemberian obat tidak boleh didelegasikan
kepada orang lain dan dikelola oleh sendiri kepada klien. 13
The Joint Commission (TJC, 2008) dalam Potter & Perry (2009), menyatakan hal harus
diperhatikan terhadap benar obat, yaitu:
1) Meyakinkan informasi pengobatan kapanpun terhadap obat yang baru atau obat yang
diresepakan pada saat pasien pindah ke ruang perawatan yang lain.

2) Jangan Pernah menyiapkan obat yang berada dalam container yang tidak diberi nama atau
label yang tidak jelas.

3) Jika memberikan obat harus memperhatikan unuit dosis dalam kemasan kemudian periksa
kembali label pada saat memberikan obat.

4) Memeriksa kembali seluruh obat yang dibrikan pada klien sesuai dengan catatan medicar=l
record pasien.

5) Memeriksa dua identitas pasien sebelum obat diberikan pada pasein.

c. Benar Dosis

Dosis diberikan sesuai dengan karakteristik pasien sesuai hasil perhitungannya dan jenis
obatnya (tablet, cairan) dalam jumlah tertentu.
Unit dosis sistem sangat baik dilakukan untuk mencegah kesalahan perhitungan obat. Perawat
harus mampu melakukan perhitungan terhadap kalkulasi obat yang dibutuhkan pasien.
Tindakan yang dilakukan supaya tepat dalam memperhitungkan dosis obat yaitu: 14
1) Kemasan obat tablet dibuka hanya pada saat diberikan kepada pasien. Bila dibutuhkan
dosis obat hanya dosis tertentu, pemotongan tablet tersebut dilakukan dengan ujung pisau
atau alat potong obat. Beberapa rumah sakit mengijinkan atau membiarkan perawat untuk
menyimpan obat tablet yang sudah terbuka untuk diberikan pada pemberian selanjutnya.
Institute for Save Medication Practise (ISMP, 2006) dalam Potter & Perry (2009)
menyatakan bahwa harus diperhatikan kebijakan yang berkaitan dengan keterampilan
memotong tablet yang dilakukan perawat, sehingga menghindari kesalahan dosis obat.
2) Sebelum melakukan perhitungan dosis, alat standar digunakan sesuai kebutuhan, seperti
gelas ukur obat, syringe, dan skala tetesan, untuk mendapatkan pengobatan dengan ukuran
yang tepat.
d. Benar Waktu

Obat yang diberikan harus sesuai dengan program pemberian, frekuensi dan jadwal
pemberian. Perawat terus mengetahui jadwal pemberian obat dalam setiap kali pemberian
obat yang diberikan setiap 8 jam atau obat yang diberikan tiga kali dalam satu hari. Hal
tersebut dapat dijadwalkan dengan baik, sehingga perawat dapat merubah waktu sesuai
kebutuhan pasien.
Kebutuhan pasien terhadap obat terutama insulin, diberikan setengah jam sebelum pasien
makan. Berikan obat antibiotic sesuai jadwal yang benar, untuk mempertahankan efek
terapeutik dalam darah, rentang waktu pemberian obat 15
dilakukan dalam enam puluh menit sesuai jadwal pemberian obat (30 menit sebelum atau
setelah jadwal pemberian).
e. Benar Rute

Obat yang diberikan harus sesuai rute yang diprogramkan, dan dipastikan bahwa rute tersebut
aman dan sesuai untuk klien.
Selalu konsultasikan kepada yang meresepkan apabila tidak ada petunjuk rute pemberian
obat. Pada saat memberikan injeksi, yakinkan bahwa pemberian obat benar diberikan dengan
cara injeksi. Sangat penting diperhatikan dalam melakukan persiapan yang benar, karena
komplikasi yang mungkin terjadi adalah abscess atau kejadian efek secara sistemik.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan, sifat kimiawi dan
fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,
parentral, topikal, rektal, inhalasi.
1) Oral, adalah rute pemberian yang paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman
dan aman. Obat dapat juga diarbsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti
tabler ISDN.
2) Parentral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping enteron berarti usus,
jadi parentral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena
(preset/perinfus)
16
3) Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membrane mukosa. Misalnya salep,
losion, krim, spray, tetes mata.
4) Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau suposutoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti
konstipasi (dulkolax sup), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang (stesolid sup).
Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam
bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk suposutoria.
5) Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal
pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin) combivent, berotek untuk asma, atau dalam
keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
f. Benar Dokumentasi

Dokumentasi dilaksanakan setelah pemberian obat dan dokumentasi alasan obat tidak
diberikan. Perawat dan petugas kesehatan yang lain penting melakukan dokumentasi untuk
melakukan komunikasi. Beberapa kesalahan pemberian obat disebabakan komunikasi yang
tidak tepat.
Dokumentasi sebelum melakukan pemberian obat sesuai standar Medication Administration
Record (MAR), yang harus dilakukan: nama lengkap pasien 17
tidak ditulis dengan nama singkatan, waktu pemberian, dosis obat yang dibutuhkan, cara
pemberian obat dan frekuensi pemberian obat.
Masalah yang bisa muncul terhadap penulisan resep obat diantaranya informasi yang tidak
lengkap, tulisan yang sulit dibaca, tidak jelas, tidak dimengerti, penempatan angka desimal,
untuk dosis obat sehingga terjadi kesalahan dosis dan tidak sesuai standar (Hughes & Ortiz,
2005 dalam Potter & Perry, 2005), maka segera dilakukan kontak terhadap yang menulis
resep tersebut. Pembuat resep harus menulis resep secara akurat, lengkap, dan dapat
dimengerti.
Dokumentasi setelah melakukan pemberian obat sesuai standar MAR, yaitu mencatat segera
pemberian obat yang telah diberikan kepada pasien, ketidaktepatan pendokumentasian
terhadap kesalahan pemberian dosis obat sehingga menyebabkan penanganan yang kurang
tepat terhadap koreksinya, mencatat repson klien setelah pemberian obat apabila ada efek
obat maka pendokumentasian waktu, tanggal dan nama petugas yang memberikan dan yang
menulis resep dalam catatan medical record pasien.
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Prinsip Enam Benar
Menurut Harmiady, Rauf (2014) dalam penelitianya yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Pelaksanaan Prosnsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat Oleh
Perawat Pelaksana di Ruang Interna dan Bedah Rumah Sakit Haji Makasar, mengidentifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar yaitu: pengetahuan
perawat, pendidikan perawat, dan motivasi kerja perawat. Hasil 18
penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya faktor pengetahuan
dan motivasi kerja perawat yang mempengaruhi pelaksnaan prinsip enam benar. Dalam
penelitian Wardana R, Maria S, Sayono (2013) yang berjudul Hubungan Karakteristik
Perawat Dengan Penerapan Prinsip Enam Benar Dalam Pemberian Obat di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr. H. Soewondo Kendal mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan prinsip enam benar yaitu: umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja
perawat. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa diantara faktor yang diteliti hanya
faktor umur yang mempengaruhi pelaksanaan prinsip enam benar.
a. Umur Perawat

Usia dewasa awal responden cenderung lebih benar dalam menerapkan prinsip enam benar
bila dibandingkan dengan usia dewasa akhir dan usia tua (Wardana R, Maria S, Sayono,
2013). Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji chi square dengan fisher
exact test didapat nilai p value = 0,026. Karena nilai p < 0,05 maka dapat diasumsikan bahwa
ada hubungan umur dengan penerapan prinsip enam benar.
b. Pengetahuan Perawat

Pengetahuan dalam hal ini merupakan hal-hal yang diketahui oleh perawat tentang obat dan
prinsip pemberian obat kepada pasien diantaranya adalah benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar waktu, benar cara/rute pemberian, dan benar dokumentasi. Hasil dari penelitian
ini dari 46 perawat, yang 19
berpengetahuan baik sebesar 42 orang (91.3%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip
enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 41 orang (89,1%) dan yang tidak
melaksanakan dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%). Sedangkan Perawat dengan pengetahuan
yang kurang baik sebesar 4 orang (8,7%) dimana yang mampu melaksanakan prinsip enam
benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%) dan yang tidak
melaksanakan dengan tepat sebesar 3 orang (6,5%). Penelitian tersebut menggunakan uji
statistik dengan metode Fisher’s Exact Test dengan diperoleh nilai ρ=0,001, yang berarti nilai
ρ < α (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan
pelaksanaan prinsip enam benar dalam peberian obat oleh perawat pelaksana di ruang interna
dan bedah Rumah Skait Haji Makasar. Berdasarkan dari hasil tersebut dapat diasumsikan
bahwa perawat dengan pengetahuan yang baik akan cenderung untuk mampu melaksanakan
prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan dengan yang memiliki
pengetahuan yang kurang baik.
c. Motivasi Perawat

Motivasi kerja dalam hal ini merupakan tinglah laku seseorang didorong kearah suatu tujuan
tertentu karena adanya suatu kebutuhan. Motivasi dalam penelitian ini merupakan sesuatu
yang mampu mendorong seorang perawat untuk melaksanakan tugasnya baik dari internal
maupun dari eksternal. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil penelitian
menunjukkan dari 46 perawat, yang memiliki motivasi kerja baik sebesar 41 orang (89,1%)
dimana semua 20
mampu melaksanakan prinsip enam benar dalam pemerian obat dengan tepat. Sedangkan
perawat dengan motivasi kerja kurang sebesar 5 orang (10,9%), dimana yang mampu
melaksanakan prinsip enam benar dalam pemberian obat dengan tepat sebesar 1 orang (2,2%)
dan yang tidak melaksanakan dengan tepat sebesar 4 orang (8,7%). Hasil uji statistik dengna
metode Fisher’s Exact Test diperoleh nilai ρ = 0,000, yang berarti nilai ρ < α (0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan motivasi kerja perawat dengna pelaksanaan prinsip
enam benar dalam pemberian obat oleh perawat pelaksana di ruang interna dan bedah Rumah
Sakit Haji Makasar. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diasumsikan bahwa perawat
dengan motivasi kerja yang baik cenderung untuk mampu melaksanakan prinsip enam benar
dalam pemberian obat dengan tepat dibandingkan yang memiliki mativasi yang kurang baik.
Timbulnya motivasi dalam diri seorang perawat bisa disebabkan oleh adanya rasa tanggung
jawab yang timbul dari diri seseorang perawat. Jika seseorang memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi terhadap pasien maka tentunya perawat akan berusaha semaksimal mungkin
untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat dan terarah untuk mengatasi masalah pasien
termasuk ketepatan dalam pemberian obat. Aspek lain yang bisa menimbulkan motivasi
dalam perawat adanya rangsangan yang diterima dari Rumah Sakit. Rangsangan tersebut bisa
dalam bentuk penghargaan yang diterima, insentif kerja serta pujian. Hal inilah yang
menimbulkan suatu dorongan untuk selalu berbuat yang lebih baik. 21
2.1.3 Peran Perawat Terhadap Pemberian Obat
Pemberian obat terhadap klien yang dilakukan oleh perawat dibutuhkan pengetahuan dan
kemampuan sebagai fungsi unik yang harus dimiliki oleh perawat. Perawat yang pertama kali
melakukan pengkajian terhadap kebutuhan pengobatan klien. Perawat melakukan pengkajian
terhadap kemampuan klien terhadap pengobatan terhadap dirinya, membantu memutuskan
kapan klien menerima pengobatan sesuai dengan waktunya, menerima obat yang tepat dan
memonitor efek samping terhadap pengobatan (Potter & Perry, 2009)
Klien dan keluarga diberi pengetahuan tentang administrasi pengobatan dan dilibatkan dalam
memonitor pasien sebagai bagian integral terhadap peran perawat. Jangan mendelegasikan
proses pemberian obat kepada asisten perawat dan gunakan proses keperawatan sebagai
bagian dan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2009)
2.2 Konsep Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error).
2.2.1 Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Menurut World Health Organization (WHO, 2012) menyebutkan keselamtan pasien tidak
adanya bahaya yang dapat dicegah pada pasien selama proses perawatan kesehatan. Disiplin
keselamatan pasien merupakan upaya terkoordinasi untuk mencegah kerusakan, yang
disebabkan oleh proses perawatan kesehatan itu sendiri, yang dapat terjadi kepada pasien. 22
Institute of Medicine (IOM) (2000) dalam (Zerwekh, J., Claborn, J.C., & Miller, C. J, 2009),
mendefinisikan keselamatan pasien sebagai bebas dari keadaan cedera. Kecelakaan cedera
disebabkan karena kesalahan yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental Injury juga akibat dari melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission).
Menurut WHO (2007) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan keselamatan pasien,
meliputi sembilan solusi keselamatan pasien di rumah sakit, yaitu:
a. Memperhatikan nama obat , rupa dan ucapan mirip (lool-alike, sound-alike medication
names)
b. Memastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Mengendalikan cairan elektrolit pekat
f. Memastikan akurasi/ketepatan dalam pemberian obat
g. Menghindari salah kateter dan salah sambung slang
h. Menggunakan alat injeksi sekali pakai
i. Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial

Indikator keselamatan pasien berdasarkan program akreditasi rumah sakit (National Patient
Safety Goals/NSPG) yang ditetapkan oleh The Joint Commission (TJC, 2012) yang berlaku
pada tanggal Januari 2012, adalah: 23
a. Tidak terdapat kesalahan pemberian obat terutama terhadap dua pasien yang memiliki
nama yang sama.

b. Tidak terjadi keselahan identifikasi terhadap pelaksanaan tranfusi darah.

c. Pemberian alasan yang tepat terhdap pemberian obat dalam durasi waktu kerja obat.

d. Pemberian label pada obat, tempat obat, dan pencampuran obat yang tepat ditempatkan
dalam area yang steril terutama pada pasien perioperatif dan prosedurnya.

e. Prosedur yang tepat untuk penanganan degan terapi antikoagulan.

f. Mempertahankan dan komunikasi yang akurat terhdap informasi pengobatan pasien.

g. Adanya sistem pencegahan dan kontrol infeksi panduan mencuci tangan.

h. Adanya upaya penelitian dan penatalaksanaan pencegahan infeksi terhadap pemasangan


transfusi darah, infus dan vena sentral.

i. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap upaya pencegahan infeksi.

j. Penatalaksanaan evidence base practice terhadap pencegahan infeksi pemasangan cateter


urine.

k. Identifikasi pasien terhadap risiko cedera


24
2.2.2 Jenis Insiden dan Keselamatan Pasien
a. Pengertian Insiden
Menurut Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien yang selanjutnya
disebut insiden merupakan setiap kejadian yang tidak sengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat dari melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission)
(Kemenkes, 2008).
b. Jenis-Jenis Insiden
Berdasarkan Permenkes No 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
menyebutkan insiden keselamatan pasien terdiri dari, yaitu:
1) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)

Merupakan suatu kejadian yang tidak diharapakan yang mengakibatkan cedera pada pasien
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil,
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut dapat terjadi di
semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis, pengobatan dan pencegahan.
2) Kejadian Tidak Cedera (KTC)

Merupakan suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak mengakibatkan cedera.
25
3) Kejadian Nyaris Cedera (KNC)

Merupakan insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum
obat diberikan kepada pasien.
4) Kejadian Potensial Cedera (KPC)

Merupakan suatu kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan berdekatan.
5) Kejadian Sentinel

Merupakan suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius.
2.2.3 Definisi Kesalahan Pemberian Obat (Medication Error)
Kesalahan pemberian obat (medication error) adalah suatu kejadian yang dapat membuat
klien menerima obat yang salah atau tidak mendapat terapi yang tepat Kesalahan pengobatan
dapat dilakukan oleh setiap individu yang terlibat dalam pembuatan resep, transkripsi,
persiapan, penyaluran dan pemberian obat (Edgar, Lee, Cousins, 1994 dalam Potter dan
Perry, 2005)
Menurut Institute of Medicine (IOM, 2011), kesalahan pemberian obat adalah difinisi umum
yang digunakan untuk kesalahan pengobatan, yaitu satu peristiwa yang dapat dicegah dan
dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sedangkan
pengobatan yang ada dikontrol dari ahli kesehatan, pasien atau konsumen. Kejadian-kejadian
tersebut mungkin berhubungan dengan 26
praktek profesional, produk perawatan kesehatan, prosedur, dan sistem, termasuk resep,
komunikasi ketertiban (label produk, kemasan, dan tata nama), peracikan, pengeluaran,
distribusi, administrasi , pendidikan, pemantauan, dan penggunaan.
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang
mengubah terapi obat yang direncanakan, misalnya lupa memberi obat; memberi dua kali
obat yang dilupakan sebagai kompensasi; memberi obat yang benar pada waktu yang salah,
atau memberi obat yang benar melalui rute yang salah (Tambayong, 2001).
Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai
dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan, dan monitoring
pasien. Di dalam setiap mata rantai pada beberapa tindakan mempunyai potensi sebagai
sumber kesalahan. Setiap tenaga kesehatan dalam mata rantai ini dapat memberikan
kontribusi terhadap kesalahan (Cohen, 1999).
Menurut Athanasakis (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Prevention of Medication Errors
Made by Nurses in Clinical Practise menyebutkan keamanan dalam pemberian obat
bertujuan untuk mengurangi tingkat kesalahan dalam pemberian obat, hal tersebut dapat
mengidentifikasi lebih awal sebelum pasien mendapat pengobatan yang membahayakan
mereka
2.2.4 Dampak dan Jenis Kesalahan Pemberian Obat (Medication Errors)
Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
(NCC MERP), akibat dari terjadinya medication error dapat dibagi menjadi 27
tiga derajat yaitu; 1) tidak menyebabkan perubahan fisik, mental, dan psikologis, 2)
menyebabkan perubahan, serta 3) menyebabkan kematian. Derajat yang paling ringan adalah
kejadian medication error terdeteksi tetapi tidak mengakibatkan perubahan apapun.
Medication error derajat yang kedua akan menyebabkan perubahan yang dapat sembuh
dengan sendirinya atau memerlukan terapi baru. Derajat paling parah dalam medication error
yaitu dapat menyebabkan yang berakibat kematian. Tabel katagori medication error
berdasarkan dampak diperlihatkan sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Katagori Hasil
kesalahan pemberian
obat (medication error)
berdasarkan dampak.
(Sumber: Direktorat
Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen
Kesehatan RI Tahun
2008) Kesalahan (error)
No error A Kejadian atau yang
berpotensi untuk
terjadinya kesalahan
Error, no harm B Terjadi kesalahan
sebelum obat mencapai
pasien
C Terjadi kesalahan dan obat sudah
diminum /digunakan pasien tetapi
tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga
monitoring ketat harus dilakukan
tetapi tidak membahayakan pasien
Error, harm E Terjadi kesalahan,
hingga terapi dan
intervensi lanjut
diperlukan dan keslahan
ini memberikan efek
yang buruk yang
sifatnya sementara
F Terjadi kesalahan dan mengakibatkan
pasien harus dirawat lebih lama di
rumah sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara

Anda mungkin juga menyukai