Anda di halaman 1dari 11

LONTARA SEBAGAI SUMBER SEJARAH

SULAWESI SELATAN
Oleh
H. ANDI’ ZAINAL ABIDIN*
1. ARTI LONTARA
B.F.Matther di dalam kamus bahasa Bugis-Belanda yang diterbitkan Martinus Nijhoff
di s’gravenhange pada tahun 1874 berpendapat bahwa istilah Lontara berasal dari “luar”,
yaitu dari Bali atau Jawa. Lontara adalah sesuai dengan kata lontar (Jawa/Melayu), yang
merupakan transposisi kata rontal, yang merupakan kombinasi kata ron, daun, dan tal. Tal
merupakan pohon yang daunnya dapat dipakai untuk menulis dengan kalam, yaitu Borassus
Flabelliformis. Pohon itu di dalam bahasa Bugis disebut tak dan di dalam bahasa Makassar
dinamakan talak. Lontarak pertama-tama berarti daun Lontar, dan dalam arti luas berarti
setiap karya tulis.
A.A.Cense (1979:420), yang pernah menjadi pegawai bahasa di Makassar dan
menguasai pelbagai bahasa Sulawesi Selatan berpendapat sama dengan Matthes, yang
mengartikan lontatak sebagai handschrift, manuscript, daun lontar dan pohon lontar. Ia
digunakan sebagai bahan untuk menulis. Huruf yang dipakai untuk menulis di daun tersebut
di dalam bahasa Makassar disebut anrong-lontarak dan ukirik lontarak, adalah tulisan dalam
huruf latin, serta ukirik serang ialah tulisan dengan huruf Arab.
Oleh orang-orang Bugis, Makassar, Mandar dan Massenrempuluk huruf yang dipakai
menulis di daun lontar, dan kemudia di kertas, disebut urupuk Lontara, yang oleh beberapa
orang tua-tua yang penulis pernah wawancarai disebut urupuk sulapak eppak, yang secara
harafiah berarti huruf segi empat, yang menurut mereka diciptakan dengan meniru walasuji,
atau lawasuji, yaitu sejenis dinding yang terbuat dari bambu yang dipasang bersilang,
sebagai berikut:

Orang-orang Makassar pada umumnya, berdasarkan Lontara Sejarah Gowa (Noorduyn.


1965:153), berpendapat bahwa tulisan Lontarak diciptakan oleh Daeng Pamatte, seorang
menteri merangkat sabbandar Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa Tumapakrisik
Kallonna (penulis: ini bukan____ tetapi gelar yang secara harafiah berarti “orang yang sakit
lehernya yang didalam silsilah raja-raja Gowa bergelar Daeng Matanre, yang memerintah
pada akhir abad XVI. Menurut Lontarak Gowa tersebut bahwa______banyak diketahui
tentang raja-raja Gowa sebelumnya, oleh karena di ______ itu belum ada tulisan.

Penulis tidak mengetahui huruf mana yang dimaksud oleh Lontarak Gowa tersbut,
oleh karena ada tiga macam huruf yang pernah ditemukan oleh B.F. Matthes, yang juga
penulis pernah melihatnya, yaitu huruf seperti yang lazim digunakan oleh penulis Lontarak
(lihat huruf-huruf diatas), tetapi ada juga huruf jenis lain yang dipakai di dalam sebuah
Lontarak milik keluarga Kaimuddin Salle, SH, dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
yang isinya menceritakan keluarga Sultan Hasanuddin, bergelar Tomenanga ri
Ballakpangkana, Raja Gowa yang pernah berperang melawan Arung Palakka dan V.O.C.,
yang memerintah dari tahun 1653 sampai dengan tahun 1669. Huruf tersebut (lihat
lampiran I) menurut keterangan beberapa orang Makassar adalah huruf rahaia, yang hanya
dapat dibaca oleh orang-orang kepercayaan raja dan para menteri. Huruf yang ketiga,
rupanya dipakai dahulu berkorespondensi, yang nampaknya dipengaruhi oleh huruf Arab.

Sebaliknnya orang-orang Bugis dan Luwu’ pada umumnya berpendapat bahwa huruf
lontarak sudah lama dikenal oleh orang-orang Sulawesi Selatan,yang dibuktikan dengan
adanya SUREK SELLEANG I LAGALIGO, yang tebalnya diperkirakan paling kurang 7.000
halamam folio, dan merupakan een van de omvangrijkste gedichten der wereld literatuur
menurut R.A.Kern (1939:5). Beberapa halaman tersebar di dalam tangan orang-orang
tertentu di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah belumlah diketahui. Di Yayasan
Kebudayaan Sulawesi Selatan tersimpan lebih dari 1000 halaman. Surek Selleang I La Galigo
itu menceritakan kerajaan-kerajaan Luwu’, Cina
(kemudian bernama Pammana), Wewaneiuk, Tompok Tikkak (sekarang: Luwuk-Banggai di
Sulawesi Tengah), Wadeng (sekarang: Gorontalo), Maloku (Maluku?), Taranati (Ternate),
dan kerajaan lain yang penulis sulit mengidentifikasikan seperti Jawa-wolio (mungkin
Buton), Jawa ri Tengnga (secara harafiah: Jawa Tengah), Jawa ri aja (harafiah: Jawa Barat),
Sunra ri Aja, Sunra ri Lauk, Pujananti (mungkin Barru, Sulawesi Selataan), Senrijawa
(Syriwijaya???), dan lain-lain. Kerajaan-kerajaan tersebut digambarkan sebagai kerajaan-
kerajaan sebelum lahirnya kerajaan-kerajaan yang tercantum di dalam Lontarak Sejarah,
yaitu sebelum abad XIII. Penulis sendiri memperkirakan pada abad IX, dan Braam-Norris
(1889:546) memperkirakannya pada abad X. Di dalam buku Galigo tersebut sudah disebut-
sebut surek ulaweng, yang secaraharafiah berarti surat keemasan. Emnurut alm. Andi’
Makkaraka, Arung Bettempola, yang penulis wawancarai pada tahun 1967, bahwa pada
mulanya orang-orang di Luwu’ menulis kissah Sawerigading, putera raja Luwu’ kedua “masa
Galigo” di daung tak atau dottak (Corypha gwbanga BI.).

Kalau diperhatikan pengertian Lontarak menurut Matthes dan_____ buku I La Galigo


tersebut termasuk Lontarak. Perlu pula dikemukakan bahwa menurut R.A.Kern (loc.cit.)
bahwa buku tersebut bukanlah______juga nuku mitologi, sekalipun diakunya bahwa bagian
permulaaanya______mitos, yaitu adanya dunia atas, dunia bawah dan dunia tengah
serta_____pertama Luwu’ digelar tomanurung. Pula di bagian pembukaan Lontarak Sejarah,
yaitu Lontarak Attoriolong (Bugis) atau Lontarak Pattorioloang (Makassar). Umpamanya
Lontarak Bone yang disalin juga B.F.Matthes di dalam bukunya Boegineesche Chrestomathie
(tiga jilid) yang terbit di Amsterdam pada tahun 1872, di dalam pembukaannya menyatakan
bahwa ketika semua raja-raja yang disebut di dalam buku I La Galigo habis tenggelam di
sungai (Cerekang) dan sebagian kembali ke langit, maka tujuh turunan tidak ada raja, tidak
ada adat.... maka orang-orang saling menjual, saling membeli, orang-orang saling menelan,
siapa yang kuat dialah yang menang... Keadaan kacau-balau tersebut barulah berakhir
setelah turunnya Tomanurung yang atas permintaan rakya menjadi raja pertama.
Cerita tersebut jelas mengaitkan sebelum masa Lontarak" dengan "masa Lontarak",
yang merupakan mitos politik, karena raja itu mengadakan perjanjian pemerintahan dengan
rakyat yang menetapkan hak dan kewajiban yang diperintah dan yang memerintah, yang
rumusannya masih diucapkan juga oleh raja-raja kemudian.

Perlu dikemukakan bahwa istilah yang lebih tua untuk Lontarak di masyarakat Bugis
ialah surek, yang secara harafiah berarti surat, tulisan, buku, d.1.1., misalnya Surek Selleang
I La Galigo, buku sastra I La Galigo yang kalau dibaca harus dinyanyikan. I La Galigo adalah
nama raja yang kedua di Kerajaan Cina (bukan Tiongkok !) atau Kerajaan Tana Ugik, yaitu
Kerajaan Negeri Bugis. Lontarak Sejarah di daerah Bugis dinamakan Surek Attoriolong, yaitu
buku sejarah tentang "orang-orang dahulu kala". Surek allaorumang , yaitu Lontarak
Pertanian, Surek Pabbura yaitu buku tentang obat-obatan, Surek Panguriseng , yaitu buku
silsilah raja-raja, Surek Meong Palo Karellae , buku cerita tentang kucing belang berwarna
warni, yang dipercayai sebagai penjaga Sang Hyang Sri (padi). Jadi istilah yang lebih tua
daripada Lontarak ialah Surek.

Menurut H.Kern (Cense. 1951:54), bahwa huruf yang dipakai menulis Lontarak
berasal dari India, yaitu huruf pallawa. Kalau diperhatikan bentuk-bentuk huruf Lontarak
memang ada kemiripannya dengan huruf Batak dan Lampung Barangkali orang-orang Bugis-
Makassar telah mengubah huruf Pallawa itu sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dikenali
lagi. Dari seorang pedagang kayu bernama Mr Chong, asal Taiwan, penulis memperoleh
keterangan bahwa huruf-huruf Lontarak itu pernah juga dipakai oleh penduduk asli Taiwan,
dan dari seorang reken di Toonan Ajia Kenkyuu di Kyoto, penulis juga mendapat keterangan
bahwa orang-orang Filipina pernah juga mengenal huruf yang mirip huruf Lontarak, serta
diperlukan______di pusat Kerajaan Luwu’ dahulu kala, yaitu di desa Ussu’ dan di
Alangkanangnge ri Latanete, di kecamatan Pammana (Wajo’) dan_____ pusat Kerajaan
Makassar Kuno di Pangkajene-Kepulauan untuk menemukan data tentang huruf dan sejarah
Sulawesi Selatan sebelum abad XIV.

2. JENIS LONTARAK

Selain Lontarak Attorilong/Pattoriolong (sejarah), lontarak_____lontarak silsilah, lotnarak


kisah kucing belang dengan empat _____ lontarak obat-obatan, dikenal juga Lontarak
Kotika, yaitu yang menguraikan hari-hari baik untuk berangkat atau untuk melakukan suatu
upacara, Lontarak Bilang, yaitu Buku Catatan Harian Raja-raja, misalnya Lontarak Bilang
Gowa-Tallo’, yang ditranskripksi dan diterjemahkan oleh A. Ligtvoet pada tahun 1877 yang
memakai tahun Hera (Masehi) dan Sanna (Hijrah). Lontarak yang mencatat nama-nama
benda arajang (Bugis), onrosao (Luwu’),dan kalompoang (Makasaar) yaitu regalia dan
palladium Kerajaan. Di Sulawesi Selatan benda-benda regalia dan ornament selain
dikeraamatkan, juga terutama menjadi simbol Kerajaan, yaitu siapa yang memegangnya
maka ialah dianggap sebagaii raja yang legal dan legitim, karena ornamentlah dianggap
sebagai epmilik kerajaan dan bukan raja atau bukan rakyat. Ia jugadianggap sebagai
lambang pemersatu. Selain benda-benda seperti keris, badik, kelewang, gelang tangan,
payung kebesaran, bendera, dan lain-lain orgnament juga mempunyai sawah, ladang,
bagian laut, atau danau yang hasilnya digunakan untuk membiayai penghidupan raja,
namun raja dilarang menjual, menggadaikan, meminjamkan, atau mewariskannya kepada
ahli warisnya. Ia dianggap benda yang datang dengan raja pertama yang “turun dari langit”.
Lontarak lain yang penting dipelajari ialah Lontarak Adek/Adak yaitubuku hukum adat. Ke
dalamnya termasuk Lontarak Ulu Ada (Bugis) atau Lontarak ulukanaya, yang berisi
perjanjian antar kerajaan di Sulawesi Selatan atau kerajaan/negara diluarnya. Ke dalamnya
juga termasuk Lontarak hukum Pelayaran dan Perniagaan yang disusun Oleh seorang Kepala
Kampung Wajo’ di Makassar pada tahun 1676, yang sebagian kaidahnya masih berlaku
sampai sekarang di Kalangan para pelaut Sulawesi Selatan. Lontarak inilah digunakan oleh
Dr.L.J.J.Caron untuk menyusun disertasi yang diterbitkan oleh NV Uitg.Mij C.A.Dishcek,
Busssum pada tahun 1937, dan sangat terkenal di Eropa Barat. Selain itu, ada juga Lontarak
Adek yang berisi pelbagai bidang hukum.

Dalam hubungan ini Censev (1972:16) memilikinya pebagai berikut:

Manurut hasil penelitian A.A.Cense (1951:42-60), bshes sebaagian besar Lontarak


Sulawesi Sealtan berisi sejarah yuang diberikan nama khusus seperti Lontarak Attoriolong
(Bugis) dan Lontarak Pattoriolong, yaitu buku serajah tentang “orang-orang dahulu kala”,
yaitu sejarah raja-raja dan kerajaan-kerajaan, yang sebagian ditulis atau lebih tepat disalin
dari Lontarak terdahulu, pada abad ke XVII. Tentu masih ada Lontarak-lontarak yang ditulis
sebelum abad XVII,namun jumlahnya sudah tidak banyak lagi, misalnya sebuah Lontarak
atau lebih tepat Surek Attoriolong pada daun lontar di Desa Pattojo, Kabupaten Soppeng,
serta sebuah lontarak sejarah kerajaan Duri (Sekarang Kabupaten Enrekang) yang pernah di
transkripsi dan diterjemahkan oleh Prof. Dr. Syukur Abdullah cs dan Lontarak Endekang
(Enrekang) yang belum sempat penulis pelajari.

Lontarak-lontarak yang pernah ditemukan oleh Matthes dan _____ umumnya tidak
melebihi 50 halaman, kecuali Lontarak Sukkukna ______ yang rupanya belum pernah
dipelajari oleh para ahli Lontarak di _____ land, yang pernah penulid salin setelah 485
halaman; tiap-tiap halaman berukuran 35cm dan lebar 24cm dan terdiri atas 30 baris tulisan

Rupa-rupanya orang-orang Sulawesi Selatan dahulu di masa ekspansi kebudayaan


mereka sangat memerlukan mencatat pelbagai macam fakta.Misalnya Matthes dan Cense
(Noorduyn.1965: 143) menemukan catatan tentang senjata , perkakas penangkap ikan,
rumah, perahu, keuangan, hukum dan adat istiadat di halaman-halaman Buku Harian (diary)
dan di buku tulis tersendiri.
Salah satu Lontarak Adek yang paling menarik ialah Lontarak La toa Kerajaan Bone,
yang juga menjadi pegangan hampir semua raja-raja di Sulawesi Selatan, yang isinya
merupakan pelengkap perjanjian atau janci antara raja yang dilantik dan wakil rakyat yang
rumusnya juga ditulis di dalam Lontarak Sejarah. Isi Latoa tersebut sebagian besar
menyangkut a ja ran La Mellong, Ka jao Laliddong, yang diberi gelar Tau Tongeng Maccae ri
Bone (= Cendekiawan Pintar yang selalu menegakkan Kebenaran), penasehat Raja Bone
pada abad XVI, serta a jaran La Waniaga, Arung Bila, Mangbumi Kerajaan Soppeng. Ajaran
keduanya itu mengandung ketentuan adat pemerintahan, yaitu bagaimana seharusnya raja
dan para pejabat kerajaan menjalankan pemerintahan, serta bagaimana seharusnya rakyat
menghadapi raja dan para pembantunya. Di Gowa pun terdapat Lontarak semacam itu, yang
biasa disebut Rapang. Di Keda tuan Luwu' juga menurut keterangan Andi Pangerang Opu
Tosinalele, mantan Opu Pabbicara, (salah seorang anggota Dewan Pembantu Raja) dikenal
pappaseng, yaitu petuah-petuah orang pandai di Luwu' pada abad XV-XVI bernama To Ciung
Tau Tongeng Maccae ri Luwu', yang mengajarkan bagaimana seharusnya raja bersikap
terhadap orang. orang yangg diperintahnya. Lontarak yang berisi petuah-petuah demikian
ternyata disalin lagi oleh para penulis Lonta rak di seluruh Sulawesi Selatan.Kegiatan untuk
saling memperbandingkan hukum adat, petuah-petuah dan ajaran pemerintahan dahulu
kala senantiasa diadakan oleh kerajaankerajaan di Sulawesi Selatan yang disebut
mappaduppa rapang , semacam seminar perbandingan adat. Selain itu sering diadakan juga
tukar-menukar data sejarah kerajaan masing-masing, sehingga tidaklah mengherankan
kalau Catatan Harian Gowa dan Lontarak Sukkukna Wa jo' memberitakan juga kejadian
penting di kerajaan lain atau di wilayah lain. Selain itu kegiatan demikian digunakan juga
untuk salin-menyalin silsilah raja-raja, karena pada umumnya raja-raja di Sulawesi Selatan
mempunyai hubungan darah dan semenda.
Salah satu Lontarak yang selain mengandung satu episode dalam seajrah orang
tertentu yang diberikan tambahan unsur-unsur mythologis, yang yang ditulis secara epic
prose style disebut tolok. Bumbu legendaris dan _____ tak masuk akal dimaksudkan untuk
memperpanjang cerita dan untuk ____ hidupkan suasana. Contoh ialah Tolokna Bone, yaitu
kissah perang melawan belanda pada tahun 1905, yang dibaca dengan berlagu. Di ____
sering disebut sinrilik yang dinyanyikan serta diiringi oleh ____ semacam biola, misalnya
Sinrilik I Datu Museng, cerita tentang ___ Museng yang gugur melawan serdadu-serdadu
Belanda. Di daerah Bugis ___ juga pau-pau rikadong, cerita tentang seseorang yang benar-
benar ___ ada yang dibumbui dengan unsur-unsur fantastis, yang kalau ____ berenti
sejenak untuk mengambil napas diiakan oleh para ____ pembukaan, dan pada saat para
pendengar sudah mulai mengantuk, pencerita menyatakan sebagai berikut:
Yang kueritakan ini konon kabarnya bohong, namun lebih bohonglah para
pedengar, karena mereka sudah mengetahui bahwa cerita ini mengandung
kebohongan, tetapi diiakannya juga. Larilah hai rusa, dan berbunyilah hai
tadok! (tadok=Lasso, taali yang dipasang di bambu untuk menjerat leher rusa
atau kuda).
Sebenarnya tidak semua cerita itu bohong, namun si pencerita memberi peringatan kepada
para pendengar bahwa tidak semua kisah yang diucapkannya benar.
2. LONTARAK SEJARAH
Yang termasuk kategori Lontarak sejarah ialah Lontarak Attoriolong atau Lontarak
Pattoriolong, yang dahulu kala disebut Surek Attoriolong, yaitu Buku Tentang Orang-orang
Dahulu kala, Lontarak Bilang, yaitu catatan harian raja-raja, Lontarak Ulukanaya atau
Lontarak Ulua da, yaitu Catatan tentang perjanjian antara kerajaan-kerajaan, antara satu
kerajaar di Sulawesi Selatan dan Belanda atau kerajaan di daerah lain, misalnya Mataram,
Kutai, dsb.nya. Sebagai pembantu dapat digunakan Lontarak Panguriseng, yaitu silsilah raja-
raja, yaitu untuk doublecheking isi Lontarak Sejarah. Misalnya kisah tentang We Ta dampali
Masala Ulik e, yang diceritakan oleh pelbagai Lontarak di Daerah yang berbahasa Bugis dan
Luwu yang mengaitkan pembentukan kerajaan Wajo' dengan tokoh yang sakit lepra itu. R.
Brandstetter dalam bukunya Die Gründung von Wadjo (Pau-pau rika dong Eine historische
Sage aus Südwest-Selebes in Deutsche übertragen, Luzern, 1896, juga berisi cerita mitis
tersebut. Kebanyakan Lontarak itu menyatakan bahwa We Ta dampalilah yang membentuk
sebuah perkampungan Wajo' yang kemudian menjadi kerajaan.
Baiklah penulis menunjukkan bagaimana cara mendoubleche lontaraklontarak
tersebut. Penulis akan meringkaskan cerita yang terdapat dalam Lontarak yang disalin oleh
B.F.Matthes di dalam Boegineesche Chrestomathie, I,II dan III, Amsterdam, 1872, dan
sebuah Lontarak dari Bone.
Oleh karena berpenyakit kulit ,maka We Ta dampali Masala Ulik e dituntut oleh
rakyat Luwu' untuk dibuang ke daerah lain, karena rakyat takut dijangkiti oleh penyakit
tersebut. Seorang wakil rakyat menghadap Rajo Luwu' dan berkata: "Yang mana disukai oleh
Datu, apakah kami orang banyak atau puterinya yang sakit kulit itu ?".Menjawab Ra ja
Luwu':"Aku lebih mer cintai orang banyak !". Maka rakyat berkata:! Kalau demikian, suruh
buanglah puterimu itu, karena kami takut dijangkiti penyakitnya!". Dibuatkanlah rakit besar
puteri itu dan bersama dengan para pengasuh dan ___ disuruh naik ke rakit dan ditarikkan
rakit itu ke tengah ____ Rakit bersama penumpangnya terdamparlah di Doping, daerah yang
___ dinamakan Wajo’. Sang puteri dan pengikut-pengikutnya berkampunglah ____ bawah
sebatang pohon besare dan tinggal yang dinamakan poho bajo’_____. Di perkampungan
itulah sang puteri sembuh penyakit kulitnya tiap-tiap hari dijilat oleh seekor kerbau balar
(buleng, albino) sembuh ia dikawini oleh putera Raja Bone (tidak disebutnamanya) ____
menjadi leluhur raja-raja di Wajo’. Yang tidak masuk akal ialah ___ Lontarak menyatakan We
Tadampali dikawinkan oleh Qadhi.
Adanya Qadhi di dalam Lontarak yang disalin oleh Matther tersebut seolah-olah
perkawinan We Tadampalu dengan Putera Raja Bone terjadi setelah agama Islam dianut di
Bone. Menurut Lontarak Bilang Gowa, Lontarak Attoriolong Bone, dan Lontarak Sukkukna
Wajo, bahwa Kerajaan Bone Ditaklukkan oleh Gowa pada tahun 1611, oleh karena Raja
Bone menolak menganut agama Islam. Data yang paling tepat diberikan oleh Lontarak
Bilang Gowa (Ligtvoet. 1880:7) yang menyatakan bahwa pada tanggal 23 Nowembere
(=November) Hera 1611, 23 Rumalang, salasa (=Ramdhan, hari Selasa Hijara sanna (Ŧ Hijra)
1020 Bone dikalahkan (oleh Gowa, penulis) dalam perang Islam.
Menurut Lontarak Panguriseng (Sililah) raja-raja di Wajo’, a.l. milik Andi baramata,
bhawa we Tadampali yang sakit kulit itu dikawini oleh La Rajallangik, Arung Babauae, putera
Maddanreng majauleng (kemudian bernama Bettempola) bernama La Tenritauk. La
Rajalangik tersebut adalah sezaman dengan Arung Cinnottabik kelima bernama La Tenribali,
yang kemudian setelah kerajaan Cinnottabik bubar, membentuk Kerajaan Wajo’ pada
permulaan abad kelima.
Jelaslah bahwa isi cerita Lontarak yang disalin oleh Matther tersebut, dan cerita
brandstetter, mengandung hal yang tidak benar, oleh karena we Tadampali, seorang puteri
Raja Luwu’ (belum diteliti namanya) hidup pada abad XV, sedangkan islam dianut di Wajo’
pada tanggal 10 Mei 1610, 10 safar 1019 H (Lontarak Bilang Gowa) dan Bone pada tanggal
23 November 1611. Lagi pula we Tadampali menurut Lontarak Sukkukna Wajo’ bukanlah
pembentuk Kerajaan Wajo’, tetapi La Tenribali yang bergelar Batara Wajo’ selain dari itu ia
tidak kawin dengan soerang anak Raja Bone, tetapi dengan putera La Tenritauk, anggota
Dewan Pemerintahan Kerajaan Cinnottabik. Yang benar ialah bahwa suami we Tadampali
tersebut adalah turunan raja-raja Kerajaan Mampu, yang kemudian menggabung pada
Kerajaan Bone serta turunan raja-raja Kerajaan Cina, yang kemudian menjadi Pammana,
yang bergabung dengan Wajo’.
Dari perbandingan antara Lontarak Attoriolong atau Buku sejarah dan Lontarak
Panguriseng atau silsilah serta Lontarak Bilang atau diary yang masing-masing berasal dari
tiga kerajaan yaitu Bone, Wajo’ dan Gowa dapatlah ditemukan data sejarah yang
sebenarnnya.
Perlu dikemukakan bahwa sebagian Lontark Attoriolong atau sejarah tidak saja berisi
kejadian di daerahnya, tetapi juga sering berisi peristiwa yang terjadi di Kerajaan lain,
bahkan di pulau lain.
Akan lebih lengkap dikalau hasil perbandingan antara pelbagai jenis Lontarak itu
dibandingkan lagi dengan tulisan orang-orang Eropa.
Sebaliknya pemberitaan orang-orang Erpoa yang biasanya dilengkapi dengan
tanggal, dapat juga diuji kebenarannya dengan membaca Lontarak. Hal tersebut pernah
lakukan pada waktu Dr. Ch. Pelras, memberikan ceramah di Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin dengan judul, Sumber ___ perpustakaan Eropa Barat mengenai Sulawesi
Selatan dalam rangka perayaan ____ totalitas ke XXI Fakultas Hukum tersebut pada tahun
1973. Sambil mengutip beberapa karangan orang-orang Portugis dan Belanda, pelras
menyampaikan orang Eropa yang menjunjungi “pulau Makassar” (os Macassares) ialah
Antonio de Payva yang menjungjungi Suppa’, Bacukiki’ I di daerah Pare-Pare sekarang) dan
tinggal di Siang, kerajaan Makassar yang lebih tua daripada Gowa-Tallo’ dari tahun 1542
sampai dengan tahun 1543. Menurut Antonio de Payva, yaitu orang Portugis yang rupanya
bertugas menyebarkan agama Katholik, bhawa Raja Suppa’, Raja alitta dan Raja Bacukiki’
berhasil dibujuk untuk memeluk) memeluk agama Katholik dan dibaptiskan dengan nama
Dom Alfonso. Kerajaan Siang didirikan pada permulaan abad 12, dan raja pertamanya
bernama Godinaro, dengan kata lain Kerajaan Siang lebih tua dua abad daripada Kerajaan
Gowa-Tallo’ yang beru muncul pada abad ke 14.
Orang Portugis kedua yang mengunjungi Sulawesi Selatan ialah Manuel Pinto pada
tahun yang mengikuti ekspedisi Portugis yang berlayar dari Malaka ke Suppa’ (Sulawesi
Sealtan) pada tahun 1545, yang baru muncul kembali pada tahun 1548 setelah terdiam di
Sidenreng dan Siang (Wicki Documenta, halaman 420-422), yang juga membenarkan berita
Antonio de Payva.
Hampir semua pendengar ceramah Dr. Ch. Pelras tidak mempercayai berita tersebut.
Kebetulan sekali penulis membawa Lontarak Bilang Gowa-Tallo’ transkripsi A.
Ligtvoet (1877) dan salinan Lontarak Sukkukna Wajo’ (=Lontarak Sejarah Lengkap Kerajaan
Wajo’), sebuah naskah yang paling tebal yang penulis temukan, yang salinannya tidak ada di
perpustakaan Rijksuniversiteia di Leiden. Catatan Harian Raja-raja Gowa-Tallo’ terdebut
ternyata tidak memuat berita kedatangan orang-orang Portugis tersebut, dan memang
lontarak itu memulai menyebut tahun 1545 Hera 955 Sanna. Salinan Loktarak Sukkukna
Wajo’ pada halaman 238 sampai halaman 240 menguraikan masuknya agama Yesuit, disusul
oleh agama Islam di Sulawesi Selatan. Lontarak Sejarah Wajo’ tersebut sambil menunjuk
Lontarak Sejarah Gowa dan Tallo’ menyatakan antara lain bahwa pada masa pemerintahan
Raja Gowa Tonipalangga (nama lengkapnya: I Manriwagauk Daeng Bonto, Karaeng Lakiung,
bergelar Tunipalangga Ulaweng, penulis) di sekitar tahun 1500, maka datanglah saudagar
Melayu bernama Nakhod Bonang di Makassar, yang disusul oleh kedatangan orang-orang
Sumatera, Patani, Pahang, Campa, Trengganu, Kamboja, Johor dan Minangkabau. Orang-
orang melayu tersebut sangan sangit hati melihat orang-orang Bugis dan Makassar yang
tidak beragama, dan nampaknya mereka tertarik untuk memeluk agama Yesuit. Pada waktu
itu bangsa Portugis dan bangsa Eropa lain memang sudah masuk di Hindia (baca: Indonesia)
untuk berdagang. Pendeta ____ orang-orang Portugis pada waktu itu berkedudukdi Ternate.
Pada ___ itulah dua orang bangsawan Makassar dibawa oleh orang-orang Portugis ___
Pirawisi (tidak jelas tempat itu, mungkin negeri Portugis atau untuk berguru agama Keristen.
Orang-orang tersebut pergi ___ ke Ambon, Ternate, Manado dan akhirnya sampai di Suppa’
___ (maksudnya Raja Suppa’), maka menyusullah Bacukiki’, dan ____ terletak di pinggir
pantai. Orang-orang Portugis itu berusaha untuk menyebarluaskan agama serta
perdagangannnya, karena mereka takut disaingi oleh orang-orang Melayu yang juga
bertujuan yang sama. Ornag-orang yang datang di Indonesia menajdi saingan berat orang-
orang Portugis di bidang perdagangan, dan tidak bermaksud menyebarkan agamanya. Itulah
sebabnya pendeta pendeta-pendeta yang berdiam di Suppa’ kembali ke Ternate dan Eropa,
sebab mereka sering diserang oleh orang-orang Belanda. Usaha orang-orang Portugis untuk
mengkristenkan raja-raja Bugis lain serta raja-raja Gowa dan Tallo’ selain rintangan dan yang
datang dari orang-orang Belanda yang hendak memonopoli perdagangan, juga mendapat
saingan orang-orang Melayu yang dipimpin oleh Nahkoda Bonang yang ter terkenal sangat
kaya dan berpengaruh. Setelah kedatangan 3 orang serangkai ahli fikhi, diplomat dan ahli
tasauf bernama Khatib Tunggal Abdul Makmur Khatib Sulung Sulaiman dan Khatib Bungau,
yang karena pandainya diplomat berhasil mengislamkan Raja Luwu’ bernama La Parambung
yang bergelar Sultan Muhammad pada tahun 1603 bertepatan tanggal 16 Hijriah 1013 dan 2
tahun kemudian menyusullah Raja Tallo’ bernama I Manglikaang Daeng Nyonrik Karaeng
Katangka dengan gelar baru Sultan AbdullahAwalul Islam pada malam Jumat 9 Jumadilawal
1014 (tanggal 22 September 1605), lalu menyusul Raja Gowa I Mangakrangi Daeng
Manrakbia dengan gelar Sultan Alauddin. Demikianlah pemberitahuan Lontarak Sukkukna
Wajo’ yang jelas sesuai dengan pemberitaan sumber Portugis khusus bagian mengenal
masuknya agama katolik Raja Suppa’, Alitta, Bacukiki’ dan Raja Siang. Kalau hal tersebut
dibandingkan dengan buku Abd.Razak Daeng Patunru, berjudul Sejarah Gowa, Yayasan
kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, tahun 1969, maka terdapat kesesuaian.
Lontarak juga dapat dipakai untuk mengoreksi karangan orang-orang Eropa Barat.
Misalnya ceramah Dr. Ch. Pelras tersebut lebih dahulu, yang mengutip buku “Description
historique du royaume de Macasar, Paris, 1688 yang penulis ringkaskan sebagai berikut :
Seorang adik kandung Sultan Hasanuddin, Raja Gowa (1653-1669) ber bernama
Daeng Maalle, yang telah melawan Belanda, tidak menyetujui perjanjian gencatan senjata
yang dibawa oleh seorang bangsawan (menurut Stapel, bernama Karaeng Popo). Oleh
karena Daeng Maalle diissukan oleh seorang gudik Sombangcu (maksudnya: Raja Gowa
Sultan Hasanuddin) dengan bekerjasama dengan Belanda, bahwa Daeng Maalle ingin
menggantikan kakaknya, maka Daeng Maalle pergi ke Jawa dan kawin dengan seorang
puteri raja di Jawa (kemungkinan: Sultan Banten) bernama Angke Sapiah. Oleh karena orang
Belanda terus mencari Daeng Mangalle, maka ia pergi dan menatap di Siam bersama 60
orang keluarga Makassar dari Jawa. Oleh Raja Phranarai, Daeng Maalle diberi jabatan
Bendahara dan gelar Docja Pacdi. Di Ayuthia, ibu kota siam Daeng Maalle memperoleh dua
orang anak lelaki Daeng ruru dan Daeng Tulolo. Suatu ketika beberapa orang pembesar
Istana mengadakan komplotan untuk menggulingkan Raja Phra Narai, yang dibantu oleh
para pendatang, yaitu orang-orang Cam, Melayu, dan orang-orang ___ kassar. Rahasia
pemberontakan bocor, dan Perdama Menteri memerintahkan para pemberontak untuk
memohon ampun kepada Raja untuk dimaafkan. Daeng Maalle menolak permintaan itu
karena mereka akan diluvuti senjata ___ sedangkan bagi orang-orang Makassar hal
demikian merupakan ___ orang-orang Makassar yang tidak seberapa jumlahnya, di
antaranya terdapat kanak-kanak dan perempuan, dengan senjata sederhana diserang oleh
10.000 orang pasukan Siam bersenjata api dan dibantu oleh 40 orang perwira Eropah yang
terdiri atas orang Perancis, Inggeris dan Portugis. Begitu hebat perlawanan orang-orang
Makassar tersebut, sehingga hampir semuanya tewas, hanya 55 orang yang ditangkap,
tetapi mereka pun luka-luka dan mungkin dibunuh saja. Di antara tawanan itu terdapat dua
orang putera Daeng Maalle, yang tewas juga dalam pertempuran itu. Seorang anak itu
bernama Daeng Ruru yang berumur 14 tahun dan Daeng Tulolo yang berumur 12 tahun.
Dr. Ch. Pelras kemudian melanjutkan penelitiannya terhadap kedua orang Putra
Daeng Maalle itu, dan didapatinya data sebagai berikut:
Nicolas Gervaise penulis buku tentang kedua Putra Makassar tersebut,
sebelum berumur 22 tahun, menjadi anggota misi Katholik di Siam dan tinggal
selama 4 tahun di Siam, yaitu dari tanggal 4 Juli 1682 sampai tanggal 1 September
1685, namun ia tidak pernah mengunjungi Makassar. Sangat mengherankan bahwa
lukisannya tentang sejarah, kebudayaan dan agama sebelum Islam Makassar, banyak
yang benar, terkecuali peristiwa yang kemudian akan penulis kemukakan.
Kedua anak Makassar, Daeng Ruru dan Daeng Tulolo diberangkatkan pada tanggal 5
November 1686 dengan kapal Perancis Le Coche ke dibawah pimpinan Kapten de
Hautmesnil. Pada tahun 1687, kedua orang Makassar itu tiba di Paris dan di percayakan
kepada Gervaise, a.l. untuk mendidik berbahasa Perancis. Mereka dimasukkan Sekolah
terkenal oleh College de Clermont. Pada tanggal 7 Maret 1687 ketika mereka dibaptis oleh
uskup kota Le Mans. Yang menjadi Ayah Baptis Daeng Rourou ialah Raja Perancis Louis XIV
yang yang diwakili oleh Marquis de la Salo, ibu baptisnya ialah menantu perempuan raja
yang diwakili oleh Comtesse de Mare, dan ia diberi nama Louis Pierre. Daeng Tulolo
memperoleh ayah baptis ialah anak sulung Raja Louis XIV Monseigneur le Dauphin yang
diwakili oleh Comte de Magtignon dan ibu baptisnya ialah ipar perempuan raja yang diwakili
oleh Comtesse de Mare. Daeng Tulolo diberi nama Louis Dauphin. Berita tersebut dimuat
oleh surat kabar La Gazetta Francaise, Maart 1688 halaman 132.
Menurut data Dinas Sejarah Angkatan Laut Perancis Louis Pierre de Macasssart alias
Daeng Ruru adalah orang Hindia, calon perwira di Brest pada tanggal 1 Amei 1690, Letnan
Dua pada tanggal 1 Januari 1691, Kapten laut pada tanggal 1 Januari 1692 dan meniggal
dunia di Havana pada tanggal 19 Mei 1708. Prestasinya hebat sekali karena umur 20 tahun
ia sudah menjadi Kapten Laut. Sebagai perbandingan dikemukakakn prestasi seorang
perwira Angkatan Laut Perancis bernama Houn de Kermade, yang baru dapat menjadi
Kapten Angkatan Laut pada usi 32 tahun, juga prestasi Louis Dauphin Daeng tulolo de
Macassart tidak segemilang, kakannya, karena ia menjadi calon perwira di Brest pada
tanggal 18 Mei 1699 dan barulah ___ di Letnan Dua pada tanggal 25 November 1712 dan
sampai ia meniggal ___ pada tanggal 30 November 1736 tidak naik pangkat. Kemungkinan ia
___ istana Raja Lous XIV.
Ada pun pemberitaaan Gervaise yang tidak benar, jikalau dikoreksi dengan Lontarak
Sejarah Gowa dan Lontarak Bilang Gowa, ialah:
a. Sombangku (yang dimaksud Sultan Hasanuddin, digantikan oleh Karaeng Bisei,
sedangkan menurut kedua Lontarak Gowa tersebut, yang sesuai dengan karangan
Abd. Razak Daeng Patnru (1969:61) yang menggantikan Sultan Hasanuddin ialah
puteranya bernama I Mappasomba Daeng Mangngewai Karaeng ri Bisei Sultan Ali
barulah menjadi raja pada tahun 1674, menggantikan i nappasomba tersebut;
b. Istilah sombangku yang digunakan oleh Gervaise adalah gelar bagi raja-raja Gowa,
yang berarti yang disembah. Dengan memperhatikan tahun kedatangan Daeng
Maalle di Jawa, maka dapatlah diketaui melalui kedua Lontarak Gowa bahwa yang
dimaksud ialah I Malombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, Sultan
Hasanuddin,yang lahir pada tanggal 12 Juni 1631 dan wafat pada tanggal 12 Juni
1670, setelah ia menurunkan dirinya dari jabatannya pada tanggal 29 Junij. 30
Muharam, hari Saptu 1080 H. (Lontarak Bilang. Trans. Dan terjemahan A. Ligtvoet.
1877:130).
c. Nama Daeng Maalle tidak dikenal di kalangan orang-orang Makassar, yang ada ialah
Daeng Mangalle.
d. Menurut Gervaise bahwa sebekum orang Makassar memeluk agama Islam mereka
menyembah matahari dan bulan, namun di dalam Lontarak Gowa nama Tuhan Yang
Maha Esa disebut Rewata atau Dewata Seuae oleh orang Bugis (Dewata= Tuhan;
Seue = Esa; tidak beribu dan tidak berayah, menurut Lontarak Sukkukna Wajo’).
Kebanyakan Lontarak Attoriolong disusun berdasarkan peristiwa penting yang terjadi
pada masa pemerintahan tiap-tiap orang raja yang tersusun secara khronologis, dan tidak
terbagi atas bab-bab seperti buku sejarah modern dengan tidak menyebut tahun-tahun
pemerintahan masing-masing raja, kecuali raja-raja yang memerintah sejak masuknya
agama Islam. Lamanya raja memerintah sering disebut, kecuali Lontarak Tanete yang hanya
menggunakan kata-kata “setelah beberapa lama kemudian” atau “setelah lampu beberapa
tahun”. Tahun-tahun kejadian barulah dapat diketahui setelah Lontarak lain atau sumber
Eropa menyebutnya. Tidak banyak Lontarak yang tebal, kebanyakan terdiri atas 50 halaman
folio, bahkan ada yang kurang dari itu, kecuali Lontarak Sukkukna Wajo’ yang tebalnya lebih
dari 400 halaman. Tidaklah berarti bahwa tak ada lontarak yang tidak menyebut tahun-
tahun kejadian. Lontrak Bilang Gowa misalnya menyebut pada permulaan tahun 1545 Hera.
555 Sanna sebagai tahun perkiraan lahirnya Raja Gowa XII “Tunijallok” (secara harafiah
berarti “yang mati diamuk”, yang nama lengkapnya dapat dibaca dalam kontrak Silsilah raja-
raja Gowa yaitu I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasak “Tunijallok”, yang
memerintah ± tahun 1565 sampai dengan 1590. Bulan dan tahun untuk pertama kalinya
disebut oleh Lontarak ___ ialah “Agustusu (Agustus) Hera 1600. Sanna 1009” sebagai
perkiraan lahirnya Tuammenangang-ri-Bontobiraeng, yang mencapai usia 54 tahun ____
Nama lengkapnya ialah I Mangadacinna Daeng Sitaba yang bergelar ___ Mangkubumi
Gowa, sedang nama setelah meninggal dunia ialah “yang beradu atau meninggal dunia atau
lebih tepat yang dikebumikan di Bontobiraeng” seperti yang dinyatakan oleh lontarak
tersebut Karaeng Pattingalloang sebagaimana Ia dikenal oleh orang-orang Eropa dinyatakan
menguasai bahasa Portugis, Spanyol, latin, Inggeris, Perancis, dan Arab dan memiliki buku-
buku berbahasa asing tersebut, memiliki koleksi peta dan bola dunia (globe).Seorang
pendeta Yesuit bernama Alexander de Rhodes menulis tentang Karaeng pattingalloang
sebagai berikut:
… a very wise and rational man… He has read with great interest all the
histories of our kings of Europe. He always has books in his hands, and
particularly those dealing with mathematics, of which he is well versed. He
also has such great passion of every aspects of science that he works a day
and night… to hear him speak without seeing him one would have take him
to be a native Portuguese because he speaks this language with as much
fluentcy as those in Lisbon…
(Leonard Y. Andaya. 1981:39)
Itulah sebabnya sehingga penyair Belanda, Josst van den Vondel, membuatkan syair
untuknya (Volledige Dichtwerken.ed.A. Verwey, Amsterdam. 1937:982)
Lontarak Bilang Gowa-Tallo’ pertama kali menyebut tanggal, bulan dan tahun ialah
Hera 2 Marasa’ (Maret), hari Rabu, Belanda mendirikan kompeni (V.O.C), 73 orang
mengumpulkan uang sejumlah 264000 real.
Pemberitaan tentang kejadian di luar Sulawesi Selatan dimungkinkan, karena
kerajaan Gowa telah mempunyau hubungan dengan Raja Spanyol dan Portugal, dan para
pejabat Portugis di India, Gubernur Spanyol di Manila, (C.R. Boxer. 1967:82-97; Abd. Razak
Daeng Patunru. 1967:31).
Lontarak diary tersebut berakhir dengan pemberitaan tertanggal 4 November 1751, 13 Zul
Hijah, hari Selasa Hijara sanna 1164 tentang Arung Ta’ yang diceraikan dengan saudara
perempuannya melakukan incest (Menurut catatan A.Ligtvoet, bahwa namanya adalah La
Rukka, putera Raja Bone La Temmasongek, Matinro ri Malimongeng. Saudara
perempuannya menurut Gouverneur General dan Raden van Indie kepada Gouverneur di
Makassar bernama I Dajang, yang selama hidupnya dilindungi oleh kompeni di Batavia, dan
meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1751).
Hampir semua Lontarak Sejarah tidak mencantumkan nama pribadi raja, tetapi
menyatakan nama kematian mereka, misalnya Raja Bone La Icak Matinroe ri addenenna
yaitu yang La Icak yang beradudi tangganya, karena ia mati di tangganya setelah mengamuk
sepanjang hari disebabkan oleh gangguan rakyat. Raja Gowa Tunijallok, yang diamuk oleh
rakyatnya. Raja Gowa Xi Tunibatta, yang dipotong, yaitu dipotong oleh orang-orang Bone
pada waktu pergi menyerang Kerajaan Bone. Raja Wajo’ ke XXVI La Tenrilaik To Sengngeng
oleh Lontarak Sejarah Gowa diberikan anam Jammenga ri lawo-lawona, karena ia meledak
bersama meriam dan gudang mesiunya pada waktu diserang oleh La Tenritattak Arung
Palakka yang dibantu oleh pasukan V.O.C. pada tahun 1670 di Tosora. Nama raja sering juga
disesuaikan dengan keadaan fiksinya, misalnya Raja Bone yang bernama La Ulio, diberi
nama Botek e yang berarti Si Godek atau Si Gemuk, Raja Gowa IX yang bergelar Daeng
Matanre disebut Tumapakrisik Kallonna, orang yang sakit lehernya. Ada juga raja yang diberi
gelar sesuai dengan cara ia berhenti dari jabatannya, ____ Raja Gowa XIII yang bernama I
Tepukaraeng, diberi gelar ____atao orang yang dipecat, Raja Wajo’ XXVII La Temmasongek
Ouanna ___ diberi gelar Petta Malingnge

Anda mungkin juga menyukai