Anda di halaman 1dari 4

Nama : Siti Indah Permatasari

NPM : 71200811047

Semester : III (Tiga)

Tugas Pakar Minggu 4 Modul 10 Darah Dan Keganasan

PENYAKIT AUTOIMUN

“dr. Julahir Hodmatua Siregar, M. Kes., M. Ked. (PD), Sp. PD”

Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)


 Penyakit di bidang hematologi yang terjadi akibat reaksi autoimun
 AIHA dibagi menjadi :
- AIHA primer atau idiopatik
- AIHA sekunder atau AIHA yang didasari oleh penyakit lain yang disebut sebagai.
 Kejadian AIHA sekunder lebih sering dibandingkan dengan AIHA
primer.
 AIHA bisa terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada individu setengah
baya dan lebih tua
 Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA) diklasifikasikan menjadi:
- AIHA tipe hangat  70% kasus AIHA
 terjadi akibat eritrosit yang dilapisi oleh molekul IgG mengalami reaksi
autoantibodi sel dan difagositosis oleh makrofag secara optimal pada suhu 370C
- AIHA tipe dingin
 sering dikaitkan dengan kejadian infeksi bakteri terutama Mycoplasma
pneumoniae.
- AIHA tipe campuran
 AIHA tipe hangat maupun tipe dingin bisa terjadi akibat adanya gangguan
limfoploriferatif seperti leukemia limfositik

 Diagnosis AIHA ditegakkan berdasarkan : anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


laboratorium dan DCT (Direct Coombs Test)
 AIHA tipe hangat
- Anamnesis
 Anemia
 Keluhan angina atau gaga I jantung, dapat akut maupun kronik
 Sesak napas dan fatigue akibat terjadinya anemia
 Kadang – kadang ditemukan urin yang pekat dan nyeri punggung terutama pada
pasien AIHA dengan hemolisis intravaskular
 Ikterik terjadi pada 40% pasien AIHA

- Pemeriksaan fisik
 Dapat normal
 Pucat
 Ikterik
 Takikardia
 Demam
 Hepatosplenomegali

- Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan Direct Coombs Test (DCT)


 DPL : hemoglobin menurun, hematokrit < 1 0% atau normal jika sudah
terkompensasi, leukopenia, neutropenia, trombosit normal
 Hitung retikulosit : meningkat
 Bilirubin plasma : peningkatan bilirubin unconjugated dan bilirubin total
 Laktat dehidrogenase : meningkat, merupakan hasil dari destruksi sel darah merah
 Haptoglobin : menurun
 Sediaan darah tepi : sferosit. fragment sel darah merah, sel darah merah berinti
 DAT + : terdeteksi adanya autoantibody dan/atau fragmen proteolitik dari
komplemen (C3)
 Urinalisis : urobilinogen +, bilirubin +/-, hemoglobinuria
 Aspirasi sumsum tulang : eritroid hiperplasia

 AIHA tipe dingin


- Anamnesa
 Berlangsung kronik. Self limiting dalam 1 -3 mingu
- Pemeriksaan fisik
 Ikterik +/-,acrocyanosis, dapat ditemukan ulserasi kulit dan nekrosis,
splenomegaly
- Pemeriksaan Penunjang
 DPL : hemoglobin menurun, hematokrit 15-20%
 Sediaan darah tepi : autoaglutinasi
 Bilirubin plasma : peningkatan bilirubin unconjugated dan bilirubin total
 Laktat dehidrogenase : meningkat, merupakan hasil dari destruksi sel darah merah
 Haptoglobin : menurun
 DAT +: hanya terdeteksi komplemen
 Urinalisis: urobilinogen+, bilirubin +/-,hemoglobinuria
 Aspirasi sumsum tulang : eritroid hiperplasia
 Diagnosis pasti AIHA ditegakkan dengan pemeriksaan Direct Coombs Test
(DCT)
 Hasil DCT menunjukkan gradasi beratnya AIHA berupa +1, +2, +3
dan +4
 Gradasi anemia ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin
 Gradasi hemolitik ditentukan berdasarkan kadar retikulosit dan gradasi proses
autoimun ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan DCT

 Diagnosa Banding
Penyakit autoimun lain seperti:
- Sferositosis herediter (hereditary spherocytosis/ HS),
- Zieve syndrome
- Sepsis karena klostridium
- Anemia hemolitik lain

 Tatalaksana
- Pengobatan AIHA ditujukan untuk mengembalikan nilai hematologi (Hb) ke nilai
normal
- AIHA ringan tidak memerlukan terapi
- Keadaan yang sangat akut penanganan kedaruratan menjadi prioritas karena telah
terjadi gangguan sirkulasi dan kardiovaskuler
- Steroid
- Imunoglobulin intravena (ivIG)
- Transfusi darah
- Splenektomi

 AIHA Warm-AntibodyL
Glukokortikoid
- Prednison 60-100 mg po (per oral) sampai hematokrit stabil, diberikan selama 2-3
bulan setelah episode akut hemolitik reda. Terapi dapat dihentikan setelah 1-2 bulan
atau diganti alternate-day therapy schedule.
- Metilprednisolon 100-200 mg IV (dosis terbagi) dalam 24 jam pertama, atau
prednison dosis tinggi selama 10-14 hari jika keadaannya berat
- Jika terapi dihentikan, masih dapat terjadi remisi, sehingga harus dilakukan
pemantauan minimal beberapa tahun setelah terapi. Jika remisi makan diperlukan
terapi glukokortikoid ulang, splenektomi, atau imunosupresan.

Rituximab
- Antibodi monoklonal terhadap antigen CD 20 yang ada pada limfosit B, sehingga
dapat mengeliminasi limfosit B pada kasus AHA
- Dosis: 375 mg/m2 jminggu selama 2-4 minggu
- Obat imunosupresan
- Cyclophosphamide, 6-mercaptopurine, azathioprine, and 6-thioguanine: dapat
mensupresi sintesis autoantibodi
- Cyclophosphamide 80 mg/kgbb/hari selama 4 hari berturut-turut
- Jika pasien tidak dapat mentoleransi dapat diberikan cyclophosphamide 60 mg/m2,
azathioprine 80 mg/m2setiap hari.

Splenektomi
- Indikasi: pasien yang mendapatkan prednison berkepanjangan > 15 mgjhari untuk
menjaga konsentrasi haemoglobin
- 2 minggu sebelum operasi, diberikan vaksinasi H. influenzae type b, pneumococcal,
dan meningococcal

Tatalaksana lain:
- Asam folat 1 mg/hari
- Plasmaferesis: masih kontroversial
- Thymectomy
- Globulin IV dosis tinggi o Purine analogue 2-chlorodeoxyadenosine (cladribine)

 AIHA Cold-Antibody
- Menjaga suhu pasien tetap hangat, terutama daerah ekstremitas •
- Rituximab: 375 mg/m2 /minggu selama 4 minggu dapat meningkatkan hemoglobin
- Klorambusil, siklofosfamid
- Interferon: menurunkan titer aglutinin
- Plasma exchange

 Komplikasi
- Emboli paru
- Infeksi
- Kolaps kardiovaskular
- Tromboemboli
- Gagal ginjal akut

Anda mungkin juga menyukai