Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIS

Tatalaksana TB pada Orang dengan HIV/AIDS


(ODHA)
Fany Cahyawati
RSAU dr Efram Harsana, Maospati-Magetan, Jawa Timur, Indonesia

Abstrak
Tuberkulosis (TB) dan HIV (human immunodeficiency virus) saling berkaitan dan sering menghasilkan koinfeksi TB-HIV. Koinfeksi TB-HIV sering
underdiagnosis karena gejala infeksi TB pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS) tidak spesifik. Pemeriksaan awal meliputi pemeriksaan sputum
dahak, pemeriksaan cepat, dan pemeriksaan rontgen dada. Pasien yang telah didiagnosis TB dan HIV harus segera mendapat pengobatan
dengan mendahulukan OAT dilanjutkan dengan terapi ARV.

Kata kunci: ARV, koinfeksi TB-HIV, OAT, ODHA.

Abstract
Tuberculosis (TB) and HIV are interconnected and often lead to TB-HIV co-infection. TB-HIV co-infection is often underdiagnosed because the
symptoms of TB infection in PLWHA (people living with HIV/AIDS) are not specific. Preliminary examinations include sputum examination, rapid
examination, and chest x-ray examination. Patients diagnosed with TB and HIV should be treated promptly with TB drugs continued by ARV
therapy. Fany Cahyawati. TB Management in People with HIV positive/AIDS

Keywords: ARV, PLWHA, TB drugs, TB-HIV co-infection.

PENDAHULUAN tuberkulosis adalah pasien TB dengan Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi
Koinfeksi TB dan HIV terjadi ketika seseorang BTA positif melalui percikan dahak yang dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV, seperti
menderita infeksi aktif atau laten TB dan infeksi dikeluarkannya. Infeksi akan terjadi apabila di Indonesia, semua pasien TB ditawarkan
HIV. Orang dengan HIV positif memiliki risiko 30 orang lain menghirup percikan dahak yang untuk melakukan pemeriksaan diagnosis HIV
kali lebih besar untuk terkena TB dibandingkan mengandung bakteri TB tersebut. tanpa melihat faktor risiko.5 Diagnosis TB pada
dengan orang dengan HIV negatif.1 Masing- penderita HIV tidaklah mudah karena gejala
masing infeksi, baik infeksi TB maupun HIV, TB merupakan infeksi oportunistik kedua yang klinis TB pada ODHA sering tidak spesifik.5,6
akan mempercepat proses perburukan yang paling banyak ditemukan pada kasus HIV/AIDS Gejala klinis yang paling sering adalah demam
lain. Infeksi HIV akan mempercepat proses tahun 2013 setelah kandidiasis. Sementara itu dan penurunan berat badan signifikan.5
dari TB laten menjadi TB aktif, sedangkan diperkirakan 3,3% pasien TB juga terinfeksi Keluhan batuk pada ODHA sering tidak spesifik
infeksi bakteri TB akan memperburuk keadaan HIV.4 seperti pasien TB umumnya. Oleh karena
penderita HIV.2 Menurut WHO, diperkirakan itu, sangat direkomendasikan untuk evaluasi
1,2 juta orang terinfeksi TB dengan HIV positif Berdasarkan lokasi anatominya, TB terbagi diagnosis TB pada ODHA yang datang dengan
pada tahun 2015. Sekitar 57% di antaranya menjadi: keluhan batuk berapapun lamanya.6
tidak terdiagnosis dan tidak mendapat 1. Tuberkulosis paru, yaitu tuberkulosis yang
pengobatan, sehingga menyebabkan 390.000 mengenai jaringan (parenkim) paru. Efusi Di samping itu, pada ODHA lebih sering
kematian karena koinfeksi TB/HIV.3 pleura dan limfadenitis di rongga dada ditemukan TB ekstra-paru (TB limfadenitis, TB
(pada hilus dan mediastinum) termasuk pleura, TB milier, TB abdomen, TB meningitis).
Definisi TB dalam tuberkulosis ekstra paru. Gejala dan keluhannya tergantung pada organ
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular 2. Tuberkulosis ekstra-paru, yaitu tuberkulosis yang terkena, misalnya pembesaran kelenjar
yang disebabkan oleh bakteri kelompok pada organ selain paru. Tuberkulosis limfe pada TB limfadenitis, nyeri dada pada TB
Mycobacterium, yaitu Mycobacterium ekstra-paru ini dapat mengenai pleura, pleura, dan kaku kuduk pada TB meningitis.6
tuberculosis. Bakteri ini dikenal sebagai kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
bakteri tahan asam (BTA). Penyakit ini kulit, sendi, selaput otak, dan tulang. Baik deteksi dini TB pada ODHA maupun
dapat menyerang semua orang, baik anak- deteksi dini HIV pada pasien TB keduanya
anak maupun dewasa. Sumber penularan Diagnosis TB pada ODHA penting untuk meningkatkan penemuan
Alamat Korespondensi email: nga.gudes@gmail.com

704 CDK-268/ vol. 45 no. 9 th. 2018


PRAKTIS

dini koinfeksi TB-HIV. Deteksi dini koinfeksi (antero-posterior). Pemeriksaan radiologi normal.9,10
TB-HIV dapat meningkatkan keberhasilan foto toraks ini penting untuk diagnosis
pengobatan karena dapat dilakukan lebih TB pada pasien dengan hasil sputum atau 7. Pemberian antibiotik sebagai alat
cepat. BTA negatif.7 bantu diagnosis pada ODHA tidak
Gambaran foto toraks pada pasien TB direkomendasikan lagi karena
3. Pemeriksaan Mikroskopik dengan HIV positif berbeda dengan menghambat diagnosis dan pengobatan
Pemeriksaan mikroskopik dahak untuk pasien TB dengan HIV negatif. TB pada TB sehingga meningkatkan risiko
ODHA sama dengan pada pasien HIV orang dengan HIV negatif biasanya kematian ODHA.5
negatif, yakni dengan metode SPS mengenai lobus atas paru dan unilateral, PENGOBATAN TB pada ODHA
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Perbedaannya, sedangkan pasien dengan HIV positif Di antara pasien TB yang menerima
pada ODHA apabila minimal satu biasanya melibatkan kedua paru.8 Pada pengobatan, angka kematian pasien TB
spesimen menunjukkan hasil positif, pasien TB dengan HIV positif, hasil foto dengan HIV positif lebih tinggi dibandingkan
pasien tersebut sudah ditetapkan toraks sangat bervariasi tergantung pada pasien TB dengan HIV negatif. Angka
terinfeksi TB.5 Kelemahan pemeriksaan pada tingkat imunitas pasien HIV yang kematian lebih tinggi pada ODHA yang
mikroskopik dahak ini pada pasien HIV diukur melalui CD4.7,9 Pada pasien menderita TB dengan sputum negatif dan TB
sering memberikan hasil negatif. HIV dengan CD4 lebih dari 200 (mild ekstra-paru karena umumnya kondisi pasien
immunosuppresion), penampakan foto tersebut lebih imunokompresi dibandingkan
4. Pemeriksaan Tes Cepat Xpert MTB/Rif toraks biasanya menunjukkan infiltrat, dengan ODHA dengan sputum TB positif.5
Karena pemeriksaan mikroskopik sering kavitas, fibrosis paru, atau penyusutan
negatif, perlu dilakukan tes cepat dengan paru pada lobus atas dan/atau bilateral. Obat Anti-Tuberkulosis (OAT)
Xpert MTB/Rif.5,6 Pemeriksaan ini juga Gambarannya cenderung menyerupai Pengobatan OAT terdiri dari 2 fase, yaitu fase
dapat mendeteksi adanya resistensi TB reaktif pada pasien imunokompeten. intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7
rifampicin, sehingga pengobatan dapat Pada tahap ini biasanya hasil pemeriksaan bulan. Obat yang dipakai adalah:5
lebih maksimal.5,6 Jika memungkinkan, sputumnya positif.9,10 „„ Obat utama (lini 1): Rifampicin (R),
tes cepat ini dapat dilakukan bersamaan Sedangkan gambaran foto toraks isoniazid atau INH (H), pyrazinamide (Z),
dengan tes mikroskopik dahak. pada pasien dengan CD4 yang streptomycin (S), ethambutol (E)
rendah (severe immunosuppresion) „„ Kombinasi obat tepat atau fixed dose
5. Pemeriksaan Biakan Dahak sering tidak menunjukkan gambaran combination (FDC)
Untuk pasien HIV dengan pemeriksaan khas TB dan menyerupai gambaran Terdapat dua macam kombinasi obat
mikroskopik sputum negatif, sebaiknya TB primer.8-10 Pemeriksaan sputum tepat:5
dilakukan pemeriksaan biakan dahak. biasanya akan negatif. Gambaran foto „„ Empat OAT dalam 1 tablet, yaitu rifampicin
Pemeriksaan ini sangat penting untuk toraks menunjukkan infiltrat interstisial 150 mg, isoniazid 75 mg, pyrazinamide 400
konfirmasi diagnosis TB pada pasien terutama di lobus tengah dan bawah mg, dan ethambutol 275 mg.
ODHA.6 dan konsolidasi. Pada sebagian pasien, „„ Tiga OAT dalam 1 tablet, yaitu rifampicin
dapat menunjukkan gambaran kavitas, 150 mg, isoniazid 75 mg, dan pyrazinamide
6. Pemeriksaan Radiologi kardiomegali, limfadenopati, efusi pleura, 400 mg.
Pemeriksaan radiologi standar awal adalah dan gambaran milier. Bahkan beberapa „„ Obat tambahan lainnya (lini 2): kanamycin,
foto toraks PA (postero-anterior) atau AP pasien mempunyai hasil foto toraks yang quinolone, amikacin, obat lain yang

Gambar 1. Rontgen dada ODHA dengan TB Gambar 2. Foto rontgen dada TB milier pada pasien Gambar 3. Rontgen dada generalized
menunjukkan opasitas di area atas dan tengah dengan jumlah CD4 4/mm3. lymphadenopathy dengan limfadenitis TB pada CD4
bilateral. 110/mm3.

CDK-268/ vol. 45 no. 9 th. 2018 705


PRAKTIS

masih dalam penelitian: makrolid dan Panduan utama yang ditetapkan pemerintah mungkin, dan bila kelas obat yang sama akan
amoxicillin+clavulanic acid, derivat untuk ARV lini pertama adalah 2 NRTI + 1 dipilih maka pilihlah obat yang belum dipakai
rifampicin dan INH.5 NNRTI. Panduan ARV lini pertama ini berlaku sama sekali sebelumnya.6
Panduan OAT yang digunakan oleh Program untuk ODHA yang belum pernah mendapat
Nasional Pengendalian Tuberkulosis di ARV sebelumnya (naiveARV).6 Panduan ARV lini kedua pada dewasa antara
Indonesia adalah: lain:6
„„ Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 Pilihan ARV lini pertama untuk anak usia 5
„„ Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 tahun ke atas dan dewasa, termasuk ibu hamil Panduan pemilihan ARV lini kedua pada anak
„„ Kategori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau dan menyusui, ODHA dengan TB, dan ODHA antara lain:6
2HRZA(S)/4-10HR dengan koinfeksi hepatitis B adalah:6
„„ Obat yang digunakan pada TB resisten „„ Panduan pilihan: TDF + 3TC (atau FTC) Jika lini kedua gagal, perlu terapi penyelamatan
obat: OAT lini 1, yaitu pyrazinamide dan + EFV (tenofovir + lamivudine [atau yang efektif. Seperti pada penentuan gagal
ethambutol, serta OAT lini. emtricitabine] + efavirenz) dalam bentuk terapi lini pertama, penentuan kegagalan
FDC (fixed dose combination) atau KDT terapi lini kedua harus dilakukan saat ODHA
Antiretroviral (ARV) (kombinasi 3 dosis tetap) menggunakan ARV lini kedua minimal 6 bulan
Obat antiretroviral yang beredar di Indonesia „„ Panduan alternatif: AZT + 3TC + EFV dengan kepatuhan yang baik.6
adalah: (zidovudine + lamivudine + efavirenz) atau
„„ Golongan nucleoside reverse AZT + 3TC + NVP (zidovudine + lamivudine Penentuan indikasi dan memulai lini ketiga
transcriptase inhibitor (NRTI): Zidovudine + nevirapine) atau TDF + 3TC (atau FTC) memerlukan konsultasi dengan rumah sakit
(AZT), stavudine (d4T), lamivudine + NVP (tenofovir + lamivudine (atau rujukan yang sudah berpengalaman. Namun,
(3TC), didanosine (ddI), abacavir (ABC), emtricitabine) + nevirapine). obat ARV lini ketiga ini belum tersedia dalam
emtricitabine (FTC) program nasional. Rekomendasi panduan ARV
„„ Golongan nucleotide reverse transcriptase Pilihan ARV lini pertama untuk anak kurang lini ketiga menggunakan jenis obat yang sama
inhibitor (NtRTI): Tenofovir (TDF) dari 5 tahun adalah:6 baik untuk pasien dewasa maupun anak, yaitu
„„ Golongan non-nucleoside reverse „„ Pilihan NRTI ke-1: Zidovudine (AZT), ETR + RAL +DRV/r (Etravirin + Raltegravir +
transcriptase inhibitor (NNRTI): Nevirapine stavudin (d4T), tenofovir (TDF) Darunavir/Ritonavir).6
(NVP), evafirenz (EFV) „„ Pilihan NRTI ke-2: Lamivudine (3TC)
„„ Golongan protease inhibitor (PI): „„ Pilihan NNRTI: Nevirapine (NVP), efavirenz Terapi OAT dan ARV pada Pasien Koinfeksi
Lopinavir/Ritonavir (LPV/r) (EFV) TB/HIV
Status HIV pada pasien TB tidak mempengaruhi
Prinsip pemberian ARV antara lain: Apabila terjadi kegagalan terapi (ODHA pemilihan kategori OAT.5 Tatalaksana pasien
„„ Panduan obat ARV harus menggunakan sudah menggunakan ARV minimal 6 bulan TB dengan HIV sama dengan pasien TB lain
3 jenis obat yang terserap dan berada dengan kepatuhan baik), mungkin terjadi karena keefektifan OAT pada ODHA sama
dalam dosis terapeutik. Prinsip ini untuk resistensi silang dalam kelas ARV yang sama dengan pada pasien TB umumnya. Pasien
menjamin efektivitas penggunaan obat. karena HIV terus berproliferasi meskipun TB dengan HIV positif tetap diberi OAT dan
„„ Membantu pasien agar patuh minum dalam terapi ARV. Jika kegagalan terapi terjadi ARV (antiretroviral) dengan mendahulukan
obat antara lain dengan mendekatkan dengan panduan NNRTI dan 3TC, hampir OAT untuk mengurangi angka kesakitan dan
akses pelayanan ARV. pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI kematian.5
„„ Menjaga kesinambungan ketersediaan dan 3TC.6 Penggunaan ARV kombinasi 2 NRTI
obat ARV dengan menerapkan + boosted PI menjadi rekomendasi pilihan Pemberian OAT pada pasien TB paru
manajemen logistik yang baik. untuk lini kedua.6 Prinsip pemilihan ARV lini (termasuk pasien ODHA) yang belum
kedua adalah pilih kelas obat ARV sebanyak pernah mendapat pengobatan, dianjurkan
menggunakan lini pertama selama 6 bulan,
Tabel 1. Panduan ARV lini kedua pada dewasa. meliputi 2 bulan fase intensif menggunakan
HRZE (isoniazid, rifampicin, pyrazinamide,
Panduan ARV Lini Pertama Panduan Lini Kedua
ethambutol) diminum setiap hari dan 4 bulan
Berbasis AZT atau d4T TDF + 3TC (atau FTC) + LPV/r Tenovofir + Lamivudine (atau Emtricitabine)
+ Lopinavir/ritonavir fase lanjutan menggunakan HR (isoniazid dan
Berbasis TDF AZT + 3TC +LPV/r Zidovudine + Lamivudine + Lopinavir/ rifampicin) tiga kali seminggu. Pada ODHA
ritonavir dengan TB ekstra paru (limfadenopati, TB
abdomen, efusi pleura), OAT diberikan paling
Tabel 2. Panduan pemilihan ARV lini kedua pada anak. sedikit 9 bulan (2 bulan HRZE dan 7 bulan HR).
Panduan ARV Lini Sedangkan untuk TB ekstra-paru pada sistem
Panduan ARV Lini Pertama
Kedua
saraf pusat (meningitis atau tuberkuloma)
AZT (atau d4T) + 3TC + NVP (atau EFV) ABC (atau TDF) + 3TC Abacavir (atau Tenofovir) + Lamivudine (atau
(atau FTC) + LPV/r Emtricitabine) + Lopinavir/ritonavir dan TB tulang atau sendi, direkomendasikan
TDF+ 3TC (atau FTC) + NVP (atau EFV) AZT + 3TC + LPV/r Zidovudine + Lamivudine + Lopinavir/ritonavir pengobatan OAT selama 12 bulan. Pada
ABC + 3TC + NVP (atau EFV) kasus TB meningitis dan perikardial, sebaiknya

706 CDK-268/ vol. 45 no. 9 th. 2018


PRAKTIS

diberikan terapi tambahan corticosteroid inflammatory syndrome atau IRIS) yang akan 2. Evaluasi bakteriologik pada TB bertujuan
IV, lalu diubah menjadi oral tergantung memperburuk kondisi pasien. Pada kondisi ini, untuk menilai ada tidaknya konversi
perbaikan klinis. Rekomendasi corticosteroid beberapa obat harus dikurangi dosisnya atau dahak pada TB. Pemeriksaan dilakukan
yang digunakan adalah dexamethasone 0,3- bahkan dihentikan.6 Hal ini menyebabkan sebelum pengobatan dimulai, setelah 2
0,4 mg/kg tapering-off selama 6-8 minggu pengobatan menjadi lebih lama dan sering bulan pengobatan (setelah fase intensif),
atau prednisone 1 mg/kg tapering-off selama mengganggu kepatuhan minum obat. dan pada akhir pengobatan (bulan ke-6
3-5 minggu.6 Pemberian OAT pada pasien HIV positif atau 9).
tidak dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat 3. Untuk menilai respons pengobatan ARV
Prinsip pengobatan ODHA dengan TB adalah pertama, pasien perlu dirujuk ke RS rujukan pada ODHA, dilakukan pemeriksaan CD4
mendahulukan terapi OAT dilanjutkan terapi ARV.5 Hal ini karena banyak masalah dan (tiap 6 bulan) dan tes viral load HIV RNA
ARV setelah 2-8 minggu pertama setelah kemungkinan yang harus dipertimbangkan. (6 bulan setelah inisiasi ARV, setelahnya
dimulainya pengobatan TB dan dapat setiap 12 bulan)
ditoleransi dengan baik, tanpa memandang Pengobatan Pencegahan INH (PP INH) 4. Pemeriksaan radiologi pada ODHA yang
jumlah CD4.5,6 Pada ODHA dengan CD4 Untuk mencegah meningkatnya prevalensi terinfeksi TB adalah foto toraks pada awal
lebih dari 50/mm3, ARV yang dimulai 2 atau 8 TB pada ODHA, semua ODHA yang telah pengobatan, setelah 2 bulan pengobatan,
minggu setelah terapi OAT tidak memberikan dievaluasi tidak menderita TB aktif dan ODHA dan pada akhir pengobatan TB.
perbedaan bermakna pada angka morbiditas yang memiliki kontak dengan pasien TB harus 5. Evaluasi efek samping obat dengan
dan mortalitas. Namun, pada ODHA dengan diobati sebagai infeksi laten TB dengan INH pemeriksaan fungsi hati (SGOT, SGPT,
CD4 kurang dari 50/mm3, ARV harus dimulai 300 mg/hari selama 6 bulan.6 Vitamin B6 juga bilirubin), fungsi ginjal (ureum, kreatinin),
dalam 2 minggu setelah mulai pengobatan diberikan dengan dosis 25 mg atau 50 mg gula darah, dan darah lengkap untuk
TB; morbiditas dan mortalitas lebih rendah setiap 1-2 hari sekali untuk mengurangi efek data dasar penyakit penyerta atau efek
pada ODHA yang memulai terapi ARV 2 samping INH. Efek proteksi INH dapat bertahan samping pengobatan.
minggu setelah pemberian OAT dibandingkan sampai 3 tahun, sehingga pemberian PP INH 6. Evaluasi terhadap sindrom pulih
dengan ODHA yang mendapat ARV setelah 8 ulang dapat dilakukan setelah 3 tahun.6 imun (SPI) atau immune reconstitution
minggu.1,11 syndrome (IRIS), yaitu perburukan kondisi
Kontraindikasi PP INH adalah penderita TB klinis sebagai akibat respons inflamasi
Efavirenz (EFV) merupakan golongan NNRTI aktif, adanya gangguan fungsi hati, neuropati berlebihan saat pemulihan respons imun
yang baik digunakan untuk panduan ARV perifer berat, riwayat alergi INH, dan riwayat setelah pemberian ARV.
pada ODHA dalam terapi OAT karena resisten INH.6 7. Pemantauan kepatuhan berobat untuk
mempunyai interaksi dengan rifampicin mencegah resistensi dan komplikasi.
lebih ringan dibanding nevirapine (NVP).6 Pengobatan Suportif atau Simptomatik 8. Evaluasi penyakit lain (seperti diabetes,
Obat LPV/r pada panduan ARV lini kedua Pengobatan sesuai gejala, seperti penurun hipertensi, jantung) atau infeksi
mempunyai interaksi sangat kuat dengan panas, obat batuk, dan obat sesak napas. oportunistik pada ODHA.
rifampicin, karena rifampicin mengaktifkan Pasien juga membutuhkan makanan bergizi 9. Evaluasi status psikologi pasien, apakah
enzim yang meningkatkan metabolisme dan vitamin tambahan. Pendampingan pasien mengalami gangguan psikologi
LPV/r, sehingga menurunkan kadar plasma dan layanan kesehatan jiwa juga diperlukan yang dapat mempengaruhi pengobatan.
LPV/r. Jika rifampicin tetap akan digunakan karena pasien cenderung mengalami masalah
bersama LPV/r, terutama pada meningitis psikososial akibat stres atau depresi, isolasi RINGKASAN
TB, dianjurkan untuk meningkatkan dosis sosial, diskriminasi, kekerasan, dan sulitnya Tuberkulosis (TB) dan HIV merupakan penyakit
LPV/r menjadi 2 kali dosis normal.6 Namun, mendapat layanan kesehatan.5,6 Hal ini akan saling berkaitan dan sering menimbulkan
keduanya bersifat hepatotoksik, sehingga berdampak buruk terhadap tingkat kepatuhan koinfeksi TB-HIV, di mana secara bersamaan
fungsi hati perlu dipantau lebih intensif dan berobat. seseorang menderita infeksi TB dan infeksi
tidak direkomendasikan pada ODHA yang HIV. Penegakan diagnosis TB pada penderita
memiliki kelainan hati.6 Evaluasi5,6 HIV tidak mudah karena gejalanya tidak
1. Evaluasi klinik setiap 2 minggu pada spesifik. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
Pengobatan pasien ODHA dengan TB perlu 1 bulan pertama, selanjutnya setiap 1 pemeriksaan mikroskopik SPS, pemeriksaan
memperhatikan tumpang tindih (overlapping) bulan. Evaluasi ini untuk menilai respons tes cepat Xpert MTB/Rif, pemeriksaan biakan
efek samping obat (termasuk efek samping pengobatan serta ada tidaknya efek dahak, dan pemeriksaan radiologi. Tatalaksana
obat yang muncul karena infeksi lain seperti samping dan komplikasi penyakit. Evaluasi pengobatan pasien TB dengan HIV positif
hepatitis), kemungkinan interaksi antar obat, klinik meliputi keluhan, berat badan, dan adalah dengan terapi OAT terlebih dahulu dan
sistem pulih imun (immune reconstitution pemeriksaan fisik. dilanjutkan dengan ARV setelah 2-8 minggu.

Daftar Pustaka
1. Naidoo K, Baxter C, Karim SSA. When to start antiretroviral therapy during tuberculosis treatment. Curr Opin Infect Dis. 2013;26(1):35-42.
2. Mayer KH, Hamilton CD. Synergistic pandemics: Confronting the global HIV and tuberculosis epidemics. Clin Infect Dis. 2010:50(Suppl 3):67.

CDK-268/ vol. 45 no. 9 th. 2018 707


PRAKTIS

3. WHO. Tuberculosis and HIV [Internet]. 2018 [cited 2018 Jan 2]. Available from: http://www.who.int/hiv/topics/tb/about_tb/en/.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan LIngkungan. Rencana Aksi Nasional Kolaborasi TB-HIV 2015-
2019. 2015.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman nasional pengendalian tuberculosis.
2014.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral. 2014.
7. Kisembo HN, Den Boon S, Davis JL, Okello R, Worodria W, Cattamanchi A, et al. Chest radiographic findings of pulmonary tuberculosis in severely immunocompromised
patients with the human immunodeficiency virus. The British Journal of Radiology 2012;85:130-9.
8. Badie BM, Mostaan M, Izadi M, Alijani MAN, Rasoolinejad M. Comparing radiological features of pulmonary tuberculosis with and without HIV infection. J AIDS Clinic
Res. 2012;3:10.
9. Allen CM, Al-Jahdali HH, Irion KL, Al Ghanem S, Gouda A, Khan AN. Imaging lung manifestations of HIV/AIDS. Ann Thorac Med. 2010;5(4):201-16.
10. Padyana M, Bhat RV, Dinesha M, Nawaz A. HIV-tuberculosis: A study of chest X-Ray pattern in relation to CD4 count. N Am J Med Sci. 2012;4(5):221-5.
11. Torok ME, Farrar JJ. When to start antiretroviral therapy in HIV-associated tuberculosis. N Engl J Med. 2011;365:26.

708 CDK-268/ vol. 45 no. 9 th. 2018

Anda mungkin juga menyukai