Anda di halaman 1dari 4

Definisi, Konsep dan Makna Literasi Dalam Lintasan Waktu

Apabila kita mencari dan mengumpulkan apa definisi, konsep dan makna literasi, maka
ternyata terdapat banyak akademisi, pakar, peneliti dan berbagai organisasi edukasi dan
literasi baik dalam ranah nasional maupun internasional yang mendefinisikan, menetapkan
konsepnya dan memaknainya secara berbeda-beda sesuai dengan perubahan-perubahan
yang terjadi di tingkat global, perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan ilmu pengetahuan
serta teknologi. Karenanya tidak ada definisi, konsep dan pemaknaan literasi yang
tunggal. Pemaknaan literasi pun sangat tergantung dan tidak dapat dipisahkan dari
konteksnya.
A. Menurut pakar

a. Resnick dan Resnick (1977): kemampuan membaca risalah agama dan kefasihan
dalam membaca lisan.
b. Levine (1986): literasi adalah kemampuan untuk menandai nama seseorang
sebagai tanda orang yang melek huruf dan perbedaan yang menarik antara kedua
jenis kelamin dan generasi berturut-turut yang ditemukan.
c. Elizabeth Sulzby (1986): literasi adalah kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh
seseorang dalam berkomunikasi (membaca, berbicara, menyimak, dan menulis)
dengan cara yang berbeda sesuai dengan tujuannya.
d. Harveu J. Graff (2006): literasi adalah kemampuan dalam diri seseorang untuk
menulis dan membaca.
e. Ditinjau dari sudut pandang sosiologi dengan menggunakan perspektif interaksi
sosial, maka literasi adalah melibatkan seperti apa tujuan membaca teks,
bagaimana pembaca menafsirkan teks, bagaimana pembaca berkomunikasi
dengan penulis dan bagaimana pembaca mengomunikasikan apa yang mereka
baca dengan orang lain, karena mereka mungkin perlu mendiskusikan isi teks
(Guthrie dan Kirsch, 1984; Levine, 1986, Elley, 1989).
B. UNESCO

Konsep dan definisi literasi menurut UNESCO senantiasa mengalami perkembangan selama
kurang lebih 5 (lima) dekade hingga sekarang. Pada tahun 1965, literasi diartikan sebagai
keterampilan membaca, menulis dan aritmatika. Sesuai konsep ini, numerasi diposisikan
sebagai bagian dari literasi maupun dipisahkan dari literasi. Di tahun 1957, UNESCO
menyebutkan bahwa seseorang dapat disebut literat apabila bisa memahami, baik dengan
membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana yang singkat tentang kehidupannya
sehari-hari. Tahun 1970-an dimulai gerakan ke arah menghubungkan literasi dengan
pengembangan dan keterampilan kejuruan, menandai pengakuan bahwa literasi berfungsi
sebagai kompetensi kunci dalam mengejar pembangunan sosial-ekonomi. Diberi label 'literasi
fungsional', sebagian besar berfokus pada inisiatif skala kecil yang dapat dilakukan oleh
individu dan kelompok di tingkat masyarakat, melalui memperoleh akses ke pengetahuan
baru (tentang pertanian, pengolahan dan pemasaran produk, kerajinan dan perdagangan),
memperoleh keterampilan manajemen yang lebih baik (mencatat akun, mendokumentasikan
rapat dan keputusan, mencatat panen, mengelola irigasi) atau berpartisipasi dalam jaringan
ekonomi (koperasi, pendaftaran pemerintah, proposal pendanaan dan laporan). Dalam kurun
lima dekade tersebut, konsep literasi telah berkembang dari keterampilan membaca,
menulis, dan berhitung dasar menjadi gagasan yang lebih luas seperti literasi fungsional dan
landasan untuk pembelajaran sepanjang hayat. Definisi literasi terbaru adalah kemampuan
untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, mengkomunikasikan, dan
menghitung, menggunakan materi cetak dan tertulis yang terkait dengan berbagai konteks
(UNESCO, 2018). Yang mana literasi melibatkan rangkaian kesatuan pembelajaran yang
memampukan individu dalam mencapai tujuan mereka, untuk mengembangkan
pengetahuan dan potensi mereka, dan untuk berpartisipasi secara penuh dalam komunitas
dan masyarakat luas mereka.
C. International Literacy Association (ILA)

ILA mendefinisikan literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami,


menafsirkan, membuat, menghitung, dan berkomunikasi menggunakan materi visual, audio,
dan digital lintas disiplin ilmu dan dalam konteks apa pun.

D. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Menurut definisi yang dikemukakan di dalam Gerakan Literasi Sekolah (GLS) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, literasi adalah kemampuan mengakses, memahami, dan
menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca,
melihat, menyimak, menulis, dan berbicara (2017). Dalam Panduan Gerakan Literasi Nasional
(GLS), Kemendikbud memperkenalkan dimensi literasi yang mencakup literasi baca dan tulis,
numerasi, sains, digital dan literasi budaya dan kewargaan sebagaimana yang dikemukakan
oleh OECD.

E. Menurut OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)

Literasi menurut pengertian OECD adalah kemampuan untuk memahami dan menggunakan
informasi tercetak dalam kehidupan sehari-hari kegiatan, di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat untuk mencapai tujuan, dan untuk mengembangkan pengetahuan dan potensi
seseorang.

F. Perpustakaan Nasional RI

Berdasarkan versi Perpustakaan Nasional RI, mengartikan literasi dalam konsep 4 (empat)
hierarki literasi yang meliputi kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bacaan,
kemampuan memahami yang tersirat dari yang tersurat, kemampuan mengungkapkan ide
atau gagasan baru, teori baru dan kreativitas serta inovasi baru hingga memiliki kemampuan
menganalisis informasi dan menulis buku, yang terakhir adalah kemampuan menciptakan
barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global. Keempat hierarki
literasi ini dapat diterapkan sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat yang riel. Bagi
masyarakat yang belum memiliki akses terhadap adanya buku, maka dilakukan strategi,
program dan kegiatan berupa mengumpulkan sumber-sumber bacaan. Kemudian apabila
masyarakat sudah terpapar bahan-bahan bacaan, maka perlu dimotivasi dan stimulasi untuk
tumbuh dan berkembang minat, kegemaran dan budaya bacanya. Tidak berhenti di aktivitas
membaca buku, tetapi harus lebih jauh berupaya memahami pesan baik berupa pengetahuan
maupun informasi yang dapat diperoleh dari bahan bacaan itu. Meningkat dari kemampuan
memahami bacaan, adalah mendialektikkan antara pengetahuan yang dimiliki si pembaca
dengan gagasan yang dikemukakan oleh si penulis buku. Melalui proses ini diharapkan
mampu secara kreatif melahirkan konsep-konsep baru yang inovatif. Ide-ide yang inovatif
diterjemahkan dalam wujud barang dan jasa yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

G. New Literacy Studies (NLS)

‘The New Literacies Studies’ diuraikan secara tata bahasa berbeda dari ‘the New Literacy
Studies’. NLS adalah tentang mempelajari literasi dengan cara baru. 'The New Literacy
Studies' adalah tentang mempelajari jenis literasi baru di luar literasi cetak, terutama 'literasi
digital' dan praktik literasi yang tertanam dalam budaya populer. The New Literacies Studies
memandang berbagai alat digital sebagai teknologi untuk memberi dan mendapatkan makna,
seperti halnya bahasa (Alvermann et al. 1999; Buckingham 2003, 2007; Coiro et al. 2008; Gee
2004, 2013; Hobbs 1997; Jenkins 2006; Kist 2004 ; Knobel dan Lankshear 2007; Kress 2003;
Lankshear 1997; Lankshear dan Knobel 2006; New London Group 1996). Singkatnya NLS
memandang literasi adalah sebagai suatu gerakan sosial.

Anda mungkin juga menyukai