Anda di halaman 1dari 12

SEMESTER ANTARA – 2021

FOLKLOR – Agus Heru Setiawan, S.Sn., M.Sn.

Bumbu Kepercayaan Pada “Tingwe”


Oleh : Respati Yudhi Mursito
NIM. 16152103

Kepercayaan rakyat, atau yang sering kali juga disebut “takhyul”, adalah kepercayaan

yang oleh orang berpendidikan Barat dianggap sederhana atau bahkan pandir, tidak

berdasarkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Takhyul

menyangkut kepercayaan dan praktek (kebiasaan). Pada umumnya ia diwariskan melalui

media tutur kata. Tutur kata ini dijelaskan dengan syarat-syarat, yang terdiri dari tanda-tanda

(sign) atau sebab-sebab (causes), dan yang diperkirakan akan ada akibatnya (result). Sebagai

contoh misalnya “jika terdengar suara katak (tanda), maka akan turun hujan (akibat)”

(Danandjaja, 1986: 153- 154). Kepercayaan rakyat tersebut juga terdapat pada kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat.

Ngelinting atau yang juga biasa disebut Tingwe (ngelinting dewe) yaitu meracik

sendiri batang rokok yang akan dihisap. Bahan yang biasanya digunakan yaitu tembakau,

kertas, dan cengkeh tetapi tidak jarang ada yang menambahkan woor, kemenyan dan saos.

Tingwe merupakan salah satu kebiasaan yang lahir dan hidup di beberapa daerah di

Indonesia. Salah satunya di daerah kaki Gunung Merbabu, lebih tepatnya di Desa Ngagrong,

Kecamatan Gladagsari, Kabupaten Boyolali. Masyarakat di wilayah tersebut memiliki

kepercayaan atau kebiasaan berkaitan dengan tingwe. Dimulai dari cara mengambil tembakau

yang akan dilinting. Cara mengambil tembakau dari wadah yaitu dengan cara ditarik sampai

ujungnya, bukan dipotong. Warga sekitar memiliki kepercayaan apabila tembakau tersebut

diambil dengan cara dipotong maka akan merusak rasa tembakau, baik tembakau yang
diambil maupun tembakau yang ada di wadah. Kepercayaan tersebut sudah menjadi

kebiasaan dan dilakukan secara turun temurun di daerah tersebut. Setelah tembakau diambil

lalu di kepal di tangan dan ditiup beberapa kali. Proses tersebut dianggap dapat mengurangi

kesan “nendang” pada tembakau atau masyarakat sekitar menyebutnya agar tidak terlalu

“nyenggrak”. Setelah proses tersebut tembakau ditata pada kertas rokok dengan arah se-alur

lalu diberi tambahan cengkeh yang juga ditata se-alur. Penataan tembakau dan cengkeh

tersebut dipercayai dapat membuat rasa pada rokok tingwe menjadi lebih nikmat dan stabil

mulai dari ujung sampai akhir lintingan. Terkadang woor ditambahkan pada lintingan yang

bertujuan untuk menyeimbangkan rasa dari tembakau dan cengkeh, tetapi penambahan woor

tersebut bersifat opsional tergantung selera. Tidak jarang rokok lintingan dinikmati dengan

menggunakan pipa rokok. Beberapa orang berpendapat pipa tersebut akan menambah

kenikmatan saat menghisap rokok lintingan.


Daftar Acuan

Buku:

James Danandjaja.1986. Folklor Indonesia.Jakarta: Pustaka Grafitipers.

Anda mungkin juga menyukai