Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB 1.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................1
BAB 1I......................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Agama dan Ilmu.................................................................................................3
B. Agama dan Ekonomi..........................................................................................6
C. Islamisasi Ilmu Pengetahuan.............................................................................9
BAB III....................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................13
A. KESIMPULAN...............................................................................................13
B. SARAN............................................................................................................13

i
ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sejak dekade 70-an, diskusi islamisasi mulai mengemuka, marak


dipublikasikan suatu hal yang “newview” dikalangan ilmuan. Gagasan
islamisasi ilmu pengetahuan muncul sebagai respon atas dikotomi antara ilmu
agama dan sains yang dimasukkan Barat sekuler dan budaya masyarakat
modern ke dunia islam. Kemajuan yang dicapai sains modern telah membawa
pengaruh yang menakjubkan, namun di sisi lain juga membawa dampak yang
negative, karena sains modern (Barat) kering nilai bahkan terpisah dari nilai
agama. Di samping itu, islamisasi ilmu pengetahuan juga merupakan reaksi
atas krisis sistem pendidikan yang dihadapi umat islam, yakni adanya
dualisme sistem pendidikan islam dan pendidikan modern (sekuler)yang
membingungkan umat islam.
B. Rumusan Masalah
1. apa yang di maksud Agama dan Ilmu?
2. apa yang pengertian Agama dan Ekonomi?
3. apa konsep dan kontroverai Islamisasi Ilmu Pengetahuan?

C. Tujuan
1. Mengetahui tentang Agama dan Ilmu.
2. mengetahui pengertian Agama dan Ekonomi.
3. mengetahui tentang konsep dan kontroversi Islamisasi Ilmu pengetahuan.

1
BAB 1

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama

Tidak mudah bagi kita untuk menentukan pengertian agama, karena


agama bersifat bathiniah, subjektif, dan individualitas. Kalau kita
membicarakan agama akan dipengaruhi oleh pandangan pribadi dan juga
pandangan agama yang kita anut.

Beberapa pengertian agama, antara lain :


Istilah agama ditinjau dari tata bahasa dalam kamus bahasa Indonesia :

ü Agama berarti sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan


ajaran kebaikan dan kewajiban – kewajiban yang berkaitan dengan
kepercayaan itu.

2
ü Agama menuntut pengetahuan untuk beribadah yang merupakan
hubungan manusia dengan Tuhan.

Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “aagama” yang berarti
tradisi. Pada konsep yang sama dalam bahasa latin disebut “religio” yang
berarti mengikat kembali yang bermaksud mengikat dirinya kepada tuhan.

1. Secara liguistik, din berarti ketaatan dan balasan. Penulis kitab


Magayisul Lughah mengatakan bahwa asal dan akar kata ini berarti
penghambaan dan kehinaan (tunduk). Sedangkan Raghib dalam
Mufradai-nya mengatakan bahwa agama berarti ketaatan dan balasan.
Oleh karena itu, Syariat dinamakan din karena lazim ditaati.
2. Menurut para pemikir Barat definisi agama antara lain, Agama adalah
insting, aksi, dan kondisi spiritual yang “menjangkiti” sekelompok orang
tertentu dalam kesendirian mereka di hadapatn Tuhan (William James
adalah seorang filsuf sekaligus psikolog berkebangsaan amerika. Ia hidup
pada tahun 1842 – 1910)
Jadi, Agama adalah keseluruhan pendapat tentang Tuhan, dunia, hidup
dan mati, tingkah laku, serta baik buruknya yang berlandaskan wahyu.
Wahyu adalah penerangan Tuhan secara istimewa kepada manusia
secara langsung atau tidak langsung. Agama merupakan kumpulan apa
yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi dan Rasul melalui wahyu untuk
merealisasikan kesempurnaan manusia kepada Tuhan.
Aksiologi Agama antara lain :

1. Agama bisa diargumentasikan. Yakni, secara logis bisa dibela, karena


unsur – unsur dan ajarannya bisa diterima oleh akal sehat.
2. Agama memberikan makna dalam kehidupan. Yakni, manusia terjaga
dari keputusasaan, dan menghilangkan asumsi tak bermaknanya
kehidupan.
3. Agama merupakan pemberi harapan.
4. Agama diharapkan bisa meluhurkan segala tindakan dalam masyarakat
sosial.
Agama mengajarkan rasa tanggung jawab kepada manusia.

2. HUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA


Hubungan antara filsafat dan agama dalam sejarah kadang-kadang
dekat dan baik, dan kadang-kadang jauh dan buruk. Ada kalanya para
agamawan merintis perkembangan filsafat. Ada kalanya pula orang
beragama merasa terancam oleh pemikiran para filosof yang kritis dan
tajam. Para filosof sendiri kadang-kadang memberi kesan sombong, sok
tahu, meremehkan wahyu dan iman sederhana umat. Kadang-kadang

3
juga terjadi bentrokan, di mana filosof menjadi korban kepicikan dan
kemunafikan orang-orang yang mengatas-namakan agama.

Dengan demikian, dialog antara filsafat dan agama justru akan membawa
keuntungan bagi keduabelah pihak. Filsafat sekurang-kurangnya dapat
menyumbangkan empat pelayanan pada agama :

Pertama. Menjelaskan makna wahyu Tuhan sampai mendekati makna


yang sesungguhnya,

Salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap agama wahyu adalah
masalah interpretasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan Firman
Allah selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa dari dunia.
Akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak pernah
seratus persen pasti. Itulah sebabnya kita begitu sering mengalami apa
yang disebut salah paham. Hal itu juga berlaku bagi bahasa wahana
wahyu. Hampir pada setiap kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Oleh
karena itu para penganut agama yang sama pun sering berbeda dalam
pahamnya tentang isi dan arti wahyu. Dengan kata lain, kita tidak pernah
seratus persen merasa pasti bahwa pengertian kita tentang maksud Allah
yang terungkap dalam teks wahyu memang tepat, memang itulah maksud
Allah.
Kedua, Mensistematisasikan, membetulkan dan memastikan ajaran
agama yang berdasarkan wahyu,

secara spesifik, filsafat selalu dan sudah memberikan pelayanan itu


kepada ilmu yang mencoba mensistematisasikan, membetulkan dan
memastikan ajaran agama yang berdasarkan wahyu, yaitu ilmu teologi.
Maka secara tradisional (dengan sangat tidak disenangi oleh para filosof)
filsafat disebut ancilla theologiae (abdi teologi). Teologi dengan sendirinya
memerlukan paham-paham dan metode-metode tertentu, dan paham-
paham serta metode-metode itu dengan sendirinya diambil dari filsafat.
Misalnya, masalah penentuan Allah dan kebebasan manusia (masalah
kehendak bebas) hanya dapat dibahas dengan memakai cara berpikir
filsafat. Hal yang sama juga berlaku dalam masalah “theodicea“,
pertanyaan tentang bagaimana Allah yang sekaligus Mahabaik dan
Mahakuasa, dapat membiarkan penderitaan dan dosa berlangsung
(padahal ia tentu dapat mencegahnya). Begitu pula Christologi (teologi
kristiani tentang Yesus Kristus) mempergunakan paham-paham filsafat
Yunani dalam usahanya mempersatukan kepercayaan pada hakekat nabi
Yesus Kristus dengan kepercayaan bahwa Allah hanyalah satu.

Ketiga, filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-


masalah baru,

4
Artinya masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada
dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Itu terutama relevan
dalam bidang moralitas. Misalnya masalah bayi tabung atau
pencangkokan ginjal. Bagaimana orang mengambil sikap terhadap dua
kemungkinan itu : Boleh atau tidak? Bagaimana dalam hal ini ia
mendasarkan diri pada agamanya, padahal dalam Kitab Suci agamanya,
dua masalah itu tak pernah dibahas? Jawabannya hanya dapat
ditemukan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip etika yang termuat
dalam konteks lain dalam Kitab Suci pada masalah baru itu. Nah, dalam
proses itu diperlukan pertimbangan filsafat moral.
Pelayanan keempat yang dapat diberikan oleh filsafat kepada agama
diberikan melalui fungsi kritisnya.
Salah satu tugas filsafat adalah kritik ideologi. Maksudnya adalah sebagai
berikut. Masyarakat terutama masyarakat pasca tradisional, berada di
bawah semburan segala macam pandangan, kepercayaan, agama,
aliran, ideologi, dan keyakinan. Semua pandangan itu memiliki satu
kesamaan : Mereka mengatakan kepada masyarakat bagaimana ia harus
hidup, bersikap dan bertindak. Filsafat menganalisa claim-claim ideologi
itu secara kritis, mempertanyakan dasarnya, memperlihatkan
implikasinya, membuka kedok kepentingan yang barangkali ada di
belakangnya.

3. HUBUNGAN ILMU DAN AGAMA


Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama,
melainkan untuk diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya.
Pengetahuan dan kebenaran agama yang berisikan kepercayaan dan
nilai – nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan
tujuan dan pandangan hidup manusia, dan sampai kepada prilaku
manusia itu sendiri.

Dalam agama sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat kita
kemukakan, yaitu :

Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, maha agung dan


pencipta alam semesta (Tuhan).
Melakukan hubungan dengan hal – hal diatas, dengan berbagai cara.
Seperti dengan mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian,
dan do’a.
Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap
penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan tidak
langsung kepada seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi
dan Rasulnya. Maka menurut ajaran islam adayan rasul dan kitab suci
merupakan ciri khas dari pada agama.

5
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan
keterlibatan pribadi, walaupun kita dapat sepakat tidak ada definisi agama
yang dapat diterima secara universal. Kemajuan spiritual manusia dapat
diukur dengan tinggi nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada objek
yang ia sembah. Seorang yang religius merasakan adanya kewajiban
yang tak bersyarat terhadap zat yang dia anggap sebagai sumber yang
tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.

B. Pengertian Agama dan ekonomi

Pengertian ekonomi
1. Pengertian Ekonomi Secara Etimologi
Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan
yang berkaitan dengan upaya manusia secara perorangan atau
pribadi, atau kelompok, keluarga, suku bangsa, organisasi, negara
dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan
pada sumber daya pemuas yang terbatas. Secara etomologi istilah
ekonomi dari bahasa Yunani “oikonomia” yang terdiri dari kata
“oikos” berarti rumah tangga dan “nomos” berarti aturan. Kata
“oikonomia” mengandung arti aturan yang berlaku untuk
memenuhi kebutuhan hidup dalam suatu rumah tangga. Dalam
bahasa Arab ekonomi sepadan dengan kata “Istishad” yang
artinya umat yang pertengahan, atau bisa diartikan menggunakan
rezeki atau sumber daya yang ada di sekitar kita.
2. Pengertian Ekonomi Secara Terminologi
Adapun dari sisi pengertian secara istilah (terminologi), ilmu
ekonomi akan dijelaskan sebagai berikut: pertama, menurut
Albert L. Meyers, ilmu ekonomi adalah ilmu yang
mempersoalkan kebutuhan dan pemuasan kebutuhan manusia.
[4]Kata kunci dari definisi ini adalah kebutuhan dan pemuasan
kebutuhan.Kebutuhan adalah suatu keperluan manusia terhadap
barang dan jasa yang sifat dan jenisnya sangat bermacam-macam
dalam jumlah yang tidak terbatas.Pemuasan kebutuhan adalah
memiliki ciri- ciri terbatas. Aspek yang kedua ini menimbulkan
masalah ekonomi, yaitu adanya suatu kenyataan yang senjang

6
(gap), karena kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa
jumlahnya tidak terbatas, sedangkan di lain pihak barang dan jasa
sebagai alat pemuas kebutuhan, sifatnya langka atau terbatas
sehingga masalah yang timbul adalah kekecewaan atau
ketidakpastian.[5]Kedua, menurut J.L. Meij mengemukakan
bahwa ilmu ekonomi ialah ilmu tentang usaha manusia mencapai
kemakmuran, karena manusia itu termasuk makhluk ekonomi
(homo economicus).[6]Ketiga, Samuelson dan Nordhaus
berpendapat bahwa ilmu ekonomi merupakan studi tentang
prilaku orang dan masyarakat dalam memilih cara menggunakan
sumber daya yang langka dan memiliki beberapa penggunaan
alternatif penggunaan dalam rangka memproduksi berbagai
komoditi, kemudian menyalurkannya, baik saat ini maupun di
masa depan kepada individu dan kelompok yang ada dalam
masyarakat. Pada hakikat ilmu ekonomi berkaitan dengan
perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai
kemakmuran dengan proses operasional, produksi dan distribusi
komoditi dalam masyarakat.
Al-Assal dan Ahmad Abdul Karim (1999:10-11) mengemukakan
definisi sebagai berikut:
a. Adan Smith mengemukakan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu
kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana
kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara
khusus terhadap sebab-sebab matrial dan kemakmuran, seperti
hasil industri, pertanian, jasa dan sebagainya.
b. Marshall; ia berpendapat bahwa ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari usaha individu dalam kaitannya dengan berbagai
pekerjaan yang dilakukan sehari-hari, ilmu ekonomi membahas
bagian kehidupan manusia yang berhubungan dengan bagaimana
ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula manusia
mempergunakan pendapatan itu.
c. Ruenez; berpendapat bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam menghadapi

7
kehidupannya dengan sarana-sarana yang terbatas yang
mempunyai berbagai macam fungsi.
Hubungan Agama dan Ekonomi
a. Kajian Sosial Agama dengan Ekonomi
Kajian sosial tentang agama dan perkembangan ekonomi
menggunakan dua pendekatan: pertama, kepercayaan sekte atau
golongan agama dan pada karakteristik moral, serta motivasi
yang ditimbulkannya. Kedua, perubahan-perubahan sosial dan
ekonomi yang mempengaruhi suatu kelompok dan gerakan
keagamaan yang muncul sebagai reaksi terhadap perubahan.
Walaupun demikian, kedua pendapat tersebut saling
menyempurnakan antara satu sisi dengan sisi yang lain.
Analisis yang menarik tentang hubungan agama dengan
pengembangan ekonomi oleh H. Palanca, dapat dijadikan kajian
dalam upaya mencoba memahami peran yang dijalankan agama
di dalam masyarakat. Dengan cara pandang positivistik, tidak ada
cara untuk memaksakan etika agama agar tidak dipatuhi oleh
pemeluknya. Di samping itu di sebagian besar di dunia, dengan
menurunnya peran agama dalam masyarakat dewasa ini, kita
tidak mungkin dapat berharap suatu etika agama memainkan
peranan, seperti pada masa pertengahan dan zaman
reformasi.Agama dapat disebut sebagai suatu faktor, bukan
penyebab pertumbuhan ekonomi.Hubungan agama dengan
pembangunan ekonomi bukanlah hubungan kuasalitas, namun
hubungan timbal balik.Agama merupakan salah satu faktor yang
mendorong pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi
dan kemajuan masyarakat. Di pihak lain, agama juga tidak statis
melainkan berubah mengikuti pertukaran waktu dan perubahan
zaman, serta oleh perkembangan dan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi sosial dan ekonomi ikut mempengaruhi keberadaan
agama.
Di dalam masyarakat tradisional, agama berfungsi untuk
mendorong manusia untuk terlibat dalam peran-peran dan tingkah

8
laku ekonomi, karena agama dapat mengurangi rasa cemas dan
takut.Studi yang dilakukan oleh Malinowski di kalangan
masyarakat Trobriand, ditemukan bahwa masyarakat tersebut
selalumengadakan upacara ritual sebelum melakukan kegiatan
mencari ikan di laut.
Agama juga berfungsi menciptakan norma-norma sosial yang
mempengaruhi ekonomi.Studi yang dilakukan max Weber
tentang “Etika Protestan” menemukan bahwa agama Protestan
ternyata memberikan sumbangan tidak kecil terhadap upaya
menciptakan jiwa kewirausahaan (spirit of
enterprenuership).Ajaran agama tersebut menganjurkan kepada
pemeluknya agar selalu bekerja keras, tahan cobaan, dan hidup
hemat. Menurt Weber, menjadikan mereka tidak konsumtif,
namun selalu berusaha menginvestasikan sumber dana yang
dimilikinya untuk berusaha tiada henti dan putus asa.
Sikap rakus yang tidak terbatas karena belum memperoleh
keuntungan, tidaklah identik sedikitpun dengan kapitalisme dan
malahan bukan semangatnya.Kapitalisme bahkan mungkin
identik dengan pengendalian dan pengekangan, atau setidak-
tidaknya identik dengan suatu watak rasional, dari suatu
keinginan-keinginan rasional.Akan tetapi kapitalisme secara pasti
identi dengan pencarian keuntungan (profit) dan keuntungan yang
dapat diperbaharui untuk selamanya dengan usaha-usaha kapitalis
yang rasional dan dilakukan secara terus-menerus. Karena
memang demikian seharusnya dalam suatu tatanan masyarakat
kapitalis secara keseluruhan, suatu usaha kapitalis individual yang
tidak memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengambil
keuntungan, pasti akan mengalami malapetaka, yaitu kehancuran.
Tidak diragukan lagi bahwa legalitas bisnis dibahas oleh Al-
Qur’an. Eksposisi sintetik ajaran Al- Qur’an diharapkan akan
membantu kita dalam menggambarkan prinsip-prinsip dasar dari
etika bisnis Al- Qur’an. Ketaatan pada prinsip-prinsip ini akan
memberikan jaminan keadilan dan keseimbangan yang

9
dibutuhkan dalam bisnis dan akan menjaga aktivitas komersial
pada koridor yang benar.
Menurut Qardhawi poros risalah nubuwah Nabi Muhammad
SAW adalah akhlak. Karena itu Islam telah mengimplikasikan
antara mu’amalah dengan akhlak, seperti jujur, amanah, adil,
ihsan, berbuat kebaikan, silaturahmi, dan sayang-menyayangi.
Dikaitkan akhlak pada aspek hidup menyeluruh, sehingga tidak
ada pemisahan antara ilmu dengan akhlak, antara politik dengan
akhlak, antara ekonomi dengan akhlak, dan perang dengan
akhlak, dan lain sebagainya. Dengan demikian, akhlak menjadi
daging dan urat nadi kehidupan Islam[27] yang harus memandu
segala aktivitas seorang Muslim.
Jika kita berbicara tentang akhlak dalam ekonomi Islam, maka tampak secara
jelas di hadapan kita empat nilai utama, yaitu: rubbaniyyah (ketuhanan),akhlak,
kemanusian, dan pertengahan. Nilai-nilai ini memancarkan keunikan dalam
ekonomi Islam yang tidak dimiliki oleh sistem ekonomi manapun di dunia. Nilai-
nilai tersebut merupakan karakteristik syariat Islam yang kaffah, sempurna dalam
segala dimensinya. Atas dasar karakteristik itu ekonomi Islam jelas berbeda
dengan sistem ekonomi konvensional karena ia adalah sebuah sistem ekonomi
alamiah, ekonomi humanistis, ekonomi moralistis, dan ekonomi moderat. Makna
dan nilai-nilai pokok yang empat ini mempunyai dampak terhadap seluruh aspek
ekonomi, baik dalam masalah produksi, konsumsi, sirkulasi maupun distribusi.
Semua itu terpola oleh nilai-nilai tersebut, karena jika tidak, niscaya ke-islam-an
itu hanya sekedar simbol tanpa makna.

C. Islamisasi Ilmu pengetahuan

1.Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Sebelum membahas konsep islamisasi ilmu pengetahuan,


alangkah baiknya diketahui terlebih dahulu tentang sejarah
munculnya ide islamisasi islamisasi ilmu pengetahuan itu
sendiri, guna memberikan pengantar terhadap pemahaman
tentang tujuan umum dari islamisasi ini. Pada sekitar abad
ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-
besaran, yaitu dengan dilakukannya penterjemahan terhadap

10
karya-karya dari Persia dan Yunani yang kemudian diberikan
pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep Agama Islam.
Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah
hadirnya karya Imam al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, yang
menonjolkan 20 ide yang asing dalam pan-dangan Islam
yang diambil oleh pemikir Islam dari falsafah Yunani,
beberapa di antara ide tersebut bertentangan dengan ajaran Islam
yang kemudian dibahas oleh al-Ghazali disesuaikan dengan
konsep aqidah Islam. Hal yang sedemikian tersebut, walaupun
tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang
sudah mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi (hasyim,
2005:32)

2. Kontroversi islamisasi ilmu pengetahuan

Diskursus seputar Islamisasi ilmu pengetahuan ini telah begitu


lama menebar-kan perdebatan penuh kontroversi di kalangan
umat Islam. Semenjak dicanangkan-nya sekitar 30 tahun
yang lalu, berbagai sikap baik yang pro maupun yang kontra
terus bermunculan. Satu pihak dengan penuh antusias dan
optimisme menyambut momentum ini sebagai awal
revivalisme (kebangkitan) Islam. Namun, di pihak lain
menganggap bahwa gerakan "Islamisasi" hanya sebuah
euphoria sesaat untuk mengobati "sakit hati" karena
ketertinggalan mereka yang sangat jauh dari peradaban Barat,
sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu dan
tenaga dan akan semakin melemah seiring perjalanan waktu
dengan sendirinya.
Rosnani Hashim membagi kelompok ini menjadi empat
golongan,yaitu:
1.Golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori
dan konsepnya dan berusaha untuk merealisasikan dan

11
menghasilkan karya yang sejalan dengan maksud Islamisasi
dalam disiplin ilmu mereka.
2.Golongan yang sependapat dengan gagasan ini secara teori
dan konsep tetapi tidak mengusahakannya secara praktis.
3.Golongan yang tidak sependapat dan sebaliknya
mencemooh, mengejek dan mempermainkan gagasan ini.
4.Golongan yang tidak mempunyai pendirian terhadap isu
ini. Mereka lebih suka mengikuti perkembangan yang dirintis
oleh sarjana lainnya atau pun mereka tidak memperdulikannya
(Hasyim, 2005: 40)

3.Kedudukan Epistemologi dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Melihat perbedaan pendapat antar ilmuwan muslim tentang
realisasi islami-sasi ilmu pengetahuan, mungkin membuat kita
bingung, mengapa di antara mereka ada yang yang setuju
dan ada yang tidak? Kepada siapa kita harus berpihak?
Pihak yang mendukung islamisasi memiliki semangat dan
harapan besar terhadap kembali-nya hegemoni ilmu pengetahuan
Islam. Bahkan sebagian dari mereka telah menawarkan konsep
epistemologis berupa langkah-langkah yang harus ditempuh
untuk men-capai islamisasi ilmu pengetahuan. Di lain sisi,
pihak yang menolak menilai bahwa islamisasi merupakan hal
yang sulit bahkan mustahil direalisasikan, karena “lawan”
yang dihadapi terlalu besar dan sulit ditaklukkan, dan menilai
bahwa ilmu pengeta-huan adalah universal (tidak ada
kaitannya dengan Islam-tidak Islam), sehingga usaha untuk
mewujudkannya adalah hal yang sia-sia. Setiap ilmuwan berhak
melahirkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
memang ini yang harus dilakukan untuk kelangsungan hidup
umat manusia. Namun, melihat kultur dan profil dari bangsa
barat dan Islam, apakah sama cara keduanya dalam
memperoleh ilmu pengetahuan? Islamisasi ilmu baru mungkin

12
dan bermakna jika kita dapat menunjukkan teoritis yang
fundamental antara teori ilmu (epistemologi) modern dan Islam
(Kartanegara, 2007:2).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Islamisasi pengetahuan berarti mengislamkan atau melakukan
penyucian terhadap sains produk Barat yang selama ini dikembangkan dan
dijadikan acuan dalam wacana pengembangan sistem pendidikan islam
agar diperoleh sains yang bercorak “khas islami”.

B. SARAN
Untuk Menyenmpurnakan Penulisan Kami Dimohon Untuk Kritik
Dan Saran .

Daftar Pustaka
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2013/12/hubungan-agama-dengan-
ekonomi.html?m=1
https://irsadifarista.wordpress.com/filsafat/ilmu-dan-agama/

13

Anda mungkin juga menyukai