Anda di halaman 1dari 3

KESALEHAN RITUAL DAN SOSIAL

Oleh:
Surip Ibnu Umar

Kesalehan merupakan sifat patuh dalam melaksanankan ajaran agama, kesalehan


memunculkan tindakan yang terpancar dari keimanan, seseorang akan di sebut beriman ketika
bisa mempraktekan amal saleh dalam kehidupan sehari hari, karena iman itu di dalam hati
yang diucapkan melalui lisan dan dipraktekan secara baik dalam kehidupan bersama.
Definisi kata Kesalehan dalam kamus besar bahasa indonesia adalah ktaatan,
kepatuhan, menunaikan ajaran agama. Kesalehan menurut Sa'adullah Afandy, bahwa
kesalehan merupakan pancaran cahaya hidayah yang masuk ke relung hati manusia dengan
mengaplikasikan dalam tindakan untuk menggapai rahmat Allah SWT, Hal ini akan menarik
jika kita tarik degan teori ilmu jiwa Gordon Allport, menurutnya kesalehan merupakan suatu
tindakan naluri manusia yang menyesuaikan dengan lingkungannya karena pengaruh
kesadaran dalam jiwa manusia, kesadaran jiwa ini yang biasa kita sebut dengaan “fitrah”
dalam Islam. Sedangkan kesalehan menurut Al-quran adalah kesalehan yang bersinergi antara
kesalehan lahir dan batin, karena dalam ajaran Islam manusia itu harus membentuk hubungan
yang baik kepada 3 perkara.
Pertama, Hubungan baik dengan Tuhan, hubungan secara transdental antara makhluk
dan Pencinta-Nya, bentuk sifat kehambaan yang membutuhkan Sang Khaliq.
Kedua, Hubungan baik dengan dirinya, dengan mengajak bicara dalam diri sendiri-
Self Talk-, yang merupakan ekspresi verbal untuk memunculkan kemauan diri yang baik.
Ketiga, Hubungan baik dengan Sesama, bentuk gotong royong, tenggang rasa dengan
sesama berdasarkan pada perintah agama.
Seyogyanya amal shaleh merupakan keniscayaan manusia dalam menjalani hidup,
karena jati diri manusia itu adalah baik dengan sifat kehambaan kepada Tuhannya, dengan
adanya nafsu ini yang menyebabkan manusia berubah arah, nilai baik yang dibawa ketika
lahir menjadi sirna karena nafsu dan lingkungan yang mempengaruhi karakternya.
Dengan penjelasan definisi kesalehan tersebut, kaitannya dengan kesalehan santri yang
mencari ilmu di pondok pesantren serta tidak menutup kemungkinan guru yang mengajar di
pondok pesantren, dengan implikasi dalam kehidupan sehari-hari.

A. Kesalehan Ritual
Kesalehan ini merupakan pengolahan jiwa agar memancarkan cahaya dari dalam
-inner beauty-, sehingga dapat menyembulkan kepribadian seseorang menjadi baik, Seorang
santri harus melaksanakan tadarrus, shalat dhuha, puasa dawud, puasa sunnah senin dan
kemis, kegiatan tersebut semuanya bentuk dari kesalehan ritual, dan ini harus ditanamkan
sejak dini, karena akan membentuk karakter pribadi yang paripurna, hal ini terjadi dari
stimulus yang baik dalam lingkungan pondok, bentuk kesalehan ritual untuk guru dalam
mengajar disamping hal tersebut diatas, mungkin ada hal yang lain diantaranya membaca
referensi buku lain sebelum mengajar, sehingga dalam mengajar mumpuni dan berkualitas.
Bentuk penyucian diri-Tazkiyatunnafsi- merupakan bentuk olah jiwa agar dapat
membentuk perangai yang taat kepada Tuhannya, jiwa yang bisa memancarkan kebaikan dan
kedamaian di dalam hati. Biasanya para ulama memaparkan konsep penyucian diri dalam
ilmu hakikat, dengan ilmu ini manusia dapat mendekatkan diri sedekat-dekatnya, seperti apa
yang pernah dilakukan oleh sulthaonul awliya Syekh Abdul Qodir Al-Jailani dan Jalalludin
Rumi.
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani1 ketika menjelang wafat, nafas terengah-engah, semua
anaknya bersedih, salah satu anaknya yang bernama Abdurrazak meminta nasehat terakhir
kepada ayahnya, seketika tangan dan kakinya sudah kaku, masih sempat memberikan nasihat
kepada anaknya, sembari membacakan surat At-thalaq ayat 7, “ Allah akan menjadikan
kemudahan setelah kesempitan”, ayat ini ditulis oleh anaknya sebagai kenangan terakhir
sebelum beliau meninggal.
Jalalludin Rumi tokoh sufi dunia, pengarang kitab Fihi ma Fihi, ketika ajal
menjemput, istri dan anak-anaknya menangis haru karena akan ditinggalkan oleh seorang
yang bertanggung jawab pada keluarganya, akan tetapi Rumi malah justru memberi nasehat
kepada mereka agar jangan bersedih dan menangis, karena ia akan bertemu dengan kekasih
abadi Allah SWT, ini bentuk dari penyucian diri yang utuh.

B. Kesalehan Sosial
Kesalehan sosial biasa dalam ajaran Al-Qur'an di sebut Itsar, mendahulukan
kepentingan orang lain dari pada kepentingan dirinya, menurut Syekh Abdul wahab
Asya'roni,2 Kesalehan sosial merupakan kesalehan kaum sufi yang mencintai makhluk dan
alam semesta karena kecintaan Allah, mencintai Allah dan ciptaan-Nya dengan
mengejawantahkan perilaku baik dalam kehidupan antar sesama.
Implementasi untuk kaum santri jika berbicara tentang kesalehan sosial diantaranya
berbuat baik dengan teman sejawat, hubungan baik dengan adik kelas, mematikan lampu
ketika siang hari, mematikan kran setelah berwudlu, diskusi bersama, melaksanakan piket
pondok, muwajahah belajar malam, mengemban amanah sebagai pengurus pondok dengan
baik, dan hormat guru sebagai jalan untuk menuju kesuksesan, sedangkan implementasi untuk
guru, bentuk dari kesalehan sosial diantaranya membentuk MGMP, diskusi kecil tentang
materi, menengok guru yang sakit, gathering family guru, dan menghadiri pernikahan sesama
guru.
Seorang Imam Abu Qosim Al-Qusyairy3 berkata dalam suatu makalah yang beliau tulis,
“ Sesungguhnya pencari ilmu banyak yang tidak berhasil dalam menggapai cita-cita,
faktornya karena mereka pernah membuat gurunya nestapa, dengan tidak meminta maaf
padanya, karena keridhaan guru adalah kunci dari keberhasilan hidup seorang pencari ilmu.”

C. Keseimbangan Kesalehan Ritual dan Sosial


Dalam Al-Qur'an kata-kata “Amal Shaleh” sebanyak 180 kali, kata tersebut berbarengan
dengan kata “ Iman” dengan kata lain kesadaran keimanan tak akan bisa sempurna jika tidak
ada tindakan baik yang konkrit dalam masyarakat.
Karena sesuai dogma Agama, hubungan baik kepada Allah -Hablu mina Allah- harus
sejajar dengan hubungan baik dengan sesama manusia -Hablu Mina Annas-, “sejajar” dalam
arti harus bisa menyeimbangkan dalam tataran praktis, menurut KH Mustafa Bisri, 4 jika
menelaah dalam Islam kesalehan itu hanya satu yaitu kesalehan muttaqi-kesalehan orang
bertaqwa-, atau dengan istilah lain mukmin yang beramal shaleh, sehingga dalam pribadinya
terdapat shaleh ritual dan shaleh sosial.
Kesalehan ritual tanpa ada kesalehan sosial akan nisbi, keduanya harus seimbang dalam
tataran pergumulan di masyarakat, dengan kesalehan ritual yang berbanding lurus dengan
kesalehan sosial akan membentuk kenyamanan dalam ibadah, bertindak dan mu'amalah dan
jika kesimbangan itu bisa terjaga, maka ini yang disebut dengan sosok manusia sempurna-
Insan kamil-.

1 Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, Fathuurobany, Jakart: Turots, 2019


2 Dr. Sa'dullah Afandy, Memadukan Kesalehan, Detiknews, 16 juni 2020
3 Lih Makalah Abu qosyim Al-Qusyairy, Risalah Qusyairiyah, beirut, 2010
4 KH Mustafa Bisri, Shaleh Ritual dan Shaleh Sosial, Jakarata: Diva Press, 2016
Menurut Yusuf Al-Qordhawi dalam kitab Fiqih Al-Awlawiyat, bahwa kesalehan sosial
harus diprioritaskan (bukan diutamakan: red) dari pada kesalehan ritual, tentunya dalam
koredor kepentingan bersama, sebuah contoh dari pernyataan tersebut, seseorang yang ingin
melaksanakan ibadah haji, uangnya ia pakai untuk menyantuni anak yatim dan dhua'fa,
karena ia melihat kondisi anak-anak tersebut lebih membutuhkan dari pada dirinya untuk
berangkat ke tanah suci..
Maka pada akhirnya membentuk seseorang menjadi saleh itu mengandung kesalehan
yang sempurna, yaitu kesalehan ritual, dan kesalehan sosial, sehingga dapat menjadi hamba
Allah yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allahu 'Alam bishowab.

Anda mungkin juga menyukai