Ada tiga peristiwa hijrah yang terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam. Hijrah pertama pada bulan Rajab tahun ke lima setelah kenabian, ke
Habasyah, dilaksanakan oleh sekelompok sahabat yang terdiri dari dua belas orang
laki-laki dan orang wanita, yang dipimpin Ustman bin Affan.
Hijrah ini didorong oleh berbagai tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy sejak
pertengahan atau akhir tahun keempat kenabian, terutamu diarahkan kepada orang-
orang yang lemah. Hari demi hari dan bulan demi bulan tekanan mereka semakin
keras hingga pertengahan tahun kelima, sehingga Makkah terasa sempit bagi orang-
orang Muslim yang lemah itu.
Mereka mulai berpikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. Dalam
kondisi yang sempit dan terjepit ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
memerintahkan beberapa orang Muslim hijrah ke Habasyah, melepaskan diri dari
cobaan sambil membawa agamanya.
Habasyah atau sekarang Ethiopia suatu daerah di ujung Utara Afrika, merupakan
daerah yang dikuasai oleh seorang raja yang adil bernama Ashamah An-Najasyi, tidak
akan ada seorang pun teraniaya di sisinya.
Peristiwa hijrah kedua pada bulan Syawwal tahun kesepuluh setelah kenabian, ke
Tha’if, suatu daerah di sebelah tenggara Makkah, dilakukan oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri dengan berjalan kaki bersama sahabat Zaid bin
Haritsah.
Hijrah ini dilaksanakan setelah terjadi dua peristiwa besar yang berpengaruh pada diri
Rasullah, khususnya dan orang-orang Muslim pada umumnya, yaitu meninggalnya
Abu Thalib, paman beliau. Abu Thalib benar-benar menjadi benteng yang ikut
menjaga dakwah Islam dari serangan orang-orang yang sombong dan dungu.
Peristiwa meninggalnya Abu Thalib ini terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh dari
kenabian.
Kira-kira tiga bulan berselang setelah meninggalnya Abu Thalib, istri Rasulullah,
Ummul Mukminin Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan
Ramadhan pada tahun kesepuluh setelah kenabian.
Dua peristiwa ini menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam. Belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan
kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau.
Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka.
Untuk itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka, penduduk Tha’if,
berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan
pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat
seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti
beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya.
Di antara hal yang mendorong Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk hijrah
ke Madinah adalah ketiadaan bantuan dan perlindungan dari sanak familinya, yaitu
setelah wafatnya Abu Thalib dan tampuk kepemimpinan Bani Hasyim beralih ke
tangan Abu Lahab yang sama sekali menolak memberi perlindungan kepada beliau.
Di samping itu juga, kesediaan penduduk Madinah untuk menerima Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam dan membantu beliau menyiarkan Islam.
PELAJARAN
Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah, antara lain:
1. Hendaknya selalu berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika tidak
mampu maka hendaknya meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di
tempat kemunkaran atau kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih
dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa berdiam di sana
sambil terus mengupayakan perbaikan.
3. Betapa luar biasanya usaha yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam yang selalu mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-
terobosan yang beliau lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta
alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.