Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Komunikasi Keperawatan

“Komunikasi pada Pasien dengan Gangguan Fisik dan Jiwa”

Disusun oleh:

Nunik Fitoloka

P05120220069

Dosen Pengajar:

Pauzan Efendi, SST., M.Kes.

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
DAFTAR ISI
Kata pengantar

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................1
C. Tujuan masalah........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Fisik......................................................................................2


B. Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik...................................................3
C. Pengertian Gangguan Jiwa......................................................................................5
D. Penyebab dan Tanda-tanda Gnagguan Jiwa............................................................6
E. Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa....................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Komunikasi pada Pasien
dengan Gangguan Fisik dan Jiwa” ini tepat pada waktunya.

Ada pun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu, untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Komunikasi Keperawatan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Komunikasi pada Pasien dengan Gangguan Fisik dan Jiwa bagi para pembaca dan juga
penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Bengkulu, 22 April 2021

Nunik Fitoloka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak dengan
sesama. Komunikasi dilakukan oleh semua orang setiap hari, maka orang seringkali
berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun, sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan yang memungkinkan
setiap individu bersosialisasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya.
Sebagai pengobat, dalam berkomunikasi dengan pasien kita tidak boleh terburu-buru dan
harus mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar
untuk dijelaskan artinya. Beberapa faktor yang berbeda terkadang menyebabkan sukarnya
mendefinisikan kesehatan, kesakitan, dan penyakit. Pada tahun 1947, WHO mencoba
untuk menggambarkan kesehatan secara luas. Kesehatan (health) diartikan sebagai
keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani), sosial, dan bukan hanya suatu
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Di sisi lain, penyakit merupakan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
biologis dan psikofisiologis pada seseorang. Kesakitan adalah reaksi personal,
interpersonal serta kultural terhadap penyakit. Kesakitan juga merupakan respon subjektif
dari pasien, serta respon di sekitarnya terhadap keadaan tidak sehat, tidak hanya
memasukkan pengalaman tidak sehatnya saja, tapi arti dari pengalaman tersebut bagi
pasien.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana teknik komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik dan jiwa?

C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui Bagaimana teknik komunikasi terapeutik pada pasien gangguan fisik
dan jiwa

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Fisik


Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan
pada anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik
pada tubuh. Gangguan fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat
pergerakan terganggu. Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak
badan dan harus mendapatkan pengobatan medis.
Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun anak kecil.
Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal seperti :
kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga
menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami
oleh anak kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :
1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat)
Gangguan fisik ini disebabkan oleh luka pada otak yang mempengaruhi
kemampuan menggerakkan bagian-bagian tubuh manusia (gangguan motorik),
disebut juga cerebral palsy (CP).
2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka)
Gangguan fisik ini dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat
kelemahan atau penyakit pada otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic.
Jenis kelainan yang berkaitan dengan sistem ototdan rangka meliputi : polio
(kelumpuhan tangan dan kaki karena virus polio), muscular dystrophy (kelumpuhan
yang bersifat progresif karena otot tidak dapat berkembang), osteogenesis imperfect
(tulang mudah patah karena pertumbuhan kerangka tulang tidak normal), spina bifida
(kelumpuhan anggota tubuh bagian bawah karena sebagian ruas tulang belakang tidak
menutup), hambatan fisik motorik karena bawaan lahir (bentuk kaki tangan seperti
tongkat, tubuh kerdil, hydrocephalus atau micrcephalus, jari kurang atau lebih dari
lima, dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu, dan lain-lain)
3. Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik
antara lain : asma (penyempitan pembuluh tenggorokan) dan hemophilia
(kelainan/kurangnya produksi factor pembekuan darah).
Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman
sebaya. Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk
berinteraksi dengan lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak
kenyataan.
a. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik
b. Pasien dengan Gangguan Pendengaran 

B. Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan


pendengaran, antara lain:
1. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri
di hadapan yang terlihat oleh pasien.
2. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika kita  sedang mengunyah sesuatu, misalnya
permen karet.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
6. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.
C. Teknik Komunikasi Pasien dengan Gangguan Penglihatan.
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan penglihatan:
1. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
2. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
3. Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama.
a. Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini,
nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
b. Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan apapun pada pasien.
c. Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau
meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
4. Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
5. Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan / ruangan
yang baru.

D. Teknik Komunikasi Pasien dengan gangguan Wicara.


Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di
perhatikan:
1. Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
2. Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata
yang diucapkan pasien.
3. Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik,
komunikasi dengan pasien tidak menyimpang.
4. Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi
menjadi lebih pelan.
5. Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
6. Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
7. Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan
pasien untuk menjadi mediator komunikasi.

E. Pasien dengan gangguan perkembangan


Cara-cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kematangan
kognitif / perkembangan kognitif :

1. Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.


2. Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan menggunakan
kata pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan contoh atau
gambar dan simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
3. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi
seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
4. Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
5. Berhati-hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu
yang tidak di inginkan.

F. Pengertian Gangguan Jiwa.


Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan
jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya (Stuart &
Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras,
agama, maupun status sosial dan ekonomi.
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-
manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja
yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau
kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan
penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu
memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau
DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with
text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan
untuk mendeskripsikan gangguan jiwa:
1. Gangguan jiwa psikotik: ditandai hilangnya kemampuan menilai realitas, ditandai
waham (delusi) dan halusinasi, misalnya schizophrenia.
2. Gangguan jiwa neurotik: tanpa ditandai kehilangan kemampuan menilai realitas,
terutama dilandasi konflik intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan
kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.
3. Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis yang
diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
4. Gangguan jiwa organik: ketidakberesan kesehatan disebabkan oleh suatu penyebab
spesifik yang membuahkan perubahan struktural di otak, biasanya terkait dengan
kinerja kognitif, delirium, atau demensia, misalnya pada penyakit Pick. Istilah ini
tidak digunakan dalam DSM-IV-TR karena ia merangkum pengetian bahwa
beberapa gangguan jiwa tidak mengandung komponen biologis.
5. Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau
fungsional.
6. Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu
gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh
penyakit infeksi otak.

G. Penyebab Gangguan Jiwa


1. Faktor Organobiologi
Seperti faktor keturunan (genetik), adanya ke tidak seimbangan zat – zat neurokimia
di dalam otak.
2. Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas berlebihan, gangguan
persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita (halusinasi).
3. Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita (keluarga) maupun
yang ada di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan kerja, sekolah, dll. Biasanya
gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus
dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan,
lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa.
H. Tanda-Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional,
namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir/melamun yang tidak
biasa (delusional).
4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya penderita
mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber
dari suara/bisikan itu.
5. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat.
6. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak perlu
ditakuti atau dicemaskan.
7. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
8. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
9. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.Memiliki emosi atau perasaan yang
mudah berubah-ubah.
10. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
11. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
12. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya, misalnya
bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
13. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat
dan gembira berlebihan.
14. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
15. Sulit dalam berpikir abstrak.
16. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya/usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas dan selalu terlihat sedih.
I. Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi
terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas
fisik.
2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.
3. Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang bersama-sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.

Tujuan Komunikasi Terhadap Pasien Gangguan Jiwa adalah:

a. Pengobat dapat memahami orang lain.


b. Menggali perilaku pasien
c. Memahami perlunya memberi pujian
d. Memproleh informasi pasien

Sebagai contoh : Komunikasi pada  pasien gangguan jiwa dengan masalah risiko bunuh
diri. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2OOO), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:

a. Bunuh diri adalah membunuh diri sandiri secara internasional


b. Bunuh diri dilakukan dengan intense
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung(aktif).atau tidak lansung (pasif),
misalnya tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara
sengaja berada di rel kereta api.

Tindakan keperawatan yang dapat diambil:

a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan pengobat


b. Perkenalan diri dengan pasien
c. Tanggapi pernbicaraan pasien dengan sabar dan tidak menyangkal.
d. Bicara dengan tegas jelas dan jujur
e. Bersifat hangat dan bersahabat
f. Temani pasien saat keinginan mencederai diri meningkat
g. Usahakan pasien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri seperti :
1) Jauhkan pasien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet gunting
tali kaca dan lain-lain).
h. Tempatkan kllen di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
i. Awasi pasien secara ketat Setiap saat

Kita sebagai Pengobat dalam menghadapi pasien yang ingin bunuh diri ,kita harus  dapat
mengekspresikan perasaannya dengan cara :

a. Dengarkan keluhan yang dirasakan


b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagimana harapannya
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-
lain
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keingnan untuk
hidup

Pasien diusahakan agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan cara :

a. Bantu untuk memahami bahwa pasien dapat mengatasi masalahnya


b. Bantu mengdentifikasi Sumbet sumber harapan (misal hubungan atar sesama,
keyakinan, hala-hal untuk diselesaikan).

Pasien  dapat menggunakan koping yang adaptif.

a. Ajarkan untuk mengdentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap


trari (e.g. berjalan-ialan’ membaca buku favorit’ menulis surat dll)
b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan ia sayang dan pentingnya  terhadap
kehidupan orang lain mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan
c. Beri dorongan untuk berbagai keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam
mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara pengobat dan
pasien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah pasien yang mempengaruhi
perilaku pasien.
Secara langsung, gangguan psikologis / jiwa dapat dijelaskan dengan mengetahui
penyebab psikologis itu sendiri. Penyebab tersebut diantara lainnya seperti stres,
pengalaman trauma, dan masalah pada masa kanak-kanak. Sementara itu, gangguan
fisik diakibatkan oleh penyebab fisik yang beraneka ragam. Dengan mengetahui
perbedaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa gangguan psikologis seharusnya
disembuhkan dengan sarana psikologi seperti psikoterapi dan terapi perilaku,
sedangkan gangguan fisik disembuhkan secara medis.
DAFTAR PUSTAKA

http://pohoseng.com/komunikasi-pada-pasien-gangguan-fisik-dan-jiwa/

Anda mungkin juga menyukai