Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

Sindrom Kawasaki

Pembimbing :
dr. Hotber E. R. Pasaribu, M.Si, Sp.A(K)

Oleh :
Nur Intan 1608437729
Sartika 1608437730

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Kawasaki merupakan penyakit autoimun dengan gejala pembuluh


darah di seluruh tubuh mengalami inflamasi. Sindrom Kawasaki merupakan
vaskulitis multisistem akut terutama mengenai bayi dan anak usia <5 tahun, dengan
gambaran klinis berupa demam tanpa sebab yang jelas disertai injeksi konjungtiva
non eksudatif bulbar bilateral yang tidak nyeri, fisura pada bibir, lidah kemerahan
atau strawberry tongue, eritema pada telapak tangan atau kaki, edema pada kedua
tangan, kaki, atau deskuamasi periungual, eksantema polimorfik, dan limfadenopati
servikal nonsupuratif akut. (diameter ≥ 1,5 cm).1 Penyebab dari Sindrom Kawasaki
belum jelas hingga sekarang. Berdasarkan literatur diduga penyakit ini dipicu oleh
gangguan imun yang didahului oleh proses infeksi. Proses yang terlibat pada Sindrom
Kawasaki berupa respon imun terhadap organisme infeksius yang berhubungan
secara genetik dengan pejamu rentan, namun belum teridentifikasi.1
Sindrom Kawasaki dapat menyebabkan komplikasi jantung pada anak.
Komplikasi jantung meliputi miokarditis, regurgitasi mitral, disritmia, aneurisma
arteri koroner, dan vaskulitis. Inflamasi arteri koroner dapat menyebabkan aneurisma
sehingga terjadi perdarahan internal. Mayoritas pasien Sindroma Kawasaki
prognosisnya baik, tetapi pasien dengan aneurisma arteri koroner berisiko mengalami
kelainan iskemik dan membutuhkan tatalaksana jangka panjang. Pada pasien dengan
kerusakan arteri koroner dapat terjadi trombosis dan stenosis yang dihubungkan
dengan aneurisma dan berisiko infark miokardium, sudden death, dan gagal jantung
kongestif.1
Kejadian Sindroma Kawasaki di negara maju seperti Amerika Serikat telah
menjadi epidemi terutama pada akhir musim dingin dan musim semi, dengan interval
2-3 tahun. Sekitar 3000 anak dengan Sindrom Kawasaki dirawat setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Pada anak Amerika-Asia lebih sering diserang dari pada anak kulit
hitam dengan perbandingan 3:1. Di Jepang insiden tertinggi pada usia 6-12 bulan.
Sindrom Kawasaki mengenai 17-20,8 per 100.000 anak berusia < 5 tahun dengan
insiden tertinggi di Hawai dan Asia Pasifik. Insiden tahunan Sindrom Kawasaki
sekitar 111 kasus per 100.000 pada anak <5 tahun. Rasio laki-laki : perempuan adalah
1,5 : 1,0.
Berdasarkan data rekam medis di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, pada 3
tahun terakhir dimulai tahun 2017 hingga tahun 2019 terdapat 5 orang pasien dengan
sindroma kawasaki. Pada tahun 2017 telah didapatkan 1 pasien, kemudian tahun 2018
terdapat 3 pasien berumur 3 tahun, 4 tahun, dan 6 tahun yang dirawat di ruang non
infeksi dan salah satunya dicatat dari poliklinik RSUD Arifin Achmad. Pada tahun
2019 baru dijumpai 1 orang pasien yaitu pada kasus ini. Pasien dengan sindroma
kawasaki dapat diindikasikan dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Hal
itu karena komplikasi dari penyakit kawasaki ini yaitu menyerang arteri koroner.
Indikasi rawatan PICU untuk sindroma kawasaki ini termasuk strata primer yaitu
adanya pemantauan ketat tanda vital dan sistem organ (kardio) dengan prediksi akan
terjadi perbaikan. Pada pasien dalam kasus ini telah diindikasikan untuk dirawat di
PICU. Hal itu karena perlunya pemantauan tanda-tanda vital seperti nadi, tekanan
darah, dan suhu karena ditakutkan adanya komplikasi yang mengenai jantung
meskipun keadaan pasien masih dalam fase akut sindroma kawasaki.
Berdasarkan latar belakang diatas diperlukan pemahaman dan pengelolaan
yang lebih baik tentang penanganan yang cepat tepat dan akurat terutama anak
dengan sindroma Kawasaki.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Kawasaki


2.1.1 Definisi
Penyakit Kawasaki merupakan penyakit autoimun dengan gejala pembuluh
darah di seluruh tubuh mengalami inflamasi.1 Sindrom Kawasaki merupakan
vaskulitis multisistem akut terutama mengenai bayi dan anak usia <5 tahun, dengan
gambaran klinis berupa demam tanpa sebab yang jelas disertai injeksi konjungtiva
non eksudatif bulbar bilateral yang tidak nyeri, injeksi atau fisura pada bibir, injeksi
faring atau strawberry tongue, eritema pada telapak tangan atau kaki, edema pada
kedua tangan dan kaki atau deskuamasi periungual, eksantema polimorfik, dan
limfadenopati servikal nonsupuratif akut (diameter ≥ 1,5 cm). Penyakit Kawasaki
dikenal juga dengan Mucocutaneus Lymphonodes Syndrome (MCLS).3

2.1.2 Epidemiologi
Sindrom Kawasaki dapat timbul pada anak berbagai ras di seluruh dunia,
tetapi paling sering pada etnis Asia, terutama Jepang. Di Amerika Serikat epidemi
Sindrom Kawasaki terjadi terutama pada akhir musim dingin dan musim semi,
dengan interval 2-3 tahun. Sekitar 3000 anak dengan Sindrom Kawasaki dirawat
setiap tahunnya di Amerika Serikat. Pada umur 8 tahun, ternyata anak Amerika-Asia
lebih sering diserang dari pada anak kulit hitam (3:1). Baru-baru ini serangkaian
negara Eropa seperti Inggris dan Italia telah melaporkan kasus Sindrom Kawasaki.1,4
Insiden tertinggi pada anak Jepang usia 6-12 bulan. Sindrom Kawasaki
mengenai 17-20,8 per 100.000 anak berusia < 5 tahun dengan insiden tertinggi di
Hawai dan Asia Pasifik. Rasio laki-laki : perempuan adalah 1,5 : 1,0. Insiden tahunan
Sindrom Kawasaki sekitar 111 kasus per 100.000 anak <5 tahun. Sindrom Kawasaki
juga dapat terjadi pada usia remaja. Sindrom Kawasaki telah diidentifikasi di lebih
dari 60 negara dengan insiden tahunan tertinggi di negara-negara Asia. Insiden di
Taiwan secara progresif meningkat hingga tahun 2000, mencapai 69 kasus per
100.000 anak usia < 5 tahun. Epidemiologi Sindrom Kawasaki di Taiwan pada 1966
dan 2002 berkisar 146 per 100.000 kasus dengan puncaknya pada musim panas.1,4
Insiden Sindrom Kawasaki per tahun di Indonesia diperkirakan sebanyak
5000 kasus, tetapi jumlah kasus yang terdiagnosis kurang dari 100 per tahun. Serial
kasus pertama di Indonesia yang terdiri atas 27 pasien Sindrom Kawasaki yang telah
dilaporkan pada Simposium Sundrim Kawasaki Internasional ke -8 di San Diego,
2005. Terdapat dua kasus Sindrom Kawasaki yang tercatat di Poliklinik Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit dr. M. Djamil, Padang sejak Oktober 2009 hingga
November 2013, satu pasien laki-laki berusia 2 tahun dan satu pasien perempuan
berusia 4 tahun.4 Insiden Sindroma Kawasaki di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
pada 3 tahun terakhir dimulai tahun 2017 hingga Maret 2019 berjumlah 5 orang anak
dengan kisaran usia 3 hingga 6 tahun. Semua anak dirawat inap dengan jenis kelamin
laki-laki berjumlah 3 orang dan perempuan sebanyak 2 orang.

2.1.3 Etiologi
Penyebab dari Sindrom Kawasaki belum jelas hingga saat ini dan diduga
penyakit ini dipicu oleh gangguan imun yang didahului oleh proses infeksi. Proses
yang terlibat pada Sindrom Kawasaki berupa respon imun terhadap organisme
infeksius yang berhubungan secara genetik dengan pejamu rentan, namun belum
teridentifikasi. Penyebab yang juga menjadi perkiraan antara lain strain
Propionibacterium acnes yang dipindahkan oleh tungau ke manusia, reaksi imun
abnormal terhadap virus seperti Epstein Barr virus, rubeola, rubella, hepatitis,
parainfluenza, reaksi immunologik terhadap bakteri seperti streptokokus sanguis,
treponema pallidum, leptospira, brucella, atau jamur mikoplasma. Sebuah penelitian
mengenai bakteri penghasil superantigen yang diisolasi dari 13 pasien Sindroma
Kawasaki, mendapatkan Staphylococcus aureus pada 11 pasien dan Streptococcus
pada 2 pasien.1,5
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi
2.1.4.1 Patogenesis Sindrom Kawasaki
Pada stadium awal penyakit, sel endotelial dan lapisan tengah vaskuler (tunika
media) menjadi edem karena proses inflamasi, tetapi lamina elastis interna masih
utuh. Lalu kira-kira 7-9 hari setelah onset demam yang diawali dengan terjadinya
peningkatan jumalh sel T-helper, sel T CD4+, dan monosit/makrofag yang
teraktivasi, serta aktivasi sel B poliklonal yang bermakna dan masuk ke permukaan
intima. Sel-sel inflamasi mensekresi bermacam-macam sitokin seperti TNF,
interleukin (IL-1, IL-4, IL-6), matriks metaloproteinase (MMP, terutama MMP 3 dan
MMP9), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), faktor kemotaksis dan
aktivasi monosit yang menargetkan sel-sel endotel dan menyebabkan serangkaian
peristiwa yang menghasilkan fragmentasi lamina elastis internal dan kerusakan
vaskular.1,5,6
Selama beberapa minggu atau bulan berikutnya, sel-sel inflamasi yang aktif
digantikan oleh sel fibroblas dan monosit dan jaringan ikat fibrosa mulai terbentuk
dalam dinding pembuluh darah. Dinding intima berproliferasi dan menebal. Dinding
pembuluh akhirnya menjadi menyempit atau tersumbat akibat stenosis atau trombus.
Semua peradangan melibatkan 3 lapisan pembuluh darah. Selama seluruh proses,
kerusakan vaskular yang terbesar adalah ketika terjadinya peningkatan progresif
jumlah trombosit dalam serum dan merupakan titik puncak penyakit dengan risiko
kematian.1

2.1.4.2 Patofisiologi Sindrom Kawasaki


1. Fase Akut (10 hari pertama)
a. Demam mendadak tinggi selama 5 hari atau lebih dengan injeksi konjungtiva
bilateral
b. Orofaringeal eritema, lidah “Strawberry”, atau bibir kering merah
c. Eritema dan edema tangan dan kaki serta deskuamasi periungual
d. Ruam eritematous umum
e. Limfadenopati serviks lebih dari 1,5 cm
f. Perikarditis, miokarditis, kardiomegali, gagal jantung, dan efusi pleura
g. Temuan terkait lainnya termasuk meningitis, arthritis, piuria steril, muntah dan
diare7

2. Fase Subakut (hari 11-25)


a. Gejala akut dari tahap 1 mereda sampai temperatur kembali normal
b. Anak tetap mudah tersinggung dan tidak nafsu makan
c. Kering, celah bibir pecah
d. Deskuamasi jari tangan dan jari kaki
e. Trombus koroner, aneurisma, infark miokard, dan gagal jantung7

3. Fase Konvalesen (6-8 minggu)


Pada fase ini laju endap darah dan hitung trombosit mencapai nilai normal
kembali, dapat dijumpai garis trnsfersa yang dikenal sebagai “Beau’s Line”. Kelainan
jantung dapat berlangsung terus.7

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis sindroma kawasaki complete membutuhkan demam yang tidak
jelas selama > 5 hari disertai adanya ≥ 4 tanda sebagai berikut :
1. Perubahan mukosa oral, termasuk bibir merah atau retak, faring eritema, atau
lidah stroberi
2. Bilateral noneksudatif konjungtivitis
3. Limfadenopati servikal, biasanya unilateral, dengan satu nodus ≥ 1,5 cm
4. Ruam polymorphous
5. Perubahan ekstremitas (eritema pada telapak tangan dan telapak kaki,
pembengkakan tangan dan kaki, deskuamasi periungual dalam fase
penyembuhan.
Sindroma Kawasaki incomplete dinyatakan bila pasien dengan demam
mnimal 5 hari dan memenuhi setidaknya dua kriteria Sindroma Kawasaki, serta tidak
ditemukan kejelasan penyebab penyakit tersebut. Pada Sindroma Kawasaki yang
incomplete, pasien dengan demam ≥ 5 hari dan mempunyai kurang dari 4 kriteria
dapat didignosis sebagai Sindrom Kawasaki jika terdeteksi ada penyakit arteri
koroner.8

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium untuk pasien sindroma kawasaki hal-hal
berikut dapat terjadi, yaitu :
1. Anemia
Anemia normositik normokrom. Anemia dapat terjadi dalam 2 minggu
pertama perjalanan penyakit dan dapat terjadi pada fase akut dan subakut,
kemudian Hb dapat meningkat lagi pada fase konvalesens. Anemia dapat
terjadi karena penurunan produksi sel darah merah akibat proses inflamasi
akut sehingga akan membaik tanpa pengobatan khusus pada fase
konvalesens.10
2. Leukositosis
Berdasarkan penelitian oleh Advani didapatkan 50% pasien dengan hitung
leukosit >15000/µL dengan dominasi neutrofil segmen pada fase akut10
3. Trombositosis yang biasanya terjadi sekitar minggu kedua sampai ketiga dari
awal sakit (fase subakut), dengan nilai rata-rata 700.000/mm3
4. LED dan CRP mengalami pemingkatan pada fase akut dan kembali normal
setelah 6-10 minggu sejak awitan penyakit. Perjalanan peningkatan LED dan
CRP tidak sejalan karena peningkatan CRP terjadi dalam waktu yang lebih
cepat pada fase akut, sedangkan LED memerlukan waktu yang lebih lama dan
LED mungkin masih meningkat saat fase subakut atau konvalesens sementara
CRP sudah mencapai nilai normal. Kadar LED dalam plasma dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti ukuran dan bentuk sel darah merah, fibrinogen,
komposisi plasma, status cairan, dan obat sedangkan CRP tidak dipengaruhi
oleh hal-hal tersebut.10,11
5. Kadar transaminase serum, SGOT, dan SGPT meningkat. Dilaporkan
peningkatan terjadi karena resistensi oleh Intravena Immunoglobulin.11
6. Hipoalbuminemia. Ini terjadi berhubungan dengan keparahan penyakit.
Mekanisme hipoalbuminemia belum diketahui dengan jelas, namun diduga
merupakan akibat proses inflamasi mengakibatkan protein fase akut seperti
CRP diproduksi oleh hati sehingga sebagai kompensasinya produksi protein
lain seperti albumin mengalami penurunan.
7. Tingkat abnormal lipid serum, termasuk peningkatan kadar trigliserida dan
low-density lipoprotein dan penurunan tingkat high-density lipoprotein11
8. Hiponatremia (natrium tingkat <135 mEq/L) dikaitkan dengan peningkatan
risiko aneurisma arteri koroner9,10
9. Urinalisis ditemukan piuria steril ringan sampai sedang yang bersifat
intermiten.11

Rontgen Thoraks
Pada rontgen thoraks pasien dengan sindroma kawasaki dapat ditemukan
infiltrat pada pada salah satu bagian dari lapang paru, baik perihiler maupun
parakardial bilateral atau unilateral.10
Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan elektrokardiografi dapat ditemukan sinus takikardia. Sinus
takikardia sebenarnya bukan merupakan gambaran yang spesifik karena dapat di
sebabkan oleh penyebab lain, seperti demam, gelisah, dan nyeri. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Advani dkk juga untuk pemeriksaan EKG
pasien Sindroma Kawasaki ditemukan sinus takikardia sebanyak 29 orang subjek
(44%) dari 66 subjek sedangkan kelainan lain tidak ditemukan. 10 Pada EKG juga
dapat dijumpai penurunan gelombang QRS, Perubahan segmen ST-T, dan
pemanjangan interval PR serta gelombang Q abnormal yang melebar dan memanjang
yang mengarah ke infark miokard.11
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua pasien yang didiagnosis penyakit
kawasaki atau kecurigaan penyakit kawasaki. Tujuan ekokardiografi terutama
mendeteksi kelainan arteri koroner dan gangguan fungsi jantung yang lain. 11 Jika
tidak ditemukan kelainan, diulang 2 minggu stelah awitan dan kemudian diulang lagi
setelah 6 minggu sejak awitan. Jika hasilnya normal dan laju endap darah sudah
normal maka ekokardiografi tidak harus diulang lagi. Jika ada kelainan pada fase
akut, ekokardiografi dapat diulang setidaknya sekali seminggu, bahkan jika perlu tiap
48 jam untuk memantau pertambahan dimensi aneurisma arteri koroner atau
pembentukan trombus. Ukuran normal diameter arteri koroner pada anak 2 mm dan
pada remaja 5 mm.12
Ukuran arteri koroner abnormal dengan diameter >3 mm pada anak <5 tahun
dan >4 mm pada anak berusia >5 tahun. Segmen arteri koroner yang sakit atau
terserang dapat menujukkan tanda ireguler, diameter yang membesar dari proksimal
ke distal, dinding yang menebal atau tidak jelas atau lumen yang tidak terlihat akibat
oklusi trombus. Kadang jika bagian distal dari arteri koroner terkena, menyulitkan
deteksi secara ekokardiografi. Kelainan arteri koroner kiri lebih banyak dijumpai dari
yang kanan. Penurunan fungsi ventrikel kiri dapat dijumpai. Regusrgitasi katup
trikuspid, mitral dan aorta dapat dijumpai pada 50 % anak pada fase akut, diduga
akibat miokarditis, infark miokard atau oklusi arteri koroner dan dapat dijumpai efusi
perikardium.1,12
demam ≥ 5 hari
dan 2 atau 3
kriteria klinis

tentukan
karakterisitik
pasien

konsisten Inkosisten
dengan Sindrom dengan Sindrom Demam persisten
Kawasaki Kawasaki

Pemeriksaan seperti Sindrom


laboratorium Kawasaki

CRP < 3,0 mg/dL CRP >3,0 mg/dL


dan/atau ESR > dan ESR <
40mm/jam 40mm/jam

<3 Kriteria ≥ Kriteria


Follow up harian laboratorium laboratorium
tambahan tambahan

Demam
deman Terapi dan
berlanjut hingga Ekokardiografi
menghilang Ekokardiografi
2 hari

kulit tidak
kulit mengelupas Echo + Echo -
mengelupas

Demam Demam
Ekokardiografi Terapi
persisten menurun

ulangi echo
seperti Sindrom
konsul spesialis Kawasaki
anak

Algoritma Diagnosis Sindrom Kawasaki12


2.1.6 Diagnosis Banding
Rheumatoid
Sindrom Streptococcus Sindrom Syok Arthritis
Indikasi SSJ
Kawasaki Scarlet Fever Toksik Juvenile
Systemic
Biasanya <5 Usia berapapun Biasanya 2-8 Biasanya > 10 2-5
Usia (tahun)
tahun
persisten Prolong Bervariasi, biasanya < 10 Prolong
Demam biasanya < 10 hari
hari
Konjungtivitis Konjungtivitis Normal Konjungtivitis Normal
Mata non eksudatif, eksudatif,
limbus sparing keratitis
Eritema difus, Eritema, Faringitis, Eritematosa Normal
Mukosa Oral strawberry ulsearsi, formasi strawberry
tongue pseudomembran tongue
Eritema Normal Deskuamasi Pembengkakan Arthritis
telapak tangan terkelupas tangan dan
dan kaki, kaki
Ekstremitas edema
indurasi,
deskuamasi
periungual
Eritematosa, Lesi target Ruam seperti Eritroderma Transien,
Ruam polimorfosa, kertas pasir, pink salmon
purpura
Setidaknya 1 Normal Pembengkakan Normal Adenopati
Limfadenopa
nodus limfa ≥ yang nyeri difus
ti servikal
1,5 cm
Hasil Inflamasi Berhubungan Kultur Trombosito- Inflamasi
Laboratorium sitemik, dengan infeksi tenggorokan penia sistemik,
anemia, virus herpes positif anemia
transaminitis,
trombositosis
setelah hari ke
7
Arthritis Arthralgia, Kultur Perubahan Perikarditis
berhubungan tenggorokan status mental,
Lain-lain dengan infeksi positif untuk koagulopati,
virus herpes streptococcus syok
(30%-75%) grup A
Tabel Perbandingan Antara Penyakit Kawasaki dengan Infeksi Lainnya13

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Sindroma Kawasaki adalah mengenai pencegahan
komplikasi penyakit ini. Pengobatan biasanya bersifat suportif. Penatalaksanaan
dilakukan segera setelah kemunculan gejala dan tanda, terutama apabila masih
demam. Tujuan penatalaksanaan awal adalah menurunkan demam dan inflamasi serta
mencegah kerusakan jantung. Adapun penatalaksanaan awal antara lain :
1. Gamaglobulin/Intravena Immunoglobulin (IVIG)
Pemberian gamaglobulin secara intravena dapat menurunkan resiko masalah
arteri koronarius. Dosis tunggal 2gr/kgBB diinfus dalam 10-12 jam, sebaiknya dalam
waktu 10 hari sejak awitan penyakit. Pemberian IVIG kedua kalinya dengan dosis
1gr/kgBB dapat diberikan untuk menurunkan demam, tetapi pemberian IVIG untuk
kedua kalinya belum diketahui efeknya terhadap pencegahan lesi arteri koroner.14
2. Aspirin
Pemberian aspirin untuk efek antiinflamasi, antipiretik, dan antiplatelet.
Penggunaan dosis tinggi aspirin untuk jangka waktu bervariasi, diikuti dengan dosis
rendah aspirin untuk efek antiplatelet. Aspirin diberikan dalam dosis 80-100
mg/kgBB per hari dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari pertama dan dosis
pemeliharaan 3-5 mg/kgBB, umunya selama 6-8 minggu selama pasien tidak
menunjukkan bukti kelainan koroner. Aspirin membantu mencegah penggumpalan
darah. Jika pasien mengalami flu atau cacar air (varicella/chickenpox) selama
pengobatan, aspirin harus dihentikan.
Untuk pasien dengan aneurisma, aspirin harus dilanjutkan sampai aneurisma
resolusi atau harus dilanjutkan tanpa batas. Karena risiko komplikasi serius,
penatalaksanaan awal biasanya diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pengobatan,
Sindrom Kawasaki bertahan selama kira-kira 12 hari meskipun komplikasi jantung
dapat muncul setelahnya dan bertahan lama. Dengan pengobatan, pasien dapat
membaik segera setalh pemberian gamaglobulin pertama. 12,14
3. Pengobatan alternatif
1. Penggunaan kortikosteroid yaitu pada pasien yang dosis kedua terapi IVIG
gagal. Methylprednisolon IV dapat diberikan 30mg/kgBB selama 2-3 jam
diberikan sekali sehari selama 1-3 hari.
2. Penggunaan infliximab (Remicade) 5 mg/kgBB merupakan antibodi
monoklonal tikus-manusia chimeric diarahkan terhadap TNF alpha solubel
dan terikat membran.
3. Penggunaan Siklofosfamide dengan dan tanpa methotrexate. Terapi ini adalah
tambahan untuk pasien yang tidak merespon terapi konvensional.
4. Penggunaan Urinastatin yang merupakan inhibitor tripsin manusia dimurnikan
dari urin manusia. Telah digunakan di Jepang untuk kasus-kasus yang sukar
disembuhkan dari penyakit Kawasaki dan diyakini berfungsi dengan
menghambat elastase neutrofil dan sintase prostaglandin H2 pada tingkat
mRNA.

4. Pengobatan dengan komplikasi jantung


Pada beberapa kasus, anak dengan aneurisma arteri koronarius membutuhkan :
a. Antikoagulan. Obat-obatan seperti aspirin, clopidogrel, warfarin, dan heparin
membantu mencegah pembentukan gumpalan darah
b. Angioplasti arteri koronarius. Prosedur ini dengan membuka arteri yang telah
menyempit sampai menghambat aliran darah ke jantung
c. Pemasangan stent. Prosedur ini dengan menanam alat pada arteri yang
tersumbat untuk membantu membiarkan arteri tetap terbuka dan mengurangi
resiko sumbatan ulang. Pemasangan stent dapat menemani angioplasti
d. Bypass graft arteri koronarius. Operasi ini membuat saluran baru melewati
arteri yang tersumbat atau menyempit dengan mengambil pembuluh darah
dari kaki, dada, atau tangan sebagai graft.12

2.1.8 Komplikasi
Sindrom Kawasaki termasuk penyebab utama penyakit jantung pada anak.
Komplikasi jantung meliputi miokarditis, regurgitasi mitral, disritmia, dan aneurisma
arteri koner. Inflamasi arteri koroner dapat menyebabkan aneurisma sehingga terjadi
perdarahan internal. Berdasarkan hasil studi retrospektif dari bulan September 2005
hingga Desember 2012 terhadap 94 anak di Algeria yang menderita Sindroma
Kawasaki terdapat 23 pasien dengan komplikasi jantung yaitu 21 pasien menderita
kelainan arteri koroner, 1 pasien dengan efusi perikardial, dan 1 pasien dengan
regurgitasi mitral. Komplikasi lain juga dapat terjadi yaitu berdasarkan laporan studi
pada satu kasus Sindroma Kawasaki anak laki-laki usia 4 bulan dengan komplikasi
gangren perifer dan vaskulitis pada kulit.13

2.1.9 Prognosis
Mayoritas pasien Sindroma Kawasaki prognosisnya baik, tetapi pasien dengan
aneurisma arteri koroner berisiko mengalami kelainan iskemik dan membutuhkan
tatalaksana jangka panjang. Pada pasien dengan kerusakan arteri koroner dapat terjadi
trombosis dan stenosis yang dihubungkan dengan aneurisma dan berisiko infark
miokardium, sudden death, dan gagal jantung kongestif. Prognosis pasien Sindroma
Kawasaki tanpa aneurisma koroner saat dewasa cukup baik, tetapi belum didukung
penelitian jangka panjang. Dalam 4 dekade terakhir semenjak kasus Sindroma
Kawasaki dikenal, jumlah pasien yang mencapai usia dewasa terus bertambah.15
2.2 Pediatric assessment triangle (PAT)
Pada tahun 2000, American Academy of Pediatrics (AAP) menerbitkan
program pendidikan anak nasional pertama untuk penyedia pra-rumah sakit, yang
memperkenalkan alat penilaian cepat baru, yang disebut Pediatric Assessment
Triangle (PAT). PAT bukanlah alat diagnostik, melainkan dirancang untuk
memungkinkan penyedia mengartikulasikan secara formal kesan umum anak,
menetapkan keparahan penyajian dan kategori patofisiologi, dan menentukan jenis
dan urgensi intervensi.2 PAT meringkas temuan naluri perasaan, dan mempromosikan
komunikasi yang konsisten di kalangan profesional medis tentang status fisiologis
anak.
Ditujukan untuk digunakan dalam penilaian cepat, PAT hanya menggunakan
petunjuk visual dan auditori, tidak memerlukan peralatan, dan membutuhkan waktu
30 – 60 detik. Tiga komponen PAT adalah penampilan, kerja pernapasan, dan
sirkulasi ke kulit. Setiap komponen PAT dievaluasi secara terpisah, menggunakan
temuan fisik, visual, atau pendengaran spesifik yang telah ditentukan. Jika dokter
mendeteksi temuan abnormal, komponen yang sesuai, menurut definisi tidak normal.
Bersama-sama, ketiga komponen PAT mencerminkan status fisiologis keseluruhan
anak, atau keadaan umum oksigenasi, ventilasi, perfusi, dan fungsi otak anak-anak.16
Gambar 2.1 Pediatric assessment triangle17

Kelainan dicatat di salah satu bagian PAT menunjukkan anak yang tidak
stabil; yaitu, seorang anak yang akan memerlukan beberapa intervensi klinis segera.
Pola lengan yang terkena dampak dalam PAT lebih lanjut mengkategorikan anak ke
dalam 1 dari 5 kategori: gangguan pernapasan, kegagalan pernafasan, syok, sistem
saraf pusat atau gangguan metabolisme, dan kegagalan kardiopulmonal. Kategori
spesifik kemudian menentukan jenis dan urgensi intervensi.16
Pada tahun 2005, Emergency Medical Services for Children (EMSC)
diadakan untuk meninjau definisi dan pendekatan penilaian untuk program dan
kursus dukungan pediatrik tingkat nasional. Pada pertemuan ini membahas untuk
mengadopsi definisi konsensus dan pendekatan untuk anak-anak perawatan darurat.
Kelompok ini menyimpulkan bahwa algoritma standar untuk penilaian darurat
pediatrik harus dimulai dengan PAT.2

2.2.1 Appereance
Penampilan adalah komponen yang paling penting ketika menentukan
seberapa parah penyakit atau cedera, kebutuhan untuk perawatan, dan respon
terhadap terapi. Ini mencerminkan kecukupan ventilasi, oksigenasi, perfusi otak,
homeostasis tubuh, dan fungsi sistem saraf pusat. Bagian PAT ini digambarkan oleh
singkatan ''TICLS'': Tone, Interactiveness, Consolability, Look or Gaze, dan Speech
or Cry. Petunjuk penting seperti nada bayi, konsolabilitas, interaksi dengan pengasuh
dan lainnya, dan kekuatan tangisan dapat menginformasikan penyedia penampilan
anak sebagai normal atau tidak normal (untuk usia dan perkembangan). Interaksi
dengan lingkungan dan perilaku normal yang diharapkan bervariasi sesuai dengan
usia pasien. Pengetahuan tentang perkembangan normal di masa kecil sangat penting
untuk penilaian penampilan.18

Tabel 1. Karakteristik penampilan


Karakteristik Keadaan normal
Tonus Bergerak spontan
Ketahanan
Duduk atau berdiri (sesuai umur)
Interaktif Waspada dan terlibat dengan dokter
Berinteraksi dengan orang dan lingkungan
Mencapai mainan atau benda
Consolability Berhenti menangis dan memegang orang lain
Memiliki respon yang berbeda terhadap pemeriksa
Penglihatan / pandangan Membuat kontak mata dengan dokter
Melacak secara visual
Ucapan dan tangisan Tangisan kuat
Ucapan sesuai usia

2.2.2 Breathing
Upaya bernafas menggambarkan status pernapasan anak, terutama sejauh
mana anak harus berupaya untuk oksigenasi dan ventilasi. Menilai upaya bernafas
membutuhkan mendengarkan dengan hati-hati untuk suara saluran napas abnormal
yang terdengar (misalnya stridor, gurgling, dan mengi), dan mencari tanda-tanda
peningkatan upaya pernapasan (posisi abnormal, retraksi, atau pernapasan cuping
hidung pada inspirasi). Jenis gangguan saluran napas abnormal memberikan
informasi tentang lokasi penyakit, sementara jumlah dan lokasi retraksi dan posisi
pasien melaporkan intensitas kerja pernapasan.18
Tabel 2. Karakteristik upaya pernapasan
Karakteristik Keadaan abnormal
Suara napas abnormal Mendengkur, suara teredam atau suara serak,
stridor, mendengus, mengi
Retraksi Supraclavicular, intercostal, substernal, head
bobbing (infants)
Napas cuping hidung Saat inspirasi

2.2.3 Circulation to skin


Sirkulasi ke kulit mencerminkan perfusi umum darah di seluruh tubuh. Penilai
mencatat pola warna kulit dan selaput lendir. Dalam konteks kehilangan darah atau
kehilangan cairan atau perubahan frekuensi vena, mekanisme kompensasi shunt darah
ke organ vital seperti jantung dan otak, dan jauh dari kulit dan pinggiran tubuh.
Dengan memperhatikan perubahan warna kulit dan perfusi kulit (seperti pucat,
sianosis, atau belang-belang), penilai dapat mengenali tanda-tanda awal syok.18
Tabel 3. Karakteristik sirkulasi pada kulit
Karakteristik Keadaan abnormal
Pucat Kulit putih atau pucat atau warna membran mukosa
Berbintik Perubahan warna kulit karena berbagai tingkat
vasokonstriksi
Sianosis Perubahan warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir

2.2.4 Hubungan komponen PAT untuk kategori fisiologis dan prioritas


manajemen
Hasil akhir dari penilaian PAT akan menarik sebuah kesimpulan yang akan
menjadi pedoman dalam melakukan tindakan penatalaksanaan awal pada pasien.
Penilaian ini diambil dari hubungan antar komponen yang dinilai pada PAT.
Kesimpulan prioritas manajemen tertera pada Tabel 2.4.
Tabel 4. Hubungan komponen PAT terhadap prioritas manajemen
Presentation Appereance Work of Circulation Management
breathing to skin priorities
Stable Normal Normal Normal Terapi berdasarkan
kemungkinan etiologi
Respiratory Normal Abnormal Normal Atur posisi,
distress Oksigenasi/isap lendir,
terapi spesifik
(albuterol,
diphenhydramine,
epinephrine),
laboratorium dan
radiologi
Respiratory Abnormal Abnormal Normal/ Atur posisi/buka
Failure Abnormal saluran napas, BVM,
FB removal, advanced
airway, labs/x-rays
Shock Normal Normal Abnormal Oksigenasi, resusitasi
(compensated) cairan, terapi
berdasarkan
kemungkinan etiologi
(antibiotik, bedah,
antidisritmik),
laboratorium/radiologi
Shock Abnormal Normal/ Abnormal Oksigenasi, resusitasi
(decompensate Abnormal cairan, terapi
d/ hipotensve) berdasarkan
kemungkinan etiologi
(antibiotik, vasopresor,
produk darah,
pembedahan,
antidisritmik,
cardioversi),
laboratorium/radiologi
CNS / Abnormal Normal Normal Oksigenasi, POC
metabolic glucose, pertimbangkan
dysfunction kemungkinan etiologi
lain, laboratorium/
radiologi
Cardiopulmon Abnormal Abnormal Abnormal Atur posisi kepala/buka
ary failure / saluran napas, BMV
arrest dengan 100% O2, RJP,
spesifik terapi
berdasarkan etiologi
(defibrilasi,
epinephrine,
amiodarone),
laboratorium/radiologi
BAB III
LAPORAN KASUS

 The Padiatric Assessment Triangle (PAT)


 Appearance
Tone : Anak bergerak aktif
Interactability : Interaksi terhadap dokter dan lingkungan kurang baik
Consolability : Anak tampak gelisah saat di periksa
Look : Kontak mata baik
Speech/ cry : Mampu mengucapkan kata dengan jelas
Kesan : pada penampilan anak tampak gelisah

 Work of Breathing :
Suara napas abnormal :Tidak terdapat suara nafas tambahan
Retraksi :Pernapasan spontan, tidak ada retraksi otot
bantu nafas.
Napas cuping hidung :Tidak tampak adanya nafas cuping hidung
saat inspirasi.
Kesan : Tidak ada peningkatan upaya nafas

 Circulation : Tidak tampak pucat ataupun kebiruan, tidak terdapat mottled


skin

Pucat :Kulit tampak kemerahan


Berbintik :Terdapat ruam berwarna kemerahan pada tubuh
terutama pada daerah ekstremitas
Sianosis :Tidak tampak kebiruan
kesan : Adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah

• Terdapat gangguan pada


penampilan dan sirkulasi.

 Primary Survey
Airway : bebas, tidak terdapat bunyi nafas tambahan
Breathing : spontan, frekuensi pernapasan 28 x/ menit, tidak terdapat bunyi
nafas tambahan, tidak didapatkan penggunaan otot bantu pernafasan.
Circulation : Nadi cepat, 120 x/ menit, reguler, isi cukup. Pucat (-), sianosis
(-), turgor kembali cepat, akral hangat, CRT <2 s. mata cekung (-)
Disability : composmentis, 37.7 ⁰C
Exposure : tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat luka.
 SECONDARY SURVEY

IDENTITAS PASIEN

Nama / No. MR : An. FAG/ 01009651


Umur : 4 tahun 2 bulan
Jenis kelmanin : laki -laki
Ayah / Ibu : Tn. Dani / Ny. Nirmala
Suku : Melayu
Alamat : JL. Pasir Putih, Tangkerang Utara
Tanggal masuk : 2 Maret 2019

(Alloanamnesis)
Diberikan oleh: Ibu pasien
Keluhan utama: Demam sejak tujuh hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak tujuh hari SMRS, pasien mengalami demam yang naik turun, pasien di
berikan obat penurun panas yang di beli di apotik dan demannya turun, namun
demam tidak turun hingga suhu normal, dan akan naik kembali setelah beberapa jam
kemudian.
Empat hari SMRS ibu pasien mengatakan mata pasien terlihat merah, namun
tidak disertai adanya kotoran mata. Muncul ruam kemerahan di tubuh pasien terutama
di daerah tangan dan kaki pasien. Lalu, dirasakan ada pembengkakan pada leher
sebelah kiri pasien dengan ukuran sebesar buah duku.
Pasien dibawa berobat ke RSUD Siak dan dikatakan gondongan. Kemudian pasien
diberikan obat penurun demam dan di pulangkan.
Tiga hari SMRS, ibu pasien mengatakan BAB pasien cair dengan frekuensi
3-4 kali sehari, BAB tidak di sertai dengan lendir maupun darah. Ibu pasien
mengatakan nafsu makan pasien menurun.
Pasien dibawa orang tuanya berobat ke IGD RS SantaMaria disana hanya
dilakukan pemeriksan darah lalu pasien dirujuk ke RSUD Arifin Ahmad. Saat di IGD
RSUD Arifin Ahmad, demam sudah tidak terlalu tinggi, ruam kemerahan masih ada
dan anak tampak rewel.

Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat demam setiap perubahan musim (+), batuk pilek (+)
 Riwayat Immunocompromised (-)
 Riwayat kelainan jantung dan pembuluh darah (-)
 Riwayat kelainan darah (-)

Riwayat penyakit keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan yang sama dengan
keluhan pasien
 Riwayat kelainan jantung dan pembuluh darah (-)
 Riwayat kelainan darah (-)
 Riwayat immunocompromised (-)

Riwayat orang tua :


 Ayah Bekerja sebagai karyawan swasta
 Ibu: bekerja sebagai pegawai negeri sipil

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, lahir kurang bulan (34 minggu)
secara sectio caesaria atas indikasi ketuban pecah dini.

Riwayat makan dan minum:


 0-1 tahun : ASI
 6 bulan-1,5 tahun : ASI+MPASI (bubur dan buah) + susu formula
 1,5 tahun – 2 tahun : ASI+Makan (biasa (Nasi+lauk+ sayur )+ susu
formula
 2 tahun – 4 tahun : Makan biasa (Nasi+ lauk+sayur)

Riwayat imunisasi :
Hep B 4 kali
Polio 4 kali
BCG 1 kali
DPT 4 kali
HiB 4 kali
Campak 2 kali
Riwayat Pertumbuhan Fisik:
 BBL : 2900 gr
 BB sekarang : 14 kg
 PBL : 48 cm
 TB sekarang : 96 cm
 Kesan : ≥ -2 Standar deviasi berdasarkan kurva Z score (normal)

Riwayat Perkembangan :
Interpretasi :
Usia PB BB M. kasar M. halus bahasa Sosial
(cm) (gr)

0-3 48 2900 Mengangkat Bereaksi Tersenyum


bulan kepala terhadap
suara

3- 6 56 5000 Tengkurap Memegang Berteriak Berusaha


bulan mainan mencapai
benda di
dekatnya

6-9 62 6300 Duduk Mengamati Menanggapi Makan


bulan benda suara dengan makanan
berwarna suara yang ada di
tangan

9-12 67 8000 Berdiri Memindahkan Mengucapkan Bertepuk


bulan dengan mainan papa dan tangan
pegangan mama

1-1,5 69 8400 Berjalan Mengambil Megucapkan Minum


tahun benda yang 3 kata sendiri dari
disuruh cangkir

1,5 -2 74 9200 Berjalan Menyusun berbicara Makan


tahun cukup jauh benda yang dengan
sesuai bentuk menggunakan
nya sendok

2-2,5 79 11000 Berlari, Menyusun Menyebutkan Memakai


tahun melompat balok benda yang di baju sendiri
tunjuk

2,5 -3 83 12000 Menaiki Menysun Menyebutkan Gosok gigi


tahun tangga, balok lebih gambat tanpa dengan
melempar tinggi di tujuk bantuan
bola

3-3,5 87 13500 Mampu Mengikuti Menyebutkan Mencuci


tahun berdiri gerakan orang warna tangan, nama
dengan 1 orang
kaki selama
<2 detik

3,5-4 96 14000 Berdiri Mengikuti Tahu nama Memakai


tahun dengan 1 gerakan orang dan kegunaan baju tanpa
kaki selama benda yang bantuan
beberapa tunjuk
detik

Kesan: pertumbuhan : tumbuh normal, arah garis pertumbuhan sejajar atau


berimpit dengan garis baku
Perkembangan : normal tidak ada keterlambatan.

Riwayat perumahan dan tempat tinggal:


Pasien tinggal di rumah permanent. Di daerah perkotaan. Pencahayaan dan
ventilasi cukup. Air minum menggunakan air galon dan MCK dari air hujan dan air
PDAM.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : ALERT
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 90/50 MmHg (persentil 50)
Suhu : 37,7 oC
Nadi : 120 x/menit
Nafas : 28 x/menit
Gizi
TB : 96 cm
TBI : 105 cm
BB : 14 kg
BBI : 16,8 kg
Status gizi : ≥ -2 Standar deviasi (gizi baik)
TBaktual X 100 %
Perawakan :
TBbaku untuk umur
96 X 100 %
= 91,4 % ( mild stunting)
105
Kepala : Normocephal LK: 52 cm (>-2SD)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Kelopak mata : Tampak kemerahan
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)/(-). Hiperemis (+)/(+)
Sklera : Ikterik (-)
Pupil : Isokor ( 2 mm/ 2 mm)
Reflek cahaya : (+/+)
Eksoftalmus/enoftalmus : (-)
Mata cekung : (-)
Gerakan bola mata: dalam batas normal
Kornea : Normal, jernih
Telinga : Cairan (-), darah (-), bentuk normal
Hidung : Cairan (-), bukti bekas perdarahan pada mukosa hidung
(-)
Mulut
Bibir : Tidak pucat, sianosis (-), hiperemis
Selaput lendir : kering dan mengelupas
Palatum : Utuh
Lidah : Tidak kotor, hiperemis (+)
Gigi : Karies (-), gigi berlubang (-)
Leher
KGB : Terdapat pembesaran kelenjar pada leher sisi kiri
berjumlah 1 buah dengan ukuran 2cmx1,5 cm,dengan
konsistensi kenyal mobile, dan tidak nyeri.
Kaku kuduk : Tidak ada kaku kuduk

Dada
Paru
Inspeksi:
o Statis: Bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan
o Gerakan dinding dada simetris retraksi dinding dada (-)
Palpasi:
o Pulmo : Vocal fremitus normal pada kedua lapang paru
Perkusi:
o Pulmo: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
o Pulmo: Suara nafas vesikuler pada paru kanan dan kiri ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi:
o Statis: ictus cordis tidak terlihat axilaris anterior sinistra.
o Cor : Ictus cordis teraba
Perkusi:
o Cor : Batas kanan jantung di linea parasternalis dextra, batas kiri
jantung di linea axilaris anterior sinistra.
Auskultasi:

o Cor: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen:

Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-).


Auskultasi : BU (+) 9 kali/menit.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),organomegali (-).
Perkusi : Timpani (+).

Alat Kelamin : Laki-laki, dalam batas normal.


Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, udem (-) ruam kemerahan (+)
kekuatan otot:
5 5
5 5
Status Neurologis: Refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH


Darah rutin saat masuk (02/03/2019)
Hb : 10,2 g/dl (11-16)
Hematokrit : 30,9 % (31-45)
Leukosit : 17.060/ul (4-13)
Trombosit : 366.000 /ul (150-450)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia klinik (02/03/2019)
GDS : 96 mg/dl (60-110)
AST : 42 U/L (< 40)
ALT : 32 U/L (< 42)
Albumin : 4,3 g/dl (3,5 – 5,2)
Cr : 0.5 mg/dl (0,3 – 0,6)
Ur :19 mg/dl (10 – 50)
Na : 135 mmol (135 – 145)
K : 3,7 mmol (3,5 – 5,5)
Cl : 97 mmol (96 – 122)
Ca : 1.06 mmol (1 – 1,35)
Troponin I : <15 <19 negatif
19-100 observasi 3 jam
>100 positif

EKG:
Kesan : EKG normal
HAL PENTING DARI ANAMNESIS

 Demam yang terus menerus dan hilang timbul sejak hari 7 hari SMSR
 Ruam kemerahan di hampir seluruh permukaan tubuh
 BAB cair 3-4 kali per hari
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
 Suhu 37,7
 Konjungtiva hiperemis
 Pembesaran kelenjar pada leher sisi kiri
 Ruam kemerahan pada kulit terutama pada daerah ekstremitas.

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Leukosit : 17.060/ul
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG :
Sinus ritme
HR : 125 x/menit
Reguler
Gelombang P normal
Interval PR normal
Kompleks QRS normal
Interval QRS normal
Segmen ST normal
Gelombang T normal
Kesan : EKG normal
 Echocardiography :
Aorta, Atrium kiri, Ventrikel kanan, dan Fungsi jantung dalam batas normal

DIAGNOSA KERJA : Persistent fever ec syndrom kawasaki deases


Eritematosa difuse
Konjuntifitis non eksudat
Diare tanpa dehidrasi
Anemia mikrositik hipokrom ec infeksi kronik dd
Def. Besi
DIAGNOSA GIZI : Gizi baik
DIAGNOSA BANDING : Steven johnson syndrom
Streptococal scralet fever
Toxyc syock syndrom
Rheumatoid artritis juvenile syndrome
PEMERIKSAAN ANJURAN - Kadar lipid darah

TERAPI
Medikamentosa :
 IVFD Asering 10 tpm
 Inj. Methylprednisolon 30 mg
 Inj Ranitidin 10 mg/iv
 Gamaglobulin 30mg/KGBB slama selama 10 jam IVIG

PROGNOSIS:
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien anak laki-laki usia 4 tahun 2 bulan dengan diagnosis sindroma


kawasaki. Kasus ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa sindroma
kawasaki 80% terjadi pada anak usia 4 tahun dengan perbandingan laki-laki :
perempuan yaitu 1,5 : 1.11 Lalu dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan
demam sejak 7 hari, demam dirasakan naik turun. Demam dirasakan turun saat
diberikan obat penurun panas, namun akan naik kembali setelah beberapa jam
kemudian. Demam ini merupakan salah satu manifestasi klinis pada fase akut dari
sindrom kawasaki yang dirasakan pada 10 hari pertama, namun masih dibutuhkan
lebih dari 3 kriteria sehingga dapat didagnosis dengan sindroma kawasaki yang
complete. Demam dengan onset lebih dari 5 hari dengan suhu ≥38 0C dan
persisten.
Kemudian saat demam hari ke 3 kedua mata pasien terlihat merah, namun
tidak ada kotoran mata dan mata tampak kering atau dikenal dengan injeksi
konjungtiva non eksudat. Muncul ruam kemerahan terutama pada daerah
ekstremitas. Ruam berbentuk makulopapular dan difus. Hal itu merupakan salah
satu reaksi imunologi yang merupakan reaksi fase akut pada pasien sindroma
kawasaki pada 10 hari pertama karena adanya kerusakan endotelial pembuluh
darah. Pasien juga mengeluh pembesaran kelenjar di leher sisi kiri. Hal itu juga
merupakan salah satu reaksi pada fase akut pasien sindroma kawasaki. Karena
pada fase awal ini terdapat kerusakan vaskular sehingga saat berakhir di kelenjar
limfa akan menimbulkan pembengkakan. Pada pasien juga mengeluhkan BAB
cair dengan frekuensi >3 kali dalam sehari yang menandakan adanya infeksi
bakteri yang menyerang sistem gastrointestinal pasien sindrom kawasaki.
Pada pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan suhu tubuh 37,7ºC yang menandakan pasien dalam keadaan demam.
Kemudian didapatkan konjungtivitis, mukosa bibir hiperemis dan pecah-pecah,
pembesaran kelenjar di leher sisi kiri, ruam kemerahan pada daerah ekstremitas.
Berbagai gejala ini merupakan gejala pada fase akut sindrom kawasaki yang dapat
dirasakan pada 10 hari pertama. Pada fase akut pasien sindroma kawasaki
didapatkan demam mendadak yang tinggi selama 5 hari atau lebih, dilanjutkan
dengan konjungtivitis bilateral, orofaringeal eritem (lidah stroberi) atau bibir
kering dan merah, eritem dan edem pada tangan dan kaki, deskuamasi periungual,
limfadenopati servikal lebih dari 1,5 cm, perikarditis, miokarditis, kardiomegali,
gagal jantung dan efusi pleura, serta temuan terkait lainnya seperti meningitis,
arthritis, piuria steril, muntah dan diare.
Penilaian perawakan untuk pasien ini digunakan standar WHO karena
pasien berumur di bawah 5 tahun dan diperoleh perawakan pendek (mild
stunting). Namun status gizi baik. Dari riwayat pertumbuhan dan perkembangan
tidak ada keterlambatan.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pada pemeriksaan darah pasien
didapatkan anemia dengan kadar Hb 10,2 gr/dL dan leukositosis. Hal ini
menandakan adanya infeksi kronis yang membuat perubahan volume dan bentuk
sel darah serta peningkatan sel darah putih untuk reaksi melawan infeksi. Pada
pemeriksaan EKG dan Echocardiography didapatkan masih dalam batas normal
yang menandakan pasien masih dalam fase akut sindroma kawasaki karena belum
memberikan manifestasi kelainan di jantung. Pada pasien dianjurkan pemeriksaan
kadar lipid darah karena lipid yang akan membentuk trombus atau emboli akan
menambah kerusakan pembuluh darah dan dapat memicu terjadinya stenosis
iskemia, nekrotik, dan aneurisma pembuluh darah.
Diagnosis banding untuk sindroma kawasaki pada kasus ini diantaranya
adalah Steven Johnson Syndrome, Streptococcus Scarlett Fever, Syndrome Shock
Toxic, Rheumatoid Arthritis Juvenile Systemic. Dari ke-4 penyakit ini sama-sama
memiliki keluhan demam, namun berbeda jenis demamnya. Untuk kasus ini
merupakan demam yang persisten sedangkan pada Steven Johnson Syndrome dan
Rheumatoid Arthritis Juvenile Systemic meupakan jenis demam yang prolong.
Pada Streptococcus Scarlett Fever dan Syndrome Shock Toxic memiliki demam
yang bervariasi biasanya < 10 hari.13
Penyakit-penyakit ini juga memiliki keluhan pada mata yaitu terdapatnya
konjungtivitis. Pada kasus ini didapatkan konjungtivitis non eksudatif. Pada
penyakit lainnya sepeti SSJ ditemukan konjungtivitis disertai eksudat dan keratitis
dan Syndrome Shock Toxic ditemukan konjungtivitis yang bisa disertai eksudat
atau tidak. Streptococcus Scarlett Fever dan Rheumatoid Arthritis Juvenile
Systemic masih dalam batas normal. Pada penyakit-penyakit di atas juga
didapatkan ruam kemerahan yang mirip dengan sindroma kawasaki untuk kasus
ini. Limfadenopati servikal untuk kasus ini juga dpat dijumpai pada penyakit
Streptococcus Scarlett Fever dan Rheumatoid Arthritis Juvenile Systemic.13
Peneriksaan Laboratorium untuk kasus ini terdapat inflamasi sitemik yang
ditandai dengan peningkatan CRP, LED, trombositosis dan anemia. Pada penyakit
lainnya juga dijumpai adanya tanda-tanda inflamasi yaitu infeksi herpes untuk
SSJ, kultur tenggorokan postif bakteri pada Streptococcus Scarlet Fever,
trombositopenia pada Shock Toxic, anemia pada Rheumatoid Arthritis Juvenile
Systemic.13
Berdasarkan algoritma diagnosis pada pasien sindrom kawasaki untuk
pasien ini diawali dengan demam > 5 hari. Berdasarkan karakteristik, konsisten
dengan sindroma kawasaki atau complete sindroma kawasaki. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit, trombosit, LED, dan
CRP. Namun pada pemeriksaan echocardiography masih dalam batas normal. Jadi
pasien langsung diberikan terapi sesuai diagnosis sindroma kawasaki.11
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dirawat inap untuk diberikan terapi
medikamentosa sesuai sindroma kawasaki. Pasien harus dirawat inap karena
pemberian obat harus dipantau seperti pemberian IVIG (intravena
immunoglobulin) yang telah diterima pasien. IVIG ini diberikan untuk
menurunkan resiko masalah arteri koroner yang dapat menyerang pasien.
Pemberian IVFD Asering untuk mencukupi kebutuhan elektrolit pasien mengingat
pasien mengalami anemia dan diare. Pemberian Methylprednisolon sebagai
tambahan anti inflamasi serta ranitidine untuk mencegah mual dan muntah yang
dapat memperberat anemia pada pasien. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad
bonam karena pada pasien belum ada mengalami aneurisma pembuluh darah dan
pasien berumur 4 tahun yang berdasarkan penelitian untuk usia 1 tahun atau lebih
tingkat kematian kurang dari 1% dan puncak kematian biasanya 15-45 hari setelah
onset demam. Pada pasien telah diberikan terapi dalam fase akut yaitu < 10 hari
pertama sehingga diharapkan prognosisnya mengarah ke arah yang leih baik.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Son MBF, Newburger JW. Kawasaki Disease. Dalam : Kliegman RM, Stanton
BMD, Geme JS, Schor N, Behrman RE, penyunting. Nelsontextbook of
pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Saunders; 2011.h.862-7.

2. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M. The pediatric assessment


triangle: a novel approach for the rapid evaluation of children. Pediatr Emerg
Care. 2010;26:312 – 5.

3. Paller AS, Mancini AJ, Vasculitis disorders. Dalam : Paller AS, Mancini AJ,
penyunting, Hurwitz clinical pediatric dermatology. Edisi ke-4. Beijing : Elsevier;
2011:691-6

4. Scuccimarri R. Kawasaki disease. Pediatr Clin N. Am. 2012;59:425-45

5. Stephanie Bayers STS, and Amy S. Paller. Kawasaki disease Capsule Summaryi.
J Am Acad Dermatol. 2013;69:501.e1-e11

6. Prihatiningrum TP dan A.F. Satya Wydya Yenny. Sindroma Kawasaki. J MDVI.


2016;43:73-74.

7. Rubiana S. Penyakit Kawasaki Penyebab Kelainan Pada Pembuluh Darah


Koroner Anak. Staf Kardiologi Anak Pelayanan Jantung Terpadu. RS Cipto
Mangunkusumo. Jakarta.

8. Mc Crindle, Brin W. Anne H. Rowley, dkk. Diagnosis, Treatment, and Long-


Term Management of Kawasaki Disease. J. Ciculation. 2017; 135:933-34

9. Tom WL, Kawasaki T, Burns JC. Kawasaki Disease. Dalam: Irvine AD, Hoeger
PH, Yan AC, penyunting. Harper’s textbook of pediatric dermatology. Edisi-3.
Hongkong: Wiley-Blackwell;2011.h.168.1-10

10. Advani Najib. Sita Ariyani, dan Dwi Putro Widodo. Profil Klinis dan
Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Kawasaki. 2014. J. Sari Pediatri;15:385-93

11. Myung K. Park, R. George, Md. Pediatric Cardiology for Practitioners 4th
edition. Kawasaki Disease. 2002; 294-99

12. Anne H. Rowley. Kawasaki Disease. In : Richard E. Behrman. Nelson Texbook


of Pediatrics 17th Edition. Chapter : 156.
13. Turnier JL, Anderson MS, Heizer HR, Jone PN. Glode MP, Dominguez SR.
Concurrent respiratory viruses and Kawasaki disease. Pediatrics. 2015; 136:e609-
e614

14. Boudiaf H, Hamadouche N, Gherbi M, Fernane L, Bakhti WM, Achir M.


Cardiovascular involvement in Kawasaki disease in Algerian children: our
experience. Archives of CardiovascularDiseases. 2013;106:477-8

15. Tierney ESS, Gal D, Gauvreau K, Baker AL, Trevey S O’Neill SR, dkk. Vascular
health in Kawasaki disease. J Am College Cardiol. 2013; 62:1114-21.

16. Dieckmann RA. Pediatric assessment. In: Fuchs S, Yamamoto L. Emergency


medicine resource. 5th ed. Burlington, MA: Jones & Barlett Learning; 2012:2 –
37.

17. Dieckmann R et al. Pediatric assessment triangle. Pedriatr Emerg Care. 2010;2.

18. Fernandez A, Benito J, Mintegi S. Is this child sick? Usefulness of the Pediatric
Assessment Triangle in emergency settings. J Pediatr (Rio J). 2017;93:60 – 7.

19. Paediatric intensive care – clinical practice guideline paediatric ventilation


guidelines. National Medicines & Therapeutic Committee, MOH. 2010;1-5.
Lampiran
Follow up
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Terapi dan
Pemeriksaan
Penunjang

senin 4/ Demam KU : tampak sakit sedang Persistent fever


03/ 2019 (-) Kes: ALERT ec syndrom -IVFD
(hari I) Ruam (+) HR :120x/menit kawasaki asering10 tpm
berkurang RR:24x/menit disease -Inj. ranitidune
T: 37,7 0 C 2x 10 mg
Eritematosa -paracetamol
Kepala : konjungtivitis (+/+) difus 4x200 mg iv
- jam)/iv
Thorak : Dinding dada simetris Konjungtivitis -aspilet 3x20
Dinamis: Gerakan dinding dada non eksudat mg (PO)
simetris
Palpasi :-Vocal fremitus sama Diare akut
-Ictus cordis teraba tanpa dehidrasi
Perkusi :-sonor pada kedua
lapang paru Anemia
-batas kiri jantung di linea mikrositik
axilaris anterior sinistra. hipokrom ec
Auskultasi :-suara nafas infeksi kronik
vesikuler pada kedua lapang dd defisiensi
paru besi

-Bunyi jantung I dan II regular


Ekstremitas: ruam kemerahan
(+)
Lab Rutin:
Hb : 10,2 g/dl
Leu : 17060/mm
Trom : 366.000/mm
Ht : 30,9%

Na+ : 135 mmol/L


K+ : 3.7 mmol/L
Ca+ : 106 mmol/L
Ur : 19 mg/dl
Cr : 0.5 mg/dl
Alb : 4.3g/dl
Troponin I: <15
LED : 86 mm/jam
CRP : Reaktif 48 mg/L
selasa 5/ Demam KU : tampak sakit sedang Kawasaki
03/ 2019 (-) Kes: ALERT disease -IVFD
(hari 2) Ruam (+) HR :100x/menit asering10 tpm
berkurang RR:22x/menit Eritematosa -Inj. ranitidune
T: 36,5 0 C difus 2x 10 mg
-paracetamol
Kepala : konjungtivitis (-/-) Anemia 4x200 mg iv
mikrositik - jam)/iv K/P
Thorak : Dinding dada simetris hipokrom ec -aspilet 3x20
Dinamis: Gerakan dinding dada infeksi kronik mg (PO)
simetris dd defisiensi
Palpasi :-Vocal fremitus sama besi
-Ictus cordis teraba
Perkusi :-sonor pada kedua
lapang paru
-batas kiri jantung di linea
axilaris anterior sinistra.
Auskultasi :-suara nafas
vesikuler pada kedua lapang
paru

-Bunyi jantung I dan II regular


Ekstremitas: ruam kemerahan
(+)
Lab Rutin:
Hb : 10,2 g/dl
Leu : 17060/mm
Trom : 366.000/mm
Ht : 30,9%

Na+ : 135 mmol/L


K+ : 3.7 mmol/L
Ca+ : 106 mmol/L

Ur : 19 mg/dl
Cr : 0.5 mg/dl
Alb : 4.3g/dl
Troponin I: <15
LED : 86 mm/jam
CRP : Reaktif 48 mg/L
rabu 6/ Demam KU : tampak sakit sedang Kawasaki -IVFD
03/ 2019 (-) Kes: ALERT disease asering10 tpm
(hari 3) Ruam (-) HR :99x/menit -Sanmol forte
berkurang RR:22x/menit 4x4cc K/P
T: 36,6 0 C Anemia -aspilet 4x20
mikrositik mg (PO)
Kepala : konjungtivitis (-/-) hipokrom ec -Rhinos syr
infeksi kronik 2x5cc
Thorak : Dinding dada simetris dd defisiensi -Ranifel syr
Dinamis: Gerakan dinding dada besi 2x2,5cc
simetris
Palpasi :-Vocal fremitus sama
-Ictus cordis teraba
Perkusi :-sonor pada kedua
lapang paru
-batas kiri jantung di linea
axilaris anterior sinistra.
Auskultasi :-suara nafas
vesikuler pada kedua lapang
paru

-Bunyi jantung I dan II regular


Ekstremitas: ruam kemerahan
(+)
Lab Rutin:
Hb : 10,2 g/dl
Leu : 17060/mm
Trom : 366.000/mm
Ht : 30,9%

Na+ : 135 mmol/L


K+ : 3.7 mmol/L
Ca+ : 106 mmol/L

Ur : 19 mg/dl
Cr : 0.5 mg/dl
Alb : 4.3g/dl
Troponin I: <15
LED : 86 mm/jam
CRP : Reaktif 48 mg/L
kamis 7/ Demam KU : tampak sakit sedang Kawasaki
03/ 2019 (-) Kes: ALERT disease -IVFD
(hari I) Ruam (-) HR :120x/menit asering10 tpm
RR:24x/menit -Sanmol forte
T: 36,7 0 C Anemia 4x4cc K/P
mikrositik -aspilet 4x20
Kepala : konjungtivitis (-/-) hipokrom ec mg (PO)
infeksi kronik -Rhinos syr
Thorak : Dinding dada simetris dd defisiensi 2x5cc
Dinamis: Gerakan dinding dada besi -Ranifel syr
simetris 2x2,5cc
Palpasi :-Vocal fremitus sama
-Ictus cordis teraba
Perkusi :-sonor pada kedua
lapang paru
-batas kiri jantung di linea
axilaris anterior sinistra.
Auskultasi :-suara nafas
vesikuler pada kedua lapang
paru

-Bunyi jantung I dan II regular


Ekstremitas: ruam kemerahan
(+)
Lab Rutin:
Hb : 10,2 g/dl
Leu : 17060/mm
Trom : 366.000/mm
Ht : 30,9%

Na+ : 135 mmol/L


K+ : 3.7 mmol/L
Ca+ : 106 mmol/L

Ur : 19 mg/dl
Cr : 0.5 mg/dl
Alb : 4.3g/dl
Troponin I: <15
jumat 8/ Demam KU : tampak sakit sedang Kawasaki -Sanmol forte
03/ 2019 (-) Kes: ALERT disease 4x4cc K/P
Ruam (-) HR :120x/menit -aspilet 4x20
RR:24x/menit mg (PO)
T: 36,7 0 C Anemia -Rhinos syr
mikrositik 2x5cc
Kepala : konjungtivitis (-/-) hipokrom ec -Ranifel syr
infeksi kronik 2x2,5cc
Thorak : Dinding dada simetris dd defisiensi
Dinamis: Gerakan dinding dada besi
simetris
Palpasi :-Vocal fremitus sama
-Ictus cordis teraba
Perkusi :-sonor pada kedua
lapang paru
-batas kiri jantung di linea
axilaris anterior sinistra.
Auskultasi :-suara nafas
vesikuler pada kedua lapang
paru

-Bunyi jantung I dan II regular


Ekstremitas: ruam kemerahan
(+)
Lab Rutin:
Hb : 10,4 g/dl
Leu : 14081/mm
Trom : 587000/mm
Ht : 33,3%

LED: 86 mm/jam

CRP: 48 mg/l

Anda mungkin juga menyukai