Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

HIV DALAM KEHAMILAN

OLEH:

Susan Utari Ningsih


Nur Intan
Rica Dhamayanti
Erwin Syahputra
Rizki Giofani
Rifqi Rahmadhan
Yulia Rahmawati
Fetty Try Rahmadani
Sunarti

Pembimbing :

dr. H. Noviardi, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi


penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan angka
kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan
terapi yang cukup lama. HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih
(limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia
sehingga menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)1.
Kesepakatan global atau yang dikenal dengan istilah Millenium
Development Global (MDGs) memiliki 8 tujuan, antara lain pada tujuan ke 5
meningkatkan kesehatan ibu dengan target mengurangi 2/3 rasio kematian ibu
dalam proses melahirkan pada tahun 2015. Pada tujuan ke 6, diharapkan dapat
memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya dengan cara
menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran penyakit. Berdasarkan
laporan global, pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang 2.
Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kumulatif kasus HIV yang
telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang tersebar di
33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Di Indonesia persentase kumulatif
HIV paling banyak ditemukan kasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%).
Dan pada kasus AIDS yang paling banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur
30-39 tahun (39,5%). Kelompok umur yang paling beresiko terhadap penularan
HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentang umur 20-
39 tahun3. Saat ini, ibu rumah tangga merupakan salah satu kelompok yang sangat
rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap harinya sekitar 2000 anak usia 15
tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke bayinya. Sementara
itu, sekitar 1.400 anak-anak usia 15 tahun meninggal akibat AIDS 1.
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38%
(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang
memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) juga
akan meningkat dari 13.189 (2012) menjadi 16.191 (2016). Demikian pula jumlah
anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular HIV dari ibunya pada saat dilahirkan

1
ataupun saat menyusui akan meningkat dari 4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016),
yang berarti terjadi peningkatan angka kematian anak akibat AIDS.
Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24-25%. Namun, resiko
ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV
positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat
antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk
bayi4. Indonesia telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan
Voluntary Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT 1.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny. F Z Nama suami : Tn. S
Usia : 29 tahun Usia : 31 tahun
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : karyawan Swasta Pekerjaan : karyawan swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jl.Kayu Manis Alamat : Jl.Kayu Manis
No MR : 85 53 78

2.2 ANAMNESIS
Pasien datang ke VK IGD RSUD AA Pekanbaru pada tanggal 05 Januari
2018 pukul 09.35 WIB, pasien datang sendiri, dengan G3P2A0H1 gravida 35-36
minggu, dengan BSC 1x HIV on ARV JPKTH..
 Keluhan utama
Mules-mules yang hilang timbul.
 Riwayat penyakit sekarang (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
Pasien pasien datang sendiri ke IGD kebidanan RSUD AA dengan keluhan
mules-mules sejak 6 jam SMRS. Mules dirasakan hilang timbul dan tidak
teratur, nyeri menjalar kepinggang dan ari-ari (-), keluar air-air (-), keluar
darah bercampur lendir (-), gerakan janin aktif . pasien mengaku hamil 9
bulan. HPHT 24-04-2017. TP. 31-01-2018. pasien memeriksakan
kehamilan 7x ke poliklinik kandungan RSUD AA. USG setiap kali kontrol
dengan dokter spesialis kandungan dan dikatakan janin sehat. Riwayat
keputihan (-), demam (-), BAK nyeri (-), pasien menderita HIV sejak 3
tahun yang lalu, dan telah mendapatkan terapi ARV selama 3 tahun.

 Riwayat Hamil Muda


Mual (+), muntah (+), perdarahan (-), keputihan (-)
 Riwayat Hamil Tua

3
Mual (-), muntah (-), perdarahan (-), keputihan (-)
 Riwayat Prenatal Care
Pasien kontrol kehamilan sebanyak 7 kali di poliklinik kebidanan RSUD
AA
 Riwayat Minum Obat
Konsumsi obat ARV sejak 3 tahun yang lalu
 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi (-), asma (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-),
kelainan darah (-) dan alergi (-), penyakit menular (+) HIV sejak 3 tahun
yang lalu.
 Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi (-),asma (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), penyakit
kejiwaan (-).
 Riwayat menstruasi
Pasien pertama kali datang haid saat pasien berusia 12 tahun, siklus haid
teratur yaitu 28 hari, lama haid setiap bulannya 7 hari, ganti pembalut 2-3
kali setiap harinya dan tidak ada keluhan nyeri pada saat haid.
 Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali. Tahun 2013
Riwayat obstetri
1. Tahun 2014, laki-laki, BBL lupa, cukup bulan, lahir normal, meninggal saat
usia 5 bulan
2. Tahun 2015, laki-laki, BBL 2900, cukup bulan, SC a/i ibu HIV (+)
3. Hamil ini

 Riwayat KB
Tidak pernah KB

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : komposmentis

4
Vital sign :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,50 C
Gizi : baik
TB : 150 cm
BBSH : 50 kg
BBH : 60 kg
IMT : 22,2kg/m2
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher :Tidak teraba pembesaran KGB dan peningkatan JVP tidak
ditemukan
Jantung : Jantung dalam batas normal, S1 dan S2 reguler, murmur
(-), gallop(-)
Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (+/+), akral hangat, CRT <2 detik
Status obstetrikus
Muka : Kloasma gravidarum (-)
Mammae
Inspeksi : papil mammae menonjol, corpus mammae simetris, tanda-
tanda radang (-), retraksi (-), kulit jeruk (-), areola mammae
hiperpigmentasi, tidak ada retraksi dan tidak ada
menyerupai kulit jeruk.
Palpasi : corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), areola mammae
tidak mengeluarkan ASI, teraba kenyal
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan, striae
gravidarum (+)

5
Palpasi :
Leopold I : Teraba masa bulat, lunak, tidak terfiksir, kesan
bokong.
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di bagian kiri dan
bagian terkecil janin disebelah kanan, kesan
punggung kiri
Leopold III : Teraba massa keras di bagian bawah, melenting,
kesan kepala
Leopold IV : Belum masuk PAP, konvergen

TFU 30 cm. TBJ Klinis: 2635 gram, DJJ: 146 dpm, His : (-)

Pemeriksaan Genitalia
Genitalia eksterna
Inspeksi : vulva / uretra tenang, perdarahan aktif (-)
Genitalia interna
Inspekulo : portio Licin, livide, OUE tertutup, fluor (-) fluksus (-),
valsava (-).
VT : portio kenyal, arah posterior, tebal 3 cm, pembukaan tidak
ada, ketuban (+), kepala belum masuk PAP
- Panggul Dalam : Promontorium : Tidak teraba
Linea innominata : Teraba 1/3 kiri dan
1/3 kanan
Sakrum : Cekung
Spina Iskiadika : Tidak menonjol
Arkus pubis : >90o
Os.Koksigis : Mobile
- Janin : Presentasi :-
Situs :-
Station :-
Posisi :-

6
Ketuban :-
- Porsio : Pembukaan : 0 cm
Penipisan : 0%
Konsistensi : kenyal
Arah Sumbu : belakang

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG :


USG TGL 05- 01 -2018
Janin presentasi kepala tunggal hidup, presentasi kepala, FHR (+) 146
dpm, FM (+), plasenta implantasi di fundus anterior tidak menutupi OUI
Biometri: BPD/HC/AC/FL 83,8/308,0/313/6,53 EFW 2680 gram, SDAU
1,2 ~ UK 36-37 minggu
Kesan: Janin presentasi kepala tunggal hidup ~ usia kehamilan 36 Minggu.

2.8 DIAGNOSIS
G3P2A0H1 hamil 35-36 minggu belum inpartu, BSC 1x dengan HIV on
ARV Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup

2.9 TATALAKSANA LANJUTAN


Rencana Terminasi kehamilan perabdominam: Sectio Cesarea tanggal 10
Januari 2018 (elektif)

2.10 PROGNOSIS
Dubia ad malam

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 HIV dalam kehamilan


AIDS singkatan dari Acquired lmmune Deficiency Syndrome yaitu
penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
merusak sel T, yaitu sel yang membuat zat anti dalam tubuh manusia, akibatnya
tubuh tidak dapat menahan serangan penyakit. AIDS adalah kumpulan berbagai
gejala penyakit akibat lemahnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh virus
HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV dengan mudah akan diserang oleh berbagai
jenis penyakit yang lain karena daya tahan tubuhnya yang sudah dilemahkan oleh
HIV tidak mampu lagi melawan serangan penyakit tersebut.1
HIV dalam kehamilan merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
obstetri. Transmisi heteroseksual dan penyalahgunaan obat intravena meningkat
kejadiannya sccara signifikan di antara wanita. Resiko bayi baru lahir dari ibu
HIV-seropositif diperkirakan 13 hingga 39%. Kebanyakan anak-anak yang
terinfeksi bertahan hidup hinggu usia 5 tahun.5 Pada tahun 1992, The Centers for
Disease Control and Prevention memperkirakan prevalensi HIV - seropositif
antara wanita usia produktif adalah 1 sampai 2 per 1000.6
Penularan infeksi HIV dari ibu ke anak merupakan penyebab utama
infeksi HIV pada anak usia di bawah 15 tahun. Sejak HIV menjadi pandemik di
dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Hampir sebagian besar
penderita tersebul tertular melalui penularan dari ibu ke anak. Setiap tahun
diperkirakan lebih dari 800.000 bayi menjadi terinfeksi HIV akibat penularan dari
ibu ke anak. Dan diikuti adanya sekitar 610.000 kematian anak karena virus
tersebut.7
Di Indonesia menurut Ditjen PPM dan PL Departemen Kesehatan tercatat
4333 kasus HIV positif dan 5823 kasus AIDS dari 1 Januari 1987 sampai dengan
31 maret 2006, dengan jumlah kematian 1430 kasus.8 Penelitian yang dilakukan
Yayasan Pelita Timur dan Bagian kehidanan FKUIRSCM selama tahun 1999-
2001 melakukan pemeriksaan pada 558 ibu hamil di daerah miskin di Jakarta,
menunjukkan hasilnya sebanyak 16 orang (2,86%) mengidap HIV.7

8
3.2 Etiologi
Etiologi Penyebab sindrom imunodefisiensi ini adalah DNA retrovirus
yang dikenal sebagai human immunodeficiency virus, HIV-1 dan HIV-2. Pada
tahun 1992 kebanyakan kasus di seluruh dunia yang disebabkan oleh infeksi HIV-
1. Infeks HIV-2 endemik di Afrika Barat, namun tidak umum ditemukan di
Amerika Serikat.5 HIV adalah virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh
manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari
sel-sel darah putih yang berfungsi menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk limfosit yang disebut "sel T-4" atau "sul T-helper atau disebut juga" sel
CD-4.9
Jumlah sel T-4 pada orang sehat secara umum berkisar antara 500-120 per
mikroliter. Jika Jumlah sel T-4 menurun di bawah 200, maka bisa dikatakan sudah
masuk pada fase AIDS.9,10

3.3 Cara Penularan


HIV dapat menular melalui 3 jalur, yaitu:
a. melalui hubungan seksual baik secara heteroseksual dan atau homoseksual
dengan seseorang yang sudah terinteksi HIV.
b. Melalui transfusi darah atau alat-alat yang lelah terinfeksi HIV
c. Melalui ibu yang terinfeksi HIV ke janin saat intrauterin, partus dan pasca
persalinan (menyusui).
Meningkatnya infeksi HIV pada anak adalah karena akibat penularan
selama perinatal (periode kehamilan, selama dan setelah persalinan). Lebih dari
90% AIDS pada anak yang dilaporkan tahun 1994 terjadi karena transmisi dari
ibu ke anak.5 Di Indonesia sendiri transmisi perinatal berdasarkan pelaporan
Ditjen PPM & PL Depkes RI dalan triwulan Januari sampai Maret 2006 terdapat 2
kasus baru HIV dan 9 kasus baru AIDS.8
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa terjadi melalui ASI. Angka kejadian
penularan dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 20%-30%. Penularan HIV dari ibu
ke janin tanpa dilakukan intervensi dilaporkan sekitar antara 15-45%.5
Resiko penularan di negara berkembang sekitar 21% 43%, ini lebih tinggi
banding risiko penularan di negara maju sekitar l4% -26%. Resiko infeksi

9
penularan yang terjadi saat persalinan sebesar 18%, di alam kandungan 6% dan
pasca persalinan sebesar 4%.7
Penularan di dalam kandungan didiagnosis jika pemeriksaan virologis
negatif dalam 48 jarn pertama setelah kelahiran, selanjutnya tes minggu pertarna
menjadi positif dan bayi tidak menyusui ibu. Selama persalinan bayi dapat
tercemar darah atau cairan survikovaginal ibu yang mengandung HIV melalui
paparan trakeobronkial atau tertelan pada saat janin berada dijalan lahir.7
Peningkatan risiko transmisi telah digambarkan selama persalinan yang
memanjang, pecah ketuban yang lama, perdarahan plasenta dan adanya cairan
amnion yang mengandung darah.8 Risiko transmisi vertikal secara pasti tidak
diketahui tetapi telah ditentukan sekitar 25-40% dari bayi yang lahir hidup dari
wanita terinfeksi HIV.11 studi awal menunjukkan transmisi bervariasi dari 13% di
Eropa sampai 25% di Amerika Serikat dan 40% di Afrika.8 efek kehamilan pada
perjalanan penyakit HIV yang berhubungan dengan ibu dan efek infeksi HIV pada
hasil kehamilan tetap belum dapat ditentukan dengan baik. Bukti awal
menyarankan bahwa ibu HIV positif berada dalam risiko tinggi untuk melahirkan
anak dengan hasil yang tidak menguntungkan.7,11

3.4 Diagnosis
Pemeriksaan standar yang dapat digunakan untuk mendiagnusi HIV
seperti enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA) dan Analisa Western
Blot.4,9 Imunuglobulin G (IgG) tidak dapat dipakai untuk mendiagnosis HIV pada
bayi di bawah usia 18 bulan. Hal ini disebabkan karena masih ditemukanya lgG
anti HIV ibu yang lewat plasenta di darah bayi, bahkan kadang sampai usia 24
bulan. Sedang lgA dan lgM anti HIV tidak dapat melalui plasenta sehingga dapat
dijadikan konfirmasi diagnosis bila ditemukan pada bayi. Namun sensitifitas
kedua pemeriksaan tersebut masih sangat rendah.7
Pemeriksaan yang bisa dilakukan pada usia bayi di bawah usia 18 bulan
adalah pemeriksaan kultur HIV, teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk
mendeteksi DNA atau RNA HIV dan deteksi antigen p24. Infeksi HIV pada
bayi di bawah 18 bulan dapat ditegakkan bila dua sampel dari dua kali
pemeriksaaan yang berbeda dengan kultur, DNA HIV atau RNA HIV

10
menunjukkan hasil positif. Infeksi HIV bisa disingkirkan bila 2 macam sampel tes
yang berbeda menunjukkan hasil negatif.7,13
Pemeriksaan dengan PCR atau kultur virus dapat dilakukan sejak lahir dan
biasa dilakukan pada usia 1 atau 2 bulan. Jika dengan PCR kultur virus positif,
maka pemeriksaan harus diulang segera untuk konfirmasi sebelum diagnosis HIV
ditegakkan. Bila hasil PCR atau kultur virus yang dilakukan saat lahir dan usia 1-2
bulan tidak menunjukkan hasil positif dan bayi tidak menunjukkan gejala yang
terjadi pada bulan januari 4 bulan.7

3.5 Pencegahan
World Health Organization (WHO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) merekomendasikan empat kerangka strategi jangka panjang untuk
mencegah transmisi HIV dari ibu ke janin. Adapun ke empat kerangka strategi
tersebut adalah:10,11
1. Mencegah infeksi primer HIV
2. Mencegahnya terjadinya kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV
3. Mencegah transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi ke bayinya
4. Memberikan perhatian kepada ibu yang terinfeksi HIV, bayi dan
keluarganya.

3.5.1 Mencegah infeksi primer HIV


Mencegah infeksi primer HIV dilakukan dengan cara:10
1. Melakukan intervensi terhadap perubahan pola hidup
2. Memperbaiki penanganan penularan infeksi secara seksual
3. Memastikan keamanan persediaan darah
4. Memperhatikan faktor-faktor konstitusional yang memudahkan
seorang wanita terinfeksi HIV (cth masalah ckonomi, pendidikan dan
lain-lain)
Pencegahan HIV pada wanita, terutama pada wanita muda dan
pasangannya adalah jalan yang terbaik untuk menjamin bahwa penularan
sekunder ke bayi tidak terjadi. Mayoritas infeksi HIV di seluruh dunia terjadi pada
penduduk muda yang berusia 10-24 tahun. Diantara kelompok ini anak
perempuan dan wanita muda tercatat paling banyak mendapat infeksi baru dan

11
mayoritas wanita yang memeriksakan kehamilannya pada klinik Maternal and
Child Health (MCH) berusia 15-24 tahun.10
Cara lain dalam pencegahan primer infeksi HIV adalah intervensi dengan
skala luas terhadap Sexual Transmitted Infection (STI). Seperti diketahui bahwa
STI memiliki hubungan terhadap faktor risiko terjadinya infeksi HIV.10 Di
Thailand prevalensi HIV yang sebelumnya tinggi menjadi berkurang dengan
penanganan STI melalui pengobatan dan promosi pemakaian kondom terhadap
pekeria-pekerja seksual.10

3.5.2 Mencegah terjadinya kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV:10


 Memberikan informasi tentang KB dan konseling untuk membantu dalam
mengambil keputusan.
 Mengintegrasikan pelayanan kontrasepsi pada konseling sukarela
 Memperkuat hubungan antara Family Planning (FP) dan pelayanan HIV
 Menjamin akses Family Planning (FP) ke pilihan yang aman
Upaya Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT) berfokus
hampir semata-mata pada pencegahan transmisi dari eanita hamil yang positif
menderita HIV. Pendekatan ini diambil sebagai akibat tidak berhasilnya
penggunan kontrasepsi dalam hal menurunkan Mother-To-Child-Transmission
(MTCT) dalam mencegah kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV. Karena
kehamilan yang tidak diharapkan berjumlah lebih dari 50% pada semua kelahiran
dibeberapa negara, kontrasepsi merupakan hal yang potensial untuk mencegah
ribuan transmisi vetikal HIV.10

3.5.3 Mencegah Transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi ke bayinya:10


 Melakukan intervensi untuk menurunkan penularan selama kehamilan,
persalinan dan kelahiran.
 Melakukan intervensi untuk menurunkan penularan melalui menyusui
(tidak menyusui bayinya)
Penelitian dan pengalaman yang telah terbukti aman, dapat dikejakan
dengan mudah dan efektif untuk menurunkan transmisi HIV dari wanila hamil
yang terinfeksi ke bayi adalah dengan cara:10
 Kemoprofilaksis antiretrovirus
 Praktek obstetri yang aman

12
 Konseling pemberian makanan pada bayi
Meskipun demikian, untuk keberhasilan dari intervensi ini, wanila harnil
yang terinfeksi HIV harus melakukan ANC dan atau pelayanan maternal dan dia
harus memiliki akses konseling dan pelayanan tes HIV.10
Dua pendekatan utama pada konseling dan tes HIV pada ANC yaitu:
Optimal-in (opt-in) dan optimal-out (opt-out).10,14
1) Yang dimaksud dengan opt-in yaitu testing HIV yang ditujukan pada
wanita hamil sebagai intervensi terpisah dari pelayanan ANC rutin dan
harus bersedia untuk mendapat tes ini.
2) Sedangkan opt out yaitu testing HIV yang merupakan bagian dari
pelayanan ANC rutin dan harus dilakukan kecuali wanita tersebut
menolak.

Kemoprofilaksis antiretroviral pada PMTCT


Beberapa penelitian yang telah melakukan memperlihatkan keberhasilan
pemberian obat antiretroviral pada wanita selama hamil, persalinan dan kelahiran
dan pada bayi setelah kelahiran secara signifikan nenurunkan risiko MTCT. 10,14
Obat antiretroviral seperti Zidovudine (ZDV), Lamivudine (3TC) dan Neverapine
(NVP) telah diuji coba dan aman serta efektif saat digunakan tersendiri (ZDV atau
NVP) atau dikombinasikan (ZDV+3TC, ZDV+NVP atau ZDV+3TC+NVP).
Banyak protokol yang aman dan efektif tapi keherhasilannya tergantung dari
kecepatan wanita tersebut yang ditemukan saat pemeriksaan kehamilan.10,13,14
Pada tahun 2013 WHO mengeluarkan aturan perintah pemberian obat ARV
untuk pencegahan HIV dari Ibu ke bayi, yaitu:15

a. Untuk ibu
Lini Pertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV scbanyak 1 kali sehari pada ibu
yang hamil dan sedang menyusui, termasuk ibu yang berada dalam trimester
pertama kehamilan.
Lini Kedua: 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI ) + PI
(Ritonavir boosted Protease Inhibitor)
NRII lini Kedua ini direkomendasikan jika

13
 Kegagalan TDF + 3 TC (atau FTC), regimen pengobatan lini pertama
menggunakan AZT + 3TC dan NRTI sebagai dasar regimen lini kedua
 Kegagalan AZT atau d4T + 3TC, regimen pengobatan lini pertama
dignakan TDF + 3TC (alau FTC) dan NRTI sebagai dasar regimen
pengobatan lini kedua

b. Untuk bayi
Profilaksis NVP (Niverapin) setiap hari selama 6 minggu setelah lahirnya bayi
atau postpartum apabila HIV diidentfikasikan dan jika bayinya sedang
menerima makanan penganti, maka harus diberikan profilaksis NVP setiap
hari (atau AZT dua kali sehari)

Tabel Dosis Pemberian ARV dan NVP untuk Bayi yang Menyusui.15
Regimen ARV Usia Bavi Dosis
AZT Sampai Usia 6 minggu 10 mg, 2x sehari
(rekomendasi hanya bayi  2000-2499 gram 15 m, 2x sehari
dengan makanan  ≥2500 gram
pngganti)
NVP Sampai Usia 6 minggu 10 mg, 1x sehari
 2000-2499 gram 15 m, 1x sehari
 ≥2500 gram
>6 minggu - 6 bulan 20 mg, 1x sehari
>6 bulan - 9 bulan 30 mg, 1x sehari
>9 bulan - berakhir 40 mg, 1x sehari
periode menyusui

Dukungan dan konseling pemberian makanan pada bayi


Transmisi HIV postnatal melalui ASI pertama kali dilaporkan tahun 1985.
Diperkirakan 15-20% dari MTCT terjadi melalui pemberian ASI, dan akan terus
meningkat sampai 29% jika terjadi infeksi matemal yang baru. 10 Penghentian
pemberian ASI pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV
merupakan satu-satunya jalan untuk mencegah tranmisi HIV postnatal.10
Hasil penelilian di Kenya menyalakan bahwa ibu yang terinfeksi HIV
yang menyusui mengalami mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak
menyusui.10

14
Praktek obstetri yang aman
Beberapa intervensi obstetrik dipercayai atau terbukti menurunkan MTCT
termasuk diantaranya adalah:10
 seksio sesarea elektif
 Pembilasan vagina dengan larutan chlorhexidine
 Memperpendek waktu antara pecahnya ketuban dan persalinan
 Menghindari episiotomi yang tidak perlu
 Menghindari pemakaian suction dan prosedur invasif lainnya
 Pengeringan sekresi maternal dan darah pada bayi baru lahir
Analisis beberapa penelitian pada negara-negara industri menunjukkan bahwa
seksio sesarea elektif menurunkan transmisi HIV, meskipun demikian manfaat
seksio sesarea akan menghilang jika dilakukan setelah persalinan dimulai. Seksio
sesarea tidak memberikan keuntungan tambahan pada ibu dengan muatan virus
(viral loads) < 1.000 /ml dan CD4 >500/μl.

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan permasalahan sebagai berikut :


1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah asuhan antenatal care (ANC) pada pasien ini sudah tepat?
3. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

4.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


Diagnosis masuk pada pasien ini adalah “G3P2A0H1 hamil 35-36 minggu
BSC 1x HIV on ARV Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup”.

15
Diagnosis pada pasien ini belum tepat karena penegakkan diagnosis HIV
pada pasien tidak berdasarkan data klinis. Dari anamnesis tidak ditemukan riwayat
yang mengarah pada gejala dan faktor risiko timbulnya HIV.

4.2 Apakah asuhan antenatal care (ANC) pada pasien ini sudah tepat?
Pasien melakukan 7 kali asuhan antenal care yaitu dimulai pada usia
kehamilan ±12 minggu dan melakukan pemeriksaan USG setiap kali kontrol
kehamilan dengan dokter spesialis kandungan di poli kebidanan RSUD Arifin
Achmad. Menurut kebijakan Depkes dalam program asuhan antenatal care
seharusnya dilakukan minimal 4 kali, yaitu 1 kali sebelum usia 3 bulan, 1 kali
pada usia 4-6 bulan dan 2 kali pada trimester III dan minimal 1 kali memriksakan
diri ke dokter untuk mendeteksi kelainan medis secara umum. Hal ini
menggambarkan pengetahuan pasien akan pentingnya asuhan antenatal care dan
hal-hal penting seperti konseling cara persalinana dan konseling pemberian
makanan bayi sudah cukup baik.16
Pasien telah menderita HIV sejak 3 tahun yang lalu dan saat hamil
sekarang pasien mengkonsumsi obat ARV untuk mencegah transmisi vertikal.
Pasien hamil dengan HIV harus mendapatkan terapi kombinasi profilaksis ARV
saat antepartum, intrapartum dan post partum.

4.3 Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?


Tatalaksana pada kehamilan pasien sudah tepat yaitu pasien meminum
ARV profilaksis dan direncanakan untuk seksio sesaria terjadwal untuk
mengurangi kejadian transmisi vertikal. Study Kohot prospektif, French Perinatal
Cohort dan Swiss Neonatal HIV Study Group mendemonstrasikan pengurangan
kejadian dari transmisi HIV perinatal antara Ibu yang menerima Zidovudine dan
menjalani seksio sesaria elektif.6
Tahun 1999 studi dari Eropa mendapatkan 3,4% dari ibu yang
melahirkan dengan seksio sesaria sibandingkan 15% bayi yang lahir secara
pervaginam.9 Beberapa penelitian menyarankan bahwa ibu yang telah
mendapatkan ARV, seksio sesaria dapat menjadi pilihan yang efektif untuk

16
mengurangi kejadia transmisi HIV dari ibu ke bayi. Seksio sesaria yang dilakukan
sebelum persalinan dan sebelum ketuban pecah (seksio sesaria elektif)
dapatmengurangi kejadian penularan HIV vertikal.9

17
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Diagnosis pada pasien ini kurang tepat: G3P2A0H1 hamil 35-36 minggu
belum inpartu BSC 1x HIV on ARV janin presentasi kepala tunggal hidup.
2. Pemeriksaan antenatal care (ANC) pada pasien sudah tepat. Pasien sudah
melakukan pemeriksaan kehamilan rutin ke dokter kandungan sejak awal
kehamilan.
3. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan terminasi
kehamilan perabdominam secara elektif pada usia kehamilan 37 minggu.

5.2 Saran
1. Penting melakukan konseling dan test HIV pada ibu hamil untuk
mendeteksi dini terhadap HIV sehingga dapat dilakukan tatalaksana
secepat mungkin.
2. Wanita hamil yang diduga atau terinfeksi HIV harus melakukan konseling
dan test HIV sukarela (Voluntary Counceling and Testing /VCT).
3. Penularan HIV melalui air susu ibu merupakan faktor penting transmisi
pasca persalinan dan meningkatkan resiko transmisi sehingga WHO,
UNICEF dan UNAIDS merekomendasikan untuk menghindari air susu ibu
yang terkena HIV.
4. Seseorang yang memiliki pasangan dan mengalami HIV harus menjalani
konseling untuk pilihan reproduksi yang aman.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Guidelines for second generation HIV


surveillance: an update: Know your epidemic. Joint United Nations
Programme on HIV/ AIDS. World Health Organization; 2013.

2. UNAIDS. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Global


Report. UNAIDS; 2013.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Aksi Nasional


Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2013.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Statistik Kasus HIV/AIDS di


Indonesia. Dirjen P2PL; 2011.

5. Cunningham FG, Gant NF, Lereno KJ, Gilstrap III LC, Hanth JC,
Wenstrom KD. Editor. Infection. In: William obstetric. 21st ed. New York:
Mc Graw-Hill; 2001. p.1498-1504.

6. Beers MH. Berkom R. Human Immunodeficiency Virus Infection. In. The


Merck Manual of Diagnosis and Therapy. 17th ed. West Point: Merck And
Co; 1999. P. 1312-22.

7. Judarwanto W. HIV Mengancam Anak Indonesia. Available from:


http://www.depkes.com

8. Anonim. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available from:


http://www.lp3y.org/content/AIDS/Sti.htm

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kerjasama Dengan The Ford


Foundation dan sStudi Drya Media. AIDS dan Penanganannya. 1007.
p.17-25.

10. Anonim. Prevention Mother-To-Child Transmission of HIV.available


from: http://www.fhi.org

11. Best K. Family planning And The Prevantion of Mother-To-Child


Transmission of HIV. Available from: http://www.fhi.org

12. Peiperl LMD. Antiretroviral Treatment To Reduce Mother-To-Child


Transmission of HIV. Available from: http://wwwhivinsite.com/insite.jps?
page=kbr.07.02.03&doe=3098.00098#i.

13. Anonim. Prevention mother-to-child transmission of HIV. Available from:


http://www.who.int/hiv/pub/mtct/en/strategicApproachesE.pdf

19
14. Anonim. Reducing HIV Transmission from HIV-Positif women to their
infant. Available from: http://wwwfhi.org

15. World Health Organization. Consolidated Guidelines On The Use of


Antiretroviral Drugs For Treating And Preventing HIV infection. Joint
United Nations Programme on HIV/AIDS. June 2013.

16. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas


Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Ed.1.2013.

20

Anda mungkin juga menyukai